Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH INSTRUMEN KARNOFSKY PERFORMANCE SCALE

Dosen Pengampu : Ns. Devi Setya Putri S.Kep M.Kep

Disusun Oleh Kelompok IV :

Silfia Istikomah
Sinta Elya N.A
Sinta Widyastuti
Tryas Septiana F.
Wahyu Esterina

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS


2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
Pengkajian Pasien Paliatif ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari
segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang
membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah
selanjutnya.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna,
dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual (WHO, 2016) (Hasanah & Arianti, 2018)
Perkiraan jumlah orang yang membutuhkan perawatan paliatif pada
akhir kehidupan sebanyak 20,4 juta, dan kebutuhan perawatan paliatif akhir
kehidupan pada usia dewasa secara global diatas 19 juta (WHO, 2014)
Perawatan pasien paliatif harus berfokus pada berbagai masalah eksistensial
baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual untuk mempromosikan rasa pasien
yang bermartabat (Albers, et.al, 2013) (Hasanah & Arianti, 2018).
Perawatan paliatif berupaya meringankan penderitaan penderita yang
sudah sakit parah dan tidak dapat disembuhkan seperti misalnya kanker
stadium akhir, penderita penyakit motor neuron, penyakit degeneratif saraf
dan penderita HIV/AIDS. Pada akhirnya penderita diharapkan dapat
menjalani hari-hari sakitnya dengan semangat dan tidak putus asa serta
memberi dukungan agar mampu melakukan hal-hal yang masih bisa
dilakukan dan bermanfaat bagi spiritual penderita (Anita, 2016).
Perawatan paliatif lebih berfokus pada dukungan dan motivasi ke
penderita. Kemudian setiap keluhan yang timbul ditangani dengan pemberian
obat untuk mengurangi rasa sakit. Perawatan paliatif ini bisa mengeksplorasi
individu penderita dan keluarganya bagaimana

3
memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta
kesiapan untuk menghadapi kematian (Anita, 2016)
Perawatan paliatif dititikberatkan pada pengendalian gejala dan
keluhan, serta bukan terhadap penyakit utamanya karena penyakit utamanya
tidak dapat disembuhkan. Dengan begitu penderita terbebas dari penderitaan
akibat keluhan dan bisa menjalani akhir hidupnya dengan nyaman (Anita,
2016).
B. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan pembuatan makalah yakni untuk memenuhi tugas mata
ajar kuliah “Keperawatan Menjelang Ajal” dan menambah informasi kepada
pembaca.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Perawatan suportif dan paliatif bertujuan untuk meringankan gejala dan


mengurangi distress psikososial yang dialami oleh pasien dan keluarganya.
Pengkajian gejala dan keluhan pasien merupakan hal yang sangat penting, mengingat
gejala maupun keluhan berhubungan langsung dengan tingkat distress, kualitas hidup,
dan peluang untuk bertahan hidup pasien. Gejala dan keluhan juga dapat
berhubungan dengan penyakit itu sendiri, perawatan dan pengobatan, serta
kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya (Yodang, 2018)
A. PENGKAJIAN HOLISTIK
Melakukan pengkajian secara komprehensif dan multidimensi pada
pasien dengan penyakit pada tahap lanjut yang disertai berbagai gejala dan
keluhan.
B. INSTRUMEN PENGKAJIAN MENGENAI PROGNOSIS DAN
STATUS FUNGSIONAL
Status fungsional merupakan predictor independen terhadap
kemampuan pasien untuk dapat bertahan hidup. The Karnfosky Performance
Scale (KPS) dan the Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
merupakan instrument yang telah digunakan secara luas untuk mengkaji
fungsi fisik terutama pada pasien kanker.
The Karnfosky Performance Scale status score sangat membantu untuk
dapat menghasilkan pasien berdasarkan kemampuan dan tingkat status
fungsionalnya. Factor-faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan
fungsional pada pasien dengan kanker stadium lanjut seperti kemampuan
komunikasi, status mental, tingkat nyeri dan intensitas dyspnea. Pada
kebanyakan pasien dengan penyakit yang serius, dan memiliki skor KPS yang
rendah maka hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat harapan hidup
pasien juga rendah.

5
C. PENGKAJIAN STATUS KONGENITAL

The Karnofsky Performance Scale Index memungkinkan pasien untuk


diklasifikasikan sebagai gangguan fungsional mereka. Ini dapat digunakan
untuk membandingkan efektivitas terapi yang berbeda dan untuk menilai
prognosis pada masing-masing pasien. Semakin rendah skor Karnofsky,
semakin buruk kelangsungan hidup untuk penyakit yang paling serius.

KARNOFSKY PERFORMANCE STATUS DEFINISI SKALA


RATING (%) KRITERIA
Mampu melakukan aktivitas normal 100 Tidak ada keluhan normal; tidak
dan bekerja; tidak perlu perawatan ada bukti penyakit.
khusus. 90 Mampu melakukan aktivitas
normal; tanda-tanda kecil atau
gejala penyakit.
80 Aktivitas normal dengan usaha;
beberapa tanda atau gejala
penyakit.
Tidak bisa bekerja; bisa tinggal di 70 Peduli diri; tidak dapat melakukan
rumah dan mengurus sebagian besar aktivitas normal atau melakukan
kebutuhan pribadi; berbagai pekerjaan aktif.
bantuan yang dibutuhkan. 60 Membutuhkan bantuan sesekali,
tetapi mampu merawat sebagian
besar kebutuhan pribadinya.
50 Membutuhkan banyak bantuan
dan perawatan medis yang sering.
Tidak dapat merawat diri sendiri; 40 cacat; membutuhkan perawatan
membutuhkan perawatan yang dan bantuan khusus.
setara dengan institusi atau rumah 30
sakit; penyakit dapat berkembang 30 Sangat cacat; masuk rumah sakit
dengan cepat. diindikasikan meskipun kematian
tidak segera terjadi.
10 Sangat sakit; diperlukan perawatan
dirumah sakit, perawatan
pendukung aktif yang diperlukan.
0 Mati

Pertanyaaan
Apa skala kinerja WHO dan bagaimana ini membantu dokter memutuskan siapa
yang dapat melanjutkan uji klinis atau tidak?

6
Dokter menggunakan skala kinerja WHO untuk menggambarkan seberapa baik
Anda. Mereka juga menyebutnya status kinerja Anda. Ada berbagai cara untuk
menilai kesehatan umum. Organisasi Kesehatan Dunia merancang skala yang
paling sering digunakan dokter. Ini memiliki kategori dari 0 hingga 4. Inilah yang
mereka maksud
 0 - Anda sepenuhnya aktif dan kurang lebih sama seperti sebelum penyakit
Anda
 1 - Anda tidak dapat melakukan pekerjaan fisik yang berat, tetapi dapat
melakukan hal lain
 2 - Anda bangun dan sekitar lebih dari setengah hari dan dapat menjaga diri
sendiri, tetapi tidak cukup baik untuk bekerja
 3 - Anda berada di tempat tidur atau duduk di kursi selama lebih dari
setengah hari dan Anda perlu bantuan untuk membimbing diri Anda sendiri

 4 - Anda berada di tempat tidur atau kursi sepanjang waktu dan butuh
banyak perawatan. Skala lain yang biasa digunakan adalah status kinerja
Karnofsky. Ini mirip dengan skala WHO, tetapi naik ke 100.
 100 - Anda tidak memiliki bukti penyakit dan merasa baik
 90 - Anda hanya memiliki tanda-tanda atau gejala ringan tetapi dapat terus
berjalan seperti biasa
 80 - Anda memiliki beberapa tanda atau gejala dan perlu sedikit usaha
untuk melanjutkan seperti biasa
 70 - Anda dapat merawat diri sendiri tetapi tidak dapat melanjutkan semua
kegiatan normal Anda atau melakukan pekerjaan aktif
 60 - Anda membutuhkan bantuan dari waktu ke waktu tetapi kebanyakan
dapat merawat diri sendiri
 50 - Anda butuh banyak bantuan untuk merawat diri sendiri
 40 - Anda selalu membutuhkan bantuan untuk merawat diri sendiri
 30 - Anda cacat dan mungkin harus tinggal di rumah sakit

7
 20 - Anda sakit, dirawat di rumah sakit dan membutuhkan banyak
perawatan
 10 - Anda sangat sakit dan tidak mungkin untuk pulih.

Percobaan klinis sering kali menyertakan status kinerja sebagai salah satu
kriteria yang harus Anda penuhi untuk bergabung dalam persidangan.
Peneliti harus memastikan bahwa orang-orang cukup baik untuk
mengambil bagian dalam persidangan. Anda harus bisa

D. PENGKAJIAN FUNGSI FISIK


Penurunan status fungsional memungkinkan adanya hubungan
dengan kondisi seperti nyeri berat yang tiba-tiba, delirium, dyspnea
dengan usaha yang minimal, kerusakan saraf yang ireversibel. Olehnya
itu pengkajian fungsi fisik harus diintegrasikan dengan pemahaman
mengenai status penyakit utama, pengontrolan gejala dan keluhan, dan
distress psikososial. Pengkajian terkait gejala spesifik nyeri, dyspnea,
fatik, dan delirium.
1. Pengkajian Nyeri
Model pengkajian nyeri lebih baik dilakukan saat melakukan
wawancara terkait nyeri yang dialami pasien. Riwayat pasien, melaporkan
atau menceritakan sendiri tentang nyeri dialami oleh pasien merupakan
standar yang terbaik dalam mendiagnosis nyeri terutama pasien yang
masih mampu berkomunikasi.
Kuesioner nyeri dengan metode SOCRATES dapat digunakan untuk
mengungkapkan riwayat nyeri pasien paliatif, yakni:
1. Site of pain ; Di daerah mana nyeri dirasakan? Apakah ada nyeri otot
atau sendi.
2. Onset ; Kapan nyeri terjadi, bagaimana nyeri tersebut terjadi, kondisi
apa yang dapat memicu munculnya nyeri, apakah nyerinya berubah
dalam kurun waktu selama kejadian.

8
 Character ; Bagaimana tipe nyeri dirasaka? Apakah seperti rasa
tertusuk, teriris, gatal, panas atau terbakar, tertekan. Bagaimana pola
nyerinya apakah nyeri terjadi secara terus menerus atau hilang timbul.
 Radiation ; Apakah nyeri menyebar kebagian tubuh lainnya, daerah
apa?
 Associated features ; Apakah saat nyeri terjadi terkadang disertai
dengan gejala lain seperti mual, muntah.
 Timing/pattern ; Apakah nyeri semakin parah pada waktu tertentu,
apakah nyeri terjadi saat melakukan aktifitas seperti bergerak atau
buang air kecil.
 Exacerbating and relieving factors ; apa saja yang membuat nyeri
semakin buruk atau nyeri menjadi lebih berkurang.
 Severity ; Apakah derajat ataupun skala nyeri mengalami perubahan
selama kurun waktu kejadian.

Beberapa contoh instrument pengkajian nyeri dengan menggunakan skala


rating, yaitu:

b. The Numerical Rating Scale (NRS)


Tidak Nyeri
Nyeri Sangat
Hebat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 The Visual Analog Scale (VAS)


Pasien akan ditanya mengenai perasaan nyeri yang dialaminya
pada suatu garis lurus dengan panjang sekitar 10 cm, dan tidak ada
nyeri hingga pada sisi ujung lainnya berupa nyeri sangat hebat.
Tidak nyeri ---------------------------------------- Nyeri sangat hebat

9
2) The Verbal Rating Score
Pasien akan ditanya untuk menetapkan tingat atau level nyeri
yang dialaminya dengan menggunakan daftar kata-kata yang
menggambarkan adanya peningkatan intensitas nyeri.
0 Tidak nyeri

1 Nyeri ringan

2 Nyeri sedang

3 Nyeri berat

1 Body Chart
Penggunaan body chart memberikan kesempatan pada pasien
untuk menetapkan dan menunjukkan tempat kejadian nyeri yang
dialaminya. Berikut contoh body chart yang digunakan untuk
pengkajian nyeri.

10
Berikut beberapa instrument pengkajian nyeri pada pasien
dewasa dengan kategori khusus yaitu:
Instrument Kelompok Khusus

Assessmen o
t f Discomfort in Demensia
Dementia (ADD)

Behavioural Pain Scale (BPS) Intensive care, dewasa yang


tidak sadar

Checklist of Nonverbal Pain Demensia


Indicators (CNPI)

Doloplus 2 Demensia, perawatan paliatif

Nursing Assistant-Administered Demensia


Instrument to Assess Pain in
Demented Individuals
(NOPPAIN)

Pain Assessment Scale for Demensia


Seniors with Limited Ability to
Communicate (PACSLAC)

Pain Assessment in Advanced Demensia


Dementia (PAINAD)

Critical Care Pain Observation Intensive care, dewasa yang


Tool (CPOT) tidak sadar

E. PENGKAJIAN DYSPNEA
Berbagai alat ukur yang tervalidasi dapat digunakan untuk
menilai dyspnea baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada pasien
paliatif. Instrument tersebut mulai dari yang menggunakan skala ordinal
dengan menggunakan acuan single-item seperti visual analog scale
(VAS), numerical rating scale (NRS) dimana angka 0 menunjukkan

11
tidak mengalami dyspnea sedangkan angka 10 menunjukkan dyspnea yang
sangat berat atau sangat buruk.
F.
Modified Borg Scale digunakan untuk menilai intensitas dyspnea,
sedangkan untuk menilai status fungsional terkait dyspnea maka dapat
digunakan The Medical Research Council Dyspnea Scale, dan Baseline
Dyspnea Index (BDI). Selain yang menggunakan skala ordinal, skala
pengukuran dyspnea ada juga yang menggunakan skala kategorik seperti
The Memorial Symptom Assesment Scale dan Edmonton Sympton
Assesment Scale (ESAS).
G.
The Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) merupakan
instrument yang valid dan reliable untuk mengukur dan menilai tanda-tanda
yang konsisten ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas dan respon
terhadap pengobatan terutama pada pasien yang tidak mampu melaporkan
sendiri mengenai kondisi dyspnea yang dialaminya.
H.
The RDOS adalah instrument yang menggunakan skala ordinal pada 8
variabel yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variable
dinilai dari skor 0 sampai 2, lalu seluruh skor di total untuk menentukan
derajat dyspnea. Semakin tinggi skor dari hasil pengukuran mengindikasikan
semakin tinggi pula intensitas distress pernapasan pasien. The RDOS dapat
diaplikasikan pada semua kasus pasien yang memiliki risiko terjadinya
distress pernapasan yang mana pasien tersebut tidak mampu melaporkan
kondisi dispneanya secara akurat, termasuk pasien yang sedang
mendapatkan intensive ventilasi mekanik baik secara invasive maupun non
invasive. Beberapa tanda fisik yang sering diobservasi pada instrument
RDOS yang mana tanda-tanda tersebut mengindikasikan adanya distress
pernapasan seperti takikardia, takipnoe, restlessness, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, pola pernapasan paradox, adanya suara seperti
mendengkur pada akhir ekspirasi, dan ekspresi wajah yang menunjukkan
adanya kecemasan.

12
Dyspnea serupa dengan nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh
pasien. Beberapa penyebab dyspnea yang diidentifikasi yaitu sebagai
berikut :

Respiratory/Pernapasan
-Akut Pneumonia, emifisema, pneumothoraks

-Kronis COPD, asma

Sepsis, Bronkietasis, cystic fibrosis

Kanker; kanker paru, mesothelioma,


intrathoracic metastases.

Fibrosis

Kelemahan otot-otot pernapasan akibat


kaheksia

Penyakit neuromuscular; motor neurone


disease, muscular distropi

Penyakit skeletal, kelainan dinding atau


bentuk dada

Pulmonary Vascular Pulmonary thromboembolism, hipertensi


pulmonal

Cardiac/Jantung

-Akut Penyakit jantung coroner

_Kronis Heart failure, aritmia seperti atrial fibrilasi

Psikologis Kecemasan, depresi, hiperventilasi

Anemia

Kakeksia

13
F. PENGKAJIAN FATIK

Memperhatikan aspek atau dimensi fisik, kognitif dan spirit


merupakan hal yang sangat dasar dalam pengkajian fatik. Beberapa istilah
yang digunakan oleh pasien untuk menggambarkan kondisi fatik yang
dialaminya seperti hilang energy atau tenaga untuk melakukan aktifitas
ringan, kelemahan, dan kelelahan.
Pada pasien kanker stadium lanjut, fatik menjadi gejala yang sering
dikeluhkan dan sebagai penyebab terjadi kelemahan dan ketidakberdayaan
pada pasien, dimana dalam studi yang dilakukan ditemukan sekitar 60-
90%. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menetapkan diagnosis fatik
yang berhubungan dengan kanker yaitu:
2. Gejala fatik yang dirasakan hamper setiap hari dalam kurun 2 minggu
terakhir.
3. Menyatakan akan adanya kelemahan yang bersifat umum atau tungkai
terasa berat.
4. Kemampuan berkonsentrasi ataupun perhatian semakin berkurang.
5. Menurunnya motivasi atau keinginan untuk melakukan kegiatan rutin.
6. Insomnia atau hypersomnia.
7. Pasien merasa tidak segar saat terbangun dari tidur.
8. Mengalami kesulitan untuk mengatasi kondisi ketidakaktifan.
9. Ditandai dengan reaktif emosional yang mengakibatkan pasien merasa
fatik seperti kesedihan, frustasi dan iritabilitas.
10. Mengalami kesulitan untuk menyelesaikan aktivitas rutin rumah
tangga.
11. Mengalami masalah terkait memori jangka pendek.
12. Merasakan ketidaknyamanan dalam beberapa jam setelah melakukan
latihan fisik atau aktifitas.

14
Beberapa metode yang digunakan untuk mengkaji dan mendiagnosis
fatik dengan instrument pengukuran fatik seperti The Multidimensional
Assesment of Fatigue, the Symptom Distress Scale, the Fatigue
Observation Checklist, dan Visual Analog Scale. Dalam tatanan klinik,
penggunaan skala rating secara verbal merupakan metode yang sangat
efisien. Dimana tingkat atau derajat fisik fatik akan dengan mudah dan
cepat untuk dikaji dengan menggunakan kriteria 0 yang berarti tidak fatik
dan kriteria 10 yang berarti fatik berat.

Tiidak Fatik

Fatik Berat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan pengkajian


fatik yaitu menelusuri karakteristik fatik seperti derrajat fatik yang dialami
pasien, kapan pasien mulai merasakan fatik, bagaimana durasi kejadian
fatik, bagaimana pola harian kondisi fatik, factor-faktor apa saja yang
dapat meningkatkan atau menjadikan fatik semakin parah atau memburuk,
factor-faktor apa saja yang dapat mengurangi dan meringankan kondisi
fatik, adakah distress yang terjadi sebagai akibat kejadian fatik, dan
bagaimana dampak fatik terhadap kehidupan keseharian pasien.
Beberapa factor yang dapat mengakibatkan atau mempengaruhi
kejadian fatik yang harus diketahui yaitu:
Factor personal Usia terutama usia yang semakin bertambah,
status perkawinan,, status menopause, income
dan jaminan kesehatan.

Factor psikologis Status mental dan emosional seperti depresi,

15
ketakutan, kecemasan, distress, dan konflik.

Budaya dan etnik, situasi atau kondisi


kehidupan.

Factor yang Jumlah dan kedekatan atau keterikatan


berhubungan dengan dengan para pendamping, penjaga orang
perawatan sakit.

Perhatian para petugas kesehatan yang


merawat.

Factor yang Stadium atau perkembangan penyakit,


berhubungan dengan penyakit penyerta, anemia, nyeri, dyspepnia,
penyakit kontinensia, pola tidur, dan hal yang
menghambat tidur.

Peubahan status nutrisi seperti penurunan


berat badan, kaheksia, dan
ketidakseimbangan elektrolit.

Factor yang Berbagai efek yang berhubungan dengan


berhubungan dengan pengobatan seperti pembedahan,
pengobatan kemoterapi, radiasi.

Isu terkait pengobatan seperti efek samping


obat, polifarmasi,perubahan sensasi
pengecapan.

Perubahan fisiologis yang Bersifat


permanen.

16
G. PENGKAJIAN DELIRIUM

Delirium merupakan salah satu masalah yang terkait dengan gangguan


mental yang sering ditemukan pada pasien yang menjalani perawatan di rumah
sakit. Kejadian delirium sangat tinggi pada kelompok kasus seperti cancer dan
AIDS stadium lanjut terutama pada kondisi sakit terminal dan minggu-minggu
terakhir kehidupan. Prevalensi kejadian delirium berkisar sekitar 20% sampai
88% (Bruera, Higginson, Von Gunten, & Morita, 2015).
Kejadian delirium diruang perawatan intensif masih menjadi kondisi yang sulit
dikenal ataau dideteksi (Boot, 2012). Prevalensi kejadian delirium di ICU
berkisar 70% sampai 87%. Lebih lanjut (Close & Long, 2012) menjelaskan
bahwa delirium merupakan komplikasi yang paling lazim ditemukan pada
pasien dengan penyakit stadium lanjut atau tahap terminal. Gambaran klinis
delirium yaitu :
 Adanya perubahan tingkat kesadaran dan kewaspadaan
 Adanya perubahan tingkat perhatian
 Secara klinis kejadiannya dapat berlangsung secara cepat ddan
berfluktuasi
 Disorientasi
 Perubahan kognitif
 Terjadinya peningkatan atau penurunan aktifitas motorik
 Terjadi perubahan siklus tidur
 Gangguan persepsi seperti halusinasi
 Proses pikir yang tidak terstruktur dan terorganisir dengan baik
 Berbicara dengan tidak koheren.
Inouye menjelaskan bahwa diagnosis delirium harus didasarkan pada
monitoring pasien ditempat tidur yang dilakukan secara cermat dan teliti yang
mengacu pada 4 gambaran umum delirium yaitu kejadian yang sifatnya akut
dan berfluktuasi, menurunnya perhatian, proses pikir yang tidak terorganisir,
dan perubahan tingkat kesadaran (Close & Long, 2012).
Instrument yang sering digunakan untuk mengidentifikasi adanya gangguan
kognitif pada pasien, namun skrining tersebut tidak bertujuan untuk
mendiagnosis delirium, akan tetapi untuk

17
mengidentifikasi adanya kondisi lain yang menyerupai delirium seperti demensia yaitu
The NEECHAM Confusion Scale dam The Nursing Delirium Screening Scale (Close
& Long, 2012).
Ketersediaan instrument pengkajian yang valid merupakan komponen kunci
dan strategi untuk mendeteksi delirium pada pasien yang dirawat baik di rumah
perawatan atau panti maupun diruang ICU. The Confusion Assessment Method
(CAM) merupakan instrument yang didesain untuk tenaga kesehatan profesional non-
psikiatri (Close & Long, 2012).

H. PENGKAJIAN PSIKOLOGIS
1. Pengkajian Kecemasan Dan Depresi
Kecemasan merupakan gejala yang lazim ditemukan pada pasien
terutama mereka yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan
dan jiwa, dimana ditemukan 25% pada pasien kanker dan 50% pada
pasien COPD dan CHF. Sedangkan kejadian depresi ditemukan sekitar
20-30% pada pasien disetting paliatif (Rosser & Walsh, 2014).
The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) merupakan
istrument yang cukup singkat dan mudah digunakan untuk mengukur
tingkat distress psikologis pasien (Yenurajalingam & Bruera, 2016).
Selain the HADS, Distress Termometer juga dapat digunakan untuk
menilai tingkat distress pasien (Zeppetella, 2012).
E. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Perawatan holistik tidak hanya melibatkan pengkajian akan kebutuhan
fisik, emosional dan sosial, akan tetapi juga mengenai kebutuhan spiritual dan
harapan-harapan yang ingin dicapai oleh pasien (Matzo & Sherman, 2010).
Riwayat spiritual merupakan suatu riwayat mengenai nilai dan kepercayaan
yang dianut oleh seseorang yang secara tidak langsung menggambarkan peran
spiritualitas dan agama terhadap kehidupan pasien. Sekalipun isu terkait
spiritual bukanlah tanggung jawab seorang perawat untuk mengatasi masalah
terkait isu spiritual pasien namun perawat harus tahu dan dapat melakukan
pengkajian terkait spiritual pasien untuk mengidentifikasi Ketika pasien atau
keluarga pasien mengalami distress spiritual.

18
Pengkajian terkait riwayat spiritual pasien dapat menggunakan metode FICA
yang diperkenalkan oleh Puchalski (Matzo & Sherman, 2010)
4. F merujuk pada Faith yaitu keyakinan.
5. I merujuk pada Influence yaitu pengaruh.
6. C merujuk pada Community yaitu komunitas.
7. A merujuk pada Addressing spiritual concerns yaitu cara mengatasi isu-isu
spiritual yang di alami oleh pasien.

Riwayat spiritual merupakan hal yang penting, bukan hanya untuk


mengidentifikasi bagaimana cara seseorang mengatasi berbagai hal dalam
kehidupan terutama pada saat mengalami banyak masalah atau musibah, akan
tetapi juga untuk menilai potensi efek negatif yang mana spiritual dapat
menjadi sumber distress dan masalah emosional.

Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengkaji kebutuhan spiritual


pasien yaitu metode SPIRIT, yang diperkenalkan oleh Highfield (Matzo &
Sherman, 2010)

 S, Spiritual belief sistem yang bermakna sistem kepercayaan spiritual


yang dapat merujuk pada afiliasi keagamaan seseorang
 P, Personal spirituality yang bermakna spiritualitas individu yang
mencakup kepercayaan dan praktik dari suatu afiliasi keagamaan yang
mana pasien dan keluarga terima dan jalankan
 I, Integration with a spiritual community yang bermakna integrasi
dengan sebuah komunitas spiritual yang mencakup peran kelompok
agama/spiritual, peran individu dalam suatu kelompok
 R, Ritualised practices and restrictions yang bermakna praktik ritual
yang dijalankan dan pantangan-pantangan yang diyakini

19
 I, Implication for medical care yang dapat berarti dampak terhadap
perawatan dan pengobatan
 T, Terminal events planning yang dapat berarti perencanaan mengenai
kejadian yang akan atau kemungkinan terjadi di masa-masa menjelang
akhir kehidupan yang mencakup dampak dari keyakinan pasien
mengenai perencanaan tindak lanjut (Yenurajalingam & Bruera, 2016)
I. PENGKAJIAN BUDAYA
Untuk dapat mengembang kompetensi mengenai budaya maka
perawat membutuhkan dan harus dapat mendengarkan secara seksama
serta mengumpulkan berbagai informasi mengenai budaya. Latar
belakang pasien memungkinkan untuk memberikan informasi awal
mengenai nilai dan kepercayaan yang dianutnya (Matzo & Sherman,
2010).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengkajian yang terkait budaya yaitu :
 Mengidentifikasi tempat kelahiran pasien.
 Menanyakan mengenai pengalaman migrasi pasien.
 Determinasi mengenai tingkat identitas budaya atau etnis pasien.
 Mengevaluasi tingkat akulturasi pasien terhadap budaya lokal
tempat pasien berdomisili.
 Mengidentifikasi kemampuan pasien menggunakan jaringan
informal dan sumber-sumber untuk mendukung dalam kegiatan
dikomunitas.
 Mengidentifikasi penentu dan pembuat keputusan, apakah pasien,
keluarga atau suatu unit sosial.
 Menelusuri bahasa utama dan bahasa kedua yang digunakan oleh
pasien dan keluarga.
 Gambaran pola komunikasi pasien baik verbal maupun non verbal.
 Pertimbangkan isu gender dan power dalam suatu hubungan atau
relasi yang terjalin.
 Mengevaluasi pandangan pasien mengenai harga diri.

20
 Identifikasi pengaruh agama dan spiritualitas terhadap harapan
dan perilaku pasien dan keluarga.
 Telusuri mengenai pandangan pasien tentang isu diskriminasi,
rasis atau SARA.
 Identifikasi mengenai tradisi masak-memasak dan perjamuan,
seerta makna makanan.
 Gambaran tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi pasien
 Kaji perilaku, nilai, dan kepercayaan serta praktik keseharian yang
berhubungan dengan kesehatan, sakit, penderitaan dan kematian.
 Kaji tentang nilai dan upaya pasien untuk menggunakan terapi
komplementer.
 Diskusikan bagaimana pasien menjaga dan mempertahankan
harapan-harapannya (Matzo & Sherman, 2010)

J. PENGKAJIAN PROGNOSISI
Prognosis dapat diartikan sebagai prediksi akan sesuatu yang
akan terjadi kedepannya sebagai hasil dari proses pengobatan atau
intervensi atau prediksi mengenai perkembangan penyakit tertentu yang
mana prediksi tersebut didasarkan pada pengetahuan kedokteran (Chai,
Meier, Morris, & Goldhirsch, 2014). Pemahaman mengenai pola
perkembangan penyakit, indikator stadium akhir dari suatu penyakit, dan
kebutuhan penanganan pada setiap fase atau stadium penyakit
merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memberikan
penanganan, perawatan yang komprehensif terutama pada kondisi akut.
Ada beberapa alasan mengapa prognosis penyakit menjadi
penting, yaitu :
 Pasien dan keluarga mengambil keputusan mengenai pengobatan dan
rencana perawatan lanjutan didasarkan pada persepsi mereka mengenai
prognosis penyakit pasien itu sendiri.
 Prognosis dapat membantu dan memandu perawat dan tenaga
kesehatan lainnya mengembangkan rencana pengobatan dan perawatan
yang sesuai dengan kondisi pasien.

21
 Informasi mengenai prognosis pasien dapat memberikan gambaran
pada pasien dan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi pada pasien dimasa yang akan datang.

BAB III

22
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian gejala dan keluhan pasien merupakan hal sangat penting,
mengingat bahwa gejala maupun keluhan berhubungan langsung dengan
tingkat distress, kualitas hidup, dan peluang untuk bertahan hidup pasien.
Gejala dan keluhan dapat berhubungan dengan penyakit itu sendiri,
perawatan dan pengobatan, serta kemungkinan adanya penyakit penyerta
lainnya. Berbagai faktor seperti fisik, psikologis, dan spiritual distresss dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien termasuk aspek emosional dan sosial
(Yenurajalingam & Bruera, 2016).
Pengkajian pasien paliatif terdiri dari pengkajian holistik, fisik,
psikologis, spiritual, budaya dan prognosis.

B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan
mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai
pengkajian pasien paliatif dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi
kasus yang kami bahas ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anita. (2016). PERAWATAN PALIATIF DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA


KANKER. Kesehatan, 508-513.
Boot, R. (2012). Delirium; a review of the nurses role in the intensive care unit.
Intensive and Critical Care Nursing(28), 185-189.
Bruera, E., Higginson, I., Von Gunten, C. F., & Morita, T. (2015). Textbook of
palliative medicine second edition. Florida, USA: CRC Press.
Chai, E., Meier, D., Morris, J., & Goldhirsch, S. (2014). Geriatric palliative care; a
practical guide for clinicians. New York, USA: Oxford University Press.

Close, J. F., & Long, C. O. (2012). Delirium ; opportunity for comfort in palliative
care. Journal of Hospital & Palliative Nursing(14 (6)), 386-394.
Hasanah, N. N., & Arianti. (2018). Martabat Pasien Paliatif di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping. Health of Studies, 66-78.
Matzo, M., & Sherman, D. W. (2010). Palliative care nursing; quality care to the
end of life third edition. New York, USA: Springer Publishing Company.
Rosser, M., & Walsh, H. (2014). Fundamentals of palliative care for student nurses
first edition. West Sussex, UK: Willey Blackwell.
Yenurajalingam, S., & Bruera, E. (2016). Oxford American Handbook of Hospice
and Palliative Medicine and Supportive Care second edition. New York,
USA: Oxford University Press.
Yodang. (2018). BUKU AJAR KEPERAWATAN PALIATIF Berdasarkan Kurikulum
AIPNI 2015. Jakarta: Trans Info Media.
Zeppetella, G. (2012). Palliative care in clinical practice. Springer: London, UK.

24
25

Anda mungkin juga menyukai