Anda di halaman 1dari 8

NAMA : LUSIANUS SAR BABAL

NIM : 2018110613

KELAS : SORE

SEMESTER : VI (ENAM)

JABAWABAN UAS PERBANDINGAN HUKUM PERDATA

1. Sejarah Perkembangan Sistem Hukum Inggris dan Hukum Romawi Jerman.

️▪️Sejarah Hukum Inggris

Bangsa Inggris mempunyai kepribadian yang khas yang berbeda dengan kepribadian bangsa-bangsa
di Eropa Daratan, meskipun letaknya sangat berdekatan. Hal itu disebabkan karena perjalanan
sejarahnya yang khusus. Kebudayaan dan sistem pemerintahannya yang feudal tidak mengalami banyak
perubahan antara zaman abad pertengahan dan abad modern artinya tidak ada perubahan yang
mencolok seperti yang terjadi di negara-negara Eropa Kontinental. Perubahan-perubahan di Inggris
dapat dikatakan evolusioner, sedangkan di Eropa Kontinental perubahannya berjalan secara
revolusioner.

Pada waktu sekarang keadaan tersebut masih tampak pada parlemen Inggris yang terdiri dari
House of Lord dan House of Common sesuai dengan susunan masyarakatnya yang didasarkan pada
golongan aristocrat dan rakyat jelata dalam abad pertengahan. Sebaliknya di Eropa daratan susunan
masyarakat dan negara yang feodalistik mencapai puncaknya menjadi absolutisme pada abad
pertengahan yang secara drastis berubah menjadi negara konstitusional seperti yang terjadi pada
revolusi Perancis. Ini berarti adanya perombakan secara revolusioner dari negara monarki absolute
menjadi negara konstitusional.

Dengan kepribadiannya yang khusus terbentuklah hukum yang karakteristik. Inggris dengan corak
yang khas yang berbeda dengan hukum di negara-negara yang termasuk negara-negara Eropa
Kontinental atau keluarga hukum Romawi Germania, meskipun hukum Inggris itu sendiri dari masa ke
masa mengalami perubahan, sehubungan dengan adanya perkembangan pemikiran dari orang-orang
Inggris sendiri. Hukum Inggris itu selain di Inggris sendiri juga berlaku di semua negara yang secara
politis mempunyai ikatan dengan Inggris. Terhadap negara-negara tersebut hukum Inggris mempunyai
pengaruh yang besar.

Dalam arti sempit dan murni hukum Inggris hanya berlaku di daerah yang dinamakan England dan
Wales. Ia tidak berlaku di Irlandia Utara, Skotlandia, Kepulauan Cina dan Kepulauan. Hukum Inggris
tersebut menduduki tempat yang penting dalam keluarga hukum Common law karena dianggap sebagai
pola bagi perkembangan hukum di daerah-daerah lain dalam lingkungan hukum tersebut. Seperti halnya
hukum Romawi-Jerman yang terbagi dalam dua kelompok hukum publik dan privat, maka hukum Inggris
juga terbagi dalam dua kelompok hukum yakni hukum Common law dan hukum Equity di samping
Statute law. Common law adalah bagian dari hukum Inggris. Sedangkan hukum Equity adalah hukum
yang didasarkan pada natural justice, keadilan yang timbul dari hati nurani. Hukum ini mempunyai
hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan Common law. Equity menciptakan hukum baru yang
disebut doctrine undue influences yang pada hakikatnya merupakan suatu moral imperative dalam
rangka melaksanakan hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan oleh Common law. Putusan-putusan hukum
Equity memperbaiki dan melengkapi Common law.

Adapun Statuta Law adalah hukum tertulis di Inggris yang dibuat oleh parlemen karena Common
law yang didasarkan pada Yurisprudensi tidak dapat mengimbangi munculnya masalah-masalah yang
baru (secara cepat) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Untuk mengimbangi kelambatan
yurisprudensi yang dibatasi oleh jumlah perkara yang diputus oleh hakim, maka dibuatlah peraturan-
peraturan tertulis yang dapat disamakan dengan Undang-undang. Jadi Statuta Law berfungsi
mengkoreksi dan melengkapi kekurangan-kekurangan daripada Common law. Adapun bagi orang Inggris
sendiri sedikit banyak Statuta law dianggap sebagai hukum yang bercorak asing/tidak mempunyai corak
Inggris dan pada asasnya hukum Inggris itu adalah Common law.

▪️Sejarah Perkembangan hukum Romawi Jerman

Seperti halnya di negara-negara lainnya, mula-mula hukum yang dipergunakan adalah hukum
kebiasaan yang di Perancis dinamakan Droit de Costumes, di negara Belanda disebut Gewoonte recht
dan di Indonesia dinamakan Hukum Adat. Hukum kebiasaan tersebut adalah hukum asli mereka.
Dibandingkan dengan Indonesia ada perbedaan sedikit yakni bahwa hukum adat sampai saat ini dapat
dipertahankan, sedangkan hukum kebiasaan di Eropa Kontinental tinggal sejarah saja. Hal-hal yang
menyebabkan lenyapnya hukum kebiasaan di Eropa Kontinental adalah adanya penjajahan oleh bangsa
Romawi dan adanya anggapan bahwa hukum Romawi lebih baik daripada hukum mereka sendiri,
sehingga diadakannya resepsi hukum. Anggapan atas hukum Romawi sebagai hukum yang sempurna
tersebut memang wajar, karena jauh sebelumnya tepatnya sejak abad ke satu bangsa Yunani dengan
ahli-ahli hukumnya seperti Gajus Ulpanus telah menciptakan serta mempersembahkan suatu system
hukum kepada bangsa dan negaranya. Bahkan pada abad ke enam mereka dapat menyajikan kodifikasi
hukum Romawi dalam kitab yang diberi nama Corpus Lurus Civilis. Anggapan tersebut timbul atas hasil
penelitian para Glossatoren (pencatat/peneliti) dalam abad pertengahan.

Di samping penyebab tersebut di muka, masih ada faktor-faktor lain yang mendorong diresepsinya
hukum Romawi oleh negara-negara Eropa Daratan antara lain:

a. Banyaknya mahasiswa dari Eropa Barat dan Utara yang belajar khususnya hukum Romawi di
Perancis Selatan dan di Itali yang pada abad itu meruapakan pusat kebudayaan Eropa, sehingga setelah
mereka kembali ke negaranya masing-masing mereka tidak hanya mempergunakan hukum Romawi
dalam masalah-masalah yang tidak dapat mereka atasi, melainkan mereka juga menerapkan hukum
Romawi, meskipun sebenarnya hukum mereka sendiri telah tersedia.

b. Adanya kepercayaan pada hukum alam yang asasi yang dianggap sebagai huku yang sempurna dan
selalu berlaku kapan saja dan di mana saja. Biasanya hukum alam ini disamakan dengan hukum Romawi.

a). Perkembangan Hukum Inggris Sebelum Abad Ke-13.

Mula-mula hukum yang berlaku di Inggris adalah hukum kebiasaan. Pada waktu Inggris dijajah oleh
bangsa Normandi dengan rajanya yang terkenal yaitu William the Congcueror (tahun 1066) hukum
kebiasaan masih berlaku. Kira-kira dua abad kemudian (abad 12) diciptakan unifikasi hukum yakni
dibidang administrasi dan bidang hukum kekayaan. Dengan akibat adanya pemerintahan yang bersifat
memusat (sentral) dan tanah di seluruh Inggris menjadi milik raja. Dengan cara pemerintahan yang
bersifat memusat (sentral) dan tanah di seluruh Inggris menjadi milik raja. Dengan cara pemerintahan
yang feodalistis maka sistem pemerintahan di Inggris adalah pembagian dalam wilayah-wilayah yang
dikuasakan kepada apa yang dinamakan Lord. Rakyat jelata yang ingin mengerjakan tanah, harus
menyewa kepada Lord dan yang terakhir ini member upeti kepada raja. Lambat laun kekuasaan Lord
sebagai tuan tanah menjadi sedemikian besarnya sehingga ia dapat mendirikan pengadilannya sendiri.
Pengadilan ini namanya minorial court yang menjalankan tugasnya berdasarkan hukum kebiasaan
setempat dan hukum yang ditetapkannya sendiri.

Kemudian terjadi penyalahgunaan kekuasaan serta penyelewengan-penyelewengan yang merugikan


rakyat. Keadaan tersebut yang semula tidak diketahui oleh raja, akhirnya tercium juga. Untuk mengatasi
keadaan tersebut raja Henry II (1154-1189) mengambil beberapa kebijaksanaan yaitu:

▪️ Disusunlah suatu kitab yang memuat hukum Inggris pada waktu itu. agar mendapatkan kepastian
hukum kitab tersebut ditulis dalam bahasa latin oleh Glanvild chief justitior dari Henry II dengan judul
Legibus Angliae.

▪️ Diberlakukannya sistem writ yakni surat perintah dari raja kepada tergugat agar membuktikan bahwa
hak-hak dari penggugat itu tidak benar. Dengan demikian tergugat mendapat kesempatan untuk
membela diri.

▪️ Diadakan sentralisasi pengadilan (Royal Court) yang tidak mendasarkan pada hukum kebiasaan
setempat melainkan pada Common Law yang merupakan suatu unifikasi hukum kebiasaan yang sudah
diputus oleh Hakim (Yurisprudensi). Hal ini merupakan suatu kemajuan yang semula hanya ada minorial
court yang didirikan oleh para Lord.

b). Penyebab Timbulnya Sistem Hukum Equyti.

Equity berasal dari bahasa Prancis equite, artinya justice atau fairness yaitu keadilan. Sedangkan
sistem hukum equity adalah sistem hukum yang didasarkan pada hukum alam/keadilan yang timbulnya
mempunyai sejarahnya sendiri. Pada waktu pemerintahan raja Henry II pengadilan yang ada ialah Royal
Court dan sistem writ yang memberlakukan Common Law yang bersumber pada yurisprudensi. Dengan
sistem writ, maka perkara yang dapat diadili sangat terbatas dan banyak orang yang lari mencari
keadilan pada pimpinan gereja atau Lord Chancellor. Pengadilan gereja tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku pada saat itu, hanya ada perbedaan antara kedua pengadilan yang ada di Inggris
tersebut yakni bahwa pengadilan court of chancery didasarkan kepada hukum gereja/kanonik dan
hakimnya adalah seorang rohaniawan.

Lama kelamaan semakin banyak orang yang mencari keadilan kepada Lord of Chancellor dan akhirnya
berkembang, sehingga terbentuklah pengadilan tersendiri menjadi apa yang dinamakan Court of
Chancery di samping Royal court yang sudah ada. Court of Chancery tersebut merupakan suatu
pengadilan yang sangat penting dalam mengadili masalah trust. Trust adalah hak waris yang diberikan
kepada orang laki-laki oleh Common law. Orang wanita tidak berhak sebagai ahli waris meskipun ia
sudah dewasa dan demikian pula anak-anak. Akibatnya ialah bahwa seorang suami yang ingin menjamin
kehidupan anak dan isterinya, apabila ia sudah meninggal dunia terpaksa mewariskan/menitipkan harta
kekayaannya kepada orang laki-laki lain untuk dijadikan cagak hidup anak dan isterinya yang
ditinggalkan.

Ternyata banyak orang laki-laki yang dititipi harta kekayaan untuk cagak hidup anak-anak dan janda
tersebut menyalahgunakan kepercayaan tersebut, sehingga yang terakhir ini menjadi hidup terlantar.
Untuk mengadu kepada Royal court tentang hal ini tidak mungkin, karena Common law justru
melindungi hak kaum laki-laki tersebut (right in Common law). Sebaliknya para janda beserta anak-
anaknya meminta keadilan kepada court of chancery yang menciptakan right in Equity bagi mereka
berdasarkan natural justice (keadilan) dan hukum kanonik. Kemudian dengan adanya reorganisasi
pengadilan di Inggris (judicature act pada tahun 1873-1875) pengadilan Royal Court dan Court of
Chancery diletakkan di bawah satu atap. Tugas dalam penyelesaian perkara sudah tidak berbeda lagi.
Artinya perkara-perkara Equity (cases at Equity) sama-sama dapat diajukan ke salah satu pengadilan
tersebut. Namun demikian di dalam praktik orang-orang tidak mau mematuhinya. Mereka tetap
mengajukan tuntutannya kepada masing-masing pengadilan sesuai denga jenis perkaranya.

c). Sejarah Hukum Romawi dan Perkembangan Hukumnya.

Seperti halnya di negara-negara lainnya, mula-mula hukum yang dipergunakan adalah hukum
kebiasaan yang di Perancis dinamakan Droit de Costumes, di negara Belanda disebut Gewoonte recht
dan di Indonesia dinamakan Hukum Adat. Hukum kebiasaan tersebut adalah hukum asli mereka.
Dibandingkan dengan Indonesia ada perbedaan sedikit yakni bahwa hukum adat sampai saat ini dapat
dipertahankan, sedangkan hukum kebiasaan di Eropa Kontinental tinggal sejarah saja. Hal-hal yang
menyebabkan lenyapnya hukum kebiasaan di Eropa Kontinental adalah adanya penjajahan oleh bangsa
Romawi dan adanya anggapan bahwa hukum Romawi lebih baik daripada hukum mereka sendiri,
sehingga diadakannya resepsi hukum. Anggapan atas hukum Romawi sebagai hukum yang sempurna
tersebut memang wajar, karena jauh sebelumnya tepatnya sejak abad ke satu bangsa Yunani dengan
ahli-ahli hukumnya seperti Gajus Ulpanus telah menciptakan serta mempersembahkan suatu system
hukum kepada bangsa dan negaranya. Bahkan pada abad ke enam mereka dapat menyajikan kodifikasi
hukum Romawi dalam kitab yang diberi nama Corpus Lurus Civ
Anggapan tersebut timbul atas hasil penelitian para Glossatoren (pencatat/peneliti) dalam abad
pertengahan.

Di samping penyebab tersebut di muka, masih ada faktor-faktor lain yang mendorong diresepsinya
hukum Romawi oleh negara-negara Eropa Daratan antara lain:

▪️Banyaknya mahasiswa dari Eropa Barat dan Utara yang belajar khususnya hukum Romawi di Perancis
Selatan dan di Itali yang pada abad itu meruapakan pusat kebudayaan Eropa, sehingga setelah mereka
kembali ke negaranya masing-masing mereka tidak hanya mempergunakan hukum Romawi dalam
masalah-masalah yang tidak dapat mereka atasi, melainkan mereka juga menerapkan hukum Romawi,
meskipun sebenarnya hukum mereka sendiri telah tersedia.

▪️Adanya kepercayaan pada hukum alam yang asasi yang dianggap sebagai huku yang sempurna dan
selalu berlaku kapan saja dan di mana saja. Biasanya hukum alam ini disamakan dengan hukum Romawi.

2. Konsep Sistem Hukum Inggris dan Romawi.

◾Sistem hukum Anglo Saxon (Inggris)

Sistem hukum ini memiliki nama lain Common Law. Sistem hukun yang berasal dari Inggris kemudian
menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas jajahannya.

Kata Anglo Saxon berasal dari nama bangsa yaitu Angel-Sakson yang pernah menyerang Inggris
kemudian ditaklukkan oleh Hertog Normandia, William.

Nama Anglo Saxon sudah digunakan sejak abad ke-18 untuk menyebut penduduk Britania Raya, yaitu
suku Anglia, Saks, dan Yut.

Sebagai contoh, tidak ada undang-undang parlementer yang menyatakan bahwa pembunuhan itu
ilegal karena pembunuhan merupakan kejahatan dalam hukum umum - jadi walaupun dalam UU
Parlemen Inggris tidak tertulis bahwa pembunuhan itu ilegal, pembunuhan tetap ilegal dengan mengacu
kepada kebijakan konstitusional pengadilan dan kasus-kasus terdahulu berkaitan dengan pembunuhan.

◾Sistem Hukum Romawi

Hukum Romawi adalah sistem hukum Roma kuno, termasuk perkembangan hukum yang mencakup
lebih dari seribu tahun yurisprudensi, dari Dua Belas Tabel (c. 449 SM), ke Corpus Juris Civilis (AD 529)
yang diperintahkan oleh Kaisar Romawi Timur Justinian I.

Sebagai contoh Hukum yang berlaku di negara kita tidak lepas dari pengaruh dari luar, misalnya
pengaruh dari hukum Belanda, Perancis dan Romawi. Jika ingin konsisten, tentu saja harus ditolak.

Kok bisa hukum Romawi berlaku di Indonesia? Karena Indonesia dijajah Belanda. Sementara sistem
hukum di negeri Belanda didasarkan pada sistem hukum perdata Perancis dan dipengaruhi oleh hukum
Romawi. KUHP yang berlaku di negeri Belanda sendiri merupakan turunan dari code penal Perancis.
Kode penal menjadi inspirasi pembentukan pidana di Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda berdasarkan
sejarah merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan perjalanan Perancis.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, dan Peraturan Kepailitan. Sistematika yang dipakai merupakan adopsi dari hukum
Napoleon.

3. Pengertian Domisili Menurut Prof. Hardjawidjaja, S.H (1997) dan Prof. Ko Tjai Sing, S.H.

Dalam arti Hukum, Domisili adalah tempat dimana seseorang harus dianggap selalu berad untuk
memenuhi kewajiban serta melaksanakan hak - haknya itu.

Contohnya :

Seorang Notaris Kota Tangerang yang dalam kenyataannya bertempat tinggal dikota Jakarta Selatan,
maka domisilinya akan dikatakan di kota Tangerang, karena tempat tersebut dimana sewaktu - waktu
dapat dipanggil dan melakukan hak serta memenuhi kewajibannya.

4. Isi Pasal dalam BW yang memuat Tempat Tinggal.

Pasal - pasal dalam BW yang memuat tempat tinggal, sebagai berikut :

▪️Pasal 17 - 20 BW, mengatur tempat tinggal bebas

▪️Pasal 21 - 22 BW, mengatur tempat tinggal tidak bebas.

▪️Pasal 24 - 25 BW, mengatur tempat tinggal yang dipilih

▪️Pasal 18 - 19 BW, mengatur tentang Perpindahan tempat tinggal.

▪️Pasal 23 BW, mengatur bahwa Rumah kematian seseorang yang telah meninggal dunia adalah
tempat tinggal terakhir.

Domisili adalah tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir dan melakukan hak serta
kewajibannya. Pengaturan mengenai domisili dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan,
salah satunya ialah Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Administrasi
Kependudukan.

Tempat Tinggal merupakan tempat dimana seseorang berdomisili atau selalu hadir, berhubungan
dengan hal melakukan hak dan kewajibannya, meski sesungguhnya ia tinggal ditempat lain. Tempat
Tinggal Sesungguhnya tempat seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya.

Dan tempat tinggal yang sebenarnya, contohnya berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau
struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal tetap bersama keluarganya.
5. Catatan Sipil

a). Catatan Sipil menurut para ahli

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio, ”Burgelijke Stand (Belanda), Catatan Sipil, suatu lembaga yang
ditugaskan untuk memelihara daftar-daftar atau catatan-catatan guna pembuktian status atau
peristiwa-peristiwa penting bagi para warga negara, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian”.

Menurut Vollmar, Catatan sipil adalah suatu lembaga yang diadakan oleh penguasa yang ingin
membuktikan selengkap mungkin dan karena itu memberikan kepastian sebesar-besarnya tentang
semua peristiwa yang penting bagi status keperdataan mengenai kelahiran, pengakuan, perkawinan,
perceraian, dan kematian. Peristiwa-peristiwa ini dicatat, agar mengenai itu baik bagi yang
berkepentingan maupun bagi pihak ketiga setiap saat ada buktinya. Sementara itu

Menurut Nico Ngani dan I Nyoman Budi Jaya, Catatan sipil adalah suatu lembaga yang mencatat
atau mencatat setiap peristiwa yang dialami oleh warga masyarakat, misalnya kelahiran, perkawinan,
kematian dan sebagainya. Tujuannya untuk mendapatkan data selengkap mungkin agar status warga
masyarakat dapat diketahui”.

Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Catatan sipil adalah suatu lembaga
yang sengaja diadakah oleh pemerintah yang mencatat, mencatat, serta mencatat setiap peristiwa
penting bagi status seseorang, perkawinan, kelahiran, pengakuan/pengesahan anak, perceraian dan
kematian, serta ganti nama.

b). Contohnya :

▪️Kartu Tanda Penduduk (KTP)

▪️Kartu Keluarga ( KK)

▪️Akta

▪️Surat Permandian

Anda mungkin juga menyukai