Pelaporan Korporat
CONCEPTUAL FRAME WORK DALAM PELAPORAN KEUANGAN ENTITAS KOMERSIAL,
ENTITAS PUBLIK/PEMERINTAH, ETAP DAN ENTITAS SYARIAH
OLEH
KELOMPOK 1
Devi Dwi Dayanti (A014202011)
SAK dan SAK ETAP diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI).
SAS diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS
IAI).
SAP diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).
Dalam SAK ETAP dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi entitas yang memiliki
akuntabilitas publik signifikan, yaitu jika:
1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran atau dalam proses pengajuan
pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal; atau
2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar
masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana
pension, reksa dana dan bank investasi.
Dari definisi di atas, entitas yang terdaftar di pasar modal tidak dapat menggunakan
SAK ETAP, begitu pula entitas dalam industri keuangan tidak dapat menggunakan SAK
ETAP, kecuali BPR yang berdasarkan peraturan Bank Indonesia diizinkan menggunakan
SAK ETAP. Hal ini dimunginkan karena dalam SAK ETAP dijelaskan bahwa entitas yang
memiliki akuntanbilitas public signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas
berwenang membuat regulasi mengizinkan menggunaan SAK ETAP.
Standar Akuntansi Syariah (SAS) diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi
syariah. Cakupan SAS tidak hanya untuk transaksi syariah pada entitas syariah seperti bank
syariah, melainkan untuk semua entitas, baik entitas syariah maupun entitas konvensional,
sepanjang entitas tersebut melakukan transaksi skema syariah.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.
71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. SAP digunakan
sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif ini adalah pemakai laporan keuangan
harus mendapat informasi mengenai kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Namun
kebutuhan terhadap daya banding tidak berarti keseragaman kebijakan akuntansi. Entitas
tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan karakteristik
kualitatif relevansi dan keandalan, apabila ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih
andal.
Kendala Informasi yang Relevan dan Andal
• Tepat Waktu
• Keseimbangan Biaya dan Manfaat, Manfaat yang dihasilkan informasi harus melebihi
biaya penyusunannya.
• Keseimbangan di antara Karakteristik Kualitatif, untuk mencapai suatu keseimbangan
yang tepat di antara berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan.
Pengakuan unsur laporan keuangan merupan proses pembentukan suatu pos dalam neraca
atau laporan laba rugi yang memenuhi definisi suatu unsur dan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang terkait dengan pos tersebut akan
mengalir dari atau ke dalam entitas; dan
2. Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan handal.
Akuntabilitas manusia: Syariah dan akhlaq sebagai indikator baik/buruk – benar/salah suatu
usaha.
Terbentuk integritas -> GCG & Market Discipline
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut interaksi vertical dengan Tuhan
maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum
dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
pemangku kepentingan entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma
dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesame makhluk agar hubungan
tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.
Asumsi dasar dalam KDPPLKS sama dengan yang diatur dalam KDPPLK, yaitu:
1. Dasar Akrual
2. Kelangsungan usaha
Salah satu perbedaan entitas syariah dan entitas komersial terlihat dari unsur laporan
keuangan. Laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi:
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial
Laporan posisi keuangan
Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
Laporan arus kas
Laporan perubahan euitas
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan Laporan sumber dan penggunaan
dana kebajikan
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung
jawab khusus entitas syariah tersebut
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan entitas syariah
adalah aset, liabilitas, dana syirkah temporer dan ekuitas. Unsur yang berbeda dengan entitas
komersial adalah dana syirkah temporer. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima
sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya yang mana
entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan
pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi
para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan ekonomi, sosial maupun
politik.
Komponen Pelaporan Keuangan
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
3. Neraca
4. Laporan Operasional (LO)
5. Laporan Arus Kas (LAK)
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Karakteristik Kualitatif
1. Relevan;
2. Andal;
3. Dapat dibandingkan; dan
4. Dapat dipahami
Prinsip Akuntansi
1. Basis akuntansi;
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas
untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset,
kewajiban dan ekuitas. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasarkan
basis kas maka LRA disusun berdasarkan basis kas
2. Prinsip nilai historis;
• Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar
nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat
perolehan.
• Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan
dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang.
• Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
obyektif dan dapat diverifikasi.
3. Prinsip realisasi;
• Pendapatan basis kas yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran
pemerintah selama suatu periode akuntansi akan digunakan untuk membiayai
utang dan belanja yang terjadi dalam periode tersebut.
• Prinsip penandingan pendapatan-belanja tidak mendapat penekanan seperti dalam
akuntansi komersial.
4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
Peristiwa harus dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi,
bukan hanya mengikuti aspek formalitas.
5. Prinsip periodisitas;
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pemerintah perlu dibagi menjadi
periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber
daya yang dimilikinya dapat ditentukan
6. Prinsip konsistensi;
Perlakuan akuntansi yang sama harus ditetapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh suatu entitas (prinsip konsistensi internal). Metode akuntansi
yang dipakai dapat diubah dengan syarat metode yang baru diterapkan menunjukkan
hasil yang lebih baik dari metode yang lama. Pengaruh atas perubahan penerapan
metode harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
7. Prinsip pengungkapan lengkap;
Laporan keuangan harus menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna. Informasi tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka laporan keuangan
atau catatan atas laporan keuangan.
8. Prinsip penyajian wajar.
Dalam penyajian dengan wajar posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi
keuangan suatu entitas, diperlukan pertimbangan sehat yang mengandung unsur-unsur
kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga
aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan
terlalu rendah.
Konstrain
1. Materialitas
2. Pertimbangan Biaya dan Manfaat
3. Kesimbangan antar Karakteristik Kualitatif
Entitas Nirlaba
Definisi entitas nirlaba berbeda dengan defines ETAP, walaupun suatu entitas bisa
saja merupakan ETAP sekaligus entitas nirlaba. Entitas nirlaba secara harfiah adalah entitas
yang tidak bertujuan mencari laba. Di Indonesia, tidak ada peraturan yang mendefinisikan
entitas nirlaba secara khusus. Beberapa Undang-undang langsung mengatur dan
mendefinisikan entitas nirlaba secara khusus, seperti UU No. 16 Tahun 2001 yang diubah
dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, dan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik.
Karakteristik yang berlaku bagi laporan keuangan organisasi nirlaba yang ditentukan
oleh PSAK No.45 sebagai berikut :
a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghassilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas nirlaba.
Suatu organisasi nirlaba mempunyai tujuan utama untuk mendukung beberapa isu
public atau kepedulian terhadap kepentingan umum yang tidak berkaitan dengan aspek
komersial, menyangkut masalah bencana kemanusiaan maupun bencana alam, pendidikan,
seni, politik, agama, riset, atau hal lain yang relevan.
Untuk entitas nirlaba, SAK umum dan SAK ETAP, jika memenuhi kriteria, juga bisa
menjadi pilihan. Khusus untuk entitas nirlaba, terdapat PSAK 45. Pelaporan Keuangan
Entitas Nirlaba menjdi acuan pelaporan untuk entitas nirlaba, agar laporan keuangan entitas
nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang
tinggi. Sesuai dengan namanya, PSAK 45 ini hanya mengatur aspek-aspek pelaporan,
sementara aspek pengakuan dan pengukuran tetap mengacu pada PSAK lain yang relevan.
PSAK 45 merupakan bagian dari SAK Umum, Namun demikian, PSAK 45 tersebut
menyatakan bahwa pengaturan yang tidak diatur dalam Pernyataan tersebut mengacu pada
SAK, atau SAK ETAP untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan.
Dengan demikian, entitas nirlaba yang memenuhi kualifikasi ETAP tetap dapat menggunakan
SAK ETAP, digabungkan dengan PSAK 45 untuk acuan formal pelaporan keuangannya.
https://pdfcoffee.com/modul-pelaporan-korporat-tm1-pdf-free.html