Anda di halaman 1dari 3

Menggunakan Kebebasan dan Tubuh untuk Kemuliaan

Allah (1 Korintus 6:12-20)

Bahan Khotbah Minggu, 18 Januari 2015

Pdt. Alokasih Gulo, M.Si[1]

6:12   Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak
membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.
6:13   Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh
bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.
6:14   Allah, yang membangkitkan Tuhan, akan membangkitkan kita juga oleh kuasa-Nya.
6:15   Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk
menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!
6:16   Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh
dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: “Keduanya akan menjadi satu daging.”
6:17   Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.
6:18   Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang
yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.
6:19   Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu
peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?
6:20   Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!

Teks ini membahas tentang suatu topik yang cukup kontroversial, yaitu percabulan dengan pelacur (6:16).
Teguran Paulus terhadap kesalahan jemaat Korintus tidak hanya terletak pada tindakan percabulan itu
sendiri, tetapi juga pada konsep teologis yang salah yang mendorong mereka melakukan hal itu. Mereka
menganggap bahwa tindakan perzinahan itu bukanlah suatu hal yang mempengaruhi kerohanian.
Anggapan seperti ini bersumber dari konsep mereka yang salah tentang kebebasan Kristiani dan tubuh
(6:12; 13-13).

Sebelumnya Paulus telah mengecam mereka yang bercabul dengan isteri ayahnya dan bangga dengan
percabulan itu (5:1-2); dalam teks kita pada hari ini juga Paulus lagi-lagi mengecam jemaat yang sama
sekali tidak tahu malu akan kasus percabulan dengan pelacur itu. Boro-boro merasa malu, mereka bahkan
mencari berbagai macam alasan untuk membenarkan tindakan yang salah itu. Abe’e hӧgӧ, dangifӧ,
fekoro.

Menanggapi kasus ini, pertama-tama Paulus mengoreksi konsep teologis mereka yang salah tentang
kebebasan Kristiani dan tubuh (6:12-14). Menurut Paulus, kebebasan di dalam Kristus tidak berarti
kebebasan atau hak untuk melakukan segala sesuatu yang kita inginkan. Kebebasan Kristiani haruslah
memperhatikan paling tidak dua hal, yaitu (1) Apakah orang lain mendapat keuntungan atau dibangun
melalui tindakan kita (6:12a)? Atau (2) Apakah kebebasan itu justru memperbudak kita (ay. 12b)? Setiap
orang harus memikirkan pertanyaan ini ketika hendak menggunakan kebebasannya sebagai orang Kristen,
bukan semau gue.

Selanjutnya Paulus memberikan argumen yang mendukung pandangannya itu (6:15-20). Ada tiga
argumen yang masing-masing dimulai dengan pertanyaan retoris “tidak tahukah kamu” (bnd. 6:15, 16,
19). Di ayat 15 dia menegaskan bahwa tubuh kita adalah anggota Kristus yang tidak boleh diserahkan
kepada percabulan. Di ayat 16-18 dia mengajarkan bahwa orang percaya sudah diikatkan dengan Kristus
dalam roh, sehingga mereka tidak boleh lagi mengikatkan diri dengan pelacur. Terakhir, di ayat 19-20
Paulus mengingatkan bahwa tubuh mereka adalah bait Roh Kudus, sehingga tidak boleh dicemarkan
dengan dosa percabulan.

Esensi Kebebasan Kristiani (ay. 12)


Para ahli biblika memahami bahwa frase “segala sesuatu adalah halal bagiku” merupakan slogan jemaat
Korintus, yang dikutip atau disebutkan oleh Paulus sebanyak 4 (empat) kali, yaitu di 6:12 dan 10:23. Kata
“halal” dalam Alkitab TB LAI seharusnya diterjemahkan “diperbolehkan/diizinkan, legal”. Nah, soal
tentang “boleh” atau “tidak boleh”, atau dengan kata lain “kebebasan” ini merupakan pokok penting bagi
jemaat Korintus. Mengapa? Karena jemaat ini memang sudah lama terbiasa hidup dalam kebebasan tanpa
memperhatikan orang lain, kebebasan “tanpa batas/aturan” (keras kepala dan rewel), dan kadang-kadang
mereka menolak si-apa pun yang mengganggu kebebasan mereka itu (bnd. 7:35). Ketika Paulus
memberitakan “kebebasan” di dalam Kristus (bnd. Rm. 6:14), banyak jemaat Korintus yang
menyalahartikan dan menyalahgunakannya, salah satunya adalah dengan membenarkan percabulan
dengan pelacur. Banyak di antara mereka yang tidak mau hidup menurut aturan hukum yang berlaku,
bahkan tidak peduli lagi dengan nilai-nilai moralitas Kristen.

Karena itu, Paulus menegaskan bahwa kebebasan haruslah membawa kegunaan/keuntungan/manfaat (ay.
12a “tetapi bukan segala sesuatu berguna”). Dalam pasal 10:23-24 kata ini disejajarkan dengan
“membangun” dan hal ini dikaitkan dengan kepentingan orang lain. Di pasal 12:7 kata ini muncul lagi
dalam konteks kepentingan bersama. Artinya, Paulus di 6:12a tidak sedang membicarakan keuntungan
yang akan diterima oleh orang per orang, tetapi kepentingan untuk seluruh jemaat, kepentingan bersama.
Dengan kata-kata ini Paulus hendak mengatakan bahwa tindakan kebebasan tanpa batas yang dilakukan
oleh jemaat justru akan mencoreng reputasi gereja (obou ba abӧu dӧi jemaat). Tindakan ini juga bisa
berdampak buruk bagi jemaat yang lain seandainya mereka terpengaruh dan meniru tindakan ini, sama
seperti ragi yang mencemari seluruh adonan (5:7-8). Banyak orang Kristen di Korintus dan di zaman kita
sekarang yang ngotot dengan “ke-benar-an” yang dia anut, tetapi tidak peduli dengan
kebutuhan/kepentingan orang lain, bahkan seringkali menjadi batu sandungan bagi orang percaya yang
lain (8:8-9). Apalagi dalam kenyataan, kita sering kali menganggap benar apa yang sebenarnya salah,
sama seperti yang dilakukan oleh jemaat Korintus.

Seterusnya Paulus memperingatkan jemaat agar berhati-hati dengan kebebasan, karena kebebasan
seringkali justru menjadi perbudakan (ay. 12b “tetapi aku tidak mau diperhamba oleh suatu apa pun”).
Kata “diperbudak” (LAI:TB) berarti “menguasai”, bnd. 7:4). Dengan kata lain, kita dapat memahami ayat
12b sebagai berikut: “segala sesuatu bagiku diperbolehkan (aku punya kuasa), tetapi aku tidak
akan dikuasai oleh suatu apa pun”.

Nasihat Paulus ini merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Kita memang seringkali
berpikir bahwa kita bebas berpikir dan bahkan bertindak, tetapi ketika kita tidak bisa mengontrol pikiran
dan tindakan kita, maka sesungguhnya kita telah diperbudaknya, dan keinginan kita itu justru telah
merampas kebebasan kita. Jadi, kebebasan Kristiani adalah kebebasan untuk membangun kehidupan dan
kepentingan bersama.

Tubuh untuk Si-Apa? (ay. 13-14)


Di ayat 13-14 Paulus mengoreksi kesalahpahaman lain yang dipegang oleh jemaat Korintus, yaitu tentang
tubuh. Mereka mengatakan bahwa “perut adalah untuk makan dan makan untuk perut, sedangkan dua-
duanya akan dibinasakan oleh Allah” (ay. 13a). Maksudnya, jika semua hal yang berkaitan dengan materi
(tubuh kita) akan dibinasakan, maka semua hal itu tidak terlalu penting. Semua itu tidak berpengaruh
terhadap kerohanian kita maupun terhadap kekekalan. Implikasinya adalah bahwa keinginan terhadap
seks dan tubuh juga dianggap tidak penting, sama seperti keinginan terhadap makanan dan perut yang
tidak penting, maka berkembanglah ke arah tindakan yang buruk.

Makanan dan perut memang berkaitan dengan kebutuhan biologis, demikian juga dengan “seks”. Tetapi
bukan berarti bahwa makanan, perut, seks (kebutuhan biologis) tidak penting sama sekali. Di sini Paulus
meluruskan pola pikir yang salah ini.

Pertama,tubuh adalah untuk Tuhan (ay. 13b). Tubuh bukan hanya untuk sesuatu yang sifatnya sementara
(tidak kekal), misalnya makanan dan seks, tetapi untuk sesuatu yang memang kekal, yaitu untuk Tuhan.
Implikasinya ialah bahwa kita tidak boleh membiarkan dosa menguasai tubuh kita, justru kita harus
menggunakan tubuh ini untuk melayani Allah (Rm. 6:12-13). Benar bahwa tubuh kita ini akan
"dibinasakan" oleh Allah, tetapi hal itu tidak berarti kita boleh menggunakan tubuh ini untuk hal-hal yang
membawa kebinasaan bagi kita. Atulӧ wa obou dania mboto tanӧ andre, ba hiza bӧi ta'oguna'ӧ ba zobou
ba ba zabӧu.

Kedua,Tuhan adalah untuk tubuh (ay. 13c-14). Apa maksud dari ungkapan ini? Berdasarkan konteks yang
ada, maka ungkapan ini pasti berhubungan dengan kebangkitan (ay. 14) dan penebusan (ay. 20). Kristus
bukan hanya menebus roh atau jiwa kita, tetapi Dia juga menebus tubuh kita. Bahkan kebangkitan Kristus
juga menjadi jaminan bahwa tubuh kita pun akan dibangkitkan di akhir zaman (15:20-23; bnd. Rm. 8:11;
Kol. 1:18). Allah yang membangkitkan Tuhan Yesus juga akan membangkitkan tubuh kita kelak (6:14).
Poin tentang kebangkitan tubuh ini selanjutnya akan dibahas Paulus secara panjang lebar (15:51-54)
ketika dia menegur sebagian jemaat yang tidak mempercayai kebangkitan orang mati (15:12).

Jikalau Allah dan Kristus sangat menghargai tubuh kita – yang dibuktikan dengan penebusan dan jaminan
kebangkitan – maka kita pun seharusnya menghormati tubuh kita. Moroi khӧda zumangeda. Kita harus
menjaganya dari semua dosa, terutama dari dosa-dosa yang langsung bersentuhan dengan tubuh kita,
misalnya percabulan dengan pelacur (bnd. 6:18 “orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap
dirinya sendiri”). Orang Kristen yang masih terjebak pada percabulan adalah orang-orang yang tidak
menghargai tubuhnya padahal Tuhan sendiri menghargainya. Tuhan sudah melakukan segala sesuatu
untuk tubuh kita (6:13c), bahkan sampai membelinya dan harganya telah lunas dibayar; saya kira kita
sepantasnya juga memberikan tubuh kita untuk Dia, untuk memuliakan Allah kita itu (6:13b).

Anda mungkin juga menyukai