Anda di halaman 1dari 3

Analisis Konstruksi Konser Virtual Di Masa Pandemi Melalui Konsep Hipperealitas

Umberto Eco

Sultan Alip Adhi Wicaksono - 1806218315

Latar Belakang Masalah :

Dunia dilanda pandemi Covid-19 secara mendunia selama hampir 2 tahun. Beberapa sektor dan
beberapa bidang terdampak dan dalam beberapa bulan bahkan hingga sekarang harus perlahan
beradaptasi dan berkembang untuk dapat tetap berjalan. Salah satu hal yang terdampak diantara
hal-hal lain yang terdampak pandemi yaitu dunia hiburan yang akan penulis bahas yaitu adalah
konser. Seiring bidang-bidang esensial mulai beradaptasi untuk kembali bergerak, maka dunia
hiburan pun perlahan menemukan cara untuk kembali bergerak di masa pandemi.
Batasan-batasan yang terjadi karena pandemi seperti jarak dan tidak memungkinkannya kita
untuk berkumpul dalam satu tempat untuk mengadakan konser. Dengan problem itu industri
musik dan seni secara umum juga ikut mencoba beradaptasi.

Salah satu adaptasi yang digunakan untuk tetap mengadakan konser di masa pandemi adalah
dengan mengandalkan semua teknologi yang ada untuk mengadakan konser virtual. Sudah
banyak sekali festival musik internasional dan konser musik nasional yang mnegambil konsep
konser virtual dengan mengandalkan beberapa perkembangan teknologi yang dapat
mengadaptasi kebutuhan hiburan akan festival musik atau konser konvensional.Namun, setelah
beberapa konser virtual diadakan muncul pula pertanyaan yang mungkin sering kita rasakan.
Apakah konser virtual ini secara langsung dapat mereplikasi konser musi secara fisik?

Setelah muncul pertanyaan ini mungkin di kepala kita akan muncul banyak sekali kemungkinan.
Mulai dari banyak perbedaan yang disadari ketika kita mendatangi suatu festival musik atau
konser musik secara langsung dan virtual.Perbedaan yang terjadi mungkin adalah semua
unsur-unsur partikular yang mendukung suasana dan penampilan para penghibur di konser itu.
Namun usaha untuk menghadirkan indra manusia dalam sentuhan virtual dalam masa yang serba
mendadak penulis rasa menjadi vairabel menarik dalam menjawab pertanyaan ini. Kemudahan
untuk mendesain suasana virtual dan kemudahan secara produksi yang tak memerlukan fisik
menjadi variabel penambah suasana dari konser virtual. Ketidakterbatasan kondisi medan dan
lapangan sebenarnya juga unsur partikular yang harus dipikirkan. Namun sekali lagi muncul
pertanyaan, Benarkah kita merasakan hal yang serupa dengan apa yang kita rasakan ketika hadir
ke konser virtual?

Dalam diskursus filsafat kita mengenal istilah hiperrealitas yang penulis rasa cukup relevan
dengan usaha mereplikasi realitas fisik di masa pandemi ini yang membatasi gerak manusia fisik
dan memiliki harapan untuk menggunakan realitas virtual sebagai realitas subtitusi untuk
adaptasi terhadap beberapa kebutuhan. Hiperrealitas merupakan istilah yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan bagaimana realitas dapat dibuat oleh individu secara luas dan
terang-terangan. Bagi Baudrillard simulasi merupakan proses ataupun strategi intelektual yang
dilakukan oleh individu tertentu, sedangkan hiperrealitas adalah efek dari tindakan individu
tersebut, keadaan, atau pengalaman kebendaan dan atau ruang yang dihasilkan dari proses
tersebut. Menurut Baudrillard, awal era hiperrealitas ditandai dengan lenyapnya petanda, dan
metafisika representasi, runtuhnya ideologi, dan bangkrutnya realitas itu sendiri, yang kemudian
diambil alih oleh duplikasi dan dunia nostalgia serta fantasi. Tanda tidak lagi merepresentasikan
sesuatu hal, oleh karena itu petanda sudah mati.

Hiperrealitas merupakan salah satu fenomena yang kini banyak kita temui di lingkungan
bermasyarakat. Meningkatnya hiperrealitas juga ditandai dengan semakin banyaknya realitas
yang dibuat oleh masyarakat demi merepresentasikan diri mereka sendiri. individu tertentu
membuat, maupun meniru citra diri dari individu lainnya untuk menjadikannya sebagai identitas
diri mereka agar di konstruksi oleh masyarakat yang lebih luas. Salah satu yang mendukung
adanya hiperrealitas ini adalah media. Didalam media terdapat banyak realitas yang dibuat baik
tidak sengaja maupun dengan sengaja. Dengan adanya media, masyarakat dengan leluasa akan
membuat realitas akan sesuatu hal yang bisa jadi berbeda jauh dengan realitas yang ada di
lapangannya.

Tesis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengelaborasi permasalahan hiperrealitas dalam
konstruksi konser virtual ini dipandang dari sudut pandang global. Yang dimaksudkan adalah
penulis ingin melihat cukup banyak studi kasus didasarkan dari beberapa contoh konser virtual
yang sudah dilaksanakan secara pandemi. Batasan yang mungkin penulis berikan adalah pada
skala penggunaan media yang lebih teknis yaitu konser virtual yang telah melakukan aktivasi
teknologi yang dapat menghadirkan pengalaman-pengalaman indrawi yang nyata seperti kita
dapat memlih avatar dan dapat menggerakan diri kita untuk memilih panggung mana yang kita
inginkan dan beberapa aktivitas virtual yang memang dapat kita nikmati di konser dalam realitas
fisik.

Dari penelitian ini pula penulis mencoba untuk menguak pengalaman dari para penikmat seni
yang mungkin sejak dulu sudah menikmati festival musik atau konser dan sekarang ketika
pandemi pul amenikmati konser virtual. Dari sana penulis ingin mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang bersifat indrawi sejauh manakah konsep hiperrealitas yang
digunakan dapat mereplikasi realitas fisik yang sudah ada sebelumnya.
Sejauh penulis mencari beberapa data mengenai penelitian terdahulu belum ada penelitian yang
membahas mengenai konser virtual di masa pandemi yang menggunakan konsep hiperrealitas.
Namun beberapa penelitian yang ada juga banyak membahas mengenai konsepsi hiperrealitas
dengan membahas banyak unsur di dunia hiburan seperti fashion,gaya hidup ataupun periklanan.
Penulis memilih sudut pandang ini dengan semangat kebaruan untuk menguak konsep
hiperrealitas ini sebagai upaya untuk memberikan alternatif upaya untuk menyajikan hiburan jika
kita dalam situasi darurat dan terbatas secara fisik dan tidak memungkinkan untuk berkerumun
dalam jumlah yang banyak.

Hiperrealitas merupakan istilah yang digunakan oleh Jean Baudrillard untuk menjelaskan
bagaimana realitas dapat dibuat oleh individu secara luas dan terang-terangan. Bagi Baudrillard
simulasi merupakan proses ataupun strategi intelektual yang dilakukan oleh individu tertentu,
sedangkan hiperrealitas adalah efek dari tindakan individu tersebut, keadaan, atau pengalaman
kebendaan dan atau ruang yang dihasilkan dari proses tersebut. Menurut Baudrillard, awal era
hiperrealitas ditandai dengan lenyapnya petanda, dan metafisika representasi, runtuhnya ideologi,
dan bangkrutnya realitas itu sendiri, yang kemudian diambil alih oleh duplikasi dan dunia
nostalgia serta fantasi. Tanda tidak lagi merepresentasikan sesuatu hal, oleh karena itu petanda
sudah mati.

Anda mungkin juga menyukai