Anda di halaman 1dari 20

TUGAS POKOK DAN KODE ETIK PS

1. Ketentuan Tugas Pokok Pengawas Sekolah

Dalam ketentuan umum PermenPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 dijelaskan bahwa: (1)
Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan; (2) Pengawas Sekolah adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada
satuan pendidikan; (3) kegiatan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam
menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil
pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru.

Apabila dikaji dari uraian tersebut pengawasan yang dimaksud relevan dengan makna
supervisi. Secara etimologi “supervisi” berasal dari kata “super” dan “vision” yang masing-
masing kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis supervisi berarti
penglihatan dari atas. Pengertian semacam itu merupakan arti kiasan yang menggambarkan
suatu posisi yang melihat berkedudukan lebih tinggi daripada yang dilihat. Secara semantik,
supervisi adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi
pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu belajar dan mengajar pada khususunya.

Secara lebih khusus, para pakar telah memberikan argumentasi yang berbeda-beda,
diantaranya: Ary H. Gunawan mengemukakan bahwa supervisi diadopsi dari bahasa Inggris
“supervision” yang berarti pengawasan/kepengawasan. Beberapa kutipan arti supervisi,
sebagai berikut:

1) Dalam Dictionary of Education, Carter V. Good memberikan batasan supervisi


pendidikan sebagai berikut:
“Supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam upaya memimpin guru-
guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir,
seleksi, pertumbuhan jabatan, pengembangan guru, dan memperbaiki tujuan-tujuan
pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode dan evaluasi pengajaran”.
2) Mc. Nerney, dalam bukunya Educational Supervision secara singkat mengungkapkan
bahwa supervisi adalah prosedur memberi pengarahan atau petunjuk, dan mengadakan
penilaian terhadap proses pengajaran.
3) Alexander dan Saylor mengemukakan supervisi adalah suatu program in service
education dan usaha memperkembangkan kelompok (group) secara bersama-sama.
4) Good Carter memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah
dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran,
termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru
dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar
dan evaluasi pengajaran.
5) Menurut Kimball Wiles (1967) Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut:
“Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”.
6) Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru
yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
7) Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Dari uraian definisi supervisi di atas, maka dapat dipahami para pakar menguraikan definisi
supervisi dari tinjauan yang berbeda-beda. Good Carter melihatnya sebagai usaha
memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar. Boardman melihat supervisi sebagai upaya
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi
sebagai kegiatan untuk perbaikan hubungan guru dan murid, dan upaya peningkatan mutu
pendidikan. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor guru memiliki kecakapan (skill) sangat
penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang lebih baik. Ross L memandang
supervisi sebagai pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan
pembelajaran. Sedangkan Purwanto (1987) memandang sebagai pembinaan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah melakukan pekerjaan secara lebih efektif.

Dari definisi di atas, dapat diambil beberapa pokok pikiran tentang supervisi
(pengawasan/kepengawasan), yakni bahwa supervisi pada hakikatnya merupakan segenap
bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran dan
pengelolaan sekolah. Dengan kata lain, pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah
dalam memberi bantuan profesional kepada guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan,
sehingga tujuan pendidikan nasional tercapai. Berdasarkan pengertian supervisi di atas,
maka pengawasan akademik adalah kegiatan pengawas sekolah dalam memberi bantuan
profesional kepada guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran; sedangkan pengawasan
manajerial adalah kegiatan pengawas sekolah dalam memberi bantuan profesional kepada
kepala sekolah dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan.

Dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam hal ini,
apabila dikaitkan dengan pengertian pengawas sekolah dan pengawasan, pengawas
sekolah memiliki peran menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional melalui
penjaminan mutu pembelajaran dalam bidang pengawasan akademik dan penjaminan
efektifitas pengelolaan pendidikan dalam bidang pengawasan manajerial seperti yang telah
diuraikan di atas.

a. Bidang Sasaran Pengawasan

Dikutip dari PermenPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 kedudukan pengawas sekolah
adalah:
1) Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang
pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang
ditetapkan;
2) Bidang pengawasan meliputi pengawasan Taman Kanak- Kanak/Raudhatul Athfal,
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, pengawasan rumpun mata pelajaran/mata
pelajaran, pendidikan luar biasa, dan bimbingan konseling;

3) Sasaran pengawasan bagi setiap pengawas sekolah adalah:


a) untuk Taman Kanak- Kanak/Raudhatul Athfal dan Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60 (enam puluh) Guru;
b) untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) guru mata
pelajaran/kelompok mata pelajaran;
c) untuk sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat
puluh) guru;
d) untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) guru
bimbingan dan konseling; dan
e) untuk daerah khusus, beban kerja pengawas sekolah paling sedikit 5 (lima) satuan
pendidikan secara lintas tingkat satuan dan jenjang pendidikan.

b. Beban Kerja dan Uraian Tugas Pengawas Sekolah

Merujuk berbagai regulasi, ketentuan beban kerja pengawas sekolah sebagai berikut:
a. Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas
kelompok mata pelajaran dalam melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan
profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh
empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu (Ayat (8) Pasal 54 PP
Nomor 74 Tahun 2008).
b. Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas
rumpun mata pelajaran dalam melaksanakan tugas pengawasan, pembimbingan, dan
pelatihan profesional guru ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam
pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu (Ayat (3) Pasal 54 PP Nomor 19
Tahun 2017 );
c. Beban kerja pengawas sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam per
minggu termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan
di sekolah binaan (Pasal 6 Permenag PAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010);
d. Guru, kepala sekolah, pengawas sekolah melaksanakan beban kerja selama 40
(empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu pada satuan administrasi pangkal terdiri atas
37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja efektif dan 2,5 (dua koma lima) jam istirahat
(Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018);
e. Beban kerja pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas pengawasan,
pembimbingan, dan pelatihan profesional terhadap guru ekuivalen dengan
pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan yang merupakan beban kerja guru
(Pasal 10 Permendikbud 15/2018);
f. Pengawas sekolah juga merencanakan, mengevaluasi, dan melaporkan hasil
pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan terhadap guru
dan kepala sekolah di sekolah binaan dalam pemenuhan beban kerja selama 37,5
(tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Selanjutnya, dalam Pasal 5 PermenPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 dinyatakan


bahwa “Tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi:

a. penyusunan program pengawasan,


b. pelaksanaan pembinaan,
c. pelaksanaan pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
d. penilaian kinerja,
e. pembimbingan dan pelatihan profesional guru,
f. evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan
g. pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus”.
Rincian tugas pokok pengawas sekolah berkaitan dengan jenjang jabatan pengawas
sekolah. Jenjang jabatan pengawas sekolah terdiri dari:
a. Pengawas Sekolah Muda (Golongan III/c dan III/d),
b. Pengawas Sekolah Madya (Golongan IV/a, IVb, dan IV/c), dan
c. Pengawas Sekolah Utama (Golongan IV/d dan IVe).

Pembagian jenjang jabatan tersebut berhubungan dengan rincian kegiatan pengawas


sekolah. Semakin tinggi jabatan seorang pengawas sekolah, bertambah pula rincian
kegiatan yang harus dilakukan pengawas sekolah tersebut. Semakin tinggi jabatan
seorang pengawas sekolah, semakin besar pula tugas, tanggung jawab dan
kewenangannya.

Mengacu pada Pasal 14 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2014 rincian kegiatan pengawas sekolah dan
satuan hasil tertera pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Rincian Kegiatan Pengawas Sekolah dan Angka Kredit Setiap Jenjang Jabatan
Pengawas Sekolah
Angka Kredit
No. Uraian Pelaksanaan Tugas Satuan Hasil
Muda Madya Utama
1. Menyusun Program satu dokumen 0,6 0,9 1,2
Pengawasan program setiap
tahun
2. Menyusun Program satu dokumen 0,3 0,45 0,6
Pembimbingan dan Pelatihan program setiap
Profesional Guru dan/atau tahun
Kepala Sekolah
Angka Kredit
No. Uraian Pelaksanaan Tugas Satuan Hasil
Muda Madya Utama
1. Membina guru)*** satu laporan 5,6 6,0 8,0
2. Membina kepala sekolah)** setiap tahun
3. Memantau Pelaksanaan satu laporan 6,0 9,0 12,0
Standar Kompetensi Lulusan, setiap tahun
Standar Isi, Standar Proses, dan
Standar Penilaian (termasuk
pemantauan pelaksanaan
Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) pada sekolah binaan)***
4. Memantau Pelaksanaan -
Standar: Pendidik dan Tenaga
Kependidikan; Sarana dan
Prasarana; Pembiayaan; dan
Pengelolaan (termasuk
pemantauan pelaksanaan
Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK) pada sekolah binaan)**
5. Menilai Kinerja Guru)*** satu laporan 4,0 6,0 8,0
6. Menilai Kinerja Kepala setiap tahun -
Sekolah)**
7. Melaksanakan pembimbingan satu laporan 6,0 9,0 9,0
dan pelatihan professional guru setiap tahun
di KKG/MGMP/MGBK)***
8. Melaksanakan pembimbingan -
dan pelatihan professional
kepala sekolah di
KKKS/MKKS)**
9. Melaksanakan pembimbingan -
dan pelatihan kepala sekolah
dalam pengelolaan sekolah)**
10. Membimbing pengawas sekolah satu laporan - 0,75 1,0
muda dalam melaksanakan setiap tahun
tugas pokok)**
11. Membimbing pengawas sekolah - -
madya dalam melaksanakan
tugas pokok)*
12. Melaksanakan pembimbingan satu laporan - - 2,0
dan pelatihan profesional guru setiap tahun
dan kepala sekolah dalam
pelaksanaan penelitian
tindakan)*
13. Melaksanakan Kepengawasan satu laporan 10 10 10
pada Daerah Khusus)*** setiap tahun
c. Implikasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan Pengembangan Karir PS

Pengembangan karir pengawas sekolah ditandai dengan kenaikan pangkat dan/atau


jabatan pengawas sekolah. Pengembangan karir kepangkatan dan jenjang jabatan
pengawas sekolah tertera pada Gambar 1 berikut.
Pengembangan karir, kepangkatan dan jenjang jabatan pengawas sekolah didasarkan
atas perolehan angka kredit. Dan angka kredit pengawas sekolah ini dapat dikumpulkan
dari rincian kegiatan pengawas sekolah yang meliputi unsur dan sub unsur sebagai
berikut:
a. Unsur Utama
1) Pendidikan, meliputi:
a) mengikuti pendidikan dengan bukti berupa gelar/ijazah;
b) mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional calon pengawas sekolah
dengan bukti berupa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP);
dan
c) mengikuti diklat fungsional pengawas sekolah dengan bukti berupa STTPP.
2) Pengawasan akademik dan manajerial, meliputi:
a) penyusunan program;
b) pelaksanaan program;
c) pengevaluasian hasil pelaksanaan program pengawasan;
d) pembimbingan dan melatih profesional guru; dan
e) pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
3) Pengembangan profesi, meliputi:
a) penyusunan karya tulis ilmiah;
b) pembuatan karya inovatif: dan
c) penerjemahan/penyaduran buku dan atau karya ilmiah di bidang pendidikan
formal /pengawasan.

b. Penunjang tugas pengawas sekolah, meliputi:


1) peran sebagai penyaji atau peserta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan
formal/kepengawasan sekolah;
2) menjadi anggota sebuah organisasi profesi;
3) menjadi anggota tim penilai angka kredit jabatan fungsional pengawas sekolah;
4) pelaksanaan kegiatan pendukung pengawasan sekolah;
5) mendapat penghargaan/tandajasa; dan
6) memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.

Untuk memudahkan pemahaman tentang jumlah angka kredit yang akan diperoleh oleh
pengawas sekolah dari pelaksanaan tugas pengawasan akademik dan manajerial,
berikut disajikan pada Tabel 3 Rekapitulasi Angka Kredit yang diberikan pada setiap butir
kegiatan pelaksanaan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.
Tabel 3 Rekapitulasi Angka Kredit
Setiap Jenjang Jabatan Pengawas Sekolah Setiap Tahun
PENGAWAS SEKOLAH
NO SATUAN HASIL DASAR PEMBERIAN AK
MUDA MADYA UTAMA
Kualitas dan kesesuaian
Program
1. 0,6 0,9 1,2 sistematika dan isi
pengawasan
dokumen
Laporan pembinaan
Jumlah guru dan kepala
2. guru dan kepala 5,6 6,0 8,0
sekolah yang dibina
sekolah
Laporan pemantauan Jumlah sekolah yang
3. 6,0 9,0 12,0
pelaksanaan 8 SNP dipantau
Laporan penilaian
Jumlah guru dan kepala
4. kinerja guru dan 4,0 6,0 8,0
sekolah yang dinilai
kepala sekolah
Laporan evaluasi
Jumlah program
hasil pelaksanaan
5. 3,0 4,5 6,0 pengawasan yang
program pengawasan
dievaluasi
pada sekolah binaan
Laporan evaluasi Kualitas dan kesesuaian
hasil pelaksanaan sistematika, dan
6. - - 0,8
pengawasan tingkat kesesuaian isi dokumen
kota/kab/provinsi laporan
Program
pembimbingan dan
Kualitas dan kesesuaian
pelatihan profesional
sistematika, dan
7. guru dan kepala 0,3 0,45 0,6
kesesuaian isi dokumen
sekolah di
program
KKG/MGMP/MGBK
dan sejenisnya
Laporan
pembimbingan
pelatihan profesional Frekuensi kegiatan
8. 6,0 9,0 9,0
guru di KKG/MGMP (minimal 6 Kali)
dan kepala sekolah di
MKKS/KKKS
Laporan bimbingan
Jumlah program
dan pelatihan kepala
9. - 0,75 1,0 pembimbingan dan
sekolah tentang
pelatihan
pengelolaan sekolah
Laporan evaluasi
hasil pembimbingan
Frekuensi kegiatan dan
dan pelatihan
10. 0,6 0,9 1,2 sasaran pembimbingan
profesional guru dan
dan pelatihan
guru dan kepala
sekolah
11. Laporan - 0,75 1,0 Frekuensi kegiatan dan
pembimbingan sasaran pembimbingan
pengawas sekolah dan pelatihan
PENGAWAS SEKOLAH
NO SATUAN HASIL DASAR PEMBERIAN AK
MUDA MADYA UTAMA
muda dan madya
Pembimbingan guru
Frekuensi kegiatan dan
dan kepala sekolah
12. - - 2,0 sasaran pembimbingan
dalam penelitian
dan pelatihan
tindakan
Pelaksanaan
10*
13. kepengawasan di 10*) 10*)
)
daerah khusus
26, 38,2
JUMLAH 50,8
1 5

Berdasarkan uraian dan tabel di atas, bahwa pelaksanaan pengawasan akademik dan
pengawasan manajerial memberikan kontribusi yang banyak dalam pencapaian angka
kredit yang dibutuhkan oleh seorang pengawas sekolah dalam kenaikan pangkat dan
jabatannya. Dengan demikian pelaksanaan tugas pokok pengawas sekolah akan
berimplikasi pada pengembangan karir pengawas sekolah.

2. Kode Etik Pengawas Sekolah:

Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the disicpline which can act as the
performance index or reference for our control system”. Etika akan memberikan semacam
batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya.
Dalam pengertian secara khusus, jika dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika
merupakan bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematis sengaja ditetapkan
berdasarkan prinsip moralitas yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara common
sense dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self-control”. Segala
sesuatu dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) tertentu.
Kelompok dari orang-orang yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh dari proses
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi dalam bentuk, yakni
Organisasi Profesi.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi
dalam hal ini jelas penting untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi. Di sisi lain
kode etik profesi diterapkan untuk melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan
maupun penyalah-gunaan jabatan dan keahlian tertentu.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk pengawas sekolah, sebagai profesi berlandaskan
pada prinsip: (1) nilai dasar; (2) kode etik dan kode perilaku; (3) komitmen, integritas moral,
dan tanggung jawab pada pelayanan publik; (4) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas; (5) kualifikasi akademik; (6) jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas; dan (7) keprofesionalan jabatan.
Selanjutnya, di Pasal 5 diatur bahwa Kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kode etik dan kode perilaku berisi
pengaturan perilaku agar Pegawai ASN: (1) melaksanakan tugasnya dengan jujur; (2)
bertanggung jawab; (3) berintegritas tinggi; (4) melaksanakan tugasnya dengan cermat; dan
(5) disiplin.
Kode etik pengawas sekolah telah ditetapkan pada Munas III Asosiasi Pengawas Sekolah
Indonesia (APSI) yang dilaksanakan pada tanggal 13 s.d. 15 Juli 2013, yang selanjutnya
disempurnakan pada Rapimnas III APSI pada tanggal 30 Januari 2016.

a. Etika Profesi Pengawas Sekolah

Profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian dalam bidang tertentu, sehingga banyak orang bisa bekerja
sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Tetapi dengan adanya keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan, belum cukup untuk disebut sebagai profesi.
Diperlukan juga penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti
kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup
pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan
sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut De George, timbul kebingungan mengenai
pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional.
Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tetapi tidak atau belum
tentu termasuk dalam pengertian profesi.
Berikut pengertian profesi dan profesional menurut De George, yakni profesi adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional adalah orang yang mempunyai profesi
atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu
keahlian yang tinggi atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai
sekedar hobi, untuk senang-senang atau untuk mengisi waktu luang.
Dari hal tersebut yang harus kita ingat dan fahami dengan benar bahwa “pekerjaan atau
profesi” dan “profesional” terdapat beberapa perbedaan:
Profesi:
a. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus;
b. Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu);
c. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup;
d. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Profesional:
a. Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya;
b. Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu;
c. Hidup dari pekerjaan itu; dan
d. Bangga akan pekerjaannya.

b. Prinsip dan Peranan Etika Profesi

1. Prinsip-Prinsip Etika Profesi


a) Tanggung jawab
1) Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya;
2) Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
b) Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
c) Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya.

2. Peranan Etika dalam Profesi


Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,
tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok
diharapkan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan secara bersama.
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan
dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan
sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu
kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etika pada
masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah
mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.

c. Kode Etik Organisasi Profesi APSI

Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya
pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Kode
Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga
puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Pengawas sekolah dalam
jabatan profesionalnya memiliki organisasi yang diakui resmi oleh pemerintah yang
disebut Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI).
APSI menyusun dan mengatur kode etik pengawas sekolah yang telah ditetapkan di
musyawarah nasional. Peraturan menetapkan kode etik pengawas dengan guru, kepala
Sekolah/Madrasah, masyarakat, organisasi profesi APSI, dan pemerintah.

1) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan guru dan Kepala Sekolah/Madrasah

a) Pengawas Sekolah/Madrasah berperilaku secara profesional dalam


melaksanakan tugas pengawasan;
b) Pengawas sekolah menjalin kemitraan yang harmonis dan kondusif dengan guru
dan kepala sekolah
c) Pengawas sekolah menjalin komunikasi, konsultasi, klarifikasi, konfirmasi,
koordinasi, dan konsolidasi, dengan guru dan kepala sekolah.
d) Pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas bersikap jujur, transparan, dan
kolegial.
e) Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
f) Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pengawas
sekolah
g) Mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan tokoh yang diteladani
h) Sigap dan terampil untuk menaggapi dan membantu memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi aparat binaannya
i) Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap aparat binaan
maupun terhadap sesama pengawas sekolah

2) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan Masyarakat:

a) Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri
untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
b) Aktif dalam kegiatan Asosiasi Pengawas Sekolah (satuan pendidikan) Indonesia
(APSI).

3) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan organisasi profesi APSI:

c) Pengawas Sekolah/Madrasah menjadi anggota organisasi profesi APSI dan


berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program APSI bagi
kepentingan kependidikan.
d) Pengawas Sekolah/Madrasah memantapkan dan memajukan organisasi profesi
APSI yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. Pengawas
Sekolah/Madrasah aktif mengembangkan organisasi profesi APSI agar menjadi
pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan Pengawas
Sekolah/Madrasah dan masyarakat.
e) Pengawas Sekolah/Madrasah menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan
pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi APSI.
f) Pengawas Sekolah/Madrasah menerima tugas-tugas organisasi profesi APSI
sebagai bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-
tindakan profesional lainnya.
g) Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan
pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi
profesinya.
h) Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi
palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
i) Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan
sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

4) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan Pemerintah:

a) Pengawas Sekolah/Madrasah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan


program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam
Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan menteri, dan ketentuan
Undang Undang lainnya.
b) Pengawas Sekolah/Madrasah membantu Program Pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c) Pengawas Sekolah/Madrasah berusaha menciptakan, memelihara dan
meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d) Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh menghindari kewajiban yang
dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan
dan pembelajaran.
e) Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau
kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

d. Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Kasus-kasus pelanggaran kode etik ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan
atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan
profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.
Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self-regulation yang terwujud dalam kode etik;
seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga
diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.
Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus
karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam diri setiap anggota profesi. Seorang
profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan
pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di
atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai,
karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-
pertimbangan yang lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami
betul tujuan kode etik profesi, untuk selanjutnya dapat diterapkan.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam
etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke
bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat
dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan
yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik,
apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang professional

Pengawas sekolah dalam jabatan profesionalnya memiliki organisasi yang diakui resmi
oleh pemerintah yang disebut Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI). Kode etik
Pengawas Sekolah Indonesia, yakni:

a. Dalam melaksanakan tugas, senantiasa berlandaskan iman dan taqwa, serta


mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Merasa bangga mengemban tugas sebagai pengawas sekolah;
c. Memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas sebagai pengawas sekolah;
d. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam tugasnya sebagai pengawas
sekolah;
e. Menjaga citra dan nama baik selaku pembina dalam melaksanakan tugas sebagai
pengawas sekolah;
f. Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pengawas
sekolah;
g. Mampu menampilkan jati diri dan keberadaan sebagai aparat dan tokoh yang
diteladani;
h. Sigap dan terampil untuk menanggapi dan membantu memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi aparat yang menjadi binaannya;
i. Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap aparat binaan
maupun terhadap sesama pengawas sekolah.
Lampiran Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah
Hasil munas III dijadikan dasar yang dikembangkan dan dijabarkan dalam bentuk aturan yang
lebih spesifik melalui Rapimnas APSI pada tanggal 29 s.d. 31 Januari tahun 2016 di Jakarta
yang tertuang dalam keterangan berikut:

KODE ETIK PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH


PEMBUKAAN

Atas Rahmat Allah SWT Pengawas Sekolah/Madrasah menyadari bahwa jabatan


Pengawas Sekolah/Madrasah adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Pengawas
Sekolah/Madrasah mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur,
sejahtera, dan beradab.

Pengawas Sekolah/Madrasah selalu tampil secara profesional dengan tugas pokok


melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang
meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan, pembinaan, pemantauan
pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional
guru dan kepala sekolah, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan.
Pengawas sekolah/madrasah berwenang memilih dan menentukan metode kerja,
menilai kinerja guru dan kepala sekolah/madrasah, menentukan dan/atau mengusulkan
program pembinaan serta melakukan pembinaan. Pelaksanaan tugas kepengawasan
hendaknya berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa,
tut wuri handayani”. Selain itu, pengawas sekolah/madrasah dalam menjalankan tugas-tugas
profesional selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat pengawas


sekolah/madrasah dalam pelaksanaan tugas profesinya diperlukan kode etik. Kode etik
dimaksudkan untuk mengikat perilaku pengawas sekolah/madrasah dalam pelaksanaan tugas
profesinya

Pengertian
Pasal 1
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat pengawas sekolah/madrasah
dalam pelaksanaan tugas profesinya, Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) sebagai
organisasi profesi Pengawas Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan kode etik. Kode
etik yaitu aturan yang berisikan tentang norma dan etika yang mengikat perilaku pengawas
sekolah/madrasah dalam menjaga citra dan nama baik dalam melaksanakan tugas profesinya.
Tujuan, dan Fungsi
Pasal 2
(1) Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah merupakan pedoman sikap dan perilaku
bertujuan menempatkan pengawas sekolah/madrasah yang bangga sebagai mengemban
tugas pengawas sekolah sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah berfungsi sebagai penegakan norma dan prinsip
yang berlandaskan iman dan taqwa, serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam melaksanaan tugas dan layanan profesional Pengawas
Sekolah/Madrasah dalam hubungannya dengan guru, kepala sekolah/madrasah dan
rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah.

Janji Pengawas Sekolah/Madrasah


Pasal 3
(1) Setiap Pengawas Sekolah/Madrasah mengucapkan janji sebagai wujud pengabdian yang
tinggi dalam menekuni tugas sebagai pengawas sekolah, dan kesediaan untuk mematuhi
norma dan etika yang termuat di dalam Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku.
(2) Janji Pengawas Sekolah/Madrasah diucapkan di hadapan pejabat yang berwenang di
wilayah kerja masing-masing.

Pasal 4
(1) Naskah janji Pengawas Sekolah/Madrasah dilampirkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah.
(2) Pengambilan janji Pengawas Sekolah/Madrasah dapat dilaksanakan secara perorangan
atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.

Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional


Pasal 5
Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah bersumber dari:
(1) Nilai Dasar yang berupa Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai Operasional berupa: Nilai-nilai Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial,
Kompetensi Supervisi Manajerial, Kompetensi Supervisi Akademik, Kompetensi Evaluasi
Pendidikan, Kompetensi Penelitian Pengembangan.

Pasal 6
Pelaksanaan tugas dan layanan profesional Pengawas Sekolah/Madrasah dalam hubungannya
dengan guru, kepala Sekolah/Madrasah, masyarakat, organisasi profesi APSI, dan pemerintah.

(1) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan guru dan Kepala Sekolah/Madrasah


a. Pengawas Sekolah/Madrasah berperilaku secara profesional dalam
melaksanakan tugas pengawasan;
b. Pengawas sekolah menjalin kemitraan yang harmonis dan kondusif dengan guru
dan kepala sekolah
c. Pengawas sekolah menjalin komunikasi, konsultasi, klarifikasi, konfirmasi,
koordinasi, dan konsolidasi, dengan guru dan kepala sekolah.
d. Pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas bersikap jujur, transparan, dan
kolegial.
e. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
f. Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pengawas
sekolah
g. Mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan tokoh yang diteladani
h. Sigap dan terampil untuk menaggapi dan membantu memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi aparat binaannya
i. Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap aparat binaan
maupun terhadap sesama pengawas sekolah

(2) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan Masyarakat:


a. Bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri untuk
dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
b. Aktif dalam kegiatan Asosiasi Pengawas Sekolah (satuan pendidikan) Indonesia
(APSI).

(3) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan organisasi profesi APSI:


a. Pengawas Sekolah/Madrasah menjadi anggota organisasi profesi APSI dan berperan
serta secara aktif dalam melaksanakan program-program APSI bagi kepentingan
kependidikan.
b. Pengawas Sekolah/Madrasah memantapkan dan memajukan organisasi profesi APSI
yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. Pengawas
Sekolah/Madrasah aktif mengembangkan organisasi profesi APSI agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan Pengawas Sekolah/Madrasah
dan masyarakat.
c. Pengawas Sekolah/Madrasah menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi
dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi APSI.
d. Pengawas Sekolah/Madrasah menerima tugas-tugas organisasi profesi APSI sebagai
bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
e. Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan
pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
f. Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu
untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
g. Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan
sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Hubungan Pengawas Sekolah/Madrasah dengan Pemerintah:

a. Pengawas Sekolah/Madrasah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program


pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Undang Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan menteri, dan ketentuan Undang Undang lainnya.
b. Pengawas Sekolah/Madrasah membantu Program Pemerintah untuk mencerdaskan
kehidupan berbudaya.
c. Pengawas Sekolah/Madrasah berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan
rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
pancasila dan UUD1945.
d. Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan
oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Pengawas Sekolah/Madrasah tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan
yang berakibat pada kerugian negara.

Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi


Pasal 7
Pelaksanaan
(1) Pengawas Sekolah/Madrasah sebagai anggota APSI berkewajiban melaksanakan Kode
Etik Pengawas Sekolah/Madrasah.
(2) Pengawas Sekolah/Madrasah sebagai anggota APSI berkewajiban mensosialisasikan
Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan,
masyarakat dan pemerintah.
(3) Dalam Pelaksanaan Tugas Kepengawasan Wajib:
a. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
b. Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pengawas
sekolah
c. Mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan tokoh yang diteladani
d. Sigap dan terampil untuk menaggapi dan membantu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi aparat binaannya
e. Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap warga sekolah binaan
maupun terhadap sesama pengawas sekolah.

Pasal 8
Pelanggaran
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik
Pengawas Sekolah/Madrasah dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan
dengan pelaksanaan pengawasan.
(2) Pengawas Sekolah/Madrasah yang melanggar Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan atau berat.

Pasal 9
Sanksi
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap Pengawas Sekolah/Madrasah yang melakukan
pelanggaran terhadap Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah merupakan wewenang
Dewan Kehormatan Pengawas Sekolah/Madrasah.
(2) Pemberian rekomendasi sanksi oleh Dewan Kehormatan Pengawas Sekolah/Madrasah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus adil dan objektif
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Pengawas Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh APSI.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan upaya pembinaan kepada
Pengawas Sekolah/Madrasah yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan
martabat profesi Pengawas Sekolah/Madrasah.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Pengawas
Sekolah/Madrasah wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Pengawas
Sekolah/Madrasah, Organisasi Profesi Pengawas Sekolah/Madrasah, atau pejabat yang
berwenang.
(6) Setiap pelanggar kode etik dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan
organisasi profesi Pengawas Sekolah/Madrasah dan/atau penasehat hukum sesuai
dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Pengawas
Sekolah/Madrasah .

Penutup
Pasal 10
(1) Setiap Pengawas Sekolah/Madrasah secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan
serta menjunjung tinggi Kode Etik Pengawas Sekolah/Madrasah.
Setiap Pengawas Sekolah/Madrasah wajib menjaga citra dan nama baik dalam
melaksanakan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan
Angka Kreditnya. Jakarta: KemenegPAN dan RB.

Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian


Negara Nomor III/PB/2011 dan Nomor 6 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka kredit.
Jakarta: Kemdikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar


Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 143 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan
Angka kredit. Jakarta: Kemdikbud

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Beban
Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Madrasah dan Lampiran 3

Anda mungkin juga menyukai