Budidaya Caulerpa Dengan Sistem Rigid Quadrant Nets
Budidaya Caulerpa Dengan Sistem Rigid Quadrant Nets
2, Oktober 2014
Abstrak
Anggur laut (Caulerpa racemosa) merupakan makro alga hijau yang sering
dimanfaatkan sebagai makanan bagi masyarakat sekitar pantai. Akan tetapi
ketersediaannya masih dalam jumlah yang sangat terbatas dan musiman, karena
masih tergantung dari alam dan belum dibudidayakan secara baik dan benar.
Untuk itu diperlukan usaha budidaya untuk menunjang kontinuitas produksinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis efektifitas dan efisiensi
rigid quadrant nets berbahan bambu dalam budidaya Caulerpa racemosa dan
mengkaji kualitas dan kuantitas yang diperoleh dari penerapan rigid quadrant nets
berbahan bambu dalam budidaya Caulerpa racemosa. Untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan melalui penelitian eksperimen dengan rancangan pre test post
test control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rigid quadrant nets
berbahan bambu cukup efektif dan efisien dalam budidaya Caulerpa racemosa,
begitupula dari segi kualitas dan kuantitas substrat rigid quadrant nets berbahan
bambu cukup baik kualitasnya serta hasil panen sebanyak Bak I sebesar 2340,46
gram, Bak II sebesar 2003,60 gram dan Bak ke III sebesar 2135,5 gram dengan
masa penanaman selama 42 hari.
Abstract
Sea grape (Caulerpa racemosa) is a macro green algae are often used as
food for people around the coast. But supply is still in very limited quantities and
seasonal, because it still depends on the nature and has not been properly
cultivated. It required the cultivation to support continuity of production. This study
aims to examine and analyze the effectiveness and efficiency of rigid quadrant nets
made from bamboo in cultivation of Caulerpa racemosa and assess the quality and
quantity obtained from the application of rigid quadrant nets made of bamboo in the
cultivation of Caulerpa racemosa. To achieve these goals through research
experiments conducted by pre-test post-test control group design. The results
showed that the rigid quadrant nets made of bamboo is quite effective and efficient
in the cultivation of Caulerpa racemosa, nor in terms of quality and quantity of the
quadrant rigid good enough quality and yield as much as pond I was 2340,46
grams, pond II of 2003,60 grams and pond III was 2135,5 grams with the planting
period for 42 days.
sering ditemukan tumbuh pada berbagai budidaya yang optimal untuk Caulerpa.
substrat dengan sebaran yang luas Di Indonesia teknik budidaya Caulerpa
(Atmadja et al. 1996). ini dilakukan dengan cara
Distribusi dari rumput laut jenis membenamkannya ke dalam substrat
Caulerpa racemosa ini tersebar luas di tanah seperti sistem menanam padi
daerah tropis dan subtropis, seperti pada areal/lahan bekas tambak atau
Filipina, Vietnam, Singapura, mengadopsi teknik budidaya seperti
Malaysia,Thailand, Taiwan, Cina, halnya di Jepang. Kondisi inilah yang
Indonesia, dan daerah barat perairan menimbulkan permasalahan karena
Pasifik (FAO 2007). Alga jenis ini tidak disemua wilayah pesisir memiliki
tumbuh pada perairan keruh dan areal bekas tambak dan mahalnya biaya
permukaan substrat berlumpur lunak, operasional teknologi budidaya dari
tepi karang yang terbuka dan terkena Jepang tersebut.
ombak laut yang keras serta perairan Oleh karena itu diperlukan suatu
tenang yang jernih dan bersubstrat pasir alih teknologi tepat guna untuk
keras. Jenis ini sangat kuat melekat mengatasi permasalahan tersebut.
pada substrat karena akarnya kokoh Salah satunya dapat digunakan melalui
dan bercabang pendek. Alga jenis ini rigid quadrant nets berbahan bambu
pada beberapa daerah seperti Tapanuli untuk media tanamnya. Teknik ini
dan Kepulauan Seribu dikonsumsi baik diharapkan mampu mengatasi kendala-
mentah maupun matang walaupun kendala dalam pembudayaan Caulerpa
memiliki tekstur yang kasar dengan rasa racemosa untuk menunjang
pedas seperti lada (Trono dan Ganzo- keberadaannya dalam jumlah besar dan
Fortes 1988 diacu dalam Suhartini secara kontinu, mengingat teknik ini
2003). mudah diterapkan, murah dari segi
Caulerpa racemosa tumbuh biaya pembuatan dan ramah lingkungan
bergerombol atau berumpun oleh karena memanfaatkan bahan baku
karena itu sering disebut sebagai berupa bambu sehingga sangat mudah
anggur laut. Keberadaannya dapat untuk diaplikasikan oleh masyarakat.
dijumpai di paparan terumbu karang Dalam penelitian ini yang menjadi
dengan kedalaman hingga 200 m. tujuan utamanya adalah untuk mengkaji
Sebagai fitobentik, tumbuhan ini hidup dan menganalisis efektifitas dan
menancap atau menempel di substrat efisiensi rigid quadrant nets berbahan
dasar perairan laut seperti karang mati, bambu dalam budidaya Caulerpa
fragmen karang, pasir dan lumpur. racemosa dan mengkaji kualitas dan
Pertumbuhannya bersifat epifitik atau kuantitas yang diperoleh dari penerapan
saprofitik dan kadang-kadang rigid quadrant nets berbahan bambu
berasosiasi dengan tumbuhan laut dalam budidaya Caulerpa racemosa
(Atmadja et al. 1996). dalam mewujudkan pembudidayaan
Caulerpa sampai saat ini yang optimal dan ramah lingkungan
pemanfaatannya masih banyak guna meningkatkan daya saing
mengandalkan dari alam, hanya sedikit masyarakat Buleleng.
yang tersedia melalui budidaya karena
belum ditemukannya metode atau teknik
Hasil pengukuran parameter fisika kimia Anggur Laut. Data tersebut dapat dilihat
tentang komponen air yang pada Tabel 2 berikut ini.
mempengaruhi laju pertumbuhan
Berdasarkan data pada Tabel 3.1 dapat panen Anggur Laut. Grafik
dibuat grafik perbandingan berat awal perbandingan dapat dilihat pada
Anggur Laut dengan berat akhir hasil Gambar 1.
2500 2340,46
2135,5
2003,6
2000
1500
Berat Awal
(gram)
1000 1000 1000
1000
Berat Akhir
500 (gram)
0
I II III
Dari segi kualitas, Anggur laut yang Thallus yang memutih, berlendir,
dihasilkan menunjukkan kualitas yang mudah putus dan akhirnya mati, hal ini
tergolong baik, yaitu hijau tidak ada merupakan tanda adanya penyakit “ice -
bercak putih dan tidak mudah rapuh ice”. Sesuai dengan pernyataan Doty
sehingga layak untuk dijual atau (1987) dalam Yulianto dan Mira (2009),
dikonsumsi. bahwa gejala “ice-ice” yaitu kondisi
untuk pertumbuhan alga, hal ini sesuai Dawson (1966) dalam Azizah dkk.
dengan pendapat Odum (1971) yang (1991) menambahkan bahwa variasi
mengatakan bahwa pH yang baik untuk intensitas sinar yang diterima thallus
pertumbuhan alga adalah 5 - 8. secara sempurna merupakan faktor
Salinitas yang terukur selama utama dalam fotosintesa yang akan
penelitian di bak, rata-rata berkisar 30.6 menunjang laju pertumbuhan alga.
ppt. Salinitas tersebut cukup wajar untuk
mendukung kehidupan alga. Menurut Efektifitas dan Efisiensi Substrat
Perry (2003), alga sublitoral dapat Berbahan Bambu
mentolerir salinitas 0,5 - 1,5 kali dari
salinitas normal (16 - 50 ppt). Dilihat dari hasil panen
Sedangkan Alga intertidal mampu hidup menggunakan media tanam berbahan
pada kisaran salinitas 0,1 - 3,5 kali bambu, dapat dikatakan bahwa rigid
salinitas normal. Selanjutnya Dawes quadrant nets berbahan bambu dalam
(1987) mengatakan bahwa makroalga budidaya Caulerpa racemosa cukup
masih dapat hidup pada salinitas antara efektif, sedangkan dari segi efisiensi
5 - 35 ppt. penggunaan bambu lebih murah dari
Selain itu, parameter fisika kimia segi harga dan mudah untuk dicari
perairan yang paling berpengaruh karena di alam bahan ini mudah untuk
adalah intensitas sinar matahari yang didapatkan dan tersedia dalam jumlah
masuk ke dalam bak percobaan. Hal ini yang banyak sehingga bagi para
dikarenakan Anggur laut merupakan pembudidaya dapat lebih hemat dalam
tumbuhan berklorofil yang memerlukan biaya produksinya.
sinar matahari untuk pertumbuhannya,
sehingga untuk pertumbuhannya rumput SIMPULAN DAN SARAN
laut hanya terbatas pada tempat yang Simpulan
dangkal saja (Smith, 1951 dalam Azizah 1. Secara kualitas dan kuantitas hasil
dkk. 1991). panen menggunakan substrat
Doty (1961) dalam Azizah dkk. berbahan bambu tergolong baik.
(1991) membuat suatu monogram 2. Substrat berbahan bambu cukup
intensitas sinar yang masuk ke dalam efektif dan efisien untuk
air dalam prosen. Hasil pengamatan membudidayakan Caulerpa
sechi disk dapat diketahui bahwa racemosa.
lapisan kedalaman 40 cm mempunyai
intensitas sinar 85 %, kedalaman 80 cm Saran
mempunyai intensitas sinar 75 % dan 1. Untuk penelitian selanjutnya, bahan
kedalaman 120cm mempunyai yang digunakan diupayakan dari
intensitas sinar sekitar 60 %. jenis Caulerpa yang lain, agar
Sedangkan Feldman (1951) dalam terdapat keragaman jenis Anggur
Azizah, dkk. (1991) mengatakan bahwa Laut yang dapat dibudidayakan.
perbedaan penyinaran baik kualitatif 2. Perlu diuji cobakan langsung di
maupun kuantitatif pada keadaan yang perairan laut, untuk memfasilitasi
berbeda-beda akan mempengaruhi masyarakat pesisir yang tidak
fotosintesa dari alga. Lebih lanjut memiliki bak budidaya.