Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit Melinjo Merah (Gnetum gnemon L)


Tumbuhan ini tergolong dalam kelas Dycotiledonae, satu kelompok

tumbuhan yang anggotanya terdiri dari tumbuh-tumbuhan berkeping dua.

Oleh karena itu, melinjo diklasifikasikan ke dalam kelompok tumbuhan berbiji

terbuka (istilah ilmiahnya: Gymnospermae). Klasifikasi melinjo adalah

sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Gymnospermae

Kelas : Gnetinae

Ordo : Gnetales

Famili : Gnetaceae

Genus : Gnetum

Spesies : Gnetum gnemon L

Gambar 1. Biji melinjo (Gnetum gnemon L)

Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbiji terbuka, bijinya tidak

terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar. Melinjo tidak menghasilkan

5
6

bunga dan buah sejati karena bukan termasuk tumbuhan berbunga. Tanaman

melinjo dapat tumbuh mencapai 100 tahun lebih dan setiap panen raya mampu

menghasilkan melinjo sebanyak 80 - 100 kg.

Menurut Sunanto (1992) varietas melinjo ada tiga yaitu : varietas kerikil,

ketan dan gentong. Biji melinjo terbungkus oleh 3 lapisan kulit, yaitu ; lapisan

pertama, kulit luar yang lunak, lapisan kedua agak keras berwarna kuning jika

biji muda, dan coklat kehitaman jika biji tua, dan lapisan ketiga berupa kulit

tipis berwarna putih kotor. Daging biji terletak di bawah lapisan kulit ketiga,

sebagai persediaan makanan pada saat biji mulai berkecambah. Semua bahan

makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang

tinggi (Sunarto, 1997).

Tanaman melinjo dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun dan pemanenan

dua kali setaun. Panen besar sekitar bulan Mei-Juli, sedangkan panen kecil

sekitar bulan Oktober-Desember (Kunanto dan Pratiwi, 2014). Kandungan

gizi kulit melinjo disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Kulit Melinjo

Komposisi Satuan Syarat mutu


Energi kkal 111
Protein g 4,5
Karbohidrat g 20,7
Lemak g 1,1
Kalsium mg 117
Fosfor mg 179
Zat Besi mg 2,6
Vitamin:
B1 mg 0,07
C mg 7
Sumber, Devina (2011)
7

B. Anthocyanin

Anthocyanin adalah kelompok senyawa fenolik alami, yang memainkan

peran penting dalam kualitas warna banyak bunga, buah, sayuran dan produk

terkait yang berasal darinya. Antosianin sangat menarik bagi makanan industri

pewarna karena kemampuan mereka untuk menanamkan semangat warna.

Namun, karena meningkatnya permintaan akan ekonomis sumber pigmen

alami dan stabil, ada yang meningkat Minat sumber anthocyanin alternatif,

terutama sereal, termasuk beras, gandum (Abdel-Aal dan Hucl, 1999, 2003)

dan sorgum (Nip dan Burns, 1969; Gous, 1989).

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid,dalam jumlah

besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Talavera, et al.,

2004). Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas

terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon,

dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda dalam oksidasi

dari antosianin. Larutan pada senyawa flavonoid adalah tak berwarna atau

kuning pucat (Wrolstad, 2001). Antosinin adalah pigmen yang larut dalam air

bertanggung jawab terhadap warna biru, ungu, violet, magenta, merah dan

orange.

Antosianin merupakan zat pewarna alami yang tergolong ke dalam

benzopiran. Struktur utama benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin

aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang

membentuk cincin. Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna


8

biru, ungu, violet, merah, magenta dan kuning. Antosianin terdapat dalam

vakuola, yaitu organel sitoplasmik yang berisi air, serta dibatasi oleh membran

yang identik dengan membran tanaman (Moss, 2002).

Semua antosianin merupakan turunan dari garam flavilium atau

benziffalium. Antosianin merupakan satuan gugus glikosida yang terbentuk

dari gugus aglikon dan glikon. Terdapat lima jenis gulapada molekul

antosianin, yaitu glukosa, rhamnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa.

Berdasarkan jumlah gulanya, antosianin dibedakan menjadi tiga, yaitu

monosida, biosida dan triosida. Ikatan biosida terdapat pada posisi atom C

nomor 3 keduanya, pada posisi 3 dan 5 atau pada posisi 3 dan 7. Antosianin

yang mengandung tiga gula dalam ikatannya, dua ikatan pada posisi 3 dan

satu pada posisi 5 (Harborne, 1996).

Antosianin termasuk pigmen larut air yang secara alami, terakumulasi pada

sel epidermis buah-buahan, akar dan daun (Hendry 1996; Harborne 1987).

Sifat fisika dan kimia antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut dengan

pelarut polar seperti metanol, aseton atau kloroform, terlebih sering dengan air

dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil pada

pH 3,5 dan pada suhu 50oC, mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan

rumus molekul C15H11O. Antosianin dilihat dari kenampakan berwarna merah,

ungu dan biru yang mempunyai panjang gelombang maksimum 510-550 nm.

Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan aromatik tunggal yaitu

sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen ini dengan penambahan atau
9

pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikoliasi. Antosianin merupakan

senyawa bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik

dengan asam maupun basa. Dalam media asam, antosianin berwarna merah

dan berubah menjadi ungu atau biru jika dalam media basa. Perubahan warna

karena perubahan kondisi lingkungan dari gugus yang terikat pada struktur

dasar dari posisi ikatannya (Charley, 1970).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin termasuk struktur,

pH, suhu, cahaya, pigmen Co, dll (Rodriguez-Saona,1999). Jenis antosianidin,

glikos antosianidinnya pola glikosilasi, dan asilasi dengan aromatik dan / atau

asam alifatik memiliki efek penting stabilitas anthocaynin (Stintzing , 2002;

Shi, 1994; Baublis, 1994; Guisti, 1999). Antosianin yang diasilasi dengan

asam aromatik menunjukkan stabilitas penyimpanan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan nonacylated bagian kontra (Inami, 1996). Hal itu

menunjukkan bahwa Konsentrasi pigmen polimer meningkat dengan suhu dan

waktu penyimpanan (Garcia-Viguera, 1998).

C. Kinetika Degradasi Anthocyanin

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua

metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated

Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut metode konvensional adalah

penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada

kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan

mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan
10

tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisa parameter yang relatif

banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat

mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Pada metode ini, kondisi

penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat

rusak dan dapat ditentukan umur simpan produk. Kelebihan metode ini adalah

waktu pengujian yang relatif singkat (1-4 bulan), namun tetap memiliki

ketepatan dan akurasi yang tinggi (Herawati, 2008).

1. Menurut (Herawati, 2008). Metode akselerasi pada dasarnya adalah

metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu. Model-

model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua

cara pendekatan yaitu: Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori

difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering

dengan menggunakan kadar air atau aktivitas air sebagai kriteria

kadaluarsa;

2. Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu

suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada

umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan.

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia

akan semakin cepat. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan

dalam kaitannya dengan perubahan suhu, menggunakan pendekatan

Arrhenius. Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur


11

simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai Labuza (1982).

Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya:

1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja.

2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.

3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-

proses yang terjadi sebelumnya.

4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.

Dalam kinetika perubahan mutu pangan, umumnya dilakukan

penyederhanaan reaksi-reaksi yang kompleks menjadi reaksi sederhana

dengan orde reaksi kenol atau kesatu. Model perubahan mutu pangan dan orde

reaksi perubahannya dapat dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya

dengan integrasi yang dilanjutkan dengan analisis model atau fungsi

dugaannya. Pengujian atas ketepatan model atau fungsi dugaan dapat dilihat

dari koefisien determinasi (R2 ). Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada

persamaan (1) dan ln atas persamaan (1) menjadi persamaan (2), dengan:

Ea
K = Ko e - ............................................................ (1)
RT

Dimana :

K = Konstanta kecepatan reaksi

Ko = Konstanta pre-eksponensial

Ea = Energi aktivasi (KJ/mol) R = Konstanta gas (1.986 kal/mol)

T = Suhu mutlak (K)


12

Ea
ln K = ln Ko - . 1/T ..................................................... (2)
R

Gambar 2. Grafik antara nilai ln K dan 1/T dalam persamaan Arrhenius

Nilai umur simpan dapat dihitung dengan memasukkan nilai perhitungan

ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi

kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan

satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain.

a. Reaksi Orde Nol

Penurunan mutu orde nol adalah penurunan mutu yang konstan. Tipe

kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol adalah kerusakan

enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Persamaannya adalah

sebagai berikut:

dA
= K .................................................................... (3)
dT

Integrasi terhadap persamaan (4) akan menghasilkan persamaan (5)

dan umur simpan produk dapat dihitung dengan persamaan (6):

At t
Ao
dA = 
0
K dt ....................................................... (4)
13

At - Ao = -Kt .............................................................. (5)

Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde nol adalah:

Ao  At
t= .............................................................. (6)
K

Dimana :

At = nilai A pada awal waktu t

A0 = nilai awal A

K = laju perubahan mutu

T = waktu simpan

b. Reaksi Orde Satu

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti reaksi orde satu

adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off flavour oleh

mikroba pada produk daging, ikan, dan 25 unggas, kerusakan vitamin,

penurunan mutu protein, dan sebagainya. Persamaannya adalah

sebagai berikut:

 dA
= K.A ............................................................... (7)
dt

Integrasi terhadap persamaan (7) akan menghasilkan persamaan (9)

dan umur simpandihitung berdasarkan persamaan(10):

At dA t

Ao A
= 
0
K dt ....................................................... (8)

Ln At - ln Ao = -Kt ............................................................ (9)

Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde satu adalah :


14

ln( Ao  At )
T= .............................................................. (10)
K

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Antosianin


Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH,

suhu, cahaya, dan oksigen (Basuki, 2005). Menurut Clydesdale (1998) dan

Markakis (1982) Pigmen antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan

molekul yang tidak stabil jika terjadi perubahan pada suhu, pH, oksigen,

cahaya, dan gula.

1. Transformasi Struktur dan pH

Pada umumnya penambahan hidroksi akan menurunkan stabilitas,

sedangkan penambahan metil akan meningkatkan stabilitas (Harborne

2005). Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin

tapi juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam

larutan asam dibandingkan dalam larutan basa (Markakis 1992).

2. Suhu

Suhu mempengaruhi kestabilan antosianin. Suhu yang panas dapat

menyebabkan kerusakan struktur antosianin, oleh karena itu proses

pengolahan pangan harus dilakukan pada suhu 50- 60°C yang merupakan

suhu yang stabil dalam proses pemanasan(Harborne, 1987)

3. Cahaya

Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam

larutan alkali atau netral. Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling
15

berlawanan terhadap antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan

antosianin dan cahaya juga berperan dalam laju degradasi warna

antosianin, oleh karena itu antosianin harus disimpan di tempat yang

gelap dan suhu dingin (Harborne 1987).

4. Oksigen

Oksigen dan suhu tampaknya mempercepat kerusakan antosianin.

Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak

akibat oksigen (Adil 2010).

Harborne (2005) Degradasi antosianin terjadi tidak hanya selama

ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga selama proses dan

penyimpanan jaringan makanan.

Anda mungkin juga menyukai