Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

Tugas Dasar-Dasar Pendidikan Moral


(Aliran Filsafat Moral)

Nama : Nanik Widiana Sari


NIM 14401241038
Jurusan/Prodi : PKn dan Hukum
Mata Kuliah : Dasar-Dasar Pendidikan Moral
Semester/Kelas : 2/A
Dosen : Dr.Samsuri
Tanggal : 13 April 2015

1|Page
Aliran Filsafat
Moral
1. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika
Sumber :

° http://digilib.uin-suka.ac.id/1276/
° http://mpippsuinmaliki.blogspot.com/2011/04/books-review-aliran-aliran-filsafat-
dan.html

Judul : Aliran-Aliran Filsafat Dan


Etika Tahun 2011
Penulis : Andy Firmansyah
Karya : Prof. Dr. Juhaya S.
Praja Jenis : Artikel / Book Review

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DAN ETIKA

Persoalan tentang sumber pengetahuan manusia, yang kemudian melahirkan


aliran-aliran dalam filsafat. Menurut Louis Q. Kattsof mengatakan bahwa sumber
pengetahuan manusia itu ada lima macam, yaitu :

1. Empiris yang melahirkan aliran empirisme


2. Rasio , melahirkan aliran rasionalism
3. Fenomena, melahirkan aliran fenomenologi
4. Instuisi ,melahirkan aliran instuisme
5. Metode ilmiah,merupakan gabungan antara aliran rasialisme dan empirismei.Prof.
Juhaya (2005) juga mengemukakan aliran Kritisisme Immanuel Kant, Idealisme,
Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup Henri
Bergson, dan Sekularisme
Uraian dari aliran-aliranya sebagai berikut :
 Aliran Empirisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu
adalah pengalaman inderawi. Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704),aliran
ini menyebutkan bahwa es itu membeku dan dingin,karena secara pengalaman
inderawi es itu dapat dilihat bentuknya beku dan rasanya dingin. Dari disinilah dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan itu didapat dengan perantaraan inderawi/
pengalaman inderawi yang sesuai, tetapi aliran ini mempunyai kelamahan karena
sebetulnya inderawi memiliki keterbatasan dan terkadang menipu. Dari kelemahan ini
muncul aliran kedua yatiu aliran Rasionalisme.
 Aliran Rasionalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa akal adalah dasar dari
kepastian pengetahuan. Tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596 – 1650). Aliran
ini muncul karena koreksi dari aliran Empirisme menurut kacamata aliran ini manusia
akan sampai pada kebenaran semata-mata karena akal, inderawi. Analogi menurut
aliran ini adalah kenapa benda yang jauh akan kelihatan kecil ? karena secara akal
bayangan yang jatuh dimata akan kecil atau contoh analogi lain kenapa gula terasa
pahit bagi orang yang demam, karena lidah orang yang sakit demam itu tidak normal.
Akal manusia potensi jiwa yang terdiri dari praktis yang bertugas
mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. teoritis khusus berkenaan dengan
persepsi dan epistemologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi
inderawi dan meringkas pengertian-pengertian universal.
 Aliran Fenomenalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan didasarkan
pada sebab akibat yang merupakan hubungan yang bersifat niscaya dan ditampakan
oleh sebuah gejala (Pehenomenon). Tokoh aliran ini adalah Imanuel Kant. analogi dari
aliran ini tentang bagaimana memperoleh pengetahuan bahwa kuman itu menyebabkan
penyakit tifus, orang yang menderita demam tifus disebabkan oleh kuman yang masuk
dalam diri orang tersebut.
 Aliran Instuisme, yatiu aliran yang berpendapat lahirnya pengetahuan yang lengkap
dan utuh tidak hanya diperoleh melalui indera dan akal tetapi butuh juga instuisi utuk
menangkap keseluruhan objek pengetahuan. Tokoh aliran ini adalah Henri Bergson
(1859 – 1941), aliran ini mirip dengan aliran Iluminasionesme/Teori Kasyf dalam
ajaran Islam yaitu pengetahuan langsung dari Tuhan yang hanya bisa diterima apabila
hatinya telah bersih
 Metode Ilmiah, Sifat yang menonjol dari metode ini, digunakannya akal dan
pengalaman yang disertai dengan sebuah unsur baru, yaitu hipotesis. Bila hipotesis
dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesis
tersebut dapat dipandang sebagai hukum.
 Kritisisme Immanuel Kant, filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki
kebatasan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Dengan isi utama dari
kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan
estetika.

2. The Moral Virtues In Aristotele’s Nicoma Chean Etichs


Sumber : http://scholar.google.co.id/scholar?
lookup=0&q=THE+MORAL+VIRTUES+IN+ARIST OTLE
%E2%80%99S+NICOMA+CHEAN+ETICHS&hl=en&as_sdt=0,5
Nama penulis : Robert C. Bartlett and Susan D.
Colling Tahun terbit 1999
Tempat terbit : State University of New York Press. State University
Plaza,Albany,Ny 12246
Judul artikel : Action and Political Thought of Aristotle Moral and Political
Thought of Aristotle (The Moral Virtues in Aristotle‟s Nicoma Chean
Ethics)
Volume : 106a21-24, 1107a2-3. For 31

THE MORAL VIRTUES IN ARISTOTLE’S NICOMA CHEAN ETICHS

Pemikiran Aristoteles tentang kebajikan etika moral di Nicomachean yang


bertujuan untuk mengajarkan kita tentang kehidupan moral sebagai mana baiknya.
Pembahasan ini banyak memicu kekhawatiran mengenai filsafat politik yang disampaikan
oleh Aristoteles, khususnya perhatian untuk memahami hubungan yang baik antara etika
manusia dengan politics.Sebuah diskusi singkat tentang pentingnya resep ini untuk studi
kebajikan tertentu berfungsi untuk memperkenalkan subjek utama dari artikel ini. Aristoteles
jelas menunjukkan bahwa penyelidikan kebajikan moral dalam Etika memiliki praktis
sebagai lawan tujuan teoritis: kita belajar kebajikan bukan untuk mengetahui apa itu dalam
arti teoritis tetapi untuk menjadi baik.
Dalam memperkenalkan kebajikan tertentu dalam BukunyaAristoteles
menunjukkan bahwa itu tidak cukup untuk memberikan definisi umum kebajikan, untuk
meninggalkannya dia mengatakan, misalnya, kebajikan yang merupakan karakteristik yang
membuat hal mana ia berasal baik dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik, atau
kebajikan yang berarti terhadap dua ekstrem,Untuk laporan yang menyangkut kebajikan
tertentu mengandung lebih kebenaran daripada rumus umum justru karena tindakan yang
berkaitan dengan keterangan. Oleh karena itu kita harus berbicara tentang hal-hal khusus ,
tindakan tertentu , dan menjelaskan dalam setiap kasus apa artinya untuk mematuhi aturan
umum kebajikan bahwa seseorang harus bertindak dengan cara yang seharusnya , ketika
salah satu harus , dan sebagainya. Sebuah pemahaman lengkap tentang kebajikan sehingga
harus mencakup pembahasan rinci dari kebajikan yang dimiliki oleh orang yang baik .Kisah
tentang kebajikan mengidentifikasi karakteristik yang baik dan kejahatan terkait,
Meskipun pengamatan Aristoteles tentang pentingnya investi gating kebajikan
tertentu, ulama jarang memberikan perhatian penuh untuk ini bagian dari Etika. Salah satu
alasan untuk mengabaikan ini disarankan oleh pengamatan dari Aristoteles yang terkenal
bahwa "ini bagian dari Etika menyajikan akun hidup dan sering lucu dari kualitas dikagumi
atau tidak disukai oleh orang Yunani dibudidayakan waktu Aristoteles." 3 Sejak Aristoteles
menunjukkan bahwa kebajikan moral adalah kebiasaan yang telah dibesarkan dengan baik,
ceritanya tentang kebajikan ini dapat dianggap terikat pada konvensi Yunani-nya. Namun
pemeriksaan yang cermat pada kenyataannya menunjukkan kebebasan Aristoteles dalam hal
ini. Unconventionality Nya yang paling jelas dalam paruh kedua account-nya di mana ia
memperkenalkan beberapa kebajikan sampai sekarang tak bernama dan.Hal ini lebih lanjut
jelas dalam pemesanan dan peringkat kebajikan ular partic, yang tidak hanya mencerminkan
pandangan tradisional Yunaninya. Hal ini tidak untuk mengatakan, bagaimanapun, bahwa
Aristoteles mengambil sikapnya dari ple Princi atau prinsip-prinsip ekstrinsik dengan
perspektif kebajikan moral. Sebagai elevasi obser sendiri tentang tujuan praktis penyelidikan
kami menunjukkan, ia mulai dari asumsi bahwa kebajikan moral merupakan kebaikan kita.
Dalam catatannya tentang kebajikan, saya sarankan, ia berusaha tidak untuk kritik eksplisit
atau untuk membela langsung asumsi ini.
Dalam mengidentifikasi, memesan, dan peringkat kebajikan, ia mengambil
sikapnya dari prinsip-prinsip implisit, jika tidak sepenuhnya dikembangkan, dalam perspektif
moral, dan jejak khususnya keterkaitan kompleks dua aspek fundamental dari kebajikan
moral: hubungannya dengan bangsawan pada satu tangan dan dengan kebaikan tertinggi .Ia
kemudian berusaha untuk menjelaskan baik kepenuhan dan batas-batas pandangan tersirat
dalam moral keluar melihat bahwa kebajikan, yang baik dan mulia.
Dengan memperhatikan rincian akunnya kebajikan-mereka tertentu kesempurnaan
tertentu, tions rela mereka satu sama lain, dan jenis kegiatan yang melibatkan atau yang
mereka menunjuk-kita mengerti lebih jelas hubungan antara kebajikan moral
Kebajikan moral Aristoteles .
3. The Moral Significance Of Merely Possible Person
Sumber :
http://link.springer.com/chapter/10.1007/978-90-481-3792-3_2
Nama penulis : Melinda A Roberts
Tahun terbit : 2009
Bulan Terbit : June
Judul artikel : Abortion and The Moral Significance of Merely Possible Person
(Finding Middle Ground in Hard Cases)
Volume : Philosophy and Medicine 107

THE MORAL SIGNIFICANCE OF MERELY POSSIBLE PERSON

Beberapa teori mungkin tertarik pada Moral Actualism karena mereka tertarik
Modal Actualism.Moral Actualism sendiri datang dalam dua bentuk, kuat dan lemah.
Tapi hanya satu dari bentuk-bentuk yang ketat actualist. Hanya satu bentuk yang
mengambil posisi bahwa orang-orang penting secara moral jika hanya mereka yang
melakukan akan ada di dunia unik yang sebenarnya. Yang lain memiliki kita katakan
bahwa orang-orang bukan masalah moral jika dan hanya jika mereka akan ada - yaitu,
akan menjadi "yang sebenarnya" –maka telah bertindak di bawah pengawasan . Untuk
itu, saya akan meninggalkan istilah Moral Actualism ( Kuat dan Lemah) di belakang
dan menggunakan hanya Pengecualian (Alpha dan Beta) sebagai gantinya.
Independen, maka, metafisika kami, Pengecualian dapat segera menyerang kita
sebagai commonsensical.
Seperti antara Inklusi dan Eksklusi, setidaknya, itu adalah Pengecualian yang
tampaknya memiliki kemampuan untuk mengenali perbedaan moral penting antara
"Michael W. Hoppe sebagai orang yang bahagia" dan "membuat orang bahagia."
Inklusi, dengan perbandingan, tampaknya benar-benar fantastis. Menurut Inklusi, kita
harus menyertakan bagaimana hanya mungkin terpengaruh, tepat di samping
bagaimana kita sendiri dipengaruhi, dalam membuat perhitungan kita tentang apa
yang kita haruskan.Caspar Kelinci menunjukkan bahwa Moral Actualism -
Pengecualian - sama saja dengan pendekatan berbasis orang, yang meliputi (antara
lain) intuisi berbasis orang. Lihat Kelinci (2007). Bahkan, bagaimanapun,
Pengecualian adalah salah satu cara untuk mengartikulasikan pendekatan berbasis
orang. Variabilism adalah alternatif dan cara yang jauh lebih dipertahankan
mengartikulasikan baik intuisi itu sendiri dan pendekatan. Lihat catatan 17 di atas dan
bagian bawah .
Banyak teori menemukan actualism modal pandangan yang menarik. Bentuk
yang sangat ketat pandang yang mungkin tampak memaksa kita untuk mengadopsi
Moral Actualism (Alpha) atau memberhentikan sebagai omong kosong upaya untuk
mengatakan bahwa dunia di mana seseorang ada bisa lebih baik (atau lebih buruk)
untuk orang tersebut dari dunia di mana orang yang tidak pernah ada sama sekali.
Tapi pendekatan yang sangat ketat seperti tampak bermasalah. Sebuah semantik
masuk akal, actualist atau tidak, harus memahami kalimat "JFK bisa memiliki anak
lagi yang senator tapi bisa astronot sebagai gantinya." Lihat McMichael (1983).Untuk
menghindari mengemis pertanyaan mendukung Inklusi - atau melawan Inklusi,
dengan membuat suara Inklusi seperti ide konyol bahwa kita harus merajut dan
panggang kue cokelat bagi seseorang yang tidak akan pernah ada sama sekali - sangat
penting untuk tidak membaca posisi moral tertentu substantif dalam cara ini berbicara
tentang hanya mungkin. Kita bisa, dengan kata lain, berbicara tentang hanya mungkin
karena "memiliki kepentingan" atau "menimbulkan kerugian" - bahkan jika pada
akhir hari kita simpulkan, dengan Exclusionists, bahwa mereka kepentingan dan
kerugian yang benar-benar tanpa arti moral atau , dengan Variabilists, bahwa
beberapa dari mereka kepentingan dan kerugian memiliki arti moral, tetapi beberapa
tidak. Singkatnya, tujuan berbicara dengan cara ini adalah untuk mencapai kejelasan
tambahan, tidak mengemis pertanyaan.

4. Perdebatan Etis Atas Euthanasia (prespektif aliran filsafat moral)


Sumber : http://digilib.uin-suka.ac.id/1276/

Judul : Perdebatan etis atas euthanasia (prespektif aliran filsafat moral)


Tahun 2008
Penulis : Bajang Tukul
Jenis : Artikel
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PERDEBATAN ETIS ATAS EUTHANASIA


(prespektif aliran filsafat moral)

Euthanasia merupakan sebuah permasalahan medis yang aktual dan


kompleks.secara umum euthanasia mempunyai arti mengakhiri hidup dengan cara
yang mudah dan tanpa rasa sakit,euthanasia juga serinmg disebut sebagai enjoy death
(mati dengan tenang).kajian mengenai hal ini sudah seringkali dibahas dalam berbagai
bidang seperti agama,medis,agama,hukum,dan psikologi .namun sejauh ini hasilnya
masih mengandung berbagai ketidakpuasaan karena memang sulit sekali untuk
dijawab secara objektif dan meyakinkan.
Dalam perkembangannya dunia kedokteran senantiasa diikuti oleh berbagai
tantangan ,setidaknya dari prespektif etikannya.Dr,Frans Magnis Suseno ,seorang ahli
filsafat terkemuka diindonesia,pernah menyatakan bahwa tantangan-tantangan etika
kedokteran sering bersifat kontroversial.menurut frans,beberapa tantangan etika
kedokteran meliputi penetapan norma-norma etika kedokteran,otonomi pasien,janin
manusia dan euthanasia.
Karena tindakan euthanasia dilakukan oleh manusia selaku makhluk rasional
yang berakal budi,maka tindakan tersebut tidak begitu saja dilepaskan dari
tanggungjawab moral meskipun motif yang mendasarinya adalah karena belas
kasih.bagaimanapun juga tindakan euthanasia tidak bisa begitu saja dibenarkan atau
disalahkan,banyak sekali unsur yang harus diperhatikan untuk menilai benra tidaknya
hal tersebut.
Merujuk pada 2 (dua) aliran besar dalam filsafat moral yang dalam penelitian
ini juga dijadikan penulis sebagai alat untuk mengkaji permasalahan euthanasia,yaitu
deontologisme dan teleologi utilitarisme.pada dasarnya penilaian deontologisme
terletak pada benar tidaknya suatu perbuatan,apakah perbuatan itu baik,wajib atau
tidak .bukan pada tujuan akhir atau hasilnya saja.sedangkan penilaian teleologi
utilitaris terletak pada kemanfaatan atau hasil akhir yang akan dicapai.jadi bukan
perbuatan itu sendiri yang dinilai.
Dengan melihat dari sudut pandang filsafat moral,Manusia tidak akan berhenti
pada satu titik penemuan,melainkan akan berfikir terus menerus untuk mencapai
penemuan baru berikutnya.sesuai dengan sifat manusia,apa yang telah dikerjakan
akan terus ditingkatkan dan disempurnakan,karena ilmu dan tekhnologi tidak bisa
dihentikan,yang bisa dilakukan adalah mengatur dan mengantisipasi langkah apa yang
harus diambil untuk menghindari akibat yang diinginkan.
Salah satu masalah moral yang yang terjadi dewasa ini adalah euthanasia
,dimana dibutuhkan penyelesaian yang komprehensif dari berbagai pihak.euthanasia
perbuatan atau tindakan dengan cara langsung (aktif) maupun tidak langsung (pasif)
,baik bersifat sukarela maupun tidak sukarela,untuk memperpendek maupun
mengurangi hidup pasien berdasarkan suatu alasan yang layak dan rasional,demi
kepentingan pasien ataupun keluarganya sendiri,dibawah tanggung jawab tim medis
yang menanganinya.
Filsafat moral (dalam hal ini deontologis dan utilitaris) memandang
permasalahan euthanasia tidak terlepas dari kehendak atau motivasi para pelaku medis
untuk tidak melakukan tindakan euthanasia karena terikat oleh kewajiban untuk
melaksanakan kehendak baik (menghargai dan menghormati kehidupan pasien)
dengan ditentukan oleh maksim-maksim yang mendasarinya.sedangkan prespektif
utilitaris adalah karena adanya sesuatu yang hendak dicapai dari tindakan pelaksanaan
euthanasia tersebut.dari prespektif filsafat moral tersebut para pelaku medis mencoba
bertahan pada sikap etis dan sikap moral yang tinggi.akan tetapi hal-hal yang sangat
dikhawatirkan adalah penyalahgunaan hak,wewenang dan tanggungjawab yang
diemban oleh pelaku medis itu sendiri .jika sudah dimasuki oleh kepentingan-
kepentingan yang tidak bertanggungjawab dan ada intervensi dari pihak lain,maka
tidak mungkin tindakan euthanasia tersebut akan sangat membahayakan
harkat,martabat dan integritas kehidupan masyarakat.

5. Analisis filsafat moral Aristoteles terhadap ajaran Sanghyang Siksakandang


Karesian
Sumber :
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=vie
w&typ=html&buku_id=31805&obyek_id=4

Kata kunci : Filsafat Moral Aristoteles,Sanghyang Siksakandang Karesian


No Inventaris : c.1 (0194-H-2007)
Deskripsi : ix, 118 p., bibl., ills., 30 cm
Bahasa : Indonesia
Jenis : Journal
Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2006
Lokasi : Perpustakaan Pusat UGM
File : Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi
Penulis : Enoh
Pembimbing : Prof.Dr. Lasiyo, MA.,MM

Analisis filsafat moral Aristoteles terhadap ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian

Di dalam analisis filsafat moral aristoteles terhadap ajaran sanghyang


siksakandang karesian ,Objek material dari penelitian filsafat moral aristoteles ini
adalah naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, dengan objek formalnya adalah
ajaran moral, yang dianalisis berdasarkan filsafat moral Aristoteles. Tujuan penelitian
yang dilakukan sanghyang siksakandang karesian ini adalah untuk menginventarisir,
mengkritisi, mengaktualisasi dan menginterpretasi nilai-nilai primordial Sunda, yang
dilakukan sebagai upaya konservasi dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal dalam
kontek universal, dengan isu sentral kebahagiaan sebagai tujuan hidup, dan hidup
yang baik sebagai sarana mencapai kebahagiaan. Karakteristik penelitian ini bersifat
kualitatif, menggunakan studi kepustakaan, dengan menggunakan metode historis
faktual, dan metode analisis hermeneutis. Pengumpulan data melalui eksplorasi dari
buku-buku yang berkaitan dengan filsafat moral. Kemudian penelitian tersebut
dituangkan ke dalam catatan-catatan kecil yang dihimpun selama kurang lebih lima
bulan, selanjutnya dilakukan identifikasi, dan kemudian dituangkan kedalam
sistematika penulisan yang bersifat refleksif analisis . Hasil dari penelitian ini adalah,
bahwa tujuan tertinggi moralitas adalah sebuah kebahagiaan, dan sarananya adalah
hidup yang baik. Tidak ada perbedaan antara ajaran Sanghyang Siksakandang
Karesian dengan filsafat moral Aristoteles dalam dua aspek di atas. Perbedaan terletak
pada landasan moralnya.
Ini sedikit cuplikan dari naskah sanghyang siksakandang karesian, Eusi
Sanghyang siksa kanda ng karesyan ngawengku dua bagian. Nu kahiji disebut
Dasakreta salaku "kundangeun urang réa" (ajaran ahlak jeung pancén unggal jalma),
sedengkeun nu kadua disebut Darma pitutur nu eusina hal-hal ngeunaan pangaweruh
nu sawadina dipimilik ku unggal jalma sangkan hirupna mawa guna di dunya.Najan
pustaka ieu nyebut manéh "karesyan", eusina mah teu ukur ngeunaan kahirupan kaom
agamawan, malah loba nu patali jeung kaparigelan hirup nurutkeun ajaran
darma.Mereka memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai
tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam
lingkungan pertamanya. Renungan religiusitas masyarakat Sunda menghasilkan mitos
asal usul hari, disebut Dongéng Poé, sebagai salah satu bukti pandangan kosmologi
waktu masyarakat Sunda dari masa lalu. Mitos ini menjadi teladan dalam
mengharmoniskan rutinitas manusia dengan siklus waktu yang berada di luar
kekuatan manusia.
Ajaran Sanghyang Siksakandang Karesian berdasarkan pada tradisi dan
kepercayaan, sedangkan ajaran filsafat moral Aristoteles berdasarkan pada penalaran
(rasio), Akibatnya terjadi perbedaan pada pokok-pokok ajarannya. Pokok ajaran
Sanghyang Siksakandang Karesian adalah norma-norma tradisi yang harus ditaati
(sudah tersedia), sedangkan pokok ajaran filsafat moral Aristoteles adalah norma -
norma logika melalui ajaran “jalan tengah”. Berani itu baik. Berani itu jalan tengah
antara dua ekstrem, yaitu nekad dan penakut. Hasil simbiosis mutualistis sebagai
upaya konservasi dan revitalisasi dari dua ajaran ini adalah, memperlakukan ajaran
Sanghyang Siksakandang Karesian yang bersifat normatif tradisional dikontrol oleh
penalaran yang kritis, refleksif, dan argumentatif. Kata kunci : Moral, kebahagiaan,
kewaspadaan, praktis, kontemplatif.

6. Pemikiran tentang hukum dan moral dalam filsafat Cina periode Han awal (206 SM
- 6 M)
Sumber :
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&
typ=html&buku_id=7004&obyek_id=4

Kata kunci : Moral,Filsafat Cina,Filsafat Cina,Moral,Periode Han Awal (206 SM,6M)


No Inventaris : c.1 (2332/H/2001)
Deskripsi : x, 289 p., bibl., ills., 30 cm
Bahasa : Indonesia
Jenis : jurnal
Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2001
Lokasi : Perpustakaan Pusat UGM
File : Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

Penulis Tjahyadi, Sindung


Pembimbing : Prof.Dr. H. Lasiyo,
MA.,MM

Pemikiran tentang hukum dan moral dalam filsafat Cina periode Han awal
(206 SM - 6 M)

Hubungan antara hukum dan moral merupakan salah satu masalah penting
dalam filsafat hukum. tidak ada dan tidak pernah ada pemisahan total hukum dari
moralitas. Oleh karenanya hukum yang dipisahkan dari keadilan dan moralitas
bukanlah hukum. hukum tanpa moral adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki
dan utopia yang menjurus kepada peri-kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh
kesusilaan dan berakar pada kesusilaan yang dapat mendirikan kesusilaan. Dalam banyak
literatur dikemukakan bahwa tujuan hukum atau cita hukum tidak lain daripada keadilan.
Sistem hukum yang tidak memiliki akar substansial pada keadilan dan moralitas pada
akhirnya akan terpental. Gustav Radbruch, di antaranya menyatakan bahwa cita hukum tidak
lain daripada keadilan.Selanjutnya ia menyatakan “Est autem jus a justitia, sicut a matre sua
ergo prius fuit justitia quam jus”, yang diterjemahkan: “Akan tetapi hukum berasal dari
keadilan seperti lahir dari kandungan ibunya, oleh karena itu keadilan telah ada sebelum
adanya hukum.” Menurut Ulpianus, Justitia est perpetua et constans voluntas jus suum
cuique tribuendi, yang diterjemahkan secara bebas, keadilan adalah suatu keinginan yang
terus-menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.
Kompleksitas masalah yang muncul tentang pokok soal tersebut menuntut
sebuah tinjauan komprehensif menyangkut konsep-konsep tentang manusia,
masyarakat, politik, dan etika. Kajian terhadap filsafat Han Awal dengan latar corak
filsafat Cina yang selalu terkait dengan filsafat manusia dan etika politik, diharapkan
memberi sumbangan bagi kajian sistematis dari filsafat hukum dan filsafat komparatif
.Penelitian filsafat ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan melalui tiga
tahap yaitu :

a. Tahap I,yaitu mengumpulkan dan mengklasifikasi data


b. tahap II analisis data,yaitu upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga
karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan
bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan
penelitian.
c. tahap III ,yaitu evaluasi dan penulisan akhir.

Penelitian ini menemukan bahwa, berdasarkan pada “kebajikan-kebajikan


manusia yang dasariah” dalam rangka “pemenuhan din manusia secara integral”,
hubungan antara hukum dan moral adalah koeksistensi dan interdependensi. Hukum
dan moral saling mengkualifikasi. Kajian tentang filsafat Han Awal meneguhkan
pernyataan tersebut. Secara filsafat Han Awal memandang hukum dan moral secara
naturalisits dalam terminologi kosmologi Yin-Yang. Kecuali pada Madzab Huang-
Lao, kecenderungan filsafat formal kala itu adalah memberikan status yang rendah
terhadap hukum dan menempatkan moralitas sebagai norma sosial yang utama.
Namun demikian, Huainan-Tzu dan Madzab Huang-Lao menolak pernbudayaan
norma moral ,sedangkan Tiing Chung-shu dan Yang Hsiung mendukung rekayasa
sosial melalui konfusianisasi hukum. Gejala penting lain yang terjadi pada Periode
Han Awal adalah naturalisasi hukum.dalam naturalisasi hukum tersebut.

7. Melampaui Positivisme Dan Modernitas


Sumber :
° https://books.google.co.id/books?isbn...
° https://www.google.co.id/search?tbm=bks&hl=en&q=metodologi+penelitian+aliran++
filsafat+moral&gws_rd=ssl

Judul : Melampaui Positivisme dan Modernitas


Tahun 2003
Penulis : F.Budi Hardiman
Jenis : jurnal
Penerbit : kanisius (anggota IKAPI)
YOGYAKARTA ISBN :978-979-21-0667-1

MELAMPAUI POSITIVISME DAN MODERNITAS

Awal dari filsafat adalah bertanya,bertanya tentang apa saja,atau singkatnya


,mempersoalkan realitas.dua unsur penting dalam berfilsafat adalah “mempersoalkan”
dan “realitas”.filsafat yang diharapkan dapat berdiri ditengah-tengah ilmu-ilmu
pengetahuan.namun,dalam arti ini filsafat bukan menjadi semacam puncak ekstasis
rasional ilmu-ilmu,makhkota ilmu-ilmu atau ratu ilmu-ilmu .filsafat kritis yang
dimaksud disini yaitu filsafat yang memiliki fungsi reflektif dan pragmatis,yaitu
menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu pengetahuan dalam rangka “proses
transformasi abadi “ masyarakat dan umat manusia.misalnya anda melihat tetangga
anda yang miskinsejak lama ,belum tentu realitas itu membuat anda
mempersoalkannya.bertahuntahun anda hidup sekampung dan memandang
keadaannya sebagai hidup yang selayaknya.mungkin anda melihat orang itu malas
dan tidak pandai mengatur hidupnya atau ia dilahirkan dari keluarga buruh yang
melarat.lantas “kewajaran” membuat keadaan dapat dmengerti.hasil peneropongan
kita dari luar itu tentu sangat berguna .dengan itu kita membandingkan,mencari
kaitan,mencari sebab,menelusuri sejarah,dan sebagainya dengan hal-hal lahiriyah
lainnya.misalnya kita menemukn struktur-struktur yang membuat orang itu miskin
,entah itu struktur sosial,politis atupun budaya.kalau kita menjelaskan struktur-
struktur yang bisa diuji secara empiris itu,kita mendapatkan sebuah analisis analisis
tentang realitas itu.itulah refleksi tahap pertama yang dilakukan untuk mempersoalkan
kewajaran itu.
Sekelompok filsuf dalam sebuah program yang terus berkembang adalah apa
yang dikenal dengan mazhab frankfrut ,yang tokohnya sampai saat ini masih aktif
mengembangkan program metodologinya adalah jurgen harbermas .mereka
melakukan penelitian-penelitian multidisipliner dengan memakai pendekatan-
pendekatan yang kritis dari berbagai aliran filsafat.seperti
fenomenologi,hermenutik,analisa-bahasa,vitalisme dan sebagainya.semua pendekatan
ini diintegrasikan kedalam analisis epistemologis yang kritis dari marx yang dikenal
dengan sebutan “teori kritis” .
Pada kritik awal-awalnya para pendahulu harbermas ,seperti
horkheimer,Adorno,Marcuse menunjukkan bahwa positivisme bermasalah,karena
pandangan tentang penerapan metode ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu sosial tak lain
dari saintisme atau ideologi.pebuktian mereka dapat di sederhanakan sebagi
berikut.dengan pengandai-ngandaian hal tersebut diatas (netral,bebas nilai,dan
seterusnya).
Penelitian harus memperoleh pengetahuan tentang das sein (apa yang ada) dan
bukan das sollen (apa yang seharusnya ada).dengan cara itu pengetahuan tidak
mendorong perubahan,hanya menyalin data sosial itu.meskipun sangat tajam kritik
mereka,namun masih berbau moralitas ,dan baru alam pemikiran habermas persoalan
ini ditunjukkan secara epistemologis.teori kritik habermas ini menghasilkan sebuah
prespektif yang berharga bagi kita untuk melihat dua paradigma penelitian.
Riset dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam masyarakat indonesia
masih lazim menggunakan pendekatan kuantitatif.pendekatan yang mencrari
“objektivitas” dan “kebebasan nilai” ini banyak dipengaruhi oleh metode-metode ilmu
alam yang memang terbukti sukses diterapkan dalam bentuk tekhnologi
modern.sementara di barat sendiri,tempat asal perkembangan ilmu-ilmu
tersebut,sudah sejak abad ke-19 positivisme dalam ilmu – ilmu sosial dianggap tidak
memadai untuk memahami manusia dan masyarakat.bahkan,orang mengkritik
positivisme sebagai akar dehumanisasi dan dominasi totaliter modern.positivisme
adalah jiwa modernitas,karena itu kritik atas modernitas harus dimulai dari kritik atas
positivisme dengan upaya-upaya untuk menemukan kekhasan metodologi ilmu sosial-
kemanusiaan.

8. Upacara Adat Beati Filsafat Moral


Sumber :
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=
&perpus=1&searchstring=Filsafat%20Moral&self=1&op=review

Kata kunci : Upacara adat,Beati,Filsafat moral


No Inventaris : c.1 (2210-H-2009)
Deskripsi : xiii, 101 p., bibl., ills., 29 cm
Bahasa : Indonesia
Jenis : journal
Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2009

UPACARA ADAT BEATI FILSAFAT MORAL

Penelitian ini berjudul “Upacara Adat Beati dalam Perspektif Filsafat Moral”.
salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa praaksara dapat
kita jumpai pada upacara-upacara adat Upacara adat Beati adalah upacara adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo. Proses penanaman Karakter Nilai Budaya Bersih
dan lainnya dilakukan melalui proses belajar baik itu jalur pendidikan formal, informal, dan
non formal. Upacara ini adalah sebuah ritual yang dilaksanakan sebagai bentuk perubahan
status seorang gadis kecil menjadi gadis remaja. Tujuan penelitian ini adalah menggali
berbagai makna etis dalam setiap prosesi dan simbol yang digunakan dalam upacara adat
beati. Objek formal penelitian ini adalah etika atau filsafat moral sedangkan objek
berasal dari buku atau penelitian sebelumnya yang membahas tentang upacara
adat Beati. Langkah metodis penelitian ini adalah materialnya adalah upacara adat beati.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, di mana seluruh data yang digunakan
inventarisasi, kategorisasi, dan analisis data dengan menggunakan pendekatan
Hermeneutika dengan unsur-unsurnya yang deskripsi, interpretasi dan refleksi kritis.
Deskripsi digunakan untuk menggambarkan latar belakang historis, tahapan-tahapan dan
tujuan upacara adat beati. Interpretasi digunakan untuk menginterpretasikan seluruh
prosesi dan berbagai simbol dalam menemukan makna filosofisnya. Refleksi kritis atau
heuristika ditujukan untuk menemukan sesuatu yang baru dari langkah sebelumnya.
Dalam konteks peneltian ini adalah upacara adat beati dalam perspektif Filsafat
Moral.Tahapan-tahapan penelitian ini dirangkum dalam tiga pertanyaan berikut: Pertama,
mengapa upacara adat beati penting bagi masyarakat Gorontalo? Kedua, apa hakikat
nilai-nilai moral yang terkandung dalam upacara adat beati? Ketiga, apa kontribusi
upacara adat beati dalam pengembangan moral masyarakat?. Hasil dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa makna berbagai prosesi upacara adat beati merupakan akulturasi
antara nilai-nilai religius dan nilai-nilai budaya yang ditunjukkan dengan: Pertama,
prosesi dan simbol yang mendeskripsikan hubungan manusia dengan Tuhan. Kedua,
simbol dan prosesi upacara adat beati yang bermakna etika hubungan manusia dengan
sesama manusia, ajaran moral untuk saling membantu dan menghargai. Ketiga,
mengandung makna etis tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara umum
makna etis yang terkandung dalam upacara adat beati adalah agar setiap gadis yang
dibeati harus menjalani kehidupannya dengan baik dan benar untuk memperoleh
kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.
Upacara adat Beati pun sangat membutuhkan peranan masing-masing individu.
Semua akan sulit terciptatanpa adanya persatuan dan kesatuan dari dan antar suku
penganut kebudayaan.Perkembangan jaman yang begitu pesat sejatinya bukan menjadi
penghambat pelestariankebudayaan bangsa Indonesia. Karna sebagai manapun
perkembangan dunia ini terjadi,sejatinya dari kebudayaan warisan leluhur itulah bangsa
ini tercipta maka sepatutnya teruskita lestarikan sampai ke generasi-generasi selanjutnya.

9. Konsep kesadaran moral dalam filsafat Konfusianisme


Sumber http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&
typ=html&buku_id=4613&obyek_id=4

Kata kunci : Filsafat Konfusius,Moralitas Perbuatan,Filsafat Konfusius


No Inventaris : c.1 (1462/H/99)
Bahasa : Indonesia
Jenis : jurnal
Penerbit : [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 1999
File : Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi
Penulis : Herawati, Yunie

Pembimbing : Prof.Dr. Lasiyo, MA.,MM


KONSEP KESADARAN MORAL DALAM FILSAFAT KONFUDIANISME

Etika pengembangan diri pribadi Konfusianisme merupakan salah satu metode


untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran moral seseorang, yang sangat
esensial dalam kehidupan manusia sebagai manusia. Tumbuhnya kesadaran moral, selain
sebagai akibat adanya energi „ch‟i‟yang mendorong benih-benih moral bawaan sejak
lahir yang inherent dalam kodrat manusia, juga karena benih-benih moral „sprouts‟ yang
selalu diolah, dibina dan dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan
unsur- unsur dasar kesadaran moral dalam filsafat Konfusianisme, hasil perniluran dari
tiga tokoh yang mendominasi Konfusianisme, yakni Konfuzi, Mengzi, dan Xunzi, untuk
kemudian dirumuskan ke dalam konsep kesadaran moral. Ketiga tokoh ini memiliki
pandangan yang berbeda dalam ajaran moralnya, namun dengan satu kesamaan
pandangan dalam tujuan ajaran moralnya, untuk membentuk manusia ideal yakni
„manusiajunxi‟.
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya
adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan
berbudi luhur. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar
bagaimana manusia bertingkah laku. Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa
menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah
barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan
dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Bahan material tesis ini adalah
filsafat Konfusianisme, dengan konsep kesadaran moral. Cara menganalisis data,
menggunakan metode : deskripsi, interpretasi, analisis-sintesis, koherensi intern, d an
refleksi filsafati. Deskripsi, digunakan untuk menguraikan ajaran moral Konfusianisme
agar dapat dipaharni makna yang terkandung d dalamnya. Koherensi intern, digunakan
agar dapat memberikan interpretasi yang tepat tentang perkembangan kesadaran moral.
Refleksi, digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baru tentang hakekat
perkembangan kesadaran moral yang terdapat dalam kodrat rnanusia. Hasil penelitian
yang diperoleh dari penelitian ini, untuk mengungkapkan konsep kesadaran moral dalam
filsafat Konfusianisme yang disebut chih p ‟o, a dalah kesadaran dari manusia dengan
kemanusiaan sejati yang melandasi tindakannya dalam hubungan antar pribadi dengan
nilai-nilai kebajikan atas dorongan kehendak. Tingkat perkembangan kesadaran moral
Konfusianisme, pada hakikatnya Secara hierarkhis terjadi tahap demi tahap, berurutan,
tidak dapat dibalik-balikkan. Tingkat paling sempurna dari seluruh tingkatan itu adalah
adanya kesadaran manusia tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum, tetapi
sebagai pribadi yang harus dihormati. Hal ini mempunyai relevansi yang sangat penting
terhadap pengembangan masyarakat yang berkesadaran kritis, khususnya masyarakat
Indonesia.
Kini, lebih dari 2000 tahun setelah kelahiran Konfusianisme, ajaran-ajarannya
masih terasa relevan dalam situasi sekarang. Tidak hanya bagi masyarakat Cina, tapi juga
bagi kita yang merasa kebenaran seolah bersembunyi entah dimana, bagi masyarakat kita
yang rasa cinta, keramahtamahan dan sopan santun seolah menghilang dari lubuk hati.
Cinta, keramahtamahan dan sopan santun yang kita warisi dari leluhur kita sendiri seolah
hilang tanpa bekas. Jadi, tidak ada salahnya belajar kebajikan sebagai nilai-nilai
kemanusiaan yang universal, meskipun itu datangnya dari negeri Cina.

10. Pandangan Franz Magnes Suseno Tentang Etika


Moral Sumber :

° http://garuda.dikti.go.id/
° https://www.google.com/search?q=Aliran-
Aliran+Dalam+Filsafat+Musdiani%2C+Musdiani&ie=utf-8&oe=utf-8

Judul : Pandangan Franz Magnis Suseno Tentang Etika/Moral


Tahun 1997
Penulis : Franz Magnis Suseno, Jaya Suprana, dkk
Penerbit : Jakarta :Kanisius
Volume 14
Jenis : Journal

PANDANGAN FRANZ MAGNIS SUSENO TENTANG ETIKA/MORAL

Franz Magnis Suseno, SJ. adalah seorang Rohaniawan, lahir pada tahun 1936
di Eckersdorf, Jerman. Sejak tahun 1961 tinggal di Indonesia. Ia menekuni berbagai
bidang keilmuan seperti filsafat, teologi, dan teori politik di Pullach, Yogyakarta, dan
Munchen. Franz Magniz Susena sekarang adalah guru besar filsafat di sekolah tinggi
filsafat Driyakarya Jakarta. Dia juga mengajar di pascasarjana Universitas Indonesia,
dosen tamu pada Gexwister-School-Institut Universitas Munchen, pada Hochshule for
Philosophie, Munchen Jerman, dan pada Fakultas Teologi Universitas Insbruch
Jerman. Sekitar 18 buku serta lebih dari 200 karangan populer dan ilmiyah sudah
ditulisnya, terutama di bidang etika, filsafat politik, dan filsafat Jawa. Antara lain,
Berfilsafat Dari Konteks yang diterbitkan oleh Gramedia tahun 1991, didalam buku
ini terdapat kedudukan filsafat maupun etika dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal pemikiran tentang etika berpandangan bahwa etika bisa mencapai
puncaknya yang luhur dalam humanisme-nya, karena etika secara konsekuen
mengakui dan menghendaki kesamaan derajat semua orang. Etika mengajarkan
bahwa terhadap siapapun hendaknya bersikap baik hati, dengan tidak memandang
warna kulit, suku, budaya, dan agama. Wanita berhak atas perlakuan sama dengan
pria, buruh harus dihormati hak-haknya, musuh berhak atas belas kasih dan
pengampunan. Dengan kerangka berfikir seperti itu, moralitas manusia menemukan
kesadaran akan hak-hak asasi setiap orang sebagai manusia. Dan Franz merumuskan
cita-cita negara sedunia dan persaudaraan universal.
Menurut Franz Magnis Suseno etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik
berkaitan dengan pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah-istilah moral. Dalam
arti yang lebih luas etika diartikan keseluruhan mengenai norma dan penelitian yang
dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya
menjalankan kehidupannya.
Tokoh lain yang mengutarakan tentang pengertian etika adalah Aristoteles.
Etika menurutnya adalah ilmu tentang tindakan tepat dalam bidang khas manusia.
Objek etika adalah alam yang berubah terutama alam manusia, oleh karena itu etika
bukan merupakan episteme atau bukan ilmu pengetahuan. Tujuan etika bukanlah
dispisisifikan kepada pengetahuan, melainkan praxis, bukan mengetahui apa itu hidup
yang baik, melainkan membuat orang untuk hidup yang lebih baik. Pendapat ini
bertentangan dengan Franz yang menganggap bahwa etika merupakan ilmu yang
sistematis.
Secara historis etika sebagai usaha dari filsafat, yang lahir dari kerusakan
tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu. pada zaman ini
pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercayai, maka para
filosof yang peka terhadap kondisi ini mulai mempertanyakan kembali norma-norma
dasar bagi perilaku manusia. Frans berpendapat bahwa etika bukanlah suatu sumber
tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiaran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Karena etika yang
merupakan pemikiran secara filsafat itu mempunyai lima ciri khas yaitu bersifat
rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. etika disini yang dimaksudkan
adalah merupakan filsafat moral, atau suatu pemikiran secara rasional, kritis,
mendasar dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika memberikan pengertian
mengapa seseorang mengikuti moralitas tertentu, atau bagaimana seseorang dapat
mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai moralitas.

11. Nilai-Nilai Moral Dalam Lirik Musik Dangdut Rhoma Irama Antara Tahun 1970-
1980
Sumber : http://eprints.walisongo.ac.id/122/
Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang Jenis : jurnal
Penulis : M.Mustolehudin
Tahun 2012

NILAI - NILAI MORAL DALAM LIRIK MUSIK DANGDUT RHOMA IRAMA


ANTARA TAHUN 1970 -1980

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa di dalam lirik-lirik musik dangdut
Rhoma Irama antara tahun 1970-1980 terdapat nilai-nilai moral yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan individu,kehidupan keluarga, kehidupan
masyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dalam kehidupan
beragama.Fakta-fakta dalam kehidupan manusia di Indonesia banyak terjadi kasus-
kasus amoral yang tidak sesuai dengan norma-norma di masyarakat maupun norma-
norma yang berasal dari hukum (wahyu) Tuhan. Nilai-nilai moral yang terdapat dalam
lirik-Lirik musik dangdut Rhoma Irama antara lain: nilai amanah, nilai benar (as-
Ṣiddīq), nilai kejujuran, nilai keadilan(al-„adl), nilai kasih sayang (al-Raḥmah), nilai
persaudaraan, nilai persatuan dan nilai toleransi (tasamuh).
Nilai-nilai moral tersebut relevan untuk diimplementasikan dalam segala
zaman.hal ini disebabkan yang menjadi rujukan utama dalam lirik-lirik musik dangdut
tersebut adalah bersumber dari al-quran dan hadis.nilai-nilai moral yang terkandung
dalam lirik-lirik musik dangdut rhoma irama dapat diimplementasikan dalam
kehidupan individu,keluarga,kehidupan masyarakat,kehidupan berbangsa dan
bernegara,dan dalam kehidupan beragama.
Ulama-ulama pada masa lalu ,dalam menyampaikan pesan-pesan moral
(agama) tidak terbatas pada text suci (al-quran),hadis nabi,dan kitab-kitab akhlaq,akan
tetapi juga melalui karya sastra.salah satu tokoh islam yang menggunakan media puisi
atau syair untuk menyampaikan ajaran agama islam (moral) adalah ibnu
miskawaih.sebagaimana ulama‟ dan pujangga,rhoma irama menjadikan rilik musik
sebagai media penyampaian nilai-nilai religi.melalui lirik musik,rhoma irama
berusaha mengekspresikan karyanya melalui iringan genre musik dangdut.
Jadi,antara moral,etika dan akhlak sama-sama membahas tentang nilai baik
dan buruk ,benar salah dari tindakan / perilaku manusia.nilai moral manusia dapat
tercermin dalam perilaku ketuhanan.nilai moral adalah ketika seorang dalam
perilakunya ,bertindak pada jalan tengah.seseorang dinilai memiliki nilai moral ketika
dalam hidupnya memilih jalan hidup sufi,yaitu mereka yang jiwanya senantiasa
berada pada jalan kebenaran ,dapat membedakan antara yang hak dan yang
batil,sehingga ia akan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.
Terdapat berbagai aliran filsafat moral,antara lain :aliran naturalism,aliran
hedonism,aliran utilitarism,aliran teologis,aliran idealisme,aliran vitalisme,aliran
pragmatisme,aliran evolusionisme dan lain-lain.
Tujuan dari aliran aliran tersebut pada akhirnya berujung pada bagaimana
manusia memperoleh kebahagiaan.kebahagiaan dapat diperoleh melalui nilai-nilai
moral .semakin bermoral manusia akan semakin mendapatkan kebahagiaan.moral
dapat juga diperoleh melalui musik .jadi moral dan musik saling berhubungan .moral
terkait dengan nilai-nilai etika,sedangkan musik terkait dengan nilai-nilai
estetika,kehalusan,keselarasan,dan keindahan.
Rhoma irama merupakan raja dangdut indonesia,ia dilahirkan pada 11
dsember 1946 di tasikmalaya jawa barat .sejak kecil rhoma irama telah dikenalkan
dengan musik.awal perjalanan karirnya diawali dengan kelompok “tornado” dan grup
musik “varia irama melody”.genre musik rhoma irama ,dalam lirik musik ciptannya
sebagian besar berisi tentang pesan-pesan moral dan sebagian yang lain berisi tentang
cinta,kritik sosial terhadap kehidupan masyarakat,bangsa dan dalam kehidupan
agama.data tentang musik ciptaannya diketahui dalam ensiklopedi indonesia
berjumlah 300 lagu.diantaranya yang terkaitan dengan nilai moral dalam kehidupan
individu adalah lagu ; setetes air hina, begadang, darah muda, banyak jalan menuju
Roma, rupiah, ingkar, tersesat, Lāilāha illallāh, takwa, kematian, dan sebujur
bangkai.nilai-nilai moral tersebut tetap relevan untuk diimplementasikan pada masa
lampau,masa kini dan masa yang akan datang.
12. Studi Pemikiran Filsafat Moral Raghib Al Isfahani (W. 1108 M)
Sumber :
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Studi+Pemikiran+Filsafat+Moral+Ra
ghib+Al+Isfahani+%28W.+1108+M%29&btnG=

Penulis :Drs. Amril M., M.A


Jenis :Jurnal
Department : Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta
Division : Study Islam
Language : Indonesia
Subject : Ilmu Agama Islam
Publisher : Pasca Sarjana
Published : 2001-07-14
Location : digilibuinsukaacid
City : Yogyakarta – UIN

PEMIKIRAN FILSAFAT MORAL RAGHIB AL ISFAHANI (W.1108 MSTUDI)

Disertasi ini membahas pemikiran filsafat moral Raghibal Isfahani yang


mencakup kerangka dasar dan bangunan pemikirannya; makarim shari‟a sebagai
wacana etika dan realitas perilaku moral etis par excellence, sebagai wacana etika
sangat rnemungkinkan untuk dikembangkan sebagai wacana etika Islam masa kini
dan akan datang. Hal ini selain terlihat pada struk'tur dasar dan bangunan
pemikirannya yang bergerak pada pengembangan perilaku moral etis yang tetap
berada dalam kerangka ajarannya, juga terlihat dari jalinan yang erat antara faplla
nafsiya dan faplla tawffqiya yang keduanya ini sangat memungkinkan etika Islam
bergerak leluasa seirama dengan dinamika historisitas-faktual manusia dengan tanpa
meninggalkan normativitas-transendental agama.
ahkam al shari‟a sebagai dasar makarim shari‟a, fungsi daya jiwa guna meraih
khalifah Allah SWT dan sa‟ada serta metode pemikirannya. Selain menganalisis
pemikiran Raghib al Isfahani dari telaah dasar filsafat moral modern yang mencakup
konsep nilai, motivasi perilaku moral dan keputusan moral, juga dibahas keberadaan
pemikirannya untuk masanya dan masa sekarang. Pentingnya kajian terhadap
pemikiran Raghib al Isfahani ini, dikarenakan terdapat terobosan baru dalam
pemikiran etika untuk masanya, namun yang lebih penting lagi adalah sangat
memungkinkan pengembangan fungsionalisasi etika Islam untuk masa sekarang dan
masa mendatang.
Penelitian ini menemukan bahwa makarim shari‟a sebagai wacana etika
Raghib al Isfahani adalah berupaya mentransformasikan sifat-sifat Allah SWT ke
dalam perilaku manusia yang memang telah dianugrahkan oleh Allah SWT
kepadanya, dengan terlebih dahulu menunaikan ibadah-ibadah fardhu dan
melaksanakan penyucian jiwa. Hal seperti ini sangat memungkinkan manusia untuk
berperilaku moral etis par excellence, sehingga tidak saja manusia berhak menjadi
khalifah Allah SWT, tetapi juga dapat meraih malakiyan rabbaniyan dan sa‟ada
ukhrawi sebagai kebahagiaan hakiki. Kecuali itu, struktur dasar pemikirannya yang
menempatkan makarim al shari‟a di atas ahkam al shari‟a dengan tetap memberi
batasan ontologis yang tegas antara keduanya, pengembangan akal pada jalur
naturalnya, adanya paduan relijius dan obyektifitas rasional-empiris melalui
pendialogisan pewahyuan dan rasio, teori etikanya yang berbentuk ethical indivudual-
social egoism, merupakan di antara unsur-unsur pemikiran filsafat moral Raghib al
Isfahani yang secara niscaya layak untuk dikembangkan sebagai model pemikiran
etika Islam untuk masa sekarang dan akan datang
Perubahan sosial yang begitu kompleks dan menantang, mertjadikan
pemikiran filsafat moral Raghib al-I~fahani belum sepenuhnya dapat mertjawab
keseluruhan problema kehidupan sosial, namun pada sisi tertentu filsafat moralnya
mampu menjawab persoalan kehidupan sosial masyarakat moderen melalui
pembentuk kualitas pribadi yang baik dan bajik.
pemikiran filsafat moral Raghib al-I~faham kurang menampilkan secara
eksplisit dimensi sosial kemasyarakatan, namun bukan berarti bentuk pemikirannya
ini tidak dapat dikembangkan untuk masa sekarang dan masa datang. Pemikiran-
pemikirannya yang layak untuk dikembangkan itu di antaranya, konsep makarim af-
harI'a sebagai wacana etika dalam pengembangan perilaku moral etis yang tetap pada
kerangka dogma agama, atau konsep pengembangan akal yang tetap berada pada jalur
naturialnya, atau pendialogisan yang intensif agama dan akal, atau konsep egoistik-
individualistik-sosial pemikiran filsafat moralnya dan konsep keadilan dan mahabba
sebagai instnunen tegaknya kehannonisan sosial.

13. Pemikiran Etika Ibnu Miskawaih Dan J.J. Rousseau (Studi Perbandingan Filsafat
Moral)
Sumber :
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Pemikiran+Etika+Ibn+Miskawaih+Dan+J.J
.+Rousseau+%28Studi+Perbandingan+Filsafat+Moral%29&btnG
penulis : Dra. Muhmidayeli, M. Ag
jenis : jurnal
Language : Indonesia
Subject : Ilmu Agama Islam
Published : 2000-05-06
Location : digilibuinsukaacid
penerbit : Yogyakarta – UIN

PEMIKIRAN ETIKA IBNU MISKAWAIH DAN J.J. ROUSSEAU


(Studi Perbandingan Filsafat Moral)

Studi perbandingan terhadap ide etika IbnMiskawaih dan J.J. Rousseau


memfokuskan kajiannya dalam menjawab persoalan kebahagiaan sebagai tujuan etika
mereka, kedudukan akal dan hawa nafsu dalam peraihan moral, kebebasan dalam
moral, serta kaitan moral individu dan sosial.Studi ini selain menggunakan metode
deskriptif, komperatif-kritis dan idealisasi, juga menggunakan metode heuristika dan
hermeneutika.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam
pemikiran etika mereka. Persamaan ide mereka dapat dilihat selain dalam metodologi
dan menjadikan pemikiran metafisika sebagai landasan teori etikanya, juga dalam
tujuan etika mereka yang sama-sama mengarahkan perilaku moral pada perwujudan
kebahagiaan individu.
Meskipun dengan menggunakan metode yang sama, yaitu metode analisis-sintesis,
tetapi karena cara pandang mereka berbeda, maka banyak melahirkan perbedaan
dalam pemikiran etikanya. Perbedaan mendasar ini terlihat dari cara mereka
memandang eksistensi manusia dalam menentukan kemanusiaannya.
Kendatipun Ibn Miskawaih dan J.J. Rosseau sama-sama berkeyakinan bahwa
manusia bebas menentukan perilaku moral untuk dirinya, namun teori kebebasan
dalam moral yang diagungkan oleh Ibn Miskawaih dalam pemikiran etikanya selalu
terbentur pada kehendak dan kekuasaan Tuhan sebagai Penguasa, sedangkan J.J.
Rosseau yang berpendirian bahwa freedom adalah sesuatu daya yang telah
dianugerahkan Tuhan pada manusia dan Tuhan tidak mungkin lagi menarik apa yang
telah diberikanNya, karena menurutnya hal ini akan merendahkan martabat manusia
dan dapat menjatuhkan kebesaran ketuhanan Tuhan itu sendiri, menjadikan teorinya
tentang kebebasan dalam moral ini pun tidak menghadapi kesukaran seperti yang
terjadi pada Ibn Miskawaih.
Teori etika Ibn Miskawaih dan J.J. Rosseau yang individualistik dengan
menjadikan kebahagiaan individu sebagai tujuan etikanya, tidak menjadikan mereka
mengakui adanya pluralitas dalam moral. Hal ini tidak lain adalah karena kebaikan
dan kebajikan oral dalam konteks etika mereka selamanya tetap bersifat monoistik.
Dalam memandang kaitan moral individu dengan kebaikan dan kebajikan orang lain
di luar dirinya, Ibn Miskawaih menjadikan orang lain sebagai ajang pengujian
perolehan kebaikan dan kebajikan individu. Meskipun tindakan seseorang individu
juga baik untuk orang lain, hal itu bukanlah tujuan dan sasaran yang sesungguhnya.
Yang menjadi sasaran tindakan moralnya adalah aku (dirinya) dan Tuhan, bukan aku
dan orang lain. Lain halnya dengan J.J. Rosseau yang melihat kebobrokan moral
karena hubungan individu dengan orang lain, sehingga ia berupaya mengawinkan
kepentingan dan kebebasan individu dengan orang lain di luar dirinya. Ibn Miskawaih
berbeda pendapat dengan J.J. Rosseau dalam memandang hubungan individu dengan
orang lain di luar dirinya, tetapi mereka sependapat bahwa keadilan merupakan
kebaikan kebajikan moral tertinggi bagi kehidupan manusia dan sekaligus juga
sebagai kunci bagi perwujudan masyarakat yang bermoral. mereka juga sepakat,
bahwa hukum sebagai wadah bagi masyarakat yang berkeadilan mesti dibangun di
atas moral, karena moral itu adalah poros bagi semua kehidupan manusia.banyak teori
etika mereka dianggap relevan dengan kondisi sekarang, terutama yang menyangkut
hubungan moral, agama dan masyarakat. Ide Ibn Miskawaih yang memberika
penghargaan besar terhadap individu dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip
moral, sosial dan agama, serta menjadikan moral sebagai poros semua kehidupan
tetap relevan untuk masa sekarang.

14. Refleksi Filsafat Moral Terhadap Masalah Diskriminasi Gender


Sumber :
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=Refleksi+Filsafat+Moral+Terhadap+Masal
ah+Diskriminasi+Gender&btnG=
Penulis : Nugroho, Hastanti Widy, Dr. A. Sudiarja, Sj
Jenis : artikel jurnal
Language : Indonesia
Subject : Filsafat Moral,Diskriminasi Gender
Publisher : Universitas Gadjah Mada
Published : 2002
Location : Repositori UGM

REFLEKSI FILSAFAT MORAL TERHADAP MASALAH DISKRIMINASI


GENDER

MasaIah diskriminasi gender, dengan banyaknya dominasi pria dan


subordinasi perempuan ditemukan pada semua masyarakat tanpa mengenal batasan
ruang dan waktu. Para ilmuwan seringkaIi menyebut permasalahan tersebut sebagai
masalah abadi (perenid). Dan penelitian ini secara khusus berusaha mengungkap
masalah diskriminasi gender yang berkaitan dengan moralitas. Muncul sejumlah
pertanyaan berkaitan dengan moralitas, apakah moral berkaitan dengan perbedaan
gender ?. Jika perbedaan gender berkaitian dengan moditas, norma moral manakah
yang sedang berlaku? Bagaimanakah perbedaan gender berpengaruh terhadap pilihan
nilai-niiai moral dalam sistem etika?
Sebenarnya inti dari diskriminasi adalah perlakuan berbeda. Akibat pelekatan
sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah diskriminasi gender. pada awalnya
pembagian kerja, baik secara biologi maupun gender antara laki-laki dan perempuan
dianggap sama-sama memiliki nilai dan keseimbangan. Perubahan tersebut muncul
karena adanya pembagian konsepsi pada laki-laki dan perempuan sehingga
mengalami marginalisasi dalam sektor pekerjaan yang berakibat pada kecenderungan
perempuan untuk melakukan pekerjaan informal yang kurang memberikan
perlindungan hukum dan upah yang rendah. Di samping itu, faktor subordinat
perempuan dalam sosial maupun kultural, stereotipe terhadap perempuan juga turut
mempengaruhi diskriminasi perempuan dalam pekerjaan. Saat ini berbagai upaya
sudah dilakukan oleh kalangan pembaharu untuk menyetarakan laki-laki dan
perempuan dalam pekerjaan salah satunya dengan disahkannya Konvensi
Penghapusan Segala Diskriminasi terhadap Perempuan pada tahun 1979 sebagai
wujud perlindungan perempuan dari berbagai diskriminasi, termasuk dalam sektor
pekerjaan.
Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan, yang dilakukan Berdasarkan
bahan dari buku-buku, majalah, jurnal dan internet. Kajian kepustakaan tersebut
dilakukan untuk menemukan pandangan para fiisuf sepanjang sejarah keberadaan
diskriminasi gender tersebut, terutama dalam kaitannya dengan moralitas, sejak Masa
Yunani hingga sampai Masa Kontemporer. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode hermeneutik dengan tahap-tahap antara lain deskrispsi, komparasi
dan refleksi untuk mendapatkan pandangan holistik dan komprehensif dan pnelitian
ini antara Iain membuktikan bahwa masalah moditas memang terkait persoalan
gender. Terdapat tiga kelompok filsuf yang memiliki pandangan berkaitan dengan
diskriminasi gendernya. Fiisuf yang berpandangan bahwa dalam tataran ideal serta
pada tataran sosio-kultural hanya terdapat satu sistem moral yang tidak mengenal
perbedaan jenis kelamin sama gender.
Filsuf yang berpandangan bahwa pada dataran ideal, sistem moral hanya satu
yang berIaku bagi manusia secara umum. Tetapi ketika dimanifestasikan dalam
kehidupan sosiai, sistem moral tersebut melahirkan nilai-nilai modalitas berbeda bagi
laki -laki dan perempuan. Filsuf yang berpendapat bahwa moralitas dalam tataran
ideal serta pada manifestasi kehidupan sehari-hari berbeda bagi laki-laki dan
perempuan. Biasa nya gender dalam moralitas terlihat pada niiai-nilai moral maskulin
yang mendominasi nilai-nilai feminin dalam norma moral. Dominasi nilai-niiai
maskulin teriihat pada pandangan Aristoteles, Agustinus, john iocke dan J
.J.Rousseau. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dominasi nilai-niIai maskulin
diakhiri dengan cara mengembangkan keadilan gender. Terdapat dua langkah yang
pertama, memunculkan nilai-nilai feminin pada posisi setara dan pentingnya dengan
niiai-niiai maskulin. Dalam hal ini dengan mengembangkan perasaan moral dan
prinsip- prinsip etika keutamaan. Kedua, mengusahakan pengembangan moralitas
androgen yaitu sistem moral yang memuat nilai feminin dan maskuiin sekaligus.

15. RESPON AGAMA-AGAMA TERHADAP SPIRITUALISME


Sumber :
° https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=RESPON+AGAMA-
AGAMA+TERHADAP+SPIRITUALISME&btnG=
° http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/view/473

Penulis : Ramli Nur


Judul : respon agama-agama terhadap spiritualisme
Tahun 2013
Jenis : jurnal
VOLUME : 5,no 1 2013
jurnal.unimed.ac.id
RESPON AGAMA-AGAMA TERHADAP SPIRITUALISME

Spritualisme adalah aliran filsafat moral yang mengutamakan kerohanian.


Sedang spritualisme dari pandangan agama ditafsirkan dengan makna yang beragam
oleh banyak orang. Namun spritualitas merupakan potensi manusia yang tidak
mungkin hilang dalam kondisi dan situasi apapun. Spritualitas akan terus berkembang
sejalan dengan kebutuhan manusia, yang berada di puncak rasionalitas, dan berada di
sebuah “era” disebut globalisasi dan era postmodern.

Pada dasarnya, manusia adalah mahluk spritual karena selalu terdorong oleh
kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan “mendasar” atau “pokok”. Mengapa saya
dilahirkan? Apakah makna hidup saya? Buat apa saya melanjutkan hidup saat lelah,
depresi atau merasa terkalahkan? Kata spritualitas agama berarti berkenaan dengan
mental (kesadaran), perasaan, moralitas dan nilai-nilai luhur lainnya yang bersumber
dari ajaran agama. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan respon agama-agama,
dikhususkan pada agama Kristen dan gama Islam terhadap spritualisme.
Gerakan spritual merupakan reaksi dari dosa-dosa kapitalisme dan
imperialisme serata eksploitasi terhadap lingkungan dan masyarakat.Sebuah gerakan
yang memiliki visi yang berkaitan erat dengan penghayatan akan makna hidup dan
penghayatan terhadap kesadaran kosmis. Kesadaran yang disebut New Age ini telah
membawa penghayatan baru, bahwa “kembali kepada ke pusat” ,pada hakekatnya
berkaitan dengan keperluan akan tumbuhnya kesadaran kosmis. Dalam banyak
ajarannya dikatakan bahwa pusat diri manusia itu bersifat transenden, jadi ada dalam
kesadaran rohani, soul consciousness. Sehingga apa yang disebut “kembali ke pusat”,
adalah proses kembalinya diri kepada keadaan yang awal secara rohani yaitu yang
sempurna secara spiritual, atau sebagaimana yang kutip oleh Ruslani sebuah istilah
Frithjof Schuon dalam bukunya Understanding Islam, 1979, disebut sebagai man as
such, manusia sebagaimana adanya, manusia yang masih berada dalam fitrah-nya .
Spiritualisme dari pandangan filsafat memberi pengertian bahwa yang
hakekatnya adalah roh (immateri), bukan benda. Aliran ini dibangun oleh Plato (SM).
Lawannya ialah materialisme, bahwa yang hakekat ialah materi, karena roh adalah
perwujudan dari materi. Sedang spiritualisme dari pandangan agama ditafsirkan
dengan makna yang beragam oleh banyak orang. Namun spiritualitas merupakan
potensi kemanusiaan yang tidak mungkin hilang dalam kondisi dan situasi apapun.
Spiritualitas akan terus berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia, yang berada
di puncak rasionalitas, dan berada di sebuah “era” disebut globalisasi dan era
postmodern.
Manusia Barat mengalami keterasingan terhadap hal-hal yang bersifat
duniawi, lantas mereka berupaya mencari sesuatu yang sifatnya bathiniah (spiritual)
dan transenden. Ajaran Kristen lebih menekankan pada dimensi spiritualisme dari
agama. Dalam perkembangannya kemudian lebih melembagakan dan memasukkan
aspek dunia di dalamnya. Nabi Muhammad SAW, membawa ajaran yang seimbang
antara dunia dan akhirat. Dalam Islam, segala bentuk tata kehidupan umat Islam
mempunyai spiritualitas, sejauh didasarkan pada kesadaran keesaan Tuhan,
sebagaimana diajarkan oleh para Zahid dan Sufi yang menanamkan rasa takut disertai
rasa pengharapan (al-khauf wa al-raja), kepatuhan (ath-tha‟ah) dan cinta (al-hubb)
kepadaNya. Dengan demikian, semua tindakan manusia timbul dari kesadaran
bathiniah sebagai mahkluk teomorfis.

Anda mungkin juga menyukai