Anda di halaman 1dari 9

Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
PESERTA DIDIK

Aisyah Shinta Balqis


Dosen Pembimbing: Dewi Handayani
Prodi Pendidikan Kimia, FKIP
Universitas Bengkulu
e-mail: aisyahsb3@gmail.com

Abstrak : Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah
pada keterampilan berpikir kritis peserta didik, adapun data yang diperoleh dari berbagai jurnal yang
ada. Penelitian yang diambil memiliki 2 siklus dan objek penelitian yaitu mahasiswa dan siswa.

Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku peserta didik menjadi manusia
dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat di lingkungan alam
sekitarnya. Melalui pendidikan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara
optimal dan dapat mewujudkan fungsi dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan
masyarakat. Untuk itu, langkah yang paling efisien dalam memperbaiki sifat dan akhlak
seorang peserta didik adalah melalui peningkatan pendidikan. Semakin berkembangnya
teknologi informasi saat ini menyebabkan berbagai perubahan terjadi diberbagai ini
kehidupan. Perkembangan juga merambah dalam dunia pendidikan. Berdasarkan hal tersebut,
maka proses pendidikan haruslah dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang bersifat
mendasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Alat komunikasi dan kolaborasi seperti
forum online, chat, dan email memfasilitasi diskusi dan pembelajaran di antara peserta didik,
dan informasi yang didapat dengan mudah melalui internet dapat menambah wawasan
peserta didik dalam memecahkan masalah.

Model pembelajaran merupakan bentuk awal pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan tenik
pembelajaran (Taufiqur Rahman, 2018: 22).

Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dan diadopsi untuk
menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran adalah penerapan model Problem Based
Learning (PBL). “PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi
kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis atau pembelajaran yang dimulai dengan
pemberian masalah dan memiliki konteks dengan dunia nyata” (Wee & Kek, 2002:12).
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

Model ini melatih siswa untuk memecahkan masalah dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Proses tersebut akan membuat terbangunnya pengetahuan baru yang lebih
bermakna bagi siswa. Pengertian PBL menurut Dutch (Amir, 2009:27) adalah “metode
intruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk belajar bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata”. Masalah digunakan untuk
mengaitkan rasa keingintahuan, kemampuan analisis, dan inisiatif siswa terhadap materi
pelajaran. PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis, dan
menggunakan sumber belajar yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam memecahkan masalah nyata. Model ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin
tahu menjadi meningkat. Model PBL juga menjadi wadah bagi siswa untuk dapat
mengembangkan cara berpikir kritis dan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.

Teori yang dikembangkan oleh Glatthorn dan Craft-Tripp (Pecore, 2012), menyatakan
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis teori konstruktivisme
yang akan membuat siswa tertarik untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Menurut Muraray-Harvey, Pourshafie, dan Reyes (2013) salah satu cara untuk
menciptakan pembelajaran aktif adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis
masalah. Model pembelajaran berbasis masalah menekankan pada proses belajar mengajar
yang lebih luas, menciptakan peluang untuk mengembangkan pengetahuan yang bermakna,
keterampilan dan sikap yang berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif, sehingga dapat
membangun pengetahuan kooperatif, membantu siswa untuk membangun hubungan eksplisit
antara sikap terhadap kerjasama dan mencapai hasil belajar; mengidentifikasi keterampilan
kolaboratif khusus yang dibutuhkan oleh siswa, dan diperoleh melalui kolaborasi kelompok.

Salah satu karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah menggunakan


kelompok kecil sebagai konteks untuk pembelajaran. Banyak kejadian bahwa siswa enggan
bertanya pada gurunya, tetapi siswa tanpa ragu-ragu dan tidak malu bertanya pada teman
dalam kelompoknya. Mereka bersedia bekerja sama dan aktif dalam melakukan kegiatan
belajar sukarela, bahkan lebih lebuh bersemangat untuk belajar dibandingkan dengan belajar
secara individu. Mereka juga tidak merasa kesulitan memberikan pendapatnya sehingga
memotivasi siswa untuk lebih giat belajar dan budaya berpikir siswa.

PBL beroperasi dalam beberapa langkah utama, seperti dalam model "Sev en-jump"
(model Maastricht PBL). Langkah-langkah tersebut dapat diringkas menjadi tiga tahap utama
yaitu; tahap awal, tahap PBL, dan tahap akhir. Pada tahap pertama, kegiatan pertama
melibatkan pembentukan kelompok, baik secara administratif maupun acak menugaskan
siswa ke dalam kelompok kecil pada sesi pertemuan pertama. Kelompok tersebut kemudian
disajikan dengan masalah PBL dan mereka mulai menganalisis dan memahami masalah
tersebut. Diantara kegiatan khusus pada tahap ini meliputi; perumusan tujuan pembelajaran ,
mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan, menghasilkan hipotesis, mendefinisikan masalah
pembelajaran dan konsep yang akan dipelajari, dan ini sebagian besar dilakukan dengan
mendefinisikan "apa yang mereka ketahui", "apa yang tidak mereka ketahui" dan selanjutnya
"Apa yang perlu mereka ketahui". Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator untuk
membimbing pembelajaran siswa melalui siklus proses PBL.
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode PBL memiliki beberapa


manfaat (Amir, 2009:27), yang dipaparkan sebagai berikut. 1) Meningkatkan kecakapan
siswa dalam pemecahan masalah. 2) Lebih mudah mengingat materi pembelajaran yang telah
dipelajari. 3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar. 4) Meningkatkan
kemampuannya yang relevan dengan dunia praktek. 5) Membangun kemampuan
kepemimpinan dan kerja sama. 6) Kecakapan belajar dan memotivasi siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

METODE

Dalam makalah ini merupakan penulisan berdasarkan data yang telah ada. Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penulisan ini, karena
tujuan utama dari penulisan ini adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data
dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode
eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan
lain-lain (Sugiyono, 2012: 224-225). Pada penulisan ini kami menggunakan data yang bersal
dari beberapa jurnal yaitu 5 jurnal nasional dan 3 jurnal internasional. Bila dilihat dari sumber
datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data,
pada penulisan ini sumber primer yaitu jurnal nasional dan internasional. Dan sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
pada penulisan ini sumber sekunder yaitu buku yang terdapat dirumah, hipotesis pengumpul
data, ataupun internet. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview
(wawancara) kuesioner (angket), dokumentasi, dan gabungan keempatnya. Pada penulisan ini
menggunakan tekni pengumpulan data secara dokumentasi. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu yang bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat hasil yang penulis kutip dari beberapa jurnal dengan fokus atau objek
penelitian yaitu pada mahasiswa RKBI Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha dan
pelajar.

Hasil keterampilan pemecahan masalah mahasiswa yang dikumpulkan dari hasil penilaian
laporan pemecahan masalah menggunakan rubrik disajikan pada Tabel 1. Pada tabel juga
ditunjukkan skor keterampilan pemecahan masalah untuk setiap indikator.

Tabel 1 Keterampilan Pemecahan Masalah Mahasiswa

No. Indikator Rerata Skor Peningkatan


Siklus I Siklus II
1. Memahami masalah 2,78 3,11 0,33
2. Memilih strategi dan atau 2,56 3,22 0,66
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

prosedur
3. Mengkomunikasikan solusi 2,67 3,67 1,00
Rata-rata 2,67 ± 0,64 3,5 ± 0,44 0,83

Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan keterampilan pemecahan masalah


mahasiswa dari siklus ke siklus untuk semua indikator. Ini membuktikan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah berpengaruh pada peningkatan keterampilan pemecahan
masalah mahasiswa pada mata kuliah pengantar pendidikan.

Peningkatan keterampilan pemecahan masalah pada mahasiswa dapat terlihat pada grafik 1.

3.5

2.5

2 Siklus I
Siklus II
1.5

0.5

0
Memahami Masalah Memilih Stratigi/Prosedur Mengkomunikasikan Solusi

Tabel 2 Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa

No Indikator Rerata skor Peningkatan


. Siklus I Siklus II
1. Menentukan ungkapan 7,92 8,24 0,32
yang ekuivalen, contoh,
atau noncontoh
2. Memberikan alasan 7,75 8,16 0,41
3. Menerapkan prinsip utama 7,02 7,53 0,51
4. Mengidentifikasi atau 7,19 7,77 0,58
menangani hal yang tidak
relavan
5. Mencari persamaan dan 6,93 7,79 0,86
perbedaan
6. Menentukan ide utama 6,99 7,87 0,88
7. Menarik simpulan 6,65 7,77 1,12
Rata-rata 7,21 ± 0,25 7,88 ± 0,21 0,67
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dari
siklus I ke siklus II untuk semua indikator. Ini membuktikan bahwa penerapan model
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.

Dengan tindakan perbaikan yang diterapkan pada siklus II, indikator keberhasilan
yang ditetapkan pada penelitian ini sudah dapat dicapai, baik untuk keterampilan pemecahan
masalah (skor rata-rata sebesar 3,5) maupun untuk keterampilan berpikir kritis mahasiswa
(skor ratarata sebesar 7,88). Kenaikan skor rata-rata keterampilan pemecahan masalah
mahasiswa dari siklus I ke siklus II sebesar 0,83, sedangkan kenaikan skor rata-rata
keterampilan berpikir kritis mahasiswa dari siklus I ke siklus II sebesar 0,67.

Model pembelajaran berbasis masalah sangat efektif meningkatkan keterampilan


pemecahan masalah dan berpikir kritis mahasiswa. Pengembangan keterampilan pemecahan
masalah mahasiswa dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, mahasiswa dapat memahami
dengan baik masalah kurang terstruktur yang dihadapi. Kedua, mahasiswa dapat memilih
strategi atau prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah. Ketiga, solusi yang dihasilkan
rasional. Terakhir, mahasiswa terampil mengkomunikasikan solusi, baik secara tertulis
maupun secara lisan. Di lain pihak, pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa
dapat dilihat dari hal-hal berikut. Mahasiswa mampu mengidentifikasi hal-hal yang relevan
dan yang tidak relevan, memberi alasan, menerapkan prinsip utama, menentukan ide utama,
merumuskan kriteria untuk memecahkan masalah, menarik simpulan dari informasi atau data
yang ada, menentukan ungkapan yang ekuivalen, membedakan contoh dan noncontoh, serta
menemukan persamaan dan perbedaan dari suatu konsep atau prinsip.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa terjadi pada semua indikator.


Skor tertinggi ditemukan pada indikator menentukan ungkapan yang ekuivalen, contoh, atau
noncontoh. Ini mengindikasikan bahwa indikator menentukan ungkapan yang ekuivalen,
contoh, atau noncontoh cukup mudah dipahami oleh mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh
mahasiswa sudah terbiasa dengan pemberian contoh dari suatu konsep yang telah mereka
pelajari sejak mereka di bangku sekolah dasar, walaupun identifikasi noncontoh jarang
mereka lakukan. Demikian juga, untuk ungkapan ekuivalen, mahasiswa hanya
menginterpretasi makna lain dari ungkapan yang disediakan.

Sementara itu, peningkatan tertinggi ditemukan pada indikator menarik simpulan.


Awalnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam menarik simpulan dari data atau informasi
yang tersedia. Namun, dengan latihan-latihan selama proses prembelajaran, mahasiswa
mampu menemukan suatu pola dalam proses penarikan simpulan. Sekali pola itu sudah
ditemukan, mahasiswa akan mudah menarik simpulan dari data atau informasi yang tersedia
sehingga peningkatan skor untuk indikator ini sangat signifikan.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa disebabkan oleh beberapa alasan.


Pertama, masalah kurang terstruktur mampu membangkitkan rasa ingin tahu mahasiswa. Ini
berimplikasi pada upaya pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Informasi ini
selanjutnya dievaluasi dan dipilah mana yang sesuai dengan masalah dan mana yang tidak
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

sesuai dengan masalah. Dalam hal ini, mahasiswa berlatih menerapkan kemampuan
menyeleksi informasi atau menentukan hal yang relevan dan tidak relevan. Kemampuan ini
sangat penting agar mahasiswa tidak terkecoh dengan informasi-informasi yang tidak
berguna yang bisa mengganggu. Dari informasi yang relevan dengan masalah yang
dipecahkan, mahasiswa merumuskan solusi. Dalam merumuskan solusi ini mahasiswa
berargumentasi atau memberi alasan-alasan mengapa solusi tersebut dipilih. Kemampuan
berargumentasi ini merupakan salah keterampilan berpikir kritis. Perumusan solusi ini
menuntut kemampuan berkomunikasi, yaitu mengungkapkan gagasan atau ide-ide secara
rasional dan sistematis sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain.

Ketika mahasiswa mempresentasikan solusi terhadap masalah yang dipecahkan di


hadapan mahasiswa lain, seluruh mahasiswa melakukan pendalaman terhadap materi yang
sedang dipelajari dan mahasiswa mempertahankan ide-idenya. Pada kesempatan ini pengajar
mengajukan pertanyaan pengarahan (redirection) dan pertanyaan Socratik. Pertanyaan
pengarahan bertujuan untuk membimbing mahasiswa memahami materi secara mendalam,
sedangkan pertanyaan Socratik bertujuan untuk mengembangkan daya nalar atau
keterampilan berpikir kritis.

(Wayan Redhana.2011:80-83)

Selanjutnya diberikan beberapa pertanyaan dengan tingkat yang berbeda kepada siswa,
adapun hasil tercantum pada tabel 3.

Tabel 3 Peningkatan Frekuensi Pertanyaan Siswa yang Muncul Berbasis Tingkatan Kognitif

Tingkatan Frekuensi (%) Peningkatan Keterangan


Kognitif Siklus I Siklus II
C1 23 0 -23 Menurun
C2 38 30 -8 Menurun
C3 30 10 -20 Menurun
C4 0 10 10 Meningkat
C5 0 10 10 Meningkat
C6 7 40 33 Meningkat

Perbandingan pertanyaan siswa yang muncul pada siklus I dan II menunjukkan bahwa
tipe pertanyaan C1, C2, dan C3 (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) mengalami
penurunan dan meningkat pada tipe pertanyaan C4, C5, dan C6 (analisis, sintesis, dan
evaluasi). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola pikir siswa selama pembelajaran
meningkat dari berpikir tingkat rendah menjadi berpikir tingkat tinggi. Peningkatan ini tidak
terlepas dari penerapan pembelajaran berbasis masalah pada proses pembelajaran. Tipe
jawaban C1 dan C3 mengalami penurunan dan meningkat pada tipe jawaban C4, C5, dan C6.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola pikir siswa selama proses pembelajaran meningkat
dari berpikir tingkat rendah menjadi berpikir tingkat tinggi. Peningkatan ini tidak terlepas
dari penerapan pembelajaran berbasis masalah pada proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Arafah (2005) bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah dapat
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

meningkatkan keterampilan berpikir melalui kemampuan bertanya dan menjawab siswa


karena siswa lebih tertarik dan memahami permasalahan yang mereka temukan.
Permasalahan yang dimunculkan siswa berasal dari kenyataan di lingkungan sekitar sehingga
pertanyaan dan jawaban yang muncul berasal dari pengetahuan dan kenyataan di lingkungan
sekitar pula. Menurut Corebima (2006) salah satu alternatif peningkatan kemampuan berpikir
siswa adalah dengan menggalakkan beragam pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir
siswa. Frazee dan Rudnitski (dikutip Corebima, 2006) menyebutkan bahwa pertanyaan
adalah bunga api yang memicu proses berpikir siswa dan salah satu kegunaan terpenting dari
pertanyaan adalah untuk memacu keterampilan berpikir tinggi.

(Muchamad Afcariono, 2008:66-67)

Hasil-hasil dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan yang


ditetapkan dalam penelitian ini dapat dicapai dengan baik. Ini membuktikan bahwa penerapan
model pembelajaran berbasis masalah pada proses pembelajaran dapat meningkatkan tidak
saja keterampilan pemecahan masalah, tetapi juga keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Hal ini beralasan karena model pembelajaran berbasis masalah menyediakan masalah-
masalah kurang terstruktur. Masalah kurang terstruktur adalah masalah yang tidak
mengandung informasi yang lengkap dan semua informasi yang tersedia dalam masalah tidak
cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat memecahkan
masalah tersebut, mahasiswa maupun siswa harus mengumpulkan informasi tambahan dari
berbagai sumber. Bahkan, informasi tambahan ini harus dikumpulkan dalam jumlah yang
banyak agar mahasiswa maupun siswa dapat memecahkan masalah kurang terstruktur
tersebut dengan baik. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa rata-rata
kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan siswa mengalami peningkatan setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Analisis data dilakukan
melalui 2 jurnal, ring mean dari setiap variabel dependen diukur dalam hal keterampilan
berpikir kritis. Perbandingan data mean sebelum dan sesudah perlakuan bertujuan untuk
menguji persamaan mean antara kelas eksperimen dalam pembelajaran berbasis masalah.

Untuk menjalankan metode PBL dengan baik, diperlukan adanya kelompok-


kelompok kecil pada pemelajar. Alasan utamanya adalah agar para anggota kelompok dapat
saling berbagi pengetahuan dan gagasan. Dengan kelompok pemelajar belajar dari dan
dengan orang lain (M Taufiq Amir, 2016:52).

Dengan pendekatan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) memeberikan


peluang bagi peserta didik untuk melakukan penelitian dengan berbasis masalah nyata dan
autentik. Dengan demikian diharapkan siswa mahir dalam memecahkan masalah, memiliki
model belajar sendiri dan memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim (Shilphy A, 2020:21).

KESIMPULAN

Melalui pendidikan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan secara optimal


dan dapat mewujudkan fungsi dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dari beberapa jurnal dan pembahasan, simpulan yang dapat
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

ditarik adalah: (1) penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu dalam
memecahkan masalah peserta didik; (2) penerapan model pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis; (3) penerapan model pembelajaran berbasis
masalah mampu meningkatkan sikap bertanya pada peserta didik.

SARAN

Guru diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran PBL (Problem Based


Learning) pada peserta didik agar dapat belajar dengan lebih disiplin, budaya bertanya dan
bekerjasama dengan peserta didik lain dalam kelompok. Bukan hanya itu saja PBL
diharapkan dapat meningkatkan berpikir peserta didik dan dapat memecahkan masalah.
Selain itu guru berperan sebagai pembimbing yang sangat dibutuhkan untuk memotivasi
peserta didik dalam kemampuan komunikasi peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Octavia, Shilphy A.2020.Model-Model Pembelajaran.Yogyakarta: Deepublish

Rahman, Taufiqur.2018.Aplikasi Model-Model Pembelajaran dalam Penelitian Tindakan


Kelas.Semarang: CV Pilar Nusantara

Amir, M. Taufiq Amir.2016.Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:


Kencana

Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta

Husnidar, dkk.2014.Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa.Jurnal Didaktik
Matematika, 2355-4185

Redhana, I Wayan.2011. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Peningkatan


Keterampilan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPP/article/download/1694/1481

Afcariono, Muchamad.2008.Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk


Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi.Jurnal
Pendidikan Inovatif Volume 3 No. 2

Setyorini, U.dkk.2011. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 52-
56. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/download/1070/979
Tugas UAS Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Kimia

Gunantara, Gd, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/download/2058/1795

Taradi, Suncana Kukolja, dkk.2004. Blending Problem-Based Learning With Web


Technology Positively Impacts Student Learning Outcomes in Acid-Base
Physiology. Teaching with Technology 29:35–39.
https://journals.physiology.org/doi/pdf/10.1152/advan.00026.2004

Yamin, Sulaiman. 2011.The Effect of Problem Based Learning on Critical Thinking Ability:
A Theoretical and Empirical Review. International Review of Social Sciences and
Humanities.https://www.onlinedoctranslator.com/app/gettranslateddocument/The_
Effect_of_Problem_Based_Learning_on.en.id.pdf

Mulyanto, Heri dkk.2018. The Effect of Problem Based Learning Model on Student
Mathematics Learning Outcomes Viewed from Critical Thinking Skills.
https://www.researchgate.net/profile/Gunarhadi_Gunarhadi/publication/323924686
_The_Effect_of_Problem_Based_Learning_Model_on_Student_Mathematics_Lear
ning_Outcomes_Viewed_from_Critical_Thinking_Skills/links/5df04d7792851c83
64738b94/The-Effect-of-Problem-Based-Learning-Model-on-Student-
Mathematics-Learning-Outcomes-Viewed-from-Critical-Thinking-Skills.pdf

Anda mungkin juga menyukai