Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE ISKEMIK

1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and
Bare, 2002). Menurut Doenges (2000) stroke/penyakit serebrovaskuler
menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum
cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik
terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke
Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke iskemik/non hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh penyumbatan aliran darah arteri yang lama
kebagian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian.
2. Etilogi
Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat
thrombus (bekuan darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang
berjalan ke otak dari tempat lain ditubuh) (Corwin ,2009).
a. Stroke trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat.
Sering kali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik
sementara (transient ischemic attack, TIA) sebelum stroke trombotik yang
sebenarnya terjadi. TIA biasanya berlangsung kurang dari 24 jam.
Apabila TIA sering terjadi maka menunjukkan kemungkinan terjadinya
stroke trombotik yang sebenarnya yang biasanya berkembang dalam
periode 24 jam (Corwin, 2009).
b. Strok embolik
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk di luar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke
adalah jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan
embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009).
Beberapa faktor resiko terjadinya stroke iskemik adalah usia dan
jenis kelamin, genetic, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas fisik,
hipertensi, meroko, diabetes mellitus, penyakit jantung, aterosklerosis,
dislipidemia, alkohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas
(Dewanto. et al, 2009).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke iskemik menurut Tobing (2001) adalah:
a. Gangguan pada pembuluh darah karotis
a) Pada cabang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media):
 Gangguan rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan
rasa di lengan dan tungkai sesisi
 Gangguan berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan kata-
kata atau sulit mengerti pembicaraan orang lain atau afasia.
 Gangguan gerak/kelumpuhan (hemiparesis/hemiplegic)
 Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
 Kesadaran menurun
 Tidak mengenal orang (prosopagnosia
 Mulut perot
 Merasa anggota sesisi tidak ada
 Tidak sadar kalau dirinya mengalami kelainan
b) Pada cabang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior):
 Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan-gangguan saraf
perasa
 Ngompol
 Tidak sadar
 Gangguan mengungkapkan maksud
 Menirukan omongan orang lain (ekholali)
c) Pada cabang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior):
 Kebutaan seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh pada
kedua mata, bila bilateral disebut cortical blindness
 Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada
seluruh sisi tubuh
 Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti
jika meraba atau mendengar suaranya
 Kehilangan kemampuan mengenal warna
b. Gangguan pada pembuluh darah vertebrobasilaris
a) Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior
 Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi
 Hemiparesis kontralateral
 Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (rasa getar).
b) Sumbatan/gangguan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom
Wallenberg. jika pada sisi tidak dominan tidak menimbulkan gejala.
c) Sumbatan/gangguan pada arteri serebri inferior
 Sindrom Wallenberg berupa atasia serebral pada lengan dan
tungkai di sisi yang sama, gangguan N.II (oftalmikus) dan reflex
kornea hilang pada sisi yang sama.
 Sindrom Horner sesisi dengan lesi
 Disfagia, apabila infark mengenai nucleus ambigius ipsilateral
 Nistagmus, jika terjadi infark pada nucleus Vestibularis
 Hemipestesia alternans

4. Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian awal yaitu (Ginsberg, 2007):
 Pneumonia, septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran
kemih)
 Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli paru
 Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung
 ketidakseimbangan cairan
5. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic strok iskemik menurut Dewanto et al (2008) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:
6. Patofisiologi
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh thrombus atau embolus, maka area
sistem saraf pusat yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada
perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral terdapat
penumbra iskemik yang tetap viable untuk suatu waktu, artinya fungsingya
dapat pulih jika aliran darah baik kembali (Ginsberg, 2007).
Iskemia sistem saraf pusat dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan:
 Edema sitotoksik: akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak
 Edema vasogenik: akumulasi cairan ekstraseluler akibat perombakkan
sawar darah otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa
hari setelah stroke mayor sehingga mengakibatkan peningkatana tekanan
intracranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Ginsberg, 2007).
PATHWAY
7. Penatalaksanaan Medis
a. Umum (Dewanto et al, 2008)
 Nutrisi
 Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
 Hiperglikemia: koreksi dengan insulin, bila stabil beri insulin regular
subkutan
 Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak
anggota badan aktif maupun pasif
 Pearawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan
khusus (kesadaran menurun, demensia, dan afasia global)
b. Khusus
 Terapi spesifik stroke iskemik akut
 Trombosis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah
awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg).
Sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya
dilanjutkan melalui melalui infuse dalam waktu 1 jam.
 Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan
stroke atau Clopidogrel 75 mg/hr
 Obat neuroprotektif
 Hipertensi: tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik > 220
mmHg dan/atau tekanan diastolic > 120 mmHg dengan penurunan
maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
 Thrombosis vena dalam:
 Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
 LowMolecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2x0,3-
0,4 IU SC abdomen
 Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Ginsberg, Lionel. (2007). Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tobing, Lumban. (2001). Neurogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih
bahasa: Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai