Anda di halaman 1dari 27

PRODUKSI dan ERECTION

Disampaikan Oleh
Hendrian Budi Bagus Kuncoro, ST., M.Eng.
Jurusan Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Hendrian Budi Bagus Kuncoro, S.T.., M.Eng
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
SISTEM PRECAST DI INDONESIA
Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh sistem precast, mempercepat
perkembangan sistem pracetak yang ada di Indonesia. Itu membuat semua pihak
yang terlibat dalam pembangunan Indonesia beruasaha untuk menemukan dan
mengembangkan berbagai sistem beton pracetak paten

Sistem struktur full precast/pacetak penuh dikembangkan di Indonesia sejak


pembangunan rumah susun Sarijadi di Bandung tahun 1979, menggunakan sistem
Brecast. Sistem precast ini sudah dilaksanakan secara masal sejak tahun 1995
pembangunan rumah susun di Cengkareng dengan menggunakan sistem Waffle
Crete.
SISTEM PRECAST DI INDONESIA
Sejak tahun 1995, Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI) sudah
mensyaratkan untuk memenuhi persyaratan beberapa minimal proses yang
harus dipenuhi sebelum sistem direkomendasikan untuk digunakan, antara lain :
1. Desain sistem pracetak, komponenisasi, koneksi dan metode konstruksi
2. Pengujian dan pemodelan untuk menentukan sifat intrinsik sistem pracetak
3. Seminar untuk diseminasi, diskusi dan masukkan untuk perbaikan
4. Membuat Mock Up
5. Membuat rencana kegiatan sebelum pelaksanaan proyek
6. Mengimplementasikan rencana
7. Pemantauan hasil kerja secara teratur
8. Analisis penyebab penyimpangan (biaya, waktu atau kualitas
SISTEM PRECAST PADA GEDUNG
Untuk bangunan gedung, saat ini penggunaan komponen dan sistem beton
pracetak sudah mulai populer. Sistem ini terutama sangat unggul jika diterapkan
pada bangunan modular seperti rumah susun, baik rusunawa maupun rusunami
(Nurjaman, 2008). Untuk rumah sederhana, sistem pracetak banyak digunakan
untuk mendukung rekonstruksi gempa di Aceh (2004-2009). Beberapa produk
yang memerlukan penelitian khusus di Indonesia dalam pengembangannya
disampaikan sebagai berikut :
a. Komponen grid floor untuk slab dikenbangkan pada tahun 1990 sebagai
alternatif dari sistem hollow core yang saat itu masih menggunakan mesin
pembuat lubang yang masih impor, sehingga dapat dihasilkan produk yang
lebih murah.
SISTEM PRECAST PADA GEDUNG
b. Sistem pracetak untuk bangunan tahan gempa bertingkat medium (4-6 lantai),
mulai diteliti dan dikembangkan sejak pemerintah mulai melakukan program
pembangunan rumah susun sederhana sewa massal pada tahun 1995.
Pemerintah mendorong penggunaan sistem pracetak dalam negeri, dengan
melakukan alih teknologi pada tahun 1995 di rusunawa Cengkareng Jakarta, yang
dilanjutkan dengan penelitian sistem pracetak tahan gempa. Hasil inovasi industri
pracetak dalam negeri sejak tahun 1996 di Puslitbangkim PU. Sistem-sistem ini
telah teruji secara aktual pada beberapa kejadian gempa kuat di Yogyakarta
(2006), Sumatera Barat (2007), Jawa Barat (2009) dan Padang (2009),
(Nurjaman, 2010). Saat ini telah 525 blok (51.389 unit) rusunawa yang dibangun
menggunakan sistem pracetak.
SISTEM PRECAST PADA GEDUNG
Pada tahun 2006, pemerintah mengeluarkan kebijakan percepatan pembangunan
rumah susun sederhana, dengan konsep rumah susun bertingkat tinggi hingga 20
lantai, yang dikenal dengan program 1000 Tower. Penelittian lalu diarahkan untuk
menguji sistem pracetak untuk bangunan bertingkat tinggi mulai tahun 2007
Puslitbangkim. Sistem ini pertama kali diterapkan pada pembangunan rusunami
16 lantai di Pulogebang, Jakarta.

Pada tahun 2013, dilakukan pembangunan teknologi pracetak untuk bangunan


gedung yang berbasis pada teknologi precast Seismic Structural System
(PRESSS). Teknologi PRESSS sudah diteliti dan dikembangkan di Amerika dan
Jepang sejak tahun 1994 – 2002 (Pampanin, 2012).
STANDARISASI PRACETAK
Standarisasi adalah suatu hal penting untuk sosialisasi teknologi pracetak ke
masyarakat. Selama tahun 2006 – 2012 telah disusun berbagai standar dan
pedoman baik teknis maupun kompetensi sumber daya manusia, agar konstruksi
dapat berjalan dengan baik. Kementerian PU telah membuat pohon hukum yang
cukup lengkap yang diturunkan dari UU RI No. 28/2002 tentang Bangunan
Gedung dan UU RI No. 18/1999 tentang jasa konstruksi. Bersama Ditjen Cipta
Karya disusun pedoman teknis yang memayungi penerapan sistem pracetak.
Bersama Balitbang disusun detail teknik berupa Standar Nasional Indonesia
(SNI), dan bersama Badan Pembina Konstruksi disusun Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI).
FLOW CHART PABRIKASI – ERECTION PRECAST
PRODUKSI KOLOM
Langkah-langkah pembuatan kolom precast :
1. Pembesian kolom
2. Penyetelan bekisting
3. Pekerjaan minyak bekisting
4. Penyetelan besi dalam bekisting
5. Pemasangan sparing lubang grouting dan besi kolom
6. Pengecoran
7. Setelah 24 jam, bekisting dibuka dan kolom precast dipindahkan ke stock
yard
ERECTION KOLOM
Langkah-langkah erection kolom precast :
1. Menentukan as kolom pada area yang telah ditentukan
2. Mempersiapkan mariking dimensi kolom sebagai acuan untuk meletakkan
komponen kolom precast supaya presisi
3. Meletakkan kolom precast sesuai marking yang telah ditentukan dengan
dibantu alat crane dan di setting dengan bantuan bracing sampai di dapat
settingan kolom yang lot.
4. Sebelum pengecoran grouting dilakukan penutupan celah antara kolom dan
plat lantai agar grouting tidak bocor.
5. Kemudian dilakukan grouting dengan material non shringkage
PRODUKSI BALOK
Langkah-langkah pembuatan balok precast :
1. Pembuatan lantai kerja berupa cor beton K225 finish di trowel agar rata dan licin diatas
tanah yang telah di padatkan
2. Pembuatan bekisting dengan tinggi dan panjang bekisting sesuai dengan tinggi dan panjang
balok maksimum sehingga bekisting tersebut dapat digunakan untuk mencetak balok
dengan berbagai ukuran.
3. Pengaturan bekisting dapa lantai kerja, kemudian bekisting diolesi pelumas/minyak
bekisting
4. Pemasangan rangkaian besi tulangan balok kedalam bekisting, agar tulangan geser (begel)
tidak berkelok-kelok, perlu dibuat mal sebelum balok dicor. Mal dapat berupa besu tulangan
yang cukup kaku, diikat kuat pada sisi atas tulangan geser. Setelah balok dicor, besi
tulangan tersebut dilepas. Jumlah beton decking juga harus memadai dengan posisi yang
tepat agar rangkaian besi tulangan tidak miring.
5. Pengecoran. Pada saat pengecoran, perlu memakai mal yang terbuat dari triplex untuk
meratakan permukaan atas balok. Mal ini sangat perlu terutama untuk balok yang tingginya
kurang dari tinggi bekisting.
6. Setelah 24 jam, balok diangkat menggunakan tower crane dan dipindahkan ke stock yard.
PRODUKSI BALOK
ERECTION BALOK
Langkah-langkah erection balok precast :
1. Menentukan as balok dan kolom
2. Balok diletakkan diatas kepala kolom
3. Pemasangan pipa support pada balok precast
4. Pemasangan bekisting kepala kolom
5. Pemasangan tulangan geser pada joint balok dan kolom
6. Permukaan beton precast diolesi bonding agent
7. Pengecoran joint ditambahkan dengan tonic beton
PRODUKSI PELAT
Langkah-langkah pembuatan pelat precast :
1. Pembuatan bekisting pelat dari baja profil siku ukuran 70.70.5 pemakaian hollow
40.60.2 (agar tidak melintir dan mempermudah pekerjaan.
2. Pembuatan lantai kerja berupa cor beton K225 dengan trowel untuk
mendapatkan permukaan yang licin dan rata. Lantai kerja berada diatas tanah
yang sudah dipadatkan
3. Lantai bekisting pelat berada langsung diatas yang sudah diolesi minyak bekisting
4. Merangkai besi tulangan pelat
5. Meletakkan dan mengatur besi tulangan pelat didalam bekisting
6. Pengecoran
7. Setelah pengecoran 24 jam, kemudian pelat diangkat dan dipindahkan dari
workshop ke stock yard dengan menggunakan tower crane.
PRODUKSI PELAT
ERECTION PELAT
Langkah-langkah erection pelat precast :
1. Pelat diletakan diatas balok
2. Dibawah pelat dipasang pipa support untuk menahan beban. Besi tepi pelat
diluruskan dan diikat ke tulangan balok dan pelat
3. Pengecoran joint pelat dengan balok dan ujung pelat dengan ujung pelat dengan
material cor yang sama dengan mutu beton pelat/balok dengan ukuran split
lebih kecil.
PERMASALAHAN PRODUKSI
PRECAST

Variable penilaian permasalahan pada saat produksi


dan erection komponen precast
1. Sistemik
2. Kelalaian
3. Ansignifikan
PERMASALAHAN SAAT PRODUKSI KOLOM
1. Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton (mobil ready mix tidak datang
tepat waktu
2. Penempatan cetakan kolom yang kurang efektif
3. Pemadatan beton dengan menggunakan vibrator tidak merata pada saat pengecoran,
sehingga beton keropos karena kurangnya perform dari pekerja, sehingga perlu dilakukan
perbaikan
4. Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil readymix yang tidak
sesuai dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakan/demoulding menjadi sulit
dan lama, dan lamanya proses pembongkaran komponen dari cetakkan yang lebih dari 2
hari setelah pengecoran.
PERMASALAHAN SAAT ERECTION KOLOM
1. Tidak presisinya besi as kolom pada saat pengecoran joint, sehingga besi steck kolom
harus diluruskan terlebih dahulu (dipukul) agar kolom diatas berada di As (30% komponen
dari pengamatan dilapangan). Jadi sebaiknya besi stek kolom harus di mal sebelum joint di
cor
PERMASALAHAN SAAT PRODUKSI BALOK
1. Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton (mobil ready mix tidak datang tepat
waktu
2. Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil readymix yang tidak sesuai
dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakkan menjadi sulit dan lama.
3. Penumpukkan kolom precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding sehingga
memperlambat proses erection.
4. Tidak konsisten tebal selimut beton sebagai tumpuan pelat
5. Kurang bagusnya mutu phenol film.
6. Kurangnya pengontrolan terhadap kelayakan bekisting, sehingga komponen balok yang di cor
permukaannya kurang bagus.
7. Besi steck dari balok kepanjangan.
8. Jarak antara steck tulangan utama pada balok tidak teratur. Seharusnya pada saat pembesian
(besi masuk keadaan bekisting jarak tulangan dan sengangkan harus di cek kembali sebelum
dicor).
9. Pada saat erection banyak komponen diambil dari cetakan sehingga diperlukan waktu yang lama
saat erection
10. Kepanjangan komponen balok precast saat produksi, komponen harus dibobok terlebih dahulu
PERMASALAHAN SAAT PRODUKSI BALOK
PERMASALAHAN SAAT ERECTION BALOK
1. Salah penempatan dari as balok sehingga mengganggu pada saat erection komponen pelat
2. Kurangnya persiapan peralatan pada saat erection balok, sehingga penggunaan waktu
pemakaian tower crane lebih lama
3. Penumpukan balok precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding
sehingga memperlambat siklus erection.
PERMASALAHAN SAAT PRODUKSI PELAT
1. Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton.
2. Pemadatan beton dengan menggunakan vibrator tidak merata pada saat pengecoran, sehingga
beton keropos karena kurangnya perform dari pekerja. Sehingga perlu dilakukan perbaikan.
3. Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil ready mix yang tidak sesuai
dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakan menjadi agak sulit dan lama
4. Kurang bagusnya mutu dari bekisting phenol film (pinggir bekisting pelat agak melengkung). Jadi
seharusnya bekisting pada pinggir pelat menggunakan bahan yang lebih tebal dan kaku, seperti
kaso.
5. Kurangnya pengontrolan dari kelayakan mutu phenol film pada bagian pinggir komponen pelat
yang akan di pakai untuk produksi.
6. Titik angkat pelat precast tercor sampai setengah bagian sehingga menyulitkan pekerja saat
moulding.
PERMASALAHAN SAAT PRODUKSI PELAT
PERMASALAHAN SAAT ERECTION PELAT
1. Pembobokan pada komponen pelat pada saat erection. Sehingga membutuhkan waktu yang
lama untuk proses erection, hal ini disebabkan oleh penempatan balok yang tidak di as,
tidak konsisten tebal selimut beton saat produksi yang disebabkan oleh jeleknya mutu
phenol film dan minimnya pengecekan ukuran pelat saat produksi.
2. Pemasangan pipa scafolding besar dari 1 buah, sehingga membutuhkan waktu yang lama
untuk proses erection komponen pelat, hal ini disebabkan oleh penempatan balok yang
tidak di as dan kependekan dari komponen pelat saat produksi yang disebabkan oleh
jeleknya mutu phenol film dan minimnya pengecekan ukuran pelat sebelum produksi.
3. Penumpukan pelat precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding
sehingga memperlambat proses erection.
4. Permukaan dari joint yang tidak merata pada saat pengecoran, sehingga dilakukan
pembobokan pada joint agar posisi pelat di as pada saat erection, sehingga proses dari
erection membutuhkan waktu yang lama
5. Kurangnya pipa support sebagai perancah komponen sehingga waktu erection lebih lama.
PERMASALAHAN SAAT ERECTION PELAT

Anda mungkin juga menyukai