Anda di halaman 1dari 4

Nama/Kelas : Dwi Choirunnisa/1A

NIM : 1121085000090
Mata Kuliah : Pengantar Bisnis Syariah
Selasa, 26 Oktober 2021

Tugas Asuransi

1. Jelaskan perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional!

Asuransi Syariah Asuransi Konvensional


Asuransi syariah memiliki prinsip Asuransi konvensional adalah
sesuai syariat Islam, yaitu produk asuransi dengan prinsip
berdasarkan asas tolong- jual beli risiko. Nasabah
menolong antarpeserta (ta’awun), dikenakan premi untuk
Pengertian
saling melindungi (takafuli) atau mendapatkan imbalan berupa
berbagi risiko di antara peserta proteksi atas risiko yang mungkin
asuransi. terjadi (dalam bentuk kesehatan
atau jiwa).
Menggunakan konsep Sharing Menggunakan konsep Transfer
Risk. Pengelolaan asuransi syariah Risk. Perlindungan dalam bentuk
adalah konsep di mana para pengalihan risiko ekonomis atas
peserta memiliki tujuan yang meninggal atau hidupnya
sama yakni tolong menolong. seseorang yang dipertanggungkan
Konsep ini hadir untuk ke perusahaan asuransi sebagai
mengeliminir adanya aspek gharar penanggung risiko. Contohnya
Konsep
(ketidakjelasan), maysir asuransi sewa rumah dimana
Pengelolaan atau
(gambling), dan riba. pemilik mengalihkan tanggung
Prinsip Dasar
Contoh apabila terjadi klaim, jawabnya.
maka nasabah akan diuntungkan,
sementara perusahaan asuransi
yang semula sudah mencatatkan
sebagai pendapatan premi
menjadi hilang/berkurang akibat
harus membayar klaim tersebut.
Menggunakan akad hibah (jenis Menggunakan akad jual beli
akad tabbarru’) sebagai bentuk (Tabaduli) dan kontrak
ta’awwun (tolong pertanggungang oleh perusahaan
menolong/saling menanggung asuransi kepada peserta asuransi
Kontrak/Perjanjian risiko di antara peserta) sesuai sebagai tertanggung.
/ Akad dengan syariat Islam. Selain itu
juga menggunakan akad Tijarah
(mudharabah), Wakalah bil
Ujrah, dan Mudharabah
Mustarakah.
Kepemilikan Dana Memiliki sistem kepemilikan Memiliki sistem kepemilikan
dana yang kepemilikannya dana yang kepemilikannya
merupakan kolektif atau berdasarkan pembayaran premi
bersama. Apabilah nasabah dari nasabah. Perlindungan
mengalami risiko, maka nasabah nasabah terhadap risiko tersebut
lain akan memberikan santunan murni berdasarkan premi yang
melalui kumpulan dana tersebut. dibayarkan dan persetujuan oleh
kedua belah pihak.
Cara kerjanya adalah dana Cara kerjanya adalah dana atau
merupakan milik semua nasabah premi yang dibayarkan oleh
selagi perusahaan asuransi hanya nasabah akan dikelola sesuai
Pengelolaan Dana
bersifat sebagai pengelolaan dengan perjanjian oleh pihak
dana tanpa hak milik. nasabah dan perusahaan
asuransi.
Pengawasan dana meilibatkan Tidak terdapat sebuah badan
pihak ketiga sebagai pengawas pengawasan khusus atas
kegiatan asuransi yaitu Dewan kegiatan transaksi perusahaan
Pengawas Syariah (DPS). dengan nasabah. Semua
Pengawasan Dana
perusahaan asuransi resmi dan
terdaftar bergerak berdasarkan
peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). "
Dapat dibagikan ke dalam dana Menjadi milik perusahaan
tabarru’, peserta, dan sepenuhnya. Tidak ada
perusahaan dalam bentuk hadiah pembagian keuntungan tetapi ada
Surplus
(waad to allocate surplus). Sistem istilah no-claim bonus pada
Underwriting
surplus underwriting bagi semua beberapa produk asuransi.
peserta asuransi. Pembagian
keuntungan bersifat prorata.
Pembayaran klaim nasabah akan Pembayaran klaim nasabah akan
dilakukan dengan cara pencairan dilakukan dengan cara
dana tabungan bersama. Dalam penggunaan dana perusahaan
Pembayaran Klaim asuransi syariah pemegang polis sesuai dengan polis yang berlaku.
Polis dan dapat dipegang dan didaftarkan Dalam asuransi konvensional
Pemegang Polis untuk satu keluarga, sehingga pemegang polis hanya bisa
seluruh keluarga bisa dipegang oleh satu orang saja.
mendapatkan manfaat dari polis
tersebut.

2. Jelaskan dasar hukum asuransi syariah!


Asuransi syariah mempunyai beberapa dasar hukum, sebagai berikut:
a. Dasar hukum di dalam Al Quran dan Hadits.
Al-Qur’an mengakomodasi beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada
dalam praktik asuransi seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama, atau semangat untuk
melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian yang diderita di masa yang akan datang.
1) Al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2 : “.... dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.”
Dalam bidang asuransi para nasabah diharapakan dapat memberikan sebagian uang yang
dimilikinya untuk digunakan sebagai dana sosial (tabarru’) yang digunakan untuk menolong
salah satu anggota asuransi yang mengalami musibah.
2) Al-Quran surat Al-Nisa (4): ayat 9 : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka.... “
3) Al-Qur’an surat Al-Hasyr (59): ayat 18 : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari
esok (masa depan) dan bertaqwalah kepada Allah sesuangguhnya Allah Maha mengetahui
yang kamu kerjakan.” Al-Qur’an mengajarkan kepada kita suatu pelajaran yang luar biasa
berharga, dalam peristiwa mimpi Raja Mesir yang kemudian ditafsirkan oleh Nabi Yusuf
dengan sangat akurat, sebagai suatu perencanaan negara dalam menghadapi krisis pangan
tujuh tahun mendatang”.
4) H.R. Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu
kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat dan Allah SWT
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”.
Dalam kaitan dengan asuransi hadits ini terlihat adanya anjuran agar melaksanakan
pembayaran premi asuransi dalam bentuk pembayaran dana sosial (tabarru’) yang akan
digunakan untuk membantu dan mempermudah urusan bagi orang/anggota yang
mendapatkan musibah dan bencana.
5) H.R. Bukhari ra. yang artinya, diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Ali Waqasy, telah
bersabda Rasulullah SAW. Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anakmu (ahli waris)
dalam keadaan kaya raya dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin
(kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya”.
Dalam kaitannya dengan prinsip asuransi yang terkandung dalam hadits tersebut yaitu
mewajibkan anggota untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan
dan dapat dikembalikan ke ahli warisnya jika pada suatu saat terjadi peristiwa yang
merugikan, baik dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan diri.

b. Dasar hukum menurut fatwa MUI


Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa asuransi syariah
secara sah diperbolehkan dalam ajaran Islam. Beberapa fatwa MUI yang mempertegas kehalalan
asuransi syariah adalah:
1) Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menjalankan kegiatan asuransi syariah. Agar ketentuan Asuransi syariah memiliki kekuatan
hukum, maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang
ada di Indonesia meskipun dirasa belum memberi kepastian hukum yang lebih kuat.
2) Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi
Syariah
3) Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah
dan Reasuransi Syariah
4) Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

c. Dasar Hukum dari Peraturan Mneteri Keuangan.


Asuransi syariah juga sudah diatur operasional dan keberadaannya melalui Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan
Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
1) BAB I Pasal 1 Nomor 1. Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-
menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui pembentukan
kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko
tertentu.
2) BAB I Pasal 1 Nomor 2. Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi
yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3) BAB I Pasal 1 Nomor 3. Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program
asuransi dengan prinsip Syariah, atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah reasuransi
dengan prinsip syariah.
4) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan ini mendasari
berdirinya asuransi syariah sebagaimana ketentuan dalam pasal 3. Adapun ketentuan yang
berkaitan dengan asuransi tercantum dalam pasal 4 mengenai persyaratan dan tata cara
memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah, pasal 32
dan 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah.
5) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 224/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Keuntungan yang berkaitan dengan
asuransi syariah yang tercantum pada pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan
harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip
syariah.
6) Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan no. 4499/LK/2000 tentang Jenis,
Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Dengan Sistem
Syariah.

Anda mungkin juga menyukai