Anda di halaman 1dari 28

PIT DAN FISSURE SEALANTS: TIPE-TIPE, EFEKTIVITAS, RETENSI

DAN PELEPASAN FLUORIDE

Pembimbing
drg. Steffano Aditya Handoko, MPH
Penguji
drg. Luh Wyn Ayu Rahaswanti, Sp.KGA

Disusun Oleh:
SGD 5
Ni Putu Ratna Adyatmi Swari (1502405001)
Made Prastika Pramesti (1502405010)
Ida Ayu Indah Satyari (1502405012)
Akhmad Kamal (1502405019)
Km. Lisa Purnia Cahyani (1502405021)
Made Amrita Ayu Ambharisa (1502405030)
Ni Nyoman Gita Puspa Dewanti (1502405037)
Nanda Weda Asmarini (1502405038)
I Putu Yudha Dharma Sentanu (1502405047)

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2017

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya yang melimpah kami dapat menyelesaikan tulisan ini
sebagaimana adanya.
Adapun tujuan penulisan student project ini secara umumnya adalah untuk
melengkapi tugas Student Project yang memiliki topik fissure sealant yang
merupakan salah satu syarat tugas kelulusan Semester 4 Blok Clinical Dental
Skill I Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Udayana tahun
2015. Sedangkan tujuan penulisan makalah ini secara khususnya bagi kami adalah
untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan mengenai fissure sealant.
Kami sangat menyadari bahwa penulisan makalah Student Project ini masih
diluar kata sempurna serta memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh
karena itu kritik dan saran untuk kebaikan sangat kami butuhkan demi perbaikan
dan pengetahuan kami dalam penulisan makalah di masa depan.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II ISI
2.1 Tipe-tipe dari pit dan fissure sealant 3
2.1.1 Tipe Sealant Berdasarkan Generasi 3
2.1.1.1 Sealant Generasi Pertama 3
2.1.1.2 Sealant Generasi Kedua 4
2.1.1.3 Sealant Generasi Ketiga 4
2.1.2 Bahan Dasar Sealant 4
2.1.2.1 Glass Ionomer Cement 5
2.1.2.2 Flowable Resin Composite 7
2.1 Efektivitas dari Pit dan Fissure Sealant 8
2.3 Teknik Aplikasi dan Retensi dari Pit dan Fissure Sealant 12
2.3.1 Teknik Aplikasi Pit dan Fissure Sealant 12
2.3.2 Retensi Pit dan Fissure Sealant 14
2.3.2.1 Flowable Resin Komposit 14
2.3.2.2 Glass Ionomer Cement 15
2.3.3 Faktor-Faktor Penting dalam Retensi 16
2.3.3.1 Kebersihan permukaan 16
2.3.3.2 Isolasi 17
2.4 Pengaruh Pelepasan Fluoride pada Pit dan Fissure Sealant 18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 20
3.2 Saran 20

iv
DAFTAR PUSTAKA 21

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Flowable Resin Composite

v
dan Glass Ionomer Cement 5
Tabel 2. Pit dan fissure sealants dan pencegahan karies 9
Tabel 3. Aplikasi Komposit dan GIC 13

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pit dan fissure pada permukaan oklusal gigi merupakan bagian utama yang
rentan terhadap perkembangan karies, karena bentuk anatomisnya yang
menyempit. Terdapat berbagai variasi bentuk dan kedalaman pit dan fissure.
Bentuk pit dan fissure yang lebar dan dangkal mudah untuk dibersihkan sehingga
lebih tahan terhadap karies, sedangkan bentuk pit dan fissure yang cenderung
dalam, sempit, dan berkelok lebih rentan terhadap karies akibat terjadinya
penumpukan plak, mikroorganisme dan debris yang sulit dibersihkan (Veiga dkk,
2014).
Karies pada pit dan fissure dapat dicegah dengan pengaplikasian sealant
pada pit dan fissure. Fissure sealant merupakan perawatan preventif yang
mencegah intervensi awal karies gigi sebelum terbentuknya kavitas. Berbagai
penelitian telah menunjukkan efektivitas sealant dalam pencegahan karies,
menurunkan risiko karies pada pit dan fissure hingga 60% untuk 2 sampai 5 tahun
implementasinya. (Veiga dkk, 2014).
Tujuan dari pit dan fissure sealant adalah agar terjadinya penetrasi bahan ke
dalam pit dan fissure serta berpolimerisasi dan menutup daerah tersebut dari
bakteri dan debris sehingga dapat mencegah berkembangnya karies. Bahan
sealant yang ideal mempunyai kemampuan retensi yang tahan lama, kelarutan
terhadap cairan mulut yang rendah, biokompatibel dengan jaringan rongga mulut,
dan mudah diaplikasikan (Locker dkk, 2003).
Material sealant dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan bahan
dasar material yang digunakan, metode polimerisasi dan mengandung atau
tidaknya fluoride.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai tipe-tipe, efektivitas, retensi dan
pengaruh pelepasan flouride yang terdapat pada fissure sealant.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja tipe-tipe dari pit dan fissure sealant?
2. Bagaimana efektivitas dari pit dan fissure sealant?
3. Bagaimana retensi material pada pit dan fissure sealant?
4. Apa pengaruh pelepasan flouride pada pit dan fissure sealant?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tipe-tipe dari pit dan fissure sealant.
2. Untuk mengetahui efektivitas dari pit dan fissure sealant.
3. Untuk mengetahui retensi material pada pit dan fissure sealant.
4. Untuk mengetahui pengaruh pelepasan flouride pada pit dan fissure sealant.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui perbedaan masing-masing tipe pit dan fissure sealant, cara
pengaplikasian dan retensi masing-masing material.
2. Dapat mengetahui efektivitas pit dan fissure sealant.
3. Dapat menjadi referensi dalam penulisan karya tulis berikutnya.

BAB II
ISI

2.1 Tipe-tipe dari pit dan fissure sealant

2
Terdapat dua bahan pit dan fissure sealant yang digunakan yaitu sealant
berbasis resin komposit (flowable resin composite) dan sealant glass ionomer
cements (GIC). Bahan sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi variasi
anatomi yang ada pada permukaan oklusal tersebut, guna mencegah masuknya
bakteri, sisa-sisa makanan, dan debris ke dalam pit dan fissure. Bahan pit dan
fissure sealant ini digunakan pada kasus yang berbeda-beda, pemilihan bahan
disesuaikan dengan kondisi rongga mulut yang akan dirawat (Walsh, 2006).
Sealant yang tersedia dipasaran berbeda-beda, baik sealant yang
mengandung filler dan unfiller, dan apakah sealant bewarna clear, tinted, atau
opaque. Namun perbedaan utama dari sealant tersebut adalah bagaimana cara
polimerisasi dimulai. Sealant yang dipasarkan pertama kali disebut sealant
generasi pertama, yang diaktifkan dengan sumber cahaya ultraviolet dan tidak
lagi digunakan. Sealant generasi kedua merupakan auto polimerisasi. Sealant
generasi ketiga adalah photo-initiated dengan visible light (Rhakis dkk, 2007).

2.1.1 Tipe Sealant Berdasarkan Generasi


2.1.1.1 Sealant Generasi Pertama
Sealant generasi pertama atau yang menggunakan sistem
photopolimerisasi, mengandung inisiator yang diaktivasi dengan cahaya
intens dengan gelombang tertentu (ultraviolet). Tes klinis pertama
menggunakan cyanoacrylates yang dapat terurai sehingga tidak sesuai
untuk penggunaan dalam waktu panjang di rongga mulut. Cyanoacrylates
perlahan digantikan dengan dimethacrylates yang menggambarkan reaksi
produk dari bisphenol A dan glycidyl methacrylate (Bis-GMA), dimana Bis-
GMA adalah salah satu sealant yang paling banyak digunakan saat ini
(Kross dkk, 2005).
Namun dalam penggunaan radiasi ultraviolet ini mata pasien, operator
dan asisten harus dilindungi menggunakan kacamata khusus, jika tidak
dapat menimbulkan rasa terbakar pada mata. Penggunaan radiasi ultraviolet
menyebabkan sealant generasi pertama mulai ditinggalkan (Kross dkk,
2005).

2.1.1.2 Sealant Generasi Kedua

3
Generasi kedua merupakan sealant autopolimerisasi atau self-cured.
Cyanoacrylates perlahan digantikan dengan dimethacrylates yang
merupakan produk reaksi dari bisphenol A dan glycidyl methacrylate (Bis-
GMA), dimana Bis-GMA atau urethane dimethacrylate adalah bahan dasar
sealant yang paling banyak digunakan saat ini. Bahan ini mulai setting
ketika dilakukan pencampuran kimia antara katalis dengan akselerator.
Tidak ada cahaya yang dibutuhkan. Keuntungan dari produk
autopolimerisasi adalah biaya yang lebih murah karena tidak diperlukannya
unit light-curing dan kacamata pelindung. Selain itu waktu yang diperlukan
lebih sedikit untuk mengaktivasi dan meletakkan sealant. Keuntungan
lainnya sealant generasi kedua menunjukkan retensi yang lebih baik
dibandingkan generasi pertama. Kekurangannya adalah operator tidak bisa
mengontrol waktu setting ketika bahan katalis telah ditambahkan (Kross
dkk, 2005).

2.1.1.3 Sealant Generasi Ketiga


Generasi ketiga atau sealant dengan menggunakan visible light.
Keuntungan dari sistem light-cured ini adalah operator memiliki kendali
terhadap inisiasi dalam proses setting. Namun retensi dari sealant generasi
ketiga ini tidak sebaik sealant generasi kedua (Kross dkk, 2005).

2.1.2 Bahan Dasar Sealant


Untuk perawatan pit dan fissure sealants dapat menggunakan 2 jenis
bahan, yaitu: berbahan dasar Glass Ionomer Cement dan Flowable Resin
Composite tergantung dari kondisi gigi yang akan dirawat, namun sealant
berbahan resin adalah sealant yang digunakan secara luas dan memiliki
efektivitas yang baik. Bahan sealant yang ideal mempunyai kemampuan
retensi yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan mulut rendah,
biokompatibel dengan jaringan rongga mulut, dan mudah diaplikasikan
(Rhakis dkk, 2007).

Tabel 1. Perbandingan Flowable Resin Composite dan Glass Ionomer


Cement

4
No Kriteria Flowable Resin Composite Glass Ionomer Cement
1 Generasi Ketiga Kedua
2 Jenis ikatan Mekanik Kimia
3 Kekuatan Lebih kuat dari GIC Kurang kuat dibanding resin komposit
dan tidak bisa untuk tekanan yang
kuat
4 Daya Tahan Lebih tahan lama karena proses Daya tahan kurang lama
etsa
5 Pencegahan karies Rendah Tinggi (pengeluaran fluor yang tinggi)
6 Cara aplikasi Menggunakan etsa Menggunakan conditioner

7 Cara Manipulasi Lebih susah karena memerlukan Lebih mudah karena GIC memiliki
proses etsa dan bonding sifat adhesive lebih baik sehingga
tidak memerlukan etsa
8 Keperluan etsa Resin komposit tidak berikatan GIC mampu berikatan kimia dengan
secara kimia dengan email sehingga jaringan gigi karena GIC merupakan
perlu dibuat ikatan fisik dengan polimer multipel sehingga membentuk
cara pembuatan porositas untuk ikatan hidrogen yang kuat. Sehingga
retensi memungkinkan untuk membasahi,
adaptasi, dan melekat pada permukaan
email

2.1.2.1 Glass Ionomer Cement


Glass Ionomer Cement atau GIC digunakan pada perawatan pada gigi
molar anak-anak yang memiliki permukaan pit dan fissure yang sangat
dalam dimana kekuatan kunyahnya masih relatif tidak besar, isolasinya
mungkin cukup sulit, dan berisiko tinggi untuk terkena karies. GIC ini
dapat digunakan pada gigi molar yang belum erupsi dengan sempurna dan
keadaan dimana diperlukannya sealant sementara sebelum diganti dengan
resin sealant permanen (Lindemeyer, 2007).
GIC ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun kekerasan bahan
resinlah yang lebih baik. GIC memiliki kemampuan adhesi atau melekat
yang cepat dan sangat baik dengan gigi sehingga cocok digunakan pada
pasien yang kurang kooperatif yaitu pada anak-anak. GIC memiliki sifat
antikaries karena kemampuannya melepaskan fluor, bila terdapat karies

5
yang sudah mengenai enamel dan dentin maka dapat dilakukan dengan
tindakan pemberian flour yang dapat meningkatkan remineralisasi enamel
dan memberikan efek antimikroba (Anusavice, 2004). GIC memiliki sifat
hidrofilik yang membuatnya biokompatibel terhadap lingkungan yang ada
di rongga mulut (Lindemayer, 2007)
Klasifikasi GIC berdasarkan penggunaannya (Powers, 2008):
1. Tipe I untuk luting semen
Luting atau perekat merupakan suatu bahan yang bisa dibentuk untuk
menutup sebuah celah atau untuk menyemen dua komponen menjadi satu.
GIC memiliki perlekatan yang sangat baik untuk merekatkan crown, bridge,
dan veneer. GIC berikatan secara kimia dengan enamel dan dentin. GIC
yang diberikan pada dasar kavitas akan menghasilkan ion fluor serta
berkurangnya sensitifitas gigi, perlindungan pulpa dan isolasi. Hal ini
mengurangi timbulnya kebocoran mikro ( micro-leakage).
Contoh GIC sebagai luting semen : GC Fuji I
2. Tipe II untuk restorasi
Karena sifatnya adhesi dan estetik yang cukup baik yaitu memiliki
warna kekuningan serupa dengan gigi, GIC juga digunakan secara luas
sebagai bahan restorasi gigi baik mahkota maupun akar pada gigi posterior.
GIC dapat juga digunakan sebagai bahan ART.
Contoh GIC sebagai bahan restorasi : GC Fuji II (bahan restorasi
kelas II dan kelas V) dan GC Fuji IX
3. Tipe III untuk liner dan basis
GIC memiliki kelebihan sebagai liner karena kemampuannya
berikatan dengan dentin dan enamel. Pada teknik sandwich, GIC dapat
digunakan sebagai liner/basis dibawah resin komposit dan amalgam.
Contoh GIC sebagai liner dan basis : GC Fuji II
4. Tipe IV untuk Fissure Sealant
GIC mampu mengalir ke dalam pit dan fissure pada gigi posterior
khususnya gigi molar yang memiliki celah sempit. GIC tipe ini mampu
melepaskan flour lebih tinggi dari tipe yang lainnya yang dapat mencegah

6
karies pada permukaan pit dan fissure dan meminimalisir terbentuknya
karies sekunder.
Contoh GIC sebagai fissure sealant : GC Fuji VII
GC Fuji VII mempunyai dua macam warna yaitu putih dan pink. Fuji
VII pink banyak digunakan untuk melindungi permukaan gigi yang baru
erupsi dan resesi gingiva. Fuji VII putih untuk merawat hipersensitifitas
permukaan akar yang terbuka. Fuji VII dapat diaplikasikan pada daerah
yang sulit dilakukan kontrol saliva, oleh karena itu dapat digunakan untuk
merawat gigi molar yang baru erupsi dan masih tertutup sebagian oleh
jaringan gingiva. Fuji VII dapat digunakan sebagai perlindungan pada
fissure.
5. Tipe V untuk semen orthodontic
GIC memiliki ikatan langsung ke jaringan gigi oleh interaksi ion
Polyacrylate acid dan kristal hidroksiapatit. Penggunaan dalam melekatkan
bracket terbatas diakibatkan kekuatan perlekatannya yang relative lebih
lemah.
Contoh GIC sebagai semen orthodontic : GC Fuji ORTHO

2.1.2.2 Flowable Resin Composite


Flowable resin composite digunakan untuk gigi molar pada gigi
permanen yang sudah erupsi dengan sempurna. Gigi molar pertama
permanen tumbuh sekitar umur enam-tujuh tahun dan memerlukan waktu
untuk erupsi sempurna sekitar 1-1,5 tahun. Gigi molar pada gigi permanen
memiliki kekuatan kunyah yang besar dan flowable resin composite
memiliki sifat mekanis yang baik sehingga cocok digunakan pada gigi
molar permanen yang memiliki beban kunyah yang besar. Flowable resin
composite memiliki koefisien termal yang tinggi, dan merupakan isolator
termis yang baik. Kebanyakan resin bersifat radiopaque dan memiliki
karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan warna gigi setiap
individu (Anusavice, 2004). Flowable resin composite baik digunakan
karena memiliki retensi yang lebih besar dan lebih kuat dari glass ionomer
cement (GIC) dan dapat bekerja selama bertahun-tahun jika ditempatkan

7
dengan benar. Flowable resin composite memiliki kekurangan jika
menangani kondisi rongga mulut yang lembab, daerah kerja resin harus
benar-benar kering agar dapat bekerja dengan baik, kontaminasi dari saliva
akan mengakibatkan kegagalan sealant berbahan resin (Lindemeyer, 2007).

2.2 Efektivitas dari Pit dan Fissure Sealant


Sealant telah terbukti sebagai metode yang efektif dalam pencegahan
karies. Karies gigi dapat dicegah selama sealant masih tetap melekat pada
permukaan gigi dan karena itu keberhasilan dalam perawatan sealant dapat
diukur dengan mengetahui berapa lama sealant dapat bertahan pada gigi.
Kontaminasi saliva selama prosedur penempatan sealant merupakan faktor utama
terjadinya kegagalan sealant (Rhakis dkk, 2007).
Manton dan Messer (1995), dalam artikel review mereka menyatakan
bahwa efektivitas sealant dapat dievaluasi dengan 4 langkah:
a) Persen efektivitas, yaitu membandingkan riwayat karies pada gigi yang
memakai sealant dan tidak;
b) Persen retensi, yaitu persentase sealant yang membutuhkan penggantian,
dengan asumsi pengaplikasian gagal memerlukan penggantian;
c) Persen gigi bersealant / permukaan gigi yang menjadi karies dan / atau
sembuh;
d) Tingkat dimana sealant membutuhkan pengaplikasian kembali.

Tabel 2. Pit dan fissure sealants dan pencegahan karies


Penelitian Lama Penelitian Persentase gigi dengan sealant
tanpa karies
Cueto dan Buonocore (1967) 1 tahun 100%
Romcke dkk (1990) 1 tahun 96%
8-10 tahun 85%

8
Wendt dan Koch (1988) 10 tahun 94%
Simonsen (1991) 15 tahun 74%
Wendt dkk (2001) 15 tahun 95% molar kedua permanen
20 tahun 87% molar pertama permanen
Wendt dkk (2001) 15 tahun 74% molar pertama permanen

Lebih dari 7000 sealant setelah 4 tahun dan 57% dari permukaan gigi yang
bersealant tetap utuh bersealant dengan 18% berkurang atau gagal dan 24%
benar-benar hilang. 23% dari permukaan awal sebagai kekurangan baseline diberi
skor karies, dibandingkan dengan 21% dari permukaan tidak ber-sealant. Hanya
14,4% permukaan bersealant pada awalnya yang menjadi karies. Wendt dkk
melaporkan retensi 95% lengkap atau parsial tanpa karies pada gigi molar
permanen kedua setelah 15 tahun dan 87% lengkap atau retensi parsial tanpa
karies pada molar permanen pertama setelah 20 tahun. Dalam sebuah penelitian
yang berbeda penulis yang sama, dilaporkan bahwa 74% dari molar pertama
permanen yang bersealant bebas karies setelah 15 tahun.
Molar pertama permanen merupakan gigi yang paling sering mengalami
kerusakan akibat dari karies dan juga merupakan gigi yang paling sering
direstorasi, bahkan sebanyak 70% gigi molar pertama permanen yang terkena
karies harus dicabut. Molar pertama permanen erupsi sebelum gigi-gigi sulung
tanggal dan gigi ini merupakan gigi yang tidak menggantikan gigi sulung. Molar
pertama permanen merupakan gigi permanen yang pertama kali erupsi, yaitu pada
umur 6-7 tahun dan akar gigi terbentuk sempurna pada usia 9-10 tahun.
Peningkatan karies pada daerah oklusal tersebut diakibatkan oleh kompleksnya
morfologi permukaan oklusal yang menyebabkan plak bakteri sulit dibersihkan
secara mekanis. Untuk mengatasi karies pada oklusal yang prevalensinya
semakin meningkat setiap tahun, awalnya dilakukan pemberian fluoride dengan
tujuan agar terjadi proses remineralisasi, tetapi hasilnya kurang efektif. Untuk
mengatasi hal tersebut telah dikembangkan pencegahan khusus untuk karies
oklusal dengan menutup pit dan fissure yang dalam dipermukaan oklusal yaitu
fissure sealant. Sekitar 30% anak usia 1 sampai dengan 3 tahun pernah menderita
karies pada gigi sulung dan 67% dari karies ini merupakan karies oklusal. Pada
gigi permanen 65% gigi molar pertama mengalami karies oklusal pada usia 12
tahun (Wright dkk, 2015).

9
Fissure sealant merupakan bahan yang di letakkan pada pit dan fissure gigi
yang bertujuan untuk mencegah proses karies gigi. Fissure sealant diberikan pada
awal erupsi gigi agar dapat mencegah bakteri sisa makanan yang berada dalam
pit dan fissure. Tujuan utama diberikannya fissure sealant adalah agar terjadinya
penetrasi bahan ke dalam pit dan fissure dan berpolimerisai sehingga menutup
daerah tersebut dari masuknya bakteri dan debris. Pertimbangan lain yang perlu
diperhatikan dalam pemberian fissure sealant adalah umur anak yang
berhubungan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Upaya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada anak usia
sekolah perlu mendapat perhatian khusus karena pada usia ini anak sedang
menjalani proses tumbuh kembang, dan pada masa usia sekolah ini anak masih
sangat bergantung, keadaan gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap
kesehatan gigi dan mulut selanjutnya (Wright dkk, 2015).
Untuk mengetahui apakah gigi perlu diberikan sealant dilakukan
pemerikasaan dengan menggunakan sonde. Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam mempertimbangkan penggunaan sealant adalah (Locker
dkk, 2003):
1. Morfologi gigi
Morfologi pit dan fissure memiliki pengaruh penting terhadap karies.
Bentuk pit dan fissure tipe ‘U’ yang lebar dan dangkal mudah untuk
dibersihkan sehingga lebih tahan terhadap karies, sedangkan bentuk pit dan
fissure tipe ‘V’ dan tipe ‘I’ cenderung dalam, sempit, dan berkelok lebih
rentan terhadap karies akibat terjadinya penumpukan plak, mikroorganisme
dan debris yang sulit dibersihkan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk
diaplikasikan sealant
2. Status permukaan proksimal dari gigi yang akan di sealant
Jika restorasi proksimal melibatkan permukaan pit dan fissure tidak
perlu dilakukan sealant. Sedangkan jika terdapat karies proksimal namun
permukaan oklusal bebas dari karies dapat diaplikasikan sealant jika
prosedur konservatif bisa dilakukan pada karies proksimal.
3. Status karies pada permukaan oklusal
Permukaan oklusal yang terdapat karies yang terbatas pada bagian
enamel saja dapat dilakukan sealant, karena lesi awal tidak akan

10
berkembang dan akan tertahan selama sealant masih utuh. Pemeriksaan
dengan interval yang reguler harus dilakukan untuk meyakinkan retensi
yang baik dari sealant. Jika karies telah berkembang hingga ke dentin, gigi
harus dilakukan restorasi. Pits and fissures bernoda atau sedikit putih
(white spot), terutama pada pasien dengan riwayat karies tinggi
4. Status erupsi
Diperlukan isolasi yang adekuat agar retensi sealant bisa dipastikan,
sehingga direkomendasikan dilakukannya penempatan sealant setelah gigi
erupsi sepenuhnya untuk mengurangi risiko kontaminasi saliva selama
pengaplikasian. Buccal grooves dan lingual grooves hanya pada gigi yang
telah erupsi secukupnya dan terbebas dari gingiva dan kontak operkulum.
5. Aktivitas karies secara keseluruhan
Jika terdapat riwayat karies yang mengindikasikan kerentanan
terhadap karies pit dan fissure, gigi yang masih bebas dari karies
merupakan gigi dengan risiko yang tinggi untuk terkena karies sehingga
perlu dilakukan sealant.
Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fissure
adalah (Kross dkk, 2005):
1. Self cleansing yang baik pada pit dan fissure
2. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal
yang memerlukan perawatan
3. Banyaknya karies interproximal dan restorasi

2.3 Teknik Aplikasi dan Retensi dari Pit dan Fissure Sealant
2.3.1 Teknik Aplikasi Pit dan Fissure Sealant
Dua tipe bahan yang utama dari pit dan fissure sealant adalah flowable
resin composite dan GIC. Tersedia bahan sealant berbasis resin yang bisa
dipolimerisasi oleh autopolimerisasi, photopolimerisasi menggunakan cahaya
tampak atau kombinasi dari dua proses (Beauchamp dkk, 2008).
Glass ionomer cement tersedia dalam dua bentuk, keduanya mengandung
fluoride: konvensional dan resin-modified. Glass ionomer cement tidak
memerlukan etsa asam pada permukaan gigi, umumnya lebih mudah diletakkan
dibandingkan flowable resin composite karena memiliki sifat yang adhesive.
GIC dapat diaplikasikan pada keadaan yang lembab sementara flowable resin

11
composite harus diaplikasikan pada keadaan yang benar-benar kering. Bahan
GIC, yang dikembangkan dari kemampuannya melepaskan fluoride, bisa
mengikat secara langsung dengan enamel. Dihipotesiskan bahwa pelepasan
fluoride dari bahan ini dapat mencegahan karies. Namun, efek pelepasan
fluoride dari GIC belum terlihat secara klinis. Beberapa studi klinis telah
menunjukkan hal yang bertentangan mengenai apakah bahan-bahan ini secara
signifikan dapat mencegah atau menghambat karies dan mempengaruhi
pertumbuhan bakteri terkait karies dibandingkan dengan bahan yang tidak
mengandung fluoride (Beauchamp dkk, 2008).
Sejumlah transien bisphenol-A (BPA) dapat dideteksi dalam air liur dari
beberapa pasien segera setelah aplikasi awal sealant tertentu sebagai hasil
tindakan enzim saliva pada bisfenol-dimetetakrilat, komponen dari beberapa
bahan sealant. Menurut penelitian, BPA sistemik belum terdeteksi sebagai
akibat penggunaan sealant tersebut, dan potensi estrogenikitas pada tingkat
paparan rendah belum didokumentasikan (Beauchamp dkk, 2008).
Bahan sealant pit dan fissure bervariasi, seperti teknik yang digunakan
untuk menempatkannya. Petunjuk pabrik untuk penempatan dan retensi jangka
panjang dari Flowable resin composite yang efektif biasanya meliputi
kebersihan pit dan fissure, permukaan etsa asam yang sesuai dan menjaga
permukaan agar tetap kering dan tidak terkontaminasi oleh saliva sampai
sealant ditempatkan dan di-cured. Teknik dan rekomendasi tambahan seperti
yang dikutip dalam literatur dapat mencakup penggunaan agen pengikat;
Menggunakan berbagai bentuk preparasi enamel mekanis, seperti abrasi udara
dan modifikasi dengan bur (enameloplasti); Dan menggunakan teknik aplikasi
four handed (Beauchamp dkk, 2008).
Agen ikatan, juga dikenal sebagai perekat, dapat digunakan saat
menerapkan pit-and-fissure sealant. Sistem bonding saat ini dipasarkan sebagai
sistem total dan self-etch. Sistem total etch melibatkan tiga atau dua langkah
teknik penempatan, dengan langkah terpisah untuk etsa asam. Sistem etch
sendiri dikemas baik sebagai primer etet dengan perekat terpisah atau sistem
all-in-one yang menggabungkan etchants asam, primer dan perekat. Kedua
sistem ini tersedia dalam botol tunggal atau ganda (Beauchamp dkk, 2008).

12
Tabel 3. Aplikasi Komposit dan GIC (Fajerskov,2008)
Komposit GIC
Cleaning Cleaning
 Menggunakan sikat gigi dan  Sama dengan proses cleaning
pasta gigi pada aplikasi bahan flowable
 Handpiece + brush + pumice resin composite
dikombinasikan dengan  Pastikan pit dan fissure bebas
disemprotan air plak dan debris menggunakan
 Optional : semprotan sonde
bertekanan tinggi dengan
larutan garam ( sodium
hidrogen karbonat)

Isolasi Isolasi
 Rubber dam  Cotton roll
 Cotton roll  Optional : Rubber dam

Etching Aplikasi Bahan Sealant


 Bilas kemudian keringkan • Disposable micro brush dan
 Aplikasi bahan etsa : gel asam adentin conditioner
fosfat 37% dengan disposable • Bilas menggunakan cotton pellet
brush / disposable syringe basah 2 – 3 kali
berjarum tumpul diamkan 15 • Keringkan dengan cotton pellet
detik kering
 Bilas dengan 3 way syringe • Aplikasikan bahan sealants
selama 20 detik menggunakan aplikator berujung
tumpul

Aplikasi Bahan Sealant  Aplikasikan dengan telunjuk


 Aplikasi light-curing flowable petroleum jelly / cocoa butter
resin composite menggunakan dengan menekan permukaan
disposable mini brush / bahan sealants selama ± 5 detik
aplikator dalam kemasan kemudian angkat telunjuk ke
sealants arah samping
 Gunakan Sonde pada semua  Bersihkan kelebihan bahan
daerah yang dirawat untuk sealants menggunakan carver /
menghilangkan bubbles excavator besar
 Light cured lamp selama 20  Cek oklusi dengan artikulating
detik paper
 Cek margin sealants dengan  Ulasi dengan petroleum jelly /

13
menggunakan sonde / scaler cocoa butter
 Cek oklusi dengan artikulating
paper kemudian dikoreksi
menggunakanbur diamond
halus / arkansas stone
 Final Polishing dengan
Polisihing rubbers

2.3.2 Retensi Pit dan Fissure Sealant


2.3.2.1 Flowable Resin Komposit
Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat saat
berkontak disebabkan adanya gaya tarik – menarik yang timbul antara
kedua benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan
email namun Adhesi diperoleh dengan cara menciptakan ikatan fisik antara
resin dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada email
menyebabkan terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta retensi
mekanis yang cukup baik (Powers dan Sakaguchi, 2003).
 Teknik etsa asam
Sebelum resin komposit dimasukan pada email gigi yang akan
ditambal dimasukan etsa asam terlebih dahulu. Asam tersebut akan
menyebabkan hydroxiapatit larut dan hal tersebut berpengaruh terhadap
prisma email sehingga menghasilkan bentuk yang tidak spesifik dari
struktur prisma. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya pori-pori kecil
atau porositas pada permukaan email sehingga bisa terbentuk retensi dan
menjadi tempat resin mengalir bila ditempatkan kedalam kavitas (Powers
dan Sakaguchi, 2003).
Bahan etsa yang diaplikasikan pada email akan memperkuat ikatan
antara permukaan email dan resin dengan meningkatkan energi permukaan
email. Proses etsa pada permukaan email akan meninggalkan permukaan
yang secara mikroskopis tidak teratur atau kasar. Jadi bahan etsa
membentuk lembah dan puncak pada email, yang memungkinkan resin
terkunci secara mekanis pada permukaan yang tidak teratur tersebut
(Powers dan Sakaguchi, 2003).

14
2.3.2.2 Glass Ionomer Cement
Glass Ionomer Cement (GIC) sering dikenal sebagai bahan
biomimetik karena sifat mekanisnya yang sama dengan dentin. Selain itu,
terdapat juga keuntungan adhesi dan pelepasan fluoride sehingga menjadi
bahan yang cocok pada banyak restorasi terutama pada daerah yang
terdapat karies. Akan tetapi, sifat mekanisnya relatif buruk. Oleh karena itu,
bahan ini hanya dapat digunakan pada daerah yang memiliki beban tekanan
yang rendah dan harus dilapisi dengan resin komposit atau amalgam pada
daerah gigi yang memiliki beban tekanan tinggi (Tyas, 2006)
Retensi GIC terhadap email pada jaringan gigi berupa ikatan kimia,
sehingga tidak memerlukan teknik etsa asam. GIC merupakan polimer yang
mempunyai gugus karboksil (COOH) multipel sehingga membentuk ikatan
hidrogen yang kuat. Dalam hal ini memungkinkan untuk membasahi,
adaptasi, dan melekat pada permukaan email (Baum dkk, 1997).
Dalam aplikasi GIC biasanya dibantu dengan dentin conditioner,
dimana dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer
sehingga bisa menambah daya adhesive dentin. Hal ini berguna untuk
mencegah penetrasi mikroorganisme / serpihan kristal mineral yang dapat
mengiritasi jaringan pulpa sehingga dapat menghalangai daya adhesi (Baum
dkk, 1997).

2.3.3 Faktor-Faktor Penting dalam Retensi


2.3.3.1 Kebersihan permukaan
Kebutuhan dan metode untuk membersihkan permukaan gigi sebelum
pemasang sealant merupakan hal yang diperdebatkan. Biasanya, etsa asam
saja sudah cukup untuk membersihkan permukaan. Hal ini telah terbukti
kebenarannya dengan adanya fakta bahwa 2 penelitian longitudinal yang
paling banyak dikutip dan sealant paling efektif dicapai tanpa penggunaan
propilaksis terlebih dahulu. Penggunaan pasta-prophy, terutama yang
mengandung fluoride telah ditentang. Garcia-Godoy bersama Gwinnett
(1987) dan Garcia-Godoy bersama Medlock (1988) menunjukkan dalam

15
studi dengan SEM bahwa partikel pumice dapat tersangkut di celah pit dan
fissure dan tidak dapat hilang setelah berkumur dengan air. Selain itu,
perawatan dengan fluoride sebelum pengetsaan dikatakan dapat memperkuat
enamel dengan mengurangi kelarutannya. Namun, tidak terdapat perbedaan
signifikan yang diamati pada kekuatan ikatan in vitro setelah penggunaan
pasta non-fluoride atau fluoride, slurry pumice atau air dan bristle brush.
Dua uji klinis menunjukkan tingkat retensi yang sama antara membersihkan
debris dari celah dengan prophybrush dan pumice atau menggunakan probe
dengan lembut dan pasta gigi (Rhakis dkk, 2007).
Disarankan untuk mengeringkan permukaan oklusal dengan udara dari
alat khusus. Pada studi in vitro dengan pengeringan dengan udara pada
permukaan oklusal sebelum pengetsaan asam menunjukkan penetrasi yang
lebih besar, lebih banyak resin tertandai untuk retensi mikromekanik, dan
kekuatan ikatan yang lebih tinggi dibanding fissure yang dibersihkan dengan
instrumen rotary dan pumice (Rhakis dkk, 2007).
Dalam beberapa tahun terakhir, teknik baru untuk menghilangkan
karies dan preparasi kavitas telah diperkenalkan, misalnya radiasi laser.
Laser dengan berbagai karakteristik telah tersedia saat ini dan digunakan di
beberapa bidang kedokteran gigi. Energi laser diserap oleh enamel gigi,
mempromosikan modifikasi superficial. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk membandingkan sealant yang ditempatkan pada enamel yang di laser-
atau diberikan etsa asam. Pada tahun 1996, uji coba klinis mulut yang
terpisah dilakukan untuk membandingkan retensi fissure sealant yang
diletakkan menggunakan kedua metode yang menemukan bahwa, setelah
follow up dengan rata-rata periode 14,5 bulan, tingkat retensi untuk
pengkondisian dengan laser CO2 lebih besar dari itu untuk etsa asam
(masing-masing 97,9% berbanding 94,6%), meskipun perbedaan ini tidak
signifikan secara statistik (Rhakis dkk, 2007).
Apapun preferensi pembersihan, baik dengan etsa asam atau metode
lain, semua noda berat, deposit, dan debris harus dihilangkan dari
permukaan oklusal sebelum mengaplikasikan sealant (Rhakis dkk, 2007).

16
2.3.3.2 Isolasi
Isolasi yang adekuat adalah aspek yang paling penting dari aplikasi
sealant. Kontaminasi saliva selama atau setelah etsa asam memungkinkan
presipitasi yang cepat dari glikoprotein ke permukaan, sangat menurunkan
kekuatan ikatan. Silverstone dkk dan Tandon dkk mengatakan bahwa
bahkan satu detik paparan terhadap saliva dapat menyebabkan pembentukan
lapisan protein yang tahan terhadap 30 detik irigasi yang kuat, dan mereka
setuju bahwa akan diperlukan untuk mengulangi prosedur etsa untuk
memastikan ikatan yang adekuat dari bahan resin (Rhakis dkk, 2007).
Secara umum, terdapat 2 metode isolasi dari kontaminasi saliva yang
digunakan: isolasi dengan rubber dam atau cotton roll. Beberapa studi klinis
menunjukkan bahwa isolasi rubber dam dan isolasi cotton roll memberikan
nilai retensi yang sebanding. Dalam studi perbandingan terpanjang yang
diterbitkan oleh Lygidakis dkk menemukan bahwa setelah 4 tahun dari
aplikasi retensi tingkat akhir adalah 81% untuk sealant yang ditempatkan
menggunakan isolasi cotton roll dan 91% untuk sealant yang ditempatkan
menggunakan isolasi rubber dam. Isolasi rubber dam adalah ideal namun
mungkin tidak sesuai dalam keadaan tertentu (Rhakis dkk, 2007).
Telah dibuktikan bahwa sealant yang ditempatkan segera setelah
erupsi gigi, jauh lebih mungkin membutuhkan penggantian. Selain itu,
posisi gigi di dalam mulut tampaknya menjadi faktor penting untuk isolasi
yang adekuat. Banyak percobaan resin termasuk gigi premolar, dan retensi
sealant lebih efektif dalam penempatan pada gigi anterior. tercatat Sealant
lebih efektif dipertahankan pada gigi bawah dari pada gigi atas. Kerjasama
pasien, keterampilan operator, dan ada atau tidak adanya asisten, secara
bersamaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi retensi sealant
(Rhakis dkk, 2007).

2.4 Pengaruh Pelepasan Fluoride pada Pit dan Fissure Sealant


Aplikasi dari fissure sealants merupakan salah satu metode yang paling
efektif dalam mencegah karies pada permukaan oklusal. Pada tahun 1970
diperkenalkan fluoride releasing sealants. Material fluoride-releasing sealants

17
yang digunakan berupa glass ionomer cements (GIC) dan bahan adhesive.
Kebanyakan material sealants yang digunakan saat ini adalan sealants berbahan
resin yang menunjukkan kemampuan retensi tinggi namun secara klinis dibatasi
akibat kesulitannya untuk melekat pada lingkungan lembab (Bayrak dkk, 2010)
Dari hasil studi diketahui jumlah pelepasan fluoride berbeda secara
signifikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor seperti, formula dari dental
material, jumlah fluoride dalam material yang memberikan pengaruh terhadap
jumlah pelepasan fluoride (Rhakis, 2007).
Studi menunjukkan bahwa pelepasan fluoride terjadi dengan cepat dan
mayoritas fluoride dilepaskan pada dua hari pertama. Peristiwa tersebut disebut
sebagai ‘burst effect’. dimana sejumlah besar fluoride dilepaskan selama 24 jam
pertama. Setelahnya jumlah pelepasan fluoride menurun tajam pada hari kedua
dan menurun secara perlahan pada hari berikutnya.3 Khususnya pada minggu
kedua, pelepasan fluoride menurun secara perlahan hingga hamper tidak ada
perbedaan antara elusi fluoride antara hari ke hari (Cildir dan Sandalli, 2007).
Fluoride merupakan agen antikariogenik yang keefektifannya diakui
hingga saat ini. Terdapat beberapa mekanisme fluoride sebagai agen
antikariogenik diantaranya dengan menekan proses demineralisasi, meningkatkan
proses remineralisasi, mengurangi pembentukan pelikel dan plak serta
menghambat pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Pelepasan fluoride dari
dental restorative material dikatakan berpengaruh terhadap pembentukan karies
melalui berbagai mekanisme tersebut dan oleh karena itu akan menurunkan atau
mencegah proses demineralisasi serta meningkatkan remineralisasi (Wieganda
dkk, 2007).
Beberapa studi dilakukan dalam membandingkan perkembangan karies
antara komposit sealant dan ionomer sealant dan mendapatkan hasil bahwa
sealant berbahan resin lebih baik karena memiliki retensi yang lebih baik. Namun
penelitian lain menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua jenis
sealant tersebut, atau menunjukkan bila glass ionomer sealants lebih potensial
dalam menghambat karies karena kemampuannya dalam melepaskan fluoride.
Glass ionomer sealants bahkan dikatakan mampu memberikan efek
antikariogenik tidak hanya pada area sealing namun pada area gigi sekitarnya. 4

18
Hal serupa diungkapkan dimana konsentrasi fluoride pada cairan interproksimal
meningkat setelah penggunaan GIC viskositas tinggi sebagai sealant,
dibandingkan dengan sealant berbahan resin dengan atau tanpa kandungan
fluoride. Dimana peningkatan konsentrasi fluoride pada interproksimal (antara
molar pertama permanen dan gigi sulung molar dua) tersebut berpengaruh
terhadap penurunan karies pada bagian distal dari gigi sulung (Cagetti dkk, 2014).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tipe pit dan fissure sealant terdiri dari generasi ke generasi dengan bahan
dasar yang digunakan saat ini adalah flowable resin komposit dan glass ionomer
cement. Sealant memiliki efektivitas yang baik dalam mencegah dan mengurangi
perkembangan karies pada pit dan fissure yang rentan terhadap karies karena
morfologi giginya yang rumit dan dalam. Sealant akan mampu mencegah karies
selama sealant tidak lepas dari permukaan gigi. Dimana terdapat beberapa faktor
penting dalam retensi sealant seperti kebersihan permukaan dan isolasi yang baik,
serta penggunaan etsa untuk komposit dan kondisioner pada GIC. Selain itu
pelepasan fluoride dari bahan sealant dapat mengurangi perkembangan karies.

3.2 Saran
Diperlukan pendalaman pengetahuan terkait dengan bahan, teknik maupun
penggunaan pit dan fissure sealant. Sebaiknya sebagai calon dokter gigi, kita
harus mempelajari tentang pit dan fissure sealant ini. Pit dan fissure sealant ini

19
sangat pentinng untuk pencegahan karies dimana pada saat ini banyak orang
menderita karies baik anak-anak maupun orang dewasa dapat berisiko karies.

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. EGC: Jakarta.


Baum, Lloyd dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, alih bahasa, Rasinta
Tarigan Edisi 3. EGC: Jakarta.

Bayrak S, Tunc ES, Aksoy A, et al. 2010. Fluoride Release and Recharge from
Different Materials Used as Fissure sealants. Eur J Dent 4(3): 245–250.

Beauchamp J, Caufield PW, Crall JJ, et al. 2008. Evidence-based Clinical


Recomendations for the Use of Pit-and-Fissure Sealants. JADA 139.
Cagetti MG, Carta G, Cocco F, et al. 2014. Effect of fluoridated sealents on
adjacent tooth surfaces: a 30-mo randomized clinical trial. JDR 93(7): 596, 645.

Cildir SK, Sandalli N. 2007. Compressive Strength, Surface Roughness, Fluoride


Release, and Recharge of Four New Fluoride-releasing Fissure sealants. Dental
Material J 26(3): 335-341.

Cueto EI, Buonocore MG. 1967. Sealing of pits and fissures with an adhesive
resin: its use in caries prevention. J Am Dent Assoc 75:121-128.

Garcia-Godoy F, Gwinnett AJ. 1987. An SEM study of fissure surfaces


conditioned with a scraping technique. Clin Prev Dent 9(4):9-13.

20
Garcia-Godoy F, Medlock JW. 1988. An SEM study of the effects of air-polishing
on fissure surfaces. Quintessence Int 19(7):465-467.

Kross JF, Barnert AJ, Weber J et al. 2005. Pit and Fissure Sealants. GSC: 425.
Lindemeyer, Rochelle G. 2007. The Use of Glass Ionomer Sealants on Newly
Erupting Permanent Molars. Clinical Showcase Journal. Philadelphia: University
of Pennsylvania School of Dental Medicine.
Locker D, Jokovic A, Kay EJ. 2003. The Use of Pit and Fissure Sealants in
Preventing Caries in the Permanent Dentition of Children. British Dental Journal.
7:195.
Lygidakis NA, Oulis KI, Christodoulidis A. 1994. Evaluation of fissure sealants
retention following four different isolation and surface preparation techniques:
four years clinical trial. J Clin Pediatr Dent 19(1):23-25.

Manton DJ, Messer LB. 1995. Pit and Fissure Sealants: Another Major
Comerstone in Preventive Dentistry. Aust Dent J 40:22-29.
Powers JM, Sakaguchi RL. 2003. CRAIGS’S Restorative Dental Materials. 12th
ed. Missouri : Evolve

______, Wataha, JC. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation 9th
edition. Missouri : Mosby.
Rhakis AA, Damianaki S, Toumba KJ. 2007. Pit and Fissure Sealants: Types,
Effectiveness, Retention, and Fluoride Release. Balkan Journal of Stomatology
11:151-162.
Romcke RG, Lewis DW, Maze BD, Vickerson RA. 1990. Retention and
maintenance of fissure sealants over 10 years. J Can Dent Assoc 56(3):235-237.

Silverstone LM, Hicks MJ, Featherstone MJ. 1985. Oral fluid contamination of
etched enamel surfaces: a SEM study. J Am Dent Assoc 110(3):329-332.

Simonsen RJ. 1991. Retention and effectiveness of dental sealant after 15 years. J
Am Dent Assoc, 122 (11):34-42.

Tandon S, Kumari R, Udupa S. 1989. The effect of etch-time on the bond strength
of a sealant and on the etch-pattern in primary and permanent enamel: an
evaluation. ASDC J Dent Child 56(3):186-190.

Tyas MJ. 2006. Clinical Evaluation of Glass-Ionomer Cement Restorations. J


Appl Oral Sci 14:10-

21
Veiga NJ, Ferreira PC, Correia HJ, Pereira CM. 2014. Fissure Sealants: A Review
of their Importance in Preventive Dentistry. Journal of Oral Health and Dental
Management.
Walsh, LJ. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and Concepts. Dental
Practice Journal.
Wendt LK, Koch G. 1988. Fissure sealant in permanent first molars after 10 years.
Swed Dent J 12(5):181-185.

______, ______, dan Birkhed D. 2001. Long-term evaluation of a fissure sealing


program in Public Dental Service clinics in Sweden. Swed Dent J 25:61-65.

______, ______, dan ______. 2001. On the retention and effectiveness of fissure
sealant in permanent molars after 15-20 years: a cohort study. Community Dent
Oral Epidemiol 29:302-307.

Wieganda A, Buchallaa A, Attina T. 2007. Review on fluoride-releasing


restorative materials—fluoride release and uptake characteristics, antibacterial
activity and influence on caries formation. Academy of Dental Materials 23:343-
362.

Wright JT, Tampi MP, Graham L, et al. 2015. Sealants for Preventing and
Arresting Pit and Fissure Occlusal Caries in Primary and Permanent Molars.
Pediatric Dentistry. 4:38
Fajerskov, Ole dan Edwina Kidd.2008. Dental Caries : The Desease and its
Clinical Managemen. Blackwell Munksgaard

22

Anda mungkin juga menyukai