NIM : 1502621019
A. Pengertian
Menurut Arifin (2010: 164) ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan
bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya
dalam suatu bahasa). ”Kemampuan mengaplikasi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan syarat
utama dalam berbahasa tulis. Materi kajian EYD ini meliputi: (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf,
(3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca.
B. Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) mengkaji hal-hal berikut:
1. Huruf Abjad yang terdiri atas huruf: a-z.
4. Huruf diftong (vocal rangkap) dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
C. Penulisan Huruf
Penulisan huruf dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), meliputi: penulisan huruf kapital
dan penulisan huruf miring.
a. Menuliskan nama buku, nama majalah, nama surat kabar, yang dikutip dalam karangan.
Judul karangan yang tidak diterbitkan, misalnya: artikel, makalah, atau skripsi tidak dicetak dengan
huruf miring, tetapi diapit tanda petik.
c. Menuliskan istilah ilmiah, atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Contoh: Kata Production Design Centre diganti dengan Pusat Desain Produksi.
D. Penulisan Kata
Penulisan kata (Arifin, 2010: 184-195) dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) meliputi: kata dasar,
kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, gabungan kata, kata depan, partikel, singkatan dan
akronim, angka dan bilangan, serta kata ganti.
1. Kata Dasar,
contoh: Buku itu sangat menarik.
2. Kata Turunan atau Kata Berimbuhan
a. Jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus, maka bentuk kata turunannya itu harus dituliskan
serangkai.
b. Jika mendapat awalan atau akhiran saja, maka ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
c. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah kapital, di antara kedua unsur itu
dituliskan tanda hubung (-).
Contoh: non-Indonesia.
3. Kata Ulang, ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Contoh: Jalan-jalan.
4. Gabungan Kata
a. Gabungan kata termasuk yang lazim disebut kata majemuk, bagian-bagiannya dituliskan
terpisah. Kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu kata yang
mengandung arti penuh, hanya muncul dalam kombinasi unsur itu haruslah dituliskan serangkai
dengan unsur-unsur lain. Contoh: Tata bahasa, meja tulis.
b. Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai.
c. Jika salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti
penuh, hanya muncul dalam kombinasi, unsur itu harus dituliskan serangkai dengan unsur
lainnya. Contoh: Amoral, mahasiswa.
b. Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah apabila kata yang mengikutinya tergolong dalam jenis kata
benda atau menunjukkan tempat, di berfungsi sebagai kata depan. Dalam hal ini di dapat
digantikan oleh ke. Contoh: di rumah (dapat diganti dengan ke rumah).
a. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Apakah
yang kaubaca itu?
b. Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahului apabila pun tersebut merupakan satu
kesatuan dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: biarpun, walaupun.
c. Partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahului, apabila pun berfungsi untuk
mengeraskan/penegasan arti. Contoh: Hari ini sepeser pun aku tidak mempunyai uang.
d. Partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahului, apabila pun mempunyai arti juga.
Contoh: Jika saya pergi, dia pun pergi.
e. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh: Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
a. Singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
Contoh: Singkatan nama orang: A.H. Nasution untuk Abdul Haris Nasution, Singkatan gelar: S.E. untuk
Sarjana Ekonomi.
b. Akronim adalah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal, unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
Contoh: LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) SIM (Surat Izin Mengemudi).
c. Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal
kapital.
d. Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf
kecil.
a. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5.000), M
(1.000.000).
berat : 5 kilogram
c. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat. Contoh: Jalan Tanah Abang I No. 15, Hotel Indonesia, Kamar 169.
d. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Contoh: Bab X,
Pasal 5, halaman 252.
e. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut. Contoh:
Contoh: Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalam kehidupan abad ke-20 ini; lihat Bab II; Pasal 5;
dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor
di tingkat II itu.
Contoh: tahun ’50-an atau tahun lima puluhan, uang 5000-an atau uang lima ribuan.
h. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
i. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat.
j. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja. Contoh: Perusahaan itu baru
saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
k. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
l. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Contoh: Saya
lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh
puluh lima perseratus rupiah).
9. Kata Ganti
Kata ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau serangkai
dengan kata ganti yang mendahuluinya. Contoh: Buku ini boleh kaubaca, Rumahnya sedang diperbaiki.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas 3 golongan
besar. Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah. Dilihat dari taraf
penyerapannya ada tiga macam kata serapan, yaitu:
1. Kata asing yang sudah diserap sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: kab, sirsak,
iklan, perlu, hadir, badan, waktu, kamar, botol, sekolah, dan ember.
2. Kata asing yang dipertahankan karena sifat keinternasionalannya, penulisan dan pengucapan
masih mengikuti cara asing. Misalnya: shuttle cock, knock out, time out, check in, dan play.
3. Kata asing yang berfungsi untuk memperkaya peristilahan, ditulis sesuai dengan EYD.
Misalnya: computer (computer), bisnis (bussines), karakter(character).
Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata
seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standart,
implement, dan objek. Berikut ini didaftarkan sebagian kata asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia, yang sering digunakan oleh pemakai bahasa.