Anda di halaman 1dari 97

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id



PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP GAYA GESEK DALAM
PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KONTEKSTUAL
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PAREMONO 4
MUNGKID KABUPATEN MAGELANG
TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh :
BEKTI SRI RAHAYU
K7107003

Skripsi
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
ϮϬϭϭ
commit to user
ϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP GAYA GESEK DALAM
PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KONTEKSTUAL
PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PAREMONO 4
MUNGKID KABUPATEN MAGELANG
TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

BEKTI SRI RAHAYU

NIM K7107003

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana


Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
Ϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id




commit to user
ϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id




commit to user
ϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



HALAMAN MOTTO

Katakanlah Adakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang
tidak berilmu? Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
(QS, Az-Zumar : 9)

“Ketika murid dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti
matematika, ilmu pengetahuan alam atau sejarah dengan pengalaman mereka
sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk
belajar.”
(Contextual Teaching and Learning, Elaine B. Johnson)

Malas adalah kuburan orang hidup


(Sudarmanta)

Kesuksesan buah dari keteguhan dan kesabaran


(Penulis)

commit to user
ϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang tersusun ini dipersembahkan kepada:


Ayah dan Ibu (Siswadi dan Darti) tercinta, yang selalu mendoakan dan
memberikan segala yang terbaik baik material maupun spiritual.

Suamiku (Sudarmanta) tercinta, yang selalu tiada lelah menemani dan memotivasi
untuk berbuat yang terbaik untuk hidup.

Mas Nopan yang telah memberi kesempatan kuliah ini.

Almamater.

commit to user
ϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



ABSTRAK

Bekti Sri Rahayu. NIM K7107003. PENINGKATAN


PEMAHAMAN KONSEP GAYA GESEK DALAM PEMBELAJARAN IPA
MELALUI MODEL KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V SD
NEGERI PAREMONO 4 MUNGKID KABUPATEN MAGELANG TAHUN
PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2011.
Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu pemahaman konsep gaya
gesek dalam pembelajaraan IPA sebagai variabel terikat (Y) dan model
pembelajaran kontekstual sebagai variabel bebas (X). Tujuan penelitian ini untuk
meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek dalam pembelajaran IPA pada
siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid Kabupaten Magelang Tahun
Pelajaran 2010/2011.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(PTK) terdiri dari dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sebagai subjek penelitian
adalah siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid. Sejumlah 25 siswa yang
terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan. Adapun teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, tes dan dokumentasi.
Teknik analisis data menggunakan teknik analisis model interaktif yang terdiri
dari tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan
simpulan.
Hasil penelitian ini adalah (1) Adanya peningkatan pemahaman konsep
gaya gesek siswa melalui model kontekstual dari sebelumnya 44% kemudian pada
siklus pertama 60%; kemudian pada siklus kedua menjadi 84%, (2) Adanya
peningkatan nilai pemahaman konsep gaya gesek siswa melalui model kontekstual
secara klasikal dari 61,8; kemudian pada siklus pertama menjadi 63,96; menjadi
69,36 pada siklus kedua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui
model kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek dalam
pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid
Kabupaten Magelang tahun pelajaran 2010/ 2011.

Kata kunci: pemahaman konsep, model kontekstual dan pembelajaran IPA.




commit to user
ϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



ABSTRACT

Bekti Sri Rahayu. K7107003. The Improvement in the Comprehension on the


Concept of Friction in the Learning Process of Natural Science of the 5th-
grade Students of SD Negeri Paremono 4 Mungkid of Magelang Regency in
the Academic Year of 2010/2011 through the Contextual Teaching and
Learning Model. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education,
Sebelas Maret University. 2011.
The students’ comprehension on the concept of Friction in the learning
process of natural science was the dependent (Y) variable of this research whereas
the contextual teaching and learning model was the independent (X) variable. The
objective of this research is to improve the comprehension on the concept of
Friction in the learning process of Natural Science of the 5th-grade Students of SD
Negeri Paremono 4 Mungkid of Magelang regency in the academic year of
2010/2011 through the contextual teaching and learning.
This research used the class action research. The subject of this research
was the 5th-grade students of SD Negeri Paremono 4 Mungkid. The subject
consisted of 19 male students and 6 female students. This research consisted of
two cycles and each of the cycle comprised 4 stages, namely planning,
implementation, observation, and reflection. The data of this research were
gathered through observation, interview, test, and documentation. The data were
then analyzed by using the interactive analysis model, which consisted of three
analysis components, namely data reduction, data display, and verification.
The results of this research were as follows: (1) there is an improvement
in the students’ comprehension on Friction through the contextual teaching and
learning model in the precycle, in the first cycle, and in the second cycle as
indicated by the ratio in the comprehension in the precycle, in the first cycle, and
in the second cycle of 44%:60%:84%; and (2) there is an improvement in the class
score of the students’ comprehension on the concept of Friction through the
contextual teaching and learning model as shown by the ratio in the class score in
the precycle, in the first cycle, and in the second cycle of 61.8: 63.96: 69.36.
Based on the results of this research, a conclusion is drawn that the contextual
teaching and learning model can improve the comprehension on the concept of
Friction of the 5th-grade students of SD Negeri Paremono 4 Mungkid of Magelang
regency in the academic year of 2010/2011.

Keywords: comprehension on concept, contextual teaching and learning, and


learning process of natural science


commit to user
ϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal
Penelitian Tindakan Kelas ini di SD Negeri Paremono 4, Mungkid Kabupaten
Magelang dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Gaya Gesek dalam
Pembelajaran IPA Melalui Model Kontekstual pada Siswa Kelas V SD Negeri
Paremono 4 Mungkid Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2010/2011” .
Peneliti menyadari, terselesaikannya penyusunan Proposal Penelitian
Tindakan Kelas ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti dengan tulus
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, selaku Dekan FKIP
2. Drs. Rusdiana Indianto.M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
3. Drs. H. Hadi Mulyono M.Pd, selaku Ketua Program PGSD dan dosen
pembimbing II yang telah memberikan arahan dan kritikan kepada peneliti.
4. Prof. Dr H Soegiyanto, S. U, selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti.
5. Endang Sri Indarwati, S.Pd selaku kepala SD Negeri Paremono 4 Mungkid
Kabupaten Magelang yang telah memberikan ijin penelitian.
6. Rifatun Damawiyah, S.Pd selaku guru kelas V SD Negeri Paremono 4
Mungkid Kabupaten Magelang yang banyak memberikan bantuan dan
dorongan.
7. Siswa-siswi kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid Kabupaten Magelang
telah menjadi subjek penelitian ini
8. Ayahanda Siswadi dan ibundaku Darti, terima kasih atas doa, pengalaman
hidup dan pengorbanan yang tulus selama ini.
9. Suamiku tercinta, terimakasih atas semangat, cinta, dan kesetiaannya
menungguku.
10. Pihak-pihak yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

commit to user
ϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Disadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan dapat menjadi bahan bacaan yang menarik dan mudah dipahami.

Tidak lupa peneliti mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila


terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Surakarta, Juni 2011


Penulis

Bekti Sri Rahayu




commit to user
ϭϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGAJUAN ………………………………………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………… iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………………… v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. vi
ABSTRAK .............................................................................................. vii
ABSTRACT ………………………………………..................................... viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………… ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xv

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………… 1


A. Latar Belakang Masalah ……………………………… 1
B. Perumusan Masalah …………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian .………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian …………………………………… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 8


A. Landasan Teori ………………………………………… 8
1. Hakikat Pemahaman Konsep Gaya Gesek IPA …… 8
2. Hakikat Model Kontekstual ……………………… 22
B. Penelitian yang Relevan …………………………… 31
C. Kerangka Berfikir …………………………………… 32
D. Hipotesis Tindakan …………………………………… . 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………… 35


commit to user
ϭϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Halaman
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………… 35
B. Subjek Penelitian …………………………………… 36
C. Bentuk dan Strategi Penelitian ……………………… 36
D. Sumber Data ………………………………………… 38
E. Teknik Pengumpulan Data …………………………… 38
F. Validitas Data ……………………………………… 40
G. Teknik Analisis Data ……………………………… 41
H. Indikator Kinerja ……………………………………… 43
I. Prosedur Penelitian …………………………………… 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ………… 49


A. Hasil Penelitian ………………………… 49
B. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ……………… 75

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ………………… 79


A. SIMPULAN ……………………………………… 79
B. IMPLIKASI ………………………………………… 79
C. SARAN …………………………………………… 81

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 83

LAMPIRAN …………………………………………………………….... 86


commit to user
ϭϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman
1. Perbedaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Model
Konvensional …………………………………………………. 28
2. Jadwal Penelitian ……………………………………………… 35
3. Frekuensi Nilai Tes Awal Gaya Gesek IPA .............................. 50
4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa kelas V dalam pembelajaran IPA
Materi Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus ..... 59
5. Hasil Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran IPA Pokok
Bahasan Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus ... 60
6. Data Frekuensi Hasil Nilai Kognitif Siklus I ............................ 60
7. Perbandingan Ketuntasan Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Pada
Prasiklus dan Siklus I ………………………………………. 61
8. Hasil Observasi Aktivitas Siswa kelas V dalam pembelajaran IPA
Materi Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus II.. 71
9. Hasil Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran IPA Pokok
Bahasan Gaya Gesek pada Siklus I............................................... 72
10. Data Frekuensi Hasil Nilai Kognitif Siklus II ……………… 72
11. Perbandingan Ketuntasan Hasil Nilai Kognitif Pemahaman
Konsep Gaya Gesek Pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II……. 73
12. Rata-Rata Nilai Kognitif dan Persentase Ketuntasan Klasikal
Pemahaman Konsep Gaya Gesek Diatas KKM pada Kondisi
Awal, Siklus I, dan Siklus II dengan Model Kontekstual ……… 75
13. Hasil Peningkatan Observasi Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa
dalam Pembelajaran di Kelas melalui Model Kontekstual …… 78

commit to user
ϭϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



DAFTAR GAMBAR

Gambar: Halaman
1. Gaya Gesek antara Alas Sepatu dengan Lantai ….................. 13
2. Tepung pada Papan Karambol untuk Memperkecil Gesekan .. 15
3. Sepatu Sepatu Sepak Bola dipasang pull untuk Memperbesar
Gesekan dengan Tanah …………………………………… 15
4. Skema Pembelajaran Kontekstual dalam Konsep Gaya Gesek 29
5. Skema Kerangka Berfikir …………………………………… 34
6. Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif Miles
dan Huberman ……………………………………………… 42
7. Model Penelitian Tindakan Kelas …………………………… 44
8. Grafik Nilai Tes Awal Materi Gaya Gesek IPA Siswa Kelas V 51
9. Grafik Hasil Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Siklus I ......... 60
10. Grafik Perbandingan Nilai Rerata Pelajaran IPA Pemahaman
Konsep Gaya Gesek Siswa Kelas V Pada Kondisi Awal dan
Setelah Siklus I ......................................................................... 62
11. Grafik Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Siklus II ................ 72
12. Grafik Perbandingan Rerata Nilai Pemahaman Konsep Gaya
Gesek IPA Siswa Kelas V Pada Kondisi Awal, Siklus I dan
Siklus II …………………………………………………….. 74
13. Grafik Rata-Rata Nilai Kognitif dan Persentase Ketuntasan Klasikal
Pemahaman Konsep Gaya Gesek Diatas KKM pada Kondisi
Awal, Siklus I, dan Siklus II dengan Model Kontekstual…… 76

commit to user
ϭϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1. Silabus …………………………………………………...... 86
2. Kisi-kisi Lembar Kerja Individu Pertemuan 1 ………….. 90
3. Kisi-kisi Lembar Kerja Individu Pertemuan 2 ………… 92
4. RPP siklus 1 Pertemuan 1 ……………………………… 93
5. RPP siklus 1 Pertemuan 2 ……………………………… 106
6. RPP siklus 2 Pertemuan 1 ……………………………… 120
7. RPP siklus 2 Pertemuan 2 ……………………………… 133
8. Daftar Nilai Tes Awal, Siklus 1 dan Siklus 2 Materi Gaya
Gesek IPA Melalui Model Kontekstual Siswa Kelas V ….. 147
9. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1 Pertemuan 1… 148
10. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1 Pertemuan 2… 150
11. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1…… 152
12. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 Pertemuan 1… 153
13. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 Pertemuan 2 … 155
14. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 …… 157
15. Rubrik Penilaian Aktivitas Siswa …………………………. 158
16. Nilai Observasi Kinerja Guru siklus 1 pertemuan 1 ………. 159
17. Nilai Observasi Kinerja Guru siklus 1 pertemuan 2 ………. 160
18. Rekapitulasi Observasi Kinerja Guru Siklus 1…………….. 161
19. Nilai Observasi Kinerja Guru siklus 2 pertemuan 1 ………. 162
20. Nilai Observasi Kinerja Guru siklus 2 pertemuan 2 ………. 163
21. Rekapitulasi Observasi Kinerja Guru Siklus 2 ……………. 164
22. Rubrik Penilaian Kinerja Guru ……………………………. 165
23. Pedoman Wawancara untuk Guru Sebelum Menggunakan
Model Pembelajaran Kontekstual ………………………… 168
24. Pedoman Wawancara untuk Guru Setelah Menggunakan
Model Pembelajaran Kontekstual ………………………… 170
25. Catatan Lapangan .............................................................. 173
26. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ……………………... 177
commit to user
ϭϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang guru dan dosen, guru merupakan
pendidik profesional yang memiliki empat kompetensi dasar yaitu: kompetensi
paedagogik, kepribadian, sosial, dan professional. Kompetensi pedagogik
menuntut guru agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Pembelajaran
dapat terlaksana dengan baik kalau guru dapat merencanakan/ merancang
pembelajaran dengan sistematis dan cermat. Salah satu komponen yang perlu
mendapat perhatian dalam perencanaan pembelajaran adalah pemilihan model
pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran berguna untuk meningkatkan
mutu dilihat dari proses pembelajaran. Model pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang aktif yaitu ditandai adanya rangkaian kegiatan terencana yang
melibatkan siswa secara langsung, baik fisik, mental maupun emosi. Salah satu
upaya guru dalam menciptakan suasana kelas yang aktif, efektif dan
menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan menerapkan
pembelajaran yang inovatif. Dalam menerapkan pembelajaran inovatif guru
sebaiknya menggunakan model, metode dan media yang sesuai dengan kebutuhan
belajar.
Pemilihan model pembelajaran ini perlu mendapat perhatian karena
fungsinya sangat strategis dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran akan
menarik dan mudah dipahami oleh siswa bila guru dapat merancang model
pembelajaran dengan menarik secara cermat dan dapat menerapkannya sesuai
dengan fungsinya. Namun, pembelajaran menjadi kurang menarik bila guru tidak
memahami kebutuhan dari siswa tersebut, baik dalam karakteristik maupun dalam
pengembangan ilmu.
Dalam GBHN 1993 dalam Sumaji (1998:36) dinyatakan bahwa:
“Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin pesat,
persaingan antar bangsa yang makin ketat, serta dampak arus globalisasi
yang makin meluas, menuntut pemanfaatan,pengembangan dan penguasaan
commit to user
ϭϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



ilmu pengetahuan dan teknologi secara lebih cepat, tepat dan cermat, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa.”
Dari uraian itu jelas bahwa IPA atau sains sebagai pengetahuan yang erat
kaitannya dengan teknologi wajib dikelola secara seksama dan bertanggung
jawab, sejalan dengan kepentingan sosial, budaya, etika, moral dan agama.
Pentingnya IPA atau sains dalam kehidupan manusia tidak perlu diperdebatkan
lagi. Dalam kehidupan sehari-hari, IPA tidak terlepas dari diri manusia sebagai
alat bantu. Bisa dikatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia tidak dapat
dilepaskan dari ilmu ini, artinya bahwa IPA digunakan oleh manusia disegala
bidang.
Dalam staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/jumadi.../wawasan-
keilmuan-ipa.pdf diunduh tanggal 14 Juni 2011 bahwa Harre (Darmodjo &
Kaligis, 1992 : 4) mendefinisikan IPA sebagai kumpulan teori yang telah diuji
kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam
yang diamati secara seksama. Dampier (Moh. Amien, 1980: 7) menyatakan bahwa
IPA adalah pengetahuan tentang gejala-gejala alam yang teratur dan studi rasional
tentang hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang mana gejala-gejala ini
dinyatakan. Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa IPA merupakan ilmu yang
mempelajari tentang sebab-akibat dari kejadian-kejadian benda di alam.
Ada banyak sekali konsep yang terdapat dalam IPA, konsep alam
semesta, konsep tumbuhan, konsep manusia dan konsep benda di sekeliling
manusia. Konsep tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan kegiatan manusia
seperti gaya gravitasi, gaya gesek, gaya pegas, gaya magnet dan lain-lain. konsep
gaya gesek sulit dipahami oleh siswa. Permasalahan yang dihadapi siswa di SD
sekarang ini adalah kemampuan pemahaman konsep gaya gesek yang rendah, hal
ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA materi gaya gesek siswa yang rendah. Salah
satu faktor penyebabnya adalah dalam pembelajaran IPA guru lebih banyak
berceramah dan tidak menggunakan model pembelajaran yang menarik sehingga
siswa menjadi sulit memahami konsep yang disampaikan.
Dalam hal ini peran seorang guru sebagai pengembang ilmu sangat besar
untuk memilih dan melaksanakan pembelajaran yang tepat dan efisien bagi siswa
commit to user
ϭϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



bukan hanya pembelajaran berbasis konvensional. Pembelajaran yang baik dapat
ditunjang dari suasana pembelajaran yang kondusif serta hubungan komunikasi
antara guru dan siswa dapat berjalan dengan baik.
Permasalahan yang terjadi di kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid
Kabupaten Magelang saat ini adalah rendahnya hasil belajar pemahaman konsep
gaya gesek Ilmu Pengetahuan Alam. Hal ini dibuktikan dari hasil tes awal
pemahaman konsep gaya gesek siswa, hasil rata-rata adalah 61,8. Sedangkan
siswa yang tuntas belajar hanya 11 siswa dari 25 siswa (44%) lebih rendah dari
siswa yang tidak tuntas yaitu sebesar 56% atau 14 siswa. Ketuntasan tersebut
berdasarkan asumsi pada nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60 (lihat
lampiran 8 halaman 147).
Padahal menurut Sumaji, dkk (1998:35), fungsi mata pelajaran IPA di
SD memberi bekal pengetahuan dasar baik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi dan diterapkan pada perkembangan hidup seseorang mulai
dari saat ia lahir sampai menjadi dewasa, tidak dapat terlepas dari kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu mata pelajaran IPA harus benar-benar dikuasai siswa
agar tidak mengalami kesulitan di pelajaran IPA selanjutnya dan dapat
memanfaatkan alam sekitar.
Menurut Gagne dalam Winkel (2005:362) menyatakan bahwa
“Penguasaan konsep termasuk dalam kategori hasil belajar kemahiran
intelektual”. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi setelah
mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia
mempunyai potensi perilaku kejiwaan dan intelektual yang dapat didik dan diubah
perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar
mengusahakan perubahan perilaku dalam domain-domain tersebut sehingga hasil
belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Rendahnya kemampuan pemahaman konsep gaya gesek yang dialami
siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 dikarenakan beberapa faktor, faktor dari
guru berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman siswa karena dalam
pembelajaran guru masih menggunakan model konvensional. Guru hanya
commit to user
ϭϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



menggunakan metode ceramah dan pembelajaran tepusat pada guru, selain itu
guru tidak menggunakan model yang sesuai untuk menanamkan konsep kepada
para siswa. faktor berikutnya adalah kurangnya kemampuan siswa dalam
memahami gaya gesek, dan kurang mampunya siswa memahami konsep gaya
gesek yaitu kemampuan siswa itu sendiri yang berbeda.
Pemahaman sebagai representasi hasil pembelajaran sangat penting.
Landasan teoretis sebagai alternatif pijakan dalam mengemas pembelajaran untuk
pemahaman (learning for understanding). Pemahaman adalah landasan
pengetahuan/ proses mental bagi siswa sebagai awal untuk siap menerima ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep gaya gesek para siswa Sekolah Dasar perlu dilakukan. Upaya
itu antara lain penggunaan model pembelajaran yang baik berupa model, metode
maupun media dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu cara yang dapat
digunakan memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan penerapan model
pembelajaran inovatif dan kreatif. Pembelajaran yang inovatif dan kreatif salah
satunya tercermin dalam model pembelajaran kontekstual.
Udin Saefudin Sa’ad (2008: 162) mengatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif (Coopertive Teaching and Learning) termasuk suatu
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka. Jadi model kontekstual cocok diterapkan dalam
pelajaran materi gaya gesek karena dapat mengkaitkan antara materi pelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran yang akan membantu siswa
belajar bermakna, kerena materi yang dipelajarinya disampaikan dalam konteks
hubungan yang tidak asing dengan kehidupan siswa sehingga dapat meningkatkan
asosiasi siswa.
Menurut Nurhadi dan A.G. Senduk (2003), ada tujuh komponen utama
pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas.
Komponen itu adalah konstruktivisme yaitu guru menggali pengetahuan awal
siswa tentang gaya gesek yang terjadi dalam lingkungan sekitar mereka, kemudian
commit to user
ϭϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



guru melakukan kegiatan bertanya kepada siswa untuk mengetahui seberapa
dalam pengetahuan mereka dan pemberian permasalahan yang mereka selesaikan
dan temukan jawabannya (inkuiri). Dalam proses penyelesaian guru menjadi
model yang ditiru dalam setiap diskusi siswa secara berkelompok (Learning
Community) sehingga terjadi interaksi dan tukar pengetahuan diantara siswa
dengan kerjasama mereka dapat menyimpulkan solusi dari permasalahan tersebut.
Di akhir pembelajaran diadakan refleksi sebagai respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Guru melakukan penilaian yang
sebenarnya. Sehingga memungkinkan selalu mengawasi anak dan membuat kelas
tidak ramai.
Penggunaan model pembelajaran penting dan akan lebih efektif apabila
digunakan media yang sesuai dengan materi pembelajaran. Penggunaan media
yang ada disekitar lingkungan dalam pembelajaran akan membawa anak berpikir
dari yang konkret ke abstrak. Penggunaan media sangat tepat digunakan dalam
pembelajaran terutama pada kelas V karena sesuai teori belajar Piaget anak usia 7
– 11 berada tahap operasional nyata yaitu anak mengembangkan konsep dengan
menggunakan benda-benda nyata untuk menyelidiki hubungan dan model-model
hubungan abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat “mengelompokkan” benda
konkrit berdasarkan warna, bentuk atau ukurannya. ( Russeffendi, 1992:107).
Sesuai dengan teori yang dijelaskan diatas sangat tepat apabila pada
materi gaya gesek di kelas V guru menggunakan media yang ada di lingkungan
sekitar. Benda- benda tersebut merupakan benda yang tidak asing. Hal demikian
akan menunjang ketika digunakan dalam pembelajaran yaitu siswa menjadi
tertarik untuk menggunakannya.
Siswa kelas V Sekolah Dasar merupakan jenjang pertama kali menerima
materi gaya gesek, begitu pula dalam penelitian yang akan dilaksanakan di SD
Negeri Paremono 4 penelitian diarahkan pada kelas V agar kemapuan pemahaman
konsep gaya gesek dapat meningkat. Penggunaan model kontekstual cocok
diterapkan untuk anak – anak usia kelas V , dengan model pembelajaran ini anak
akan memiliki kesempatan yang sedikit untuk ramai sendiri selain itu melalui

commit to user
ϮϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



model ini anak akan maksimal dalam belajar karena mereka memiliki kesempatan
yang banyak untuk berdiskusi dan berpikir sendiri.
Berdasarkan permasalahan tersebut dan berbagai faktor penyebab,
peneliti merasa perlu dan tertarik untuk melaksanakan suatu penelitian dengan
judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Gaya Gesek dalam Pembelajaran IPA
Melalui Model Kontekstual pada Siswa Kelas V SD Negeri Paremono IV
Mungkid Magelang Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “ Apakah Model Kontekstual dapat Meningkatkan
Pemahaman Konsep Gaya Gesek dalam Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas V
SD Negeri Paremono IV Mungkid Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran
2010/2011?”.

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan Penelitian Tindakan
Kelas ini adalah meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek dalam
pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Paremono IV Mungkid
Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2010/2011.

D. Manfaat Hasil Penelitian


Manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi penulis dalam meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek dan dapat
dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan hal yang sejalan.
2. Secara praktis, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
a. Bagi siswa.
1) Membantu mengatasi kesulitan memahami konsep gaya gesek melalui
model kontekstual.
commit to user
Ϯϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



2) Meningkatkan kemampuan bekerjasama dalam memecahkan masalah.
3) Melatih siswa mengeluarkan pendapat.
b. Bagi Guru.
1) Membantu guru menciptakan proses pembelajaran IPA menjadi lebih
real dengan model pembelajaran kontekstual.
2) Memberi solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran konsep gaya
gesek.
c. Bagi sekolah.
1) Masukan kebijakan sekolah tentang pembelajaran yang inovatif seperti
model kontekstual yang dapat meningkatkan kemampuan siswa
memahami konsep.
2) Terkondisikan proses pembelajaran yang inovatif dengan model
pembelajaran kontekstual.

commit to user
ϮϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Hakikat Pemahaman Konsep Gaya Gesek IPA
a. Pengertian Pemahaman Konsep
Konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990, 456): 1
rancangan atau buram surat; 2 ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkret; 3 gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang
ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain.
Konsep (Leo Sutrisno, dkk., 2007: 1-12) merupakan wakil dari
sesuatu. Dengan konsep, kita dapat mengembangkan kegiatan mengetahui.
Konsep adalah representasi yang abstrak dan umum tentang sesuatu. Karena
bersifat abstrak dan umum maka konsep bersifat mental. Konsep berada di
antara kita dan objek yang kita pelajari. Melalui sebuah konsep kita
mengetahui isi yang diwakili olehnya. Konsep berupa sebuah kata atau
serangkaian beberapa kata.
Menurut Nana Syaodih (2009:189) ”Suatu konsep akan mempunyai
makna logis dan makna psikologis. Makna logis terbentuk karena pemahaman
akan ciri-ciri umum yang ditemukan dalam kehidupan. Makna psikologis
merupakan makna yang diperoleh dari pengalaman pribadi”.
Elizabeth B.Hurlock (2005:41) berpendapat bahwa pengertian
didasarkan pada konsep. Konsep bukan kesan indera langsung, melainkan hasil
pengolahan dan kombinasi antara penggabungan atau perpaduan kesan indera
yang terpisah-pisah. Unsur bersama dalam berbagai obyek atau situasi
menyatukan kumpulan benda atau situasi menjadi satu konsep.
Menurut Winkel (2005:92) pengertian atau konsep adalah satuan arti
yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama.
Winkel (2005:113) juga berpendapat bahwa:

commit to user
ϴϮϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Konsep merupakan suatu abstraksi dari pemikiran (ide) yang merupakan
generalisasi dari sesuatu yang khusus atau spesifik. Konsep dibedakan atas
konsep konkret dan konsep yang didefinisikan. Konsep konkret adalah
pengertian yang menunjuk pada aneka objek dalam lingkungan fisik,
sedangkan konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas
hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup
fisik, karena realitas itu tidak berbeda.

Woodruff yang dikutip dari http://id.shvoong.com/writing-and-


speaking/2035426-pengertian-konsep/ diunduh tanggal 29 Januari 2011
mendefinisikan definisi pembentukan konsep, telah mengidentifikasi 3 macam
konsep yaitu (1) konsep proses: tentang kejadian atau perilaku dan
konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan bila terjadi, (2) konsep struktur:
tentang objek, hubungan atau struktur dari beberapa macam, dan (3) konsep
kualitas: sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai eksistensi yang
berdiri sendiri. Hal tersebut untuk memperjelas pernyataan konsepsi dalam
suatu bentuk yang berguna untuk merencanakan suatu unit pengajaran ialah
suatu deskripsi tentang sifat-sifat suatu proses, struktur atau kualitas yang
dinyatakan dalam bentuk yang menunjukkan apa yang harus digambarkan
atau dilukiskan sehingga siswa dapat melakukan persepsi terhadap proses,
struktur atau kualitas bagi dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, suatu konsep adalah ide,
sesuatu generalisasi dari sesuatu yang khusus atau spesifik, hasil pengolahan
dan kombinasi antara penggabungan atau perpaduan kesan indera yang
terpisah-pisah dan mempunyai makna serta mewakili sejumlah objek yang
memiliki ciri-ciri yang sama. Konsep dapat diperoleh melalui belajar maupun
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
guru berusaha untuk menanamkan konsep materi pelajaran agar siswa dapat
memahami konsep tersebut sehingga memperoleh hasil belajar yang
memuaskan.
Kata pemahaman bermula dari kata dasar “paham”. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1990, 636) kata paham berarti : 1 n pengertian,
pengetahuan banyak-banyak; 2 n pendapat, pikiran; 3 n aliran, haluan,
pandangan; 4 v mengerti benar (akan); tahu benar (akan); 5 a pandai dan
commit to user
Ϯϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



mengerti benar (tentang suatu hal). Sedangkan pe·ma·ham·an berarti n proses,
cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Dapat diartikan bahwa
pemahaman merupakan perbuatan (yang/untuk) mengerti benar atau
mengetahui akan sesuatu hal (misalnya peraturan atau keselamatan).
Dalam http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/PENGEMBANGAN
PEMAHAMAN_KONSEP.pdf yang diunduh tanggal 9 Februari 2011
mengatakan pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan
transformasi ilmu pengetahuan dan mendefinisikan konsep sebagai berikut:
(1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu
pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda
melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda).
Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari
beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak
dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah
ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
Pemahaman sebagai representasi hasil pembelajaran sangat penting.
Landasan teoretis sebagai alternatif pijakan dalam mengemas pembelajaran
untuk pemahaman (learning for understanding). Pemahaman adalah landasan
pengetahuan/ proses mental bagi siswa sebagai awal untuk siap menerima ilmu
pengetahuan.
Pemahaman konsep diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan
belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah : (1)
memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan(3) menguji
relevansi dan ketetapan pengetahuan. (Dahar dalam I Wayan Santyasa, 2010).
Menurut Gagne dalam Winkel (2005:362) menyatakan bahwa
“Penguasaan konsep termasuk dalam kategori hasil belajar kemahiran
intelektual”. Suatu konsep terbentuk dalam pikiran individu melalui proses
mengenal dan memahami ciri-ciri konsep atas dasar contoh dan non-contoh.

commit to user
Ϯϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Agar pemahaman konsep dapat optimal, maka perlu dikembangkan kondisi-
kondisi yang mendukung dalam pembelajaran.
Hal-hal/ kondisi-kondisi yang mendukung guru untuk membantu
siswa berhasil dalam memahami konsep suatu materi pelajaran yaitu:
1) Menyajikan konsep yang akan dipelajari baik secara lisan maupun tertulis.
Semaksimal mungkin guru menyajikan konsep dalam bentuk semenarik
mungkin untuk menarik perhatian dan motivasi siswa. Pernyataan tentang
suatu konsep akan masuk ke dalam sistem ingatan siswa dan dinyatakan
berhasil dalam memahami konsep tersebut apabila siswa mampu
mengungkapkan kembali konsep tersebut dari sistem ingatannya.
2) Menyajikan contoh dan non-contoh ketika membahas konsep yang harus
dipahami siswa. Dengan adanya contoh dan non-contoh ini, pemahaman
siswa terhadap konsep yang dipelajari akan lebih cepat dibandingkan tidak
memberikan contoh dan non-contoh.
3) Pemberian penguatan dengan segera, ketika siswa telah memahami konsep
yang sedang dipelajari. Penguatan ini diberikan segera setelah siswa
menunjukkan kemampuannya. Kesegeraan pemberian penguatan ini
berpengaruh terhadap kecepatan siswa memahami konsep yang dipelajari.
Dengan adanya penguatan yang segera, siswa tidak perlu terlalu lama
melakukan “trial and error” untuk memahami konsep yang dipelajari.
I Wayan Santyasa dalam http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/
PENGEMBANGAN_PEMAHAMAN_KONSEP.pdf yang diunduh tanggal 24
April 2011 mengatakan bahwa pemahaman konsep adalah landasan
pengetahuan/ proses mental bagi siswa dalam menghasilkan produk subjektif
dengan membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda) bagi siswa
pada setiap awal menerima transfer ilmu pengetahuan dan diperoleh melalui
proses belajar.
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk mengerti/
menguasai suatu materi pelajaran. Kemampuan siswa dalam memahami suatu
commit to user
Ϯϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



konsep, dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa pada materi tersebut. Untuk
mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami konsep, maka ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan.
Oemar Hamalik (2003:166) menyatakan bahwa hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mengetahui keberhasilan siswa memahami suatu konsep,
yaitu: (1) dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihat; (2)
dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep tersebut; (3) dapat memilih dan
membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh; (4) lebih mampu
memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.
Dalam pembelajaran, guru berusaha untuk menanamkan konsep
materi pelajaran. Adapun kegunaan konsep menurut Oemar Hamalik
(2003:165) yaitu:
1) Konsep-konsep mengurangi kerumitan lingkungan.
2) Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek yang
ada di sekitar kita.
3) Konsep-konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih
luas, dan lebih maju.
4) Konsep-konsep mengarahkan kegiatan instrumental.
5) Konsep dan prinsip memungkinkan pelaksanaan pengajaran.
6) Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam
kelas yang sama.
Dari pendapat ahli diatas jadi dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
konsep dalam rangka pendidikan siswa mempunyai pengaruh. Terdapat
beberapa kegunaan konsep bagi siswa dan dengan siswa memahami suatu
konsep yang berfungsi sebagai entry behavior yang dapat dijadikan dasar untuk
meningkatkan proses pengajaran berikutnya.
b. Pegertian Gaya Gesek
Choiril Azmiyawati (IPA Salingtemas 5, 2008:84) mengatakan bahwa
gaya gesek merupakan gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua
permukaan benda saling bersentuhan. Permukaan benda selalu bersentuhan
dengan benda lain. Ada benda padat yang bersentuhan dengan benda padat
commit to user
Ϯϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



yang lain, dengan benda cair, dan benda gas. Gaya gesekan yang terjadi
dipengaruhi oleh keadaan permukaan yang bersentuhan. Gaya menahan gerak
suatu benda agar benda itu dapat berhenti bergerak.
Parsaoran siahaan dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._
PEND._FISIKA/195803011980021-PARSAORAN_SIAHAAN yang diunduh
tanggal 9 Februari 2011 mengatakan bahwa gaya gesek adalah dua benda yang
permukaannya saling bersentuhan dan salah satu benda bergerak terhadap
benda yang lain atau keduanya bergerak hingga memiliki kecepatan relatif satu
sama lain akan menimbulkan gesekan pada kedua permukaan benda tersebut.
Arah gaya gesek yang terjadi berlawanan dengan arah gerakan benda, makin
kasar permukaan benda yang saling bergesekan makin besar gaya gesek yang
terjadi. Makin halus atau licin permukaan maka gaya gesek semakin kecil. Jika
semakin kasar permukaan maka gaya gesek semakin besar. Gaya menyebabkan
kita tidak terpeleset ketika kita berjalan. Pada pejalan kaki, gesekan antara alas
sepatu atau sandal dengan lantai sangat dibutuhkan agar pejalan kaki tidak
tergelincir atau mudah jatuh. Di jalan yang licin, gaya gesekan antara kaki dan
jalan kecil, sehingga pejalan kaki itu akan mudah jatuh. Sedangkan di jalan
yang kering (tidak licin) pejalan kaki akan merasa aman berjalan sebab tidak
takut terjatuh. Demikan halnya pada kendaraan bermotor roda dua, gaya gesek
antara ban dan jalan sangat dibutuhkan agar ban tidak mengalami slip.

Gambar 1. Gaya Gesek antara Alas Sepatu dengan Lantai.


Sumber : jungkir-balik.blogspot.com
Semakin halus permukaan yang bersentuhan, semakin kecil gaya
gesek yang terjadi, demikian sebaliknya berat benda dan luas permukaan yang
bersentuhan juga dipengaruhi besar kecilnya gaya gesek yang terjadi. Saat kita
mengayuh sepeda di atas pasir akan lebih sulit daripada saat kita mengayuh
commit to user
Ϯϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



sepeda di atas tanah, karena gaya gesek antara roda sepeda dan pasir adalah
besar. Dan untuk mengetahui permukaan benda dipengaruhi gaya gesek, adalah
perbedaan kecepatan yang terjadi pada benda yang diluncurkan dari permukaan
yang menurun. Semakin kecil gaya gesek yang terjadi maka akan mempercepat
benda tersebut meluncur.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat lepas dari gaya gesekan.
Kadang-kadang gaya gesek diperbesar dan diperkecil sesuai dengan kebutuhan.
Gaya gesekan diperkecil untuk memudahkan pergeseran kedua benda dan
sekaligus untuk pendinginan.
Dari pendapat ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya gesek
adalah gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua permukaan benda saling
bersentuhan dan salah satu benda bergerak terhadap benda yang lainnya.
Gaya gesek dapat diperbesar dan diperkecil. Beberapa cara
memperkecil gaya gesek, antara lain dengan memperhalus permukaan,
memberi pelumas dan memberi bantalan. Gaya gesek dapat diperbesar dengan
cara memperkasar permukaan benda. Berikut cara yang dapat dilakukan oleh
manusia :
Cara memperkecil gaya gesek:
1) Memberikan pelumas (oli, lilin atau vaselin) pada permukaan benda yang
bergesekan. Dengan memberikan pelumas pada mesin kendaraan bermotor
maka akan mengurangi gesekan yang dapat menimbulkan kerusakan pada
mesin tersebut.
2) Menaburkan bedak atau tepung kanji di atas meja karambol agar biji
karambol dapat bergerak lancar.
3) Melapisi meja biliar dengan kain agar bola dapat bebas menggelinding.
4) Membuat bentuk pesawat terbang yang ramping untuk mengurangi gaya
gesek antara badan pesawat dengan udara.
5) Menghaluskan permukaan benda dengan cara di ampelas.

commit to user
Ϯϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id




Gambar 2. Tepung pada Papan Karambol untuk Memperkecil


Gesekan.
Sumber : http://oelumzzz.blogspot.com
Cara memperbesar gaya gesek :
1) Memasang bahan penghambat pada permukaan benda,
2) Memasang paku-paku (pull) pada alas sepatu sepakbola agar pemain bola
tidak mudah tergelincir ketika berlari di lapangan rumput.
3) Membuat alur pada permukaan ban untuk meningkatkan daya cengkeram
ban dengan permukaan tanah.

Gambar 3. Sepatu Sepatu Sepak Bola dipasang pull untuk


Memperbesar Gesekan dengan Tanah.
Sumber : dunia-sports.com
Selain dapat diperbesar dan diperkecil, gaya gesek juga memiliki
keuntungan dan kerugian bagi manusia.
Manfaat gaya gesek pada kehidupan Sehari-hari :
1) Menghasilkan panas, misalnya gaya gesek yang timbul ketika kita
menggosokkan kedua belah tangan kita dapat menghangatkan badan.
2) Mengikis benda, contoh gaya gesek yang timbul dari ampelas terhadap kayu
dapat membuat kayu menjadi halus.
3) Mencegah benda tergelincir, contoh gaya gesek antara sepatu dan lantai
membuat kita tidak tergelincir.
commit to user
ϯϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Kerugian Gaya Gesek pada Kehidupan Sehari-hari:
1) Gaya gesek menghambat gerak sehingga memboroskan energi.
2) Contoh gaya gesek antara udara dengan pembalap sepeda membuat
pembalap sepeda harus mengeluarkan tenaga yang besar.
3) Gaya gesek dapat mengikis benda, contoh ban mobil akan cepat gundul
akibat sering bergesekan dengan jalan.
c. Pemahaman Konsep Gaya Gesek
Choiril Azmiyawati (IPA Salingtemas 5, 2008:84) mengatakan bahwa
gaya gesek merupakan gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua
permukaan benda saling bersentuhan. Gaya gesek dapat menahan gerak benda
agar benda itu bergerak jika ditarik atau didorong. Setiap permukaan benda
selalu bersentuhan dengan benda lain. Gaya gesekan yang terjadi dipengaruhi
oleh keadaan permukaan yang bersentuhan. Gaya menahan gerak suatu benda
agar benda itu dapat berhenti bergerak.
Pemahaman konsep yang merupakan suatu kemampuan yang harus
dimiliki siswa untuk mengerti/ menguasai suatu materi pelajaran. Kemampuan
siswa dalam memahami suatu konsep, dapat dilihat dari nilai hasil belajar
siswa pada materi tersebut.
Pemahaman konsep gaya gesek adalah suatu kemampuan yang harus
dimiliki siswa untuk menguasai materi gaya gesek. Siswa dikatakan dapat
menguasai materi pelajaran IPA materi gaya gesek jika siswa dapat
menyebutkan contoh konsep gaya gesek, siswa juga dapat menyebutkan ciri-
ciri suatu konsep gaya gesek dengan jelas dan dapat memilih dan membedakan
contoh gaya gesek dan bukan gaya gesek dengan benar serta siswa dapat
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari mengenai konsep gaya gesek
yang telah dipelajari.
d. Hakikat Pembelajaran IPA
Hakikat pembelajaran IPA meliputi pengertian pembelajaran IPA,
prinsip-prinsip pembelajaran IPA SD, tujuan pembelajaran IPA di SD,
problematika pembelajaran IPA di SD, dan fungsi pelajaran IPA.

commit to user
ϯϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



1) Pengertian Pembelajaran IPA
Istilah ”pembelajaran” sama dengan ”instruction” atau ”pengajaran”.
pengajaran mempunyai arti: cara mengajar atau pengajaran. Bila pengajaran
diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar dan diajar
yaitu guru dan murid. Dengan demikian, pengajaran diartikan sama dengan
perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru).
Menurut Oemar Hamalik (2003: 57) pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, materi, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan menurut Elaine B.Johnson (2007: 18),
mendefinisikan pembelajaran atau learning sebagai berikut:
a) ”A relatively permanent change in response potentiality which occurs as
result of reinforced practice ” dan,
b) “A change in human disposition or capability, which can be retained, and
which is not simply ascribable to the process of growth “
Dua definisi diatas tersebut dapat diambil tiga prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu : Pertama, belajar menghasilkan perubahan perilaku anak
didik yang relatif permanen. Dalam hal ini guru berperan sebagai pelaku
perubahan (agent of change). Kedua, anak didik memiliki potensi yang secara
kodrati untuk ditumbuh kembangkan secara terus menerus. Proses
pembelajaran diharapkan dapat membantu para siswa untuk dapat
mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka. Ketiga, perubahan atau
pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami linear sejalan proses
kehidupan. Artinya proses belajar-mengajar didesain khusus demi tercapainya
kondisi atau kualitas ideal seperti yang diharapkan.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang sengaja didesain secara sistematis oleh guru
sebagai tempat interaksi dengan siswa dalam membantu siswa mempelajari
suatu kemampuan dan atau nilai yang baru guna mencapai suatu tujuan
instruksional yang telah ditetapkan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam arti sempit merupakan suatu
disiplin ilmu yang terdiri dari ilmu fisik (physical sciences) dan ilmu biologi
commit to user
ϯϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



(life sciences). Seperti pendapat James Conant (Holton dan Roller, 1958) yang
dikutip oleh Sumaji (1998: 31), mendefinisikan IPA sebagai ”suatu deretan
konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang
tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk
diamati dan dieksperimenkan lebih lanjut”. Kemudian A.N Whitehead (M.T
Zen, 1981) yang dikutip oleh Sumaji (1998:31), menyatakan bahwa IPA
dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman, yaitu orde pertama
didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/fakta (orde observasi) dan orde
kedua didasarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta (orde
konsepsional).
Agus. S. 2003: 3 yang dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/
Ilmu_alam yang diunduh tanggal 29 Januari 2011 mengatakan bahwa sains
(science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan
kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan
bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan
dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses
yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process,
inseparably Joint"
Definisi Sains dari http://www.junaidi.co.cc/2010/03/pengertian-sains-
teknologi-dan-seni.html yang diunduh tanggal 9 Februari 2011, Sains
merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. Pengertian IPA
meliputi tiga hal, yaitu produk, proses dan sikap ilmiah: 1) Produk IPA yaitu
berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; 2) Proses IPA atau metode
ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil-hasil IPA atau
produk IPA; dan 3) Nilai dan sikap ilmiah yaitu semua tingkah laku yang
diperoleh/diperlukan selama melakukan proses IPA sehingga diperoleh hasil
IPA.
Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu alam diunduh tanggal
29 Januari 2011 dijelaskan: ilmu-ilmu alam (realita, dari bahasa latin realis
artinya nyata adalah kelompok ilmu pengetahuan alam yang bertujuan
commit to user
ϯϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



merumuskan paham-paham dan hukum-hukum alam serta menciptakan teori-
teori secara sistematis berdasarkan paham dan hukum alam tersebut).
Dibedakan antara: a) ilmu-ilmu alam yang menyelidiki alam bernyawa,
meliputi ilmu-ilmu alam yang berpokok pada ilmu hayat (biologi). b) Ilmu-
ilmu alam yang menyelidiki alam tidak bernyawa meliputi ilmu fisika, ilmu
kimia dan ilmu bintang.
Dalam staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/jumadi.../wawasan-
keilmuan-ipa.pdf diunduh tanggal 14 Juni 2011 bahwa Harre (Darmodjo &
Kaligis, 1992 : 4) mendefinisikan IPA sebagai kumpulan teori yang telah diuji
kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam
yang diamati secara seksama. Dampier (Moh. Amien, 1980: 7) menyatakan
bahwa IPA adalah pengetahuan tentang gejala-gejala alam yang teratur dan
studi rasional tentang hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang mana
gejala-gejala ini dinyatakan. Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa IPA
merupakan ilmu mempelajari tentang sebab-akibat dari kejadian-kejadian
benda di alam.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan kegiatan belajar mengajar ilmu
pengetahuan yang mempelajari alam sekitar baik biotik maupun abiotik dengan
jalan mengadakan pengamatan langsung dari berbagai jenis dan lingkungan
buatan manusia dengan melalui serangkaian proses ilmiah antara lain
penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan.
2) Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA SD
Menurut Leo Sutrisno, dkk (2007:5-3 – 5-5) ada lima prinsip utama
pembelajaran IPA, yaitu lima pernyataan tentang kebenaran dalam
pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran
IPA yaitu:
a) Pemahaman tentang lingkungan sekitar dimulai melalui pengalaman baik
secara inderawi maupun non-inderawi
b) Penetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung, sehingga
perlu diungkapkan selama proses pembelajaran.
commit to user
ϯϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



c) Pengetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten
dengan pengetahuan para ilmuan.
d) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang, dan
relasi dengan konsep yang lain.
e) IPA terdiri atas produk, proses dan prosedur.
3) Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan siswa Sekolah Dasar karena IPA
dapat memberikan sumbangan untuk tercapainya sebagian tujuan pendidikan di
Sekolah Dasar. Usman Samatowa (2006) yang dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_alam yang diunduh tanggal 29 Januari 2011
mengemukakan empat Alasan sains dimasukan dikurikulum sekolah dasar
yaitu:
a) Bahwa sains berfaedah Bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan
panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung
pada kemampuan bangsa itu dalam bidang sains, sebab sains merupakan
dasar teknologi, sering disebut-sebut sebagai tulang punggung
pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah sains. Orang tidak
menjadi Insinyur elektronika yang baik, atau dokter yang baik, tanpa dasar
yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam.
b) Bila diajarkan sains menurut cara yang tepat, maka sains merupakan suatu
mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; misalnya sains
diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan sendiri". Dengan ini anak
dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu
masalah demikian". Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?" Anak diminta
untuk mencari dan menyelidiki hal ini.
c) Bila sains diajarkan melalui percobaan -percobaan yang dilakukan sendiri
oleh anak. maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat
hafalan belaka.
d) Mata pelajaran ini mempunyai: nilai – nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi yang dapat membentuk keprbadian anak secara keseluruhan.

commit to user
ϯϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



4) Problematika Pembelajaran IPA di SD
Persoalan dalam pembelajaran merupakan suatu dinamika kehidupan
guru dan siswa di sekolah. Masalah itu tidak akan pernah habis untuk di kupas
dan tak pernah tuntas untuk di bahas. Maka dari itu hendaknya guru senantiasa
belajar dan belajar agar dapat mengajar dan mendidik seprofesional mungkin.
Begitu juga siswa-siswa setiap tahun berganti siswa, masalah yang dihadapi
guru pun akan berbeda pula.
Khoiri (http://www indopos.co.id/index.php?act=detail&id =325101
diunduh tanggal 9 Februari 2011) menyatakan, berdasarkan hasil
monitoring kelas pada pembelajaran IPA, banyak masalah yang muncul
yang dialami guru, yaitu diantaranya:
a) Guru tidak siap mengajar (dalam arti: terkadang guru belum
memahami konsep materi yang akan disampaikan).
b) Kesulitan memaknai pembelajaran, guru sering kesulitan dalam
memunculkan minat belajar siswa atau memberikan motivasi dalam
belajar.
c) Kurang optimal dalam penerapan metode pembelajaran yang ada.
d) Kesulitan memilih dan menentukan alat peraga sesuai dengan materi
yang diinginkan.
e) Kesulitan menanamkan konsep yang benar pada siswa dan sering
verbalisme.
f) Siswa merasa bosan atau kurang bergairah dalam pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka
masalah yang diteliti oleh peneliti adalah terkait dengan masalah guru yang
kesulitan dalam memunculkan motivasi siswa dalam belajar, siswa merasa
kurang nyaman sehingga kurang bergairah dalam pembelajaran. Penerapan
model kontekstual yang melalui konstruktivisme dan penemuan diri diharapkan
dapat mengoptimalkan suasana yang mendukung di kelas. Sehingga siswa
maupun guru mempunyai landasan yang kukuh dalam melakukan
pembelajaran IPA.
5) Fungsi Pelajaran IPA
Menurut Sumaji, dkk (1998:35), fungsi mata pelajaran IPA di SD
antara lain:
a) Memberi bekal pengetahuan dasar baik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
commit to user
ϯϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



b) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
c) Menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan melatih menggunakan metode
ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
d) Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya
sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya.
e) Memupuk daya kreatif dan inovasi siswa.
f) Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang
IPTEK.
g) Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

2. Hakikat Model Kontekstual


a. Model Pembelajaran Kontekstual
Model Pembelajaran seperti dikemukakan oleh Joice dan weil (1986)
dalam Soli Abimanyu (2010, 2-4) adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
mengkaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa. Guru
yang melaksanakan pembelajaran kontekstual dalam pembelajarannya akan
membantu siswa belajar bermakna, kerena materi yang dipelajarinya
disampaikan dalam konteks hubungan yang tidak asing dengan kehidupan
siswa sehingga dapat meningkatkan asosiasi siswa.
Elaine B. Johnson (2007:19), menggambarkan pengertian kontekstual
atau Contextual Teaching and Learning sebagai berikut :
” The CTL system is an educational process that aims to help students see
meaning in the academic material they are studying by connecting academic
subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their
personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the system
encompasses the following eight components : making meaningful
connections, doing significant work, self-regulated learning,
commit to user
ϯϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



collaborating,critical and creative thingking, nueturing the individual,
reaching high standards, using authentic assessment”.
Kutipan diatas mengandung pengertian bahwa model pembelajaran
kontekstual merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subjek – subjek akademik dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial,
dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi
delapan komponen berikut: Membuat keterkaitan berarti, melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan
kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Sedangkan menurut Sanjaya,
yang dikutip oleh Udin Saefudin Sa’ad (2008: 162) pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pembelajaran pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Elaine B. Johnson (2007: 35) menyatakan bahwa ”penemuan
makna adalah ciri utama CTL”. Proses pembelajaran yang baik hendaknya
melibatkan siswa dalam pencarian makna. Proses pembelajaran harus
memungkinkan para siswa memahami materi yang sedang mereka pelajari.
Karena CTL mengajak siswa untuk menghubungkan materi akademik yang
mereka peroleh dengan kenyataan yang ada pada kehidupan keseharian
mereka. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar dengan baik jika
apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan
kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini
menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan,
mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu
baik secara individu maupun kelompok.

commit to user
ϯϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Selanjutnya menurut Nurhadi, yang dikutip Sugiyanto dalam
Bukunya”Model-model pembelajaran inovatif, (2008: 18), model pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Kokom Komalasari menyatakan dalam Journal of Social Sciences
5(4): 261-270, 2009 menyatakan bahwa :
“It was suggested that contextual teaching and learning in civic education
significantly influenced civic competence, the concepts of cooperation
and self-regulation were the important factors of civic competence,
because they were in accordance with the socio-cultural values. The
implications of these findings showed that contextual teaching and
learning in civic education was the essence of value education”.
Kutipan jurnal diatas mengandung pengertian dari hasil penelitian,
menunjukkan bahwa pembelajaran dan pengajaran kontekstual dalam
pendidikan kewarganegaraan, konsep koperasi, dan pemerintahan adalah
faktor-faktor penting dalam kemampuan kewarganegaraan karena merupakan
satu kesatuan dengan nilai-nilai sosio kultural. Penerapan dari penelitian ini
yaitu menjadikan pembelajaran dan pengajaran kontekstual pada pendidikan
kewarganegaraan adalah inti dari pendidikan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik simpulan bahwa model
pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran pembelajaran yang
bertujuan untuk menolong siswa dalam melihat makna materi yang
dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata. Sehingga materi yang dipelajari
lebih bermakna dan mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan
keseharian mereka. Dengan model pembelajaran kontekstual proses
pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Bettye Smith (vol.24, No. 1, 2006) mengatakan bahwa :
“In fact, the school fieldtrips that students take today could be a result of
the belief that students learn without the textbook; fieldtrips give students
an opportunity to interact with society and gain valuable experiences.
Creating a setting in which students learn as realistically as possible is a
goal of teachers who use contextual teaching and learning. Teachers who
use contextual teaching and learning practices not only place emphasis
on fieldtrips, but they also emphasize practices such as learning by doing,

commit to user
ϯϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



problem solving, and cooperative learning. Following are several studies
that entailed practices of contextual teaching and learning”.
Kutipan ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran yang
dilakukan di luar kelas memberi keuntungan siswa untuk berinteraksi dengan
sekitar dan memberi pengalaman yang bernilai lebih tidak hanya materi yang
didapat tetapi juga belajar sambil melakukan, pemecahan masalah dan
kerjasama.
b. Komponen Pokok Model Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi dan A.G. Senduk (2003), ada tujuh komponen
utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di
kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment).
Tujuh komponen pembelajaran kontekstual tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme diartikan siswa aktif membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Tugas guru adalah
memfasilitasi proses pembelajaran dengan cara:
a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
b) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar.
2) Menemukan (Inquiry)
Merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
commit to user
ϰϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Sasaran utama pembelajaran dengan Inquiry adalah:
a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam pembelajaran, yang
melibatkan mental intelektual dan sosial emosional siswa,
b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran,
c) Mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang
ditemukannya dalam proses inquiry.
3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yaitu untuk menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahui.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar bisa terjadi bila ada proses komunikasi dua arah
atau lebih yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kelas
kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar
teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan merupakan sebuah kegiatan pembelajaran keterampilan
atau pengetahuan tertentu dengan melibatkan adanya model yang ditiru.
Model dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, melafalkan kata-kata, dan
sebagainya. Model tidak hanya dari guru, tetapi bisa dengan melibatkan
siswa ataupun dari orang ahli.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Realisasi refleksi dalam pembelajaran
dapat berupa:
a) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu,
commit to user
ϰϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



b) Catatan atau jurnal di buku siswa,
c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
d) Diskusi,
e) Hasil karya.
7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik authentic
assessment adalah sebagai berikut.
a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung,
b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif,
c) Yang diukur keterampilan, dan performansi, bukan mengingat fakta,
d) Berkesinambungan,
e) Terintegrasi, dan
f) Dapat digunakan sebagai feed back / balikan.
Menurut Dharma Kesuma, dkk (2010:50), penilaian autentik dapat
membantu siswa terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bermakna, dalam suatu
konteks, memusatkan energi mereka pada tugas-tugas yang berorientasi-
kinerja, menantang, yang menuntut kegiatan menganalisis, memadukan
pengetahuan dan penemuan/ penciptaan. Sehingga dapat menerapkan informasi
akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan
tertentu. Dengan penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa
untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar
mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru
adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.
c. Perbedaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran
konvensional
Menurut Dharma Kesuma, dkk (2010:70), perbedaan model
pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional dalam tabel 1:

commit to user
ϰϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Tabel 1. Perbedaan Model Pembelajaran dengan Model Konvensional
Asas-Asas CTL Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran
Konvensional
Konstruktivisme Belajar berpusat pada siswa Belajar yang berpusat pada
untuk mengkonstruksi bukan guru, formal serius.
menerima.
Inkuiri Pengetahuan diperoleh Pengetahuan diperoleh
dengan menemukan, siswa dengan duduk manis,
menyatukan rasa, karsa dan mengingat seperangkat
karya. fakta, memisahkan kegiatan
fisik dengan intelektual.
Bertanya Belajar merupakan kegiatan Belajar adalah kegiatan
produktif, menggali konsumtif, menyerap
informasi, menghasilkan informasi, menghasilkan
pengetahuan dan keputusan. kebingungan dan
kebosanan.
Masyarakat Mengutamakan kemampuan Individualistis dan
belajar yang didasarkan pada persaingan yang
pengalaman yang diperoleh melelahkan.
siswa dari kehidupan nyata
Pemodelan Pembelajaran yang Multy Pembelajarn yang One
Ways, mencoba hal-hal baru. Ways, seragam takut
mencoba dan takut salah.
Refleksi Pembelajarn yang Pembelajaran yang
komprehensif, evaluasi diri terkotak-kotak,
sendiri /internal dan mengandalakn respon
eksternal. eksternal/ guru.
Sumber : Dharma Kesuma, dkk (2010: 70)
Berdasarkan gambar diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa model pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran
konvensional. Model pembelajaran kontekstual bisa menjadi alternative
pembelajaran karena dalam kegiatan pembelajaran siswa ditempatkan sebagai
subjek pembelajaran dan berusaha digali dan menemukan sendiri materi pelajaran
dan dalam prosesnya dikaitkan dengan dunia nyata yang diperoleh sehari-hari
pada lingkungan. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan siswa
berdasarkan pada One Ways berupa pembelajaran dari guru yang terus menerus
dan isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan
manfaat bagi siswa.

commit to user
ϰϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



d. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Konsep Gaya Gesek
Sebagai gambaran, gambar 4 adalah skema pembelajaran konsep gaya
gesek yang dapat melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran
sesuai dengan pembelajaran kontekstual.

1. Menggali pengetahuan awal siswa. Komponen


2. Mengaitkan pengetahuan awal dengan Konstruktivitas
materi gaya gesek.

Komponen
1. Pembagian kelompok kecil (5-6 siswa).
Masyarakat
2. Siswa belajar dengan berdiskusi dalam Belajar

Guru memberikan contoh cara kerja LKK Komponen


Pemodelan

1. Pemberian masalah/tugas kelompok.


Komponen
2. Siswa menyelesaikan masalah.
Bertanya
3. Kesimpulan sementara dalam diskusi.

1. Presentasi kelompok. Komponen


2. Diskusi secara klasikal. Menemukan
3. Penarikan kesimpulan.
Komponen
Penilaian
Penilaian sebenarnya.
Autentik
Komponen
Refleksi di akhir pembelajaran.
Refleksi

Gambar 4. Skema Pembelajaran Konsep Gaya Gesek dengan Model


Pembelajaran Kontekstual.
Berdasarkan skema diatas, proses pembelajaran konsep gaya gesek
dengan pembelajaran kontekstual akan dilaksanakan sebagai berikut:
1) Pendahuluan yaitu memberi apersepsi dengan menggali pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari dan menggunakan masalah kontekstual yang
berkaitan dengan gaya gesek.
commit to user
ϰϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



2) Pembagian kelompok yang terdiri dari lima sampai enam orang yang
memiliki kemampuan akademik yang heterogen. Pembagian kelompok yang
heterogen siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit sehingga mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah dengan
teman sekelompoknya.
3) Memberikan permasalahan kepada siswa berupa pertanyaan pada LKK.
Bersama teman sekelompoknya siswa memecahkan permasalahannya.
Pemecahan masalah disini siswa diharapkan dapat menemukan sendiri
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan awalnya serta mendiskusikan
dengan teman sekelompoknya, dilanjutkandengan menarik kesimpulan
sekarang.
4) Presentasi, yaitu memberi kesempatan setiap kelompok untuk
menyampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan.
5) Diskusi secara klasikal supaya siswa saling melengkapi hasil temuan antar
satu kelompok dengan kelompok lain.
6) Refleksi, yaitu siswa merefleksikan kembali apa yang telah dipelajari untuk
mengetahui seberapa besar respon siswa terhadap materi gaya gesek.
7) Guru melakukan penilaian sebenarnya.
e.Penerapan Model Kontekstual dalam Pembelajaran Konsep Gaya Gesek
Pemahaman konsep adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
siswa untuk mengerti/ menguasai suatu materi pelajaran. Kemampuan siswa
dalam memahami suatu konsep, dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa pada
materi tersebut. Dalam pembelajaran IPA pada materi konsep gaya gesek,
siswa mempelajari gaya yang terjadi pada benda-benda dilingkungan sekitar
yang bergerak jika didorong atau ditarik. Gaya terjadi saat dua benda saling
bersentuhan pada permukaan yang berbeda. Contoh gaya gesek pada benda
padat dengan benda cair atau gas. Ketika kita menggerakkan tangan di udara,
terjadi gaya gesek yaitu permukaan tangan bergesekan dengan udara.
Elaine B. Johnson (2007: 35) menyatakan bahwa ”penemuan makna
adalah ciri utama CTL”. Proses pembelajaran yang baik hendaknya
melibatkan siswa dalam pencarian makna. Proses pembelajaran harus
commit to user
ϰϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



memungkinkan para siswa memahami materi yang sedang mereka pelajari.
Karena CTL mengajak siswa untuk menghubungkan materi akademik yang
mereka peroleh dengan kenyataan yang ada pada kehidupan keseharian
mereka.
Dalam pembelajaran IPA untuk memahamkan konsep gaya gesek
menggunakan model kontekstual pada siswa kelas V SD Negeri Paremono 4
seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa dalam pembelajaran siswa diajak
untuk mengalami sendiri atau menemukan sendiri makna dari apa yang siswa
pelajari dan menghubungkannya. Gaya gesek berhubungan erat dengan
kehidupan manusia, saat mendorong pintu, menarik pintu, bersepeda, berjalan,
bermain bola dan menghaluskan meja dll. Sehinggan siswa dapat
menghubungkan materi yang ada di buku dengan percobaan yang mereka
peroleh dengan kenyataan yang ada pada kehidupan keseharian mereka.
Penggunaaan model kontekstual dapat mengurangi kerumitan siswa
tentang materi gaya gesek. Dalam menyajikan materi gaya gesek siswa diajak
untuk mengidentifikasi benda-benda di lingkungan sekitar yang saling
bergesekan, benda bergerak namun tidak jatuh dan lain sebagainya melalui
dunia nyata. Hal itu akan membantu siswa untuk mempelajari sesuatu yang
baru, yang lebih luas, dan maju kemudian siswa diarahkan untuk membuat
kesimpulan sendiri tentang apa yang telah mereka selidiki.

B.Penelitian yang Relevan


Penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan yaitu:
1. Nisa Us Sa’idah. 2010. Peningkatan Pemahaman Konsep-Konsep IPA melalui
Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas V SD
Negeri Sondakan No.11 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah peningkatan pemahaman konsep-konsep IPA
melalui pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Penelitian ini
relevan dengan penulisan yang Nisa Us Sa’idah lakukan karena adanya
kesamaan variabel yaitu dengan pembelajaran kontekstual mampu
meningkatkan pemahaman konsep. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan
commit to user
ϰϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



oleh Nisa Us Sa’idah dengan penulis adalah pada materi yang diajarkan. Nisa
Us Sa’idah melakukan penelitian di SD Negeri Sondakan No.11 Surakarta
sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan penulis di SD Negeri
Paremono 4 Mungkid, Magelang pada materi gaya gesek.
2. Umi Rosyidah. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) untuk Meningkatkan Motivasi dan Keaktifan Siswa Kelas VII
SMP 3 Karanganyar. Penelitian ini relevan dengan penulisan yang Umi
Rosyidah lakukan karena adanya kesamaan variabel yaitu dengan model
pembelajaran kontekstual (CTL). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hasil
penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus yang
berkelanjutan, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) melalui pembelajaran konstruktivisme dengan
metode diskusi dan tanya jawab mampu meningkatkan motivasi dan keaktivan
belajar siswa materi Ekosistem. Peningkatan keaktivan belajar siswa sebesar
72,52% pada siklus I; 84,50% pada siklus II dan peningkatan motivasi belajar
siswa sebesar 75,62% pada siklus I; 85,29% pada siklus II.

C.Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema
dan masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoritis. Pada kondisi awal,
pemahaman konsep pada materi gaya gesek pada siswa kelas V SD Negeri
Paremono 4 Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang masih tergolong rendah,
terbukti dari 56% siswa mempunyai nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: guru masih
mengajar secara konvensional/, guru masih menggunakan paradigma lama dalam
pembelajaran, yaitu teacher centered sehingga menyebabkan siswa kurang
memahami konsep secara maksimal dan kurang melibatkan siswa secara aktif
dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran yang berpusat pada guru
menyebabkan siswa menjadi pasif dan mengalami kejenuhan dalam kegiatan
pembelajaran. Kejenuhan tersebut menyebabkan siswa melakukan sikap/ perilaku
yang menyimpang pada saat kegiatan pembelajaran dan kurang konsentrasi dalam
commit to user
ϰϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



menerima materi pelajaran sehingga pemahaman konsep suatu materi tidak bisa
optimal. Oleh karena itu, perlu perbaikan pembelajaran dan peningkatan
pemahaman konsep siswa pada materi yang berkaitan yaitu tentang gaya gesek
pada siswa yang sama.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan adanya suatu
alternatif dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep
siswa dalam materi gaya gesek. Karena materi gaya gesek sangat berhubungan
dengan alam sekitar dan diharapkan siswa dapat berperan secara aktif dalam
menemukan setiap gejala alam maka merubah model pembelajaran lama dengan
model yang baru. Model pembelajaran yang digunakan dalam rangka
meningkatkan kemampuan memahami konsep gaya gesek pada siswa kelas V
adalah model pembelajaran kontekstual. Dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual siswa belajar mengaitkan dengan dunia nyata
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan sendiri (Inquiry),
masyarakat belajar secara berkelompok (Learning Community), pemodelan
(Modeling), merefleksikan hasil penemuannya (Reflection), dan penilaian
sebenarnya yang dilakukan oleh guru (Authentic Assessment). Melalui kolaborasi
antara peneliti dan guru kelas, model pembelajaran kontekstual akan diterapkan
dengan menggunakan Siklus I dan Siklus II yang melalui tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan/observasi, dan refleksi. Siklus I memiliki indikator
ketercapaian 64% dan siklus II ditingkatkan menjadi 80%.
Pada kondisi akhir dapat diperoleh bahwa dengan model pembelajaran
kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep pada gaya gesek, siswa
kelas V SD Negeri Paremono, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Berdasarkan uraian diatas, secara skematis kerangka berpikir dapat
dilihat pada gambar 5.

commit to user
ϰϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id




Kondisi Guru menggunakan model Pemahaman konsep


Awal konvensional. gaya gesek rendah

Dalam pembelajaran
Sklus I
guru menggunakan
Tindakan model pembelajaran
kontekstual. Siklus II

Dengan menggunakan
model pembelajaran
kontekstual dapat
Kondisi meningkatkan
Akhir pemahaman konsep gaya
gesek.
Gambar 5. Skema Kerangka Berfikir

D.Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, penulis
membuat hipotesis penelitian bahwa jika guru menggunakan model pembelajaran
kontekstual pada pembelajaran IPA maka pemahaman konsep gaya gesek pada
pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri 4 Paremono Mungkid,
Magelang Tahun ajaran 2010/2011 akan meningkat.

commit to user
ϰϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Gaya
Gesek Melalui Model Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas V SD
Negeri Paremono 4 Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran
2010/2011” dilaksanakan di SD Negeri Paremono 4 Kecamatan Mungkid
Kabupaten Magelang. Tempat tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan,
diantaranya waktu, biaya dan keberadaan subjek untuk memudahkan peneliti
memperoleh data. Disamping itu lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti, dan
tidak mengganggu proses belajar mengajar di sekolah tempat peneliti tugas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011
selama 6 bulan, dimulai bulan Februari sampai dengan Juli 2011. Dalam kurun
waktu tersebut untuk mengurus izin penelitian, menyusun instrumen penelitian,
pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian, analisis data dan menulis laporan
penelitian dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
Tabel 2. Jadwal Penelitian
Bulan
No Kegiatan Feb 2011 Mar 2011 Apr 2011 Mei 2011 Jun 2011
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
dan pengajuan X X X X X X X X
proposal
2 Mengurus izin
X
penelitian
3 Persiapan
X
penelitian
4 Pelaksanan
X
siklus I
5 Pelaksanaan X
commit to user
ϱϬ
 ϯϱ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



siklus II
6 Analisis data X X
7 Penyusunan
skripsi, sidang
X X X X X X
skripsi, dan
penjilidan

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Paremono 4
Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang tahun ajaran 2010/2011. Jumlah siswa
25 orang yang terdiri atas 19 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian


1. Bentuk Penelitian
Bentuk pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif karena data yang akan diperoleh berupa data langsung tercatat
dari kegiatan di lapangan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Dari namanya sudah menunjukkan
isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan
di dalam kelas (Suharsimi Arikunto,2008: 2).
2. Strategi Penelitian
Pada strategi penelitian ini langkah-langkah yang diambil adalah strategi
tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu
sekolah. Adapun rancangan penelitiannya meliputi:
a. Perencanaan
Peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan
perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen
pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama
tindakan berlangsung (Suharsimi Arikunto, 2008:18).
Tahap perencanaan tindakan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2) Mempersiapkan instrumen penelitian
commit to user
ϱϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



3) Mempersiapkan dan merancang tindakan yang sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
4) Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan
b. Tindakan
Penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi
atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas (Suharsimi
Arikunto, 2008:18). Tahap pelaksanaan tindakan dilakukan dengan
melaksanakan proses pembelajaran sesuai rancangan (RPP). Kegiatan
pelaksanaan selalu diamati/ dipantau dan direfleksikan.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh pengamat, dalam hal ini peneliti dan guru
di kelas. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data yang akurat. Pada
tahap ini dilakukan dengan mengamati penerapan tindakan yang sudah
direncanakan pada pembelajaran yang sesungguhnya. Observer berpedoman
pada pedoman observasi, mengamati pelaksanaan pembelajaran sehingga
memperoleh data tentang aktivitas siswa, kekurangan pelaksanaan tindakan
sehingga dapat melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan.
d. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan. Pada tahap refleksi diawali dengan menganalisis hasil
pengamatan sehingga diperoleh simpulan tentang bagian yang telah mencapai
tujuan penelitian dan bagian yang masih perlu diperbaiki. Dari hasil penarikan
kesimpulan tersebut, dapat diketahui apakah penelitian ini mencapai
keberhasilan dengan adanya peningkatan pemahaman konsep atau tidak.
Supardi dalam Suharsimi Arikunto (2008:133) menjelaskan bahwa refleksi
(reflection) adalah kegiatan mengulas secara kritis (reflective) tentang
perubahan yang terjadi (a) pada siswa; (b) suasana kelas; dan (guru). Pada
tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why),
bagaimana (how), dan seberapa jauh (to what extent) tindakan telah
menghasilkan perubahan secara signifikan.

commit to user
ϱϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



D. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji
dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali
dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan
dalam penelitian ini antara lain:
1. Siswa kelas V dan wali kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid, Magelang.
2. Hasil jawaban subjek penelitian secara tertulis dalam menyelesaikan soal-soal
gaya gesek melalui tes pada akhir setiap tindakan.
3. Jawaban pernyataan verbal yang diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti
dengan guru kelas V.
4. Hasil observasi yang diperoleh dari pengamatan guru kelas.
5. Dokumentasi yang berupa foto dan rekaman kegiatan pembelajaran IPA pada
materi gaya gesek.

E. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai dengan bentuk penelitian tindakan kelas dan juga jenis sumber
data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru, sehingga peneliti
mengajar secara langsung. Observasi dilakukan oleh guru kelas V. Menurut Nana
Sudjana (2009:84) observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu
kegiatan yang diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya atau situasi buatan.
Observasi dilakukan berpedoman pada lembar observasi aktivitas siswa.
Observasi ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa kelas V dan kinerja guru
saat mengajar menggunakan model kontekstual dalam kegiatan pembelajaran di
kelas.
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh
pewawancara yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara untuk mendapat
commit to user
ϱϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007:186).
Menurut Denzin dalam Rochiati Wiriatmaja (2008:117), wawancara
merupakan pertanyaan-pertanyyan yang diajukan secara verbal kepada orang-
orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan yang
dipandang perlu. Wawancara dilakukan dengan guru, sesuai dengan pedoman
wawancara yang bertujuan untuk menggali informasi guna memperoleh data yang
berkaitan dengan perubahan siswa dan kegiatan pembelajaran sebelum dan
sesudah penerapan model kontekstual dalam memahami konsep-konsep gaya
gesek di kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid, Kabupaten Magelang.
3. Tes
Suharsimi Arikunto (2006:150) mengemukakan bahwa tes merupakan
serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan sebagai alat pengukuran
keterampilan, sikap, pengetahuan, intelegensi kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes merupakan suatu bentuk pemberian
tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan/ dijawab oleh siswa yang sedang
dites. Jawaban yang diberikan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan itu dianggap
sebagai informasi terpercaya yang mencerminkan kemampuannya.
Adapun tes dalam penelitian ini akan dilaksanakan setiap akhir
pembelajaran atau setiap akhir pertemuan sebagai evaluasi. Pemberian tes ini
dimaksudkan untuk mengukur seberapa tinggi pemahaman konsep siswa kelas V
SD Negeri Paremono 4 Mungkid Kabupaten Magelang pada materi gaya gesek
setelah tindakan pembelajaran menggunakan model kontekstual.
4. Dokumentasi
Teknik mencatat dokumen atau content analysis, adalah suatu cara untuk
menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Data
dokumentasi berupa nilai siswa dalam memahami konsep materi gaya gesek, hasil
wawancara dengan guru kelas, foto dan rekaman kegiatan pembelajaran IPA
dalam materi gaya gesek menggunakan model kontekstual pada siswa kelas V SD
Negeri Paremono 4 Mungkid, Kabupaten Magelang.

commit to user
ϱϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



F. Validitas Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2008:12) di dalam penelitian diperlukan
adanya validitas data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan
hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Di dalam
penelitian ini menguji kesahihan data digunakan triangulasi data dan triangulasi
metode.
Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah:
1. Triangulasi sumber data adalah data atau informasi yang diperoleh selalu
dikomparasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi
koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Jadi data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber selalu dikomparasikan dan cross chek antara
satu dengan yang lain, sehingga diperoleh kesimpulan yang sama. Triangulasi
sumber data dalam penelitian ini yaitu siswa dan guru serta pihak lain yang
berhubungan. Dalam triangulasi sumber data digunakan untuk
mengkroscekkan data mengenai kemampuan pemahaman konsep gaya gesek
siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 antara hasil tes siklus I dikomparasikan
dengan hasil tes siklus II dan wawancara terhadap guru.
2. Triangulasi metode
Triangulasi metode yaitu seorang peneliti mengumpulkan data sejenis
dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti bisa
menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Data–data yang
diperoleh tentang pemahaman konsep gaya gesek siswa diperoleh melalui
wawancara yang mendalam dari informan (guru kelas V SD Negeri Paremono
4) dan hasilnya diuji dengan pengumpulan data sejenis dengan menggunakan
teknik tes, observasi dan dokumentasi pada kegiatan pembelajaran konsep
gaya gesek IPA melalui model kontekstual siswa kelas V SD Negeri
Paremono 4. Dari data yang diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data
yang berbeda tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan
data yang lebih kuat validitasnya. Dengan demikian teknik pengumpulan data
yang digunakan selalu berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu teknik
observasi, wawancara, teknik dokumentasi, dan tes.
commit to user
ϱϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton (1980:268) dalam Lexy J. Moleong (2005:
280) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Sedangkan menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai
proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk
memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu. Dengan demikian definisi
tersebut dapat disintesiskan: analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan
oleh data.
Model analisis interaktif (Milles & Huberman. 2007: 15-21) adalah
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Model analisis ini terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Berikut penjelasan alur
kegiatan analisis interaktif:
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data yang digunakan dapat berupa: berbagai jenis matriks, grafik,
jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan
demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan
commit to user
ϱϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah
melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai
sesuatu yang mungkin berguna.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Kesimpulan merupakan tinjauan ulang secara utuh seperti yang diungkapkan
Milles & Huberman (2009: 19) menyatakan bahwa:
“Setelah data-data direduksi, disajikan langkah terakhir adalah dilakukannya
penarikan kesimpulan. Data-data yang telah didapatkan dari hasil penelitian
kemudian diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian
dari konfigurasi utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang
benar dan tidaknya hasil laporan penelitian. Sedang kesimpulan adalah
tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat diuji
kebenarannya, kekokohannya merupakan validitasnya”.
Berdasarkan uraian di atas maka reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai suatu kesatuan yang jalin-menjalin pada
saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar,
untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Kegiatan pengumpulan
data itu sendiri merupakan siklus dan interaktif. Oleh karena itu, penelitian ini
sifatnya kualitatif maka diberlakukan adanya objektifitas, subjektivitas, dan
kesepakatan intersubjektifitas dari peneliti agar hasil penelitian tersebut mudah
dipahami bagi para pembaca secara mendalam.
Adapun hubungan interaksi antara unsur-unsur kerja analisis tersebut
dapat divisualisasikan dalam bentuk gambar 6, sebagai berikut :

Pengumpulan Penyajian
Data Data

Reduksi
Data

Penarikan/
Verifikasi

commit to user
ϱϳ Model Interaktif Miles dan Huberman
Gambar 6. Komponen Analisis Data:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Dari gambar 6, tahapan teknik analisis data yang ditempuh dalam
penelitian ini adalah :
a. Penyediaan data (Data collection). Melakukan analisis awal, dengan cara
mengumpulkan dokumen yang ada. Dokumen tersebut antara lain: silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan daftar nilai IPA siswa kelas V
SD Negeri Paremono 4.
b. Reduksi data (Data Reduction). Pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang
muncul selama proses pembelajaran IPA berlangsung yaitu meliputi
penyeleksian, penyederhanaan, dan meringkas data yang terkumpul.
c. Penyajian Data (Display data). Mengembangkan bentuk sajian data yaitu
menyusun sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data yang
dilaksanakan ke dalam bentuk narasi, matriks, grafik, dan diagram.
d. Melakukan analisis data.
e. Penyajian data (Verification) adalah penarikan kesimpulan baik sementara
maupun penarikan simpulan dalam bentuk diskriptif sebagai laporan penelitian.

H. Indikator Kinerja
Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan
atau tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau efektifan penelitian (Sarwiji
Suwandi, 2008:70). Rumusan kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
meningkatnya pemahaman konsep gaya gesek pada siswa kelas V SD Negeri
Paremono 4, Mungkid Magelang dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual. Indikator penelitian ini bersumber dari kurikulum dan silabus KTSP
IPA kelas V serta Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila pemahaman konsep materi gaya
gesek siswa secara klasikal memperoleh nilai ≥60 mencapai 80%.

I. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini
berbentuk siklus. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri,
commit to user
ϱϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



namun ada saran sebaiknya tidak kurang dari dua siklus (Suharsimi Arikunto,
2008:75). Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Secara jelas langkah-langkah tersebut dapat digambarkan dalam gambar 7 sebagai
berikut:
WĞƌĞŶĐĂŶĂĂŶ

ZĞĨůĞŬƐŝ ^ŝŬůƵƐ/ WĞůĂŬƐĂŶĂĂŶ

WĞŶŐĂŵĂƚĂŶ
WĞƌĞŶĐĂŶĂĂŶ

ZĞĨůĞŬƐŝ ^ŝŬůƵƐ// WĞůĂŬƐĂŶĂĂŶ

WĞŶŐĂŵĂƚĂŶ
͍

Gambar 7. Model Penelitian Tindakan Kelas


Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa keempat tahap
dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus,
dimana satu putaran kegiatan beruntun yang kembali kelangkah semula. Jadi, satu
siklus adalah dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak
lain adalah evaluasi. Ide umum dalam penelitian ini adalah melaksanakan
pembelajaran IPA pada materi gaya gesek melalui pembelajaran kontekstual.
Adapun prosedur tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Menentukan materi
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Kontekstual
dengan kerangka proses pembelajaran menggunakan 7 komponen pokok
sebagai berikut:
a) Konstruktivisme: Siswa aktif membangun sendiri pengetahuan mereka
melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.

commit to user
ϱϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



b) Menemukan: Siswa mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, dan analisis sehingga dan dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.
c) Bertanya: Guru menyampaikan informasi dengan memancing siswa
untuk dapat menemukan, membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi sendiri.
d) Masyarakat Belajar: Guru menciptakan suasana kerjasama saling
memberi dan menerima yang sangat dibutuhkan untuk memecahkan
suatu persoalan.
e) Pemodelan: Pemodelan merupakan sebuah kegiatan pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu dengan melibatkan adanya
model yang ditiru.
f) Refleksi: Cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.
g) Penilaian nyata: Proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
3) Menyusun Lembar Kerja Siswa
4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran
5) Mengembangkan format evaluasi
6) Menetapkan indikator ketercapaian dalam proses pembelajaran.
b. Tahap pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I dalam 2xpertemuan, yakni
pertemuan pertama mengenai pengertian gaya gesek dan melakukan percobaan
untuk membandingkan gaya gesek pada permukaan yang berbeda. Pertemuan
kedua cara memperkecil dan meperbesar gaya gesek dan mempelajari tentang
manfaat dan kerugian gaya gesek.
1) Kegiatan Pendahuluan
Guru mengkondisikan siswa supaya duduk secara berkelompok. Siswa
menggunakan nomor absen dari kertas untuk memudahkan pengamatan.
a) Melakukan apersepsi
− Guru bertanya kepada siswa, apakah kamu bisa berjalan di atas lantai?
commit to user
ϲϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



− Guru menanyakan kepada siswa, apa yang terjadi jika lantai itu licin?
(komponen konstruktivisme).
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan Inti
a) Siswa menyimak peragaan yang dilakukan guru tentang percobaan
b) membandingkan gaya gesekan yang terjadi dengan menggunakan balok
yang ditarik di atas keramik dan papan amplas dalam kelompoknya. Guru
meminta siswa mengerjakan LKS yang sudah disiapkan oleh guru
(komponen pemodelan).
c) Siswa melakukan pembelajaran dengan melakukan percobaan gaya gesek
berkelompok kemudian guru berkeliling ke setiap kelompok dan sesekali
bergabung dengan kelompok tersebut (komponen masyarakat belajar).
d) Siswa menyimpulkan hasil percobaan gaya gesek tentang perbedaan gaya
gesek pada permukaan benda berbeda yang telah dilakukan berdasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis
dalam kelompok. (komponen menemukan).
e) Presentasi kelompok dan diskusi secara klasikal. Mengecek pemahaman
konsep gaya gesek pada siswa dengan memberikan pancingan agar siswa
mau bertanya tentang percobaan gaya gesek yang telah dilakukan. Guru
bertugas untuk membimbing dan mengarahkan agar siswa mampu
menemukan informasi baru dari materi gaya gesek. (komponen
bertanya).
3) Kegiatan Penutup
a) Guru mengarahkan siswa untuk mengurutkan kembali pembelajaran
tentang percobaan gaya gesek yang telah dilalui sehingga pengalaman
siswa tidak hanya berhenti dalam struktur kognitif siswa, melainkan akan
menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. (komponen refleksi).
b) Guru mengumpulkan informasi perkembangan belajar yang dilakukan
siswa dengan pemberian tes pemahaman konsep gaya gesek sehingga
dapat diketahui pengalaman belajar berpengaruh positif terhadap
perkembangan siswa. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus dan
commit to user
ϲϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



terintegrasi selama pembelajaran berlangsung dengan meliputi semua
aspek. (komponen penilaian autentik).
c) Guru meminta siswa mengumpulkan kembali LKS dan lembar evaluasi.
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran.
Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan. Dan
yang menjadi observer dalam penelitian ini adalah guru kelas kelas V SD
Negeri Paremono 4 Mungkid Magelang.
d. Tahap Refleksi
Hasil dari pelaksanaan tindakan dan hasil dari observasi kemudian
dibandingkan dengan indikator kinerja yang telah ditentukan. Karena indikator
ketercapaian kinerja sebesar 64% untuk penilaian kognitif pemahaman konsep
gaya gesek belum terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kontekstual tersebut belum berhasil dan harus dilanjutkan ke
siklus II.
2. Rancangan Siklus II

a. Tahap Perencanaan Tindakan


1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan
masalah.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Kontekstual
dengan kerangka proses pembelajaran menggunakan 7 komponen pokok
sebagai berikut:
a) Konstruktivisme: Siswa aktif membangun sendiri pengetahuan mereka
melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.
b) Menemukan: Siswa mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, dan analisis sehingga dan dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.
c) Bertanya: Guru menyampaikan informasi dengan memancing siswa
untuk dapat menemukan, membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi sendiri.
d) Masyarakat Belajar: Guru menciptakan suasana kerjasama saling
commit to user
ϲϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



memberi dan menerima yang sangat dibutuhkan untuk memecahkan
suatu persoalan.
e) Pemodelan: Pemodelan merupakan sebuah kegiatan pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu dengan melibatkan adanya
model yang ditiru.
f) Refleksi: Cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.
g) Penilaian nyata: Proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
3) Menyusun Lembar Kerja Siswa
4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran
5) Mengembangkan format evaluasi
6) Menetapkan indikator ketercapaian dalam proses pembelajaran.

b. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan seperti pada siklus I yaitu melalui
pengamatan proses pembelajaran dengan poin-poin dalam pedoman yang telah
disiapkan peneliti. Dan yang menjadi observer dalam penelitian ini adalah guru
kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid Magelang.

c. Tahap Refleksi
Hasil analisis data dari siklus II kemudian digunakan sebagai acuan
untuk menentukan tingkat ketercapaian tujuan penelitian dalam meningkatkan
pemahaman konsep gaya gesek IPA siswa kelas V SD Negeri Paremono 4
Mungkid magelang melalui penerapan model pembelajaran kontekstual.
Karena indikator ketercapaian kinerja sebesar 80% telah terpenuhi, maka
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual tersebut telah
berhasil dan penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

commit to user
ϲϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri Paremono 4, Kecamatan Mungkid Kabupaten
Magelang Provinsi Jawa Tengah berstatus negeri dengan Nomor Statistik Sekolah
(NSS) 101030809039. Kepala sekolah SD N Paremono 4 adalah ibu Endang Sri
Indarwati, S.Pd. SD Negeri Paremono 4 termasuk salah satu SD favorit bagi
masyarakat sekitar desa Paremono, karena tiap tahun banyak siswa yang
mendaftar di kelas I. Hal tersebut pendorong bagi sekolah untuk selalu berusaha
meningkatkan kualitas dan kinerja dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
SD Negeri Paremono 4 secara geografi terletak di Dusun Mertan RT: 3
RW: 5 Desa Paremono Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Letak SD
Negeri Paremono 4 cukup strategis karena berada di pemukiman penduduk dan
terletak dipinggir jalan desa. Transportasi menuju ke SD pun mudah. Karena
dilewati angkutan umum yang melintas di depan SD. Hal ini memudahkan dan
mendukung tercapainya informasi yang tepat dan akurat.
Data personil ketenagaan SD Negeri Paremono 4 tahun pelajaran
2010/2011 terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru kelas, satu guru Agama
Islam, satu guru Penjaskes, satu guru Bahasa Inggris, satu penjaga sekolah dan
satu petugas TU merangkap petugas perpustakaan. Setiap personil telah
melaksanakan tugas masing-masing dengan baik sesuai dengan tanggungjawab
tiap personil. Dalam membimbing siswa, pihak sekolah bekerja sama dengan
orang tua dan masyarakat.
Jumlah siswa SD Negeri Paremono 4 pada tahun pelajaran 2010/2011
adalah 159 siswa. Dengan perincian sebagai berikut: jumlah siswa kelas I
sebanyak 23 siswa, kelas II sebanyak 29 siswa, kelas III sebanyak 28 siswa, kelas
IV sebanyak 28 siswa, kelas V sebanyak 25 siswa, dan kelas VI sebanyak 26
siswa. Siswa SD Negeri Paremono 4 berasal dari berbagai latar belakang sosial
commit to user
ϲϰ
 ϰϵ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



yang berbeda-beda. Namun, sebagian besar orang tua siswa bekerja sebagai
petani.
SD Negeri Paremono 4 terletak satu kompleks dengan SD Negeri
Paremono 1. Meskipun setiap SD memiliki halaman sekolah masing-masing
namun saat upacara bendera hari senin dan perayaan hari besar mereka berbagi
tugas upacara. Kedua SD tersebut tetap menjalin kebersamaan dan kerukunan
serta saling mendukung dalam berbagai hal.

2. Deskripsi Kondisi Awal


Berdasarkan hasil observasi terhadap proses dan hasil pembelajaran IPA
materi gaya gesek kelas V sebelum tindakan, dapat diperoleh informasi sebagai
data awal. Berdasarkan hasil tes awal materi gaya gesek pada siswa kelas V SD
Negeri Paremono 4 pada tanggal 10 Februari 2011 yang berjumlah 25 siswa,
hanya terdapat 11 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 60
dalam aspek pemahaman konsep gaya gesek mata pelajaran IPA terdapat di
lampiran 8 (halaman 147).
Berdasarkan daftar hasil tes awal materi gaya gesek IPA masih banyak
siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM, untuk lebih jelasnya maka hasil tes
awal materi gaya gesek IPA siswa kelas V dapat dilihat pada tabel 3, sebagai
berikut:
Tabel 3. Frekuensi Nilai Tes Awal Materi Gaya Gesek IPA Siswa Kelas V

Berdasarkan tabel 3 prosentase nilai tes awal materi gaya gesek maka
dapat digambarkan dengan grafik gambar 8, sebagai berikut:

commit to user
ϲϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



ϭϮ
ϭϬ
ĂŶLJĂŬ^ŝƐǁĂ
ϭϬ
ϴ

&ƌĞŬƵĞŶƐŝ
ϲ
ϰ
ϰ ϰ
Ϯ ϯ ϯ
ϭ
Ϭ
ϯϰͲ ϰϱ ϰϲͲ ϱϲ ϱϳͲ ϲϳ ϲϴͲ ϳϴ ϳϵͲ ϴϵ ϵϬͲ ϭϬϵ
/ŶƚĞƌǀĂůEŝůĂŝ

Gambar 8. Grafik Nilai Tes Awal Materi Gaya Gesek IPA Siswa Kelas V
Berdasarkan data nilai tes awal pada tabel 3 dan grafik gambar 8 di atas,
dapat dilihat hasil tes awal materi gaya gesek IPA siswa SD Negeri Paremono 4
kelas V sebelum diterapkan model pembelajaran kontekstual sebanyak 25 siswa
hanya 11 siswa atau 44% yang memperoleh nilai sesuai dan diatas batas nilai
ketuntasan yaitu 60. Maka peneliti melaksanakan pembelajaran melalui model
pembelajaran yang sesuai yaitu menggunakan model pembelajaran kontekstual.
Analisis hasil evaluasi dari tes awal adalah rata-rata kelas sebesar 61,12.
siswa yang memperoleh nilai 35 – 45 sebanyak 4 siswa atau 16%. Siswa yang
memperoleh nilai 46 – 56 sebanyak 10 siswa atau 40%. Siswa yang memperoleh
nilai 57 – 67 sebanyak 4 siswa atau 16%. Siswa yang memperoleh nilai 68 – 78
sebanyak 1 siswa atau 4%. Siswa yang memperoleh nilai 79 – 89 sebanyak 3
siswa atau 12%. Siswa yang memperoleh nilai 90 – 109 sebanyak 3 siswa atau
12%. Siswa yang mendapat nilai di bawah 60 (KKM) yaitu sebanyak 14 siswa
atau 56%, dan siswa yang mendapat nilai sama atau di atas KKM yaitu 11 siswa
atau 44%. Hal ini dapat diartikan bahwa ketuntasan klasikal sebesar 44% masih
berada di bawah nilai siswa yang tidak tuntas sebesar 56% siswa mendapat ≥ 60
(KKM), dengan kata lain nilai pemahaman konsep gaya gesek IPA siswa kelas V
SD Negeri Paremono 4 masih rendah. Dari hasil analisis tes awal tersebut, maka
dilakukan tindak lanjut untuk meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek
siswa.
Dari hasil tes awal materi gaya gesek IPA di atas dapat
disimpulkan sementara bahwa pemahaman konsep materi gaya gesek oleh
commit to user
ϲϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 kurang. Sebanyak 14 siswa atau
56% mendapat nilai dibawah 60 (KKM) memberikan indikasi bahwa
siswa masih belum paham pada konsep gaya gesek mata pelajaran IPA.

3. Deskripsi Hasil Penelitian


Tindakan siklus dilaksanakan dalam 2 siklus. Tindakan siklus
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan yakni selama 2 minggu
mulai tanggal 9 April sampai dengan 24 April 2011. Setiap siklus terdiri dari 2
kali pertemuan dan 4 tahapan yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
pengamatan atau observasi, dan (4) refleksi.
a. Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah
ditentukan yakni selama 1 minggu mulai tanggal 9 sampai dengan 16 April 2011.
Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
Kegiatan perencanaan siklus I dilakukan pada hari Sabtu, 9 April
2011. Peneliti dan guru kelas berkolaborasi dan berdiskusi tentang rancangan
tindakan yang akan dilaksanakan. Rancangan tindakan yang akan dilaksanakan
berdasar pada solusi permasalahan yang muncul yakni pembelajaran materi
gaya gesek dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual. Selanjutnya
disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus I akan dilaksanakan selama
2 kali pertemuan yakni pada hari Senin tanggal 11 April 2011 dan Rabu
tanggal 13 April 2011. Adapun deskripsi perencanaan siklus I adalah sebagai
berikut:
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan peneliti
dan berkolaborasi dengan guru kelas V. Penyusunan RPP selama 1 kali
pertemuan dengan alokasi waktu 35 menit. Pendalaman pedoman
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus kelas V semester II mata
pelajaran IPA pada lampiran 1 (halaman 86) menyatakan bahwa siswa harus
memiliki kompetensi sebagai berikut:
commit to user
ϲϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Standar Kompetensi:
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.
Kompetensi Dasar:
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, dan gaya magnet).
Indikator-indikator yang harus dicapai oleh siswa
5.1.1 Membandingkan gerak benda pada permukaan yang berbeda-beda
(kasar-halus).
5.1.2 Menjelaskan berbagai cara memperkecil atau memperbesar gaya
gesekan.
5.1.3 Menjelaskan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh gaya
gesekan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini, peneliti menekankan pada kompetensi dasar
nomor 5.1 dengan materi gaya gesek. Karena pada kenyataan di lapangan,
siswa kelas V SD Negeri Paremono 4, hasil tes pemahaman konsep gaya
gesek rendah. Maka dari itu, peneliti menerapkan pembelajaran konsep gaya
gesek dengan menggunakan model kontekstual. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dalam penelitian ini adalah terdiri dari 2 kali
pertemuan. Masing-masing pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran, yaitu
2×35 menit terdapat pada lampiran 4 (halaman 93) dan lampiran 5 (halaman
106). Selanjutnya peneliti bersama dengan guru membuat kisi-kisi dan soal
tes pemahaman konsep gaya gesek yang mengandung indikator-indikator
tersebut lampiran 2 (halaman 90) dan lampiran 3 (halaman 92).
b) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana yang dipersiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah:
(1)Ruang kelas didesain berkelompok yakni meja kelas ditata sesuai dengan
jumlah kelompok.
(2)Menyiapkan alat percobaan, diantaranya: sepeda, sepatu sepak bola dan
oli serta mencari lingkungan di sekitar SD yang sesuai dengan konteks
percobaan yaitu jalan beraspal, jalan berbatu, jalan tanah, jalan berpasir,
commit to user
ϲϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



dan lantai keramik. Selain itu juga menyiapkan kamera digital kamera
handphone untuk pendokumentasian proses pembelajaran IPA.
c) Menyiapkan Lembar observasi dan Lembar Penilaian
Lembar pengamatan digunakan untuk merekam segala aktivitas
siswa dan guru selama pelaksanaan pembelajaran gaya gesek IPA
berlangsung. Pengamatan yang dilakukan meliputi aktivitas siswa dan
kinerja guru. Pedoman dan lembar pengamatan siswa siklus 1 dapat dilihat
dalam lampiran 9 (halaman 148) dan lampiran 10 (halaman 150). Pedoman
dan lembar pengamatan kinerja guru dapat dilihat dalam lampiran 16
(halaman 159) dan lampiran 17 (halaman 160).
2) Pelaksanaan
Tahap setelah perencanaan dan persiapan adalah tahap pelaksanaan
tindakan dengan model kontekstual. Pada tahap ini, peneliti melaksanakan
keseluruhan perencanaan penelitian yang telah dibuat sebelumnya sesuai
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I. Dalam pelaksanaan
tindakan ini, peneliti yang berkolaborasi dengan guru menerapkan model
pembelajaran kontekstual. Peneliti disini bertindak sebagai pengajar dan guru
sebagai observer atau pengamat. Adapun rincian dan deskripsi tindakan riil
pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut :
a) Pertemuan Pertama
Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 11 April 2011
terdapat dalam lampiran 4 (halaman 93). Mata pelajaran IPA kelas V pada
materi gaya gesek dengan indikator mempelajari tentang perbedaan gerak
benda pada permukaan yang berbeda. Pembelajaran pada pertemuan 1
dilaksanakan di ruang kelas V karena hujan. Sehingga pemanfaatan
lingkungan siswa berada di kelas dan alat dibawa kelas. Adapun langkah-
langkah pembelajarannya mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pada awal pertemuan 1 guru mengkondisikan siswa dan
mempersiapkan diri siswa secara fisik maupun mental untuk melaksanakan
pembelajaran. Siswa bersama guru memainkan permainan tepuk konsentrasi
agar siswa dapat memusatkan pikiran dan antusias mengikuti pembelajaran.
commit to user
ϲϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Setelah itu, guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran serta indikator pembelajaran yang hendak dicapai pada
pertemuan 1.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan 7 komponen pokok
kontekstual sebagai pijakan, yaitu dengan menggali informasi dan
mengembangkan pengetahuan siswa tentang gaya gesek dengan
memberikan pertanyaan “Saat sepeda dikayuh, gaya gesek apa saja yang
bekerja?”. Pertanyaan tersebut mengaitkan siswa dengan dunia nyata
(komponen konstruktivisme).
Guru memperagakan suatu contoh percobaan gaya gesek berupa
berjalan di atas lantai (komponen pemodelan). Siswa membentuk kelompok
4-5 anak dan melakukan aktivitas pembelajaran percobaan gaya gesek
baterai yang digerakkan di kotak pasir, baterai yang digerakkan di atas lantai
keramik, baterai yang digerakkan di kotak kerikil. Alat-alat percobaan
disiapkan pagi hari oleh peneliti. Setiap kelompok berdiskusi kemudian guru
berkeliling ke setiap kelompok dan sesekali bergabung dengan kelompok
tersebut (komponen masyarakat belajar). Setelah melakukan percobaan
siswa mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang kemudian
menuliskan hipotesis sendiri tentang gaya gesek yang telah mereka lakukan
(komponen inkuiri). Guru melakukan penilaian nyata dengan
mengumpulkan informasi tentang aktivitas siswa dalam percobaan gaya
gesek sehingga dapat diketahui pengaruh positif pengalaman belajar
terhadap perkembangan siswa baik mental maupun intelektual (komponen
penilaian nyata).
Siswa melakukan presentasi kelompok dan berdiskusi secara
klasikal. Siswa mengerjakan lembar kerja berupa soal pemahaman konsep
gaya gesek. Selanjutnya mengecek pemahaman siswa dengan mengajukan
pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan
hal-hal yang belum mereka pahami (komponen bertanya). Siswa menyimak
umpan balik yang diberikan guru tentang pengertian gaya gesek dan hasil
percobaan gaya gesek yang telah dilalui (komponen refleksi).
commit to user
ϳϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Pada akhir pembelajaran, Siswa menerima penguatan dan umpan
balik dari guru mengenai kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Lalu, guru membuat kesimpulan bersama dengan siswa mengenai perbedaan
gaya gesek yang terjadi pada permukaan yang berbeda. Akhirnya, guru
menutup pembelajaran pertemuan 1.
b) Pertemuan Kedua
Pertemuan 2 dilaksanakan hari Rabu tanggal 13 April 2011. Materi
yang diberikan sama, perbedaan pertemuan 2 dengan pertemuan 1 adalah
pada menemukan berbagai cara memperkecil dan memperbesar gaya gesek
suatu benda dan mendata manfaat serta kerugian oleh gaya gesekan dalam
kehidupan sehari-hari melalui percobaan dapat dilihat pada RPP lampiran 5
(halaman 106). Adapun langkah-langkah pembelajarannya mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pada awal pembelajaran, dilaksanakan kegiatan rutin yang
dilaksanakan setiap hari yaitu berdoa dan presensi siswa. Untuk
membangkitkan semangat siswa, guru mengajak siswa menyanyikan lagu
“Kalau kau suka hati” agar siswa bergembira dan antusias mengikuti
pembelajaran. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Guru juga menyampaikan
apersepsi yang berhubungan dengan gaya gesek dalam kehidupan sehari-
hari.
Pada kegiatan inti pembelajaran, guru menerapkan 7 komponen
pokok kontekstual yaitu mengajak siswa menggali pengetahuannya tentang
manfaat gaya gesek melalui tanya jawab yang menyandarkan pada dunia
nyata (komponen konstruktivisme). Siswa menyimak penjelasan dan
peragaan suatu contoh percobaan gaya gesek yang terjadi pada meja yang
dihaluskan dengan amplas oleh guru (komponen pemodelan). Siswa
bersama guru secara aktif mengidentifikasi gaya gesekan antara permukaan
meja dengan amplas. Guru memfasilitasi terjadinya interaktif antar siswa,
siswa dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Siswa membentuk kelompok 4-5 anak dan melakukan aktivitas
commit to user
ϳϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



pembelajaran percobaan gaya gesek pada permukaan yang berbeda dan
mengidentifikasi manfaat gaya gesek yang terjadi. Siswa diajak untuk keluar
kelas dan mencari jalan yang berbeda permukaannya. Jalan berbatu, jalan
tanah, lantai keramik dan bak pasir. Siswa melakukan percobaan dengan
mengendarai sepeda di jalan tersebut. Percobaan selesai, siswa kembali ke
kelas dan berdiskusi kemudian guru berkeliling ke setiap kelompok dan
sesekali bergabung dengan kelompok tersebut (komponen masyarakat
belajar). Siswa mengerjakan LKK dan dari setiap pertanyaan siswa
diarahkan untuk dapat membuat hipotesis sendiri tentang percobaan yang
telah dilakukan (komponen inkuiri). Guru melakukan penilaian nyata
dengan mengumpulkan informasi tentang aktivitas siswa dalam percobaan
gaya gesek sehingga dapat diketahui pengaruh positif pengalaman belajar
terhadap perkembangan siswa baik mental maupun intelektual (komponen
penilaian nyata). Guru memberikan lembar kerja kepada siswa berupa soal
pemahaman konsep gaya gesek.
Siswa melakukan presentasi kelompok dan diskusi secara klasikal.
Mengecek pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
belum mereka pahami (komponen bertanya). Guru membimbing siswa
mengurutkan kembali pengertian gaya gesek dan hasil percobaan yang telah
dilalui (komponen refleksi).
Pada kegiatan akhir pembelajaran, Siswa dengan bimbingan guru
menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian siswa
mengerjakan lembar kerja yang diberikan guru secara individu. Siswa
menyimak penjelasan guru tentang materi pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya.
3) Pengamatan atau Observasi
Kegiatan pengamatan atau observasi dilakukan selama pembelajaran
IPA materi gaya gesek berlangsung, yang meliputi: observasi kinerja guru dan
aktivitas siswa. Selain itu juga mengamati atau mengobservasi hasil nilai tes
disetiap akhir pertemuan pada pembelajaran IPA materi gaya gesek dengan
commit to user
ϳϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



penerapan model kontekstual. Hasil observasi selanjutnya digunakan sebagai
dasar tahap refleksi siklus II. Hasil pengamatan dalam penelitian ini dinyatakan
dalam bentuk persen (%), banyaknya presentase dihitung dari seluruh jumlah
siswa kelas V yaitu 25 siswa.
Pengamatan tidak hanya berfokus pada siswa, namun pengamatan
juga dilakukan kepada guru. Maka dari itu, pengamatan dilakukan secara
keseluruhan aspek, aspek siswa, guru, dan proses pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas. Berikut ini merupakan uraian mengenai observasi yang telah
dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siklus I berlangsung :
a) Hasil Observasi pada Siswa
Hasil perincian mengenai aktivitas siswa terhadap penerapan model
pembelajaran kontekstual dapat dilihat lebih jelasnya pada lampiran hasil
observasi aktivitas siswa pertemuan pertama di lampiran 9 (halaman 148)
dan pertemuan kedua di lampiran 10 (halaman 150) pada siklus I. Dilihat
dari hasil data observasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan
model kontekstual pada siklus I selama 2 x pertemuan di kelas V adalah
sebagai berikut dapat dilihat pada lampiran 25 (halaman 173) :
(1)Seluruh siswa mempersiapkan diri dengan baik ketika akan mengikuti
pembelajaran IPA materi gaya gesek.
(2)Sebagian besar dari siswa bersikap antusias ketika hendak mengikuti
pembelajaran dngan mengajaukan pertanyaan ataupun jawaban.
(3)Masih ada beberapa siswa ketika proses pembelajaran berlangsung hanya
duduk dan bermain sendiri.
(4)Sebagian dari siswa masih ada yang cuek akan tugas kelompok yang
diberikan.
(5)Beberapa kelompok belum terlihat bekerja sama mengerjakan LKK
(Lembar Kerja Kelompok), siswa mengandalkan teman lain untuk
mengerjakan.
Berdasarkan uraian simpulan diatas, maka dapat ditarik simpulan
pada data rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran
IPA materi gaya gesek dengan model kontekstual dikategorikan baik dengan
commit to user
ϳϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



nilai 76,12 lampiran 11 (halaman 152). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa kelas V dalam pembelajaran IPA
Materi Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus I
No Keterangan Siklus I
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Total Skor 1852 1943
2 Rata-rata Skor 74,08 77,72
3 Rata-rata skor siklus I 76,12
b) Hasil Oservasi Kinerja Guru
Pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak hanya pada aspek
kegiatan dan sikap siswa, namun pengamatan juga dilakukan terhadap
kegiatan guru dalam proses pembelajaran. Perincian mengenai observasi
kinerja guru dalam pembelajaran materi gaya gesek menggunakan model
kontekstual pada siklus 1 pertemuan 1 dapat dilihat di lampiran 16 (halaman
159) dan pertemuan 2 di lampiran 17 (halaman 160). Berikut ini kesimpulan
dari hasil observasi berdasar catatan lapangan pada siklus I dapat dilihat
pada lampiran 25 (halaman 173):
(1)Guru sudah cukup mampu menjelaskan peragaan gaya gesek dengan
model kontekstual dengan menggunakan alam sekitar.
(2)Guru belum memberikan motivasi secara maksimal.
(3)Guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi gaya gesek kepada siswa
dan kurang menggunakan bahasa dengan tepat.
(4)Guru belum menguasai kelas dengan cukup baik
(5)Guru sudah memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Berdasarkan data tersebut kemudian di dilihat pada lampiran 18
(halaman 161) yang menyatakan skor kinerja guru adalah 3,3 dan
berdasarkan uraian simpulan diatas, maka dapat ditarik simpulan bahwa
kinerja guru dikategorikan cukup berhasil. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada tabel 5 sebagai berikut :

commit to user
ϳϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Tabel 5. Hasil Observasi Kinerja Guru dalam Pembelajaran IPA Materi
Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus I
No Keterangan Siklus I
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Jumlah Skor 38 41
2 Skor rata-rata 3,16 3,42
3 Skor akhir 3,3
c) Hasil Nilai Kognitif Siswa
Aspek kognitif yang diperoleh siswa dapat dilihat pada lampiran 8
(halaman 147). Aspek kognitif diamati dari hasil nilai tes siswa setelah
pembelajaran IPA materi gaya gesek selesai. Aspek kognitif diukur meliputi
kompetensi produk dan kompetensi proses.
Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai kognitif siklus I dapat diperjelas
dengan tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Data Frekuensi Hasil Nilai Kognitif Siklus I

Dari tabel 6 di atas dapat disajikan dengan grafik gambar 9 sebagai


berikut:
ϳ
ϲ
ϲ ϲ ϲ ĂŶLJĂŬ
ϱ
^ŝƐǁĂ
Frekuensi

ϰ
ϰ
ϯ
Ϯ
Ϯ
ϭ
ϭ
Ϭ
ϱϬͲ ϱϱ ϱϲͲ ϲϭ ϲϮͲ ϲϳ ϲϴͲ ϳϯ ϳϰͲ ϳϵ ϴϬͲ ϴϱ
Interval Nilai
Gambar 9. Grafik Hasil Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Siklus I
commit to user
ϳϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkan tabel 6 dan grafik 9 di atas, nilai kognitif IPA materi
gaya gesek siswa kelas V siklus I diperoleh rata-rata kelas sebesar 64,44. Siswa
yang memperoleh nilai 50 - 55 sebanyak 4 siswa atau 16%. Siswa yang
memperoleh nilai 56 – 61 sebanyak 6 siswa atau 24%. Siswa yang memperoleh
nilai 62 - 67 sebanyak 6 siswa atau 24%. Siswa yang memperoleh nilai 68 – 73
sebanyak 6 siswa atau 24%. Siswa yang memperoleh nilai 74 – 79 sebanyak 2
siswa atau 8%. Siswa yang memperoleh nilai 80 – 85 sebanyak 1 siswa atau
4%.
4) Refleksi
Berdasarkan observasi atau pengamatan yang dilakukan selama
pelaksanaan tindakan pada siklus I, peneliti berkolaborasi degan guru
melakukan refleksi dengan cara membandingkan antara hasil nilai tes siswa
pada prasiklus dengan hasil nilai tes siswa pada siklus I kemudian
dibandingkan dengan indikator kinerja yang telah ditentukankan yaitu 64% (16
anak) memperoleh nilai > 60 untuk nilai kognitif. Perbandingan tersebut dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Ketuntasan Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Pada
Prasiklus dan Siklus I
Ketuntasan
No Kondisi
Frekuensi Prosentase
1. Prasiklus 14 56%
2. Siklus I 15 60%

Berdasarkan tabel 7, maka dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang


mendapatkan nilai di atas KKM (60) pada prasiklus sebanyak 14 siswa atau
56%. Sedangkan jumlah siswa yang mendapat nilai di atas KKM (60) setelah
adanya pelaksanaan tindakan pada siklus I sebanyak 15 siswa atau 60%. Hal
itu berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang mendapat nilai di atas
KKM (60) pada pemahaman konsep gaya gesek IPA setelah diadakannya
pelaksanaan tindakan pada siklus I.
Peningkatan dapat diketahui dengan melihat nilai rerata pelajaran IPA
pemahaman konsep gaya gesek secara klasikal sebelum dan sesudah siklus I.
Pada prasiklus, nilai rerata hasil tes pemahaman konsep secara klasikal adalah
commit to user
ϳϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



61,8 dan meningkat menjadi 63,96 setelah diadakannya tindakan pada siklus I
(lihat grafik gambar 10).
ϳϬ
ϲϬ
ϲϭ͕ϴ ϲϯ͕ϲϵ
ϱϬ
ϰϬ /сŬŽŶĚŝƐŝĂǁĂů

ŶŝůĂŝ
ϯϬ //сƐŝŬƵƐ/
ϮϬ
ϭϬ
Ϭ

I II
Gambar 10. Grafik Perbandingan Nilai Rerata Pelajaran IPA Pemahaman
Konsep Gaya Gesek Siswa Kelas V
Pada Kondisi Awal dan Setelah Siklus I
Berdasarkan grafik gambar 10 serta indikator kinerja yang telah
ditentukan, dapat disimpulkan bahwa: Siswa yang dinyatakan tuntas dalam
nilai pemahaman konsep gaya gesek sebanyak 15 anak (60%) belum
memenuhi indikator kinerja yang telah ditentukan yaitu 16 siswa memperoleh
nilai >60.
Dilihat dari uraian tersebut, dapat dianalisis bahwa guru masih belum
maksimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran materi gaya gesek
menggunakan model kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
siswa yang menyatakan bahwa ada siswa yang menggunakan alat percobaan
(tepung dan sepeda) dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru saat
melakukan peragaan gaya gesek. Hal itu disebabkan karena guru belum
menciptakan suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan. Selain itu, guru
belum memberikan teguran secara optimal atau tegas karena masih ada siswa
yang hanya duduk, bermain sendiri dan cuek akan tugas kelompok yang
diberikan. Hal tersebut mengakibatkan siswa masih merasa kesulitan ketika
harus memperagakan percobaan gaya gesek di depan guru dengan benar dan
cepat. Sedangkan hambatan-hambatan siswa dalam menyelesaikan dan
mengikuti pembelajaran materi gaya gesek melalui model kontekstual sebagai
berikut: 1) Siswa kurang memahami konsep gaya gesek dengan baik, 2) Siswa
masih kesulitan dengan penerapan model kontekstual dalam percobaan gaya
commit to user
ϳϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



gesek, 3) Masih ada siswa yang merasa cuek dan bingung dengan pembelajaran
konsep gaya gesek, 4) Ada beberapa siswa yang suka mengganggu teman yang
lain sehingga pembelajaran tidak berlangsung secara optimal, 5) Guru belum
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga dari hal-hal
tersebut dapat direfleksikan bahwa pembelajaran konsep gaya gesek dengan
mengunakan model kontekstual belum menunjukkan keberhasilan secara
optimal.
Dilihat dari uraian tersebut diatas, maka peneliti harus menemukan
solusi untuk mengatasi permasalahan yang menghambat kelancaran proses
pembelajaran konsep gaya gesek dengan model kontekstual tersebut. Hal-hal
yang harus dilakukan adalah 1) Membuat perencanaan pembelajaran dengan
baik dan optimal, 2) Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan melalui
permainan dan intermezzo agar siswa tidak merasa bosan dan merasakan
senang ketika belajar dilakukan sambil bermain, 3) Guru menjelaskan konsep
gaya gesek secara jelas dan runtut agar siswa dapat mengikuti dan menirukan
dengan baik, 4) Pada saat pembelajaran, guru memberikan tugas kelompok
kepada siswa untuk mempresentasikan tugas kelompok dengan tepat dan cepat,
dan 5) Guru memberikan teguran yang baik apabila siswa melakukan
kesalahan dan memberikan pujian serta penguatan apabila siswa mampu
melaksanakan dengan benar agar siswa merasa senang.

b. Siklus II
Pembelajaran IPA materi gaya gesek yang dilakukan dengan menerapkan
model kontekstual pada siklus I sudah berjalan dengan lancar walaupun masih ada
kekurangan-kekurangan. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan soal tes gaya
gesek ini menyatakan bahwa pemahaman konsep siswa masih belum optimal
sesuai dengan target yang telah ditentukan. Oleh karena itu, kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas ini dilanjutkan pada siklus II dengan harapan dapat memperbaiki
kekurangan dan kelemahan yang terjadi pada siklus I serta dapat mencapai target
yang telah ditentukan sebelumnya.

commit to user
ϳϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Pembelajaran IPA materi gaya gesek dengan model kontekstual pada
siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 18 Februari sampai 20 Februari Tahun
2011 yang diikuti oleh 25 siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid
Kabupten Magelang. Alokasi waktu yang digunakan pada setiap pertemuan
adalah 2×35 menit atau 2 jam pelajaran. Rincian kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan pada siklus II adalah sebagai berikut :
1) Tahap Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus I tersebut telah diketahui bahwa
percobaan pada materi gaya gesek diajarkan oleh guru belum dipahami siswa
secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai kognitif materi gaya gesek
dan aktivitas siswa yang telah dilaksanakan.
Hal-hal yang diperlukan sebagai perbaikan agar kekurangan-
kekurangan yang terjadi pada siklus I tidak terjadi pada siklus II adalah
mengenai kegiatan pembelajaran yang berlangsung pada penerapan model
kontekstual. Langkah-langkah yang diambil guna memperbaiki kekurangan
tersebut adalah sebagai berikut: 1) Guru menciptakan suatu pembelajaran yang
aktif dan kondusif juga memberikan penguatan serta motivasi kepada siswa, 2)
Guru meningkatkan kejelasan dalam menjelaskan percobaan gaya gesek
menggunakan model kontekstual, 3) Guru mampu mengkondisikan kelas
dengan baik agar siswa merasa sengang dan tidak bosan serta tidak
mengganggu teman lain yang ingin belajar, dan 4) Guru menggunakan masalah
sehari-hari dalam penyelesaian soal-soal tes dalam pembelajaran agar
pemahaman konsep gaya gesek siswa meningkat. Adapun deskripsi
perencanaan siklus II adalah sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan
peneliti dan berkolaborasi dengan guru kelas V. Penyusunan RPP selama 1
kali pertemuan dengan alokasi waktu 35 menit. Pendalaman pedoman
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabus kelas V semester II mata
pelajaran IPA pada lampiran 1 (halaman 86) menyatakan bahwa siswa harus
memiliki kompetensi sebagai berikut:
commit to user
ϳϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Standar Kompetensi:
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.
Kompetensi Dasar:
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, dan gaya magnet).
Indikator-indikator yang harus dicapai oleh siswa
5.1.1 Membandingkan gerak benda pada permukaan yang berbeda-beda
(kasar-halus).
5.1.2 Menjelaskan berbagai cara memperkecil atau memperbesar gaya
gesekan.
5.1.3 Menjelaskan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh gaya
gesekan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini, peneliti menekankan pada kompetensi dasar
nomor 5.1 dengan materi gaya gesek. Karena pada kenyataan di lapangan,
siswa kelas V SD Negeri Paremono 4, hasil tes awal pemahaman konsep
gaya gesek dan hasil tes pada siklus I yang belum memenuhi KKM. Maka
dari itu, peneliti menerapkan pembelajaran konsep gaya gesek dengan
menggunakan model kontekstual. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dalam penelitian ini adalah terdiri dari 2 kali pertemuan, pertemuan 1
di lampiran 6 (halaman 120) dan pertemuan 2 di lampiran 7 (halaman 133).
Masing-masing pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran, yaitu 2×35 menit.
Selanjutnya peneliti bersama dengan guru membuat soal tes pemahaman
konsep gaya gesek yang mengandung indikator-indikator tersebut dalam
RPP.
b) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana yang dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran
adalah:
(1) Ruang kelas didesain sesuai berkelompok yakni meja kelas ditata sesuai
dengan jumlah kelompok.
(2) Menyiapkan alat percobaan, diantaranya: sepeda, sepatu sepak bola dan
oli, papan karambol, koin ampelas, dan sepeda serta mencari lingkungan di
commit to user
ϴϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



sekitar SD (jalan berlumpur, jalan berbatu, jalan beraspal, jalan tanah dan
lantai keramik) yang sesuai dengan konteks percobaan. Selain itu juga
menyiapkan kamera digital dan kamera handphone untuk
pendokumentasian proses pembelajaran IPA materi gaya gesek.
c) Menyiapkan Lembar Pengamatan dan Lembar Penilaian
Lembar pengamatan digunakan untuk merekam segala aktifitas
siswa selama pelaksanaan pembelajaran IPA berlangsung. Pengamatan yang
dilakukan meliputi aktivitas siswa. Pedoman dan lembar pengamatan siswa
dapat dilihat dalam lampiran 12 (halaman 153) dan lampiran 13 (halaman
155) dan pedoman dan lembar pengamatan terhadap kinerja guru pada
lampiran 19 (halaman 162) dan lampiran 20 (halaman 163).
2) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan tindakan ini, peneliti yang berkolaborasi dengan
guru menerapkan model pembelajaran kontekstual. Peneliti disini bertindak
sebagai pengajar dan guru sebagai observer atau pengamat.
a. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama siklus 2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal
18 April 2011. Mata pelajaran IPA materi gaya gesek kelas V dengan
indikator mempelajari tentang perbedaan gerak benda pada permukaan yang
berbeda. Pembelajaran pada pertemuan 1 siklus 2 berbeda dengan siklus 1
pada siklus 1 yaitu pembelajaran tidak dilaksanakan di dalam kelas. Dalam
pembelajaran materi gaya gesek menggunakana model kotekstual siswa
diajak untuk melakukan percobaan dengan pemanfaatan lingkungan sekolah
siswa. Adapun langkah-langkah pembelajarannya seperti dalam RPP di
Lampiran 6 (halaman 120) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pada awal pertemuan 1, guru mengkondisikan siswa dan
mempersiapkan diri siswa secara fisik maupun mental untuk melaksanakan
pembelajaran. Siswa bersama guru memainkan permainan otak (brain gyms)
dengan jari-jari mereka agar siswa dapat memusatkan pikiran dan antusias
mengikuti pembelajaran. Setelah itu, guru memberikan apersepsi dan

commit to user
ϴϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



menyampaikan tujuan pembelajaran serta indikator pembelajaran yang
hendak dicapai pada pertemuan 1.
Pada kegiatan inti, guru menerapkan 7 komponen pokok
kontekstual yaitu menggali informasi dan mengeksplor pengetahuan siswa
tentang gaya gesek dengan memberikan pertanyaan “Saat bermain bola di
lapangan, gaya gesek apa saja yang bekerja?”. Pertanyaan yang
berhubungan dengan dunia nyata (komponen konstruktivisme).
Guru memperagakan suatu contoh percobaan gaya gesek berupa
menggosokkan handbody lotion dikulit tangan (komponen pemodelan).
Siswa membentuk kelompok 4-5 anak dan melakukan aktivitas
pembelajaran percobaan gaya gesek yang terjadi pada sepeda yang dikayuh
pada jalan berbatu, jalan tanah, jalan beraspal, lantai keramik,dan jalan
berpasir. Alat-alat percobaan disiapkan pagi hari oleh peneliti dan anak-anak
yang membawa sepeda saat ke sekolah. Setiap kelompok berdiskusi
kemudian guru berkeliling ke setiap kelompok dan sesekali bergabung
dengan kelompok tersebut (komponen masyarakat belajar). Siswa secara
berkelompok mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) berupa
kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan siswa. Melalui pertanyaan-
pertanyaan dalam LKK siswa dibimbing untuk dapat membuat hipotesis
sendiri tentang percobaan gaya gesek yang telah mereka lakukan
(komponen inkuiri). Guru membimbing siswa dan melakukan penilaian
nyata dengan mengumpulkan informasi tentang aktivitas siswa dalam
percobaan gaya gesek sehingga dapat diketahui pengaruh positif
pengalaman belajar terhadap perkembangan siswa baik mental maupun
intelektual (komponen penilaian nyata). Siswa mengerjakan lembar kerja
berupa soal pemahaman konsep gaya gesek.
Siswa melakukan presentasi kelompok dan berdiskusi secara
klasikal. Mengecek pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
belum mereka pahami (komponen bertanya). Siswa menyimak umpan balik

commit to user
ϴϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



yang diberikan guru tentang pengertian gaya gesek dan hasil percobaan gaya
gesek yang telah dilalui (komponen refleksi).
Pada akhir pembelajaran, siswa menerima penguatan dan umpan
balik dari guru mengenai kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Lalu, guru membuat kesimpulan bersama dengan siswa mengenai perbedaan
gaya gesek yang terjadi pada permukaan yang berbeda. Akhirnya, guru
menutup pembelajaran pertemuan 1.
b. Pertemuan Kedua
Pertemuan 2 dilaksanakan hari Rabu tanggal 20 April 2011 mata
pelajaran IPA materi gaya gesek kelas V ini sama dengan siklus 2 namun
perbedaannya pada alat percobaan yang perbanyak dapat dilihat dalam RPP
lampiran 7 (halaman 133). Penjelasan guru di pertemuan sebelumnya yakni
tentang menemukan berbagai cara memperkecil dan memperbesar gaya
gesek suatu benda serta mendata manfaat juga kerugian gaya gesek dalam
kehidupan sehari-hari melalui percobaan. Adapun langkah-langkah
pembelajarannya mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pada awal pembelajaran, dilaksanakan kegiatan rutin yang
dilaksanakan setiap hari, yaitu berdoa dan presensi siswa. Untuk
membangkitkan semangat siswa, guru mengajak siswa menyanyikan lagu
“naik delman” dan bermain tepuk konsentrasi atas permintaan siswa.
Permainaan dilakukan agar siswa bergembira dan antusias mengikuti
pembelajaran. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Guru juga menyampaikan
apersepsi yang berhubungan dengan gaya gesek dalam kehidupan sehari-
hari.
Pada kegiatan inti pembelajaran, siswa menerapkan 7 komponen
pokok kontekstual yakni dengan menggali pengetahuan tentang manfaat
gaya gesek melalui tanya jawab, misalkan: “Apa yang terjadi jika meja dan
kursi yang kalian gunakan itu tidak di ampelas?”. Pertanyaan yang
menyandarkan pada dunia nyata (komponen konstruktivisme). Siswa
menyimak penjelasan dan peragaan suatu contoh percobaan gaya gesek
commit to user
ϴϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



yang terjadi pada tangan guru yang saling digosok-gosokkan oleh guru
(komponen pemodelan). Siswa bersama guru secara aktif mengidentifikasi
gaya gesekan antara tangan kiri dan tangan kanan yang dapat menghasilkan
panas. Guru memfasilitasi terjadinya interaktif antar siswa, siswa dengan
guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Siswa membentuk kelompok 4-5 anak dan melakukan aktivitas
pembelajaran percobaan gaya gesek pada permukaan yang berbeda dan
mengidentifikasi manfaat gaya gesek yang terjadi. Siswa diajak untuk keluar
kelas untuk melakukan percobaan gaya gesek. Perwakilan tiap kelompok
mengendarai sepeda dan melintas di jalan berlumpur, jalan berumput, jalan
berbatu, jalan aspal, dan jalan tanah. Percobaan berakhir siswa kembali ke
kelas dan berdiskusi membuat kesimpulan (komponen inkuiri). Guru
berkeliling ke setiap kelompok dan sesekali bergabung dengan kelompok
tersebut (komponen masyarakat belajar). Guru melakukan penilaian nyata
dengan mengumpulkan informasi tentang aktivitas siswa dalam percobaan
gaya gesek sehingga dapat diketahui pengaruh positif pengalaman belajar
terhadap perkembangan siswa baik mental maupun intelektual (komponen
penilaian nyata). Guru memberikan lembar kerja kelompok (LKK) kepada
siswa berupa soal pemahaman konsep gaya gesek.
Siswa melakukan presentasi kelompok dan diskusi secara klasikal.
Mengecek pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
belum mereka pahami (komponen bertanya). Guru membimbing siswa
mengurutkan kembali pengertian gaya gesek dan hasil percobaan yang telah
dilalui (komponen refleksi).
Pada kegiatan akhir pembelajaran, siswa melakukan permainan
tepuk konsentrasi, siswa yang terhukum menyimpulkan pembelajaran dan
guru menyempurnakan. Kemudian siswa mengerjakan tes individu yang
diberikan guru secara individu. Siswa menyimak penjelasan guru tentang
materi pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya.

commit to user
ϴϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



3) Pengamatan atau Observasi
Kegiatan observasi ini dilaksanakan pada saat pelaksanaan
pembelajaran. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat
hal-hal penting mengenai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
Observasi ini juga dilakukan untuk memperoleh data mengenai kesesuaian
pelaksanaan pembelajaran dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang telah disusun dalam perencanaan.
Pengamatan tidak hanya berfokus pada siswa, namun pengamatan
juga dilakukan kepada guru. Maka dari itu, pengamatan dilakukan secara
keseluruhan aspek, baik dari aspek siswa, guru, maupun proses pembelajaran
yang dilakukan di dalam kelas. Berikut ini merupakan uraian mengenai
observasi yang telah dilakukan selama kegiatan pembelajaran pada siklus II
berlangsung :
a) Hasil Observasi pada Siswa
Hasil perincian mengenai observasi aktivitas siwa dapat dilihat
lebih jelasnya pada lampiran lembar observasi siswa pada masing-masing
pertemuan di siklus II. Dilihat dari hasil observasi pada pertemuan 1 di
lampiran 12 (halaman 153) dan pertemuan 2 di lampiran 13 (halaman 155),
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA materi gaya gesek
menggunakan model kontekstual pada siklus II selama 2 x pertemuan di
kelas V pada lampiran 25 (halaman 173) sebagai berikut :
(1)Seluruh siswa mempersiapkan diri dengan baik ketika akan mengikuti
pembelajaran IPA materi gaya gesek.
(2)Siswa kelas V bersikap sangat antusias ketika hendak mengikuti
pembelajaran.
(3)Siswa yang merasa senang dan tidak merasa bosan ketika proses
pembelajaran berlangsung.
(4)Siswa sudah dengan sungguh-sungguh memperhatikan penjelasan dari
guru.
(5)Beberapa siswa tidak malu untuk mempresentasikan hasil pekerjaan
kelompok masing-masing.
commit to user
ϴϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkan data tersebut yang menyatakan skor aktivitas siswa
mengenai pembelajaran IPA materi gaya gesek pada siklus II adalah 83,24.
Maka dapat ditarik simpulan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA
materi gaya gesek dengan model kontekstual dikategorikan sangat baik pada
lampiran 14 (halaman 157). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 8
sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Siswa kelas V dalam pembelajaran IPA
Materi Gaya Gesek dengan Model Kontekstual pada Siklus II
No Keterangan Siklus II
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Total Skor 2043 2122
2 Rata-rata Skor 81,72 84,88
3 Rata-rata skor siklus II 83,24

b) Hasil Oservasi Pada Guru


Pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak hanya pada aspek
kegiatan dan sikap siswa, namun pengamatan juga dilakukan terhadap
kinerja guru dalam proses pembelajaran. Perincian mengenai observasi
kinerja guru dalam pembelajaran materi gaya gesek menggunakan model
kontekstual pada siklus II yang dilakukan selama 2x pertemuan yaitu
pertemuan 1 dapat dilihat pada lampiran 19 (halaman 162) sedangkan pada
pertemuan 2 pada lampiran 20 (halaman 163). Berikut ini kesimpulan dari
hasil observasi dari catatan lapangan pada lampiran 25 (halaman 173) siklus
II:
(1)Guru sudah mampu menjelaskan materi gaya gesek dengan model
kontekstual dengan jelas.
(2)Guru sudah memberikan motivasi secara maksimal.
(3)Guru menjelaskan gaya gesek kepada siswa sudah baik dengan berkata
pelan dan keras.
(4)Guru sudah cukup baik dalam menguasai kelas.
(5)Guru sudah memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

commit to user
ϴϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkkan data pada pertemuan 1 dan pertemuan 2, dirrekap dan
didapat hasil yanng menyatakan skor observasi kinerja guru addalah 3,675
maka dapat ditarikk simpulan bahwa kinerja guru dikategorikan berhasil di
lampiran 21(halam
man 164). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat padda tabel 9.
Tabel 9. Hasil Observasi
O Kinerja Guru dalam Pembelajaran IPA
A Materi
Gaya Gesek pada Siklus II
No Keteran
ngan Siklus II
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Jumlah Skor 44 45
2 Skor rataa-rata 3,6 3,75
3 Skor akkhir 3,675
c) Hasil Nilai Kognittif Siswa
Hasil nilaai aspek kognitif yang diperoleh siswa pada pem
mbelajaran
IPA materi gaya ggesek menggunakan model kontekstual pada sikklus II yang
ditunjukkan pada lampiran 8 (halaman 147). Berdasarkan hasil rekapitulasi
r
nilai kognitif sikluus II tersebut dapat diperjelas dengan tabel 10.
Tabell 10. Data Frekuensi Hasil Nilai Kognitif Siklus II

Dari tabel 11 di atas dapat


d disajikan dengan grafik gambar 11 sebagaai berikut:
ϭϬ
Ϭ

ϴ ĂŶLJĂŬ
ϴ ^ŝƐǁĂ
&ƌĞŬƵĞŶƐŝ

ϲ ϳ
ϰ
ϰ ϰ
Ϯ
ϭ ϭ
Ϭ
ϱϮͲ ϱϴ ϱϵͲ ϲϱ ϲϲͲ ϳϮ ϳϯͲ ϳϵ ϴϬͲ ϴϲ ϴϳͲ ϵϯ
/ŶƚĞƌǀĂůEŝůĂŝ

Gambar 11. Grrafik Nilai Kognitif IPA Siswa Kelas V Siklus II


commit to user
ϴϳ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkan tabel 10 dan grafik gambar 11, nilai kognitif IPA materi
gaya gesek pada siswa kelas V siklus II diperoleh rata-rata kelas sebesar 69,36.
Siswa yang memperoleh nilai 52 - 58 sebanyak 4 siswa atau 16%. Siswa yang
memperoleh nilai 59 – 65 sebanyak 4 siswa atau 16%. Siswa yang memperoleh
nilai 66 - 72 sebanyak 8 siswa atau 32%. Siswa yang memperoleh nilai 73 – 79
sebanyak 7 siswa atau 28%. Siswa yang memperoleh nilai 80 – 86 sebanyak 1
siswa atau 4%. Siswa yang memperoleh nilai 87 – 93 sebanyak 1 siswa atau
4% dari 25 anak.
4) Refleksi
Berdasarkan observasi atau pengamatan yang dilakukan selama
pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti melakukan refleksi dengan cara
membandingkan antara nilai pemahaman konsep gaya gesek pada prasiklus,
siklus I dan siklus II, lalu dibandingkan dengan indikator kinerja yang telah
ditentukankan yaitu 80% siswa (20 anak) memperoleh nilai > 60 untuk nilai
kognitif pemahaman konsep. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Perbandingan Ketuntasan Hasil Nilai Kognitif Pemahaman
Kosep Gaya Gesek Pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Ketuntasan
No Kondisi
Frekuensi Prosentase
1. Prasiklus 14 56%
2. Siklus I 15 60%
3. Siklus II 21 84%
Berdasarkan tabel 11, maka dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang
mendapatkan nilai di atas KKM (60) pada prasiklus sebanyak 14 siswa atau
56%. Sedangkan jumlah siswa yang mendapat nilai di atas KKM (60) setelah
adanya pelaksanaan tindakan pada siklus I sebanyak 15 siswa atau 60%. Dan
jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (60) setelah pelaksanaan
siklus II sebanyak 21 anak atau 84%. Hal itu berarti bahwa terjadi peningkatan
jumlah siswa yang mendapat nilai di atas KKM (60) pada pemahaman konsep
gaya gesek pembelajaran IPA.
Tidak hanya nilai dari siswa yang mengalami kenaikan, nilai rerata
kelas pun juga mengalami kenaikan dari yang awalnya 61,8 kemudian siklus I

commit to user
ϴϴ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



menjadi 63,96 pada siklus
s II naik lagi menjadi 69,36 (lihat grafik gam
mbar 12).

ϳ
ϳϬ
ϲϵ͕ϯϲ
ϲ
ϲϱ

EŝůĂŝ
ϲϯ͕ϵϲ
ϲ
ϲϬ ϲϭ͕ϴ

ϱ
ϱϱ
WƌĂƐŝŬůƵƐ ^ŝŬůƵƐ/ ^ŝŬůƵƐ//

Gambar 12. Graffik Perbandingan Rerata Nilai Pemahaman Konssep Gaya


Gesek IPA Siswaa Kelas V Pada Kondisi Awal, Siklus I dan Sikluus II

Berdasarkann grafik gambar 12 dan indikator kinerja yyang telah


ditentukan, dapat disimpulkan bahwa: Siswa yang dinyatakan tunntas dalam
aspek hasil nilai pem
mahaman konsep gaya gesek IPA sebanyak 21 annak (84%),
dan sudah memenuh
hi indikator kinerja yang telah ditentukan, yaituu 20 siswa
memperoleh nilai > 60.
6
Peningkatan
n juga terjadi pada kemampuan kinerja guuru dalam
mengajar konsep gaaya gesek pelajaran IPA pada siklus I skoor rata-rata
mengajar guru adalahh Siklus I adalah 3,3. Setelah guru melaksanakaan tindakan
pada siklus II, skor rata-rata meningkat menjadi 3,675. Haal tersebut
menunjukkan adanyaa peningkatan kemampuan guru dari siklus I kke siklus II
dalam menerapkan Model
M Pembelajaran Kontekstual.
Dari hasil penelitian siklus II yang telah dianalisis, didapatlah
kesimpulan bahwa peenerapan Model Pembelajaran Kontekkstual telah berhasil
meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek siswa kelas V S
SD Negeri
Paremono 4 Mungkid
d Magelang. Hal ini ditandai dengan tercapainyya indikator
kinerja dengan tuntass >60%, oleh karena itu penelitian tidak perlu ddilanjutkan
ke siklus berikutnya.
Daata Hasil Wawancara kepada Guru kelas V.
Berdasarkann lembar data hasil wawancara, dapat dikeetahui data
mengenai pembelajaran IPA, pemahaman konsep gaya geseek dengan
menggunakan model kontekstual dari narasumber guru kelas V.
commit to user
ϴϵ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Menurut data wawancara kepada Ibu Rifatun Damawiyah, S.Pd selaku
guru kelas V yang dilaksanakan sebelum ada tindakan di lampiran 23 (halaman
168) dan sesudah penelitian pada lampiran 24 (halaman 170), beliau
menyatakan bahwa pembelajaran IPA pada materi gaya gesek selama ini sudah
cukup baik meskipun model yang digunakan masih menggunakan model
konvensional. Walaupun pada kenyataannya masih ada siswa yang terkadang
lupa dan tidak tahu mengenai jawaban soal. Sedangkan setelah digunakan
model kontekstual, beliau menyatakan bahwa model kontekstual ini merupakan
model yang tepat digunakan untuk pembelajaran IPA di Kelas V. dengan
pembelajaran kontekstual siswa dapat mengkaitkan alam sekitar dengan materi
yang ada di buku dapat membuat siswa merasa senang dan tidak jenuh dan
siswa menjadi selalu berfikir kritis dan bersosialisasi dengan alam sekitar.
Sebelum diadakan tindakan siklus dan setelahnya diadakan tindakan siklus,
terdapat pada proses pembelajaran siswa. Hasil wawancara kepada Ibu Rifatun
Damawiyah sebelum tindakan siklus sebesar 2,5 atau kurang memuaskan,
setelah diadakan tindakan siklus aktifitas siswa saat pembelajaran sebesar 3,5
atau berhasil.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Ada peningkatan pemahaman konsep gaya gesek dengan model
kontekstual dalam proses pembelajaran pada masing-masing siklus. Peningkatan
terlihat dari perhitungan nilai kognitif pemahaman konsep yang diperoleh siswa
pada kondisi awal sebelum tindakan dan setelah tindakan siklus I dan siklus II
yang masing-masing siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan pada tabel 12.
Tabel 12. Rata-Rata Nilai Kognitif dan Persentase Ketuntasan Klasikal
Pemahaman Konsep Gaya Gesek Diatas KKM pada Kondisi Awal, Siklus I, dan
Siklus II dengan Model Kontekstual.
Nilai Rata-rata Persentase ( % )
Kondisi Siklus I Siklus II Kondisi Siklus I Siklus II
Awal Awal
61,8 63,96 69,36 44 60 84

commit to user
ϵϬ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkan taabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah ssiswa yang
memperoleh nilai ≥ 600 mengalami peningkatan. Hal ini merefleksikkan bahwa
pembelajaran IPA yang dinyatakan oleh guru dapat dinyatakan berhasil..
Peningkatan raata-rata nilai pemahaman konsep gaya geseek melalui
penerapan model konteekstual dapat disajikan pada grafik gambar 113, sebagai
berikut :
ϭϬϬ
WƌĂƐŝŬůůƵƐ ^ŝŬůƵƐ/ ^ŝŬůƵƐ// ϴϰ
ϴϬ ϲϵ͕ϯϲ
ϲϭ͕ϴ ϲϯ͕ϵϲ ϲϬ
ϲϬ
ϰϰ
ϰϬ

ϮϬ

Ϭ
EŝůĂŝZĂƚĂͲZĂƚĂ,ĂƐŝů WƌŽƐĞŶƚĂƐĞ
<ŽŐŶŝƚŝĨWĞŵĂŚĂŵĂŶ <ĞƚƵŶƚĂƐĂŶ
<ŽŶƐĞƉ'ĂLJĂ'ĞƐĞŬ

Gambar 13. Grrafik Rata-Rata Nilai Kognitif dan Persentase Keetuntasan


Klasikal Pemahamann Konsep Gaya Gesek Diatas KKM pada Kondissi Awal,
Siklus I, dan Siklus II dengan Model Kontekstual.

Dapat dilihat pada


p grafik gambar 13 diatas bahwa ada peninggkatan dari
kondisi awal, siklus I dan siklus II pada nilai rata-rata hasil kognitif pemahaman
p
konsep gaya gesek daan prosentase ketuntasan. Nilai rata-rata hassil kognitif
pemahaman konsep gayya gesek pada prasiklus sebesar 61,8, pada sikklus I naik
menjadi 63,96 dan di siklus
s II naik menjadi 69,36. Sedangkan pada prosentase
ketuntasan pada tiap siiklusnya juga mengalami kenaikan dan dapat memenuhi
indikator kinerja sebesar 80%. Berikut urutan prosentase ketuntasaan dari pra
siklus, siklus I dan siklu
us II yaitu: 44%, 60% dan 84%.
Dalam pelaksannaan tindakan pada siklus I, peneliti mengalami hambatan.
Hambatan yang timbul pada siklus I adalah: 1) Siswa kurang memahaami konsep
gaya gesek dengan baik, 2) Siswa masih kesulitan dengan penerappan model
obaan gaya gesek, 3) Masih ada siswa yang m
kontekstual dalam perco merasa cuek
dan bingung dengan peembelajaran konsep gaya gesek, 4) Ada beberapa siswa
commit to user
ϵϭ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



yang suka mengganggu teman yang lain sehingga pembelajaran tidak berlangsung
secara optimal, 5) Guru belum menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Sehingga dari hal-hal tersebut dapat direfleksikan bahwa
pembelajaran konsep gaya gesek dengan mengunakan model kontekstual belum
menunjukkan keberhasilan secara optimal.
Berdasarkan permasalahn diatas, maka peneliti harus menemukan solusi
untuk mengatasi permasalahan yang menghambat kelancaran proses pembelajaran
konsep gaya gesek dengan model kontekstual tersebut. Hal-hal yang harus
dilakukan adalah: 1) Membuat perencanaan pembelajaran dengan baik dan
optimal, 2) Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan melalui permainan
dan intermezzo agar siswa tidak merasa bosan dan merasakan senang ketika
belajar dilakukan sambil bermain, 3) Guru menjelaskan konsep gaya gesek secara
jelas dan runtut agar siswa dapat mengikuti dan menirukan dengan baik, 4) Pada
saat pembelajaran, guru memberikan tugas kelompok kepada siswa untuk
mempresentasikan tugas kelompok dengan tepat dan cepat, dan 5) Guru
memberikan teguran yang baik apabila siswa melakukan kesalahan dan
memberikan pujian serta penguatan apabila siswa mampu melaksanakan dengan
benar agar siswa merasa senang.
Upaya diatas adalah solusi yang digunakan untuk mengatasi hambatan-
hambatan yang timbul. Upaya tersebut dilaksanakan pada Siklus II dalam upaya
perbaikan dengan diawali dari penjelasan konsep gaya gesek secara mudah dan
dalam suasana yang menyenangkan dan meminta siswa untuk memberi contoh
dari gaya gesek itu sendiri sebagai contoh penerapan model kontekstual.
Pembelajaran pada siklus II sudah berhasil dilaksanakan sehingga tidak ada
hambatan yang berarti.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk
meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek pada siswa kelas V SD Negeri
Paremono 4 Mungkid yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual.
Hal ini terjadi karena pembelajaran dengan model kontekstual dapat
mempermudah pemahaman siswa dalam mengkaitkan pelajaran dengan
lingkungan sekitar.
commit to user
ϵϮ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Berdasarkan hasil penelitian juga dapat dilaporkan adanya peningkatan
kinerja guru dan aktivitas siswa dalam pemahaman konsep gaya gesek IPA
dengan menggunakan model kontekstual. Berikut ini tabel 13 hasil peningkatan
observasi guru dan aktivitas siswa melalui lembar observasi:
Tabel 13. Hasil Peningkatan Observasi Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa
dalam Pembelajaran di Kelas Melalui Model Kontekstual

Aspek Kegiatan
Guru Siswa
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
Skor rata-rata 3,16 3,4 76,12 83,24
Kategori Sedang Tinggi Cukup Tinggi

commit to user
ϵϯ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dua
siklus dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Penerapan model kontekstual dalam pembelajaran IPA terbukti dapat
meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek siswa kelas V semester 2 SD
Negeri Paremono 4 Mungkid Magelang tahun pelajaran 2010/2011. Pencapaian
ini dapat dibuktikan dengan hasil tes pra siklus atau kondisi awal sebelum
dilaksanakan adalah 61,8 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 44%,
siklus I menghasilkan nilai rata-rata kelas 63,96 dengan persentase ketuntasan
klasikal 60%, dan siklus II menghasilkan nilai rata-rata kelas 69,36 dengan
persentase ketuntasan klasikal 84%. Dengan demikian secara klasikal,
pembelajaran telah mencapai ketuntasan belajar.

B. Implikasi
Pelaksanaan pembelajaran IPA materi gaya gesek dan prosedur dalam
penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan model kontekstual guna
meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek siswa. Model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model siklus dan terdiri dari dua siklus. Siklus I
dilaksanakan pada tanggal 11 April dan 13 April 2011 dan Siklus II dilaksanakan
pada tanggal 18 April dan 20 April 2011. Adapun indikator pembelajarannya
adalah sebagai berikut : (1) Mengenal konsep gaya gesek dalam kehidupan sehari-
hari, (2) Melakukan percobaan gaya gesek secara berkelompok menggunakan
alat-alat percobaan di sekitar kita. (3) Menyeleseikan soal pemahaman konsep
gaya gesek. Dalam setiap pelaksanaan siklus terdapat empat langkah kegiatan,
yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan, obseravasi dan refleksi. Kegiatan ini
dilaksanakan berdaur ulang, sebelum melaksanakan tindakan dalam setiap siklus
perlu adanya perencanaan dengan memperhatikan keberhasilan atau kekurangan

commit to
ϳϵuser
ϵϰ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



pada siklus sebelumnya. Tindakan dalam setiap siklus dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Hal ini berdasarkan pada analisis perkembangan dari
pertemuan satu ke pertemuan berikutnya dan dari siklus satu ke siklus berikutnya.
Sesuai dengan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa model
kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek pada siswa kelas
V SD N Paremono 4. Sehubungan dengan penelitian ini maka dapat dikemukakan
implikasi hasil penelitian sebagai berikut :
1. Implikasi Teoritis
Implikasi Teoritis dari penelitian ini telah membuktikan bahwa
pembelajaran dengan menerapkan model kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman konsep gaya gesek siswa kelas V. Dalam menyajikan materi
pelajaran, guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat dengan mudah menguasai materi dalam pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran dengan menerapkan model kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman konsep gaya gesek. Melalui pembelajaran ini, siswa dapat
melakukan percobaan gaya gesek dan membuktikan gaya gesek yang terjadi di
lingkungan sekitar dengan menyenangkan. Sehingga siswa akan lebih mudah
memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini telah membuktikan bahwa pembelajaran IPA materi
gaya gesek melalui penerapan model kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman konsep gaya gesek siswa kelas V.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan
calon guru untuk meningkatkan strategi guru dalam mengajar dan
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sehubungan dengan tujuan dan
indikator yang akan dicapai.
Berdasarkan kriteria temuan dan pembahasan hasil penelitian seperti
yang diuraikan pada bab IV, maka penelitian ini dapat digunakan peneliti untuk
membantu dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Di samping itu,
perlu penelitian lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan atau
menjaga dan meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek siswa.
commit to user
ϵϱ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



Pembelajaran IPA dengan menggunakan model kontekstual pada hakikatnya
dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan
yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah peningkatan pemahaman
konsep gaya gesek siswa kelas V, yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian
besar siswa. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini
harus diatasi semaksimal mungkin. Oleh karena itu kreativitas dan keaktifan
guru sangat diperlukan dalam meningkatkan pemahaman konsep gaya gesek
pada siswa kelas V.

C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model kontekstual
pada siswa kelas V SD Negeri Paremono 4 Mungkid Kabupaten Magelang tahun
pelajaran 2010/2011, maka saran-saran yang diberikan sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah
1) Peneliti menyarankan penggunaan model pembelajaran kontekstual sebagai
alternatif dalam peningkatan pemahaman konsep mata pelajaran IPA di
sekolah dasar. Penggunaan model pembelajaran kontekstual yang
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dapat memancing
siswa untuk menambah pengetahuan dan wawasannya.
2) Hendaknya sekolah meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
mengupayakan pelatihan bagi guru agar dapat menggunakan model
pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai
dengan harapan.
2. Bagi Guru
a) Sebaiknya guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan
merancang proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga siswa
menjadi lebih tertarik dan pembelajaran akan menjadi lebih kondusif dan
bermakna.
b) Peneliti menyarankan kepada para guru untuk mempertimbangkan
penggunaan model pembelajaran kontekstual pada peningkatan pemahaman
konsep gaya gesek dalam pembelajaran IPA karena dengan penggunaan
commit to user
ϵϲ

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id



model kontekstual dapat menarik perhatian dan rasa senang siswa untuk
belajar dan mendapatkan pengalaman dari lingkungan sekitar.
3. Bagi Siswa
Siswa harus lebih megembangkan keaktifan belajar dan rasa ingin
tahu dalam proses pembelajaran IPA maupun pembelajaran yang lainnya,
karena dengan rasa ingin tahu yang kuat terhadap suatu hal akan dapat
pengalaman yang menambah pengetahuan siswa.
4. Bagi Peneliti Lain
Peneliti yang hendak mengkaji permasalahan yang sama hendaknya
lebih cermat dan lebih mengupayakan pengkajian teori-teori yang berkaitan
dengan pembelajaran yang menggunakan model kontekstual guna melengkapi
kekurangan yang ada serta sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan
pemahaman konsep gaya gesek yang belum tercakup dalam penelitian ini agar
diperoleh hasil yang lebih baik.

commit to user
ϵϳ


Anda mungkin juga menyukai