Anda di halaman 1dari 3

EKTINA NAURA BARBARA ULFA - 17910021

RESUME STUDI FIQH – 1

HUKUM BERBAGAI JENIS CAIRAN YANG KELUAR DARI TUBUH


KARENA PENYAKIT

Dalam Bahasa Arab najis berasal dari kata al qadzarah yang berarti kotoran
sehingga najis dapat diartikan sebagai kotoran yang menjadi penghalang ibaadah kepada
Allah SWT. Menurut Asy-Syafi’iyah, najis merupakan sesuatu yang dianggap kotor dan
mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan sedangkan menurut Al Malikiyah,
najis merupakan sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari
kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya. Menurut ajaran Islam,
terdapat beberapa macam najis, diantaranya:

 Bangkai, kecuali bangkai manusia


 Ikan yang di laut
 Darah
 Nanah
 Segala sesuatu yang keluar dari anus dan kelamin
 Anjing dan babi serta arak (minuman keras)
 Bagian anggota badan hewan yang terpisah karena dipotong pada bagian tertentu saja.
Terdapat beberapa tinjauan Islam mengenai hukum najis cairan yang keluar dari
tubuh manusia karena penyakit diantaranya:
 Kotoran telinga  kotoran yang terdapat pada dalam telinga dihukumi suci layaknya
cairan lain yang keluar dari lubang-lubang tubuh (manafidz) selain lubang kemaluan
dan dubur.
 Keringat, air mata, dahak  dihukumi suci.
 Air liur dan ingus  secara umum keduanya dihukumi suci, namun air liur yang
keluar dari rongga perut memiliki hukum yang berbeda yaitu najis. Ciri-ciri dari air
liur yag berasal dari rongga perut adalah berwarna kuning dan memiliki bau yang
meyengat dan agak busuk (bacin).
 Nanah  nanah merupakan turunan dari darah dan sesuai dengan kaidah dalam fiqh
yang berbunyi “Hukum turunan itu sama seperti hukum asalnya” yang berarti hukum
dari nanah itu najis.
 Muntah  menurut ulama Syafiiyah, makanan atau cairan yang keluar dari lambung
(muntahan) dihukumi najis meskipun makanan atau cairan tersebut belum berubah
bentuk dan warnanya. Sedangkan jika makanan atau cairan tersebut belum sampai
pada lambung kemudian keluar lagi ke mulut melalui kerongkongan maka dihukumi
tetap suci.
 Inkontinensia urin  orang yang tidak dapat menahan kencing yang terus menerus
(beser) digolongkan ke dalam udzur sehingga berlaku hukum dispensasi khusus
sebagaimana yang berlaku pada wanita yang mengalami istihadhoh. Madzab Syafi’I
berpendapat “air yang keluar karena sering buar air kecil (beser) wajib dijaga dengan
cara menutup tempat keluarnya dan mengikatnnya dengan kain. Apabila ia sudah
melakuakan itu lalu berwudhu lalu keluar sesuatu (kencing) darinya, maka itu tidak
merusak kebolehan salat dan lainnya dengan wudhu tersebut.”
 Pengguna kateter  jika penggunaan kateter tersebut merupakan kondisi darurat
dan terpaksa sehingga katetetr harus tetap terpasang dan tidak bisa dilepas pada saat
menunaikan shalat, maka tidak masalah shalat dengan keadaan kateter tetap
terpasang. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taghabun:16 yang
berarti “Bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian.”
 Pasien post-op dengan stoma di perut  jika pasien kentut secara terus menerus
dan tidak dapat ditahan, maka hukumnya sama seperti tsalisul baul (penyakit tidak
dapat menahan kencing). Hendaklah pasien tersebut berwudhu ketika ingin shalat dan
kenudia shalat dalam keadaan tersebut. Shalatnya dihukumi sah walaupun keluar
angina di tengah-tengah shalat. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam surah Al-
Baqarah: 286 yang berarti “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya.”
ABSENSI

Anda mungkin juga menyukai