Anda di halaman 1dari 7

Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu

by : Zuria
Sun, 13 April 2014 07:02 | 4823

Ternyata tiap mazhab berbeda-beda dalam menetapkan apa saja yang


bisa membatalkan wudhu. Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, AsySyafi'iyah dan Al-Hanabilah, masing-masing saling berbeda.
Wudhu merupakan salah satu cara menjaga kebersihan badan dari hadats dan najis
(thohaarotul badan), selain dengan mandi dan tayammum. Karena kebersihan badan
merupakan salah satu syarat diterimanya ibadah yang diwajibkan oleh Allah, yaitu
sholat.
Sebagaimana telah Allah sebutkan dalam Al- Quran surah Al- Maidah ayat 6 :







(6)
Hai orang orang yang beriman, apabila kalian hendak mendirikan sholat maka
basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuhlah) kedua kakimu sampai dua mata kaki. Dan apabila kamu dalam keadaan
junub (hadats besar) maka mandilah. Dan jika kamu dalam keadaan sakit, atau
dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air besar, atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan
debu yang baik (suci); usaplah wajahu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak
ingin menyusahkanmu, tetapi Ia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmatnya untukmu agar kamu bersyukur.
Dari ayat diatas, Allah menjelaskan secara gambling tentang tata cara berwudhu
-jika berhadats kecil- sebagai syarat sahnya sholat (yakni wajibnya thoharoh). Dan
apabila tidak menemukan air maka digantikan dengan tayammum.
Pengertian Naaqidh Al- Wudhu
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa wudhu merupakan syarat sahnya sholat.
Maka ketika seseorang kehilangan wudhu atau batal wudhunya, karena beberapa
sebab, wajib baginya mengulang wudhu kembali. Inilah yang kemudian dikenal
dengan istilah naaqidh al- wudhu.
Secara bahasa, naaqidh merupakan bentuk mashdar dari naqodho yanqudhu
naqdhan yang berarti membatalkan. Menurut istilah, naaqidh adalah hilangnya
keabsahan suatu hukum karena sebab sebab tertentu. Jika disandarkan dengan
kata wudhu, maka dapat diartikan dengan hilangnya keabsahan wudhu sebagai
syarat sahnya sholat.[i]

Ada beberapa hal yang menjadi kesepakatan ulama fiqih dalam menentukan sebab
sebab batalnya wudhu. Namun ada juga beberapa sebab yang menjadi perbedaan
dikalangan para ulama empat madzhab.
Pendapat Ulama Empat Madzhab
Ulama fiqih empat madzhab berbeda pendapat tentang sebab yang dapat
membatalkan wudhu. Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa wudhu seseorang
menjadi batal karena 12 sebab. Sedangkan Imam Malik hanya membaginya kedalam
3 hal besar. Berbeda dengan kedua imam diatas, Imam SyafiI memasukkan 4 hal
yang menjadi sebab batalnya wudhu. Dan Imam Ahmad membuat 8 sebab yang
termasuk kedalam naaqidh al- wudhu.[ii]
Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah menjelaskan ada dua belas hal yang termasuk kedalam sebab
sebab batalnya wudhu.
1. Semua yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur)
Imam empat madzhab bersepakat bahwa semua yang keluar dari dua jalan (qubul
dan dubur) adalah najis dan termasuk kedalam sebab yang membatalkan wudhu,
baik yang biasa keluar seperti air seni, kotoran, angin, mani, madzi dan wadi,
ataupun yang diluar kebiasaan pada umumnya seperti cacing, batu kerikil, dan
darah.
Sebagaimana tertulis dalam surah Al- Maidah ayat 6 :


atau kembali dari tempat buang air besar
Akan tetapi, Imam Hanafi membedakan antara angin yang keluar dari dubur dengan
angin yang keluar dari kemaluan. Menurut madzhab hanafi, angin yang keluar dari
kemaluan tidak membatalkan wudhu. Karena hal tersebut bukan termasuk angin
yang berasal dari perut sehingga tidak menjadikannya najis yang dapat
membatalkan thoharoh.
2. Wanita yang melahirkan namun darah yang keluar hanya sedikit
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita yang baru melahirkan namun darah
yang keluar diluar kebiasaan wanita pada umumnya, maka ia tidak dihukumi wanita
dalam keadaan nifas. Dan wajib baginya wudhu.[iii]
3. Wanita yang mengalami istihadhoh

Darah istihadhoh yang keluar dapat membatalkan wudhu. Karena itu wajib baginya
berwudhu setiap kali masuk waktu masuk sholat.[iv]
4. Sesuatu yang keluar selain dari dua jalan (qubul dan dubur), seperti
darah atau nanah
Madzhab Hanafi menyaratkan adanya aliran dari darah atau nanah yang mengalir
dari tempat keluarnya ke badan. Sebab adanya aliran darah atau nanah dari luka
yang mengalir merupakan najis dan menjadi sebab batalnya wudhu.
Apabila darah atau nanah tidak mengalir, maka bukan termasuk najis sehingga tidak
membatalkan wudhu.[v]
Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Daaruquthni
dalam kitabnya Nashab Ar- Royah :

"
"
"(diwajibkan) berwudhu bagi setiap darah yang mengalir (HR. Daaruquthni)
5. Al- Qoyu (muntah)
Dalam hal ini, Imam Hanafi bersepakat dengan Imam Ahmad bahwa muntah
menjadi sebab batalnya thoharoh. Namun madzhab ini memberikan syarat kadar
muntah yang dikeluarkan.
Jika muntahnya banyak dan memenuhi mulut, maka termasuk najis dan harus
mengulang wudhu kembali, baik muntah yang berasal dari jenis makanan padat
ataupun minuman.
Akan tetapi, jika muntah hanya sedikit saja maka tidak termasuk najis. [vi]
6. Muntah yang disebabkan karena mabuk kendaraan.
7. Darah yang keluar dari mulut seperti air ludah atau sejenisnya.
8. Tidur yang panjang dan dalam waktu yang lama
Imam Hanafi mengelompokkan tidur ke dalam beberapa jenis dilihat dari haiah
(posisi tidurnya).
Tidur dalam posisi berbaring membatalkan wudhu, walaupun hanya sejenak. Apabila
tidur dalam posisi duduk, maka tidak membatalkan wudhu.

Tidak wajib berwudhu bagi orang yang tidur dalam keadaan sujud sampai ia
berbaring. (HR. Ahmad)
9. Berubahnya posisi tidur
Seseorang yang tidur dalam posisi duduk, kemudian posisinya berubah dari posisi
asalnya sebelum ia benar- benar sadar, maka wudhunya menjadi batal dan harus
mengulangnya kembali.
10. Hilang akal yang disebabkan karena narkoba, minuman keras, pingsan
ataupun gila.
11. Al- Qohqoha (terbahak- bahak)
Tertawa dalam solat disaat rukuk ataupun sujud termasuk sebab yang membatalkan
wudhu. Sedangkan tertawa terbahak bahak diluar sholat atau dalam sholat yang
tidak terdapat rukuk dan sujud, seperti sholat jenazah, maka tidak membatalkan
wudhu.[vii]
12. Menyentuh wanita dengan syahwat
Yang dimaksud menyentuh wanita menurut Imam Abu Hanifah adalah jima atau
berhubungan badan. Maka, hal tersebut termasuk kedalam naaqidh al- wudhu.[viii]
Madzhab Maliki
Secara garis besar, Imam Malik membagi kepada tiga hal yang termasuk naaqidh alwudhu, yakni ahdats, asbaab, dan ar- riddah wa asy-syak.[ix]
1. Al- Ahdats
Yang dimaksud dengan ahdats yaitu segala sesuatu yang biasa keluar dari dua jalan
-dubur dan qubul- adalah najis. Seperti air seni, kotoran, angin baik yang keluar
dengan suara atau tidak , wadi (air bekas buang air kecil), mazi (air berwarna
bening yang keluar ketika syahwat), hadi (air yang keluar dari kemaluan wanita
disaat melahirkan), darah istihadhoh dan air mani, maka wajib berwudhu jika ingin
melaksanakan sholat.
Sedangkan sesuatu yang keluar dari kedua jalan tersebut diluar kebiasaan pada
umumnya, bukan merupakan naaqidh al- wudhu, seperti cacing, kerikil, darah dan
nanah. Karena hal diatas tidak termasuk najis yang dapat membatalkan wudhu.
2. Al- Asbab
Al- Asbaab dalam pandangan madzhab Maliki adalah batalnya wudhu karena
disebabkan oleh faktor lain diluar badan. Imam Malik membagi asbaab kedalam tiga
golongan, yaitu :

a. Hilangnya akal disebabkan karena gila, pingsan ataupun karena mabuk yang
disebabkan oleh minuman keras.
b. Menyentuh kemaluan dengan syahwat secara langsung (tanpa memakai alas)
dengan telapak tangan atau ibu jari.
c. Ciuman, baik yang disertai syahwat atau tidak.
3. Ar-Riddah wa Asy- Syak
Menurut Imam Malik, ar-riddah dan asy-syak dapat membatalkan wudhu.
Ar- riddah yaitu orang yang murtad (keluar dari islam), maka wudhunya menjadi
batal. Sedangkan asy-syak yaitu munculnya keragu raguan apakah dalam keadaan
berwudhu atau sedang hadats. Maka orang yang memiliki keraguan dalam hatinya
tentang thoharoh badannya, diharuskan berwudhu kembali sampai ia benar benar
yakin.
Madzhab Syafii
Asy- SyafiI menyebutkan ada empat hal yang termasuk kedalam sebab-sebab
batalnya wudhu.[x]
1. Sesuatu yang keluar melewati satu dari dua jalan
Semua yang keluar dari salah satu jalan keluarnya najis maka termasuk
membatalkan wudhu. Namun Imam SyafiI mengecualikan air mani yang keluar dari
tubuhnya sendiri (bukan mani yang menempel), tidak membatalkan wudhu. Karena
jika mani keluar, maka wajib baginya mandi.
2. Hilangnya akal karena gila, pingsan atau tidur, kecuali tidur dalam posisi duduk.
3. Bertemunya khitanain (dua kemaluan) antara laki- laki dan wanita baik dengan
sengaja atau tidak.
4. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
Madzhab Hambali
Menurut madzhab Hambali ada delapan sebab batalnya wudhu[xi], diantaranya :
1. Semua yang keluar dari dua jalan
Menurut Imam Ahmad, semua yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) adalah
membatalkan wudhu. Kecuali orang yang selalu berhadats, maka wudhunya tidak
batal, sebagai bentuk keringanan atas kesulitan yang dihadapi.

2. Sesuatu yang keluar selain dari dua jalan


Najis yang keluar dari badan seperti nanah atau darah tidak membatalkan wudhu,
kecuali dalam jumlah yang banyak.
3. Hilangnya akal
Hilangnya akal yang disebabkan karena gila, pingsan, mabuk ringan ataupun berat,
tidur ringan dalam posisi ruku, sujud, atau berbaring.
4. Menyentuh kemaluan atau dubur
Menyentuh kemaluan atau dubur secara sengaja atau tidak, dengan telapak tangan
bagian dalam atau luar, dan tanpa alas, maka wudhunya menjadi batal.
5. Menyentuh kemaluan
Menyentuh kemaluan laki- laki atau perempuan dengan syahwat, kecuali anak kecil
di bawah usia tujuh tahun dan tanpa syahwat.
6. Memandikan mayat
Yang dimaksud disini adalah orang yang ikut memegang mayat secara langsung,
bukan orang yang menyiramkan air ke badan mayat.
Sebab pembatalannya adalah karena orang yang memegang mayat kebanyakan
akan menyentuh kemaluan si mayat. Sebagaimana yang pernah terjadi di zaman
sahabat dalam sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ibn Umar dan Abu Hurairoh :

Dari Ibn Umar dan Ibn Abbas, bahwa mereka berdua memerintahkan kepada orang
yang memandikan mayat untuk berwudhu. Dan Abu Hurairoh berkata : setidaknya
dengan berwudhu
7. Memakan daging unta
Seseorang yang selesai makan daging unta wajib baginya wudhu dalam keadaan
apapun.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Al- Barro bin Azib :

-
(
- :
:
:

Dari Al- Barro bin Azib berkata: Rasulullah Saw ditanya tentang wudhu (ketika
makan) daging unta. Beliau bersabda : berwudhulah kalian (setelah selesai makan).
Kemudian sahabat bertanya apakah wajib berwudhu (ketika makan) daging
kambing? Beliau menjawab : tidak ada wudhu setelahnya.
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
8. Wajib wudhu dalam hal yang diwajibkan mandi
Seperti orang yang berhubungan badan, keluarnya mani, islamnya orang kafir atau
orang murtad yang kembali pada islam.
Perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan ulama diatas merupakan ijtihad yang
telah mereka lakukan masing- masing, berdasarkan atas hadits hadits dan ayat alquran. Adanya perbedaan dikarenakan tidak adanya dalil secara pasti yang
menjelaskan tentang sebab- sebab batalnya wudhu.
Maka sebagai orang awam, sebaiknya kita mengikuti salah satu ijtihad dari empat
ulama diatas, sesuai dengan apa yang kita yakini.

Anda mungkin juga menyukai