Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Perjanjian dalam Lapangan Hukum Bisnis

Oleh:

Nama : Silvira Helmi

NPM : 1910011311078

A. Latar Belakang.

Di era globalisasi hukum perjanjian dalam praktik bisnis hadir menjadi


salah satu aspek yang berkembang sangat pesat di seluruh dunia untuk memenuhi
kebutuhan berinteraksi manusia. Namun seiring perkembangan hukum perjanjian
dalam praktik bisnis, membuat para pelaku terkadang tidak dapat bertindak hanya
dengan berdasar kepada ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUH Perdata
mengenai perjanjian. Perkembangan tersebut terjadi antara lain karena Pasal 1338
KUH Perdata mengatur prinsip atau asas kebebasan untuk membuat perjanjian,
menentukan bahwa: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-
undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Seperti diketahui bahwa Buku III KUH Perdata menganut paham terbuka
karena para pihak bebas menentukan isi perjanjian, pada sistem hukum mana
perjanjian tersebut akan tunduk, mengenai hal yang diperjanjikan, cara
pelaksanaan serta mekanisme yang akan ditempuh jika terjadi masalah
dikemudian hari terkait perjanjian yang telah dibuat. Namun secara demikian
kebebasan yang diberikan tersebut tentu tidak boleh bertentangan dengan norma
serta undang-undang sehingga meniadakan prinsip kejujuran, keadilan, dan
kepastian hukum.

Dalam suatu perjanjian harus memenuhi syarat syahnya perjanjian,


sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Dengan terpenuhinya empat syarat syahnya perjanjian diatas, maka secara
hukum mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian. Melalui
perjanjian, maka terciptalah suatu hubungan hukum yang menimbulkan hak
dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian.

Faktor penyebab tumbuh dan berkembangnya hukum perjanjian adalah


karena pesatnya kegiatan bisnis yang dilakukan dalam masyarakat modern dan
pesatnya transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, pengusaha, dan
pemerintah, misalnya sewa beli, sewa guna usaha (leasing), dan jual beli
angsuran. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki dana yang terbatas.

B. Pembahasan.

Perjanjian atau persetujuan batasannya diatur dalam Pasal 1313 Kitab


Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi: “suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih”. Sedangkan menurut Subekti suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Hubungan antara kedua orang
yang melakukan perjanjian mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa
hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi. Perikatan adalah suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis. Janji yang dinyatakan tertulis pada umumnya disebut
dengan istilah perjanjian.

Menurut Paul Scholten, asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar


yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat
bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-
ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Berdasarkan
teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut
ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas
kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas
kepribadian (personality).

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat yang terdapat
pada setiap perjanjian, dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka suatu
perjanjian dapat berlaku sah. Adapun keempat syarat tersebut adalah: 1.) sepakat
mereka yang mengadakan perjanjian; 2.) kecakapan untuk membuat perjanjian;
3.) suatu hal tertentu; 4.) suatu sebab yang halal.

Salah satu hubungan hukum yang selalu tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat yaitu dalam bidang perekonomian. Sri Redjeki Hartono
mengemukakan bahwa kegiatan ekonomi dilakukan olehpelaku-pelaku ekonomi,
baik orang perorangan yang menjalankan perusahaan maupun badan-badan usaha
yang mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum.
Berbagai hubungan hukum dalam bidang perekonomian pada umumnya
didasarkan pada perjanjian. Dengan berkembangnya masyarakat, hukum
perjanjian pun senantiasa berkembang, terlebih lagi dengan makin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta munculnya era globalisasi,
yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya di bidang bisnis.
Salah satu perjanjian yang banyak dipraktikkan oleh masyarakat adalah perjanjian
dalam bidang pembiayaan untuk penyediaan barang modal.

Perkembangan perjanjian dalam perdagangan yang sangat cepat dan terus


meningkat karena perjanjianatau kontrak merupakan sarana sosial dalam
peradaban manusia untuk mendukung kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial. Eksistensi perjanjian atau kontrak bagi kehidupan manusia karena dapat
memfasilitasi kebutuhan hidup dan kepentingan manusia yang tidak mampu
dipenuhi sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk melibatkan orang lain
harus jelas dalam pemenuhan kebutuhan perlu dituangkan dalam bentuk
perjanjian atau kontrak yang dapat melindungi pihak-pihak dalam hak dan
kewajiban yang seimbang. Adagium yang mengatakan, “ubi societas ibi ius”
yang berarti dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Telah menjadi anggap
umum bahwa hukum itu terdapat di seluruh dunia, asal ada masyarakat manusia.
Karena sebelumnya masih ada anggapan bahwa seakan-akan hukum itu hanya
terdapat dalam masyarakat yang telah beradab.

a. Leasing

Pengaturan leasing di Indonesia berpegang pada definisi yang termaktub


dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.KEP-122/MK/IV/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974, No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang
Perizinan Usaha Leasing tersebut. Berdasarkan peraturan dasar mengenai kegiatan
usaha leasing, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan leasing
adalah: “Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang telah disepakati bersama”.Sedangkan definisi umum mengenai
leasing adalah perjanjian antara Lessor dan Lessee untuk menyewa suatu jenis
barang modal tertentu yang diperoduksi/dijual oleh pabrikan/supplier dan
ditentukan/dipilih oleh Lessee. Hak pemilikan barang modal berada pada Lessor
sedangkan Lessee berhak memakai/menggunakan barang modal tersebut
berdasarkan uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu.

b. Franchise/ Waralaba.
Istilah Franchise juga disebut Waralaba adalah cara kerja sama di bidang bisnis
antara dua atau lebih perusahaan di mana satu pihak akan bertindak sebagai
Franshisor dan pihak yang lain sebagai Franchisee. Dalam perjanjian franchise
diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek yang terkenal,
memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari/atas
suatu produk barang atau jasa berdasarkan dan sesuai dengan rencana dari waktu
ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun non-eksklusif, dan
sebaiknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan
dengan hal tersebut.

C. Penutup.

Hukum perjanjian berkembang menjadi lebih publik dengan mengubah


nuansa kepentingan privat menjadi kepentingan masyarakat. Dapat dicermati
menyurutnya elemen-elemen hukum publik. Akibat nyata dari perkembangan ini
adalah berkurangnya kebebasan individu. Perkembangan perjanjian yang
demikian tentunya juga harus diikuti dengan pembentukan aturan hukum.
Pembentukan aturan hukum dalam masyarakat yang sedang membangun, yang
berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak hanya berfungsi
memelihara ketertiban tetapi juga harus dapat membantu proses perubahan
masyarakat itu. Hukum sebagai sarana pembangunan oleh Mochtar
Kusumaadmadja tidak hanya cukup tujuan hukum selain terciptanya ketertiban
juga tercapainya suatu keadilan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini,
diperlukan adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian dan ketertiban dalam
masyarakat tentunya para pihak tidak mungkin mau mengikatkan dirinya dalam
suatu perjanjian.

Daftar Pustaka.

Umbas, R. R. (2014). Aspek Hukum dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)


antara Karyawan dengan Perusahaan. Lex Privatum, 2(3).

https://www.researchgate.net/publication/313268536_PERKEMBANGAN_PERJ
ANJIAN_DALAM_PRAKTIK_PERDAGANGAN_PERSPEKTIF_HUK
UM_ISLAM_DAN_HUKUM_POSITIF

Yulianti, R. T. (2008). Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak


Syari'ah. Jurnal Fakultas Hukum UII, 2(1), 91-107.

Badriyah, S. M. (2011). Pemuliaan (breeding) Asas-asas Hukum Perjanjian dalam


Perjanjian Pembiayaan dengan Objek Barang Modal yang Berkembang di
Masyarakat (Studi tentang Perjanjian Leasing di Indonesia) (Doctoral
dissertation, Program Pascasarjana Undip).

Gumelar, G., Hafiar, H., & Subekti, P. (2018). KONSTRUKSI MAKNA


BISINDO SEBAGAI BUDAYA TULI BAGI ANGGOTA GERKATIN.
Informasi, 48(1), 65-78.

Rusli, T. (2015). Asas Kebebasan Berkontrak Sebagai Dasar Perkembangan


Perjanjian Di Indonesia. Pranata Hukum, 10(1).

Anda mungkin juga menyukai