Anda di halaman 1dari 11

KOTA PEMATANGSIANTAR

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Bab III
TINJAUAN KEBIJAKAN & KAJIAN TEORI

3.1. BENCANA MENURUT UU NO.24 TAHUN 2007 TENTANG


PENANGGULANGAN BENCANA
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan
oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.
Jenis bencana dapat dibedakan atas:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan
tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung
sebagai satu kejadian. Jenis – jenis kejadian bencana berupa:
1. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang
disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api
atau runtuhan batuan.
2. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan
istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran
material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-1


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

3. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu"
berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi.
4. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng.
5. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan
karena volume air yang meningkat.
6. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang
besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
7. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan
pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan.
8. Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
9. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda
api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali
menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan
masyarakat sekitar.
10. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai
pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga
menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
11. Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena
efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat
menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi
keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang,
gelombang tinggi disertai hujan deras.
12. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis
pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-2


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering
disebut sebagai penyebab utama abrasi.
13. Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat,
laut dan udara.
14. Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu
perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya
(unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada
macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses
kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
15. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
16. Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal
yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai
pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
17. Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan
hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran
terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik
internasional.
18. Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui
subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah
ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak
berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan
terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-
lain.

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-3


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

3.2. KAWASAN RAWAN BENCANA DI KOTA PEMATANGSIANTAR


BERDASARKAN PERDA KOTA PEMATANGSIANTAR NO.1
TAHUN 2013 TENTANG RTRW KOTA PEMATANGSIANTAR
TAHUN 2012-2032
Dalam rencana pola ruang, wilayah Kota Pematangsiantar dibagi menjadi
beberapa satuan pola ruang peruntukan yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Penentuan kawasan peruntukan tersebut
disesuaikan dengan Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung. Kawasan Rawan
Bencana merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Kawasan Rawan Bencana di Kota Pematangsiantar berdasarkan RTRW Kota
Pematangsiantar adalah
bencana gempa, bencana longsor terutama di tebing sungai yang dalam, dan bencana
kebakaran.
Ruang evakuasi bencana gempa di wilayah Kota Pematangsiantar meliputi:
a. wilayah pusat kota meliputi : lapangan Adam Malik dan Taman Bunga di
Kelurahan Proklamasi, pelataran parkir Terminal Regional Agribisnis,
Lapangan Parkir Pariwisata, Stadiun Sangnaualuh
b. wilayah utara kota meliputi : pelataran terminal Tanjung Pinggi dan lahan
terbuka Simpang Koperasi di Kelurahan Tanjung Tonga, RTH lingkungan
di PPL Tambun Bolon
c. wilayah timur kota meliputi : Kampus STT Nomensen dan pelataran
parkir di Kawasan Megaland
d. wilayah tenggara kota meliputi : Lapangan Bola Atas Farel Pasaribu dan
lapangan Sekolah Budi Mulia
e. wilayah barat kota meliputi : Pelataran Parkir Kawasan Pemerintahan di
SPPK Gurila, RTH Lingkungan SPPK Perumahan Toya, Taman Wisata
Rindam, dan Kampus USI

Sedangkan, ruang evakuasi bencana longsor di atas terutama diarahkan pada


pelataran kantor pemerintahan serta fasilitas yang berdekatan dengan
pinggiran sungai-sungai yang bertebing dalam (lihat peta 3.1).

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-4


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

3.3. KAJIAN RISIKO BENCANA


Pengkajian risiko bencana di Kota Pematangsiantar dilaksanakan dengan
mengkaji dan memetakan bahaya, kerentanan dan kapasitas berdasarkan indeks bahaya,
indeks penduduk terpapar, indeks kerugian, dan indeks kapasitas. Pengkajian risiko
bencana digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana di Kota Pematangsiantar
dengan cara menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan. Untuk menerjemahkan berbagai indeks tersebut diperlukan sebuah
metodologi. Melalui metodologi tersebut, dapat dihasilkan peta

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-5


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Gambar 3.1 Peta Rawan Bencana Kota Pematangsiantar


Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-6
KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

risiko dan tingkat risiko untuk semua bahaya. Kajian risiko bencana
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut:

Keterangan:
R: Risiko Bencan
H: Frekuesni (kemungkinan) bencana tertentu cenderug terjadi dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu.
V: Kerugian yang diharapkan (dampak) di daerah tertentu dalam sebuah kasus bencana tertentu terjadi
dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya didefinisikan sebagai pajanan (penduduk, aset,
dll) dikalikan sensitivitas untuk intensitas spesifik bencana.
C: Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk pulih dari bencana tertentu.

Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara bahaya,


kerentanan dan kapasitas yang membangun perspektif risiko bencana suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa risiko bencana sangat bergantung pada
bahaya di suatu kawasan, kerentanan kawasan yang terancam, dan kapasitas pemerintah
maupun masyarakat di kawasan terancam. Untuk mendapatkan nilai risiko bencana,
tergantung dari besarnya bahaya dan kerentanan yang berinteraksi. Interaksi bahaya,
kerentanan, dan faktor-faktor luar menjadi dasar untuk melakukan pengkajian risiko
bencana di Kota Pematangsiantar.
Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Kota Pematangsiantar. Sebagai dasar dalam perencanaan
penanggulangan bencana lima tahunan, pengkajian harus memuat pendataan yang jelas
dan terukur untuk setiap bencana berdasarkan kondisi terkini Kota Pematangsiantar. Oleh
karena itu, diperlukan pengembangan atau peninjauan terhadap pengkajian risiko bencana
yang telah dilakukan sebelumnya di tahun 2011 dalam penyusunan pengkajian risiko
bencana tahun 2015. Pengkajian tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah dan dasar
acuan yang lebih jelas dan sistematis dalam proses pengkajian untuk setiap potensi
bencana di Kota Pematangsiantar.
Kajian risiko bencana di Kota Pematangsiantar akan fokus pada tiga jenis
bencana yaitu bencana banjir, bencana tanah longsor, dan bencana angin puting beliung
atau cauca ekstrim. Untuk lebih memahami mengenai tiga jenis bencana tersebut akan
diuraikan sebagai berikut.

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-7


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

3.3.1 Bencana Banjir


Banjir merupakan ancaman bencana dengan risiko tinggi di Indonesia, terutama
terhadap harta benda dan infrastruktur dan sangat mengancam roda perekonomian
masyarakat. Banjir dapat disebabkan oleh kondisi alam yang statis (seperti geografis,
topografis, dan geometri alur sungai), peristiwa alam yang dinamis (seperti curah hujan
yang tinggi, pembendungan dari laut/pasang pada sungai induk, amblesan tanah dan
pendangkalan akibat sedimentasi), serta aktivitas manusia yang dinamis seperti adanya
tata guna di lahan dataran banjir yang tidak sesuai (mendirikan pemukiman di bantaran
sungai, kurangnya prasarana pengendalian banjir, amblesan permukaan tanah dan
kenaikan muka air laut akibat pemanasan global).
Pengelolaan banjir di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan
sumber daya air. Pengelolaan banjir juga tidak dapat dibatasi oleh pembagian wilayah
administrasi, tetapi lebih kepada pengelolaan dalam wilayah Sungai.
Kewiilayahan sungai di Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor
12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai (Keppres No. 12/2012). Seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari: 5 wilayah sungai lintas negara,
29 wilayah sungai lintas provinsi, 29 wilayah sungai strategis nasional, 53 wilayah sungai
lintas kabupaten/kota, dan 15 wilayah sungai kabupaten/kota.

3.3.2 Bencana Tanah Longsor/ Gerakan Tanah


Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya bencana gerakan tanah di
Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran wilayah bencana semakin luas. Hal ini
disebabkan oleh makin meningkatnya pemanfaatan lahan yang tidak berwawasan
lingkungan pada daerah rentan gerakan tanah, serta intensitas hujan yang tinggi dengan
durasi yang panjang, ataupun akibat meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi.

Tabel 3.1 Fenomena Bencana Gerakan Tanah (Tanah Longsor)


No. Jenis Longsoran Uraian Pemic
u
1 Rayapan (creep) Terletak pada zona tekuk lereng atau zona transisi Hujan
dari kondisi lereng curam menjadi landai

2 Luncuran bahan Debris slump terbentuk pada salah satu sisi tebing Hujan
rombakan berupa yang mengelilingi hamparan lahan, dikontrol oleh
tanah & batuan kemiringan lereng yang relatif curam, material
(Debris Slump) penyusun lereng berupa tanah tebal hasil pelapukan
breksi volkanik dan perubahan
fungsi lahan.

3 Luncuran bahan Dikontrol oleh kondisi kemiringan lereng yang terjal, Gempa

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-8


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

rombakan berupa yaitu lebih dari 70º dan kondisi material penyusun bumi
tanah dan batuan lereng berupa endapan kuarter gunungapi yang
(Debris Slump) bersifat lepas dan belum
terkompaksi. Getaran gempabumi menyebabkan
terjadinya perubahan susunan butiran material
penyusun lereng dan memicu terjadinya debris
slump.

4 Luncuran tanah Dipicu oleh adanya hujan deras, earth slide


(Earth Slide) berkembang membentuk debris flow. Hal ini,
berkembang menjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kandungan
aliran bahan air dalam material longsoran. Endapan material dari
rombakan berupa debris flow membentuk landslide dam yang rentan
campuran tanah dan mengalami pergerakan dan dapat menyebabkan
batuan (Debris Flow) terjadinya debris flood, terutama dipicu oleh ada
hujan.

Sumber : Renas Penanggulangan Bencana 2015-2019

3.3.3 Bencana Angin Puting Beliung/ Cuaca Ekstrim


Saat ini kajian mengenai cuaca ekstrim semakin mendapat sorotan di berbagai
penjuru dunia khususnya dikaitkan dengan perubahan iklim, dimana para ahli
memperkirakan bahwa terjadinya bencana cuaca ekstrim merupakan salah satu gejala
perubahan iklim yangsemakin nyata. Menurut Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC4) 2012, bukti-bukti terkait kejadian cuaca dan iklim ekstrim yang ada di
dunia antara lain adalah kekeringan, curah hujan ekstrim, banjir, dan gelombang panas.
Peraturan BMKG Nomor Kep.009 Tahun 2010 lebih jauh mengungkapkan bahwa
cuaca ekstrim dapat berupa:
1. fenomena global seperti kejadian El Nino/La Nina dan kejadian Dipole Mode
2. Fenomena regional seperti kejadian siklon tropis, aktivitas monsoon, peristiwa
Madden Julian Oscillation (MJO) dan pembentukan awan aktif,
3. Fenomena lokal seperti labilitas udara, liputan awan, kondisi suhu dan
kelembaban udara.

3.4. INDEKS RAWAN BENCANA KOTA PEMATANGSIANTAR


Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) adalah suatu perangkat analisis
kebencanaan yang berbentuk indeks yang menunjukkan riwayat nyata kebencanaan yang
telah terjadi dan menimbulkan kerugian di wilayah Indonesia. Buku IRBI diterbitkan oleh
Kedeputian Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
dalam menjalankan amanah Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-9


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Kota Pematangsiantar merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Utara


yang memiliki potensi terjadinya berbagai bencana. Hal ini dibuktikan dari peringkat
Kota Pematangsiantar yang menduduki urutan ke-486 dalam skoring Indeks Resiko
Bencana Indonesia pada tahun 2013 dengan nilai skoring indeks sebesar 91,2 yakni
masuk dalam kategori sedang.
Jika ditinjau berdasarkan data informasi bencana indonesia (DIBI) yang
menyimpan data kejadian bencana di Indonesia dan dikelola langsung oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tren kejadian bencana di Kota
Pematangsiantar pada 10 tahun terakhir (2009-2018) dapat dilihat pada gambar diagram
di bawah ini, antara lain sebagai berikut:

Gambar 3.2 Tren Kejadian Bencana 10 Tahun Terakhir Kota


Pematangsiantar

Pada gambar diagram diatas, kejadian bencana banjir lebih sering dirasakan
penduduk Kota Pematangsiantar dibandingkan dengan bencana tanah longsor dan
bencana angin puting beliung. Kejadian bencana banjir terjadi pada sepuluh tahun
terkahir, kecuali untuk tahun 2014. Selain bencana banjir, bencana angin puting beliung
merupakan bencana alam yang sering terjadi pada urutan kedua yang paling sering terjadi
yaitu pada tahun 2014 dan tahun 2017. Sedangkan untuk bencana tanah longsor hanya
terjadi pada tahun 2014.

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-10


KOTA PEMATANGSIANTAR
Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Penyusunan Kajian Risiko Kota Pematangsiantar III-11

Anda mungkin juga menyukai