Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada awal bulan Maret 2020 merupakan awal masuknya Corona Virus atau COVID-19

ke Indonesia, hal ini mempengaruhi semua aspek kehidupan salah satunya di bidang

kesehatan. Puskesmas yang merupakan institusi Pemerintah tingkat pertama di dalam

pelayanan kesehatan juga mengalami dampak dari pandemi Corona Virus atau COVID-19.

Dalam rangka peningkatan layanan kesehatan terutama di masa pandemic COVID-19 ini,

memerlukan ketersediaan sarana prasarana dan sumber daya manusia yang memenuhi

standar.

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif di wilayah kerjanya, hal ini berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan nomor-43-

tahun-2019-tentang-puskesmas. Unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota ini,

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Puskesmas Banjaran Nambo DTP merupakan salah satu puskesmas yang berada di

wilayah RT 01 / RW 02 desa Batukarut kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung dengan luas

tanah puskesmas : 9.625 M2. Luas wilayah kerja Puskesmas Banjaran Nambo DTP : 2.473,44

Ha dengan jumlah penduduk 61.020 jiwa.


Profil Puskesmas Banjaran Nambo DTP

Nama Puskesmas PUSKESMAS BANJARAN NAMBO DTP


Kode Puskesmas P320415010102
Jl. Raya Banjaran Km. 17 No. 596 Banjaran
Alamat
Kab.Bandung Telp. / Fax. ( 022 ) 5940017
Puskesmas Dengan Tempat Perawatan ( DTP ) &
Status Puskesmas
PONED
Status Pusk.dalam Program TB
PRM ( Puskesmas Rujukan Mandiri )
Paru
Jumlah Tempat Tidur 11 (Sebelas ) Tempat Tidur

Peningkatan kualitas pelayanan publik dipengaruhi oleh aspek sumber daya kesehatan

pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan dan Dinas Kesehatan sebagai

organisasi pemerintah yang berhubungan langsung dengan masyarakat sangat perlu untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada lapisan masyarakat. Keberhasilan

pelaksanaan tugas Puskesmas sangat tergantung kepada sarana prasarana dan sumber daya

manusia. Peraturan Menteri Kesehatan yang tertuang di dalam Pmk-nomor-43-tahun-2019-

tentang-puskesmas yang mengatur sarana prasarana dan Sumber Daya Manusia diatur dalam

pasal sebagai berikut:

1. Pasal 10 ayat (4) harus memenuhi persyaratan lokasi bangunan, prasarana, peralatan,

ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium klinik.

2. Pasal 16 (1a) Jumlah dan jenis peralatan sesuai kebutuhan pelayanan,


(1d) Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan

pengkalibrasi yang berwenang.

Pasal 16 (2) Jumlah dan jenis peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

kebijakan, kebutuhan, kompetensi, dan kewenangan tenaga kesehatan Puskesmas,

serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 (3) Pada kondisi infrastruktur belum memadai, jumlah dan jenis peralatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat menyesuaikan dengan alat lain

yang memiliki fungsi yang sama.

3. Pasal 17 (1) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4)

meliputi dokter dan/atau dokter layanan primer.

Pasal 17 (2) dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Puskesmas harus memiliki: a. dokter gigi; b. Tenaga Kesehatan lainnya;dan c.

tenaga nonkesehatan. 3 Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri atas: a. perawat; b. bidan; c. tenaga promosi

kesehatan dan ilmu perilaku; d. tenaga sanitasi lingkungan; e. nutrisionis; f. tenaga

apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan g. ahli teknologi laboratorium

medik.

4. Pasal 18 (1) Puskesmas harus menghitung kebutuhan ideal terhadap jumlah dan

jenjang jabatan dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan masing-

masing jenis Tenaga Kesehatan lainnya serta tenaga nonkesehatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatannya. (2) Perhitungan kebutuhan ideal

terhadap jumlah dan jenjang jabatan dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter
gigi, dan masing-masing jenis Tenaga Kesehatan lainnya serta tenaga nonkesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis beban kerja dengan

mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, rasio terhadap jumlah

penduduk dan persebarannya, luas dan karakteristik wilayah kerja, ketersediaan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan

pembagian waktu kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara umum yang dimaksud sarana prasarana adalah seperangkat alat yang digunakan

untuk suatu kegiatan, alat tersebut bisa berupa alat utama atau alat yang yang membantu

proses kegiatan, sehingga tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai. Sarana prasarana

bukan hanya meliputi seperangkat alat atau barang saja, tapi bisa juga suatu tempat atau

ruangan untuk proses kegiatan.

Fungsi utama sarana prasarana pada dasarnya adalah :

• Menciptakan kenyamanan.

• Menciptakan kepuasan.

• Mempercepat proses kerja.

• Memudahkan proses kerja.

• Meningkatkan produktivitas.

• Hasil lebih berkualitas.

Dokter, bidan dan perawat merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung

dengan pasien selama 24 jam dalam memberikan pelayanan kesehatan bekerja sama dengan

tenaga kesehatan lainnya. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Banjaran Nambo DTP belum memadai yang berkontribusi langsung terhadap

pelayanan di wilayah kerja.


Kondisi sarana prasarana dan beban kerja yang cukup tinggi mengakitbatkan

ketidaknyamanan bagi petugas kesehatan. . Bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan

kemampuan fisik, keahlian, dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber stres

(Wedho, 2010).

Menurut Nasir dan Muhith (2011), stres ialah ketegangan yang disebabkan oleh fisik, emosi,

sosial, ekonomi, pekerjaan atau keadaan, peristiwa serta pengalaman yang sulit untuk

bertahan.

Nasarudin (2010) menyatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang

mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya.

Stres dapat berasal dari dalam diri sendiri, keluarga, komunitas atau lingkungan sekitar dan

pekerjaan (Smet, 2004). Stres yang dialami ketika bekerja disebut dengan stres kerja.

The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) mendefinisikan stres

kerja sebagai suatu kondisi fisik dan emosional yang berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan

yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerjaan

(NIOSH, 2008).

Stress kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan dan tuntutan

pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki baik berupa tuntutan fisik atau

lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas yang muncul dari interaksi

antara individu dengan pekerjaannya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang

normal sehingga dinilai membahayakan dan tidak menyenangkan (Widyasari, 2010). Stres

kerja yang dirasakan disebabkan oleh suatu stresor.

Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) terdapat lima kategori besar sebagai faktor

penyebab stres, yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi,

pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan organisasi. Penyebab
stres kerja menurut Mangkunegara (2002), antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu

berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang

tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab,

konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja.

Kinerja dokter, bidan dan perawat merupakan suatu bagian yang sangat penting dari

sistem pelayanan kesehatan, seiring dengan berkembangnya zaman, dokter, bidan dan

perawat dituntut untuk meningkatkan kinerja dalam pelayanan kesehatan. Sementara,

apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia disektor kesehatan, khususnya di bagian pelayanan

dokter, bidan dan perawat saat ini jauh dari memadai dalam menghadapi tantangan di era

pandemic covid 19 . Pada masa pandemic covid 19 harus memiliki instansi yang kuat,

sumber daya manusia yang bermutu dalam jumlah yang cukup memadai, birokrasi dalam

pemerintah dan kompensasi kesehatan. Dampak dari pandemic covid 19 terhadap pelayanan

kesehatan akan menjadi lebih baik apabila diarahkan pada terciptanya pelayanan kesehatan

yang bermutu, sarana prasarana yang lengkap dan sumber daya manusia khususnya dokter,

perawat dan bidan yg cukup . Dengan hal ini maka instansi kesehatan hendaknya

mempersiapkan berbagai syarat penting dalam mengantisipasi dampak era pandemic covid 19

tersebut.

Dengan membaca pmk-nomor-43-tahun-2019-tentang-puskesmas, renbut ABK 2020

dan membandingkannya dengan kenyataan di puskesmas banjaran nambo DTP maka penulis

ingin meneliti sarana prasarana dan beban kerja yang berdampak pada stress kerja dan kinerja

pegawai di puskesmas banjaran anmbo DTP yang merujuk pada standar pmk-nomor-43-

tahun-2019-tentang-puskesmas dan renbut ABK 2020.


1.2 FOKUS PENELITIAN

Berdasarkan pembahasan masalah diatas, penulis akan memfokuskan beberapa masalah

yang akan diteliti diantaranya

• Membandingkan kesesuaian Peraturan Menteri Kesehatan nomor-43-tahun-2019-

tentang-puskesmas dengan sarana prasarana di Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan

PONED.

• Menganalisa beban kerja Dokter, perawat dan bidan di Puskesmas Banjaran Nambo

DTP dan PONED dengan membandingkan Renbut ABK 2020.

• Mengetahui pengaruh sarana prasarana dan beban kerja terhadap stress kerja di

Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

• Mengetahui pengaruh sarana prasarana dan beban kerja terhadap stress kerja serta

implikasinya pada kinerja pegawai di puskesmas Banjaran Nambo DTP yang

merupakan puskesmas rawat inap dan PONED

Hasil Kuisioner Pra-Survey Mengenai Stres Kerja Perawat

Di puskesmas Banjaran Nambo DTP

Tidak
No. Pertanyaan Setuju % % Jumlah
Setuju

B. Stres Kerja

Saya merasa pekerjaan di


Puskesmas banjaran Nambo
1 DTP ini memiliki tingkat
kesulitan dan target yang
tinggi

Saya merasa banyak


2 melakukan tugas diluar
uraian tugas saya
Saya merasa Shift kerja saya
3
sangat berlebih

1.3 RUMUSAN MASALAH

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan yang ada di setiap

kecamatan di Indonesia dan mempunyai kontribusi penting dalam mendukung keberhasilan

pembangunan kesehatan. Tahun 2019 PMK 43 disahkan, sehingga Puskesmas harus

melakukan pembenahan dan perbaikan untuk memberikan pelayanan terbaik dan mampu

memberi rasa aman terhadap keselamatan, kesehatan, kemudahan dan kenyamanan bagi

penggunanya. Dari latar belakang permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut.

• Apakah sarana prasarana Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED sudah

sesuai dengan standar Puskesmas menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor-

43-tahun-2019-tentang-puskesmas

• Apakah beban kerja Dokter, perawat dan bidan di Puskesmas Banjaran Nambo

DTP dan PONED sudah sesuai dengan Renbut ABK 2020

• Apakah ada pengaruh sarana prasarana dan beban kerja terhadap stress kerja di

Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

• Apa implikasi pada kinerja karyawan dari pengaruh sarana prasarana dan beban

kerja terhadap stress kerja di Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

• Memperoleh gambaran kondisi sarana prasarana di Puskesmas Banjaran Nambo

DTP dan PONED sudah sesuai atau belum dengan Peraturan Menteri Kesehatan

RI nomor-43-tahun-2019-tentang-puskesmas
• Pelaporan analisa beban kerja dokter , perawat dan bidan Puskesmas Banjaran

Nambo DTP dan PONED

• Memperoleh informasi mengenai pengaruh sarana prasarana dan beban kerja

terhadap stres kerja di Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

• Memperoleh gambaran mengenai implikasi kinerja pegawai sebagai akibat dari

stres kerja pegawai di Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Setelah penelitian dilaksanakan, diharapkan hasil yang diperoleh bermanfaat bagi

berbagai pihak. Manfaat yang dimaksud meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian akan berguna bagi para akademis dalam mengembangkan teori

manajemen sumber daya manusia, terutama mengenai sarana prasarana,beban kerja, stress

kerja dan kinerja untuk menghasilkan teori baru, serta untuk meningkatkan kualitas kinerja

di Puskesmas Banjaran Nambo DTP.

1.5.2 Manfaat Praktis

Untuk manajemen Puskesmas Banjaran Nambo DTP Kabupaten Bandung melalui

penelitian ini dapat menemukan faktor-faktor dari sarana prasarana dan beban kerja terhadap

stress kerja serta implikasinya terhadap kinerja karyawan di puskesmas Banjaran Nambo

DTP. Sehingga mampu mengambil langkah-langkah dalam meningkatkan kualitas kerja

dalam pelayanan.
a. Tersedianya gambaran ketersediaan sarana prasarana dan alat kesehatan secara menyeluruh

pada setiap ruangan di puskesmas

b. Tersedianya bahan acuan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana ketersediaan dan

kondisi sarana prasarana dan alat kesehatan di puskesmas.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan pengembangan dari teori-teori yang sudah ada yang digunakan

sebagai landasan teori yang berkaitan dengan manajemen Sumber daya manusia, sarana

prasarana, beban kerja, stress kerja serta kinerja pegawai. Selain itu disampaikan pula

mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan judul penelitian yaitu

Pengaruh sarana prasarana dan beban kerja terhadap stress kerja serta implikasinya pada

kinerja pegawai di Puskesmas Banjaran Nambo DTP . Tulisan yang berhubungan dengan
sarana prasarana ,beban kerja, stress kerja dan kinerja pegawai akan digunakan sebagai bahan

acuan pustaka dan merupakan dasar penulisan selanjutnya bagi penelitian ini. Diharapkan

hasil dari penelitian yang akan dilakukan dapat berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan selanjutnya.

2.1.1 Teori Manajemen dan Organisasi

Teori Manajemen

Istilah manajemen sendiri berasal dari bahasa Latin manui, yang berarti tangan yang pegang

kendali kuda agar sang kuda dapat diarahkan mencapai tujuan dengan baik. Menurut

Kadarman & Udaya (dalam Aditama 2010: 14) manajemen adalah suatu rentetan langkah

yang terpadu yang mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang bersifat

sosio-ekonomis-teknis.Sosio berarti menunjukan peran penting manusia dalam menggerakan

seluruh system organisasi. Ekonomi berarti kegiatan dalam system organisasi ini bertujuan

memenuhi kebutuhan hakiki manusia. Teknis berarti dalam kegiatan ini digunakan alat dan

cara tertentu secara sistematis.

Menurut Stoner, Freeman, Gilbert (2008: 8-9) menyatakan bahwa manajemen adalah

kebiasaan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk organisasi.

Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap organisasi dalam

mencapai sasarannya.

Sedangkan menurut Hanafi (2011) manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir,

mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan

menggunakan sumber daya organisasi. Manajemen pada dasarnya memiliki empat kerangka,

yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.


Manajemen banyak dikatakan sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan

sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai

suatu tujuan tertentu.

Peranan manajemen sangat besar terhadap keberhasilan suatu usaha dan perusahaan.

Dewasa ini manajemen tumbuh berkembang menjadi salah satu ilmu yang penting dan

mutlak dibutuhkan oleh setiap perusahaan. Semakin besar perusahaan, akan semakin besar

pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akibatnya peranan manajemen akan bertambah

besar pula. Manajemen adalah suatu keistimewaan dalam menangani masalah waktu dan

hubungan manusia ketika hal tersebut muncul dalam organisasi atau perusahaan.

Para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, tetapi pada prinsipmya

mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan

beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen, diantaranya adalah sebagai

berikut :

Manulang (2014 : 15) definisi manajemen adalah :

“Manajemen mengandung 3 (tiga) pengertian yaitu pertama manajemen sebagai

proses, kedua manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas

manajemen, dan yang ketiga adalah manajemen sebagai ilmu.”

Stonner dalam Sindoro (2013 : 8) definisi manajemen adalah :

“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan

pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”

Terry dalam Wren (2014:399) mendefinisikan manajemen sebagai berikut :


“The activity which plans, organizias and the operation of the basic element of men,

Material, machines, methods, money and markets, providing direction and

coordination, and giving leadership to human efforts, so as to achieve the sought

objectives of the enterprise.”

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan

pengendalian

2. Manajemen adalah perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni

3. Manajemen selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas yang telah ditetapkan terlebih

dahulu.

Bila dilihat dari definisi di atas jelaslah bawa manajemen adalah merupakan suatu proses

pengarahan dari pemberian fasilitas-fasilitas pada pekerjaan orang orang yang

diorganisasikan di dalam organisasi tersebut. Manajemen juga merupakan kegiatan yang

dilandasi ilmu dan seni untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bantuan orang

lain di dalam pencapaian tujuan organisasi atau kelompok, dan juga merupakan suatu proses

rangkaian kegiatan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dapat berlangsung secara efektif dan

efisisen.

Fungsi-fungsi Manajemen

Fungsi–fungsi manajemen dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: menurut Terry dalam

(Kasmir, 2016)
1. Planning (Merencanakan)

Perencanaan memiliki makna yang beragam bagi setiap orang. Dalam bagian ini

beberapa pengertian perencanaan yang dikemukakan oleh beberapa pakar, Hill dan

McShane (2008:106) mendefinisikan perencanaan sebagai berikut:

“Planning is a process whereby managers select goalds, choose actions (strategies) to

attain those goalds, allocate responsibility for implementing actions to specific

individuals or units, measure the success of actions by comparing actual resulls

against the goals, and revise plans accordingly”

Menurut definisi ini, perencanaan adalah proses dimana manajer menyeleksi

tujuan/sasaran, memiliki tindakan (strategi) untuk mencapai tujuan, mengalokasikan

tanggung jawab untuk mengimplementasikan tindakan kepada orang atau unit tertentu,

mengukur kesuksesan tindakan dengan membandingkan hasil aktual terhadap tujuan,

dan merevisi rencana itu dengan tepat.

Kedua menurut Gomez–Mejia & David B. Balkin (2012:134) sebagai berikut:

“a process that helps managers set objectives for the future and map out the activities

and means that will make it possible to achieve those objectives”.

Dengan demikian, perencanaan dalam pengertian ini merupakan proses yang membantu

manajer menetapkan tujuan untuk masa yang akan datang dan memetakan aktivitas dan

sarana yang memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut.


Dari kedua definisi tersebut ada empat unsur penting dalam setiap perencanaan:

tujuan/sasaran, tindakan/strategi, sumber daya/sarana dan implemantasi sebagai

berikut :

a. Tujuan

Sasaran atau target yang ingin dicapai organisasi dalam waktu tertentu. Suatu

organisasi mungkin ingin meningkatkan integritas pelayanan publik dari 6,5 menjadi

7. Menetapkan tujuan menuntut organisasi mengatisipasi apa yang mungkin terjadi

di masa yang akan datang

b. Tindakan

Langkah-langkah khusus yang di ambil organisasi untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Misalnya, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, bisa

dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada pegawai yang melayani langsung

masyarakat.

c. Alokasi sumber daya

Tindakan yang direncanakan tidak bisa dijalankan tanpa alokasi sumber daya yang

cermat. Tim manajemen harus menyadari bahwa kendala sumber daya yang

dihadapi organisasi sehingga mereka bisa menentukan apakah tujuan organisasi

secara realistis bisa dicapai. Dan anggaran, merupakan cara mengalokasikan dan

mengendalikan sumber daya untuk tiap langkah/ tahapan.

d. Implementasi

Implementasi meliputi membagi tugas di antara pelaksana yang berbeda, dan

menjelaskan batas waktu penyelesaian.

2. Organizing (organisasi )
Setiap organisasi agar dapat mencapai sasaran dan tujuan secara efektif harus dkelola

dengan baik, dengan kata lain fungsi manajemen harus dilaksanakan dengan efektif.

“The organizing function is extremely important to the management system because it

is the primary mechanism managers use to activate plans. Organizing creates and

maintains relation-ships between all organizational resources by indicating which

resources are to be used. A thorough organizing effort helps managers minimize costly

weaknesses, such as duplication of effort and idle organizational resources”.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa fungsi pengorganisasian sangat penting bagi

system manajemen karena beberapa alasan.

a. Pengorganisasian merupakan mekanisme utama yang digunakan manajer/ pimpinan

untuk mengaktifkan rencana.

b. Pengorganisasian menciptakan dan memilihara hubungan antara semua sumber daya

organisasi dengan menunjukan sumber daya mana yang harus digunakan untuk

aktivitas tertentu, dan kapan, dimana, serta bagaimana sumber daya itu digunakan.

c. Usaha organisasi yang baik membantu manajer/pimpinan meminimalkan

pemborosan, seperti duplikasi usaha dan sumber daya organisasi yang menganggur.

Ada lima tahap dalam pengorganisasian:

1) Mereflikasikan rencana dan tujuan

2) Menetapkan tugas-tugas utama

3) Membagi tugas-tugas utama tersebut menjadi tugas-tugas yang lebih kecil

4) Mengalokasikan sumber daya dan menetapkan petunjuk untuk tugas-tugas kecil

tersebut

5) Mengevaluasi hasil strategi pengorganisasian


Fungsi pengorganisasian tidak bisa dipisahkan dengan struktur organisasi, seperti

yang dinyatakan Colquitt, Lepine, dan Wesson dalam (Kasmir,2016)

“an organizational structure formally dictates how jobs and task aredivided and

coordinated between individuals and groups within the company”.

Dalam pengertian ini, struktur organisasi menentukan bagaimana pekerjaan dan

tugas dibagi dan dikoordinasikan di antara individu dan kelompok di dalam

perusahaan/organisasi.

Dalam tingkat tertentu struktur organisasi menjadi landasan bagi hampir semua

hal di dalam perilaku organisasi. Struktur organisasi mempengaruhi pola komunikasi

di antara pegawai, tugas-tugas yang dilakukan pegawai, tipe kelompok yang digunakan

organisasi, kebebasan yang dimiliki pegawai untuk berinovasi dan mencoba hal-hal

baru, bagaimana kekuasaan dan pengaruh dibagi dalam organisasi, dan seterusnya.

Struktur organisasi juga punya dampak yang signifikan terhadap kinerja keuangan dan

kemampuan mengelola karyawan.

3. Actuating (menggerakkan)

Penggerakan secara erat berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) yang pada

akhirnya merupakan pusat dari semua aktivitas manajemen. Menggerakkan menawar

tantangan dan tuntutan besar. Nilai, sikap, harapan, kebutuhan, ambisi, kepuasan

seseorang dan interaksi dengan orang lain dan dengan lingkungan fisik semuanya

terlibat dalam upaya penggerakkan. Pentingnya SDM suatu organisasi terletak pada
kemampuan merespon dengan tepat dan sukarela terhadap tujuan dan peluang kinerja

dan dalam upaya ini SDM memperoleh kepuasan baik dari menyelesaikan pekerjaan

maupun berada dalam lingkungan kerja tertentu. Hal ini menuntut bahwa orang yang

tepat, dengan perpaduan pengetahuan dan keterampilan yang tepat, pada tempat, dan

pada waktu yang tepat, melakukan pekerjaan yang diperlukan. Sebuah organisasi terdiri

atas manusia yang berkumpul bersama untuk memperoleh keuntungan timbal balik, dan

perusahaan diciptakan dan dihancurkan oleh kualitas dan perilaku orang-orangnya.

Pandangan moderen mengenai SDM adalah bahwa manusia :

(1) orang secara utuh dengan kebutuhan dan masa depan, dan

(2) bukan hanya kontributor saat ini tetapi juga kontributor jangka panjang bagi

pencapaian tujuan dan kesejahteraan organisasi dan masyarakat.

4. Controlling (mengendalikan )

Ada sejumlah pengertian pengendalian, pengendalian organisasi di definisikan sebagai :

“The systematic process through which managers regulate organizational activities to

make them consistent with the expectations estabilished in plans and to help them

achieve all predetermined standards of performance.”

Menurut definisi ini, pengendalian organisasi merupakan proses yang sistematis yang

dengan cara ini manajer mangatur aktivitas organisasi agar aktivitas itu konsisten

dengan harapan yang ditetapkan dalam rencana dan membantu aktivitas itu agar

mencapai semua standar kinerja yang telah di tetapkan.

Menurut Berry, A. L, Broadbent, J. and Otley, D, dalam (Kasmir,2016):

“Management control is primarily a process for motivating and inspiring people to

perform organization activities that will further the organization’s goals. It is also a
process for detecting and correcting unintentional performance errors and intentional

orregularities, such as theft or misuse of resources”

Dengan demikian, pengendalian manajemen terutama merupakan proses untuk

memotivasi dan menginspirasi orang untuk menjalankan aktivitas organisasi yang akan

memajukan tujuan organisasi. Pengendalian juga merupakan proses untuk mendeteksi

dan mengoreksi kesalahan kinerja yang disengaja, dan tidak disengaja seperti pencurian

atau penyalahgunaan sumber daya.

Dari dua definisi tersebut, ada beberapa hal esensial mengenai pengendalian:

a. Pengendalian merupakan proses yang sistematis dalam pengertian proses yang

bersifat mengatur, memotivasi, menginspirasi, mendeteksi, dan mengoreksi.

b. Tujuan pengendalian adalah agar aktivitas selaras atau konsisten dengan harapan-

harapan yang di tetapkan dalam perencanaan.

c. Pengendalian juga berfungsi untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan atau

penyimpangan baik disengaja maupun tidak.

Teori Organisasi

Sedangkan organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara

sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar

yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok

tujuan.
Ciri-ciri dari organisasi adalah :

1) Adanya komponen (atasan dan bawahan).

2) Adanya kerja sama

3) Adanya tujuan.

4) Adanya sasaran.

5) Adanya keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati.

6) Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas.

7) Adanya komunikasi antar suatu anggota dengan yang lain.

Organisasi memiliki unsur-unsur tertentu, yaitu:

1) Sebagai wadah atau tempat untuk bekerja sama

Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat dimana orang-orang dapat bersama

untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya organisasi menjadi saat

bagi orang-orang untuk melaksanakan suatu kerja sama, sebab setiap orang tidak

mengetahui bagaimana cara bekerja sama tersebut akan dilaksanakan. Pengertian tempat

di sini dalam arti yang konkrit, tetapi dalam arti yang abstrak, sehingga dengan demikian

tempat sini adalah dalam arti fungsi yaitu menampung atau mewadai keinginan kerja

sama beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian umum, maka

organisasi dapat berubah wadah sekumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan

tertentu misalnya organisasi buruh, organisasi wanita, organisasi mahasiswa dan

sebagainya.

2) Proses kerja sama sedikitnya antar dua orang

Suatu organisasi merupakan proses kerja sama sedikitnya antar dua orang. Dalam

praktek, jika kerja sama tersebut di lakukan dengan banyak orang, maka organisasi itu di

susun harus lebih sempurna dengan kata lain proses kerja sama di lakukan dalam suatu
organisasi, mempunyai kemungkinan untuk di laksanakan dengan lebih baik hal ini

berarti tanpa suatu organisasi maka proses sama itu hanya bersifat sementara, di mana

hubungan antar kerja sama antara pihak-pihak bersangkutan kurang dapat diatur dengan

sebaik-baiknya.

3) Jelas tugas kedudukannya masing-masing

Dengan adanya organisasi maka tugas dan kedudukan masing-masing orang atau pihak

hubungan satu dengan yang lain akan dapat lebih jelas, dengan demikian kesimpulan

dobel pekerjaan dan sebagainya akan dapat di hindarkan. Dengan kata lain tanpa orang

yang baik mereka akan bingung tentang apa tugas-tugasnya dan bagaimana hubungan

antara yang satu dengan yang lain.

4) Ada tujuan tertentu

Betapa pentingnya kemampuan mengorganisasi bagi seorang manajer. Suatu perencana

yang kurang baik tetapi organisasinya baik akan cenderung lebih baik hasilnya dari pada

perencanaan yang baik tetapi organisasi tidak baik.

Secara sederhana organisasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang merupakan

wadah atau sarana untuk mencapai berbagai tujuan atau sasaran organisasi memiliki banyak

komponen yang melandasi diantaranya terdapat banyak orang, tata hubungan kerja, spesialis

pekerjaan dan kesadaran rasional dari anggota sesuai dengan kemampuan dan spesialisasi

mereka masing-masing. Berikut ini peneliti akan kemukakan beberapa pengertian organisasi

menurut para ahli. Menurut Robbins (2014: 4) mengatakan, bahwa:

“Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah

batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus

menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.”


Selanjutnya Mangkunegara (2014:120) memberikan pengertian organisasi sebagai

berikut: “Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi

dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu”. Sementara itu

menurut Mooney (2013:303) menyatakan: “Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan

manusia untuk mencapai tujuan bersama”.

Waldo yang dikutip oleh Silalahi (2013:124) menyatakan definisi organisasi adalah :

“Organisasi adalah struktur hubungan-hubungan di antara orang-orang berdasarkan

wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem administrasi”. Sedangkan pengertian

organisasi menurut Thoha (2012:124) mengemukakan bahwa:

“Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang menunjukkan

wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk menjalankan suatu fungsi

tertentu. Hubungan yang berstruktur ini disebut hirarki dan konsekuensi dari hirarki

ialah adanya kategori kelompok superior dengan kelompok subordinasi.”

Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian pemasaran di atas dapat di

simpulkan bahwa organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun dalam

kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, Organisasi adalah

sistem kerjasama antara dua orang atau lebih, atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama

untuk pencapaian tujuan bersama, organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur

tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara

tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.


2.1.2 Sumber daya manusia

Sumber Daya Manusia merupakan terjemahan dari “human resources”, tetapi ada pula ahli

yang menyamakan Sumber daya manusia dengan “manpower” (tenaga kerja). Sebagian orang

juga menyetarakan pengertian Sumber daya manusia dengan personal (personalia,

kepegawaian, dan sebagainya) dalam Sutrisno (2009: 3).

Dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa

tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Menurut Werther dan Davis dalam Sutrisno (2009:1) Sumber daya manusia adalah pegawai

yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Timbulnya kebutuhan

untuk membantu organisasi dalam melaksanakan tujuannya merupakan profesionalisme

dalam bekerja. Kebutuhan akan profesionalisme menunjukkan bahwa semakin berperannya

Sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi.

Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Sulistiyani dan Rosidah (2003:9), yang dimaksud

sebagai Sumber daya manusia meliputi tiga pengertian, yaitu :

1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi

yang disebut juga personil, tenaga kerja atau karyawan.

2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam

mewujudkan eksistensinya.

3. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai

modal baik non material ataupun non finansial di dalam organisasi bisnis, yang dapat

diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan

eksistensinya.
Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki

akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya

(rasio, rasa dan karsa). Semua potensi Sumber Daya Manusia berpengaruh pada upaya

0rganisasi untuk mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan

informasi, tersedianya modal dan bahan tetapi jika tanpa Sumber Daya Manusia,

organisasi akan sulit untuk mencapai tujuan. Bagi organisasi untuk menjadi unggul

harus memiliki tiga sumber daya strategis.

Tiga sumber daya kritis tersebut menurut Ruki (2003) dalam Sutrisno (2009:

5) adalah:

1. Financial Resources, yaitu sumber daya berbentuk modal/dana yang dimiliki

2. Human Resources, yaitu sumber daya yang berbentuk dan berasal dari manusia atau

disebut juga modal insane.

3. Informational Resource, yaitu sumber daya yang berasal dari berbagai informasi yang

diperlukan untuk membuat keputusan strategis maupum taktis.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:214) manajemen Sumber daya manusia adalah serangkaian

aktivitas organisasi yang diarahkan pada usaha untuk menarik, mengembangkan dan

mempertahankan angkatan kerja yang efektif. Manajemen Sumber daya manusia berlangsung

dalam konteks lingkungan yang rumit dan selalu berubah serta semakin dianggap penting

secara strategis.

Manajemen Sumber daya manusia Menurut Handoko (2010:03) manajemen Sumber daya

manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan Sumber

daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi.


Manajemen Sumber daya manusia adalah aktivitas yang dilakukan merangsang,

mengembangkan, memotivasi, dan memelihara kinerja yang tinggi dalam organisasi menurut

Marihot Tua (dalam Sunyoto, 2013:1). Dimana Sumber daya manusia dengan keseluruhan

penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk

mendapatkan tenaga kerja, pengembangan dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan

dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan

sosial dapat dipertanggung jawabkan. Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam

organisasi, efektifitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia. Dikutip dari

Sulistiyani dan Rosidah (2003:10-11), Amstrong mengatakan bahwa pendekatan manajemen

manusia didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu :

1. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki organisasi,

sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci keberhasilan organisasi.

2. Keberhasilan ini sangatlah mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan

prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan,

memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan serta perencanaan strategis.

3. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial berasal dari kultur

tersebut sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang

terbaik.

4. Manajemen manusia, berhubungan dengan integrasi yaitu menjadikan semua anggota

organisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Mondy (2008), dalam dunia kompetitif, dewasa ini dimana-mana perusahaan

bersaing untuk mendapatkan bakat terbaik, mengembangkan merek Sumber daya manusia

yang tepat sangatlah penting yang mengacu pada citra atau budaya perusahaan yang

bersangkutan.
Proses manajemen Sumber daya manusia bermula dari perencanaan, penarikan, seleksi,

pelatihan dan pengembangan, evaluasi prestasi, promosi dan demosi. Perencanaan dimulai

dengan menganalisis situasi ketenagaan organisasi, memperkirakan kebutuhan tenaga kerja,

menentukan supply internal dan supply external, merencanakan rekruitmen dan

pemberhentian atau pensiun dan merencanakan pelatihan dan pengembangan tenaga kerja.

Seleksi ditujukan untuk memilih tenaga kerja yang diinginkan. Pelatihan ditujukan untuk

menjaga dan meningkatkan prestasi kerja saat ini. Sementara pengembangan ditujukan untuk

meningkatkan prestasi saat ini dan masa mendatang

Dapat disimpulkan bahwa manajemen Sumber daya manusia merupakan suatu proses yang

terdiri dari :

1. Rekrutmen

Proses penarikan orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan lamaran

atas pekerjaan yang belum terisi. Sumber pelamar berasal dari dalam dan luar organisasi

(Griffin dan Ebert, 2007:217).

2. Seleksi

Proses memilih seseorang untuk dipekerjakan. Tujuannya adalah mengumpulkan

informasi yang akan memperkirakan tingkat keberhasilan kerja para pelamar dan

kemudian mempekerjakan kandidat yang dianggap berpeluang paling berhasil. Proses

validasi atas penentuan nilai prediktif atas informasi terjadi pada tahap ini. Tahapannya

dapat melalui pengisian formulir, tes tertulis, wawancara ataupun teknik lainnya (Griffin

dan Ebert, 2007:218).

3. Pengembangan

Setelah terjadi proses rekrutmen, perusahaan haruslah memperkenalkan pekerjaan baru

bagi para karyawan baru. Para manajer harus mengambil langkah untuk melatih dan
mengembangkan lebih lanjut keterampilan kerja yang diperlukan. Selain itu, setiap

perusahaan memiliki beberapa sistem penilaian dan umpan balik kinerja. Namun

terkadang hasil dari penilaian ini terkadang menuntut prosedur untuk menurunkan taupun

memutuskan hubungan kerja dengan karyawan (Griffin dan Ebert, 2007:219-221).

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan biasanya dilakukan organisasi dengan memberikan semangat bekerja,

berdisiplin tinggi dan bersikap loyal sangat membantu dalam menunjang tercapainya

tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2009:6). Menurut Hasibuan (1997:195), pemeliharaan

adalah usaha untuk mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan

sikap karyawan agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang

tercapainya tujuan perusahaan. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program

kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar dari aparatur.

5. Penggunaan

Penggunaan Sumber daya manusia menekankan pada pelaksanaan tugas dan pekerjaan

oleh aparatur agar lebih efektif dan efisien serta jenjang peningkatan posisi aparatur

(Sedarmayanti, 2009:6).

Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat menentukan bagi kelangsungan dan

kemajuan suatu organisasi, sebab meskipun seluruh sumber daya lainnya tersedia tetapi

apabila tidak ada kesiapan dari sumber daya manusianya organisasi tersebut dipastikan tidak

akan berjalan dengan baik.

Sumber daya manusia di organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujud

kesimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi.

Pengertian sumber daya manusia/manajemen sumber daya manusia (MSDM) menurut


beberapa ahli konteknya berbeda, tetapi pada intinya sama. Menurut Gomez (2013:3),

menyatakan bahwa :

“Mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam

suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah

yang paling penting dan sangat menentukan. Sumber daya manusia merupakan satu-

satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan,

keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya”.

Sedangkan menurut Wahyudi (2012:9) menyatakan bahwa:

“Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dari pada pengadaan, pengembangan,

pemberian balas jasa, penginregrasian, pemeliharaan dan pemisahan sumberdaya

manusia ke suatu titik terakhir di mana tujuan-tujuan perorangan, organisasi dan

masyarakat terpenuhi”.

Selanjutnya menurut Flippo dalam Moh. Masud (2013: 5) :

“Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian atas pengadaan,

pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian

sumber daya manusia, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan

masyarakat”.

Mangkunegara (2014:2) menyatakan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia:

“Merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan

pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa,


pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai

tujuan organisasi”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia

adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana mendayagunakan sumber daya manusia

dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia secara optimal

sehingga tercapai tujuan perusahaan/organisasi maupun individu.

2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia.

Menurut.Flippo dalam Moh. Masud (2013: 12), bahwa manajemen sumber daya manusia

memiliki dua fungsi yaitu fungsi manajerial dan fungsi operatif untuk mengelola personalia

suatu organisasi agar tujuan tercapai. Empat fungsi manajerial yang diperlukan oleh

manajemen sumber daya manusia meliputi:

1. Fungsi perencanaan sumber daya manusia adalah merencanakan sumber daya

manusia agar sesuai dengan kebutuhan organisasi dan efektif serta efisien dalam

membantu terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan.

2. Fungsi pengorganisasian sumber daya manusia, merupakan kegiatan untuk

mengorganisasi semua pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan

kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasinya dalam bagan organisasi.

3. Fungsi pengarahan sumber daya manusia, merupakan kegiatan mengarahkan

semua pegawai agar mau bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu

tercapainya tujuan organisasi.

4. Fungsi pengawasan sumber daya manusia, yaitu kegiatan mengendalikan semua

pegawai agar mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana

yang dibuat.
Secara berurutan ada 6 fungsi operatif dalam manajemen sumber daya manusia yang

meliputi:

1. Fungsi pengadaan sumber daya manusia

Berfungsi untuk memperoleh jenis (kualitas) dan jumlah (kuantitas) personalia yang

tepat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Fungsi pengembangan sumber daya manusia

Berfungsi untuk meningkatkan kemampuan atau keahlian melalui pelatihan yang

dibutuhkan untuk kinerja pekerjaan yang tepat

3. Fungsi kompensasi manajemen sumber daya manusia; Berfungsi untuk mengkaji dan

melaksanakan sistem balas jasa yang memadai adil bagi personalia atas dasar

sumbangan mereka terhadap pencapaian tujuan organisasi.

4. Fungsi pengintegrasian manajemen sumber daya manusia, merupakan kegiatan untuk

mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta

kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan

5. Fungsi perawatan manajemen sumber daya manusia, berfungsi untuk memelihara

personalia agar kemauan bekerja mereka hidup terus menerus.

6. Fungsi pemutusan hubungan kerja, merupakan tindakan pemutusan hubungan kerja

seseorang dengan suatu organisasi, baik itu pensiun, pengunduran diri ataupun sebab

lainnya.

Menurut Mangkunegara (2011:2) terdapat enam fungsi operatif manajemen sumber

daya manusia, yaitu berikut ini:

1. Pengadaan tenaga kerja terdiri dari:

a. Perencanaan Ssmber daya manusia

b. Analisis jabatan
c. Penarikan pegawai

d. Penempatan kerja

e. Orientasi kerja (job orintation)

2. Pengembangan tenaga kerja mencakup:

a. Pendidikan dan pelatihan (training and development)

b. Pengembangan (karir)

c. Penilaian prestasi kerja.

d. Pemberian balas jasa mencakup:

e. Balas jasa langsung terdiri dari:

- gaji/upah

- insentif

f. Balas jasa tak langsung terdiri dari:

- keuntungan (benefit)

- pelayanan/kesejahteraan (services)

3. Integrasi mencakup:

a. kebutuhan karyawan

b. motivasi kerja

c. kepuasan kerja

d. disiplin kerja

e. partisipasi kerja

4. Pemeliharaan tenaga kerja mencakup:

a. komunikasi kerja

b. kesehatan dan keselamatan kerja

c. pengendalian konflik kerja

d. konseling kerja
5. Pemisahan tenaga kerja mencakup: pemberhentian karyawan/pegawai

2.1.2.2 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Rivai dan Sagala (2014:16) peranan MSDM dalam menjalankan aspek sumber daya

manusia harus dilakukan dengan baik sehingga kebijakan dan praktik dapat berjalan sesuai

yang diinginkan perusahaan, yang meliputi kegiatan antara lain:

1. Melakukan analisis jabatan.

2. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja.

Rekrutmen atau penarikan adalah proses menarik perhatian sejumlah calon karyawan

potensial dan mendorong mereka agar melamar pekerjaan pada sebuah organisasi.

Hasil proses rekrutmen adalah sekumpulan pelamar yang memenuhi syarat.

3. Menyeleksi calon pekerja.

Seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan orang-orang dari sekumpulan

pelamar yang cocok dengan posisi yang ditawarkan dan dengan organisasi. Hasil

proses seleksi adalah para calon karyawan yang paling memenuhi syarat di antara

para pelamar.

4. Memberikan pengenalan dan penempatan pada karyawan baru.

5. Menetapkan upah, gaji dan cara memberikan kompensasi.

Kompensasi atau balas jasa didefinisikan sebagai semua imbalan yang diterima oleh

seseorang sebagai balasan atas kontribusinya terhadap organisasi. Imbalan yang

diberikan kepada karyawan itu dapat berupa kombinasi dari bentuk-bentuk berikut ini.

a. Gaji atau upah yakni uang yang diterima oleh seseorang sebagai imbalan atas

pekerjaannya.
b. Insentif dan bagi hasil yakni uang atau barang yang diberikan kepada karyawan, di

luar gaji/upah pokok, berdasarkan kinerja individu/organisasi.

c. Tunjangan dan pelayanan yakni imbalan finansial tambahan selain gaji/ upah pokok,

misalnya tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, cuti, liburan, dan asuransi

kesehatan.

d. Imbalan non finansial, misalnya pekerjaan yang menyenangkan dan lingkungan

kerja yang nyaman.

e. keselamatan kerja meliputi upaya untuk melindungi para pekerja dari cidera akibat

kecelakaan kerja. Kesehatan kerja adalah terbebasnya para pekerja dari penyakit dan

terwujudnya kesejahteraan fisik dan mental pekerja.

f. Hubungan industrial atau hubungan pekerja adalah sebuah sistem hubungan yang

terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang terdiri atas

unsur pengusaha, pekerja atau buruh dan pemerintah.

Penelitian sumber daya manusia adalah studi sistematis tentang sumber daya manusia,

sebuah perusahaan dengan maksud memaksimalkan pencapaian tujuan individu dan

tujuan organisasi.

6. Memberikan insentif dan kesejahteraan.

7. Mengevaluasi kinerja.

8. Mengkomunikasikan, memberikan penyuluhan, menegakkan disiplin kerja.

9. Memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

10. Membangun komitmen kerja.

11. Memberikan keselamatan kerja.

12. Memberikan jaminan kesehatan.

13. Menyelesaikan perselisihan perburuhan.

14. Menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan.


2.1.3 Teori puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas sebagai salah satu jenis

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam

Sistem Kesehatan Nasional, khususnya dalam subsistem upaya kesehatan.

Penyelenggaraan Puskesmas perlu penataan untuk meningkatkan

aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, menjadi suatu hal

yang penting bagi setiap Puskesmas untuk memenuhi standar agar pelayanan

dapat dilakukan secara optimal.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat dibuat sebagai salah satu upaya standarisasi pelayanan

Puskesmas di seluruh Indonesia. Permenkes tersebut mengatur

penyelenggaraan pelayanan Puskesmas, meliputi tujuan, prinsip, tugas, fungsi

dan kewenangan, persyaratan mendirikan, peralatan kesehatan, SDM, kategori

puskesmas, perizinan dan registrasi, kedudukan dan organisasi, upaya

kesehatan, akreditasi, jaringan dan jejaring pelayanan, sistem rujukan,

pendanaan, sistem informasi, serta pembinaan dan pengawasan.


Pemenuhan terhadap standar Permenkes 75/2014 khususnya terhadap

aspek sarana prasarana dan alat kesehatan perlu dipantau dan dievaluasi secara

berkala dan berkesinambungan. Dalam rangka pemantauan tersebut diperlukan

instrumen yang dapat menggambarkan ketersediaan dan capaian, baik secara

kuantitas maupun kualitas. Untuk itu Profil Sarana Prasarana dan Alat

Kesehatan Puskesmas di Kota Palembang Tahun 2019 ini dapat menjadi salah

satu bentuk sistem informasi kesehatan yang memberikan gambaran

ketersediaan dan capaian sarana prasarana dan alat kesehatan di puskesmas

pada tahun 2018.

2.1.4. Sarana prasarana

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 999) menyatakan bahwa sarana adalah segala

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan.

Pengertian Sarana dan Prasarana Menurut KBBI (2007: 999) sarana adalah segala

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan, alat,

media. Mulyasa (2004: 49) memaparkan bahwa yang disebut dengan sarana belajar

merupakan segala peralatan yang secara langsung digunakan oleh guru atau siswa

dalam proses belajar mengajar contohnya seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi,

serta media pembelajaran. Selain itu, menurut Tholib (2000: 97) sarana pendidikan

adalah peralatan yang secara langsung yang dapat mencapai tujuan pendidikan,

misalnya: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium, dan sebagainya. Sedangkan

Menurut KBBI (2007: 999) prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan

sebagainya). Berbeda dengan pendapat Daryanto (2008: 51) secara bahasa yang

disebut dengan prasarana berarti alat yang tidak langsung digunakan untuk mencapai

tujuan dalam pendidikan misalnya : lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan

olahraga, uang dan sebagainya. Adapun prasarana belajar menurut Makin &

Baharuddin (2010: 84) adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang

jalannya proses pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju

sekolah dan sebagainya

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 893) menyatakan bahwa Prasarana pendidikan

jasmani adalah suatu yang diperlukan dalam pendidikan jasmani, yang bersifat semipermanen

(perkakas) dan dapat dipindah-pindahkan maupun yang bersifat permanen (fasilitas) yang

tidak dapat dipindahkan. Soepartono (2000: 5) mengemukakan bahwa prasarana berarti

“segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha atau

pembangunan).” Dalam olahraga prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang

mempermudah atau memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu

sifat tersebut adalah susah dipindahkan. 10 Agus S. S (2004: 4) menyatakan bahwa Prasarana

atau perkakas adalah “segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran pendidikan

jasmani, dapat dipindahkan (bisa semi permanen) tetapi berat dan sulit. Antaralain adalah

matras, peti lompat, kuda-kuda, palang tunggal, palang sejajar, palang bertingkat, meja tenis

meja, trampolin. Perkakas ini idealnya tidak dipindah-pindah, agar tidak mudah rusak,

kecuali kalau memang tempatnya terbatas sehingga harus selalu bongkar pasang.

2.1.5 Beban Kerja


2.1.5.1 Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah banyaknya jumlah pekerjaan yang harus dilakukan dengan waktu

yang telah ditetapkan untuk memenuhi sarana pelayanan yang berkualitas. Beban kerja juga

merupakan fungsi dan waktu, kompleksitas, dan volume dari intervensi yang harus dilakukan

dalam suatu priode tertentu, (Holden, 2011).

Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh

seseorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan dengan demikian

beban kerja yang harus di tanggung oleh perawat tergantung pada tugas perawat dalam suatu

unit pelayanan keperawatan, (Retnaningsih & Fatmawati, 2016).

Beban kerja terdiri dari beban kerja fisik dan beban kerja mental. Beban kerja fisik

didefinisikan sebagai reaksi manusia untuk pekerjaan fisik eksternal. Beban kerja fisik

tergolong kedalam beban kerja eksternal yaitu beban kerja yang berasal dari pekerjaan yang

sedang dilakukan. Ariati & Dewantari, dalam (Rini astuti, 2018).

2.1.5.2 Komponen Beban Kerja

Ada beberapa komponen beban kerja perawat, antara lain:

1. Jumlah klien yang di rawat perhari, perbulan, dan pertahun

Pelayanan keperawatan dapat diberikan secara maksimal apabila ada

keseimbangan antara beban kerja, jumlah pasien dan tenaga perawat. Untuk

melayani pasien dan lamanya waktu untuk menyelesaikan tugas, dapat diketahui

melalui jumlah pasien untuk menentukan besarnya beban kerja perawat

2. Tingkat ketergantungan pasien


Pasien yang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi akan berakibat

terhadap tingginya beban kerja perawat. Perawat harus selalui memantau

kebutuhan dan kondisi pasien

3. Rata-rata lama perawatan pasien

Lama perawatan pasien di rumah sakit akan mempengaruhi beban kerja perawat.

Dengan menggunakan data administrasi rumah sakit akan dihitung rata-rata lama

perawatan pasien. Semakin singkat waktu perawatan pasien, semakin banyak

tindakan keperawatan dalam waktu yang bersamaan, maka semakin besar beban

kerja perawat

4. Jenis kegiatan perawat

Kegiatan perawat dikelompokkan menjadi dua yaitu: kegiatan langsung maupun

yang tidak langsung. Kegiatan langsung adalah kegiatan yang langsung

berhubungan dengan pasien. Sedangkan kegiatan yang tidak langsung adalah

kegiatan perawat berdasarkan fungsinya namun tidak langsung ke pasien seperti

menulis di rekamedis, mengambil obat dan sebagainya.

2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beban kerja tidak diukur dari jumlah klien yang dirawat, tetapi dari tingkat

ketergantungan klien. Tenaga keperawatan menurun saat kebutuhan klien meningkat

sehingga beban kerja perawat semakin meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi beban

kerja adalah faktor keterampilan manajemen perawat. Sehingga beban kerja dapat disebabkan

karena meningkatnya tuntutan kepada perawat dan kurangnya jumlah perawat (Holden,

2011).
Upaya untuk mengurangi beban kerja yang tinggi salah satunya dengan menyediakan

tenaga kerja yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Pelayanan keperawatan yang

bermutu dapat dicapai apabila terdapat keseimbangan antara jumlah perawat dengan beban

kerja yang dihadapi (Cardova, 2010).

Menurut Damos dalam wicaksana (2016) menegaskan hal tersebut dalam beberapa

faktor yang mempengaruhi beban kerja diantaranya:

1. Tuntutan situasi dan pengaruh eksternal

Pertama adalah kebutuhan kerja dan pembagian tugas, yaitu antara fungsi sistem dan

manusia merupakan langkah awal dalam desain sistem dan pembagian ini akhirnya akan

menimbulkan tuntutan situasi pada pekerja. Selama desain sistem dilakukan, tim yang

mendesain memutuskan fungsi mana yang diberikan pada manusia dan mana yang

diberikan pada sistem. Sekali telah dilakukan, tim yang mendesain memutuskan fungsi

mana yang diberikan pada manusia dan mana yang diberikan pada sistem. Sekali telah

dilakukan pembagian, fungsi dan juga desain dari kendali dan display akan mengarahkan

tugas dari pekerja. Tugas yang dibagi kepada pekerja merepresentasikan pekerjaan

pekerja. Teknik faktor manusia dari analisa tugas (task analysis) berpusat pada

pemahaman bagaimana tugas ini akan memangaruhi keseluruhan kerja dari pekerja, dan

sejauh mana tugas-tugas tersebut tak dapat dikerjakan pada tingkat yang diinginkan.

Task (tugas) dapat memengaruhi beban kerja yang dirasakan oleh pekerja melalui

banyak cara. Misalnya, melalui tindakan apa yang harus dilakukan oleh seseorang

pekerja dalam memenuhi tugasnya, melalui jumlah dan tipe dari tugas yang akan

ditampilkan, melalui jumlah dan tipe dari tugas yang akan ditampilkan, melalui

keterbatasan waktu yang tersedia dalam menyelesaikan tugas maupun melalui tingkat
akurasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas. Kesemua hal di atas menjadi faktor

yang berkontribusi terhadap munculnya tuntutan situasi.

Kedua adalah konteks lingkungan, yaitu tugas yang dikerjakan oleh pekerjaan

tidaklah dikerjakan sendiri. Suatu tugas dilakukan di dalam suatu keadaan yang berbeda-

beda yang dapat memengaruhi tingkat kesulitan yang dialami oleh pekerja. Bagaimana

seorang pekerja berinteraksi dengan sekelilingnya juga memberikan dampak yang

penting terhadap kinerja dan beban kerja. Beberapa faktor ekternal yang dapat mengubah

tuntutan situasi dan memengaruhi tingkat kesulitan yakni lingkungan ekternal dimana

tugas dilakukan (misalnya panas, kelembaban, suara, penerangan, getaran, dan gaya

gravitasi), desain dari unit pertukaran informasi manusia-mesin (misalnya tipe dan

ukuran dari display dan kendali, serta bentuk susunannya), desain dari pengemasan

manusia (misalnya pakaian pelindung, posisi duduk) serta desain dari keseluruhan

tempat kerja (misalnya ukuran, pencahayaan di dalamnya, ventilasi, kendali kelembaban

dan suhu, dan pengurangan getaran).

a. Pekerja

Setiap pekerja memasuki suatu situasi dengan membawa pengaruh-pengaruh

yang dapat memengaruhi kinerja. Kondisi sementara yaitu merujuk kepada kondisi

awal misalnya kondisi kesegaran tubuh seseorang, yang bisa saja berpengaruh kepada

pelaksanaan tugas. Sifat/bawaan menetap, yaitu tidak hanya kondisi sementara, kondisi

seorang pekerja dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yang tidak mudah berubah,

misalnya tujuan/motivasi, pengetahuan/keterampilan, dan kemampuan proses berfikir

ini akan berinteraksi dan berinteraksi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk
mencapai tujuan dari tugas. Individu berbeda-beda di dalam hal tujuan, sejauh apa

tujuan tersebut sudah terpuaskan hingga saat ini, dan sejauh mana pemenuhan tugas

dipandang sebagai pencapaian tujuan.mereka juga berbeda dalam hal persepsi

mengenai kecepatan dan akurasi yang dibutuhkan saat menyelesaikan tugas. Faktor-

faktor ini akhirnya menentukan tingkat motivasi dalam pemenuhan tugas dan sebagai

akibatnya, menentukan sejauh mana usaha yang secara sukarela diberikan oleh individu

tersebut. Kapasitas proses berfikir dari seorang individu dibedakan dari pengetahuan

dan keterampilan yang telah diperolehnya melalui pelatihan dan pengalaman.

Pengetahuan (misalnya mengenai fakta-fakta, peraturan-peraturan, prosedur pemakaian

peralatan) dapat dianggap sebagai sumber yang dimiliki oleh individu yang dapat

dimanfaatkan oleh proses kognitif. Untuk menggunakan pengetahuan tersebut, seorang

individu harus melibatkan proses dinamis lainnya untuk mengingat dan memanipulasi

pengetahuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas kemampuan proses kognitif

dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi yang didapat dari display dan

memanipulasi kendali yang ada.

2.1.5.4 Dimensi dan indikator Beban Kerja

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) digunakan untuk

menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas baik

yang merupakan beban kerja fisik maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat
meningkatkan kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan

yang sebenarnya (real world environment). (Mastini dalam Wicaksana 2016).

Dalam penerapan SWAT akan memberikan skala subjektif yang sederhana dan

mudah dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan

oleh pekerja. SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional

dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load),

beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological stress load). Masing-

masing terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi (mastini dalam wicaksana,

2016). Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi adalah sebagai berikut:

1. Time load adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan,

pelaksanaan dan monitoring tugas. (Beban waktu rendah, beban waktu sedang, beban

waktu tinggi)

2. Mental Effort Load adalah mendukung atau memperkirakan seberapa banyak usaha

mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas (beban

usaha mental rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha mental tinggi).

3. Psychological Stress Load adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi

yang dihubungkan dengan peformansi atau penampilan tugas (beban tekanan

psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban psikologis tinggi).

Indikator beban kerja dapat di perhitungkan dari beberapa aspek, menurut (Adipradana,

2008 ) yaitu:

1. Aspek Fisik

Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis seseorang.

Kondisi kesahatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan

pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja
yang nyaman dan memadai, pekerjaan yang sesuai dengan jumlah pekerjaan yang

dikerjakan sesuai dengan jumlah pegawai yang ada.

2. Aspek Mental (Psikologis)

Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi vital tubuh.

Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan

sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah padahal secara

moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan

aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak daripada kerja otot.

3. Aspek Pemanfaatan waktu

Yaitu lebih mempertimbangkan pada aspek penggunaan waktu untuk bekerja

2.1.6. Konsep Faktor Stres Kerja

Stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,

perubahan dan ketegangan emosi (Sunaryo, 2002). Stres pekerjaan dapat disebabkan

oleh beban kerja dan kondisi kerja (Lazarus, dalam Abraham & Shanley, 1992). Dari

hasil survei yang dilakukan Dewe (1989), lima sumber stres kerja perawat adalah

beban kerja berlebihan, kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, kesulitan

terlibat dalam merawat pasien krisis, berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien,

dan merawat pasien yang gagal untuk membaik Manifestasi dari stres tersebut akan

diekspresikan dalam tindakan yang terburu-buru dan tidak optimal. Adapun dampak

lain dari stres, antara lain penyakit fisik yang diinduksi oleh stres, kecelakaan kerja,

absenteisme, lesu kerja dan gangguan jiwa ( Abraham & Shanley, 1997).
Menurut Anwar Prabu (1993, h.93), stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan

atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam mengahdapi pekerjaannya. Menurut

Gibson dkk (1996, h.339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan

penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses

psikologi yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar

(lingkungan), situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau

fisik berlebihan kepada seseorang. Menurut Panji Anoraga (2001, h.108), stres kerja

adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu

perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya

terancam. Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja

yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau

tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil

interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Ashar

Sunyoto, 2001, h.380). Menurut Philip L (dikutip Jacinta L, 2002), menyatakan

bahwa seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika:

a. Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak oraganisasi atau perusahaan

tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan,

karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang

terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.

b. Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.

c. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk

menyelesaikan persoalan stres tersebut.

Sebenarnya stres kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan

manusia. Selye membedakan stres menjadi 2 yaitu distress yang destruktif dan

eustress yang merupakan kekuatan positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan


prestasi yang tinggi. Semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi juga

produktivitas dan efisiensinya. Demikian pula sebaliknya stres kerja dapat

menimbulkan efek yang negatif. Stres dapat berkembang menjadikan tenaga kerja

sakit, baik fisik maupun mental sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal

(Ashar Sunyoto, 2001, h.371,374).

Penyebab Stres Kerja Menurut Gibson dkk (1996, h.343-350) menyatakan bahwa

penyebab stres kerja ada empat yaitu sebagai berikut a. Lingkungan fisik Penyebab

stres kerja dari lingkungan fisik berupa cahaya, suara, suhu, dan udara terpolusi. b.

Individual Tekanan individual sebagai penyebab stres kerja terdiri dari: 1. Konflik

peran Stressor atau penyebab stres yang meningkat ketika seseorang menerima pesan-

pesan yang tidak cocok berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai. Misalnya

adanya tekanan untuk bergaul dengan baik bersama orang- orang yang tidak cocok. 2.

Peran Ganda Untuk dapat bekerja dengan baik, para pekerja memerlukan informasi

tertentu mengenai apakah mereka diharapkan berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Peran ganda adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak, hak khusus

dan kewajiban- kewajiban dalam mengerjakan suatu pekerjaan. 3. Beban kerja

berlebihan Ada dua tipe beban berlebih yaitu kuantitatif dan kualitatif. Memiliki

terlalu banyak sesuatu untuk dikerjakan atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif. Beban berlebih

kualitatif terjadi jika individu merasa tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau standar penampilan yang dituntut terlalu

tinggi. 4. Tidak adanya kontrol Suatu stresor besar yang dialami banyak pekerja

adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. Sehingga langkah kerja, urutan

kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas dan

kendali jadwal merupakan hal yang penting. 5. Tanggung jawab Setiap macam
tanggung jawab bisa menjadi beban bagi beberapa orang, namun tipe yang berbeda

menunjukkan fungsi yang berbeda sebagai stresor. 6. Kondisi kerja c. Kelompok

Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok.

Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa individu.

Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran ganda yang

tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang- orang dan

kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan yang buruk

dengan kawan, atasan, dan bawahan. d. Organisasional Adanya desain struktur

organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya kebijakan khusus. Menurut

Carry Cooper (dikutip dari Jacinta F, 2002) menyatakan bahwa sumber stres kerja ada

empat yaitu sebagai berikut: a. Kondisi pekerjaan 1. Kondisi kerja yang buruk

berpotensi menjadi penyeba karyawan mudah jatuh sakit, jika ruangan tidak nyaman,

panas, sirkulasi udara kurang memadahi, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja

kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. 2.

Overload. Overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan

overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi

kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada

dalam tegangan tinggi. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat

kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan karyawan. 3. Deprivational stres.

Kondisi pekerjaan tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan.

Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan

tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). 4.

Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan yang beresiko tinggi atau berbahaya bagi

keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, dan

sebagainya. b. Konflik Peran Stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan
tidak tahu yang diharapkan oleh manajemen. Akibatnya sering muncul ketidakpuasan

kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga ahirnya timbul keinginan untuk

meninggalkan pekerjaan. Para wanita yang bekerja mengalami stres lebih tinggi

dibandingkan dengan pria. Masalahnya wanita bekerja ini menghadapi konflik peran

sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. c. Pengembangan Karir Setiap orang

pasti punya harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Namun

cita- cita dan perkembangan karir banyak sekali yang tidak terlaksana. d. Struktur

Organisasi Gambaran perusahaan yang diwarnai dengan struktur organisasi yang

tidak jelas, kurangnya kejelasan mengenai jabatan, peran, wewenang dan tanggung

jawab, aturan main yang terlalu kaku atau tidak jelas, iklim politik perusahaan yang

tidak jelas serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan menjadi stres.

Pengendalian yang buruk terhadap penyebab stres kerja dapat berakibat pada penyakit

dan menurunnya penampilan dan produktivitas. Stres kerja dapat disebabkan oleh

beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas

pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak menentu, autoritas yang tidak

memadahi yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai

antara karyawan dengan perusahaan, dan frustasi (Anwar Prabu, 1993, h.93). Menurut

Ashar Sunyoto (2001, h.381), mengelompokkan faktorfaktor penyebab stres dalam

pekerjaan yaitu sebagai berikut: a. Faktor – faktor instrinsik dalam pekerjaan Meliputi

tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik berupa bising, vibrasi (getaran),

higene. Sedangkan tuntutan tugas mencakup: 1. Kerja shif atau kerja malam Kerja

shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Para pekerja shift

lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja

pagi, siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin

menyebabkan gangguan perut. 2. Beban kerja Beban kerja berlebih dan beban kerja
terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. 3. Peran terhadap risiko dan bahaya

Risiko dan bahaya dikaitkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber stres. Makin

besar kesadaran akan bahaya dalam pekerjaannya makin besar depresi dan kecemasan

pada tenaga kerja. b. Peran individu dalam organisasi Setiap tenaga kerja mempunyai

kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan- aturan yang ada dan

sesuai yang diharapkan atasannya. Namun tenaga kerja tidak selalu berhasil

memainkan perannya sehingga timbul: 1. Konflik peran 2. Ketaksaan peran

Ketaksaan peran dirasakan jika seseorang tenaga kerja tidak memiliki cukup

informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau tidak

merealisasikan harapan- harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. c.

Pengembangan karir Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi yang kurang. d.

Hubungan dalam pekerjaan Harus hidup dengan orang lain merupakan salah satu

aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu

kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan

organisaasi. e. Struktur dan iklim organisasi Kepuasan dan ketidakpastian kerja

berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang

ditemui terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau barperan serta

dalam organisasi. f. Tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan Kategori pembangkit

stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seorang yang dapat berinteraksi

dengan peristiwa- peristiwa kehidupan dan kerja didalam satu organisasi dan dengan

demikian memberikan tekanan pada individu. Isu tentang keluarga, krisis kehidupan,

kesulitan keuangan, keyakinan- keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan,

konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan semuanya dapat merupakan

tekanan pada individu dalam pekerjaannya. g. Ciri individu Stres ditentukan oleh
individunya sendiri, sejauhmana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Menurut

Sarafino (dikutip dari Bart Smet, 1994) membagi penyebab stres kerja menjadi 4 yaitu

sebagai berikut: a. Lingkungan fisik yang terlalu menekan seperti kebisingan,

temperatur atau panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab, penerangan di kantor

yang kurang terang. b. Kurangnya kontrol yang dirasakan. c. Kurangnya hubungan

interpersonal. d. Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. Para pekerja

akanmerasa stres bila mereka tidak mendapatkan promosi yang selayaknya mereka

terima. Sedangkan menurut Igor S (1997, h.248), menyatakan bahwa stres kerja dapat

disebabkan oleh: a. Intimidasi dan tekanan dari rekan sekerja, pimpinan perusahaan

dan klien. b. Perbedaan antara tuntutan dan sumber daya yang ada untuk

melaksanakan tugas dan kewajiban. c. Ketidakcocokan dengan pekerjaan. d.

Pekerjaan yang berbahaya, membuat frustasi, membosankan atau berulang- ulang. e.

Beban lebih. f. Faktor- faktor yang diterapkan oleh diri sendiri seperti target dan

harapan yang tidak realistis, kritik dan dukungan terhadap diri sendiri. 2.3.3 Gejala

Stres Kerja Menurut Igor S (1997, h.249) menyatakan bahwa ada beberapa gejala-

gejala dari stres kerja, yaitu sebagai berikut: a. Menolak perubahan. b. Produktivitas

dan efisiensi yang berkurang. c. Kehilangan motivasi, ingatan, perhatian, tenggang

rasa dan pengendalian. d. Kurang tidur, kehilangan nafsu makan dan menurunnya

nafsu seks e. Tidak menyukai tempat bekerja dan orang- orang yang bekerja bersama

anda. 2.3.4 Dampak Stres Kerja Menurut Gibson dkk (1996, h.363) menyatakan

bahwa dampak dari stres kerja banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres kerja

diantaranya motifasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya

inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu

dan secara potensial berbahaya. Cox membagi menjadi 5 kategori efek dari stres

kerja, yaitu sebagai berikut: a. Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi,
apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan

diri yang rendah, gugup, kesepian. b. Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan,

kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok

secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. c. Kognitif berupa

ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi

rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental. d.

Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan

darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin. e.

Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra

kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang. Menurut Jacinta (2002),

menyatakan bahwa stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai berikut: a.

Dampak terhadap perusahaan 1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam

manajemen maupun operasional kerja 2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3.

Menurunnya tingkat produktivitas 4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan

perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stres yang

dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan

ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika

banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres

kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. b. Dampak

terhadap individu Muncul masalah – masalah yang berhubungan dengan: 1.

Kesehatan Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap

kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan

beberapa penyakit lainnya. 2. Psikologis Stres berkepanjangan akan menyebabkan

ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis

sifatnya menggerigoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan


penderitanya secara perlahan- lahan. 3. Interaksi interpersonal Orang yang sedang

stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh

karena itu sering salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan,

pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stres sering

mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa

menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.

Pada perencanaan kebutuhan tenaga keperawatan, perlu diingat bahwa

tuntutan pengguna jasa rumah sakit saat ini berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.

Pengguna jasa rumah sakit saat ini tidak hanya menuntut kesembuhan, tetapi juga

menuntut pelayanan yang cepat, sopan dan ramah. Pihak pasien menuntut sprei harus

selalu bersih, meminta spuit dan jarum yang disposable dan mereka harus melihat

perawat membukanya dari kemasan utuh. Bahkan perawat yang tidak menggunakan

sarung tangan saat bekerja dianggap tidak bonafide (Djojodibroto, 1997).

Beban kerja yang banyak disertai tuntutan dari pihak keluarga pasien

menyebabkan perawat harus selalu bergegas dan terburu-buru dalam melakukan

tindakan keperawatan (Djojodibroto, 1997). Beberapa aspek yang berhubungan

dengan beban kerja tersebut adalah jumlah pasien yang harus dirawat, kapasitas

kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, shift yang digunakan untuk

mengerjakan tugasnya yang sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari,

serta kelangkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya

dengan baik (Irwandy, 2007 dalam Prihatini, 2007).

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari penyebab timbulnya stres

kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat lain

bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai pada perawat yang
bekerja di rumah sakit. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kecemasan,

ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan pekerjaan (munandar, 2001

dalam Prihatini, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prihatini (2007), mengenai Analisis

Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di tiap Ruang Rawat Inap di

RSUD Sidikalang terdapat berbagai macam kategori stres kerja pada tatanan yang

berbeda. Hasil penelitian menunjukkan 66,7% perawat di ruang perawatan bedah

mengalami stres kerja sedang, 55,6% perawat di ruang perawatan anak mengalami

stres kerja ringan, 57,1% perawat di ruang kebidanan mengalami stres kerja kategori

ringan dan 50% perawat di ruang perawatan penyakit dalam mengalami stres kerja

kategori ringan.

Hal ini juga merupakan stres bagi keluarga pasien sehingga keluarga pasien

sering mengeluh dan memberikan kritikan–kritikan sepihak tanpa mempertimbangkan

beban dan situasi kerja perawat. Kondisi ini pula menjadi penyebab lain stres bagi

perawat. Selain itu kondisi pasien yang kritis, ruang IGD dan ICU yang dilengkapi

dengan berbagai fasilitas yang memerlukan keterampilan khusus seperti monitor

jantung, respirator dan suasana kerja yang tenang memberikan kesan yang serius,

serta menuntut ketrampilan khusus untuk dapat melaksanakan pekerjaan di IGD dan

ICU. Kondisi kerja tersebut juga merupakan stressor yang kuat terhadap stres

pekerjaan bagi Perawat IGD dan ICU.

Atas dasar uraian tersebut untuk memberikan masukan guna meningkatkan

produktifitas dan kualitas asuhan keperawatan di ruang IGD dan ICU perlu adanya

penelitian tentang hubungan beban kerja dengan stres perawat di ruang IGD dan ICU

RSUD Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran. Stres dapat didefinisikan sebagai

suatu respon yang dibawa oleh berbagai peristiwa eksternal dan dapat berbentuk
pengalaman positif atau pengalaman negatif (Selye,1976 dalam Jagaratnam dan

Buchanan, 2004: 2368).

Fontana (1989) dalam Jagaratnam dan Buchanan (2004: 238) mendefinisikan

stres sebagai suatu tuntutan yang muncul karena adanya kapasitas adaptif antara

pikiran dan tubuh atau fisik manusia. Stres kerja menurut Robbins (2006: 799) adalah

kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala atau

tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya

dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Sedangkan menurut Anwar Parabu

Mangkumegara (2008: 38) “stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa

tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan”.

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan

menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu (Robbins, 2006: 800):

 Fisiologis: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak

jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan

menyebabkan serangan jantung.

 Psikologis: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah

marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.

 Perilaku: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja,

perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara

dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur

Berdasarkan pendapat Fred Luthan (2006: 442-445) stresor atau faktor –

faktor penyebab stres kerja dibagi menjadi empat yaitu:

1. Stressor di luar organisasi:

Meliputi perubahan sosial atau teknologi, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras,

golongan serta perubahan di masyarakat.


2. Stressor organisasi

Meskipun organisasi terbentuk dari keompok dan individu, terdapat dimensi yang lebih

makrolevel, khususnya pada organisasi yang terdapat stresor didalamnya. Stresor

makrolevel dapat dikategorikan menjadi kebijakan dan strategi organisasi, struktur dan

desain organisasi serta kondisi kerja. Beberapa contoh mengenai stresor organisasi

adalah tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan,

penghargaan tidak memadai, kurangnya deskripsi kerja yang jelas.

3. Stressor Kelompok

Stresor kelompok dikategorikan menjadi dua area:

a. Kurangnya kohevitas kelompok

Kohevitas atau kebersamaan merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada

tingkat organisasi yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan

kebersamaan karena desain kerja atau karena adanya anggota kelompok yang

menyingkirkan karyawan lain akan menyebabkan stres.

b. Kurangnya dukungan sosial.

Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif.

Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik.

Jika jenis dungan sosial ini berkurang pada individu, maka situasi ini akan membuat

stres.

4. Stressor individu

Stres yang timbul dari watak individu dan berhubungan dengan tugas dan perkerjaan

yang dijalaninya, dapat berupa konflik peran, kerancuan, kecenderungan individu,

tipe kepribadian, pengendalian diri dan yang lainnya.

Dalam kehidupan stres adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Manusia

dalam hidupnya mempunyai banyak kebutuhan, namun dalam pemenuhannya kendala


dan rintangan akan selalu menyertainya. Hal inilah yang merupakan pangkal

terjadinya stres.

Kontribusi terbesar pada stress kerja berputar di sekitar perubahan mendasar yang terjadi di

banyak organisasi atau perusahaan. Akibat semakin ketatnya persaingan, para karyawan

diminta untuk menghasilkan pekerjaan dengan kualitas lebih baik dan kuantitas lebih besar

dalam waktu yang lebih singkat dan sumber daya yang lebih sedikit.

2.1.7. Definisi Kinerja

Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan

produk barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu

hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan

organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi

dalam kenyataanya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang

tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasi. Pengertian kinerja dalam

organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan

sudah menjadi sangat buruk atau segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan

atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan

instansi menghadapi krisis yang serius. (Nursalam, 2014).

Kinerja merupakan hasil kerja dan perilaku kerja yang telah dicapai dalam

menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu”.

Dari pengertian di atas dalam kinerja terkandung arti bahwa kinerja merupakan hasil kerja

dan perilaku kerja seseorang dalam suatu periode, biasanya 1 tahun. Kemudian kinerja dapat
di ukur dari kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan.

Artinya dalam kinerja mengandung unsur standar pencapaian harus terpenuhi, sehingga, bagi

yang mencapai standar yang telah di tetapkan berarti berkinerja baik atau sebaliknya bagi

yang tidak tercapai dikategorikan berkinerja kurang atau tidak baik. (Kasmin, 2016).

Untuk menambah pemahaman tentang kinerja berikut ini kutipan pendapat dari

beberapa ahli yaitu:

Gibson dalam (Nursalam,2014) mengatakan ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap

kinerja.

1. Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja,

tingkat sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.

3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem

penghargaan (Reward system).

Colquit mengatakan performance “the value of the set of employee behaviors that contribute,

either positively or negatively, to organizational goal accomplishment”. Maksutnya kinerja

adalah nilai dari seperangkat perilaku karyawan yang berkontribusi, baik secara positif atau

negatif terhadap pemenuhan tujuan organisasi. Dan kinerja juga ditentukan oleh tiga faktor

yaitu:

1. kinerja tugas (tast performance)

2. perilaku kesetiaan (citizenship behavior) sebagai kontribusi perilaku positif.

3. Prilaku produktif tandingan (counter produc;tive behavior) sebagai kontribusi perilaku

negatif.
Menurut Robbins kinerja adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan atau ability

(A), Motivasi (M), dan kesempatan atau Opportunity (O) yaitu kinerja = f (A x M x O),

artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Sementara itu

yang dimaksut dengan dimensi kinerja menurut Gomes, dalam (Nursalam,2014) adalah:

1. Quantity of work: jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang

ditentukan

2. Quality of work: kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan

3. Job knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya

4. Creativeness: keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul

5. Cooperation: kesetian untuk bekerja sama dengan orang lain

6. Dependability: kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja

7. Initiative: semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar

tanggung jawabnya

8. Personal qualities: menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan

integritas pribadi.

Pengertian kinerja dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh ahli manajemen sumber

daya manusia adalah hasil kerja dan perilaku kerja. Jika kinerja berdasarkan hasil, maka yang

dilihat adalah jumlah kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh seseorang. Jika kinerja

dilihat dari perilaku kerja, maka yang dinilai adalah perilaku karyawan dalam menjalankan

kewajibannya yang berkontribusi, baik secara positif atau negatif terhadap pemenuhan tujuan

perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Colquit. Kinerja karyawan juga diartikan sebagai

suatu pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Kinerja juga dikatakan sebagai

suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu unjuk keterampilan seseorang dalam mengerjakan

pekerjaannya.
2.1.7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik hasil maupun perilaku kerja (Kasmir,

2016) adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan dan keahlian

Kemampuan atau skill yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.

Semakin memiliki kemampuan dan keahlian maka akan dapat menyelesakan

pekerjaannya secara benar, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Artinya karyawan yang

memiliki kemampuan dan keahlian yang lebih baik, maka akan memberikan kinerja baik

pula, demikian pula sebaliknya bagi karyawan yang tidak memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan pekerjaannya secara benar, maka akan memberikan hasil yang kurang

baik pula, yang pada akhirnya akan menunjukkan kinerja yang kurang baik. Dengan

demikian kemampuan dan keahlian akan memengaruhi kinerja seseorang.

2. Pengetahuan

Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang pekerjaan secara baik akan memberikan

hasil pekerjaan yang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya dengan pengetahuan

tentang pekerjaan akan memudahkan seseorang untuk melakukan pekerjaannya,

demikian pula sebaliknya jika karyawan tidak atau kurang memiliki pengetahuan tentang

pekerjaanya, maka pasti akan mengurangi hasil atau kualitas pekerjaannya yang pada

akhirnya akan memengaruhi kinerjanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan tentang pekerjaan akan memengaruhi kinerja.

3. Rancangan kerja
Rancangan pekerjaan yang akan memudahkan karyawan dalam mencapai tujuannya.

Artinya jika suatu pekerjaan memiliki rancangan yang baik, maka akan memudahkan

untuk menjalankan pekerjaan tersebut secara tepat dan benar. Sebaliknya jika suatu

pekerjaan tidak memiliki rancangan pekerjaan yang baik, maka akan memudahkan untuk

menjalankan pekerjaan tersebut secara tepat dan benar. Pada dasarnya rancangan

pekerjaan diciptakan untuk memudahkan karyawan dalam melakukan pekejaannya.

Dengan demikian, rancangan pekerjaan akan mampu meningkatkan kinerja karyawannya.

4. Kepribadian

Kepribadian atau karakter yang dimiliki setiap orang berbeda-beda satu sama lainnya.

Seseorang yang memiliki kepribadian atau karakter yang baik, akan dapat melakukan

pekerjaan juga baik. Demikian pula sebaliknya bagi karyawan yang memiliki kepribadian

atau karakter yang buruk, akan bekerja dan pada akhirnya hasil pekerjaanya pun tidak atau

kurang baik dan tentu saja hal ini akan memengaruhi kinerja yang ikut buruk pula. Artinya

bahwa kepribadian atau karakter akan memengaruhi kinerja.

5. Motivasi kerja

Motivasi kerja merupakan dorongan bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan. Jika

karyawan memiliki dorongan yang kuat dari dalam dirinya atau dorongan dari luar dirinya

(misalnya dari pihak perusahaan), maka karyawan akan terangsang atau terdorong untuk

melakukan sesuatu dengan baik. Pada akhirnya dorongan atau rangsangan baik dari dalam

maupun dari luar diri seseorang akan menghasilkan kinerja yang baik, demikian pula

sebaliknya jika karyawan tidak terdorong atau terangsang untuk melakukan pekerjaannya

maka hasilnya akan menurunkan kinerja karyawan itu sendiri. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa motivasi memengaruhi kinerja seseorang. Makin termotivasi seseorang

untuk melakukan suatu pekerjaan maka kinerja akan meningkat, demikian pula sebaliknya
makin tidak termotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaannya, maka kinerjanya akan

turun.

6. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan perilaku seorang pemimpin dalam mengatur, mengelola dan

memerintah bawahannya untuk mengerjakan sesuatu tugas dan tanggung jawab yang

diberikannya. Sebagai contoh perilaku pemimpin yang menyenangkan, mengayomi,

mendidik dan membimbing tentu akan membuat karyawan senang dengan mengikuti apa

yang diperintahkan.

7. Gaya kepemimpinan

Merupakan gaya atau sifat seseorang pemimpin dalam menghadapi atau memerintahkan

bawahannya. Sebagai contoh gaya atau sikap seorang pemimpin yang demokratis tentu

berbeda dengan gaya pemimpin yang otoriter. Dalam praktiknya gaya kepemimpinan ini

dapat diterapkan sesuai dengan kondisi organisasinya. Misalnya untuk organisasi tertentu

dibutuhkan gaya otoriter atau demokrasi, dengan alasan tertentu pula. Gaya kepemimpinan

atau sikap pemimpin ini dapat memengaruhi kinerja karyawan.

8. Budaya Organisasi

Kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma yang berlaku dan dimiliki oleh suatu organisasi

atau perusahaan. Kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma ini mengatur hal-hal yang

berlaku dan diterima secara umum serta harus dipatuhi oleh segenap anggota suatu

perusahaan atau organisasi. Kepatuhan anggota organisasi untuk menuruti atau mengikuti

kebiasaan atau norma ini akan memengaruhi kinerja seseorang atau kinerja organisasi.

Demikian pula jika tidak mematuhi kebiasaan atau norma-norma maka akan menurunkan

kinerja. Dengan demikian budaya organisasi memengaruhi kinerja karyawan.

9. Kepuasan Kerja
Perasaan senang atau gembira, atau perasaan suka seseorang sebelum dan setelah

melakukan suatu pekerjaan, jika karyawan merasa senang atau gembira atau suka untuk

bekerja, maka hasil pekerjaannya pun akan berhasil baik. Demikian pula jika seseorang

tidak senang atau gembira dan tidak suka atas pekerjaannya, maka akan ikut memengaruhi

hasil kerja karyawan. Jika dengan demikian kepuasan kerja dapat memengaruhi kinerja.

10. Lingkungan Kerja

Suasana atau kondisi di sekitar lokasi tempat bekerja lingkungan kerja dapat berupa

ruangan,layout, sarana dan prasarana, serta hubungan kerja dengan sesama rekan kerja.

Jika lingkungan kerja dapat membuat suasana nyaman dan memberikan ketenangan

maka akan membuat suasana kerja menjadi kondusif. Sehingga dapat meningkatkan hasil

kerja seseorang menjadi lebih baik, karena bekerja tanpa gangguan. Namun sebaliknya

jika suasana atau kondisi lingkungan kerja tidan memberikan kenyamanan atau

ketenangan, maka akan berakibat suasana kerja menjadi terganggu yang pada akhirnya

akan memengaruhinya dalam bekerja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

lingkungan kerja memengaruhi kinerja seseorang.

11. Loyalitas

Kesetiaan ini ditunjukkan dengan terus bekerja sungguh-sungguh sekalipun

perusahaannya dalam kondisi yang kurang baik. Karyawan yang setia juga dapat

dikatakan karyawan tidak membocorkan apa yang menjadi rahasia perusahaannya

kepada pihak lain. Karyawan yang setia atau loyal tentu akan dapat mempertahankan

ritme kerja, tanpa terganggu oleh godaan dari pihak pesaing. Loyalitas akan terus

membangun agar terus berkarya menjadi lebih baik dengan merasa bahwa perusahaan

seperti miliknya sendiri. Pada akhirnya loyalitas akan memengaruhi kinerja karyawan.

12. Komitmen
Kepatuhan karyawan untuk menjalankan kebijakan atau peraturan perusahaan dalam

bekerja. komitmen merupakan kepatuhan untuk menjalankan kesepakatan yang telah

dibuat. Dengan mematuhi janji atau kesepakan tersebut membuatnya berusaha untuk

bekerja dengan baik dan merasa bersalah jika tidak dapat menepati janji atau

kesepakatan yang telah dibuatnya akan memengaruhi kinerjanya. Jadi komitmen dapat

memengaruhi kinerja seseorang.

13. Disiplin kerja

Usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas kerjanya secara sunggug-sungguh disiplin

kerja dalam hal ini dapat berupa waktu, misalnya masuk kerja selalu tepat waktu.

Kemudian disiplin dalam mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya sesuai dengan

perintah yang harus dikerjakan. Karyawan yang disiplin akan memengaruhi kinerja.

Kinerja dalam tinjauan teori keperilakukan mencakup 3 (tiga) komponen utama, yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan yang tercakup di dalam kongnitif domain mampunyai 6 (enam) tingkatan,

yaitu:

a. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang diajarkan sebelumnya

b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

c. Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunkan pengetahuan yang

telah dipelajarinya

d. Analisa, suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang di dapat

e. Sintesis, menunjukkan ada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruan materi yang di dapat

f. Evaluasi, berkaitan dengan untuk melakukan justifiksi pencarian materi yang di dapat.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara, test atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur Dari subyek penelitian atau

responden.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

stimulus atau objek. Sikap merupakan respon evaluatif yang dapat berupa respon positif

maupun respon negatif. Sedangkan menurut tingkatannya, sikap terdiri atas:

a. Menerima, diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan pengetahuan yang

diberikan

b. Merespon, memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas. Lepas dari pekerjaan itu benar

maupun salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai, mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi tingkat 3 (tiga)

d. Bertanggung jawab, atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan

secara langsung dengan cara menanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan

responden terhadap suatu objek.

3. Praktik (practice)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan

penilaian atau pendapat terhadap apayang diketahui, selanjutnya melaksanakan atau

mempraktikkan apa yang diketahui (dinilai baik). Halini disebabkan oleh beberapa

alasan, antara lain: sikap untuk terwujud dalam tindakan tergantung pada saat itu, sikap

akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan mengacu pada pengalaman orang lain, sikap
akan diikuti atau tidak dengan suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya

pengalaman seseorang. Tingkatan raktik yaitu:

a. Persepsi, mengenal dan memilih obyek sehubungan dengan tindakan yang akan di

ambil

b. Respon terpimpin, dapat melakukan praktik sesuai dengan urutan yang benar sesuai

contoh

c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan praktik dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan

d. Adaptasi, praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya sesuatu

itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tersebut. Mengukur praktik

berbeda dengan pengetahuan dan sikap. Untuk mengukur praktik yang paling akurat

adalah melalui pengamatan langsung (observasi).

2.1.7.2 Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kerja dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektif manajemen

sumber daya manusia dengan melihat kemampuan personel dan pengambilan keputusan

dalam pengembangan personil. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya

oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitasnya.

Menurut Nursalam, (2011) manfaat penilai kinerja terdiri dari enam hal, yaitu:

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok, dengan

memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri

dalam kerangka pencapaian tujuan dari kualitas pelayanan rumah sakit.

2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan akan mempengaruhi

atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya


3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil

karya dan prestasi, yaitu melalui umpan balik terhadap prestasi mereka

4. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan staf yang lebih tepat. Rumah sakit akan mempunyai tenaga yang trampil

untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja malalui

peningkatan gaji atau sistem imbalan yang baik

6. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staff untuk menyampaikan perasaan

tentang pekerjaannya atau hal lain yang kaitannya melalui jalur komunikasi dan

dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Manfaat tersebut, berlaku untuk semua perawat yang mempunyai potensi dan

kemampuan, sehingga dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang

lebih besar pada masa yang akan datang, atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Bagi

karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauan, motivasi, dan sikap yang kurang baik,

maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung.

2.2. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Stres

Beban kerja yang berlebihan menyebabkan stres yang berhubungan dengan peran seorang

karyawan dalam suatu perusahaan dapat berakibat negatif menurunnya komitmen organisasi

dan keinginan untuk keluar. Ziauddin et al (2010: 4) dalam penelitiannya menghasilkan

bahwa stres kerja mempunyai hubungan negatif dengan komitmen organisasi. Khatibi et al.

(2009: 5) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara stres kerja dan

komitmen organisasi, dengan meningkatnya stres kerja maka komitmen organisasinya akan

turun, demikian pula sebaliknya.


Menurut Vi-Anne Ma (2012: 6), stres mempunyai dampak terhadap rendahnya

kepuasan kerja pada karyawan. Demikian juga menurut Flanagan (2006: 1), terdapat

hubungan terbalik antara stres kerja dengan kepuasan kerja dan stres kerja merupakan

penduga signifikan dari kepuasan kerja. Penelitian Elangovan (2001)

mengindikasikan bahwa hubungan kausal yang kuat antara stres dan kepuasan kerja

(semakin tinggi stres semakin rendah kepuasan) dan antara kepuasan dengan

komitmen (kepuasan rendah menyebabkan komitmen yang rendah juga).

Berdasarkan pendapat Fred Luthan (2006: 442-445) stresor atau faktor –

faktor penyebab stres kerja dibagi menjadi empat yaitu:

1. Stressor di luar organisasi:

Meliputi perubahan sosial atau teknologi, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras,

golongan serta perubahan di masyarakat.

2. Stressor organisasi

Meskipun organisasi terbentuk dari keompok dan individu, terdapat dimensi yang lebih

makrolevel, khususnya pada organisasi yang terdapat stresor didalamnya. Stresor

makrolevel dapat dikategorikan menjadi kebijakan dan strategi organisasi, struktur dan

desain organisasi serta kondisi kerja. Beberapa contoh mengenai stresor organisasi

adalah tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan,

penghargaan tidak memadai, kurangnya deskripsi kerja yang.

3. Stressor Kelompok

Stresor kelompok dikategorikan menjadi dua area:

a. Kurangnya kohevitas kelompok

Kohevitas atau kebersamaan merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada

tingkat organisasi yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan
kebersamaan karena desain kerja atau karena adanya anggota kelompok yang

menyingkirkan karyawan lain akan menyebabkan stres.

b. Kurangnya dukungan sosial.

Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif.

Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika

jenis dungan sosial ini berkurang pada individu, maka situasi ini akan membuat stres.

4. Stressor individu

Stres yang timbul dari watak individu dan berhubungan dengan tugas dan perkerjaan

yang dijalaninya, dapat berupa konflik peran, kerancuan, kecenderungan individu, tipe

kepribadian, pengendalian diri dan yang lainnya.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) untuk

mengetahui tentang sarana prasarana, beban kerja, stress kerja serta kinerja pegawai di

Puskesmas Banjaran Nambo DTP.

Untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, penulis mempergunakan

langkah-langkah atau prosedur tertentu yang cukup dalam metode penelitian. Dalam

metode penelitian ini tercakup metode dan pendekatan yang dipergunakan sumber data,

lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta cara memperoleh

tingkat kepercayaan hasil penelitian.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif yaitu pendekatan

penelitian yang memusatkan perhatian pada pengamatan orang dalam lingkungannya,

berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka.

Menurut Sugiono (2009: 1) “Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah metode penelitian
yang dipergunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti

adalah instrumen kunci”.

Kemudian menguji hipotesis mengenai pengaruh sarana prasarana dan beban kerja

terhadap stress kerja serta implikasinya pada kinerja pegawai di Puskesmas Banjaran

Nambo DTP

Metode penelitian ini menggunakan survey yaitu penelitian yang dilakukan pada

populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang di

ambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif dan

hubungann antar variabel sosiologi maupun psikologis (Sugiyono,2016). Survey yang

digunakan adalah bersifat deskriptif dan verifikatif, metode survey deskriptif adalah suatu

metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran ciri-ciri variabel. Sesuai

dengan tujuan penelitian pertama sampai keempat, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu

untuk memperoleh gambaran tentang ciri-ciri variabel yang diteliti yaitu:

• Bagaimana sarana prasarana Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

sudah sesuai dengan standar Puskesmas menurut Peraturan Menteri Kesehatan

nomor-43-tahun-2019-tentang-puskesmas

• Bagaimana beban kerja Dokter, perawat dan bidan di Puskesmas Banjaran Nambo

DTP dan PONED

• Bagaimana stress kerja di Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

• Bagaimana Kinerja Dokter, perawat dan bidan di Puskesmas Banjaran Nambo

DTP dan PONED


Adanya hipotesis yang akan diuji kebenarannya melalui penelitian ini, maka jenis

penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang

bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan

antar satu variabel dengan variabel lain (Sugiyono, 2016).

Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian kelima sampai dengan kedelapan

penelitian ini bersifat verifikatif, pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu

hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data dan mengolah data, sehingga

diketahui hubungan atau pengaruh antar variabel yang diteliti, yaitu:

• Seberapa besar pengaruh sarana prasarana terhadap stress kerja di Puskesmas

Banjaran Nambo DTP dan PONED

• Seberapa besar pengaruh beban kerja terhadap stress kerja di Puskesmas

Banjaran Nambo DTP dan PONED

7. Seberapa besar pengaruh sarana prasarana beban kerja terhadap stress kerja di

Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED

8. Seberapa besar pengaruh stress terhadap kinerja Dokter,perawat dan Bidan di

Puskesmas Banjaran Nambo DTP dan PONED.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah dokter, perawat dan bidan di di Puskesmas

Banjaran Nambo DTP dan PONED yang berlokasi di Jl. Raya Banjaran desa

Batukarut kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung.


2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2021 di Puskesmas

Banjaran Nambo DTP dan PONED.

3.3 Variabel Penelitian

Pada sub definisi variabel dan operasionalisasi variabel menjelaskan tentang variabel-

variabel penelitian harus didefinisikan secara jelas, sehingga tidak menimbukan pengertian

ganda, definisi variabel juga memberi batasan sejauh mana penelitian yang akan dilakukan.

Sedangkan operasionalisasi variabel penelitian berarti menjabarkan variabel/sub variabel

menjadi konsep, dimensi, indikator, ukuran, dan lain-lain yang diarahkan untuk memperoleh

nilai variabel penelitian.

3.3.1 Definisi Variabel dan Pengukurannya

Dalam penelitian ini ada tiga pokok variabel yang akan diteliti, yaitu variabel X,Y dan

variabel Z. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sarana prasarana sebagai variabel bebas (independen) (X1). Variabel independen

(variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahan atau timbunya variabel terikat. Sarana prasarana adalah seperangkat alat

yang digunakan untuk suatu kegiatan, alat tersebut bisa berupa alat utama atau alat

yang yang membantu proses kegiatan, sehingga tujuan dari kegiatan tersebut dapat

tercapai.

2. Beban kerja sebagai variabel bebas (independen) (X2). Beban kerja adalah banyaknya

jumlah pekerjaan yang harus dilakukan dengan waktu yang telah ditetapkan untuk
memenuhi sarana pelayanan yang berkualitas. Beban kerja terdiri dari dimensi: aspek

fisik, aspek mental (psikologis), dan aspek pemanfaatan waktu. (Adipradana, 2008).

3. Stress kerja sebagai variabel intervening (Y), adalah variabel yang secara teoritis

mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

menjadi hubungan yang tidak langsung. Variabel ini merupakan variabel

penyela/antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga variabel

independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel

dependen. Stress kerja adalah ketegangan yang disebabkan oleh fisik, emosi, sosial,

ekonomi, pekerjaan atau keadaan, peristiwa serta pengalaman yang sulit untuk

bertahan. Dimensi kepuasan kerja yaitu: Pekerjaan, Gaji, Promosi, Supervisi, Rekan

kerja, Robbins and judge dalam (wibowo, 2017).

4. Kinerja Dokter sebagai variabel dependen (variabel terikat) (Z) adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Kinerja Dokter adalah

bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian internal dari pelayanan

kesehatan. Dimensi kinerja bidan disini adalah penggabungan dari pedoman

pengembangan manajemen kinerja Dokter, Standar pelayanan di Puskesmas Banjaran

Nambo DTP. Yaitu: kualitas kerja, pengetahuan, keterampilan, sikap dan keselamatan

pasien. .

Anda mungkin juga menyukai