Anda di halaman 1dari 8

Edisi 22 Tahun 17

“Ayah, Saatnya
Kita Berkaca...”
- Para ulama sangat perhatian terhadap pendidikan anaknya. Bahkan Ibnu Hajar
menulis kitab fenomenal Bulughul Maram sebagai hadiah untuk putranya.
- Tugas ayah tidak sekadar memberi nafkah. Namun mencakup pendidikan ter-
lebih lagi pendidikan agama pada anak-anaknya.
- Ketidakpedulian ayah dalam pendidikan anak adalah penyebab utama rusaknya
seorang anak.
- Anak adalah amanah dari Allah, yang akan dimintai pertanggungjawabannya.
- Sebagian ahli ilmu menyebutkan bahwa sikap orang tua terhadap anak akan
ditanya terlebih dahulu sebelum sikap anak terhadap orang tuanya.
- Seorang ayah yang perhatian dan hadir membersamai anak akan sulit dilupa-
kan oleh anak.

Imam Al Ghazali
“Jika orang tua membiasakan anaknya dengan kebaikan, berusaha mendidik
dan mengajarkan anaknya, maka anaknya akan tumbuh di atas kebaikan, se-
hingga orangtuanya akan berbahagia di dunia dan akhirat kelak. (Al Wajiiz fit
Tarbiyah)

At-Tahrim: 6
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.
S iapa yang sangka? Ternyata kitab fenomenal berjudul
“Bulughul Maram” karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani
rahimahullah (wafat 852 H) itu, diniatkan sebagai hadiah bagi
putra pertamanya. Ibnu Hajar yang sudah sangat mengharap
dikaruniai putra, begitu bahagia menyambut Muhammad yang
lahir dari rahim istri keduanya. Oleh karenanya, beliau menyu-
sun kitab hadits ini sebagai panduan ilmu untuk anaknya ke-
lak.
Begitulah pula dengan Ibnul Jauzi rahimahullah (wafat 597
H). Beliau sangat perhatian terhadap anaknya. Sampai-sam-
pai menuliskan satu kitab khusus, sebagai nasehat bagi pu-
tra pertamanya, agar mengikuti jejaknya di jalan ilmu. Nase-
hat-nasehat yang terdiri dari 18 bab itu, diberi judul Luftatul
Kabad Fii Nashihatil Walad.
Bahkan, saking begitu besar perhatian para ulama terha-
dap kebaikan anak dan seluruh keturunannya, sampai-sampai
diantara mereka ada yang menuliskan kitab untuk anaknya,
berupa panduan menjadi orang tua. Adalah Ibnul Qayyim ra-
himahullah (wafat 751 H) menuliskan kitab Tuhfatul Maudud bi
Ahkamil Maulud untuk anaknya, Burhanuddin, karena beliau
baru saja dikaruniai putra. Kitab ini adalah hadiah dari Ibnul
Qayyim kepada anaknya agar bisa menjadi orang tua yang
baik setelahnya.
Ayah, sudah sejauh mana perhatian kita terhadap pendi-
dikan agama anak-anak kita?

2
Ayah itu Kepala Sekolahnya
Sebagian ayah beralasan karena sibuk mencari nafkah
sehingga amanah untuk mendidik anak dilimpahkan kepada
ibunya anak-anak yang notabene sebagai “Madrastul Uulaa”.
Kita katakan memang benar bahwa ibu adalah sekolah per-
tama bagi anak, namun ayah adalah “Kepala Sekolah”, yang
tanggung jawab utama pendidikan anak ada di pundaknya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(Q.S. At-Tahrim : 6).
Yang menjadi objek yang diajak bicara pada ayat ini adalah
seorang kepala keluarga, yang kita sebut dengan panggilan:
ayah.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menerangkan yang
dimaksud dengan menjaga diri dan keluarga dari api neraka
adalah dengan mengatakan, “Ajarkan ilmu dan didik mereka.”
(Jaamiul Bayaan fii Ta’wilil Qur’an, 23/103).
Syaikh Abdurrazzaq rahimahullah menegaskan, “Maka
ayat ini sudah sangat cukup menjadi dasar yang kuat terkait
kewajiban bagi orang tua untuk memperhatikan anak-anak-
nya dan memberikan pendidikan kepada mereka.” (Rakaaiz
fii Tarbiyatil Abna, Hal. 4).
Tugas ayah ternyata tidak hanya sekedar memberi nafkah.
Seorang ayah juga harus punya perhatian dalam mendidik

3
dan mengajarkan agama pada anak-anaknya. Ketidakpedulian
ayah dalam urusan pendidikan anak, akan menjadi penyebab
utama rusaknya seorang anak. Ibnul Qayyim rahimahullah
menuturkan, “Jika engkau mencermati kerusakan yang ada
pada diri anak, maka engkau akan dapati bahwa pada umum-
nya, orang tua adalah sebab utamanya.” (Tuhfatul Maudud
bi Ahkaamil Maulud, Hal. 351).

Anak adalah amanah


Anak adalah amanah yang dititipkan Allah Ta’ala, yang
nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya. Nabi shallal-
lahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap kalian adalah pemim-
pin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemim-
pinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang lelaki merupakan seorang
pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggung-
jawaban atas kepemimpinannya.” (H.R. Bukhari, No. 2278).
Syaikh Abdurrazzaq menerangkan bahwa hadits di atas
adalah sebagai bentuk pengingat akan adanya pertanyaan
dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya tentang suatu amanah
tatkala ia berdiri di hari kiamat. (Rakaaiz fii Tarbiyatil Abna,
Hal. 5).
Terkait amanah orang tua yang kelak akan ditanya di hari
kiamat, Ibnul Qayyim menyebutkan perkataan sebagian ahli
ilmu, “Sesungguhnya Allah akan terlebih dahulu bertanya

4
tentang sikap orang tua terhadap anaknya, sebelum Allah
bertanya tentang bagaimana sikap anak terhadap orang tu-
anya. Sebagaimana orang tua memiliki hak atas anak, maka
anak pun memiliki hak atas orang tua.” (Tuhfatul Maudud
bi Ahkaamil Maulud, Hal. 229).
Imam Al Ghazali menuturkan, “Ketahuilah bahwa anak itu
adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya masih suci
bagaikan permata yang polos nan mulus, yang terbebas dari
semua guratan goresan dan ukiran. Hati seorang anak bisa
saja tergores dan penuh bercak noda, dikarenakan hatinya
mudah condong pada sesuatu yang diarahkan padanya. Jika
orang tua membiasakan anaknya dengan kebaikan, berusaha
mendidik dan mengajarkan anaknya, maka anaknya akan tum-
buh di atas kebaikan, sehingga orangtuanya akan berbahagia
di dunia dan akhirat kelak.” (Al Wajiiz fit Tarbiyah, Hal. 3).
Anak adalah amanah, yang kita sebagai seorang ayah
dikaruniai kewajiban oleh Allah untuk mendidiknya. Inilah di
antara alasan mengapa ayah harus peka dan punya perhatian
untuk terus belajar agar bisa mengajarkan kepada anaknya.

Ayah hebat, akan selalu diingat


Nabi Ya’qub ‘alaihissalam sangat perhatian terhadap
akidah anak-anaknya. Tatkala umurnya telah senja, pada detik-
detik menjelang tutup usia, beliau masih saja bertanya dan
memastikan agar anak-anaknya tetap bertauhid. Allah Ta’ala

5
abadikan kisah ini di dalam Al Qur’an (yang artinya), “Apakah
kamu hadir ketika Ya’qub menjelang wafatnya bertanya ke-
pada anak-anaknya, `Apa yang akan kalian sembah setelah
kematianku?`” (Q.S. Al Baqarah : 133).
Seorang ayah yang perhatian dan hadir dalam member-
samai anak, mendidik dan mengasuhnya, akan menimbulkan
kesan yang sulit dilupakan oleh sang anak. Inilah pula yang
dirasakan Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Pernah suatu kali, beli-
au digoda seorang wanita yang sekaligus menjadi istri dari
pembesar di negeri Mesir. Sebenarnya, Nabi Yusuf pun punya
hasrat kepada wanita tersebut. Namun, Allah palingkan ia dari
kemungkaran tersebut setelah melihat tanda dari Rabb-nya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh, perem-
puan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun
berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda
(dari) Rabb-nya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburu-
kan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami
yang terpilih.” (Q.S. Yusuf : 24).
Para ulama menyebutkan banyak tafsiran terkait kali-
mat “tanda dari Rabb-nya”. Ibnu Katsir rahimahullah mem-
bawakan banyak riwayat yang menerangkan makna dari
ungkapan ini. Di antara riwayat yang beliau nukilkan, salah
satunya menyebutkan yang dimaksud dari “tanda dari Rabb-
nya” ialah berupa sosok ayahnya, Nabi Ya’qub, yang tiba-tiba

6
hadir di benaknya dalam keadaan menggigit jarinya.” (Tasir
Al Qur’an Al Azhim, 4/382).
---

Wahai para ayah yang sering kehabisan waktu dalam


membersamai anaknya...!
Wahai para ayah yang mudah bosan ketika mengajari
anaknya...!
Wahai para ayah yang selalu banyak alasan jika diajak
untuk belajar agama...!
Wahai para ayah yang selalu banyak alasan untuk hadir
dalam kajian tentang pengasuhan...!
Ini saatnya kita merenung dan berkaca. Sudahkah kita
perhatian dalam mendidik agama anak-anak kita?

Penulis:
Kak Erlan Iskandar S.T. (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletintauhid INFORMASI | 0852 9080 8972


8

Anda mungkin juga menyukai