Anda di halaman 1dari 11

MEMBERI YANG TERBAIK BAGI TUHAN

1 Tawarikh 1:1-19

Bicara tentang persembahan kepada Tuhan, seb


etulnya hal utama dan mendasar yang perlu di
perhatikan adalah bagaimana sikap hati kita.
Percuma jika kita memberikan persembahan ses
uai dengan apa yang kita pahami masing-masin
g namun tidak dengan sikap hati yang rela da
n mengasihi Tuhan.

PEMBAHASAN
Firman Tuhan saat ini mengajarkan kepada kit
a tentang memberi persembahan bagi Tuhan.
Beberapa makna di balik persembahan kita ke
pada Tuhan (1 Taw 29) :
 Bukti bahwa kita mengasihi Allah (Ayat 3
a)
 Sadar dan mengakui apa yang kita miliki a
dalah kepunyaan Allah (Ayat 11-12)
 Menyatakan pengucapan syukur kepada Al
lah atas kesetiaan-Nya dalam hidup kita
(Ayat 13)
 Membantu perluasan pekerjaan Tuhan di
muka bumi sehingga nama Tuhan diperm
uliakan (Amsal 3:9a)
Adapun bentuk-bantuk yang dapat kita berika
n kepada Tuhan antara lain persembahan pers
epuluhan; persembahan khusus, misalnya pers
embahan untuk pembangunan Rumah Tuhan;
dan persembahan sukarela.
Saat Daud memberikan persembahan kepada
Tuhan, Daud memberikannya dengan segenap
hati. Ini membuktikan rasa cintanya kepada T
uhan. Orang dapat memberikan kepada Tuhan
tanpa 'rasa cinta', tetapi kita tidak mungkin me
ncintai Tuhan bila kita tidak memberikan korb
an persembahan kepada-Nya

1. Persembahan Daud (1 Tawarikh 29:1-9). Mat


ius 6

Teks daripada I Tawarikh 29:1-10 merupakan ekspr


esi religiusitas/keagamaan/iman/kepercayaan raja
Daud kepada TUHAN.
Tindakan Daud ini, seperti yang tertera dalam ayat
1-10 di mana Daud memberikan segala sesuatu ya
ng ia punyai yang terbaik* Di akhir hidupnya Daud
memberikan persembahan yang terbaik dan ini mer
upakan persembahan terakhir dalam hidupnya. Seb
ab kisah tentang Daud berakhir di I Tawarikh pasal
29. Ia tidak tangung-tanggung dalam mempersemb
ahkan segala sesuatu yang ia punyai. Mengapa? K
arena ia telah mengetahui dan mengenali kepada si
apa ia memberikan persembahan.

0. Konsep ke-Tuhan-an Daud.


Pengenalan dan pengalaman Daud bersama Tuhan
seperti yang ada dalam kitab-kitab yang ditulisnya
menunjukkan bahwa Daud memiliki konsep atau pe
mahaman dan keyakinan yang mantap mengenai T
uhan yang disembahnya. Artinya TUHAN yang dise
mbahnya telah teruji dan terbukti semasa hidupnya.
sehingga layak disembah sebagai TUHAN. Daud tid
ak mendengar “apa kata orang tentang TUHAN yan
g disembahnya melainkan ia sendiri telah mengena
l-Nya (ujilah Aku; Maleakhi 3:10). Sebab selama ia
bergaul dengan TUHAN, ia tidak pernah ditinggalka
n, tidak pernah dibohongi sehingga Daud dapat ber
kata “sekalipun aku dalam lembah kekelaman aku ti
dak takut bahaya, Maz. 23). Daud di dalam memper
sembahkan segala sesuatu bukan dengan paksaan,
bukan suatu kemunafikan, dan juga bukan suatu ar
ogansi keagamaan melainkan merupakan suatu ke
sadaran akan adanya TUHAN. Daud memiliki pema
haman keagamaan yang mendalam tentang TUHA
N. Di sini Daud melakukan suatu pemilihan yang te
pat atas diri YHWH* sebagai TUHANnya. YHWH m
engungkapkan keber-ada-annya kepada nenek mo
yang bangsa Israel. Pengalaman religius nenek mo
yang Israel diregenerasikan kepada keturunannya.
Daud dengan kehendak bebasnya memilih YHWH s
ebagai TUHAN merupakan keputusan yang tepat d
an benar. Religiositas bukan menyangkut soal aga
ma melainkan menyangkut iman. Iman merupakan
hubungan personal antara “aku dan Engkau/Dia.” D
i dalam hubungan ini manusia haruslah mengikutse
rtakan seluruh bakat-bakatnya, termasuk akal dan r
asio. Sekalipun iman bukan soal rasio. Ungkapan D
aud dalam 1 Tawarikh 29:11 merupakan pernyataa
n bahwa secara imanen TUHAN itu hadir dan mem
berkati uamt-Nya dan melalui pengalaman religiusn
ya, Daud ingin mengungkapkan kemisteriusan Allah
atau ketersembunyian Allah dengan berkata TUHA
N itu “bapa” kami/GOD is my father.

0. Persembahan Daud didasari oleh Konsep ke-T


uhan-nan yang mantap (10-13).
0. Persembahan merupakan simbol* atau tanda dan bukti
penyembahan kepada TUHAN. Maka dari itu Daudlah yang
pertama-tama memberikan persembahan (1 Tawarikh 29:1-
5) baru kemudian diikuti oleh rakyatnya (1 Tawarikh 29:6-1
0). ” David had first set the example in giving, and he remin
ded the people that they were giving to the Lord (29:1)”1Da
udlah yang pertama-tama memberikan contoh kepada baw
ahan (ayat 6) dan kepada seluruh rakyat Israel. Apakah kit
a telah menjadi teladan bagi jemaat dalam memberikan per
sembahan?
1. Persembahan bukanlah suatu paksaan melainkan suat
u kerelaan yang didasari oleh rasa cinta kepada TUHAN(ay
at 17). Mengapa harus didasari oleh cinta kepada TUHAN?
Karena jika tidak didasari oleh cinta/kasih kepada TUHAN
maka:
 Persembahan tersebut hanya merupakan suatu
ungkapan penyembahan yang lahiriah atau han
ya merupakan suatu fenomena keagamaan bel
aka. Dan ini tidak berbeda dengan orang-orang
yang tidak mengenal “Tuhan.” Persembahan h
aruslah terungkap secara batiniah dan lahiriah.
 Persembahan tersebut merupakan kemunafika
n agamis. Dengan kata lain ingin menunjukkan
kepada orang lain bahwa ia memberi kepada ‘T
uhan” atau ia adalah orang yang ber-Tuhan/ber
agama.”* Inilah yang saya sebut sebagai kemu
nafikan agamis.

1. Persembahan haruslah yang Terbaik (ayat 2-5)


Istilah “persembahan” merupakan hal yang sudah la
zim khususnya bagi orang-orang yang ber-Tuhan. P
ersembahan diambil dari akar kata ‘sembah.’ Istilah
‘sembah’ biasanya dilakukan oleh orang-rang yang
berada dibawah suatu ‘kekuasaan / under power.’M
isalnya, raja sebagai orang yang berkuasa maka ia
punya kuasa dan kekuasaan atas seluruh bawahan
dan rakyat. Ini semakin nyata dalam masa raja-raja
memerintah atau pemerintahan raja-raja (pada mas
a kini pun masih ada sekalipun telah berkurang juml
ahnya). Pemberian “sembah” kepada raja merupak
an bukti:
 Keloyalan atau menunjukkan sikap loyalitas kep
ada raja.
 Kesetiaan kepada raja
 Pengagungan kepada raja.
Oleh karena itu segala sesuatu yang dilakukan haru
slah yang terbaik. Mengapa? Karena persembahan
‘terbaik’ yang diberikan menunjukkan sikap loyalitas,
sikap kesetiaan dan sikap pengagungan kepada sa
ng raja. Untuk itulah maka saya lebih menggunakan
istilah “persembahan” daripada “pemberian” dalam
konteks ini.

DIBERKATI UNTUK MEMULIAKAN ALLA


H
1 Tawarikh 29:10-19

Perikop ini merupakan pujian dan syukur Daud


kepada Allah. Konteks perikop ini adalah
mengenai Daud dan bangsanya telah
memberikan persembahan kepada Allah untuk
pembangunan Bait Allah. Apa yang bisa kita
pelajari dari pujian dan syukur Daud ini?

1.      Pujian kepada Allah sebagai pemilik atas se


galanya.
Daud mengajak seluruh bangsa Israel untuk
memberikan pujian dan penghormatan hanya
kepada Allah, karena ia menyadari
tentang siapakah Allah sesungguhnya (ayat 10-
12). Ia menyadari betapa besar dan hebatnya
Allah, tapi juga sekaligus betapa kecilnya dirinya
di hadapan Allah.  Daud sadar, bahwa yang layak
utk menerima pujian dan hormat adalah Allah
saja. Daud sadar

2.     Kesadaran diri Daud tentang dirinya dan


bangsanya.
Dalam ayat 14-15, Daud menyatakan,
“ Sebab siapakah aku ini  dan siapakah
bangsaku, sehingga kami mampu memberikan
persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari
pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu
sendirilah persembahan yang kami berikan
kepada-Mu.” Daud menyadari bahwa dirinya
tidak layak untuk menerima begitu banyak
berkat dan kebaikan Tuhan. Jika mereka
dilayakkan, maka semuanya hanya karena kasih
karunia Allah.
Juga, di dalam ayat 14 dinyatakan bahwa jika
mereka dimampukan oleh Allah untuk bisa
memberikan persembahan, itu pun hanyalah
karena anugerah Tuhan. Mereka menyadari
bahwa segala-galanya adalah milik Allah, dan
bukan milik mereka. Jika mereka “memiliki”
sesuatu, itu pun milik Allah dan diberikan oleh
Allah. (Baca: Ulangan 8:11-18)

3.     Sikap hati saat memberi


Daud memberikan teladan yang sangat indah
tentang memberi di perikop ini. Ia dan bangsa
Israel memberikannya dengan sukarela dan
tulus ikhlas. “Aku tahu, ya Allahku, bahwa
Engkau adalah penguji hati dan berkenan
kepada keikhlasan, maka
akupun mempersembahkan semuanya itu
dengan sukarela dan tulus ikhlas. Dan
sekarang, umat-Mu yang hadir di sini telah
kulihat memberikan persembahan sukarela
kepada-Mu dengan sukacita.”

4.     Doa saat memberi persembahan


Sikap hati “yang tulus ikhlas, rela hati dan sukaci
ta” harus dijaga dan dipelihara. Karena itu, untu
k mengakhiri pujian dan syukurnya, Daud menai
kan sebuah doa yang sangat indah. “Ya TUHAN,
Allah Abraham, Ishak dan Israel, bapa-bapa kam
i, peliharalah untuk selama-lamanya kecenderun
gan hati umat-Mu yang demikian ini dan tetapla
h tujukan hati mereka kepada-Mu. Dan kepada S
alomo, anakku, berikanlah hati yang tulus sehin
gga ia berpegang pada segala perintah-Mu dan p
eringatan-Mu dan ketetapan-Mu, melakukan seg
ala-galanya dan mendirikan bait yang persiapan
nya telah kulakukan” (ay. 18-19). Daud pun
berdoa untuk anaknya. Dalam hal ini, penting ju
ga bagi kita untuk berdoa bagi anak-anak kita ag
ar mereka pun memiliki hati yang tulus ikhlas d
alam hidup dan melayani Tuhan.

“Kalau Yesus Kristus adalah Tuhan, dan Ia telah


mati bagi saya, maka tidak ada pengorbanan
yang lebih besar, yang dapat saya
persembahkan kepada-NYa.”
(C. T. Studd, pendiri lembaga misi WEC)

Alkitab mencatat raja Daud adalah salah satu contoh


orang yang memberikan persembahan kepada Tuhan
dengan sikap hati yang benar. Saat Salomo, anaknya,
hendak membangun Bait Suci, ia dengan sukarela dan
tulus mempersembahkan harta miliknya. Daud
berkata, "...karena cintaku kepada rumah Allahku, maka
sebagai tambahan pada segala yang telah kusediakan
bagi rumah kudus, aku dengan ini memberikan kepada
rumah Allahku dari emas dan perak kepunyaanku
sendiri tiga ribu talenta emas dari emas Ofir dan tujuh
ribu talenta perak murni..." (1 Tawarikh 29:3-4). 
Persembahan seperti inilah yang berkenan kepada Tuhan,
karena lahir dari rasa syukur kepada Tuhan yang telah
melakukan begitu banyak hal yang baik dalam hidup
kita. Sebelum kita memberikan persembahan kepada
Tuhan, pastikanlah kita melakukannya dengan sikap hati
yang benar, yaitu karena mengasihi  Tuhan

Kalau ibu ibu menghitung sumbangan pribadi Dau


d untuk pembangunan bait Allah dalam nilai uang
masa kini, pastilah Anda tercengang. Tiga ribu tale
nta emas saja nilainya mencapai Rp 350 triliun (asu
msinya 1 talenta = 50 kg, 1 gram emas Rp1.000.00
0).
Mengapa Daud berani memberikan sebesar itu? Ki
ta bisa mendapatkan jawabannya dari ayat 12, 14,
dan 16. Tiga kali ia mengungkapkan hal yang serup
a. Daud memiliki pemahaman yang benar tentang
Allah dan kekayaan. Pertama, ia memahami bahwa
segala sesuatu harta, kuasa, kemuliaan adalah mili
k Tuhan. Tidak ada satu pun dari segala hal itu yan
g atasnya manusia boleh mengklaim, “Itu punya sa
ya.”
Kedua, ia memahami bahwa Tuhanlah yang memb
erikan kepada manusia segala hal itu. Jerih payah
manusia tidak menambahi sedikit pun berkat Allah
(bdk. Mzm. 127:2). Manusia hanyalah penatalayan
(steward).
Atas dua pemahaman itulah, Daud sanggup memb
erikan persembahan yang sangat besar kepada All
ah dengan tulus. Ia tidak merasa rugi atau takut ha
rtanya berkurang. Perasaan rugi timbul kalau kita
merasa itu milik kita dan menjadi berkurang ketika
diberikan. Namun, kalau saya merasa itu bukan mil
ik saya tetapi milik Allah, maka saya hanya menge
mbalikan apa yang diberikan-Nya.
Dosa telah merusak pemahaman manusia tentang
harta dan kepemilikan. Karena kita bekerja menda
patkan semua itu, kita merasa berhak untuk meng
uasai sepenuhnya. Kita mengklaim diri sebagai pe
milik dan penguasa atas apa yang sebenarnya dimi
liki Allah. Inilah pembajakan rohani.
Mari kita kembali kepada ajaran Kitab Suci. Mari ki
ta belajar dari keteladanan Daud. Sungguh-sunggu
h ia tidak memikirkan menyimpan harta untuk tuju
h turunan. Daud tidak pernah diperhamba harta. I
a menjadi penatalayan segala milik yang dipercaya
kan Allah kepada-Nya. Mari kita akui seperti Daud
mengakui: “segala kelimpahan bahan-bahan yang
kami sediakan ... adalah dari tangan-Mu sendiri da
n punya-Mulah segala-galanya.” (ay. 16).
SEMUA ADALAH MILIK TUHAN, MAKA JANGAN BE
RAT MENGEMBALIKAN KEPADA-NYA.

Kalau demikian, bagaimanakah persembahan yang


kita berikan kepada “Raja segala raja?” Dialah TUH
AN di atas segala Tuhan, Dialah yang terutama dari
yang utama, Dialah yang ada di pikiran kita namun
yang “tidak terpikirkan”* oleh pikiran kita, Dialah yan
g telah ada, yang ada dan yang akan datang (asyer
haaya veove be hafo) Dia layak menerima segala p
ersembahan yang terbaik. Kapan kita memberi? Ta
burlah maka kamu akan menuai. Pernahkah seoran
g penabur menabur benih dan tidak menuai atau se
orang petani menanam dan tidak memanen?

PENUTUP

Bagaimanakah dengan sikap hidup kita saat in


i ? Sudahkah kita memberikan persembahan y
ang terbaik kepada Tuhan ? Mungkin, persem
bahan kita merupakan 'korban' dihadapan Tuh
an untuk membuktikan bahwa kita mengasihi
Tuhan lebih baik daripada uang kita.

Anda mungkin juga menyukai