Anda di halaman 1dari 31

Penyusun

STANDAR KOMPETENSI PPh UMUM

Nama Perguruan Tinggi : Universitas Mataram


Fakultas : Ekonomi
Program Studi : D III Perpajakan
Mata Kuliah : Pajak Penghasilan Umum
Semester : III
Standar Kompetensi : Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa D III
perjakan semester III memiliki kemampuan untuk
menghitung pajak dengan dasar pembukuan dengan
dasar pencatatan, melakukan penilaian kembali
aktiva tetap dan persediaan, dapat mengetahui cara:
menghitung, menyetor, dan melapor PPh terutang
dari semua jenis pajak penghasilan,
menghitung angsuran pajak setiap bulan,
memotong/memungut PPh dan dapat mengetahui
siapa memotong/ memungut PPh.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................i


KATA PENGANTAR ....................................................................................ii
STANDAR KOMPETENSI...........................................................................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iv
BAB I PENGERTIAN, SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN. .1
1.1.Pengertian pajak penghasilan ..........................................................1
1.2 Pengertian Penghasilan ...................................................................1
1.3.Pengertian subjek pajak ...................................................................1
1.4.Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri............3
1.5.Tidak termasuk subjek pajak ...........................................................6
1.6. Kewajiban pajak subjektif...............................................................6
1.7.Objek pajak .....................................................................................7
1.8.Penghasilan yang termasuk sebagai wajib pajak .............................8
1.9. Penghasilan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak................9
BAB II BIAYA YANG DIPERKENANKAN DAN TIDAK DIPERKENANKAN
DALAM PENGURANG PENGHASILAN PROTO.........................13
2.1 Pengurangan Penghasilan (Biaya)...................................................13
2.2 Biaya yang diperkenankan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri
dan bentuk Usaha Tetap (Deductible Expenses)............................14
2.3 Pengeluaran yang Tidak Boleh dibebankan sebagai Biaya (Non-
Deducteble Expenses)....................................................................16
2.4 Kompensasi Kerugian...................................................................18
2.5 Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)............................................19
BAB III PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI...................20
3.1 Penyusutan.....................................................................................20
3.2 Metode dan Tarif Penyusutan........................................................20
3.3 Amortisasi......................................................................................22
3.4 Pengelompokkan Harta tak Berwujud ...........................................22
3.5 Metode dan Tarif Amortisasi.........................................................23

ii
3.6 Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi...............................25
3.7 Revaluasi (Penilaian Kembali Aktiva Tetap).................................26
3.8 Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva..........27
BAB IV PENGGABUNGAN PENGHASILAN............................................28
4.1. Sistem Pengenaan Pajak ................................................................28
4.2. Penggabungan Penghasilan Menurut Hukum Perdata...................28
4.3 Penggabungan Penghasilan Suami Istri ........................................28
4.4 Penggabungan Penghasilan anak yang belum dewasa...................29
4.5 Perlakuan PPh Atas Penggabungan Usaha....................................30
4.6 Penggabungan Penghasilan ...........................................................31
BAB V PERHITUNGAN PPH......................................................................34
5.1 Cara menghitung Pajak Penghasilan Dengan Dasar Pembukuan.. 34
5.2 Cara Menghitungan Pajak Penghasilan dengan Dasar Pencatatan.34
5.3 Bentuk Usaha Tetap (BUT)...........................................................40
5.4 Objel PPh BUT..............................................................................41
5.5 Penentuan Laba BUT....................................................................42
5.6 Perlakuan Pajak Atas Penghasilan Kena Pajak Dari Suatu But Yang
Ditanamkan Kembali Di Indonesia................................................43
BAB VI HUBUNGAN ISTIMEWA..............................................................45
BAB VII HARGA PEROLEHAN / HARGA PENJUALAN .......................46
7.1 Cara Melakukan Penilaian Harta......................................................46
7.2 Harga Perolehan atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi Jual
Beli Harta............................................................................................46
7.3 Harga Perolehan atau Harga Penjualan dalam hal Terjadi
Tukar-menukar Harta.......................................................................47
7.4 Harga Perolehan atau Harga Penjualan Dalam Hal Terjadi
Pengalihan Harta Dalam Rangka Likuidasi, Penggabungan,
Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, atau Pengambilalihan Usaha...48
BAB VIII PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)
8.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21...........................51
8.2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.............................................59

iii
8.3. Pajak penghasil pasal 23............................................................67
8.4. Pajak penghasilan pasal 24.......................................................75
8.5. Pajak Penghasilan Pasal 26........................................................79
8.6. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)...........................................83
8..7. Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 …………………
BAB IX PAJAK PENGHASILAN PASAL 25.............................................91
9.1. Pengertian..................................................................................91
9.2. Cara Menghitung PPh Pasal 25.................................................91
9.3. Besarnya Angsuran PPh Pasal 25..............................................92
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENGERTIAN, SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN

1.1.Pengertian pajak penghasilan


Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat
pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk
tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan
kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhimya kewajiban pajak subjektif menjadi
penting
1.2 Pengertian penghasilan
Penghasilan adalah :
- Setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak
- Baik bersumber dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
- Yang dapat dipakai untuk menambah konsumsi atau kekayaan wajib pajak
- Dengan nama dan dalam bentuk apapun
1.3.Pengertian subjek pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk
dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak.
Secara umum Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan, badan, dan Bentuk Usaha Tetap, sebagai berikut:
1. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan
yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti menggantikan mereka
yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek
warisan tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Pengertian badan mengacu pada Undang KUP, bahwa badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang meiakukan usaha maupun tidak

5
melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan Komanditer. perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan
bentuk apa pun firma. kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak
tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan
pemerintah, sebagai contoh lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegitan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian
perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-
pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak berteinpat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap ini ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri terpisah dari badan.
Perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan Dalarn Negeri.
Pengenaan Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai eksistensi sendiri dan tidak
termasuk daiam pengertian badan.

1.4. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Berdasarkan lokasi geografis, Subjek Pajak dapat dibebankan menjadi dua, yaitu:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Dimaksud dengan Subjek Pajak Dalam Negeri Adalah:
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

6
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu Tahun Pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri adalah orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berrarut-turut
tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia,
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentakannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. Penerimaan dimaksukkan dalam anggaran pemerintah Pusat atau Pemerintah
Derah; dan
4. Pemhukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

c. Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.


Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh Orang pribadi sebagi subjek
Pajak Dalam Negeri dianggap Subjek Pajak Dalam Negeri rnengikuti status pewaris.
Adapun pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah
di bagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang
belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak pajak luar
negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk
Usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dimaksud melekat pada objeknya.

7
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;
dan Bentuk Usaha Tetap menggantikan Orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak
Luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Bagi subjek Pajak
Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya disamakan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan bagi Subjek Pajak Dalam Negeri.
b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Dalam hal
penghasilan diterima atau diperoleh tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap, maka
pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek pajak luar negeri tersebut.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar
Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
1. Wajib Pajak Dalam Negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia; sedangkan Wajib Pajak Luar
Negeri dikenai pajaknya hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia;
2. Wajib Pajak Dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan;
3. Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan sebagai sarana unruk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu
tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri tidak menyampaikan Surat

8
Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi
meialui pemotongan pajak yang bersifat final. Dapat dilihat pada tabel berikut.
Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri

Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri


 Dikenakan pajak atas penghasilan baik  Dikenakan pajak banya atas
yang ditenma atau diperoleh dari penghasilan yang berasal dan
Indonesia dan dari luar Indonesia. sumber penghasilan di Indonesia
 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan  Dikenakan pajak berdasarkan
neto penghasilan bruto
 Tarif pajak yang digunatan dalah tariff  Tarif pajak yang digunaan
umum (tariff UU PPh pasal 17) adalah tarif sepadan (tanf UU
Wajib menyampaikan Surat PPh pasal 26)
pemberitahuan.  Tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan.
1.5.Tidak termasuk subjek pajak
Tidak termasuk sebagai subjek pajak adalah sebagai berikut:
1. Kantor perwalian Negara asing
2. Pejabat-pejabat pewakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negeara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada meraka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan Negara indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaanya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi
tersebut dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran pada anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional (perhatikan angka 3) dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional
yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1.6 Kewajiban pajak subjektif

9
Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai subjek
pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan tabel mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif.

MULAI BERAKH1R
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Subjek Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi: Pribadi:
• Saat dilahirkan • Saat meningeal
• Saat berada di Indonesia atau bemiat • Saat meninggalkan Indonesia
bertempat tinggal di Indonesia. untuk selama-lamanya.

Subjek Pajak Dalam Negeri Badan: Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
• Saat didirikan atau bertempat • Saat dibubarkan atau tidak lagi
kedudukan di Indonesia. bertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri malalui Subjek Pajak Luar Negeri tidak
BUT: BUT:
 Saat menjalankan usaha atau  Saat tidak lagi menjalankan
melakukan kegiatan melalui BUT usaha atau melakukan kegiatan
di Indonesia melalui BUT di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri tidak Subjek Pajak Luar Negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
 Saat menerima atau memperoleh  Saat tidak lagi menerima atau
penghasiian dari Indonesia. memperoleh penghasiian dari
Indonesia.
Warisan belum terbagi Warisan belum terbagi
Saat timbulnya warisan yang belum Saat warisan selesai dibagikan
terbagi

1.7.Objek pajak
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk
menghitung pajak terutang. Yang menjadi Objek Pajak PPh adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada Subjek Pajak,
penghasilan dapat dikelompokan menjadi:

10
1. Penghasilan dari perkerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, akutuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan
3. Oenghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga,
dividen, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan
untuk usaha, dan lain sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebesan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dilihat dari penggunaanya (outflow), penghasilan dapat dipakai untuk
konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan wajib pajak.
1.8. Penghasilan yang termasuk sebagai Objek pajak
Sesuai pasal 4 ayat (1) undang-undang pajak penghasilan yang termasuk penghasilan
sebagai objek pajak dengan nama dan bentuk apapun termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang pajak penghasilan.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekuritas, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya:
3. keuntungan karena iikudasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilan usaha, atau organisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun:
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibaru bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalm garis keturunan lurus satu derajat. dan
badan keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi
atu orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur

11
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankari
sebagai biaya; dan pembayaran tambahan pengambilan pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti; atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena peniiaian kembali aktivas;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak;
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. Imbaian bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus bank Indonesia

1.9 Penghasilan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak

12
Pasai 4 ayat (3) terdapat penghasilan yang tidak termasuk kategori penghasilan yang
dikenakan PPh, yaitu:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau di sahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keiuarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat badan keagamaan; badan pendidikan;badan sosial; termasuk yayasan;koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan/atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti sahain atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dam/atau kenikmatan dari Wajib Pajak
atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri, koperasi, Badan Usaha Miiik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia, dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

13
b. Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikar. dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor;
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi keija maupun pegawai;
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension (perhatikan huruf "g")
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan Komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
termasuk pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia.
Perusahaan modal ventura adalah suatu perasahaan yang kegatan usahanya membiayai
badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu
jangka waktu tertentu.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan penciidikan dan/'atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebutt, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan

14
14. Bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu. Yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan/atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

15
BAB II
BIAYA YANG DIPERKENANKAN DAN TIDAK DIPERKENANKAN DALAM
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

2.1 Pengurangan Penghasilan (Biaya)


Pada akuntansi komersial berbasis Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menggunakan
istilah "beban", tetapi dalam undang-undang Pajak penghasilan menggunakan istilah "biaya",
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan brutu bagi Wajib pajak dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaita:
1. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang
mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang
bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah,
dan sebagainya.
2. Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Pengeluaran
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya diiakukan melalui
penyusutan atau melalui arnortisasi.
Kemudian pengeluaran-pengeiuaran yang diiakukan oleh Wajib Pajak dapat pula
dibedakan menjadi:
1. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expenses).
Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat
dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.
2. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-deductible expenses).
Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau tidak dapat
dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak atau pengeluaran dilakukan
tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.
Oleh karena itu, pengeluaran yang melampui batas kewajaran dipengaruhi oleh hubungan
istimewa, maka pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

16
2.2 Biaya yang diperkenankan bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk Usaha Tetap
(Deductible Expenses)
Pasal 6 undang-undang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa: untuk menghitung
besamya penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan brato dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan tennasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain:
1. Biaya pembelian bahan;
2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium., bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. Bunga, sewa, dan royalti;
4. Biaya perjalanan;
5. Biaya pengolahan limbah;
6. Premi asuransi;
7. Biaya promosi dan penjulan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
8. Biaya administrasi; dan
9. Pajak kecuali pajak penghasilan.
Biaya dimaksud adalah biaya-biaya yang lazimnya disebut dengan biaya sehari-hari yang
dibebankan pada tahun pengeluaran yang diperlukan persyaratan hubungan langsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan yang
merunakan Objek Pajak,
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;

17
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memlihara penghasilan;
e. Keragian selisih kurs mata uang asing;
f. Kerugian selisih kurs mata uang asing ini di akibatkan adanya fluktuasi kurs sehari-hari
terutama dalam kondisi krisis moneter. Pembebanan selisih kurs dilakukan berdasarkan
sistem pembukuan perusahaan dengan dengan syarat taat asas (konsisten). Kemungkinan
wajib Pajak pembukuannya mendasarkan pada kurs tetap, maka pembeban keragian selisih
kurs dilakukan pada saat realisasi atas perkiraan mata uang tersebut. Sebaliknya apabila
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenamya berlaku pada akhir tahu,
maka pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasar kurs tengah Bank
Indonesia atau kurs pada akhir tahun. Keragian selisih kurs dibukukan dalam perkiraan
sementara di neraca dan pembebanannya secara bertaliap sesuai realisasi mata uang tersebut:
g. Biaya penelitian dan pengembangan pemsaliaan yang dilakukan di
Indonesia;
h. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
i. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1. Telah di bebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangaai piutang negara: atau adanya perjanjian tertulis mengenai peijanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditor dan debitur yang
bersangkutan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. Syarat pada angka 3) tidak berlaku untuk menghapuskan piutang tak tertagih debitur
kecil (perhatikan pasal 4 ayat (1) huruf "k"); Yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
j. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan
peraturan Pemerintah;

18
k. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatar dengan Peraturan Pemerintah;
l. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
m. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
n. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam peraturan
Pemerintah.

2.3 Pengeluaran yang Tidak Boleh dibebankan sebagai Biaya (Non-Deducteble Expenses)
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan dengan hal berikut ini.
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oieh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha Iain yang
menyaiurkan kredit, sewa dengan hak opsi, perasahaan pembiayaan konsumen dan
perasahaan anjakl piutang;
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial:
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeiiharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna Wajib Pajak bersangkutan.

19
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekeijaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikamatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertenta dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemeganga
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibankan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecua;li sumbangan sebagaimana dimkasud pasal 6 ayat (1) huruf i,
huruf k, huruf 1, dan huruf m Undang-Undang Pajak Penghasilan serta
zakat yang oiterima oleh Badan amil zakat atau lembaga amil zakat
atau lembaga ami! zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah,
h. Pajak Penghasilan;
Yang dimaksudkan dengan pajak penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak penghasilan
yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.

2.4 Kompensasi Kerugian


Kerugian yang diderita perusahaan dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto
atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-tirut, dimulai sejak tahun pajak berikutnya sesudah
tahun didapatnya kerugian tersabut
Contoh

20
PT Abil Jaya dalam tahun 2005 menderita kerugian fiskal
Rp 120.000.000,00. Dalam 7 tahun berikutnya rugi fiskal PT Abil
Jaya sebagai berikut:
laba fiskal tahun 2006 Rp 20.000.000,00
rugi fiskal tahun 2007 30.000.000,00
laba fiskal tahun 2008 NIHIL
laba fiskal tahun 2009 10.000.000,00
laba fiskal tahun 2010 80.000.000,00
laba fiskal tahun 2011 90.000.000,00
laba fiskal tahun 2012 25.000.000,00
Kompensasi kerugian dihitung dengan cara sebagai berikut:
Rugi fiskal tahun 2005 Rp 120.000.000,00
Laba fiskal tahun 2006 20.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp 100.000.000,00
Rugi fiskal tahun 2007 (30.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp 100.000.000,00
Laba fiskal tahun 2008 NIHIL
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp 100.000.000,00
Laba fiskal tahun 2009 (10.000.000.00)
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp 90.000.000,00
Laba fiskal tahun 2010 (80.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2005 Rp 10.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2005 yang tersisa adalah Rp10.000.000,00 di tahun 2010 tidak dapat
dikompensasikan lagi di tahun 2011 dan berikutnya.

2.5 Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)


Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dari wajib pajak orang pribadi dalam
negeri, penghasilan netonya ikurangi dengan jumlah penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai peraturan menteri keuangan No.
162 /PMK.011/2012, terhitung mulai januari 2013 sebagai berikut:
a. Rp 54.000.000 untuk diri wajib pajak
b. Rp 4.500.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
c. Rp 54.000.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami.
d. Rp 4.500.000 tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang).
Contoh perhitunghan PTKP

21
1. Abil sudah menikah dengan mempunyai seorang anak PTKP Abil adalah:
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak Rp. 54.000.000
Tambahan wajib pajak kawin Rp. 4.500.000
Tambahan 1 anak Rp. 4.500.000
Jumlah Rp. 63.000.000
2. Smith (warga Negara asing) berkeluarga di Indonesia tanggal 1 November 2016
dengan kontrak kerja selama 5 tahun. Smith mempunyai 3 anak. PTKP smith untuk
tahun 2013 adalah:
PTKP stahun
Untuk wajib pajak Rp. 54.000.000
Tambahan kawin Rp. 4.500.000
Tambah 3 anak (K/-3) Rp. 13.500.000
Jumlah Rp. 72.000.000

22
BAB III
PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN REVALUASI

3.1 Penyusutan
Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau depresiasi merupakan konsep alokasi
harga perolehan harta tetap berwujud untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap
berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
2. Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4
tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8
tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta bervvujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16
tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20
tahun.
Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2. Tidak permanen: Bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan
lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10
tahun.
3.2 Metode dan Tarif Penyusutan
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method)
dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak dipei-kenankan untuk
memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan
dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun
hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.

23
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode, serta tarif
penyusutannva:
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode, sera tarif
penyusutan:

Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Depresiasi


Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
1. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -

Saat Dimulainya Penyusutan


Saat penyusutan dapat dimulai pada:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan pengerjaan
harta tersebut selesai.
3. Dengan ijin dari Direktur Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta
berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Contoh 3:
PT Adil pada bulan Juli 2008 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa manfaat 4
tahun seharga Rp 10.000.000,00. Penghitungan penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai
berikut:
Alternatif I: Metode Garis Lurus:
Penyusutan tahun 2008:
6/12 x 25% x Rp 10.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00

24
Penyusutan tahun 2009:
25% x Rp 10.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
Penyusutan tahun 2010
25% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
Penyusutan tahun 2011:
25%, x Rp 10.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

Penyusatan tahun 2012


6/12 x 25 % x Rp.10.000.000 = Rp 1.250.000
Alternatif II : Metode Saldo Menurun :
Penyusutan tahun 2008
6/12 x 50% x Rp 10.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
Penyusutan tahun 2009:
50% x (Rp 10.000.000,00 - Rp 2500.000,00) =
50%, x Rp 7.500.000,00 = Rp. 3.750.000,00
Penyusutan tahun 2010:
50% x (Rp 7.500.000,00 - Rp 3.750.000,00) =
50% x Rp 3.750.000,00 = Rp 1.875.000,00
Penyusutan tahun 20011 :
Karena tahun 2011 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2011 seluruh sisa
nilai buku disusutkan sekaligus sehingga penyusutan tahun 2011 adalah : (Rp 3.750.000,00 -
Rp 1.875.000,00) = Rp 1.875.000,00

3.3 Amortisasi
Amoitisasi merupakan konsep alokasi harga perolelian harta tetap tidak berwujud dan
harga perolehan harta sumber alam. Jadi, dalam UU PPh pengertian amortisasi mencakup juga
pengertian depresiasi seperti yang dikenal dalam dunia akuntansi keuangan
3.4 Pengelompokkan Harta tak Berwujud
a. Kelompok 1: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.

25
b. Kelompok 2: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun.
c. Kelompok 3: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16tahun.
d. Kelompok 4: kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.

3.5 Metode dan Tarif Amortisasi


Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah
satu metode untuk melakukan amortisasi.
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta tak berwujud, metode, serta tarif amortisasinya

TARIF AMORTISASI
KELOMPOK HARTA
MASA MANFAAT GARIS SALDO
TAK BERWUJUD
LURUS MENURUN
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Kelompok, metode, dan tarif amortisasi seperti discbutkan dalam tabel di atas berlaku juga untuk :
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya peiiuasan modal suatu perusahaan. Pengeluaran ini
dapat juga dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.
2. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan
biaya produksi percobaan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pengeluaran ini
dikapitalisasikan kemudian diamortisasi sesuai tabel di atas. Satu hal yang hams diperhatikan
adalah bahwa biaya operasional yang bersifat rutin, seperti biaya rekening listrik dan telepon, gaji
pegawai, dan biaya kantor lainnya, tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada
tahun pengeluaran.
Contoh Penghitungan Amortisasi
PT Fatimah pada tanggal 1 Januari 2002 mengeluarkan uang sebanyak Rp 200.000.000,00 untuk
memperoleh hak lisensi dari Phoenixcycle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix.
Penghitungan amortisasi atas hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I: Metode Garis Lurus:

26
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp 200.000.000,00 = Rp 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2003 :
25% x Rp 200.000.000,00 = Rp 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp 200.000.000,00 = Rp 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2005 :
25% x Rp 200.000.000,00 = Rp 50.000.000,00

Alternatif II: Metode Saldo Menurun:


Amortisasi tahun 2002 :
50% x Rp 200.000.000,00 = Rp100.000.000,00
Amortisasi tahun 2003 :
50% x (Rp 200.000.000,00 - Rp 100.000.000,00)
50% x Rp100.000.000,00 = Rp 50.000.000,00
Amortisasi tahun 2004 :
50% x (Rp 100.000.000,00 - Rp 50.000.000,00)
50% x Rp 50.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2005 :
Karena tahun 2005 merupakan akliir masa manfaat, maka pada tahun 2005 seluruh sisa nilai
buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2005adalah:
(Rp 50.000.000 - Rp 25.000.000 = Rp 25.000.000

27
3.6 Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi
1. Hak/pengeluaran di bidang penambangan minyak dan gas bumi
Amortisasi dengan metode satuan produksi ditetapkan pada amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi
dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besamya setiap tahun sama
dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun
yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi
tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh :
Pada tahun 2008 PT Yusuf Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp 2.000.000.000.,00 untuk
memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000
barel. Produksi minyak bumi tahun 2008 mencapai 2.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk
tahun 2008 adalah :
Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (2.500.000 : 5.000.000) x 100%
= 50 %
Amortisasi 2008 = 50% x Rp 2.000.000.000,00
= 1.000.000.000
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga
masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh
dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
2. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan
sumber dan hasil alam lainnya
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapkan pada
amortisasi atas:
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi,
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan,
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

28
Contoh
PT DiraWood pada tahun 2005 mengeluarkan uang sebesar Rp 1.000.000.000,00 untuk
memperoleh hak pcngusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah
produksi pada tahun 2005 adalah sebesar 8.000.000 ton.
Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun
2005 adalah sebesar :
(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp 1.00 % = 40 %
40% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 400.000.000,00
Jumlah yang boleh diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang
diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00

3.7 .Revaluasi (Penilaian Kembali Aktiva Tetap)


Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan kurang serasinya
perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan.
Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada Wajib Pajak perlu diberikan kesempatan untuk
melakukan penilaian kembali aktiva tetap.
Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan dalam negeri
yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa
pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib
Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai dengan masa pajak
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah semua aktiva berwujud dalam
bentuk tanah, kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak dimaksud-kan untuk dialihkan
atau dijual (bukan barang dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia. Penilaian kembali harus
dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar
yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar
yang ditetapkan oleh perusahaan penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,

29
maka dalam rangka penghitungan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kembali nilai
pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan

3.8 Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva


Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang
dinilai kembali, terlebih dahulu wajib dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan. Jika
masih terdapat sisa lebih, dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun
sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dilakukan kompensasi kerugian,
dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh
Pada akhir tahun 2016 PT Marwah melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal
aktiva yang dinilai kembali per 31 Desembcr 2016 adalah 200.000.000,00. Nilai wajar aktiva
tersebut adalah Rp 275.000.000,00. Sisa kerugian fiskal tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan adalah Rp 50.000.000,00. Besamya PPh atas selisih lebih penilaian kembali
aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar aktiva Rp 275.000.000,00
Nilai buku fiskal aktiva (200.000.000,00)
Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp 75.000.000,00
Kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan (50.000.000,00)
Selisih lebih setelah kompensasi Rp 25.000.000,00
PPh = Rp 25.000.000,00 x 10%
= Rp 2.500.000

30
BAB IV

31

Anda mungkin juga menyukai