Anda di halaman 1dari 80

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN


PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI”
DI SRIWEDARI, SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh:
ALFAN REZA FATHONY
K3207014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Alfan Reza Fathony


NIM : K3207014
Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Seni Rupa

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “KAJIAN TENTANG PROSES


PEMBELAJARAN PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI
SRIWEDARI, SURAKARTA” ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 14 April 2012

Alfan Reza Fathony

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN


PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI”
DI SRIWEDARI, SURAKARTA

Oleh :
ALFAN REZA FATHONY
K3207014

Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2012
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Surakarta, 11 April 2012

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. Adam Wahida, S.Pd., M.Sn.


NIP 19621110 198903 1 003 NIP 19730906 200501 1 001

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Senin
Tanggal : 23 April 2012

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds. ………….


Sekretaris : Dra. M. Y. Ning Yuliastuti, M.Pd. ………….
Anggota I : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. ………….
Anggota II : Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. ………….

Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.


NIP 19600727 198702 1 001 commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Sekecil apapun yang dapat kita lihat, dengar, dan rasakan, jadikanlah itu
sebuah pengalaman yang sangat berharga.

(Alfan Reza Fathony)

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan


Kepada:

Ayah dan Ibu tersayang


Istriku tercinta
Adik-adikku, Guru-guruku, Rekan-rekanku
Almamater

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Alfan Reza Fathony. KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN


PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI,
SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. April 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tujuan pembelajaran
sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (2) Materi yang diajarkan
pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (3) Metode yang
digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di
Sriwedari, Surakarta. (4) Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada
sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (5) Media yang digunakan
dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari,
Surakarta. (6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung
Seni” di Sriwedari, Surakarta.
Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber
data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan
dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel
bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan
review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Tujuan sanggar lukis
“Warung Seni” sebagai pelengkap pendidikan seni rupa yang ada pada lembaga
pendidikan formal secara praktek atau keterampilan sudah dilaksanakan dengan
cukup baik. Namun dilihat dari segi wawasan masih kurang mencukupi karena
dalam kegiatan bimbingan di sanggar lukis ini anak tidak diberikan teori dan
referensi tentang seni lukis. (2) Materi tentang teknik melukis dan pewarnaan
yang diberikan selalu dibimbing dan diberikan contoh. Hal ini membuat hasil
lukisan anak terpaku pada gambar yang telah dicontohkan oleh pembimbing.
Pembelajaran dengan cara ini akan berdampak pada kurangnya kemandirian dan
kreativitas anak dalam melukis. (3) Bimbingan melukis di sanggar lukis “Warung
Seni” paling banyak diikuti oleh anak-anak usia 3-12 tahun. Walaupun usia anak
berbeda-beda namun materi yang diberikan sama. (4) Dari sekian metode yang
digunakan, metode praktik atau demonstrasi lebih dominan digunakan pada saat
bimbingan. Hal ini dikarenakan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” ini
terfokus pada pembelajaran praktek melukis. (5) Penggunaan model pembelajaran
kontekstual terlihat pada saat anak diajak menggambar ke lokasi yang ditentukan
pembimbing. Hal ini dilakukan untuk melatih anak melukis obyek diam maupun
bergerak secara langsung. (6) Media pembelajaran yang digunakan di sanggar
lukis “Warung Seni” adalah gambar sketsa obyek yang digambar di papan white
board. Proses pembuatan gambar sketsa obyek bertahap. Dengan cara seperti ini
anak mudah menerima materi yang diajarkan dan pada akhir bimbingan seluruh
anak bisa menyelesaikan gambar secara bersamaan, sehingga tidak ada anak yang
tertinggal saat waktu kegiatan bimbingan selesai. (7) Bentuk evaluasi di sanggar
lukis “Warung Seni” berupa pembahasan langsung. Bentuk evaluasi melalui
pembahasan ini terbukti efektif diterapkan karena siswa dapat mengetahui letak
commit
kekurangan dan kelebihan karya lukis to telah
yang user mereka buat.

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Alfan Reza Fathony. STUDY ON THE LEARNING PROCESS AT


PAINTING STUDIOS "WARUNG SENI" IN SRIWEDARI, SURAKARTA.
The research paper, Faculty of Teacher Training and Education in Sebelas Maret
University of Surakarta. April 2012.
The purpose of this study was to determine: (1) The purpose of learning
at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (2) The material
taught at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (3) The method
used in the learning process at painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari,
Surakarta. (4) The model used in the learning process at painting studios,
"Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (5) The medium used in the learning
process in the painting studios, "Warung Seni" in Sriwedari, Surakarta. (6) The
system of evaluation of student learning outcomes at painting studios, "Warung
Seni" in Sriwedari, Surakarta.
The strategy used is a case study of single spikes. Source of data used
utilizing informants, places and events, and documents. Sampling technique used
was purposive sampling. The validity of data is achieved by using a triangulation
of sources and informants review. Data analysis technique used is interactive
analysis.
Based on this research, we can conclude: (1) Purpose painting studios,
"Warung Seni" as a complement to the existing art education in formal
educational institutions in the practice or skills have been implemented quite well.
But in terms of insight is still inadequate because the activities of the guidance in
this painting studios, the child was not given the theory and references to painting.
(2) The materials of painting and staining techniques provided always guided and
given an example. This keeps the children focused on painting a picture that has
been exemplified by the supervisor. Learning in this way will have an impact on a
lack of independence and creativity in painting. (3) Guidance to paint in the studio
painting "Warung Seni" the most widely followed by children aged 3-12 years.
Although children of different ages, but given the same material. (4) Of all the
methods used, the method is more dominant practice or demonstration use at the
time of counseling. This is because the learning in the studio painting "Warung
Seni" is focused on learning the practice of painting. (5) The use of contextual
learning model looks at when children are invited to draw to the specified location
supervisor. This is done to train the children paint a still or moving objects
directly. (6) Learning media used in painting studios, "Warung Seni" is a sketch
drawing objects drawn on the whiteboard. The process of gradually making the
drawing object. In this way the child receptive to the material being taught and at
the end of the guidance of all children could complete the images simultaneously,
so that no child is left behind when the activity is complete guidance. (7) The
form of evaluation in the painting studios, "Warung Seni" in the form of direct
discussion. Evaluation form through this discussion proved to be effective
because students can be applied to locate the advantages and disadvantages of
paintings they have made.
commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya


saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “KAJIAN
TENTANG PROSES PEMBELAJARAN PADA SANGGAR LUKIS
“WARUNG SENI” DI SRIWEDARI, SURAKARTA”. Penyusunan skripsi
dilakukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Banyak hambatan dalam proses penyusunan skripsi ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak akhirnya hambatan-hambatan yang timbul dapat
teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, penulis sampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta sekaligus pembimbing I, atas bimbingannya dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. selaku pembimbing II, atas bimbingannya
dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. selaku pembimbing akademis.
6. Bapak Luluk Soemitro selaku narasumber utama penelitian ini.
7. Ibu Uryn Sulistyorini selaku narasumber pendukung.
8. Anak-anak siswa sanggar lukis “Warung Seni” Surakarta usia 3-12 tahun.
9. Ayah, Ibu, dan Adik-adikku atas do’a, biaya, dan dukungannya.
10. Istriku Intan Eka Saputri atas do’a, dukungan, dan semangat yang diberikan.
commit
11. “Sunseters” : Figur, Anggi, Via, Anik,to Ayu,
user dan Restu.

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa, JPBS, FKIP,
UNS.
13. Teman-teman angkatan 2007 Program Studi Pendidikan Seni Rupa, JPBS,
FKIP, UNS.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapat imbalan dari Allah Yang
Maha Pemurah.
Adapun saran-saran yang bersifat membangun penulis terima dengan
senang hati. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada
umumnya dan pendidikan seni rupa khususnya.

Surakarta, 12 April 2012

Penulis,

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Alfan Reza Fathony. KAJIAN TENTANG PROSES PEMBELAJARAN


PADA SANGGAR LUKIS “WARUNG SENI” DI SRIWEDARI,
SURAKARTA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. April 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tujuan pembelajaran
sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (2) Materi yang diajarkan
pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (3) Metode yang
digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di
Sriwedari, Surakarta. (4) Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada
sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta. (5) Media yang digunakan
dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari,
Surakarta. (6) Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung
Seni” di Sriwedari, Surakarta.
Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber
data yang digunakan memanfaatkan informan, tempat dan peristiwa, dan
dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel
bertujuan). Validitas data dicapai dengan menggunakan triangulasi sumber dan
review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan: (1) Tujuan sanggar lukis
“Warung Seni” sebagai pelengkap pendidikan seni rupa yang ada pada lembaga
pendidikan formal secara praktek atau keterampilan sudah dilaksanakan dengan
cukup baik. Namun dilihat dari segi wawasan masih kurang mencukupi karena
dalam kegiatan bimbingan di sanggar lukis ini anak tidak diberikan teori dan
referensi tentang seni lukis. (2) Materi tentang teknik melukis dan pewarnaan
yang diberikan selalu dibimbing dan diberikan contoh. Hal ini membuat hasil
lukisan anak terpaku pada gambar yang telah dicontohkan oleh pembimbing.
Pembelajaran dengan cara ini akan berdampak pada kurangnya kemandirian dan
kreativitas anak dalam melukis. (3) Bimbingan melukis di sanggar lukis “Warung
Seni” paling banyak diikuti oleh anak-anak usia 3-12 tahun. Walaupun usia anak
berbeda-beda namun materi yang diberikan sama. (4) Dari sekian metode yang
digunakan, metode praktik atau demonstrasi lebih dominan digunakan pada saat
bimbingan. Hal ini dikarenakan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” ini
terfokus pada pembelajaran praktek melukis. (5) Penggunaan model pembelajaran
kontekstual terlihat pada saat anak diajak menggambar ke lokasi yang ditentukan
pembimbing. Hal ini dilakukan untuk melatih anak melukis obyek diam maupun
bergerak secara langsung. (6) Media pembelajaran yang digunakan di sanggar
lukis “Warung Seni” adalah gambar sketsa obyek yang digambar di papan white
board. Proses pembuatan gambar sketsa obyek bertahap. Dengan cara seperti ini
anak mudah menerima materi yang diajarkan dan pada akhir bimbingan seluruh
anak bisa menyelesaikan gambar secara bersamaan, sehingga tidak ada anak yang
tertinggal saat waktu kegiatan bimbingan selesai. (7) Bentuk evaluasi di sanggar
lukis “Warung Seni” berupa pembahasan langsung. Bentuk evaluasi melalui
pembahasan ini terbukti efektif diterapkan karena siswa dapat mengetahui letak
commit
kekurangan dan kelebihan karya lukis to telah
yang user mereka buat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya mulai dari aspek kognitif, aspek afektif sampai dengan aspek
psikomotor. Aspek kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Aspek
afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Aspek psikomotor berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan
tangan, mengetik, melukis, dan mengoperasikan mesin.
Berdasarkan ruang lingkupnya, sistem pendidikan yang diselenggarakan
di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang mulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)
sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Bukti kelulusan pada setiap jenjang
pendidikan formal diakui secara nasional dan dapat dimanfaatkan untuk
persyaratan melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan. Oleh karena itu,
pendidikan formal senantiasa menjadi pilihan orang tua dan peserta didik untuk
meningkatkan taraf pendidikan. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik meliputi pendidikan anak usia dini,
pendidikan keterampilan, dan pelatihan kerja. Sedangkan pendidikan informal
adalah jalur pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
Penyelenggaraan pendidikan nonformal dan pendidikan informal yang
diserahkan kepada masyarakat, menjadikan bentuk dan kualitas pendidikan
nonformal dan pendidikan informal sangat beragam. Seperti pendidikan
commitbirokrasi
nonformal, hal ini terjadi karena sistem to user pendidikan nonformal yang jauh

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lebih pendek dan fleksibel dibandingkan dengan sistem birokrasi pendidikan


formal. Dalam kenyataannya, masyarakat akan memilih lembaga pendidikan
nonformal yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya. Lembaga
pendidikan nonformal yang berkualitas ditandai dengan kemampuan lembaga
menjawab kebutuhan masyarakat, banyak diminati konsumen, dan dapat menjaga
eksistensinya dalam jangka panjang. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 26 menyebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan
bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pengembangan pendidikan nonformal
terbuka sangat luas di masyarakat meliputi semua bidang yang dibutuhkan
masyarakat.
Bentuk-bentuk pendidikan nonformal yang berkembang di masyarakat
sangat bervariasi. Sanggar merupakan salah satu bentuk pendidikan nonformal
yang banyak berkembang di kehidupan masyarakat. Sanggar adalah suatu tempat
atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk
melakukan suatu kegiatan (http://id.wikipedia.org/wiki/Sanggar diakses
23/11/2011). Sanggar yang ada saat ini antara lain sanggar musik, sanggar teater,
sanggar lukis, sanggar mengaji, dan lain-lain. Eksistensi sanggar dan semakin
banyaknya siswa yang merasa perlu menambah jam belajarnya di sanggar
menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan kehadiran sanggar yang berfungsi
sebagai penambah atau pelengkap pendidikan formal.
Secara khusus penelitian ini berusaha mengungkap proses pembelajaran
yang diselenggarakan oleh sanggar lukis pada anak-anak. Peneliti berasumsi
bahwa sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang seni, kekuatan utama yang
dimiliki sanggar adalah pada proses pembelajarannya. Selain itu, peneliti juga
berasumsi bahwa masyarakat pengguna jasa sanggar akan memilih sanggar lukis
yang berkualitas dalam proses pembelajarannya. Dengan demikian melalui
penelitian ini, peneliti berharap dapat menemukan proses pembelajaran pada
sanggar lukis yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan refleksi bagi
pengembangan pendidikan sekolah.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sesuai dengan fungsi seni rupa sebagai alat pendidikan, maka seni rupa
mempunyai peranan yang penting di dalam mengembangkan sensitivitas,
kreativitas, dan memberi fasilitas untuk berekspresi dan melengkapi anak dalam
membentuk kepribadiannya. Sehingga anak akan berkembang sesuai dengan
kebutuhannya.
Di dalam pendidikan sekolah, peranan tersebut kadang tidak dapat
terjangkau karena masalah terbatasnya waktu, fasilitas, dan cara
pengembangannya yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana mestinya.
Dengan adanya pendidikan nonformal seperti sanggar lukis ini akan dapat
melengkapi dan membantu keberhasilan fungsi seni tersebut. Di sanggar lukis
anak-anak pada masanya dapat memperoleh kesempatan yang luas untuk
menyalurkan minat, kesenangan, dan keterampilannya. Disamping itu mereka
dibina dan diberi pengarahan praktis mengenai hal-hal yang menyangkut
keterampilan dan bentuk-bentuk visual.
Hasil dari karya seni lukis yang diciptakan oleh anak bimbingan sanggar
juga berbeda dengan mereka yang tidak ikut dalam sanggar. Hal ini bisa diamati
dalam setiap pengadaan lomba lukis anak, kebanyakan para juara lukis rata-rata
berasal dari mereka yang dibimbing oleh sanggar-sanggar lukis. Para juara lukis
anak-anak bimbingan sanggar tersebut menunjukkan salah satu bukti dari
keberhasilan dari pembelajaran yang dilakukan oleh sanggar tersebut.
Keberadaan sanggar lukis untuk anak di kota Surakarta banyak
manfaatnya, karena akan melengkapi dan membantu keberhasilan pendidikan seni
rupa bagi anak-anak. Sanggar lukis “Warung Seni” adalah salah satu
penyelenggara pendidikan nonformal dalam bidang seni lukis yang berada di
Surakarta. Berdirinya sanggar lukis “Warung Seni” turut berperan serta
memberikan tempat bagi anak-anak yang ingin menyalurkan bakat dan kreativitas
mereka dibidang seni lukis. Di samping itu mereka akan mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan tentang seni lukis. Proses pembelajaran yang baik
tentu akan menghasilkan anak didik yang mampu berkarya seni lukis dengan baik.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melaksanakan
commit to user
suatu penelitian tentang proses pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

milik Bapak Luluk Soemitro yang terletak di Sriwedari, Surakarta. Karena siswa
dalam sanggar tersebut banyak dan terdiri dari usia yang berbeda-beda maka
peneliti membatasi penelitian pada siswa yang masuk dalam kategori anak-anak
yaitu usia 3-12 tahun. Penelitian ini juga berfungsi untuk mengetahui bagaimana
proses awal pembelajaran seni lukis pada anak yang baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa tujuan pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari,
Surakarta?
2. Apa saja materi, metode, model, dan media pembelajaran yang diajarkan dan
digunakan pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta?
3. Bagaimana sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung
Seni” di Sriwedari, Surakarta?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan
dengan:
1. Tujuan pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.
2. Materi yang diajarkan pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari,
Surakarta.
3. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis
“Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.
4. Model yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis
“Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.
5. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran pada sanggar lukis
“Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta.
6. Sistem evaluasi hasil belajar siswa pada sanggar lukis “Warung Seni” di
Sriwedari, Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi bagi penelitian yang akan datang tentang proses
pembelajaran pada sanggar lukis.

2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pembanding atau masukan
pada pendidikan formal maupun nonformal dalam hal proses
pembelajaran, khususnya pada sanggar lukis.
b. Memberikan gambaran kepada masyarakat Sriwedari maupun daerah lain
yang menyelenggarakan bimbingan melukis tentang proses pembelajaran
pada sanggar lukis khususnya untuk anak usia 3-12.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah (PLS) ialah
semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan
berencana, diluar kegiatan persekolahan (Ahmadi dan Uhbiyati, 2003: 164).
Pendidikan nonformal menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (2003: 5) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lebih lanjut, dalam
pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 15),
dinyatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan pelaku atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Menurut Coombs dan Ahmed (1985), Pendidikan Luar Sekolah
adalah kegiatan pendidikan yang terorganisasi dan sistematis yang
berlangsung dalam kerangka sistem pendidikan formal untuk menyediakan
aneka ragam pelajaran tertentu kepada kelompok penduduk tertentu, baik dari
golongan dewasa maupun remaja (Zakiyah, 2006: 12). Dengan demikian,
pendidikan nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat atau pemerintah atau gabungan keduanya
yang berfungsi melengkapi jenis pendidikan yang ada dengan kerangka
kegiatan yang berbeda dengan kegiatan formal.
Sudjana (2000) berpendapat bahwa Pendidikan Luar Sekolah
mempunyai peranan untuk membantu sekolah formal sebagai pelengkap,
penambah, dan pengganti pendidikan sekolah (Zakiyah, 2006: 13).
Pendidikan formal tentunya memiliki keterbatasan-keterbatasan dan
keterbatasan ini dapat diperbaiki oleh Pendidikan Luar Sekolah dengan
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyediakan jenis-jenis pendidikan yang bervariasi sesuai dengan tuntutan


dan harapan masyarakat.

2. Pendidikan Seni Rupa di Sanggar Sebagai Pendidikan Nonformal


Sanggar dalam bidang seni rupa merupakan pendidikan nonformal
dalam bentuk bimbingan yang meliputi kegiatan penguasaan materi dan
praktek. Dalam sistem pendidikan dewasa ini, pendidikan seni rupa menjadi
bagian dari alat pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara
keseluruhan. Pendidikan yang dicapai melalui pendidikan seni rupa yaitu
pendidikan melalui seni. Melalui pendidikan seni ini diharapkan dapat
mempertajam fungsi-fungsi jiwa pada anak. Fungsi tersebut sangat berkaitan
dengan perkembangan pikiran, perasaan, dan kemauan. Ketiga unsur tersebut
sangat penting dan saling berhubungan dalam perkembangan dan
pertumbuhan anak. Disinilah peranan pendidikan seni dalam kaitannya
dengan tujuan pendidikan.
Pentingnya pendidikan seni bagi anak disini bukannya menjadikan
anak menjadi ahli seni atau seniman, tetapi lebih dari itu yaitu untuk
mencerdaskan seluruh fungsi-fungsi jiwa, cipta, rasa, dan karsa. Tidaklah
salah kalau pendidikan seni khususnya seni rupa sangat erat hubungannya
dengan pembentukan jiwa, karena apa yang dihasilkan merupakan suatu
perkembangan jiwa anak.
Herbert (1970) melihat pentingnya pendidikan seni sebagai dasar
pendidikan bagi anak dimasa mendatang, ia menyatakan:

Pendidikan estetik merupakan satu-satunya pendidikan yang


memberi keagungan pada tubuh dan kemuliaan pada pikiran, yang
karenanya kita harus memanfaatkan seni sebagai dasar pendidikan
yang dapat berperan saat masa kanak-kanak, sementara masih
tidurnya daya nalar, dan nanti saat daya nalar telah bangkit dari
tidurnya seni akan menyediakan jalan baginya dan daya itu akan
disambut sebagai mitra yang selanjutnya akan menjadi ciri khusus
(Subroto, 1997: 14).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ia mengharapkan pendidikan seni dijadikan sebagai dasar


pendidikan, karena akan membawa kebanggaan dan keagungan jasmaniah
dan rohaniah. Ini bisa dilaksanakan sejak masa kanak-kanak dimana daya
nalarnya belum muncul, dan ketika penalarannya telah bangkit, seni akan
memberi jalan baginya yang diterima sebagai kegiatan yang disenanginya.
Pendidikan seni rupa yang diberikan pada anak oleh lembaga
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal pada dasarnya ditujukan
untuk pembinaan pengalaman dan pengetahuan seni rupa, serta untuk
pembentukan pribadi, yaitu pertumbuhan jiwa seperti pembinaan mental,
kreativitas, kesabaran, ketulusan, dan berbagai perasaan estetis. Hal ini
sebagaimana terungkap dalam tujuan pendidikan seni rupa yang disampaikan
oleh Muharam dan Sundaryati (1992) di bawah ini:
a. Mengembangkan bakat seni dan sensitivitas
b. Pengembangan persepsi
c. Pengembangan apresiasi
d. Kreativitas
e. Pengembangan ekspresi anak
f. Pengembangan pengalaman visual estetis (Subroto, 1997: 14)

Maksud dari pendapat tadi, tujuan pendidikan seni rupa untuk


mengembangkan bakat seni, sensitivitas, persepsi, apresiasi seni, kreativitas
dan aspek-aspek pribadi, ekspresi dan pengalaman estetis sehingga dapat
terampil dibidang kesenirupaan.
Hal ini bukan hanya menjadi tujuan pendidikan seni rupa secara
formal di sekolah-sekolah saja, tetapi juga di sanggar-sanggar seni rupa atau
pendidikan nonformal lainnya. Pendidikan seni rupa di sanggar mempunyai
tujuan yang sama dengan pendidikan di sekolah yaitu untuk mencapai
keberhasilan pendidikan seni rupa secara menyeluruh, walaupun berbeda
tempat, waktu, serta fasilitas.
Melati berpendapat bahwa pembinaan seni rupa anak di sanggar
commit
bukan hanya menitikberatkan padato seni
user keterampilan saja, tetapi lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menekankan pada pengalaman optis, estetis serta emosi anak, sehingga


kreativitas anak tertantang dan dirangsang untuk memenuhi gejolak imaji dan
hasrat pribadi untuk menyatakan diri dan berkomunikasi melalui media seni
rupa, garis, warna, dan bidang (Subroto, 1997: 15)
Selain itu untuk mencapai keberhasilan pendidikan seni rupa di
sanggar, maka perlu didukung pengajar yang profesional dan berpengalaman
serta proses pembelajaran yang terorganisir dengan baik.

3. Masa Periodisasi Seni Anak


Masa periodisasi anak adalah masa tahapan perkembangan anak.
Masa periodisasi ini juga dapat untuk melihat tingkat kemampuan anak dalam
menghasilkan karya seni khususnya seni rupa. Pengelompokan periodisasi
karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik
perkembangan anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan
gagasannya, anak masih memandang gambar sebagai satu ungkapan
keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara rinci. Yang
tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang
menyentuh perasaan dan keinginannya.
Berikut adalah beberapa hasil penelitian para ahli yang bisa
dijadikan acuan untuk mengamati atau memahami karya seni rupa anak.
Beberapa hasil penelitian tersebut dikemukakan oleh Muharam & Sundaryati
(1992: 34-35) sebagai berikut:
a. Kerchenteiner
 Masa mencoreng : 0-3 tahun
 Masa bagan : 3-7 tahun
 Masa bentuk dan garis : 7-9 tahun
 Masa bayang-bayang : 9-10 tahun
 Masa perspektif : 10-14 tahun

b. Cyril Burt
 Masa coreng : 2-3 tahun
 Masa garis : 4 tahun
 commitdeskriptif
Masa simbolisme to user : 5-6 tahun
 Masa realisme deskriptif : 7-8 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

 Masa realisme visual : 9-10 tahun


 Masa represi : 10-14 tahun
 Masa pemunculan artistik : masa adolesan

c. Viktor Lowenfeld
 Masa mencoreng : 2-4 tahun
 Masa pra bagan : 4-7 tahun
 Masa bagan : 7-9 tahun
 Masa permulaan realisme : 9-11 tahun
 Masa psendo realisme : 11-13 tahun
 Masa krisis puber : 13-17 tahun

d. Rhoda Kellogg
 Coretan dan corengan : 2-3 tahun
 Rahasia bentuk : 2-4 tahun
 Seni kontur : 3-4 tahun
 Anak dan desain : 3-5 tahun
 Mandala, matahari, dan radial : 3-5 tahun
 Manusia : 4-5 tahun
 Mirip gambar : 4-6 tahun
 Gambar : 5-7 tahun

Berdasarkan tahapan periodisasi seni rupa anak menurut beberapa


ahli di atas menunjukkan saling berbeda dalam menentukan batas-batas umur
dengan tingkat perkembangan seni anak. Dengan melihat beberapa pendapat
ahli tersebut bisa menjadi acuan untuk mengetahui secara global tingkat
kemampuan anak dalam membuat karya seni, khususnya seni lukis.

4. Proses Pembelajaran
Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara
alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau
sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin
dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau
lebih objek di bawah pengaruhnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Proses
diakses 23/11/2011).
Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran
commit to user
(instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran merupakan usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara


positif dalam kondisi tertentu. Adapun pengajaran merupakan usaha
membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik dan
biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Dalam pendidikan,
pembelajaran lebih tepat digunakan daripada pengajaran. Pengertian
pembelajaran menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (2003: 6), adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan
demikian, pengertian pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan
dengan sengaja melalui interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 297), pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat
siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran khususnya pembelajaran klasikal merupakan kegiatan
yang sangat kompleks. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan-kenyataan
sebagai berikut, yaitu: (1) Kegiatan pembelajaran pada umumnya harus
menghadapi siswa dalam jumlah yang banyak; (2) Kegiatan pembelajaran
berisi kegiatan pengolahan pesan yang meramu bahan-bahan yang berasal
dari buku teks, kehidupan, sumber informasi lain atau kenyataan yang
dijumpai di sekitar sekolah menjadi bahan ajar yang bermakna; (3) Setelah
mengikuti pembelajaran, siswa yang belajar harus meningkat kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotornya; (4) Setelah mengikuti pembelajaran,
siswa harus memperoleh pengalaman belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:
158-159).
Salah satu bantuan yang diberikan kepada orang tua oleh masyarakat
adalah pembentukan manusia muda pada bidang intelektual. Dan proses
pembentukan ini berlangsung dalam lembaga yang disebut sekolah. Dan
proses itu disebut proses mengajar-belajar atau proses pembelajaran, yang
berarti usaha menjadikan orang lain belajar (Drost, 1999: 2).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

Saroni (2006: 71) mengatakan proses pembelajaran merupakan


aktivitas sadar yang dilakukan untuk dapat menguasai satu atau beberapa
kompetensi sebagai milik diri. Proses ini berlangsung dalam situasi
pembelajaran yang sudah tersistem sedemikian rupa sehingga keberhasilan di
dalam proses tersebut dapat diukur secara langsung dalam kegiatan tersebut.

5. Komponen-komponen Pembelajaran
Suharsimi Arikunto (2009: 4-5) menggolongkan komponen
pembelajaran ke dalam empat hal, yaitu: komponen input, komponen output,
transformasi, dan umpan balik (feed back). Komponen tersebut digambarkan
dalam bagan sebagai berikut:

INPUT TRANSFORMASI OUTPUT

UMPAN BALIK

Bagan 1. Transformasi Pembelajaran


(Arikunto, 2009: 5)

Keterangan:
 Input adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi,
yaitu calon siswa yang sebelum masuk ke suatu institusi telah dinilai
terlebih dahulu kemampuannya.
 Output adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi, yaitu lulusan
dari suatu institusi setelah mengikuti kegiatan penilaian.
 Transformasi adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah
menjadi bahan jadi. Di dalam transformasi terdapat unsur-unsur siswa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

guru dan personil lainnya, bahan pelajaran, metode mengajar, sistem


evaluasi, dan sarana penunjang serta sistem administrasi.
 Umpan balik adalah segala informasi menyangkut output maupun
transformasi yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk memperbaiki input
dan transformasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Dari pendapat Suharsimi Arikunto di atas, dapat diidentifikasikan


beberapa komponen pembelajaran yaitu: siswa, guru dan personil lainnya,
bahan pelajaran, metode mengajar, sistem evaluasi, dan sarana penunjang
serta sistem administrasi. Namun dalam penelitian ini komponen
pembelajaran yang diteliti sedikit berbeda, peneliti merumuskan komponen
itu yang antara lain: siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan,
metode yang digunakan, model pembelajaran, media yang digunakan, dan
sistem evaluasi hasil belajar.

a. Siswa
Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-
mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak
mengajar, dan merespons dengan tindak belajar (Dimyati dan Mudjiono,
2006: 22). Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar
tersebut siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari
bahan belajar. Bisa dikatakan juga siswa adalah penerima pesan yang
diberikan oleh pengirim pesan yaitu guru.

b. Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia
dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam
kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang
mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru
commit to user
(http://id.wikipedia.org/wiki/Guru diakses 07/12/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Dalam kegiatan belajar-mengajar guru berusaha menyampaikan


sesuatu hal yang disebut “pesan”. Pesan atau sesuatu hal tersebut dapat
berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi ajaran yang lain
seperti kesenian, kesusilaan, dan agama (Dimyati dan Mudjiono, 2006:
170-171).

c. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran adalah memberdayakan semua potensi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan
pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui,
memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan
mengaktualisasikan diri (Majid, 2008: 24).
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan
berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional,
tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran, sampai tujuan khusus
pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa
arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai
oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah
yang ingin dicapai (Soetopo, 2005: 144-145).

d. Sumber Belajar atau Materi Pembelajaran


Sumber belajar adalah informasi yang disajikan dan disimpan
dalam berbagai bentuk media yang dapat membantu siswa dalam belajar.
Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format
perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat
digunakan siswa ataupun guru.
Dengan demikian, sumber belajar atau materi juga diartikan
sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang
mengandung informasi, dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta
didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Dari pengertian tersebut sumber belajar dapat dikategorikan


sebagai berikut:
1) Tempat atau lingkungan alam sekitar, yaitu dimana saja seseorang
dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku.
2) Benda, yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya
perubahan tingkah laku bagi peserta didik.
3) Orang, yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu dimana
peserta didik dapat belajar sesuatu dari orang tersebut.
4) Buku, yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri
oleh peserta didik.
5) Peristiwa atau fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa
kerusuhan, bencana, dan peristiwa lainnya yang dapat digunakan
sebagai sumber belajar (Majid, 2008: 170).

e. Metode Pembelajaran
Secara harfiah kata metode atau metodologi berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dari kata “mefha” yang berarti melalui, ”hodos”
yang berarti jalan atau cara, dan kata “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan (Majid, 2008: 135). Menurut Soetopo (2005: 145) metode
pembelajaran adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran
yang harus dikuasai oleh guru.
Jadi dapat diartikan bahwa, metode pembelajaran adalah cara
atau jalan yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai
tujuan pembelajaran (http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian-
definisi-metode-pembelajaran.html).
Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran:
1) Metode Ceramah, yaitu cara menyampaikan materi ilmu
pengetahuan kepada anak didik yang dilakukan secara lisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

2) Metode Tanya Jawab, yaitu mengajukan pertanyaan kepada peserta


didik. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang pikiran dan
membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran.
3) Metode Tulisan, yaitu metode mendidik siswa dengan huruf atau
simbol apa pun.
4) Metode Diskusi, yaitu salah satu cara mendidik yang berupaya
memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang
masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat
pendapatnya.
5) Metode Pemecahan Masalah, yaitu cara yang memberikan
pengertian dengan menstimulasi anak didik untuk memperhatikan,
menelaah, dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya
menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan
masalah.
6) Metode Kisah, yaitu membuka kesan mendalam pada jiwa seseorang
(peserta didik), sehingga dapat mengubah hati nuraninya dan
berupaya melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang buruk.
7) Metode Perumpamaan, yaitu suatu metode yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu.
8) Metode Pemahaman dan Penalaran, yaitu metode yang dilakukan
dengan membangkitkan akal dan kemampuan berpikir anak didik
secara logis.
9) Metode Perintah Berbuat Baik dan Saling Menasihati, yaitu dengan
metode ini anak didik diperintahkan untuk berbuat baik dan saling
menasihati agar berlaku benar.
10) Metode Suri Tauladan, yaitu metode dengan adanya teladan yang
baik, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru
atau mengikutinya.
11) Metode Hikmah dan Mau’izhah Hasanah, yaitu upaya menuntut
commit
orang lain menggunakan to user
akalnya untuk mendapatkan kebenaran dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

kebaikan, namun untuk itu diperlukan penjelasan yang rasional,


keterangan yang tegas dan apa yang dikemukakan dengan dasar atau
alasan yang benar serta bukti yang nyata.
12) Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi, yaitu kekuatan yang
menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan sesuatu
kegiatan mencapai tujuan.
13) Metode Praktik atau Demonstrasi, yaitu mendidik dengan
memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda,
seraya diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan
gamblang sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud.
14) Metode Karyawisata, yaitu metode dengan mengunjungi tempat-
tempat di muka bumi ini untuk memperhatikan keindahan alam,
pemperhatikan peninggalan-peninggalan sejarah, serta melihat
beraneka ragam ciptaan Tuhan yang bermanfaat dalam menggiatkan
fisik dan jiwa.
15) Metode Pemberian ampunan dan Bimbingan, yaitu memberi
kesempatan kepada anak didik untuk memperbaiki tingkah lakunya
dan mengembangkan dirinya.
16) Metode Kerja Sama, yaitu upaya saling membantu antara dua orang
atau lebih, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok
dengan kelompok lainnya dalam melaksanakan tugas atau
menyelesaikan masalah.
17) Metode Pentahapan, yaitu penyampaian materi secara bertahap
sesuai dengan proses perkembangan anak didik (Majid, 2008: 137).

f. Model Pembelajaran
Menurut Winataputra (2001) dalam Sugiyanto (2008: 7) model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan


melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang
dikembangkan dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model-
model tersebut antara lain adalah Model Pembelajaran Kontekstual,
Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Quantum, Model
Pembelajaran Terpadu, dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

1) Model pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi (2003) dalam


Sugiyanto (2008: 18) adalah konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi
dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan keterampilan
siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

2) Model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran


yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar (Sugiyanto, 2008: 35).

3) Model pembelajaran quantum memiliki prinsip bahwa sugesti dapat


dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa
pun memberikan sugesti positif maupun negatif (Surtikanti dan
Santoso, 2008: 81).

4) Model pembelajaran terpadu pada hakekatnya merupakan suatu


pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep commit to usersecara holistik dan pembelajaran
serta prinsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok


bahasan (Sugiyanto, 2008: 110).

5) Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model


pembelajaran yang mengajak siswa baik secara individual atau
kelompok untuk mencari dan memecahkan suatu masalah pada
pembelajaran tertentu. Model pembelajaran ini guru lebih harus
sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator
sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dalam menyelesaikan
masalahnya sendiri (Sugiyanto, 2008: 134).

Secara khusus, Killen (1988) dan Depdiknas (2005) dalam


Sanjaya (2006) menjelaskan ada 8 prinsip dalam memilih model
pembelajaran, yaitu: (1) berorientasi pada tujuan, (2) mendorong
aktivitas siswa, (3) memperhatikan aspek individual siswa, (4)
mendorong proses interaksi, (5) menantang siswa untuk berpikir, (6)
menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji, (7)
menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, serta (8) mampu
memotivasi siswa belajar lebih lanjut (Sugiyanto, 2008: 8).

g. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk
jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah
(antara dua pihak atau kutub) atau sesuatu alat. Dalam Webster
Dictionary (1960), media atau medium adalah segala sesuatu yang
terletak di tengah dalam bentuk jenjang, atau alat apa saja yang
digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal.
Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu
yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada
penerima pesan (Anitah, 2009: 4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Media pembelajaran banyak jenisnya dan tidak ada satu media


pun yang paling baik dibandingkan dengan media yang lain. Setiap
media memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena
itu, seorang guru perlu mengenal berbagai jenis media dengan
karakteristik masing-masing. Dengan demikian, guru dapat memilih dan
menggunakannya sesuai dengan kompetensi dasar, pengalaman belajar,
serta materi yang telah disusun.
Berikut ada 3 klasifikasi media pembelajaran, yaitu:
1) Media visual, media ini disebut juga media pandang karena
seseorang dapat menghayati media tersebut melalui
penglihatannya. Media ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a) Media visual yang tidak diproyeksikan, yaitu media
yang sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan
layar untuk meproyeksikan perangkat lunak.
b) Media visual yang diproyeksikan, yaitu media visual
yang dapat diproyeksikan pada layar melalui suatu
pesawat proyektor.

2) Media audio, yaitu suatu media untuk menyampaikan pesan


dari pengirim ke penerima pesan melalui indera
pendengaran. Agar media tersebut benar-benar dapat
membawakan pesan yang mudah diterima oleh pendengar,
harus digunakan bahasa audio. Secara sederhana bahasa
audio adalah bahasa yang memadukan elemen-elemen
suara, bunyi, dan musik, yang mengandung nilai abstrak.

3) Media audio visual, melalui media ini, seseorang tidak


hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan
sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan.
commit
Ada pun jenis to userini antara lain adalah:
dari media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

a) Slide suara, yaitu jenis media visual yang menampilkan


sejumlah slide, dpadukan dalam suatu cerita atau jenis
pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan
iringan suara.
b) Televisi, yaitu suatu program yang memperlihatkan
sesuatu dari jarak jauh (Anitah, 2009: 7-51).

h. Sistem Evaluasi
Sistem evaluasi menurut Davies (1981) dalam Dimyati dan
Mudjiono (2006: 190) adalah proses sederhana memberikan/menetapkan
nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses,
orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan Wand dan Brown
dalam Nurkancana (1986: 1) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan
suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (Dimyati dan
Mudjiono, 2006: 191). Selanjutnya Sudijono (2007: 4-5) menyimpulkan
bahwa evaluasi adalah mencakup dua kegiatan, yaitu pengukuran dan
penilaian. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu
dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Menilai adalah mengambil
keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang
pada ukuran baik atau buruk, pandai atau bodoh, dan sebagainya. Dari
beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian evaluasi pendidikan
adalah proses pengumpulan data dengan melakukan pengukuran dan
penilaian untuk menentukan sejauh mana tujuan pendidikan telah
tercapai.
Pelaksanaan evaluasi hasil belajar memiliki beberapa fungsi,
diantaranya adalah :
1) Fungsi Selektif
Fungsi selektif seperti yang dikatakan Mulyanto (2006: 7) yaitu
untuk menyeleksi siswa berkaitan dengan penentuan kebijakan.
Dalam hal ini dapat dicontohkan seperti kebijakan pemberian materi
commit
baru, penerimaan siswa baru,todan
user
kebijakan-kebijakan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

2) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik menurut Mulyanto (2006: 8) yaitu untuk
menemukan kelemahan siswa dan faktor-faktor penyebabnya.
Dengan dilaksanakannya evaluasi, guru akan dapat mengetahui
berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki siswanya,
sehingga guru akan lebih mudah menentukan solusi untuk mengatasi
hal tersebut.

3) Fungsi Penempatan
Fungsi penempatan menurut Mulyanto (2006: 8) yaitu untuk
menentukan relevansi kelompok belajar siswa dengan tingkat
kemampuannya. Dalam hal ini hasil evaluasi digunakan untuk
menempatkan atau mengarahkan siswa mengikuti pendidikan pada
jenis atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan
kemampuannya masing-masing.

4) Fungsi Pengukur Keberhasilan


Fungsi pengukur keberhasilan yang disampaikan Suharsimi Arikunto
(2009: 11) dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Misalnya untuk mengetahui tingkat
keberhasilan program pembelajaran yang telah dilakukan seperti
kurikulum, metode mengajar, dan materi yang diberikan. Selain itu
juga untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam
proses belajar.
Evaluasi hasil belajar juga memiliki beberapa tujuan. Dimyati
dan Mudjiono (2006: 200) menyebutkan tujuan tersebut yang diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Untuk diagnostik dan pengembangan.
2) Untuk seleksi.
3) Untuk kenaikan kelas.
4) Untuk penempatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

B. Kerangka Berpikir
Di dalam suatu proses pembelajaran terdapat beberapa komponen yang
membentuk suatu sistem. Semua komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu
sama lain karena semuanya memiliki peran masing-masing yang saling terkait.
Beberapa komponen tersebut antara lain siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi
yang diajarkan, metode yang digunakan, model pembelajaran, media yang
digunakan, dan sistem evaluasi hasil belajar. Suatu kegiatan belajar akan berhasil
dengan baik apabila proses pembelajarannya juga baik.
Untuk mempermudah alur penelitian ini, maka disusun suatu kerangka
berpikir sebagai berikut:

Sanggar Lukis “Warung


Seni”

Proses Pembelajaran:
1. Tujuan
2. Materi
3. Metode
4. Model
5. Media
6. Evaluasi

Kreativitas dan Keterampilan Lukis


Anak-anak Usia 3-12 Tahun

Bagan 2. Kerangka Berpikir


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penenitian ini mengambil tempat di sanggar lukis “Warung Seni”
Jl. Slamet Riyadi 275 komplek Pujasari – Blok B11, Sriwedari, Surakarta.
Adapun pemilihan tempat ini didasarkan pada alasan bahwa: (1) Tempat ini cukup
strategis di tengah kota Surakarta sehingga mudah dijangkau dari segala penjuru
daerah, (2) Tempat ini juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para
seniman Pujasari, juga sebagai pusat informasi tentang kesenian di kota Surakarta.
Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Januari
2012 sampai dengan bulan Maret 2012. Tahap dua bulan pertama digunakan
untuk proses pengumpulan data dan analisis termasuk di dalamnya adalah proses
validasi. Sedangkan pada tahap satu bulan terakhir digunakan untuk melengkapi
data yang mungkin masih memiliki kekurangan.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Menurut
Jane dalam Moleong (2009: 6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk
menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,
perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Penelitian
kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan
penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan
memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok
orang (Moleong, 2009: 5). Disebut deskriptif karena data yang dikumpulkan
adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2009: 11).
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat tunggal terpancang.
Maksud penelitian terpancang ini adalah bilamana penelitian tersebut terarah pada
satu sasaran (satu lokasi, atau satu subjek) sebagai fokus utamanya (Sutopo, 2002:
112). Meskipun demikian bagian-bagian yang diteliti tetap berkaitan dengan
commit makna
konteks keseluruhan untuk mendapatkan to useryang penuh.

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain (Moleong, 2009: 157). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini definisinya adalah sebagai berikut:

1. Informan
Informan adalah semua pihak (orang) yang membantu peneliti
sebagai sumber data selama penelitian berlangsung. Sutopo (2002: 50)
menyatakan bahwa “Informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada
yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam
menyajikan informasi yang ia miliki”.
Dalam penelitian ini informan yang terlibat sebagai sumber data
antara lain adalah: pengelola sanggar lukis “Warung Seni” yaitu Bapak Luluk
Soemitro dan siswa yang belajar menggambar di sanggar lukis “Warung
Seni” yang berusia 3-12 tahun.

2. Tempat dan Peristiwa


Peristiwa adalah segala kejadian yang dijumpai di lokasi penelitian
pada waktu penelitian berlangsung. Dari semua peristiwa yang dijumpai
peneliti, akan dipilih peristiwa yang berkaitan dengan masalah penelitian
yaitu peristiwa yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang meliputi
tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, metode yang digunakan, model
pembelajaran yang digunakan, media yang digunakan, dan sistem evaluasi
pada sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari Surakarta.

3. Dokumen
Dokumen merupakan rekaman tertulis tetapi juga berupa gambar
atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa
tertentu (Sutopo, 2002: 54). Dalam penelitian ini sumber data yang dijadikan
commit
dokumen antara lain: buku-buku to user
tentang sanggar lukis, catatan administrasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

katalog karya, foto-foto, piagam, dan benda-benda yang digunakan selama


proses pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” berlangsung.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang harus
digunakan dalam mengadakan suatu penelitian, agar dapat memperoleh data yang
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh data yang diinginkan adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan (Observasi)
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data
yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar
(Sutopo, 2002: 64).
Dalam penelitian ini penulis akan mengadakan observasi secara
langsung, yaitu penulis secara langsung terjun ke lokasi tujuan penelitian
untuk mengamati kegiatan yang relevan dengan penelitian. Adapun obyek
observasi meliputi:
a. Keadaan Lapangan
b. Komponen Pembelajaran Sanggar Lukis “Warung Seni”
c. Proses Pembelajaran Sanggar Lukis “Warung Seni”
d. Sistem Evaluasi Sanggar Lukis “Warung Seni”
e. Hasil Karya Lukis Siswa Sanggar Lukis “Warung Seni”

2. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009: 186). Bentuk persyaratan dan
jenisnya disesuaikan kebutuhan dan keadaan informan, sehingga dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

wawancara ini diharapkan dapat diperoleh informasi sesuai dengan


kebutuhan.
Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara
mendalam yaitu mengarah pada kedalaman informasi untuk mengungkap
serta mengetahui data dengan struktur tidak ketat tetapi dengan pertanyaan
yang semakin terfokus dan informasi yang dikumpulkan semakin jauh dan
mendalam. Wawancara dilakukan kepada pemilik utama sanggar lukis yaitu
Bapak Luluk Soemitro dan anak-anak usia 3-12 tahun yang belajar
menggambar di sanggar tersebut guna memperoleh data perihal proses
pembelajaran pada sanggar lukis “Warung Seni” yang meliputi tujuan
pembelajaran, materi yang diajarkan, metode yang digunakan, model
pembelajaran yang digunakan, media yang digunakan, dan sistem evaluasi
pada sanggar lukis tersebut.

3. Analisis Dokumen
Data-data dokumentasi yang tersedia tidak dapat diabaikan karena
sebagai bahan dokumentasi menyimpan banyak informasi atau data yang
berarti untuk melengkapi dan memperluas data-data yang telah diperoleh.
Dalam hal ini dokumen yang digunakan adalah buku-buku tentang sanggar
lukis, catatan administrasi, katalog karya, foto-foto, piagam, dan benda-benda
yang digunakan selama proses pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni”.

E. Teknik Sampling
Sampling adalah menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai
macam sumber dan bangunannya (constructions) (Moleong, 2009: 224).
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Seperti yang dikatakan Sutopo (2002: 36), teknik cuplikan penelitian
kualitatif cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih mampu
menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang
tidak tunggal. Sutopo (2002: 56) juga menyatakan “Dalam purposive sampling,
commit
peneliti cenderung memilih informan to user
yang dianggap mengetahui informasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap”.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah pemilik sanggar lukis
“Warung Seni” dan peserta didik yang berusia 3-12 tahun, serta beberapa karya
lukis anak-anak hasil binaan sanggar lukis tersebut.

F. Validitas Data
Validitas ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir
makna sebagai hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara
yang bisa dipilih untuk pengembangan validitas data penelitian (Sutopo, 2002:
78). Cara-cara tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2009: 330).
Teknik triangulasi untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian
ini adalah triangulasi dengan sumber. Menurut Patton dalam Moleong (2009:
330) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

2. Review Informan
Cara ini juga merupakan usaha pengembangan validitas penelitian
yang sering dilakukan oleh peneliti kualitatif. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau
deskripsi sajian yang bisa disetujui. Di dalam pelaksanaannya sering
diperlukan suatu diskusi agar kesamaan pemahaman dari peneliti dan
informannya bisa dicapai (Sutopo, 2002: 83).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

G. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,
2009: 280). Proses analisis data dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman
data dan penarikan simpulan data yang telah terkumpul melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, di mana peneliti
tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data
selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data
berakhir, peneliti bergerak di antara tiga komponen analisisnya dengan
menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya (Sutopo, 2002: 95).
Di dalam model analisis interaktif ini terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan yaitu:

1. Reduksi Data
Menurut Miles dan Huberman (1992: 16), reduksi data diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Proses reduksi data sudah dilaksanakan sejak
pengambilan keputusan rencana kerja, pemilihan kasus, penyusunan proposal,
membuat pernyataan maupun cara pengumpulan data yang akan dilakukan.
Hal ini berlanjut selama pengumpulan data berlangsung sampai laporan akhir.

2. Penyajian Data
Menurut Miles dan Huberman (1992: 17), penyajian data merupakan
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan terjadinya
penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat pada
penyajian data penelitian akan lebih mudah memahami berbagai hal yang
terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis
commit to user
berdasarkan pemahaman tersebut. Penyajian dilakukan setelah data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

terkumpul, kemudian dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai dengan


jenis permasalahan, dari hal itu diperoleh gambaran secara menyeluruh, yang
akan mempermudah pemahaman dari berbagai hal dan proses.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi


Langkah ini merupakan langkah yang terakhir dalam proses analisis
data, yaitu langkah untuk mengambil kesimpulan atas data yang terkumpul.
Sejak memulai pengumpulan data, peneliti harus berusaha menangkap
berbagai hal yang penting dan harus memahami arti dari berbagai hal yang
ditemui supaya dapat membuat kesimpulan yang akurat mengenai data-data
tersebut. Penarikan kesimpulan akhir tidak perlu menunggu pengumpulan
data berakhir, kesimpulan perlu diverifikasikan yang berupa pengulangan
dengan gerak cepat, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaksi dengan
proses siklus.
Untuk lebih jelasnya, model analisis interaktif ini dapat digambarkan
ke dalam bagan sebagai berikut :

Pengumpulan
Data

Sajian
Reduksi
Data
Data

Penarikan
Simpulan/
Verivikasi

Bagan 3. Model Analisis Interaktif


(Sutopo, 2002: 96)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahap-tahap atau langkah-langkah yang harus
ditempuh seorang peneliti agar penelitian yang akan dilakukannya berjalan
dengan sistematis, sehingga dapat mencapai tujuan. Sedangkan prosedur yang
ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan


a. Menyusun proposal penelitian
b. Mengurus perijinan
c. Mengadakan pra survey
d. Memilih dan memanfaatkan informasi yang bersifat informal
e. Menyiapakan perlengkapan penelitian
2. Tahap observasi lapangan
a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri
b. Mendapatkan data selengkap mungkin, dengan terlibat langsung dalam
kancah
3. Tahap analisis data
a. Memantapkan analisis awal pada data-data yang sudah masuk
b. Melaksanakan analisis pada kasus tunggal sesuai dengan teknik
analisisnya sehingga diperoleh simpulan kesimpulan dan saran-saran
c. Menyusun simpulan akhir sebagai hasil penelitian dan saran-saran
keseluruhan dari proses pengumpulan data dan analisis
4. Tahap penyusunan laporan
a. Mengatur data serta memeriksa kembali kelengkapannya
b. Menulis laporan lengkap
c. Memeriksa kesatuan laporan
d. Memperbanyak laporan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lapangan
1. Keadaan di Sekitar Sanggar Lukis “Warung Seni”

Gambar 1. Sanggar Lukis “Warung Seni”


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Sanggar lukis “Warung Seni” terletak di komplek Pujasari, Jl.


Slamet Riyadi 275, Blok B11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan,
Kota Surakarta, Jawa Tengah. Pengelola dari sanggar lukis “Warung Seni” ini
adalah Bapak Luluk Soemitro. Beliau sekaligus sebagai koordinator sanggar
lukis “Warung Seni” dan dibantu oleh beberapa putrinya yaitu Bu Uryn, Bu
Atik, dan Bu Unik dalam mengelola sanggar tersebut.
Keadaan sekitar sanggar lukis “Warung Seni” sebagian besar
diwarnai dengan kehidupan kesenirupaan. Hal ini dapat dilihat di sekeliling
lingkungan sanggar yang penuh dengan lukisan-lukisan dan beberapa patung
commitbegitu
yang dipajang maupun diletakkan to user
saja. Misalnya di sebelah kiri dari

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

sanggar lukis “Warung Seni” ini berbatasan dengan studio milik Bapak
Suparmin. Studio milik Bapak Suparmin yang bernama “Spar Galery” ini jasa
utamanya adalah pembuatan pigura. Tetapi tidak hanya digunakan sebagai
bengkel pigura saja, studio ini juga digunakan untuk menawarkan karya
lukisan dan menawarkan jasa melukis.
Kemudian bangunan yang berada tepat di depan sanggar lukis
“Warung Seni” adalah ruko-ruko kosong yang dulunya digunakan untuk
warnet. Di bagian luar ruko kosong tersebut terdapat cukup banyak lukisan
yang dipajang dan diletakkan begitu saja. Lukisan-lukisan itu mayoritas
bertemakan bunga-bunga, kehidupan binatang, dan aktivitas manusia.
Lukisan-lukisan tersebut milik Bapak Suhartono yang memang dipajang
untuk menarik perhatian calon pembeli yang lewat atau mengunjungi
komplek tersebut.
Sebelah kanan dari ruko kosong yang digunakan untuk memajang
lukisan milik Bapak Suhartono, terdapat ruko yang bertuliskan “Bali Art
Shop”. Ruko tersebut merupakan pusat sanggar budaya Gianyar Bali di
Surakarta yang juga menerima pesanan lukisan Bali, patung Bali, dan seni
ukir Bali dan juga ukir Jepara. Sebelah kanan “Bali Art Shop” terdapat toilet
umum yang sudah tidak terawat lagi dan tidak bisa digunakan.
Tepat di samping kanan studio lukis “Warung Seni”, terdapat ruko
yang digunakan untuk kamar kost. Kamar itu digunakan oleh anak dari
pemilik rumah makan lesehan “Bu Manto” yang ada di komplek tersebut.
Sebelah kanan dari kamar kost tersebut terdapat papan reklame yang
digunakan untuk menempelkan poster-poster kegiatan pameran lukisan yang
akan berlangsung atau pengumuman lainnya. Sedangkan di sebelah barat
sanggar lukis “Warung Seni” terdapat dua bangunan rumah makan lesehan
yang bernama “R.M. Bu Manto” dan “R.M. Lezat”. Rumah makan itu
menyajikan makanan-makanan khas Jawa, khusunya khas Solo dan Jogja.
Kemudian sebelah utara dari rumah makan tersebut merupakan aula yang
berukuran 12 x 8 m² yang digunakan Bapak Luluk Soemitro sebagai tempat
commit to user
bimbingan melukis untuk anak-anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

Demikianlah keadaan di sekitar sanggar lukis “Warung Seni”. Dari


sekian banyak studio yang ada, studio yang paling ramai adalah “Warung
Seni” karena selain sebagai sanggar, di sini juga sebagai pusat informasi dan
tempat komunikasi bagi seniman di kota Surakarta.
Bila dilihat secara keseluruhan kondisi lingkungan Pujasari memang
kurang terawat dan belum ada upaya untuk perbaikan karena menurut Bapak
Luluk Soemitro, komplek Pujasari saat ini tidak ada pengelolanya lagi.

2. Keadaan Sanggar Lukis “Warung Seni”


Keadaan sanggar lukis “Warung Seni” dibagi menjadi dua
pembahasan yaitu sebagai berikut:
a. Sejarah Berdirinya Sanggar Lukis “Warung Seni”
Sanggar lukis “Warung Seni” berdiri pada tanggal 10 September
1993 yang dibuka oleh dua tokoh ternama di Surakarta yaitu Gesang
(Alm) dan Drs. Murtijono (Alm). Gesang adalah maestro keroncong
dengan lagu “Bengawan Solo” yang begitu terkenal dan Drs. Murtijono
adalah kepala TBJT (Taman Budaya Jawa Tengah) pertama periode
1975-2010.
Pendiri dari sanggar tersebut adalah seniman yang dulunya
menjadi anggota HBS (Himpunan Budaya Surakarta) pada tahun 1965
dan Sanggar Caraka. Seniman itu terdiri dari tujuh orang yaitu Wowok
Sardjiwo, Bambang Tedjo, Basu, C. A. Sutanto, Gunawan Hanjaya,
Yongki, dan Luluk Soemitro. Para seniman itu menamai dirinya dengan
sebutan “Kelompok Tujuh Surakarta”. Ketujuh seniman tersebut tidak
semuanya berlatar belakang seni rupa, ada juga yang dari seni teater dan
seni musik. Yang khusus dari bidang seni rupa diantaranya, Bambang
Tedjo, Gunawan Hanjaya, Luluk Soemitro, dan Yongki.
Ketujuh orang tersebut berikrar untuk menjadikan Surakarta
sebagai pusat budaya dengan tujuan untuk membuat iklim berkesenian,
meningkatkan apresiasi, wawasan, bobot, kesejahteraan antara para
commit
pelaku seni serta kesatuan to user Ikrar tersebut akhirnya tercetus
dan persatuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

dengan fasilitas Dinas Pariwisata di bawah naungan Badan Pengelola


Pujasari Sriwedari dengan mendirikan sanggar lukis “Warung Seni”.
Lokasi yang menyatu dengan komplek Pujasari merupakan tempat yang
strategis dalam mewujudkan kegiatan berkesenian, karena letaknya di
tengah Kota Surakarta.
Perwujudan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengadakan
komunikasi antara pelaku seni sendiri, antara pelaku seni dengan para
peminat seni dan pecinta seni serta pengamat seni dengan pelaku seni.
Walaupun belum merupakan titik optimal yang dicapai, namun telah
turut serta memberikan corak dan warna kegiatan berkesenian di
Surakarta. Berbagai kegiatan yang telah dilakukan adalah mengadakan
pameran seni lukis di beberapa tempat, di antaranya Taman Jurug Tahun
1993, pameran pembangunan di Wonogiri pada tahun 1994, dan juga
pameran dalam rangka HUT (Hari Ulang Tahun) Republik Indonesia ke-
48 yang diberi nama Demo Melukis Model. Acara ini dihadiri oleh
beberapa seniman Surakarta dengan menghadirkan tokoh seniman
sebagai model yaitu Gesang dan Ki Manteb Sudarsono.
Untuk kegiatan lainnya adalah penyelenggaraan bimbingan
melukis untuk anak-anak di bawah asuhan Bambang Tedjo dan
bimbingan melukis untuk remaja dan dewasa yang diasuh oleh Luluk
Soemitro pada waktu itu. Seiring bertambahnya waktu, kelompok tujuh
tersebut pecah. Wowok Sardjiwo memilih dunia teater daripada seni
rupa, Bambang Tedjo menjadi guru, Yongki dan Basu meninggal dunia.
Akhirnya sanggar lukis “Warung Seni” dikelola sendiri oleh Bapak
Luluk Soemitro sampai sekarang dan dibantu oleh anak-anaknya.

b. Kondisi Fisik Sanggar Lukis “Warung Seni”


Sanggar lukis “Warung Seni” di Sriwedari, Surakarta memiliki
atau setidaknya dapat menggunakan dua tempat secara resmi untuk
melaksanakan program bimbingan melukis. Dua tempat itu terletak di
commit beberapa
blok B11 dan aula yang terletak to user meter dari bangunan blok B11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

Di blok B11 terbagi menjadi 2 ruangan, yaitu untuk tempat furniture


yang bernama “Jayaraya Furnicraft” yang juga digunakan sebagai kantor
sanggar lukis “Warung Seni” dan yang satunya lagi sebagai studio lukis
yang juga digunakan untuk menyimpan karya-karya lukisan siswa
sanggar lukis “Warung Seni”. Sedangkan aula digunakan sebagai tempat
bimbingan melukis siswa-siswa sanggar lukis “Warung Seni”. Selain itu
juga ada beberapa tempat yang bisa digunakan di sekitar studio namun
sifatnya tidak tetap.
Seperti yang telah disebutkan di atas, untuk kantor sanggar lukis
“Warung Seni” ini menempati blok B11 komplek Pujasari di Jl. Slamet
Riyadi 275 Sriwedari, Surakarta. Kantor yang juga digunakan sebagai
tempat meletakkan barang-barang furniture ini berukuran 4 x 4 m² dan
tinggi sekitar 3 m dengan bentuk segi empat serta motif bangunan yang
sederhana. Barang furniture yang ada di ruang tersebut antara lain meja,
kursi, dipan, dan rak yang terbuat dari kayu jati yang semuanya
berbentuk unik. Selain barang-barang furniture, tempat ini juga terdapat
beberapa lukisan yang dipajang di dinding.
Pada bagian depan bangunan kantor terdapat papan yang
digunakan untuk menempelkan foto. Dalam foto ini melukiskan sanggar
lukis “Warung Seni” pada saat upacara peresmian sampai kegiatan yang
telah dilakukan oleh sanggar tersebut. Ada juga foto anak-anak
bimbingan sanggar lukis “Warung Seni” yang berprestasi dan memegang
piala. Selain itu juga ada foto pada waktu proses bimbingan melukis dan
foto pada saat demo melukis model yang dihadiri oleh beberapa seniman
Surakarta saat menyambut HUT RI ke-48 dengan spanduk bertuliskan
“Demo Melukis Model”.
Untuk studio lukis, pada bagian depan bangunan terdapat
spanduk yang bertuliskan “Sanggar Lukis Anak-anak Remaja Warung
Seni, Tempat Anak Kreatif dan Berprestasi Nasional dan Internasional”.
Seperti studio lukis pada umumnya, studio lukis “Warung Seni” ini
commitgambar-gambar,
didominasi oleh pemandangan to user dan juga beberapa karya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

lukis dan sketsa yang dipasang disetiap sudut dinding bangunan. Lukisan
maupun gambar yang tergantung di tempat itu merupakan karya siswa
sanggar lukis “Warung seni” dan juga karya pemilik serta pengelola
sanggar tersebut. Beberapa karya banyak juga yang hanya ditumpuk atau
diletakkan begitu saja. Hal ini dikarenakan tempatnya memang sempit
dan tidak memadai untuk meletakkan banyak karya.
Tidak hanya lukisan yang sudah jadi yang dipajang di studio
tersebut, lukisan yang belum jadi atau masih dalam proses pembuatan
juga ada di sini. Pada lukisan yang masih dalam tahap proses tersebut
terdapat foto obyek yang akan digambar yang diletakkan di pojok atas
gambar. Lukisan yang belum jadi itu adalah lukisan pesanan dari
seseorang dan juga lukisan milik Bapak Luluk Soemitro sendiri.
Selain untuk meletakkan karya yang sudah jadi ataupun yang
belum jadi, tempat ini juga digunakan untuk menyimpan peralatan untuk
kegiatan bimbingan melukis. Diantaranya ada tempat duduk pendek yang
jumlahnya ada sekitar 20 buah dengan kondisi yang masih bagus. Kursi
ini digunakan untuk siswa bimbingan yang masih anak-anak. Sedangkan
tempat duduk yang berukuran lebih besar dengan tinggi sekitar 60 cm
yang jumlahnya sekitar 10 buah. Kursi yang lebih besar ini untuk praktek
gambar model langsung untuk siwa dewasa. Kursi ini terbuat dari plastik
dan kondisinya masih bagus.
Tempat yang satunya lagi merupakan aula yang memiliki luas
12 x 8 m². Ruangan ini terbuka, berbentuk joglo dan tanpa pintu sehingga
cukup terang meskipun tanpa bantuan lampu. Untuk alasnya bangunan
ini menggunakan tegel beton dengan kondisi yang masih bagus. Namun
saat melihat ke atas akan ada plafon yang kondisinya rusak berat, bahkan
sebagian besar plafon sudah tidak ada lagi. Secara umun kondisi aula ini
memang masih bagus dan layak untuk kegiatan bimbingan melukis.
Tempat inilah yang digunakan Bapak Luluk Soemitro untuk bimbingan
melukis anak-anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

Sarana untuk praktek melukis terdiri dari meja pendek panjang


yang berjumlah 5 buah dan setiap meja disediakan 3 kursi kecil yang
digunakan untuk siswa. Di ruangan ini juga terdapat papan white board
berukuran 1 x 1,5 m yang disangga kursi plastik yang digunakan Bapak
Luluk Soemitro untuk mengajar pada saat bimbingan melukis. Di sini
juga terdapat meja besar dan beberapa kursi yang digunakan untuk orang
tua yang sedang mengantar anaknya mengikuti bimbingan.

B. Tujuan Pembelajaran Sanggar Lukis “Warung Seni”


Tujuan pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” terbagi menjadi tiga
bahasan, yaitu :

1. Tujuan pertama sanggar lukis “Warung Seni” melalui pendidikan nonformal


mencoba menyelenggarakan program pendidikan seni rupa dalam bidang seni
lukis. Terselenggaranya program pendidikan ini bertujuan untuk membantu
tercapainya tujuan dari pendidikan seni rupa secara utuh, sehingga
kekurangan yang ada dalam lembaga pendidikan formal bisa terpenuhi oleh
lembaga pendidikan nonformal ini. Manfaat yang lain dapat dirasakan lewat
pendidikan nonformal tersebut adalah bahan pelajaran yang dipelajari adalah
khusus bidang seni lukis saja, sehingga siswa dapat menguasai pelajaran
tersebut secara maksimal. Waktu yang cukup serta sarana yang lengkap akan
sangat membantu anak dalam mengembangkan bakatnya serta dapat
mendalami seni lukis lebih baik.

2. Tujuan yang kedua adalah untuk memajukan seni lukis di kota Surakarta.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Bapak Luluk Soemitro melalui sanggar
lukis “Warung Seni” membimbing anak didiknya untuk memahami dunia
seni lukis. Dengan adanya bimbingan tersebut diharapkan dapat melahirkan
pelukis-pelukis baru di Surakarta. Munculnya pelukis-pelukis baru tersebut
diharapkan pula menambah semarak perkembangan seni lukis di Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

Dengan demikian cita-cita Surakarta sebagai pusat kota budaya dapat


terwujud.

3. Tujuan yang ketiga adalah untuk memberikan tempat atau wadah bagi
seniman, pengamat seni maupun pecinta seni untuk mengadakan komunikasi.
Ditempat tersebut para seniman bisa membahas kegiatan yang akan dilakukan
maupun sekedar sharing tentang perkembangan dunia seni lukis. Hal ini
memang perlu dilakukan mengingat perkembangan seni lukis di Surakarta
masih dirasa sangat kurang dibanding Yogyakarta yang sama-sama sebagai
kota budaya.

C. Komponen Pembelajaran Sanggar Lukis “Warung Seni”


Sebagai lembaga pendidikan nonformal, komponen pembelajaran di
sanggar lukis “Warung Seni” hampir sama dengan komponen pembelajaran pada
lembaga pendidikan formal. Komponen-komponen pembelajaran itu antara lain:

1. Siswa
Siswa sanggar lukis “Warung Seni” yang paling banyak adalah anak-
anak dari umur 3-12 tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah di Surakarta,
bahkan ada juga yang dari luar kota diantaranya dari Karanganyar dan
Sukoharjo. Selain siswa dari warga negara Indonesia, ada juga siswa yang
berkewarganegaraan asing yaitu China dan Arab. Orang tua yang
mengikutkan anaknya mengikuti bimbingan melukis sebagian besar karena
ingin anaknya berprestasi di dunia seni, salah satunya seni rupa. Selain itu
para orang tua juga mengharapkan agar kemampuan motorik dan kreativitas
anak bisa lebih berkembang melalui kegiatan bimbingan ini.
Daftar nama siswa sanggar lukis “Warung Seni” tercantum dalam
bentuk tabel sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

No Nama Siswa Usia Kota Asal


1 Amabel 6 tahun Karanganyar
2 Michelle 8 tahun Karanganyar
3 Muhammad Apit 6 tahun Surakarta
4 Fatimah 3 tahun Surakarta
5 Gea 8 tahun Surakarta
6 Aqila 7 tahun Surakarta
7 Muhammad Ridwan 9 tahun Surakarta
8 Izza 6 tahun Surakarta
9 Canda Christya H. 7tahun Surakarta
10 Albira Ayu Tivona 10 tahun Surakarta
11 Belfa 7 tahun Surakarta
12 Muhammad Zaki 8 tahun Surakarta
13 Djijo Otniel Christiawan (Titi) 6 tahun Sukoharjo
14 Indah Kusumawati 6 tahun Surakarta
15 Aulia Putri H. 7 tahun Surakarta
16 Chelsea Greta 5 tahun Surakarta
17 Via Roffi K. 8 tahun Surakarta
18 Tsania Elfariza (Sasha) 11 tahun Karanganyar
19 Ailsya 7 tahun Surakarta
20 Jonatan (Jojo) 6 tahun Surakarta
21 Jeje 3 tahun Surakarta
22 Qiqi 5 tahun Surakarta

Tabel 1. Daftar nama siswa sanggar lukis “Warung Seni”


(Sumber: data sanggar lukis “Warung Seni”)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

2. Guru atau pembimbing


Guru dalam sanggar lukis “Warung Seni” saat ini adalah Bapak
Luluk Soemitro dan dibantu beberapa putrinya yaitu Bu Uryn, Bu Unik, dan
Bu Atik. Bapak Luluk Soemitro adalah pelukis di kota Surakarta yang
kebanyakan lukisannya berjenis realis. Sampai saat ini beliau masih aktif
berkarya. Tidak hanya berkarya untuk kepuasan sendiri namun juga berkarya
pada saat ada pesanan lukisan. Sedangkan putri-putrinya seorang guru yang
mengajar di salah satu TK di Surakarta. Bu Uryn, Bu Unik, dan Bu Atik
bukan lulusan dari jurusan seni rupa melainkan belajar melukis secara
otodidak dari ayahnya.

3. Materi yang diajarkan


Pemberi materi di sanggar lukis “Warung Seni” ini dilakukan oleh
Bapak Luluk Soemitro. Materi yang diberikan yaitu tentang teknik melukis.
Teknik melukis yang diajarkan yaitu dari teknik membuat sketsa obyek
sampai dengan pewarnaan obyek. Untuk materi pembuatan sketsa obyek
dilakukan sendiri oleh Bapak Luluk Soemitro. Beliau menggunakan spidol
boardmarker dan papan white board dalam melukis sketsa obyek, dan seketsa
obyek tersebut nantinya ditiru oleh siswa. Dalam pembuatan sketsa obyek,
siswa dilatih untuk tidak menggunakan pensil tetapi menggunakan spidol
hitam kecil. Hal ini dimaksudkan untuk melatih anak lebih percaya diri dalam
melukis.
Untuk materi tentang pewarnaan, Bapak Luluk Soemitro
mempercayakan kepada anak-anaknya yaitu Bu Uryn, Bu Atik, dan Bu Unik.
Untuk pewarnaan bisa dikonsultasikan setelah siswa selesai melukis sketsa
obyek atau di luar jam bimbingan. Bu Uryn dan saudaranya hanya memberi
tanda warna yang akan digunakan pada sketsa gambar yang telah dibuat
siswa, lalu siswa melanjutkannya sendiri di rumah. Karena teknik yang
diajarkan adalah teknik kering, maka pewarna yang digunakan adalah pastel
minyak. Selain warnanya bermacam-macam, pastel minyak penggunaannya
commit
mudah dan cepat. Setelah selesai, to user
gambar dibawa ke sanggar pada pertemuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

selanjutnya dan akan dievaluasi oleh Bapak Luluk Soemitro atau putri-
putrinya sebelum mulai pelajaran baru. Karya yang telah dievaluasi
dikembalikan lagi kepada siswa.
Obyek gambar yang diajarkan bermacam-macam dan setiap
pertemuan berganti-ganti tema. Pada dasarnya tema merupakan suatu gagasan
pokok atau ide pikiran dalam membuat suatu cerita. Tema dalam
pembelajaran sanggar lukis “Warung Seni” cenderung mengambil tema yang
berada di lingkungan sekitar. Faktor lingkungan begitu kuat memberi
pengaruh terhadap munculnya inspirasi. Situasi lingkungan tersebut bisa
terjadi pada peristiwa atau sesuatu yang pernah dilihatnya, misalnya tema
tentang aktivitas di pasar, pemandangan sawah, kehidupan hewan, dan
sebagainya. Dilihat dari keseluruhan dari tema-tema yang dipilih
menunjukkan bahwa situasi dan kondisi alam sekitar merupakan sesuatu yang
menarik bagi anak. Hal ini sesuai dengan kondisi anak, dimana mereka mulai
mengenal tentang situasi lingkungan disekitarnya.
Tidak hanya obyek yang dicontohkan oleh Bapak Luluk Soemitro
saja yang diajarkan, setiap tiga bulan sekali siswa diajak keluar untuk melukis
pemandangan. Pemandangan yang diambil antara lain pemandangan gunung,
kebun, persawahan, taman, sungai, dan air terjun.

4. Metode yang digunakan


Untuk menyampaikan materi seni lukis, peneliti menemukan bahwa
Bapak Luluk Soemitro menggunakan beberapa metode pembelajaran. Metode
pembelajaran yang digunakan antara lain:

a. Ceramah
Metode ceramah digunakan pembimbing saat mengawali pelaksanaan
pembelajaran, yaitu pada saat pengucapan salam dan membahas tema
obyek yang akan digambar pada pertemuan itu. Tema yang akan
digambar oleh siswa disampaikan dulu oleh pembimbing. Setelah semua
commit
siswa mengerti dan paham to user
yang akan digambar, maka pembimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

langsung melakukan demonstrasi melukis sketsa obyek. Pada saat


melakukan demonstrasi, pembimbing juga menjelaskan gambar yang
sedang dibuat sehingga siswa mudah memahami saat ikut melukis.

b. Praktik atau Demonstrasi


Metode praktik atau demonstrasi digunakan pembimbing dalam
pembuatan sketsa dari tema yang telah ditentukan. Sketsa tersebut
nantinya ditiru siswa untuk digambar, jadi obyek dari semua siswa di
sanggar itu adalah sama. Untuk membuat sketsa, Bapak Luluk Soemitro
menggunakan spidol boardmarker dan sebuah papan white board. Sketsa
obyek yang digambarkan pembimbing tidak langsung selesai, tetapi
bertahap. Misal untuk membuat obyek manusia, pembimbing melukis
kepalanya dulu dan memberikan waktu sekitar 30 detik untuk dicontoh
siswa. Setelah semua siswa selesai melukis kepala, pembimbing
melanjutkan membuat badan dan memberi waktu sekitar 30 detik untuk
dicontoh siswa, dan begitu seterusnya sampai sketsa obyek benar-benar
selesai.

c. Tanya Jawab
Siswa yang mengalami kesulitan dalam melukis kebanyakan masih malu
untuk bertanya kepada pembimbing. Melihat hal tersebut pembimbing
selalu menanyakan kepada siswa bila ada yang mengalami kesulitan saat
melukis. Selain untuk menanyakan kesulitan siswa, metode ini juga
digunakan untuk sekedar basa basi kepada siswa, misal menanyakan
perkembangan siswa atau sekedar menanyakan kabar siswa. Selain itu
juga digunakan untuk menanyakan pendapat siswa saat menentukan tema
obyek yang akan digambar pada awal bimbingan.

d. Pemberian Ampunan dan Bimbingan


Metode ini dilakukan saat ada anak yang membuat kesalahan atau
commit
keributan, maka pembimbing to user
memberikan peringatan dan mengajaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

untuk kembali melakukan aktivitas yang seharusnya. Dalam


membimbing, Bapak Luluk Soemitro selalu memperhatikan siswanya
saat melukis. Beliau juga membantu bila ada siswa yang merasa kesulitan
dalam membuat gambar. Obyek gambar yang biasanya dianggap sulit
adalah pada saat melukis proporsi manusia dan hewan. Apabila Bapak
Luluk Soemitro sedang sibuk melukis di depan, maka yang membantu
siswa dalam melukis adalah Bu Uryn.

e. Pemberian Tugas
Metode ini digunakan pembimbing untuk memberikan tugas melukis
kepada siswa saat di rumah. Tugas tersebut diberikan saat akhir pelajaran
dan nantinya dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Untuk tema
gambar ditentukan Bapak Luluk Soemitro. Tujuan dari pemberian tugas
ini adalah melatih siswa menggunakan waktu luangnya dengan hal yang
bermanfaat dan juga melatih keterampilan siswa dengan teknik-teknik
yang telah diajarkan.

f. Karya Wisata
Metode ini dilakukan Bapak Luluk Soemitro dan siswanya untuk melukis
pemandangan di luar lingkungan sanggar. Biasanya karya wisata
dilakukan setiap tiga bulan sekali dan mengunjungi tempat-tempat yang
memiliki pemandangan yang bagus. Karya wisata juga dapat melatih
anak untuk belajar melukis obyek secara langsung karena selain
menemukan obyek diam, anak juga akan menemukan obyek bergerak.
Selain untuk belajar melukis pemandangan, karya wisata juga
dimanfaatkan untuk melepas kejenuhan saat belajar melukis di sanggar.
Namun kegiatan karya wisata ini tidak selalu rutin tiga bulan sekali
dilakukan karena bila ada siswa yang tidak bisa ikut maka kegiatan ini
dibatalkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

5. Model yang digunakan


Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Dalam sanggar lukis “Warung Seni” secara tidak langsung peneliti
menemukan model pembelajaran kontekstual yang digunakan dalam
pembelajaran melukis. Model pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi
(2003) dalam Sugiyanto (2008: 18) adalah konsep belajar yang mendorong
guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia
nyata siswa, dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sendiri-sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketia ia
belajar.
Penerapan model pembelajaran ini pada sanggar lukis “Warung
Seni” terlihat pada saat pembimbing mengajak siswanya untuk melukis
aktivitas manusia yang pernah mereka lihat maupun aktivitas yang mereka
alami. Sehingga siswa menjadi terdorong untuk segera melukis karena tema
yang akan digambar pernah dilihat atau dialami sendiri oleh siswa. Anak-
anak pada dasarnya lebih suka bercerita, secara tidak langsung model
pembelajaran ini mendorong siswa untuk bercerita melalui lukisan yang
mereka buat.
Selain model pembelajaran kontekstual, peneliti juga menemukan
model pembelajaran quantum learning yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Prinsip model pembelajaran quantum learning adalah bahwa
sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail
apa pun memberikan sugesti positif maupun negatif (Surtikanti dan Santoso,
2008: 81). Sugesti bisa datang dari ucapan guru, suasana belajar, dan
lingkungan belajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

Penerapan model pembelajaran quantum learning di sanggar ini


terlihat pada saat Bapak Luluk Soemitro menyapa setiap siswa yang datang.
Hal ini memberikan kesan hangat dari seorang guru kepada siswa sehingga
siswa merasa nyaman saat mengikuti bimbingan. Hal lain yang dilakukan
Bapak Luluk Soemitro adalah mendongeng saat melukis sketsa obyek di
depan siswa. Dengan dongeng siswa akan mudah memahami suasana obyek
yang akan digambarnya dan membuat siswa merasa senang dan nyaman.
Selain itu Bapak Luluk Soemitro juga memajang lukisan-lukisan di sekeliling
tempat belajar. Teknik ini digunakan agar suasana belajar menyenangkan dan
secara tidak langsung lukisan tersebut dapat memotivasi siswa untuk
semangat melukis.

6. Media yang digunakan


Media pembelajaran adalah perantara yang digunakan untuk
menyampaikan materi dari pemberi materi kepada penerima materi. Media
pembelajaran yang digunakan di sanggar lukis “Warung Seni” adalah gambar
sketsa obyek yang digambar dipapan white board. Gambar sketsa obyek
tersebut dibuat sendiri oleh Bapak Luluk Soemitro. Gambar sketsa obyek
tersebut digambar pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam proses
pembuatannya bertahap karena akan memudahkan siswa dalam mencontoh
gambar yang disampaikan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Gambar 2. Media pembelajaran


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Dalam membuat media pembelajaran, Bapak Luluk Soemitro


menggunakan alat-alat gambar sebagai berikut:
 Spidol boardmarker hitam

Gambar 3. Spidol boardmarker hitam


commit to user
(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

Spidol digunakan melukis sketsa obyek di papan white board. Spidol


jenis boardmarker ini mudah dihapus bila ada kesalahan saat melukis.
Warna yang sering digunakan adalah warna hitam.

 Papan white board

Gambar 4. Papan white board


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Papan yang terbuat dari bahan melamin berwarna putih dengan


permukaan yang licin. Papan ini mudah dibersihkan sehingga tidak perlu
mengganti papan ketika akan melukis obyek baru.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

 Penghapus

Gambar 5. Penghapus
(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Penghapus digunakan untuk membersihkan tinta spidol yang menempel


dipapan white board. Terbuat dari kain halus sehingga pada saat
menghapus gambar atau tulisan, papan white board tidak tergores.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

Sedangkan alat yang digunakan siswa dalam mengikuti bimbingan


melukis tidak disediakan khusus oleh Bapak Luluk Soemitro, jadi siswa harus
memiliki sendiri. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila ada tugas di
rumah pada saat ingin latihan melukis sendiri di rumah. Alat yang digunakan
siswa untuk melukis antara lain:
 Spidol kecil hitam

Gambar 6. Spidol kecil hitam


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Spidol digunakan siswa untuk melukis sketsa obyek di kertas gambar.


Spidol yang digunakan adalah spidol yang kecil dan berwarna hitam.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

 Pastel minyak

Gambar 7. Pastel minyak


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Pastel berbentuk batangan silinder atau segi enam yang terbungkus


kertas. Pastel yang sering digunakan adalah pastel minyak karena warna
yang digoreskan pada kertas dapat lebih merata.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

 Kertas gambar

Gambar 8. Kertas gambar


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Kertas gambar digunakan untuk melukis obyek lukisan. Kertas ini tebal
dan ukuran kertas gambar yang biasa digunakan adalah A3.

D. Proses Pembelajaran Sanggar Lukis “Warung Seni”


Proses pembelajaran di sanggar lukis “Warung Seni” berlangsung selama
1,5 jam yaitu antara pukul 15.30 – 17.00 WIB. Pertemuan belajar anak diberikan
dalam setiap minggunya 2 kali pertemuan yaitu hari Kamis dan Minggu.
Sebelum proses pembelajaran dimulai, Bapak Luluk Soemitro
menyiapkan tempat belajar dengan membersihkan aula yang akan digunakan
untuk mengajar. Setelah aula bersih selanjutnya beliau mengambil papan white
board dari studio lukisnya dan meletakkan papan white board tersebut pada salah
satu tiang di aula tersebut. Setelah itu beliau kembali ke studio lukisnya untuk
mengambil meja kursi kecil yang nantinya digunakan untuk belajar melukis anak,
serta mengambil kursi besar yang digunakan para orang tua yang menunggu
anaknya mengikuti bimbingan. commit to user
Meja kursi kecil tersebut lalu ditata di aula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

tersebut dengan cara meletakkan satu meja untuk tiga kursi, sedangkan untuk
kursi besar ditata di samping tempat belajar anak. Dalam menyiapkan tempat
pembelajaran ini Bapak Luluk Soemitro dibantu oleh anaknya yaitu Bu Uryn.
Siswa mulai datang pada pukul 15.30 WIB, mereka sebagian besar
diantar oleh orang tuanya. Siswa yang datang langsung menempati tempat duduk
yang telah disediakan. Bapak Luluk Soemitro selanjutnya menyapa anak-anak
bimbingannya dan menyuruhnya untuk menyiapkan alat-alat yang digunakan
untuk belajar melukis seperti spidol hitam kecil, buku gambar, dan pastel. Setelah
semua anak siap dengan alat-alatnya kemudian Bapak Luluk Soemitro
menyampaikan tema yang akan dilukis pada hari itu. Selain menyampaikan
materi, Bapak Luluk Soemitro juga menanyakan pendapat anak-anak mengenai
tema yang disampaikan tersebut dan beliau juga bertanya apakah siswa pernah
melihat obyek-obyek yang akan dilukis. Metode di atas secara tidak langsung
berfungsi sebagai cara untuk membuat anak merasa nyaman dan betah dalam
mengikuti bimbingan melukis.

Gambar 9. Bapak Luluk Soemitro saat menerangkan


tema obyek yang akan dilukis
(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

Setelah tema lukisan disampaikan selanjutnya Bapak Luluk Soemitro


mulai membuat media pembelajaran. Media pembelajaran berisi tentang materi
atau tema lukisan yang akan dilukis anak. Media tersebut berupa gambar sketsa
obyek dari spidol boardmarker yang digambar Bapak Luluk Soemitro pada papan
white board berukuran 1 x 1,5 m. Sketsa obyek yang digambarkan Bapak Luluk
Soemitro tidak langsung digambar sampai selesai, melainkan bertahap sedikit
demi sedikit. Misal untuk membuat obyek manusia, pembimbing melukis kepala
terlebih dahulu dan setelah itu memberikan waktu sekitar 30 detik untuk dicontoh
siswa. Setelah semua siswa selesai melukis kepala, pembimbing melanjutkan
melukis badan dan memberi waktu sekitar 30 detik untuk dicontoh siswa, dan
begitu seterusnya sampai sketsa obyek benar-benar selesai. Teknik ini digunakan
agar siswa tidak bingung dalam memulai membuat gambar dan juga hasil gambar
sketsa anak bisa selesai dalam waktu yang bersamaan. Selama menunggu anak
melukis sketsa obyek yang dicontohkan, Bapak Luluk Soemitro keliling ke meja
anak-anak untuk mengamati gambar mereka. Bila ada yang mengalami kesulitan
dalam melukis, beliau langsung membantunya.

Gambar 10. Bapak Luluk Soemitro saat membuat sketsa obyek


(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

Selama proses pembelajaran berlangsung banyak kejadian menarik yang


dilakukan siswa. Diantaranya ada anak yang selalu ingin ditemani orang tuanya di
sebelahnya pada saat mengikuti bimbingan. Anak seperti ini biasanya baru berusia
3-5 tahun. Selain itu juga ada anak yang tidak mau diam saat mengikuti
bimbingan. Anak itu berlarian kesana kemari dan mengganggu anak yang lain.
Hal tersebut menurut Bapak Luluk Soemitro adalah hal yang wajar karena mereka
memang masih anak-anak yang sulit untuk diatur. Tetapi bapak Luluk Soemitro
juga tidak diam menanggapi hal tersebut, beliau mengingatkan anak-anak yang
bandel tersebut dan mengajaknya kembali belajar melukis.

Gambar 11. Anak-anak sedang meggambar sketsa obyek


yang dicontohkan Bapak Luluk Soemitro
(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Setelah semua siswa selesai melukis sketsa lukisan, selanjutnya


pembelajaran diserahkan Bapak Luluk Soemitro kepada putrinya untuk
memberikan materi tentang teknik pewarnaan. Materi tentang teknik pewarnaan
diberikan oleh Bu Uryn, Bu Atik, dan Bu Unik. Sketsa lukisan yang telah selesai
dibuat siswa, selanjutnya diserahkan kepada Bu Uryn, Bu Atik, atau Bu Unik
secara bergantian untuk diberikancommit
tanda to user yang nantinya dilanjutkan siswa.
warna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Pemberian tanda warna pada sketsa lukisan ini menggunakan pastel minyak yang
dibawa siswa. Selama pemberian tanda warna pada sketsa lukisan tersebut Bu
Uryn, Bu Atik, dan Bu Unik menjelaskan bagaimana teknik mewarnai sketsa
lukisan yang baik. Bu Uryn, Bu Atik, dan Bu Unik juga menjelaskan bahwa
seluruh bidang gambar harus penuh dengan goresan pastel, bahkan untuk warna
putih juga harus diberi goresan warna putih dari pastel.

Gambar 12. Bu Uryn saat memberikan tanda warna pada


sketsa lukisan yang telah dibuat siswa
(Dokumentasi: Alfan Reza Fathony: 2012)

Proses pembelajaran dikatakan selesai setelah semua sketsa lukisan anak


diberi tanda warna. Untuk proses pewarnaan dilanjutkan di rumah masing-masing
anak. Lukisan yang telah selesai diberi warna, selanjutnya dibawa ke sanggar pada
pertemuan berikutnya untuk dievaluasi.

E. Sistem Evaluasi Sanggar Lukis “Warung Seni”


Tidak seperti pada pendidikan formal, di mana sebelum dilaksanakan
evaluasi hasil belajar terdapat berbagai persiapan dan perencanaan yang matang.
sanggartolukis
Pada evaluasi hasil belajar di commit user “Warung Seni” tidak terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

persiapan atau perencanaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan evaluasi hasil


belajar. Proses evaluasi dilakukan secara beriringan dengan proses bimbingan
melukis, dan waktu pelaksanaannya dilakukan kapan saja di sela-sela proses
bimbingan melukis.
Pelaksanaan evaluasi tidak ada penetapan mengenai berapa kali maupun
berapa jam dalam melaksanakannya. Waktu pelaksanaan evaluasi menyesuaikan
kebutuhan, sesuai kemauan dari pembimbing maupun kebutuhan dari siswa.
Rentang waktu pelaksanaan evaluasi sama dengan jam pembelajaran, yaitu antara
pukul 15.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Prosesnya pun berlangsung
santai, tidak ada perubahan suasana atau aturan-aturan tertentu, semuanya tetap
berjalan seperti suasana pembelajaran yang sudah biasa dilakukan. Tempat yang
dugunakan Bapak Luluk Soemitro dalam melakukan evaluasi adalah aula tempat
belajar melukis.
Bentuk evaluasinya juga tidak seperti sekolah-sekolah formal yang biasa
menggunakan angka-angka. Di sanggar lukis “Warung Seni”, Bapak Luluk
Soemitro menggunakan obrolan atau pembahasan dengan siswa dalam melakukan
evaluasi. Pelaksanaan evaluasi tidak hanya berdasar kemauan pembimbing saja,
tetapi peserta didik atau siswa kadang berinisiatif memperlihatkan hasil karya
lukisnya kepada pembimbing untuk dievaluasi. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan serta untuk meminimalisir adanya
kekeliruan dalam membuat karya lukis yang sedang dipelajari.
Obyek yang di evaluasi antara lain, keluwesan membuat garis,
pewarnaan bidang gambar, komposisi, dan kerapian. Obyek yang dievaluasi oleh
Bapak Luluk Soemitro dijelaskan sebagai berikut:

1. Keluwesan membuat garis, yaitu dalam membuat garis obyek pada sketsa
lukisan, Bapak Luluk Soemitro melarang siswanya untuk mengulang-ulang
garis yang dibuatnya. Bapak Luluk Soemitro lebih senang bila dalam
membuat sketsa lukisan obyek-oyek yang digambar dibuat hanya dengan
sekali goresan walaupun bentuk gambar kurang sempurna.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

2. Pewarnaan bidang gambar, yaitu dalam mewarnai sketsa lukisan anak harus
menutup seluruh bidang-bidang gambar dengan warna pastel, termasuk warna
putih.

3. Komposisi, yaitu bila lukisan yang dibuat anak masih menyisakan bidang
kosong, Bapak Luluk Soemitro menyuruh anak tersebut untuk mengisi bidang
kosong dengan gambar. Gambar yang diisikan bebas tetapi harus sesuai
dengan tema lukisan yang dibuat.

4. Kerapian, biasanya masalah kerapian sering terjadi pada proses pewarnaan.


Karena masih anak-anak, terutama anak umur 3-6 tahun, mereka belum
mempunyai keterampilan yang baik dan rapi dalam mewarnai. Namun Bapak
Luluk Soemitro selalu mengingatkan agar anak rapi dalam mewarnai bidang
gambar.

Dalam melakukan evaluasi Bapak Luluk Soemitro tidak


mempermasalahkan bentuk atau proporsi obyek yang digambar siswa karena
menurut beliau apa pun bentuk yang dilukis anak, itulah ekspresi mereka. Beliau
juga mengatakan bahwa bentuk atau proporsi obyek yang dilukis siswa akan
bagus bila anak sering berlatih melukis di luar jam bimbingan.

F. Hasil Karya Lukis Siswa Sanggar Lukis “Warung Seni”


Hasil karya lukis siswa sanggar lukis “Warung Seni” dapat dilihat dari
masa periodisasi anak. Periodisasi merupakan penggolongan waktu atau tahapan
anak dalam perkembangannya. Dengan adanya periodisasi anak ini akan
berpengaruh pada hasil karya seni yang dihasilkan anak. Hal tersebut terjadi
karena anak mempunyai masa atau waktu dalam hal kemampuan atau
keterampilan.
Mengamati hasil karya lukis anak di sanggar lukis “Warung Seni”
berdasarkan periodisasi seni rupa anak, terlihat perbedaan antara anak yang satu
commit to
dengan yang lain dalam hal kemampuan user
menampilkan bentuk obyek-obyek yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

digambar serta keterampilan menggunakan alat dalam melukis. Sebagai contoh,


anak dalam rentang usia 4-7 tahun dalam melukis obyek masih tampak sederhana,
banyak garis yang diulang-ulang, dan dalam pewarnaannya masih kasar.
Sedangkan anak dalam rentang usia 7-11 tahun rata-rata sudah mampu melukis
obyek-obyek dengan detail, luwes dalam membuat garis, dan dalam
pewarnaannya sudah rapi sampai memenuhi selurung bidang gambar.
Berikut tabel hasil karya lukis anak di sanggar lukis “Warung Seni”
Surakarta dilihat dari masa periodisasi seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld
dalam Muharam & Sundaryati (1992):

No. Masa Karya Lukis Keterangan


1. Masa pra bagan Karya di samping dalam
(4-7 th) menampilkan gradasi
warna masih kasar selain
itu komposisi dan bentuk
obyek yang ditampilkan
masih sederhana.

Karya Djijo (6 th)


Karya di samping sudah
menampilkan obyek yang
beragam dengan
komposisi obyek yang
memenuhi bidang gambar.
Namun dalam
menampilkan gradasi
warna masih kasar.
Karya Aqila (7 th)
2. Masa bagan Karya di samping sudah
(7-9 th) menampilkan obyek-
obyek yang lebih detail
dengan komposisi yang
memenuhi bidang gambar.
Namun dalam pewarnaan
masih kasar.
commit to user
Karya Gea (8 th)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

Karya di samping
komposisi yang
ditampilkan sudah
memenuhi seluruh bidang
gambar dengan bentuk
obyek yang detail. Dalam
pewarnaan sudah bisa
menampilkan gradasi yang
lebih halus.
Karya Ridwan (9 th)
3. Masa permulaan Karya di samping sudah
realisme mendekati obyek asli
(9-11 th) dengan komposisi yang
memenuhi bidang obyek.
Dalam pewarnaan juga
sudah menampilkan
gradasi yang halus.

Karya Vona (10 th)


Karya di samping sudah
menampilkan obyek-
obyek yang beragam dan
detail dengan komposisi
yang memenuhi bidang
gambar.

Karya Tsania (11 th)

Tabel 2. Hasil karya lukis anak berdasarkan masa periodisasi seni rupa anak
menurut Viktor Lowenfeld

Secara keseluruhan hasil karya anak-anak sanggar lukis “Warung Seni”


sudah mampu membuat obyek-obyek yang detail, seperti obyek manusia, hewan,
tumbuhan, serta obyek-obyek yang lain. Sedangkan dari segi pengolahan warna,
anak-anak cenderung menggunakan warna yang telah diajarkan pembimbing pada
saat bimbingan. Penggunaan warna yang memenuhi latar belakang obyek
commitmantap.
membuat hasil karya lukis anak semakin to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

Namun hasil karya lukis siswa sanggar lukis “Warung Seni” juga masih
terdapat kelemahan. Anak-anak belum mampu membuat bentuk dan proporsi
obyek dengan baik. Untuk siswa yang dalam melukis bentuk obyek kurang baik,
Bapak Luluk Soemitro memberikan tugas melukis sendiri di rumah. Tugas
diberikan pada pertemuan hari minggu karena jarak pada pertemuan berikutnya
lama sehingga anak bisa maksimal dalam mengerjakan tugas melukis. Tema yang
dilukis adalah tema yang belum dikuasai anak seperti aktivitas manusia atau
binatang.

G. Pembahasan
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, sanggar lukis “Warung Seni”
dalam melaksanakan proses pembelajaran dan penggunaan komponen
pembelajaran hampir sama dengan lembaga pendidikan formal. Di sanggar ini
terdapat siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, model, media pembelajaran, dan sistem evaluasi seperti pada
lembaga pendidikan formal. Perbedaannya, penerapan komponen-komponen
tersebut dalam proses pembelajarannya bersifat fleksibel.
Siswa sanggar lukis “Warung Seni” paling banyak diikuti oleh anak-anak
usia 3-12 tahun. Siswa sanggar ini berasal dari berbagai daerah di Surakarta.
Karena bentuk pembelajarannya berupa bimbingan, siswa di sanggar lukis
“Warung Seni” terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
pengertian siswa menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 22) yang menyatakan
bahwa siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di
sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan
merespons dengan tindak belajar.
Walaupun siswa terdiri dari umur yang berbeda-beda, namun tidak ada
pengelompokan berdasarkan usia siswa dalam proses belajarnya padahal materi
yang disampaikan sama. Hal ini mengurangi rasa percaya diri pada anak-anak
yang usianya masih sangat muda karena merasa kalah dengan anak yang usianya
lebih tua. Selain itu hasil karyanya pun juga terlihat lebih bagus pada anak yang
usianya lebih tua. Inilah salah commit to user sanggar lukis “Warung Seni”
satu perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

dengan lembaga pendidikan formal dimana pada lembaga pendidikan formal anak
dikelompokkan berdasarkan tingkatan usia dan materi yang diajarkan.
Guru dalam sanggar lukis “Warung Seni” saat ini adalah Bapak Luluk
Soemitro dan dibantu beberapa putrinya yaitu Bu Uryn, Bu Unik, dan Bu Atik.
Walaupun bukan lulusan dari jurusan seni rupa namun Bapak Luluk Soemitro dan
putri-putrinya mampu mengajarkan teknik melukis pada anak-anak
bimbingannya. Hal ini sesuai dengan pengertian guru bahwa dalam kegiatan
belajar-mengajar guru berusaha menyampaikan sesuatu hal yang disebut “pesan”.
Pesan atau sesuatu hal tersebut dapat berupa pengetahuan, wawasan,
keterampilan, atau isi ajaran yang lain seperti kesenian, kesusilaan, dan agama
(Dimyati dan Mudjiono, 2006: 170-171). Tetapi pembelajaran ini terlihat kurang
baik karena siswa yang dibimbing selalu diberi contoh dalam melukis. Anak tidak
diberi kebebasan dalam menampilkan bentuk-bentuk visual yang diinginkan dan
anak juga tidak diberi kebebasan dalam memilih warna yang digunakan untuk
mewarnai lukisan yang mereka buat.
Setiap lembaga pendidikan tentu memiliki tujuan dari pembelajaran yang
dilakukan. Tujuan dari pembelajaran adalah memberdayakan semua potensi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan
pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami,
melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri
(Majid, 2008: 24). Begitu juga dengan sanggar lukis “Warung Seni” yang juga
memiliki tujuan pembelajaran sebagai berikut: (1) Sebagai lembaga pendidikan
nonformal yang membantu tercapainya tujuan dari pendidikan seni rupa secara
utuh, sehingga kekurangan yang ada dalam pendidikan formal bisa terpenuhi oleh
lembaga pendidikan nonformal ini, (2) Untuk memajukan seni lukis di Surakarta.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Bapak Luluk Soemitro melalui sanggar lukis
“Warung Seni” membimbing anak didiknya untuk memahami dunia seni lukis.
Dengan adanya bimbingan tersebut diharapkan dapat melahirkan pelukis-pelukis
baru di Surakarta, (3) Untuk memberikan tempat atau wadah bagi seniman,
pengamat seni maupun pecinta seni untuk mengadakan komunikasi. Ditempat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

tersebut para seniman bisa membahas kegiatan yang akan dilakukan maupun
sekedar sharing tentang perkembangan dunia seni lukis.
Materi yang diajarkan di sanggar lukis “Warung Seni” meliputi teknik
pembuatan sketsa obyek dan teknik pewarnaan. Untuk materi sketsa obyek
dilakukan oleh Bapak Luluk Soemitro dan untuk pewarnaan oleh Bu Uryn, Bu
Atik, dan Bu Unik. Obyek yang digambar antara lain aktivitas manusia, hewan,
tumbuhan, dan pemandangan alam. Untuk pemandangan alam tidak dibuatkan
sketsa sebagai contoh tetapi siswa diajak mengunjungi tempat yang memiliki
pemandangan alam yang bagus. Di sana anak diajarkan melukis obyek secara
langsung. Pemandangan alam yang dituju biasanya persawahan, pantai, air terjun,
dan sungai. Dari materi yang diberikan, anak yang tidak tahu menjadi tahu
bagaimana melukis sebuah obyek dengan benar dan anak juga tahu bagaimana
menggunakan alat lukis yang benar. Perubahan tingkah laku dari materi yang
diajarkan sesuai dengan pendapat Majid (2008: 170) yang menyatakan bahwa
sumber belajar atau materi diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan
sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi, dapat digunakan sebagai
wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Namun dalam memberikan materi anak selalu diberi contoh. Hal ini berdampak
pada kurangnya kemandirian dan kreativitas siswa pada saat membuat karya lukis.
Dalam melaksanakan proses pembelajarannya, sanggar lukis “Warung
Seni” menggunakan beberapa metode pembelajaran. Metode yang digunakan
antara lain ceramah, praktik atau demonstrasi, tanya jawab, pemberian ampunan
dan bimbingan, pemberian tugas, dan karya wisata. Penggunaan metode-metode
ini tidak semuanya dilakukan dalam satu kali bimbingan, penggunaannya
menyesuaikan keadaan siswa dan keinginan pembimbing. Penggunaan metode
pembelajaran pada proses pembelajaran ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa, metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran
(http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian-definisi-metode-pembelajaran.html
diakses 01/12/2011). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

Menurut Winataputra (2001) dalam Sugiyanto (2008: 7) model


pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Pada sanggar lukis “Warung Seni” tidak ada kerangka konseptual
dalam model pembelajaran yang digunakan. Namun secara tidak langsung peneliti
menemukan beberapa model pembelajaran yang digunakan walaupun model
pembelajaran tersebut tidak direncanakan sebelumnya. Model pembelajaran yang
digunakan yaitu model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran
quantum learning. Model pembelajaran kontekstual terlihat dari tema materi yang
diajarkan yaitu pada saat pembimbing mengajak siswanya untuk melukis aktivitas
manusia yang pernah mereka lihat maupun aktivitas yang mereka alami. Untuk
model pembelajaran quantum learning terlihat pada cara mengajar pembimbing
sanggar tersebut yaitu yang selalu memotivasi siswanya saat mengajar. Selain itu
juga memotivasi siswa melalui lukisan yang dipajang di ruang bimbingan.
Untuk menyampaikan materi pelajaran, Bapak Luluk Soemitro
menggunakan media visual yaitu berupa gambar sketsa obyek yang digambar
dipapan white board. Dalam membuat media ini Bapak Luluk Soemitro
menggunakan spidol boardmarker hitam. Media pembelajaran ini termasuk media
visual yang tidak diproyeksikan yaitu media yang sederhana, tidak membutuhkan
proyektor dan layar untuk meproyeksikan perangkat lunak (Anitah, 2009: 7).
Lukisan yang telah selesai dibuat selanjutnya dievaluasi. Di sanggar ini
dalam mengevaluasi karya siswa hanya sebatas mengukur kemampuan siswa
dengan cara pembahasan tanpa menggunakan angka-angka untuk menilai. Obyek
yang sering dibahas adalah teknik pewarnaan dan keluwesan anak dalam
membuat garis outline. Pewarnaan yang tidak memenuhi seluruh bidang gambar
dan garis outline yang terlihat kasar biasanya terlihat pada karya lukis anak usia 3-
6 tahun. Evaluasi ini berbeda dengan pendapat Sudijono (2007: 4-5) yang
mengatakan bahwa evaluasi mencakup dua kegiatan, yaitu pengukuran dan
commitadalah
penilaian. Mengukur pada hakikatnya to usermembandingkan sesuatu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

atau atas dasar ukuran tertentu. Menilai adalah mengambil keputusan terhadap
sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk,
pandai atau bodoh, dan sebagainya.
Pelaksanan evaluasi sanggar lukis “Warung Seni dilakukan di sela-sela
saat proses pembelajaran berlangsung. Obyek yang di evaluasi antara lain,
keluwesan membuat garis, pewarnaan bidang gambar, komposisi, dan kerapian.
Karena siswa yang belajar anak-anak, Bapak Luluk Soemitro tidak
mempermasalahkan bentuk atau proporsi obyek yang digambar siswa.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan
Sanggar lukis “Warung Seni” sebagai pendidikan nonformal turut
berperan dalam program penyelenggaraan pendidikan seni rupa. Program
pendidikan seni rupa yang diselenggarakan terfokus pada bidang seni lukis,
karena bidang ini lebih populer dan banyak diminati dibandingkan dengan bidang
seni rupa lainnya. Pendidikan yang diselenggarakan berbentuk bimbingan. Bentuk
bimbingan ini memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dasar-dasar teknik
melukis, yaitu dari pembuatan sketsa obyek sampai dengan pewarnaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada sanggar lukis
“Warung Seni”, maka pokok-pokok simpulan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan sanggar lukis “Warung Seni” sebagai pelengkap pendidikan seni rupa
yang ada pada lembaga pendidikan formal secara praktek atau keterampilan
sudah dilaksanakan dengan cukup baik, siswa yang mengikuti bimbingan
tahu cara menggambar obyek dan teknik mewarnai obyek. Namun dilihat dari
segi wawasan masih kurang mencukupi karena dalam kegiatan bimbingan di
sanggar lukis ini anak tidak diberikan teori dan referensi tentang seni lukis.
2. Materi tentang teknik melukis dan pewarnaan yang diberikan selalu
dibimbing dan diberikan contoh. Hal ini membuat hasil lukisan anak terpaku
pada gambar yang telah dicontohkan oleh pembimbing. Pembelajaran dengan
cara ini akan berdampak pada kurangnya kemandirian dan kreativitas anak
dalam melukis.
3. Bimbingan melukis di sanggar lukis “Warung Seni” paling banyak diikuti
oleh anak-anak usia 3-12 tahun. Walaupun usia anak berbeda-beda namun
materi yang diberikan sama.

commit to user

66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

4. Dari sekian metode yang digunakan, metode praktik atau demonstrasi lebih
dominan digunakan pada saat bimbingan. Hal ini dikarenakan pembelajaran
di sanggar lukis “Warung Seni” ini terfokus pada pembelajaran praktek
melukis.
5. Penggunaan model pembelajaran kontekstual terlihat pada saat anak diajak
menggambar ke lokasi yang ditentukan pembimbing. Hal ini dilakukan untuk
melatih anak melukis obyek diam maupun bergerak secara langsung.
6. Media pembelajaran yang digunakan di sanggar lukis “Warung Seni” adalah
gambar sketsa obyek yang digambar di papan white board. Proses pembuatan
gambar sketsa obyek bertahap. Dengan cara seperti ini anak mudah menerima
materi yang diajarkan dan pada akhir bimbingan seluruh anak bisa
menyelesaikan gambar secara bersamaan, sehingga tidak ada anak yang
tertinggal saat waktu kegiatan bimbingan selesai.
7. Bentuk evaluasi di sanggar lukis “Warung Seni” berupa pembahasan
langsung. Bentuk evaluasi melalui pembahasan ini terbukti efektif diterapkan
karena siswa dapat mengetahui letak kekurangan dan kelebihan karya lukis
yang telah mereka buat.

B. Implikasi
Materi yang diberikan selalu dibimbing dan diberikan contoh. Cara ini
membuat hasil lukisan anak terpaku pada gambar yang telah dicontohkan oleh
pembimbing. Hal ini juga berdampak kurangnya kemandirian dan kreativitas
siswa dalam membuat karya lukis.
Tidak adanya pengelompokan usia anak dalam mengikuti bimbingan
melukis membuat anak yang lebih muda merasa sulit menerima materi yang
disampaikan, begitu juga sebaliknya, anak yang lebih tua merasa mudah dalam
menerima materi yang disampaikan pembimbing. Hal ini juga membuat
keterampilan anak yang lebih tua kurang berkembang dalam melukis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

C. Saran
Berdasar kesimpulan dan implikasi di atas, maka dapat dikemukakan
saran sebagai berikut:
1. Dalam memberikan materi tentang teknik melukis sebaiknya disesuaikan
dengan tingkatan usia anak, karena setiap anak mempunyai karakter dan
kemampuan sendiri yang sesuai dengan tingkat usianya.
2. Pemberian materi tentang teknik membuat sketsa obyek sampai dengan
mewarnai hendaknya tidak selalu diberikan contoh atau arahan dari
pembimbing tetapi cukup dengan menyampaikan tema yang akan dilukis. Hal
ini akan memberikan kebebasan kepada anak dalam mewujudkan lukisan
menurut daya fantasi dan kreasi mereka masing-masing.
3. Untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman anak tentang alat lukis,
hendaknya anak diperkenalkan berbagai jenis alat lukis yang lain. Misalnya
cat air, cat minyak, cat akrilik, dan lain-lain. Dengan adanya berbagai jenis
alat lukis ini, anak-anak dapat mencoba bereksperimen dengan alat-alat lukis
tersebut sampai akhirnya mereka menemukan alat lukis yang cocok dan
sesuai dengan dirinya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai