PENGERTIAN ASESMEN
PENGANTAR
Anak usia dini yang berusia 0-6 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat dari waktu ke waktu. Asesmen terhadap pertumbuhan dan perkembangan tersebut
penting dilakukan secara tepat untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan anak serta
mengidentifikasi kemungkinan keterlambatan perkembangan yang tentunya membutuhkan
penanganan secepatnya.
Selama mengikuti jenjang pendidikan, anak telah berkali-kali mengikuti asesmen untuk
berbagai keperluan, misalnya setiap akhir semester untuk menentukan kenaikan kelas, tes
untuk mengukur prestasi belajar anak pada bidang tertentu, tes untuk menentukan minat dan
bakat, dan sebagainya. Jenis-jenis asesmen tersebut tentunya tidak asing lagi bagi kita, namun
kita perlu memahami perbedaan asesmen yang dilakukan bagi anak usia dini, oleh karena
karakteristiknya yang berbeda dengan tahapan usia yang lain.
URAIAN MATERI
Minat untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan anak ternyata bukan lagi
sesuatu yang baru. Pada tahun 1774 Johann Pestalozzi seorang pionir dalam pengembangan
program pendidikan bagi anak, telah menuliskan perkembangan putranya yang berusia 3½
tahun. Tulisan itu lalu dipublikasikan dan menjadi gambaran bahwa pendidikan dan
perkembangan bagi anak usia dini telah mulai menjadi perhatian. Selanjutnya tulisan John
Locke (1699) berjudul Some Thoughts Concerning Education (Beberapa Pemikiran Mengenai
Pendidikan), Rousseau (1762) dengan bukunya Emile, serta Frederick Froebel’s (1896) dengan
tulisannya berjudul Education of Man (Pendidikan bagi Individu), kesemuanya mempengaruhi
perhatian publik akan karakteristik dan kebutuhan anak pada abad ke-18 dan ke-19. Rousseau
USIA DINI
Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini. Sejalan dengan perkembangan anak, penelitian
dan asesmen pada anak usia dini telah mulai dilakukan sebelum anak tersebut dilahirkan, yaitu
yang dikenal dengan asesmen pertumbuhan dan perkembangan janin. Setelah janin lahir dan
hingga masa kanak-kanak awal berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi perilaku
serta tumbuh kembangnya. Hal ini terus menerus dilakukan untuk memastikan anak mencapai
kemampuan dan keterampilan tertentu sesuai dengan tahap perkembangannya.
Adapun yang dimaksud dengan asesmen perkembangan anak usia dini yaitu proses
penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi mengenai performa anak, sesuai dengan tahap perkembangan yang
sedang dilaluinya. Hasil keputusan asesmen dapat digunakan untuk menentukan layanan
pendidikan yang dibutuhkan anak dan sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan
pembelajaran.
Contoh pelaksanaan asesmen yang bisa kita amati di antaranya adalah di sekolah guru
mengases perkembangan sosial, emosional dan fisik anak, sebagaimana juga perkembangan
intelektualnya—dokter anak mengases anak tidak hanya dengan memperhatikan berat badan
dan memeriksa kemampuan melihat, mendengar dan refleksnya, tetapi juga mengobservasi
kemampuan anak berjalan dan bagaimana hubungan anak dengan orang tuanya. Serupa
dengan itu, program pendidikan di-ases tidak hanya dengan mengukur keberhasilan anak
dalam belajar, tapi juga kepuasan orang tua terhadap kemajuan anak serta perasaan guru
terhadap pencapaian anak.
Asesmen yang dilakukan pada anak yang duduk di bangku Taman Kanak-kanak
tentunya berbeda dengan asesmen yang diperuntukkan bagi individu yang dewasa. Hal ini
didasarkan pada beberapa alasan, yaitu ketidakmampuan anak usia dini dalam hal baca tulis
serta perbedaan perkembangan anak yang seringkali membutuhkan strategi pengukuran yang
berbeda pula. Oleh karena itu strategi asesmen yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat
perkembangan mental, sosial dan fisik anak pada tiap tahapan usia. Mengingat pesatnya
perkembangan anak usia dini maka diperlukan asesmen untuk mengetahui apakah anak
berkembang secara normal. Apabila melalui asesmen yang dilakukan ditemukan keterlambatan
dalam perkembangannya maka orang tua dan pendidik dapat segera mengambil tindakan atau
Beda Asesmen dan Tes. Sering kali kita memaknai asesmen sama dengan pemberian tes
pada anak. Apakah memang benar demikian? Menurut Brewer (2007: 202) asesmen dan
pengetesan memiliki makna yang berbeda. Tes adalah satu dari komponen asesmen, namun
selama beberapa tahun belakangan ini tes menjadi alat ukur utama untuk menilai sekolah dan
kemampuan anak. Asesmen lebih dari sekedar memberi tes pada anak, yaitu dengan
menggunakan berbagai variasi strategi dalam rangka memperoleh pemahaman dan
menentukan perkembangan anak secara individual.
Kondisi penglihatan dan pendengaran. Tenaga medis seperti dokter atau perawat perlu
memastikan bahwa anak yang mengalami kesulitan belajar bukan disebabkan karena
adanya gangguan penglihatan dan pendengaran. Apabila dari hasil pemeriksaan
ditemukan adanya masalah pada area ini, maka akan disarankan pada pihak keluarga
untuk memeriksakan keadaan anak lebih lanjut kepada spesialis kesehatan yang tepat
sebelum dilakukan asesmen berikutnya.
Kemampuan Kognisi. Kemampuan kognisi anak biasanya diketahui melalui tes
intelegensi-tipe asesmen yang hanya dapat dilakukan oleh profesional yang telah
menguasai teknik khusus, yaitu psikolog. Hasil pengukuran tes akan memuat informasi
mengenai kemampuan belajar anak.
Prestasi. Anak yang melalui asesmen diprediksi akan membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus biasanya akan diikutsertakan dalam tes prestasi yang bersifat individual. Tes ini
biasanya diselenggarakan oleh psikolog, guru pendidikan luar biasa atau profesional
lainnya. Hasil dari asesmen ini akan membantu tim yang terlibat dalam pendidikan anak
(guru, psikolog, orang tua dan lain-lain) untuk menentukan tingkat kemampuan belajar anak
di sekolah.
Fungsi Sosial dan Perilaku. Keberhasilan anak di sekolah tidak hanya mengenai
kemampuan dan prestasinya. Area penting lainnya yaitu bagaimana anak menyesuaikan
diri dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya serta orang dewasa di sekitarnya.
1. Tiap instrumen asesmen yang digunakan harus valid (harus bisa mengukur apa yang
seharusnya diukur) dan reliabel (memiliki konsistensi)
2. Instrumen asesmen harus dipergunakan oleh profesional yang terlatih dan profesional
tersebut harus mengikuti petunjuk pelaksanaan tes dengan sebaik-baiknya
3. Tiap instrumen yang digunakan harus bisa memperkirakan kemungkinan akibat dari
kebutuhan khusus yang dimiliki anak. Contohnya bila anak memiliki kemampuan motorik
halus yang terbatas, maka bila ia diminta untuk menulis suatu ide maka hasilnya tidak
menggambarkan secara tepat apa yang diketahui oleh anak, karena area kebutuhan
khusus yang ia miliki (kemampuan motorik) mempengaruhi hasil kerjanya.
RANGKUMAN
Asesmen perkembangan anak usia dini telah dimulai dari beberapa abad yang lalu dan
terus berkembang hingga saat ini. Tujuannya adalah mempelajari anak guna
memberikan layanan dan program pendidikan yang tepat bagi kebutuhan individual
anak agar potensinya berkembang optimal.
Pengukuran dan asesmen yang dilakukan pada anak dimulai dari usia dini. Seperti anak
yang baru lahir diperiksa untuk mengetahui status kesehatannya, anak di-ases untuk
mengetahui perkembangan dan kemampuannya. Asesmen perkembangan anak usia
dini dilakukan untuk berbagai tujuan, bagi kepentingan anak, diagnosa, pengembangan
kurikulum, serta penelitian.
Asesmen juga perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dari anak berkebutuhan khusus
agar mereka dapat segera mendapat pelayanan pendidikan yang tepat guna
mengoptimalkan potensinya.
Di sekolah, guru adalah orang yang bertanggung jawab melaksanakan asesmen pada
anak. Untuk itu guru perlu memiliki kompetensi yang memadai dalam
menyelenggarakan asesmen, serta perlu memahami serangkaian peran dan
kewajibannya.
Guru dan orang tua adalah sebuah tim yang saling mendukung dalam pendidikan anak.
Di antara keduanya perlu terjalin kerjasama dan komunikasi yang baik.
F. TUGAS
1. Jelaskan awal mula berkembangnya asesmen perkembangan anak usia dini
2. Apakah yang dimaksud dengan asesmen perkembangan anak usia dini?
3. Mengapa asesmen perkembangan anak usia dini berbeda dengan asesmen yang
dilakukan pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi (SD, SMP, SMA)?
4. Bagaimanakah peran guru dalam melaksanakan asesmen perkembangan anak usia
dini?
TES FORMATIF
Baca dan pahamilah dengan seksama wacana berikut:
“Sekelompok orang tua murid terlihat mengantri mengambil amplop tertutup dari seorang guru yang duduk di
belakang sebuah meja. Beberapa saat kemudian ada yang berbalik dengan wajah tersenyum, tetapi dua orang di antaranya
terlihat kesal dan kecewa. “Masa anak saya tidak lulus..inikan baru TK, masa pakai tes segala. Padahal kemarin itu tesnya
tidak sampai lima menit, sudah berani menyimpulkan kalau anak saya tidak bisa konsentrasi”, ujar Reni, salah seorang ibu
yang terlihat kecewa tadi. “Memangnya apa kriteria lulus dan tidak lulusnya anak di TK ini? Anak saya di rumah pintar kok,
aktif, bicaranya sudah lancar, bahkan sudah bisa menyebut angka satu sampai sepuluh. Memang waktu di tes dia sedang
ngambek karena ayahnya tidak ikut mengantar, jadinya cuma diam kalau ditanya” sambung Nola, ibu lain yang anaknya juga
tidak diterima sebagai murid TK Ceria, sebuah TK elit di tengah kota.
Kejadian serupa juga pernah dialami Sherly seorang editor surat kabar, ibu dari Baim (7 tahun) ketika akan
mendaftarkan anaknya tersebut di sebuah SD negeri. Baim dinyatakan tidak diterima di SD tersebut karena belum pandai
menulis dan belum bisa membaca dengan lancar. Sementara membaca dan menulis di TK hanyalah bersifat permulaan dan
pengenalan. Luapan rasa kecewanya tersebut dituliskan Sherly dalam sebuah artikel yang dimuat di surat kabar tempat ia
bekerja. Artikel itu mendapat banyak tanggapan dari orang tua lain yang juga merasa dirugikan dengan proses seleksi
sekolah. Hal ini tentu tidak menyenangkan bagi sekolah tersebut dan menimbulkan polemik. Kekecewaan yang dirasakan
para orang tua tersebut seharusnya tidak perlu terjadi bila pihak sekolah memahami bagaimana seharusnya asesmen pada
anak usia dini diselenggarakan.
Pertanyaan:
OBSERVASI
Observation is the window that enables you to see into the world of the child.
Stephanie Feeniy
Apa yang terlintas dalam pikiran anda ketika mendengar kata ―observasi?‖ sebagian kita akan
menjawab – observasi adalah melihat atau mengamati. Pada kegiatan observasi, si observer
atau pengamat umumnya tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang diamatinya, melainkan
berada ―di luar‖. Disadari atau tidak, berkali-kali dalam sehari kita melakukan observasi. Hal ini
terjadi ketika kita berada di rumah, di jalan raya, di dalam kelas, atau di pasar. Misalnya saja
ketika berada di pasar, kita akan mengamati kios-kios penjual ikan sebelum mulai membeli. Kita
bisa saja memilih kios ikan yang ramai pembeli daripada yang sepi pembeli karena berdasarkan
observasi singkat yang kita lakukan kios yang ramai tersebut menjual ikan-ikan yang lebih
segar dengan pelayanan yang ramah dan cepat. Dari contoh ini kita dapat simpulkan satu hal,
yaitu observasi merupakan proses awal pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan.
Segala sesuatu yang kita observasi tidak hanya menjadi bahan pengamatan, tapi langsung
diberi arti dan dimaknai. Keputusan muncul untuk dua alasan, untuk dibiarkan berlalu begitu
saja atau ditindaklanjuti. Ketika berada di jalan raya dan melihat lampu lalu lintas berwarna hijau
menyala maka hasil observasi akan menghasilkan tindakan-pengendara bergegas memacu
kendaraan.
Memutuskan
Observasi Bertindak
Proses Observasi
Mengobservasi berarti memperhatikan, mengamati secara intensif, dengan fokus pada satu
bagian tertentu atau secara keseluruhan. Hal ini berarti menangkap informasi mengenai
gambaran menyeluruh dan detil yang signifikan (Feeniy, 2006: 135). Agar observasi pada anak
yang kita lakukan menjadi bermanfaat, maka kita harus memahami perkembangan anak,
lingkungan, dan bagaimana anak berhubungan dengan orang lain. Kita sebagai observer juga
harus tahu benar apa tujuan kita melakukan observasi dan bersedia mengumpulkan informasi
dan kesan dengan mata dan pikiran yang terbuka.
Observasi
Seorang observer anak yang efektif harus memiliki kemampuan untuk menunggu dan melihat
apa yang sebenarnya terjadi, bukan secara terburu-buru mengambil kesimpulan dari suasana
yang diamati. Nyberg (1971:168, dalam Feeniy, 2006:135) menyatakan bahwa ―intensive
waiting‖ atau menunggu secara intensif berarti observer harus menunda dugaan terhadap apa
yang akan terjadi dan bersedia menerima apa yang sesungguhnya terjadi: perilaku, perasaan
dan pola-pola tertentu. Bukan berarti observer menjadi seperti mesin , tapi observer harus
mampu secara berhati-hati memisahkan apa yang diamati dan apa yang sebenarnya ingin
dilihat atau dikhawatirkan akan terjadi.
Sebagai guru terkadang kita harus berhadapan dengan anak yang orang tuanya kita
kenal baik, saudara, tetangga, atau anak dari orang yang disegani. Kita juga
berhadapan dengan anak yang memiliki keterbatasan baik dari segi ekonomi,
intelektual atau fisik. Dalam observasi kita harus mampu meninggalkan segala
macam label yang sudah terlebih dahulu melekat pada pribadi anak agar terhindar
dari penilaian yang subjektif. Kita perlu ingat bahwa semua anak memiliki potensi
dalam dirinya dan beberapa di antara anak-anak tersebut menunggu kita untuk
memunculkan potensi tersebut.
Tentunya observasi akan memberi informasi berharga mengenai anak dan situasinya. Seperti
contoh di atas, Titi menggunakan informasi yang ia miliki untuk segera mengambil tindakan
yang berguna untuk mengatasi masalah di kelas. Sebagian besar di antara kita memiliki
kemampuan mengingat yang terbatas, padahal informasi yang kita peroleh selama
mengobservasi anak sangat berharga, dengan demikian perlu dilakukan pencatatan.
Selanjutnya mengenai mengapa kita perlu mengobservasi (Nilsen, 2004:2) menyatakan ada
beberapa alasan yang akan diulas berikut ini:
1. Keamanan. Kita mengamati anak selama mereka bermain dan beraktivitas dengan tujuan
agar mereka aman. Bila kita melihat ada sesuatu yang membahayakan anak maka kita akan
segera mencegah terjadinya kecelakaan pada mereka. Hal ini menjadi contoh umum dari
kegiatan observasi, memutuskan dan mengambil tindakan tersebut. Misalnya ketika anak
bermain di luar ruangan, guru mengobservasi dua orang anak yang bermain luncuran.
Awalnya mereka bermain bergantian, namun setelah beberapa saat salah seorang anak
menjadi kurang sabar menunggu giliran dan mulai mendorong si teman bermainnya. Guru
Pencatatan
Pencatatan adalah proses merekam atau mendokumentasikan hasil observasi untuk
selanjutnya disusun dan diorganisir sehingga menjadi data/alat yang sangat berguna bagi
kepentingan anak. Ada beberapa teknis pencatatan yang biasa digunakan, yaitu pencatatan
naratif yang membutuhkan penulisan, biasanya lebih menyita waktu tapi catatan yang
dihasilkan lebih kaya akan detil dan memberi gambaran lebih lengkap mengenai anak.
Pencatatan terstruktur, yaitu pencatatan yang tidak membutuhkan penulisan, biasanya lebih
cepat dan mudah untuk dilakukan tapi kurang memberikan informasi dan gambaran yang
mendetil tentang anak, misalnya pencatatan dengan checklist atau skala bertingkat.
Selanjutnya adalah dengan menggunakan perangkat elektronik (foto, rekaman suara dan video)
yang dapat memberikan hasil akurat dan lengkap, tapi membutuhkan keahlian dan waktu ketika
akan disatukan sehingga menjadi gambaran yang ringkas dan saling berhubungan.
Dalam pembelajaran, pencatatan informasi dan data yang diperoleh guru melalui observasi
sangat penting, di antaranya adalah untuk:
Mengingat. Daftar bahan kue yang sudah dibuat meskipun tertinggal di rumah sewaktu kita
sampai di pasar akan teringat lebih lama karena sudah dituliskan. Karena memang terdapat
hubungan antara menulis dan mengingat. Kata-kata yang ditulis membentuk koneksi visual dan
kinetis di otak, menghasilkan memori dan dapat dipanggil kembali ketika tulisan tersebut tidak
dapat dilihat.
Membandingkan. Anak terus tumbuh dan berkembang sepanjang waktu. Ketika guru
mengukur tinggi badan anak pada awal semester dan melakukannya lagi 4 bulan kemudian,
maka akan ada perbandingan yang perlu dicatat. Dengan mencatat hasil observasi, guru
memperoleh seperangkat data untuk dibandingkan sehingga dapat mengamati pertumbuhan
dan perkembangan anak secara akurat.
Menangkap dan menyimpan detil peristiwa. Detil peristiwa sangat mudah terlupakan. Hal-hal
kecil yang kita lihat dan perhatikan saat rasanya tidak penting untuk saat ini, tapi seringkali kita
akan membutuhkan data mengenai hal-hal tersebut ketika akan mengevaluasi perkembangan
belajar anak.
Memberi anak contoh. Anak perlu melihat orang dewasa menulis karena kemampuan ini
sangat penting dikuasai oleh anak. Ketika anak melihat guru menulis anak dapat memahami
pentingnya menulis. Anak seringkali akan bertanya ―ibu menulis apa?‖ guru dapat menjawab
Interpretasi
Langkah ketiga dalam proses observasi adalah membuat interpretasi yang biasa pula disebut
sebagai kesimpulan, berdasarkan apa yang kita lihat dan dengar. Meskipun perilaku dapat
diobservasi namun penyebab timbulnya perilaku itu muncul tidak teramati. Cara melakukan
interprestasi adalah dengan melihat hubungan antara berbagai komponen yang berkaitan
dengan perilaku anak baik yang dapat diobservasi maupun tidak. Memang kita tidak bisa
mengetahui secara pasti mengapa seorang anak berperilaku tertentu, namun tentunya kita
akan mengambil keputusan setiap harinya berdasarkan pemahaman kita mengenai anak.
Penting bagi guru untuk mengembangkan kemampuan membuat interpretasi berdasarkan hal-
hal yang diperoleh melalui observasi.
Menurut Feeniy (2006:134) melalui observasi guru mengembangkan berbagai hal, yaitu:
KOMPONEN ASESMEN
PENGANTAR
Sebelum membahas mengenai asesmen perkembangan anak usia dini, kiranya kita
perlu memahami terlebih dahulu konsep perkembangan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui anak sehingga kita akan memiliki pandangan yang komprehensif mengenai anak dan
selanjutnya pengetahuan ini akan menjadi acuan kita dalam melakukan observasi dan
asessment pada anak.
Adapun perkembangan pada individu dimulai semenjak terjadinya proses konsepsi
(pembuahan) hingga akhirnya individu tersebut meninggal. Dapat dikatakan manusia tidak
pernah berhenti berkembang dan mengalami perubahan sepanjang hayatnya.
Berbagai penelitian mengenai perkembangan memperlihatkan bahwa stimulasi yang
diberikan lingkungan fisik dan pengasuhan yang hangat serta tanggap terhadap usaha anak
untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya akan meningkatkan eksplorasi lingkungan
secara aktif dan pencapaian tahap perkembangan yang lebih awal (Beck, 2006: 164). Pada
anak usia dini perkembangan pada tiap aspek terjadi begitu pesat, bahkan tidak ada tingkatan
usia lain yang mengalami hal serupa. Begitu uniknya usia awal ini sehingga karakteristiknya
perlu benar-benar dipahami oleh orang tua dan pendidik PAUD agar penanganan dan
pelayanan anak di rumah maupun di sekolah dapat diberikan tepat dan sesuai dengan
kebutuhan usianya.
URAIAN MATERI
Selama hidupnya manusia tidak pernah statis, sejak lahir hingga meninggal manusia
selalu mengalami perubahan. Sehubungan dengan perubahan tersebut dikenal dua macam
perubahan yaitu: (1) pertumbuhan yang diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif
yaitu bertambahnya ukuran dan struktur, serta (2) perkembangan yang diartikan sebagai
Berbagai faktor saling terkait dalam tumbuh kembang seorang anak. Dari segi fisik
dipengaruhi oleh faktor genetik (sifat-sifat yang diturunkan dari orang tua kepada anak pada
proses konsepsi), serta faktor kesehatan dan kematangan. Faktor lain adalah perkembangan
pada tiap aspek, yaitu kognitif, bahasa, sosial emosional. Selain itu faktor lingkungan (segala
sesuatu yang ada di sekitar anak) dan pengalaman yang diberikan oleh lingkungan dan orang
tua pada anak juga memegang peranan penting.
Pengalaman
Genetik
Gambar 1. Hubungan Berbagai Faktor pada Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik (Nilsen, 2004:83)
Arah Perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan terjadi dalam urutan tertentu, dalam
tahap yang dapat diprediksi, tetapi mengalami variasi individual. Maksudnya adalah
perkembangan anak dapat diperkirakan dengan urutan: anak bisa duduk, merangkak, berdiri
lalu berjalan, namun seorang anak bisa mencapai satu tahap perkembangan lebih cepat
dibandingkan anak lain seusianya, sementara ada pula seorang anak yang lebih lambat
mencapai tahap perkembangan tertentu dibandingkan anak lain seusianya.
Pada kemampuan mengontrol otot gerak, ada dua jenis perkembangan, yaitu yang
arahnya dari kepala ke kaki atau perkembangan otot gerak chepalocaudal dan yang arahnya
dari bagian dalam tubuh ke bagian luar tubuh atau disebut juga perkembangan otot gerak
proximodistal.
Perubahan Otot-Lemak
Lemak tubuh (paling banyak terdapat di bawah kulit) meningkat pada beberapa minggu
terakhir kehidupan prenatal dan berlanjut setelah kelahiran, lalu mencapai puncaknya pada saat
bayi berusia 9 bulan. Banyaknya jumlah lemak tubuh ini membantu menjaga suhu tubuh bayi
tetap konstan. Memasuki usia 2 tahun, tubuh anak umumnya akan menjadi lebih kurus dan hal
ini berlanjut hingga pertengahan usia kanak-kanak (Fomon & Nelson, 2002). Pada saat
kelahiran, anak perempuan memiliki lemak tubuh yang agak lebih banyak daripada anak laki-
laki. Perbedaan ini tetap bisa diamati hingga awal masa sekolah dan bahkan semakin terlihat.
Pada usia sekitar 8 tahun, tubuh anak perempuan mulai mengalami pertambahan lemak pada
bagian sekitar dada, kaki dan tubuh bagian tengah, hal ini terus berlangsung hingga memasuki
usia pubertas. Sebaliknya pada anak laki-laki, lemak di bagian dada dan kaki berkurang
(Siervogel, 2000).
Gambar 2.Keterampilan
fisik-motorik.
Perkembangan fisik-motorik
yang baik membantu anak
menguasai berbagai
keterampilan yang
membutuhkan koordinasi
gerak tubuh seperti
bersepeda dan berenang.
2. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial telah lama menjadi fokus perhatian para ahli di bidang psikologi.
Seperti Erick Erikson (1950) dengan teorinya tentang perkembangan psikososial (Ambron,
1981:11). Sudut pandang teori ini bukan hanya dari sisi biologis, tapi juga perubahan pikiran
dan emosi serta pengaruh lingkungan social dalam membentuk kepribadian anak. Teori ini juga
menekankan pentingnya pemahaman orang dewasa dalam memenuhi kebutuhan anak pada
tiap tahapan usia. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan
berinteraksi dengan orang lain.
Ahli lain yang membahas tentang perkembangan sosial adalah Piaget (Nielsen, 2004:
105) yang melalui teorinya tentang perkembangan kognitif juga membahas tentang
perkembangan sosial anak. Ada juga Sigmund Freud, Skinner dan Watson yang juga
membahas perkembangan sosial anak.
Kini minat untuk mengidentifikasi faktor-faktor sosial seperti kemampuan untuk bergaul,
berinteraksi, dan menumbuhkan kompetensi sosial semakin meningkat (Fabes, dalam Nilsen,
2004:106). Anak yang memiliki kompetensi sosial adalah anak yang mampu mengendalikan
kondisi psikologis, emosi dan respon tingkah lakunya, sehingga mereka akan dapat
menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial serta lingkungan belajar. Sistem pengendalian ini
| Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini 35
berkembang selama usia prasekolah. Adapun lima pembagian kemampuan perilaku sosial
disingkat dengan CARES (Elliot, McKevitt & DiPerna, 2002):
1. Cooperation—Kooperasi atau kerjasama, yaitu perilaku menolong orang lain, berbagi
benda/barang dengan teman dan menaati peraturan
2. Assertion—perilaku berhubungan seperti bertanya pada orang lain mengenai informasi
atau perilaku yang merupakan tanggapan terhadap tindak-tanduk orang lain
3. Responsibility—tanggung jawab, perilaku yang memperlihatkan kemampuan untuk
berkomunikasi dengan orang dewasa dan menunjukkan kepedulian terhadap hak
milik/barang orang lain
4. Empathy—empati, perilaku yang menggambarkan kepedulian terhadap orang lain
5. Self-control—pengendalian diri, perilaku yang sering muncul saat terjadi konflik seperti
memberi tanggapan yang tepat terhadap godaan atau nasehat dari orang dewasa.
Setelah berusia 1 tahun, anak lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dan hal-hal yang
membuatnya gembira. Tahap ini yang disebut dengan tahap self-gratification (kepuasan diri)
merupakan tahap keterikatan anak pada orang tua dan keinginan untuk lebih mandiri.
Memasuki tahun kedua, anak akan men-generalisasikan semua hubungan sosial, tahap ini
disebut tahap self-assertion. Anak berharap semua orang, khususnya semua anak akan
memperlakukannya sama seperti orang tuanya: menerima, menyetujui dan memenuhi
keinginan anak. Bila hal ini tidak terjadi, maka sulit bagi anak untuk menerimanya. Pada usia ini
pula interaksi sosial anak dengan anak lain seringkali berlangsung dalam bentuk permainan
sejalan dengan kemampuan berbahasa yang mulai berkembang.
Usia tiga, empat dan lima tahun merupakan masa berkembangnya anak sebagai makhluk
sosial. Dengan kemampuan bahasa yang semakin baik, begitu pula kemampuan fisik dan
kognitif, maka kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain semakin meningkat.
Dalam perkembangan kemampuan sosial pada tahap self-initiator ini peran bermain pada anak
sangat besar.
Self-Initiator
Berteman
Self-Assertion
Menuntut kebutuhan dan keinginan
terpenuhi
Self-Gratification
Berharap orang lain
memenuhi
kebutuhannya
Self
Refleks
Nilsen, 2004:107
3. Perkembangan Emosi
Emosi tidak ditumbuhkan, tapi berubah dari waktu ke waktu dari sederhana menjadi lebih
kompleks. Perkembangannya dapat diprediksi tapi bersifat individual, maksudnya tiap anak
akan memiliki perbedaan maupun variasi bilamana emosi tertentu akan muncul. Perkembangan
emosi berupa ekspresi dan pengendalian/kontrol.
Penelitian mengenai emosi menemukan bahwa terdapat jenis emosi yang umum dimiliki
seluruh manusia, yaitu takut, marah dan cinta. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan
emosi pada anak:
Terkejut, marah,
takut, sedih,
gembira 6-8 bulan
minat
stres 3-4 bulan
refleks
Perkembangan emosi memiliki beberapa aspek dan berkaitan erat dengan sosialisasi
anak dengan lingkungannya. Pertama adalah mengenali dan menginterpretasi emosi yang
ditampilkan oleh orang lain.
Pada usia 2 tahun, anak sering mengungkapkan perasaannya dan mulai berusaha
untuk mengendalikan perasaan tersebut. Memasuki usia 3-4 tahun, anak mulai dapat
mengungkapkan strategi atau upaya pengendalian emosinya. Sebagai contoh, anak mulai
paham bahwa emosi tertentu seperti takut dan cemas dapat dikurangi dengan cara menutup
alat indra tertentu (misalnya menutup mata atau telinga untuk menghindar dari kejadian
maupun suara yang tidak menyenangkan), berbicara pada diri sendiri (―Ibu bilang akan pulang
sebentar lagi‖), atau mengubah kegiatan (memutuskan untuk tidak ikut bermain setelah ditolak
bermain oleh teman-temannya). Kemampuan anak untuk menggunakan strategi-strategi ini
berarti ledakan emosi anak pada masa prasekolah menjadi lebih sedikit (Thompson dalam
Beck, 2006:404).
4. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif tiap anak berbeda-beda, dipengaruhi oleh cara belajar, bakat
(kemampuan intelegensi yang menonjol), kondisi fisik dan faktor experiental. Piaget (Ambron,
1984:13-16) menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak melalui 4 tahapan: 1) Tahap
Sensori Motor yaitu pada saat anak berusia 0 hingga dua tahun. Berpikir pada bayi terbatas
hanya pada pengalaman sensori dan gerak yang pernah dialaminya. Bayi mengenali obyek
hanya bila obyek itu ada di hadapannya. Misalnya saja puting susu ibu (nipple) dikenali sbg
obyek untuk dihisap & satu-satunya ciri nipple yang diketahui anak adalah yg dirasakan ketika
menghisapnya. Bayi tidak mengerti bahwa nipple atau obyek lain bisa ada ketika ia tidak
sedang berhadapan dg obyek tersebut. Dengan kata lain bayi belum mampu secara mental
mengkonstruksikan simbol untuk menggambarkan obyek yang tidak lagi terlihat. 2) Tahap
Praoperasional, yaitu ketika anak berusia dua hingga tujuh tahun. Anak mulai mampu
menyusun simbol mengenai obyek atau peristiwa yg pernah diketahuinya, salah satu dari
simbol tersebut adalah bahasa. Meskipun demikian, kemampuan anak membentuk simbol
masih terbatas bila dilihat dari standar orang dewasa. Dalam tahap pra operasional pemikiran
anak masih kacau dan tidak terorganisir secara baik. Pemikiran praoperasional juga mencakup
transisi dari penggunaan simbol-simbol primitif kepada yang lebih maju. 3) Tahap Konkrit
Operasional, yaitu ketika anak berusia tujuh hingga sebelas atau duabelas tahun. Pada masa
ini anak sudah mengembangkan pikiran logis, ia mulai mampu memahami operasi sejumlah
konsep. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, anak tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari panca indra, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk
membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya, dan antara yang
bersifat sementara dengan yang bersifat menetap. Selain itu anak juga mampu berpikir
bagaimana & mengapa sesuatu berubah. 4) Tahap Formal Operasional, yaitu usia sebelas
atau duabelas tahun hingga dewasa. Pada tahap ini individu sudah mulai berpikir abstrak dan
hipotesis. Individu juga sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi,
2) Motorik Kasar
RANGKUMAN
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini berlangsung sangat cepat dan
sangat menentukan karena itu pendidik PAUD perlu memahaminya agar dapat
memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan usia anak
Berbagai faktor berhubungan dengan tumbuh kembang anak seperti gen, kesehatan,
kematangan, aspek perkembangan kognitif, bahasa, sosial emosional, serta lingkungan
dan pengalaman
C. TUGAS
Pertanyaan:
1. Menurut anda aspek perkembangan apa yang kurang berkembang pada Raihan?
2. Menurut penilaian anda apakah sikap guru dalam menghadapi Raihan sudah tepat?
3. Bila anda adalah guru Raihan apa yang akan anda perbuat untuk membantunya?
4. Bagaimana pengetahuan mengenai perkembangan anak dapat membantu guru dalam
membantu masalah Raihan?
PRINSIP, TUJUAN
PENGANTAR
Asesmen tidak digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program, tetapi untuk
mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar anak. Asesmen tidak dilakukan di kelas pada
akhir program atau di akhir tahun TK, tetapi dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
sehingga kemajuan belajar siswa dapat diketahui. Caranya pun lebih alami, misalnya, saat anak
bermain, menggambar, atau dari karya yang dihasilkan. Asesmen tidak mengkondisikan anak
pada bentuk ujian. Dengan mengetahui bakat, minat, kelebihan, dan kelemahan siswa maka
guru bersama-sama dengan orang tua siswa dapat memberi bantuan belajar yang tepat untuk
anak sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang tepat untukanak sehingga dapat diperoleh
hasil belajar yang optimal.
Terdapat berbagai metode asesmen dalam mengevaluasi perkembangan anak usia dini.
Tiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Adapun kegunaan
mempelajari metode asesmen yang berbeda bukanlah untuk menggantikan metode yang sudah
ada, melainkan untuk merancang bagaimana cara agar dapat menggunakan tiap metode
secara efektif guna memenuhi kebutuhan anak.
URAIAN MATERI
A. PRINSIP-PRINSIP ASESMEN
Prinsip asesmen yang pertama adalah asesmen harus menggunakan informasi dari
berbagai sumber. Menurut Greenspan & Meisels (Wortham, 2005:21) apapun strategi
asesmen yang digunakan, penggunaan satu sumber informasi untuk mengevaluasi adalah tidak
tepat. Sebuah metode asesmen hanya menyediakan satu bagian dari apa yang ingin kita
ketahui mengenai anak. Penggunaan beberapa strategi akan memberi kita gambaran yang
lebih lengkap mengenai perkembangan dan pembelajaran anak dari berbagai perspektif (Feld
& Bergan, dalam Wortham, 2005:21). Selain menggunakan beberapa strategi yang berbeda,
| Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini 48
untuk hasil asesmen yang lebih lengkap mengenai perkembangan anak guru juga dapat
mencari informasi dari orang lain yang berhubungan dengan anak seperti orang tua dan
pengasuh. Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengamatan orang tua terhadap perilaku dan
kinerja anaknya di rumah serta dapat pula diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh orang tua
mengenai perkembangan dan kondisi anak. Selain itu mungkin saja informasi diperoleh dari
dokter, psikolog atau terapis yang pernah atau sedang menangani anak, serta guru yang
sebelumnya mendidik anak. Dengan demikian informasi diperoleh dari berbagai sumber yang
berbeda dan menjadi lebih kaya karena dilihat dari berbagai sudut pandang.
Prinsip asesmen yang kedua yaitu asesmen harus memberi keuntungan bagi anak
dan meningkatkan pembelajaran. Evaluasi pada anak pada umumnya bertujuan untuk
menentukan apakah anak berkembang dengan normal atau memperlihatkan keterlambatan
perkembangan sehingga membutuhkan bantuan maupun intervensi, dengan demikian asesmen
bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi anak. Apapun strategi asesmen yang dilakukan,
hasil asesmen tersebut haruslah digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan
pembelajaran anak.
Prinsip asesmen yang ketiga adalah asesmen harus melibatkan anak dan
keluarganya. Anak yang masih kecil belum mampu memahami peningkatan perkembangannya
sehingga orang tua dan pengasuh adalah orang-orang penting yang dapat dijadikan sumber
informasi untuk melengkapi data yang diperoleh melalui hasil asesmen. Setelah memasuki usia
sekolah anak akan mulai memahami perkembangannya, namun orang tua dan keluarga tetap
menjadi informan yang penting. Semakin bertambah usia anak, maka kemampuan self-
assessment akan muncul, sehingga lambat laun anak akan mampu mengevaluasi
perkembangan dan pencapaiannya dalam suatu bidang.
Adapun prinsip asesmen keempat adalah asesmen harus adil bagi tiap anak. Bila
dalam suatu kelas ditemukan anak berkebutuhan khusus, maka evaluasi bagi mereka harus
disesuaikan agar adil. Guru yang peka akan mengetahui bila strategi asesmen yang dilakukan
kurang tepat dan dapat memberikan hasil yang tidak adil bagi beberapa anak, sehingga dapat
mengganti strategi asesmen yang hasilnya lebih adil bagi tiap anak.
Prinsip kelima yaitu asesmen haruslah otentik. Asesmen yang dilakukan haruslah
bermakna bagi pengalaman-pengalaman anak dan mencerminkan bagaimana anak dapat
mengaplikasikan pengetahuannya dalam situasi atau konteks yang sebenarnya. Asesmen
otentik digunakan untuk mengukur secara akurat hasil belajar anak yang selanjutnya
digunakan untuk merencanakan program pembelajaran yang didasarkan pada minat dan
pengalaman anak.
Asesmen dilakukan untuk berbagai tujuan sesuai dengan kebutuhan pendidikan, yaitu
(1) untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak secara individual, (2)
mengidentifikasi dan memperbaiki masalah perkembangan, (3) bila dilakukan dari awal secara
benar, maka akan sangat membantu anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk
mendapatkan perlakuan/treatment yang tepat guna mengoptimalkan potensi yang dimiliki, (4)
memastikan anak memperoleh pelayanan terbaik sesuai kebutuhan, (5) digunakan untuk
perencanaan program pembelajaran, dan (6) untuk kajian penelitian.
Selain tujuan yang telah dipaparkan di atas, asesmen secara spesifik dalam
pembelajaran juga bertujuan untuk (1) mengetahui minat anak, (2) mengetahui kelebihan dan
kekurangan anak, (3) menambah informasi untuk mengambil keputusan bila akan dilakukan
intervensi, (4) menggali apa yang diketahui anak pada area tertentu, misalnya dalam
membaca, (5) mengecek apakah instruksi yang diberikan cocok dan dapat dipahami dari bisa
tidaknya anak melaksanakan instruksi, dan (6) sebagai dasar pelaporan hasil belajar pada
orang tua
Melalui asesmen akan diketahui kemampuan, kelemahan, minat peserta didik dan
tujuan yang akan ditetapkan, informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan peserta didik (anak)
dapat diperoleh melalui :
Yaitu dengan cara mencatat fakta (data mentah/raw data) secara lengkap dan dilakukan
dengan segera mungkin setelah pengamatan. Hal ini perlu dilakukan karena keterbatasan
kemampuan kita dalam mengingat suatu informasi, bila tidak dicatat selengkap mungkin
dan sesegera mungkin bisa jadi informasi tersebut hilang dari ingatan kita ketika
dibutuhkan.
2. Objektifitas
Yaitu dengan mencatat fakta bahwa secara objektif, tidak bias, dan tidak ditambah dengan
pendapat kita yang dapat bersifat subjektif. Misalnya kita tidak boleh membedakan anak
berdasarkan kondisi fisik, status sosial ekonomi, kedekatan atau kekerabatan serta jabatan
orang tua.
3. Menghindari pelabelan
Yaitu dengan menghindari kesimpulan dan diagnosis yang terlalu dini berdasarkan
informasi yang terbatas. Seringkali kita memiliki persepsi (pandangan) terhadap anak yang
dapat merugikannya dalam asesmen, seperti bila kita dari awal memberi label nakal atau
kurang cerdas pada seorang anak maka penilaian kita akan cenderung negatif terhadap
anak tersebut meskipun dia menunjukkan prestasi dan perkembangan yang signifikan bila
dibandingkan dengan penilaian kita terhadap anak lain yang kita beri label anak yang baik,
sopan, atau cerdas
4. Memiliki tujuan yang baik
Tujuan dokumentasi adalah untuk mengamati perilaku anak, mengumpulkan informasi
Penentuan
Aspek/Area
Pengumpulan Data
Pelaksanaan
Asesmen
Implementasi
Evaluasi
RANGKUMAN
E. TUGAS
1. Asesmen memiliki prinsip harus memberi keuntungan bagi anak dan meningkatkan
pembelajaran, uraikan apa maksudnya dan berikan contoh
2. Asesmen memiliki prinsip harus adil bagi tiap anak. Uraikan apa maksudnya dan berikan
contoh
3. Mengapa dalam mendokumentasikan asesmen harus ada etika yang dipatuhi?
4. Mengapa kita tidak boleh bias dalam melakukan asesmen pada anak bahkan harus
menjaga kerahasiaan hasil asesmen?
5. Apakah menurut anda guru perlu memberi tahu anak bila ia akan melakukan asesmen?
Adakah dampak positif dan negatifnya?
Simaklah wacana di bawah ini dan kemudian jawab pertanyaan yang diberikan
Akhir semester sudah dekat, berarti tak lama lagi laporan belajar anak harus segera dibuat. Bu Anggi, guru kelas
Anggrek di TK ABC mulai memeriksa kelengkapan data yang ia miliki untuk membuat laporan tersebut. Ia memiliki informasi
mengenai perkembangan masing-masing anak, berupa data yang ia kumpulkan sendiri berdasarkan pengamatannya. Selama
ini informasi tentang anak tersebut hanya dibiarkannya menjadi dokumen tertulis dan belum ditindaklanjuti, bahkan ia baru
sadar ada beberapa anak yang datanya kurang lengkap.
Sebenarnya selama ini Bu Anggi sudah berusaha melakukan evaluasi terhadap tiap anak didik. Dari awal semester
ia bahkan telah merancang strategi yang akan ia gunakan dalam mengevaluasi mereka. Tetapi Bu Anggi terpaksa bekerja
ekstra semester ini karena tiba-tiba saja Bu Asti yang mengajar di kelas Amarilis harus dirawat di Rumah Sakit karena sakit
STRATEGI ASESMEN
PENGANTAR
Strategi asesmen terdiri dari tes standar dan strategi asesmen informal. Komponen-
komponen ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, sehingga akan lebih baik
bila digunakan secara terpadu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Penentuan bilamana
tes standar atau strategi asesmen informal ini digunakan tergantung dari kebutuhan dan
ketersediaan alat ukur.
Strategi asesmen yang dipilih untuk anak usia dini harus cocok, sesuai, dan merupakan
cara yang terbaik untuk memperoleh informasi mengenai tujuan atau hasil belajar atau
kompetensi atau kinerja yang akan diukur.
URAIAN MATERI
A. Tes Standar
Standarisasi atau standardized adalah penggunaan ukuran yang sama dengan cara yang
sama untuk mengetahui hasil individual yang diperbandingkan dengan jawaban/respon yang
diharapkan (Nilsen, 2004:189). Sedangkan tes standar dapat diartikan sebagai instrumen tes
yang bersifat formal oleh karena telah distandarisasikan.
Tes standar dirancang untuk mengukur karakteristik individual. Pelaksanaan tes dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Ada berbagai macam tujuan tes, di antaranya
adalah untuk mengukur kemampuan, prestasi, minat, dan karakteristik kepribadian. Hasil tes
dapat digunakan untuk merancang tugas selanjutnya, untuk mempelajari perbedaan antar
individu dan kelompok serta untuk merancang program konseling. Ada tiga macam test
kemampuan psikologis yaitu tes intelgensi (inteligence test), test prestasi (achievement test)
dan tes bakat (aptitude test). Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan motorik, bahasa,
sosial, dan kognitif anak. Prestasi anak yang diukur berkaitan dengan sejauh mana seorang
anak mamahami informasi ataupun keterampilan tertentu.
1. Administrasi tes yang seragam. Prosedur administrasi tes standar sama dimana pun
tes dilaksanakan dan harus dipastikan bahwa tiap anak mengikuti instruksi tes dengan
tepat.
2. Skor dapat dihitung. Tes standar memiliki skor yang dapat dihitung oleh karena berupa
skor numerik.
3. Memiliki norma acuan. Digunakan sebagai pembanding hasil tes anak dengan hasil
tes anak-anak lain dari kelompok yang dipilih (sampel).
4. Validitas dan reliabilitas. Validitas yaitu apakah tes mampu mengukur karakteristik
yang akan diukur melalui tes, sedangkan reliabilitas adalah kemampuan tes untuk
mengukur karakteristik anak secara akurat dalam kondisi yang berbeda.
Kerugian menggunakan tes standar yaitu meskipun tes ini sudah dibuat sebaik mungkin,
tetapi tetap bukan merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi anak usia dini. Bila
menggunakan tes standar tetap harus menggunakan metode asesmen lain seperti observasi
agar memperoleh hasil yang akurat mengenai apa yang telah dipelajari dan dicapai oleh anak
usia dini.
B. Asesmen Informal
Asesmen informal merupakan strategi asesmen yang dibuat oleh guru untuk mendapatkan
informasi spesifik mengenai pengetahuan dan kemampuan anak dalam menguasai tujuan
instruksional pembelajaran.
Strategi yang ideal digunakan dalam melakukan asesmen pada anak usia dini adalah
melalui observasi yang otentik dan naturalistik, yang berlangsung dalam kegiatan sehari-hari,
ketika proses belajar mengajar dan juga pengasuhan anak sehingga diperoleh gambaran
mengenai perkembangan dan pembelajaran anak. Oleh karena itu asesmen perkembangan
anak usia dini tidak dilakukan sekali atau pada satu waktu saja, karena apabila demikian akan
sulit mengumpulkan indikator-indikator perkembangan anak yang valid dan reliabel.
Asesmen informal ini dapat digunakan untuk tujuan evaluasi penempatan, evaluasi
diagnostik dan perencanaan instruksional, serta evaluasi sumatif dan formatif.
OBSERVASI
Observasi merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pembelajaran dan
perkembangan anak usia dini. Menurut Cartwright (1984:3) observasi merupakan proses
pengamatan dan pencatatan perilaku secara sistematis untuk tujuan pembuatan instruksi,
manajemen, dan layanan bagi anak lainnya. Menurut Nilsen (2004: 1) ketika mendengar kata
―observe‖ terlintas pikiran mengenai kegiatan melihat, tidak berpatisipasi namun mengamati
suatu perilaku sebagai orang luar (outsider).
Observasi perilaku anak membutuhkan pengamatan penuh dari si observer (pengamat).
Melalui observasi guru akan dapat mengenali dan memahami anak sebagai individu yang unik,
tidak hanya sebagai bagian dari sebuah kelompok.
Guru perlu mengetahui pentingnya observasi dan juga pentingnya mengembangkan
kemampuan guru dalam mengobservasi. Dengan banyak berlatih dan terus belajar melakukan
observasi, guru akan menjadi semakin peka dan mampu mengobsevasi anak didik dengan
baik. Adapun tiga tujuan melakukan observasi pada anak (Sherman, dalam Wortham, 2004:93)
adalah: (1) memahami perilaku anak, (2) mengevaluasi perkembangan anak, dan (3)
mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran.
Observasi yang dilakukan dalam rangka asesmen anak usia dini adalah observasi
terhadap ―perilaku‖ anak. Perilaku tersebut adalah segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar,
dihitung atau diukur.
| Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini 60
Mengapa perlu melakukan observasi? Ketika guru mengobservasi anak didiknya, diperoleh
informasi dan melalui informasi itu dapat diukur perkembangan anak secara umum dan
perkembangan anak pada saat tersebut. Informasi itu selanjutnya digunakan untuk membuat
keputusan mengenai tindakan yang diperlukan. Dalam satu hari guru tentunya telah membuat
ribuan keputusan yang kesemuanya didasarkan pada observasi dan merupakan respon yang
tepat dari situasi yang diamati pada anak. Kegiatan mengobservasi, membuat keputusan dan
mengambil tindakan merupakan rangkaian kegiatan yang akan terjadi berulang-ulang dalam
satu hari.
Anda tentunya pernah menunjuk seseorang dengan jari-jari anda. Pernahkan anda sadari bahwa ketika
anda menunjuk orang lain, setidaknya ada tiga jari yang menunjuk pada anda sendiri? Keadaan ini sama seperti
saat kita mengobservasi perkembangan anak. Bila kita adalah seorang observer yang baik maka kita akan
mengamati perkembangan,perilaku dan kemampuan yang dimiliki anak. Tentunya ada anak yang memiliki
perkembangan, perilaku dan kemampuan sebagaimana yang kita harapkan, sedangkan ada juga beberapa anak
yang tidak demikian.
Yang selalu menjadi masalah tentunya adalah anak yang tidak berkembang sesuai dengan harapan,
misalnya saja anak lambat menyesuaikan diri di kelas atau tidak bisa menguasai keterampilan atau materi
tertentu. Bila kita buru-buru menyimpulkan bahwa anak bermasalah atau memiliki kemampuan rendah, maka
ada baiknya kita mengevaluasi pendekatan yang kita lakukan pada anak, metode mengajar maupun media yang
kita gunakan selama ini. Karena bagaimanapun ketika kita menunjuk pada anak, setidaknya ada tiga jari yang
menunjuk ke arah kita.
Tipe-tipe Pencatatan Hasil Observasi
1. CATATAN ANEKDOT
Selama pembelajaran berlangsung, selalu terjadi berbagai peristiwa yang perlu dicatat
persis seperti bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Catatan tersebut membuat pembacanya
melihat, mendengar, dan merasakan peristiwa tersebut seakan-akan secara langsung. Catatan
itu meliputi kejadian aktual dari peristiwa baik yang sifatnya biasa ataupun yang di luar
kebiasaan, serta sebaiknya dicatat secara keseluruhan. Metode pencatatan ini dikenal dengan
catatan anekdot.
Catatan anekdot merupakan deskripsi tertulis mengenai perilaku anak yang didalamnya
terdapat data obyektif mengenai apa, bila dan di mana sebuah kejadian terjadi (Wortham,
2004:97). Catatan ini dapat digunakan untuk memahami beberapa aspek perilaku. Orang tua
dan guru bisa menggunakan catatan anekdot untuk melihat tahap-tahap perkembangan anak
guna menjelaskan perilaku yang tidak biasa. Di samping narasi yang bersifat obyektif, dapat
ditambahkan keterangan ataupun penjelasan dari kejadian yang dicatat.
Adapun lima karakterisik catatan anekdot menurut Goodwin & Driscoll, 1980 (Wortham,
2004:97) adalah:
1. Catatan anekdot merupakan hasil dari observasi/pengamatan langsung
2. Catatan anekdot sesuai dengan kejadian, akurat, dan merupakan data khusus mengenai
suatu kejadian
3. Catatan anekdot meliputi konteks perilaku
4. Interpretasi dari kejadian dicatat terpisah dengan kejadian tersebut
5. Catatan anekdot terpusat pada perilaku yang umum atau yang tidak biasa dilakukan oleh
anak
Pada sebuah catatan anekdot terdapat data mengenai kapan, di mana, siapa dan apa dari
peristiwa yang dicatat. Sedangkan catatan tentang ―mengapa‖ tidak dicantumkan dalam
pencatatan. Kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil observasi dari peristiwa tersebut ditulis
terpisah. Misalnya saja ketika anak menangis kita mengambil kesimpulan bahwa anak sedih.
Namun kesimpulan ini tetap memiliki dua kemungkinan, tepat atau tidak tepat.
Harus mengamati anak terus menerus untuk memperoleh semua rincian peristiwa, apa
yang dikatakan anak, gerak tubuh
Mengalihkan perhatian dari berinteraksi dengan anak-anak
Hanya terfokus pada perilaku yang terjadi dalam beberapa menit
Untuk memperkuat pemahaman anda berikut ini diberikan contoh pencatatan anekdot
Gambar 8. Pencatatan Anekdot
Nama Anak: Shazia
Umur: 4 tahun
Lokasi: PAUD Gembira
Observer: Rahma
Aspek Perkembangan yang Diamati: Sosial Emosional
Kejadian Catatan/Komentar
Shazia baru siap memakai pakaian sehabis 1. Shazia mau menolong teman
membersihkan badan karena baru saja 2. Perlu terapi bicara buat Nadya
selesai kegiatan berenang. Ia berdiri dekat
3. Menempatkan Shazia dan Nadya
dengan Nadya dan memperhatikan Nadya Pengemba
kesulitan memasang resleting roknya. Nadya di meja yang sama ketika makan
ngan sosial
meringis dan mengatakan ―Tutah, kelas!‖ 4. Menyediakan pakaian dengan
Shazia lalu mendekati Nadya dan menarikkan Kurikulum
resleting di area bermain peran
resleting roknya, Ia harus mengulangi
beberapa kali dan akhirnya berhasil
memasangkan resleting rok Nadya. Lalu
Nadya tersenyum dan berkata ―Acih..‖ Shazia:
―Sama-sama Nadya‖.
2. CATATAN BERJALAN
Catatan berjalan atau running records adalah metode pencatatan berupa narasi yang
lebih terperinci mengenai perilaku anak yang dilengkapi dengan tahap-tahap kejadian
(Wortham, 2004: 98). Catatan berjalan meliputi segala sesuatu yang muncul dalam suatu
periode waktu, di mana semua perilaku yang muncul diamati-tidak hanya kejadian tertentu saja
seperti yang dilakukan pada pencatatan anekdot.
Dalam catatan berjalan, semua yang terjadi atau yang dikatakan anak selama periode
pengamatan akan dicatat. Lamanya periode waktu pengamatan ini berkisar dari beberapa menit
hingga beberapa minggu atau beberapa bulan. Observer memberikan analisa atau komentar
akan perilaku anak setelah mempelajari hasil pencatatan. Melalui catatan berjalan ini orang
yang membaca akan mendapat gambaran mengenai kejadian yang diamati.
Keuntungan
Memberi gambaran apa adanya/natural mengenai apa yang terjadi dalam pembelajaran
secara terperinci
Mencakup berbagai aspek perkembangan dalam satu pencatatan
Dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan area atau pusat pembelajaran
Kerugian
Membuat anak merasa diawasi sehingga anak bisa menjadi tidak nyaman, mengubah
perilaku yang dapat berakibat terganggunya suasana natural
Bisa jadi perilaku yang umumnya terjadi tidak muncul selama periode waktu yang
ditentukan
Membuat guru/observer tidak mampu mengamati apa yang terjadi di area kelas yang lain
karena perhatian terfokus pada pencatatan
Membuat observer lelah karena harus mengobservasi secara intens
3. SAMPEL WAKTU
Sampel waktu bertujuan untuk mencatat frekuensi munculnya perilaku pada periode
waktu yang telah ditentukan. Observer menentukan kapan perilaku akan mulai diamati, berapa
lama akan diamati, dan bagaimana perilaku tersebut akan dicatat. Selanjutnya observer
mengamati perilaku dan mencatat berapa kali kemunculannya selama waktu yang telah
ditentukan. Perilaku lain yang muncul selama observasi berlangsung akan diabaikan. Setelah
beberapa sampel diambil dan dilengkapi maka data yang ada dipelajari untuk memperkirakan
kapan dan mengapa perilaku muncul. Selanjutnya observer dapat menggunakan informasi
tersebut untuk membantu anak mengubah perilaku yang tidak diinginkan.
Sampel waktu ini dapat digunakan pada anak usia dini karena sebagian besar perilaku
mereka dapat jelas diamati. Dengan menggunakan sampel waktu maka observer memperoleh
informasi komprehensif mengenai perilaku. Yang dapat mempengaruhi perilaku target adalah
Berbaris-baris paling belakang, 7.30 Talita cenderung menarik diri dan tidak
tidak berpasangan dengan nyaman berada dalam kelompok
anak lain
7.40 Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
Area seni: duduk sendirian, dan tidak dapat memulai percakapan
sementara teman lain
bercakap-cakap. Setelah Nita
bertanya tentang alat music
apa yang ia sukai, barulah Menempatkan Nita dan Talita pada area
Talita mau berbicara meskipun bermain yang sama
hanya menjawab singkat.
4. SAMPEL KEJADIAN
Selain sampel waktu, digunakan pula sampel kejadian bila perilaku mumcul pada
kondisi/kejadian tertentu. Apabila perilaku muncul pada waktu yang tidak bisa ditentukan atau
tidak teratur, maka dianjurkan menggunakan sampel kejadian. Observer memperkirakan kapan
biasanya perilaku akan muncul dan menunggunya.
9.10 Dito melihat-lihat buku di Ryan memukul Dito Dito balas memukul dan
area baca. Ryan mau mengambil buku kembali. Ryan
meminjam buku itu, Dito mengambil buku lain dan
menolak duduk.
5. CHECKLIST
Checklist merupakan daftar perilaku yang diatur dalam sistem kategori. Observer dapat
menggunakan checklist untuk menentukan apakah anak memperlihatkan perilaku tertentu atau
keterampilan tertentu. Checklist berguna bila ada banyak perilaku yang akan diamati. Di
samping itu penggunaannya juga cepat, mudah dan adil bagi anak (Wortham, 2004:105)
Nilsen menyatakan bahwa checklist adalah daftar kriteria yang digunakan untuk
membuat keputusan dengan jawaban ya atau tidak (2004: 72). Sedangkan Bentzen (2005)
berpendapat bahwa check list merupakan metode tertutup karena tidak mengandung data atau
bukti, yang ada hanya penilaian/keputusan yang diberikan observer terhadap kriteria yang ada.
Checklist bersifat selektif, artinya hanya memberikan observer kesempatan untuk memberi
penilaian sesuai dengan kriteria yang ada. Bukan berarti checklist tidak akurat, tapi orang yang
membaca tidak memiliki data mentah atau penjelasan yang lebih detil untuk mengecek
penilaian observer.
Checklist perkembangan anak yang valid adalah yang merekam pencapaian dari
perkembangan penting anak dalam pengetahuan, perilaku dan keterampilan. Semua checklist
tergantung pada pengetahuan observer terhadap kriteria dan kemampuannya dalam menilai
kriteria tersebut secara akurat. Adapun kriteria penilaian haruslah dapat diamati secara jelas,
sehingga dapat meminimalisasikan subyektifitas.
Langkah-langkah dalam Merancang Checklist
Kegunaan Checklist:
Kelas :A
Nama Anak :
Usia :
Tanggal/Waktu :
Observer :
Aspek yang Diamati : Perkembangan Bahasa
No Kemampuan BSH MM BM
1 Mampu berkomunikasi/berbicara secara lisan dengan lancar
dan lafal yang benar
Keterangan:
6. SKALA BERTINGKAT
Menurut Wortham (2005:133) penggunaan skala bertingkat atau rating scales hampir
sama dengan penggunaan checklist. Adapun perbedaannya adalah bila checklist digunakan
untuk mengindikasikan apakah suatu perilaku muncul atau tidak, maka skala bertingkat
memberikan evaluasi yang bersifat kualitatif mengenai wilayah atau range munculnya suatu
perilaku. Pada skala bertingkat terdapat seperangkat kriteria kualitas yang akan dinilai melalui
prosedur yang sistematis. Ahli lain yaitu Nilsen (2004, 216) menyatakan bahwa skala bertingkat
adalah daftar deskripsi yang bersifat khusus, tercantum pada garis horizontal yang dimulai dari
yang paling kurang hingga yang paling lebih, dari yang sederhana hingga yang kompleks, dari
yang lebih dulu berkembang hingga yang berkembang belakangan.
Tipe skala bertingkat yang paling sering digunakan adalah skala bertingkat numerikal dan
grafis.
Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
Contoh penggunaan skala bertingkat grafis untuk melihat kemampuan sosialisasi anak:
Oleh karena penggunaannya jelas dan mudah, serta deskripsi perilaku juga lebih
tergambar dengan jelas maka penilaian dengan skala bertingkat grafis ini dapat lebih objektif.
Cepat dan mudah (penggunanya membaca, memutuskan, lalu melingkari atau men-
checklist pilihannya)
Efisien bila digunakan untuk mengukur banyak kriteria dengan cepat
Berguna untuk mengetahui tahap kemajuan atau sebagai peringatan adanya
keterlambatan perkembangan
Lebih mudah dalam merancangnya
RANGKUMAN
Komponen sistem asesmen terdiri dari tes standar dan strategi asesmen informal. Tes
standar adalah instrumen tes yang bersifat formal oleh karena telah distandarisasikan.
Contohnya adalah alat ukur psikologi yang biasa digunakan untuk mengukur bakat,
minat, integensi, sikap, dan sebagainya. Sedangkan Asesmen informal merupakan
strategi asesmen yang dibuat oleh guru untuk mendapatkan informasi spesifik mengenai
pengetahuan dan kemampuan anak dalam menguasai tujuan instruksional pembelajaran.
Asesmen informal ini dapat digunakan untuk tujuan evaluasi penempatan, evaluasi
diagnostik dan perencanaan instruksional, serta evaluasi sumatif dan formatif.
Observasi merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pembelajaran dan
perkembangan anak usia dini. Menurut Cartwright (1984:3) observasi merupakan proses
pengamatan dan pencatatan perilaku secara sistematis untuk tujuan pembuatan instruksi,
manajemen, dan layanan bagi anak lainnya.
Tipe-tipe observasi yang digunakan dalam asesmen perkembangan anak usia dini adalah
pencatatan anekdot (anecdotal records), pencatatan berjalan (running records),
pencatatan specimen (specimen records), sampel waktu (time sampling), sampel kejadian
(event sampling), ceklis (check list), dan skala bertingkat (rating scales).
Tiap-tiap Tipe pencatatan berdasarkan observasi di atas memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing sehingga sebaiknya digunakan lebih dari satu tipe
pencatatan guna memperoleh hasil asesmen yang baik.
C.TUGAS
Silahkan anda simak dan cermati wacana berikut ini untuk bisa menjawab pertanyaan yang
akan diberikan:
Reza (5 th) suka mengganggu bahkan menantang teman-temannya untuk berkelahi. Meskipun biasanya yang ia
ganggu adalah teman-teman sekelasnya, tapi tak jarang Bu Sheila guru kelasnya mendapatkan keluhan dari guru-guru kelas
lain. Bu Sheila lalu memutuskan untuk mengobservasi seberapa sering Reza memperlihatkan perilaku tersebut. Maka
keesokan harinya sambil mengawasi anak-anak di waktu istirahat Bu Sheila mencatat seberapa sering Reza mengganggu
anak lain. Tiap kali Reza bersikap agresif dan mengganggu, maka ia mencatat waktunya dan bentuk perilaku yang teramati.
Pertanyaan:
1. Menurut anda bagaimanakah peran observasi pada wacana di atas? Uraikanlah pendapat
anda
2. Apakah tipe pencatatan berdasarkan observasi yang digunakan guru pada kasus Reza?
Uraikan kegunaan dan caranya
3. Apa manfaat asesmen bagi perkembangan dan pembelajaran anak?
PENGANTAR
Bila sebelumnya pembahasan terfokus pada strategi asesmen informal berdasarkan
observasi, maka kali ini yang akan dibahas adalah strategi asesmen informal berdasarkan
kinerja anak. Adapun yang akan dilihat dari asesmen ini bukan hanya hasil kinerja anak tetapi
juga proses bagaimana anak bisa menampilkan pengetahuan maupun suatu karya yang sesuai
dengan kurikulum.
URAIAN MATERI
A.ASESMEN KINERJA
Asesmen kinerja ini bukan sekedar mengukur apa yang dilakukan oleh anak, tapi juga
mengukur apa yang diketahui oleh anak (Herman dkk dalam Wortham, 2005: 181). Asesmen
kinerja meliputi penyelesaian suatu tugas dalam konteks yang sebenarnya. Istilah lain yang
diberikan pada asesmen ini adalah asesmen otentik atau asesmen kinerja otentik. Hal yang
penting adalah asesmen otentik ini harus terhubung dengan pembelajaran otentik.
Bergen (Wortham, 2005:181) menyatakan bahwa asesmen kinerja otentik harus memiliki
keterkaitan dengan dunia nyata dan menjadi aplikasi dari pembelajaran. Selanjutnya asesmen
kinerja ini mengandung kualitas sebagai berikut (1) integratif, mengukur banyak segi secara
simultan, (2) aplikatif, mengandung kompleksitas dari dunia nyata, (3) bisa bersifat individual,
tapi biasanya dilakukan ketika anak berada dalam kelompok, dan biasanya kinerja/tampilan tiap
anggota kelompok penting artinya bagi keberhasilan individu maupun kelompok tersebut.
Asesmen kinerja disebut pula asesmen otentik yang berarti mengevaluasi pertumbuhan
anak melalui aktivitasnya sehari-hari, tidak menggunakan sesuatu yang bukan menjadi bagian
dari rutinitas anak, seperti contohnya tes standar. Guru memilih asesmen otentik karena guru
yakin bahwa melalui pengalaman dan kegiatan anak sehari-harilah akan terlihat secara akurat
apa yang anak pelajari dan kemajuan apa yang telah mereka capai.
Berbagai strategi dapat digunakan dalam melakukan asesmen berbasis kinerja. Adapun
strategi asesmen yang tepat bagi anak usia dini adalah interview, penugasan langsung,
permainan, contoh kerja, proyek, dan portofolio. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai
strategi-strategi asesmen tersebut:
1. Interview
Interview atau wawancara ini dilakukan guru untuk mengetahui pemahaman anak akan
konsep. Strategi ini paling tepat digunakan pada anak yang kemampuan berbahasanya baru
berkembang dan belum mampu mengungkapkan diri melalui kegiatan yang menggunakan
pensil dan kertas. Interview dapat dikategorikan tidak terstruktur, terstruktur dan diagnostik.
Interview tidak terstruktur adalah interview yang dilakukan ketika anak sedang bermain,
bekerja di area, atau selama anak terlibat dalam kegiatan kelas. Guru harus peka bilamana saat
yang tepat untuk mendekati anak dan menginterview anak melalui pertanyaan-pertanyaan.
Interview terstruktur adalah interview yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh guru dan
dilakukan untuk memperoleh pemahaman khusus tentang anak. Contohnya bila guru ingin
mengetahui apakah anak sudah memahami jalannya sebuah cerita. Setelah membacakan
cerita pada anak, guru lalu memberi pertanyaan untuk mengetahui pemahaman anak akan
Bila guru akan melakukan interview pada anak usia dini maka haruslah singkat, hanya
berkisar 10 menit. Hal ini berkaitan dengan rentang konsentrasi anak yang masih pendek dan
gampang teralihkan.
2. Penugasan
Penugasan bagi anak usia dini ini kurang lebih sama dengan interview hanya saja anak
diminta untuk melakukan tugas tertentu guna memperoleh informasi mengenai pemahaman
anak. Contohnya pada anak prasekolah diminta untuk menggunakan obyek konkrit seperti
pensil atau buah-buahan untuk memecahkan persoalan matematis.
3. Permainan
Permainan dapat digunakan untuk memahami kemajuan pemahaman konsep dan
keterampilan tertentu pada anak. Selama anak bermain guru dapat mengobservasi kemampuan
anak, bukan hanya perseorangan tapi permainan dapat dirancang sedemikian rupa sehingga
semua anak dapat teramati secara sistematis. Melalui permainan guru juga dapat mengamati
proses yang digunakan anak dalam memecahkan persoalan. Keuntungan lain adalah
permainan ini merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak sehingga kondisi dan
kemampuan anak yang sesungguhnya dapat teramati baik ketika ia bermain sendiri maupun
ketika sedang berada dalam kelompok.
4. Contoh Kerja
Guru dan anak didik secara bersama-sama berpartisipasi dalam menggunakan contoh
kerja pada asesmen kinerja. Contoh kerja adalah semua jenis hasil pekerjaan anak yang dapat
memperlihatkan kemajuan perkembangan atau pencapaian anak. Bagi anak usia prasekolah,
contoh kerja dapat berupa model/bentuk dari plastisin atau clay berupa binatang yang
memperlihatkan pemahaman anak akan pembelajaran bertema binatang. Contoh lain seperti
5. Proyek
Proyek adalah aktifitas yang dilakukan anak didik atau kelompok anak didik yang jangka
waktunya lebih lama dari aktifitas di kelas. Proyek bisa merupakan bagian dari unit
pembelajaran atau bagian dari tema yang dipelajari di kelas. Misalnya ketika mempelajari alam
semesta, anak bisa membuat proyek tentang daun-daun tumbuhan. Anak bersama-sama
mengumpulkan berbagai macam daun yang ada, mengeringkannya lalu menempelkan daun
kering tersebut pada buku. Lalu guru membantu memberi keterangan seperti nama daun pada
buku tersebut. Ketika sudah terkumpul, buku tentang daun ini menjadi hasil proyek yang akan
dievaluasi.
Bentuk asesmen otentik lain yang akan dibahas berikut adalah portofolio yang dibahas
secara khusus oleh Gronlund & Engel dalam bukunya Focused Portofolio (2001).
6. Portofolio
Portofolio adalah salah satu metode asesmen otentik yang paling banyak digunakan pada
tahun 1990-an. Portofolio merupakan proses atau metode dimana informasi akan kinerja anak
disimpan dan interpretasikan (Wortham, 2005: 188). Pengertian lain mengenai portofolio datang
dari Grondlund & Engel (2001: 1) yang menyatakan bahwa portofolio merupakan cara
mendokumentasikan perkembangan yang berlangsung pada anak. Dengan menyimpan sampel
pekerjaan anak serta menuliskan anekdot tentang interaksinya, maka guru memperoleh bukti
dari pembelajaran dan pencapaian anak.
Cara mengumpulkan dokumentasi pekerjaan anak adalah dengan (1) mengobservasi
anak secara individual atau berkelompok, (2) menulis anekdot mengenai apa yang dilihat dan
didengar oleh guru, (3) mengambil foto atau memilih contoh kerja anak, (4) Menggabungkan
anekdot dan foto atau contoh kerja dalam suatu format koleksi.
JENIS-JENIS PORTOFOLIO
1. Portofolio Kerja
Portofolio kerja digunakan untuk mengumpulkan sampel pekerjaan anak untuk evaluasi di
kemudian hari. Sampel dikumpulkan baik oleh guru maupun anak. Untuk jenis portofolio ini
1. Mulai bekerja dari yang kecil tapi berkualitas, jangan menekankan pada kuantitas
2. Gunakan foto, gambar, serta deskripsi reflektif untuk mendokumentasikan hasil karya anak
yang tidak bisa dimasukkan dalam portofolio (misalnya ukurannya terlalu besar atau 3
dimensi)
3. Pastikan tiap portofolio dilengkapi dengan daftar isi (tentunya untuk mempermudah melihat
dan memilih hasil karya anak)
4. Pastikan tanggal pengerjaan karya tersebut telah tercantum
5. Guru perlu memilih sendiri beberapa sampel hasil karya anak
6. Beri kesempatan pada orang tua untuk melihat portofolio anak mereka.
Deskripsi: Faiz selalu memilih mainan kendaraan seperti mobil-mobilan dan pesawat
terbang bila sedang bermain di dalam kelas maupun di luar ruangan. Biasanya sambil
memainkan mobil-mobilan atau pesawat tersebut ia akan mengobrol dengan teman
yang ada di dekatnya mengenai mainan yang sedang ia pegang. Tidak hanya itu ia
juga menirukan bunyi kendaraan tersebut dan dapat menjawab berbagai pertanyaan
mengenainya seperti jenis mobil atau pesawat, kegunaannya, kecepatannya,
warnanya, dan sebagainya.
Aktifitas lain yang menjadi favorit Faiz adalah berenang, mewarnai gambar dan
bermain puzzle
Berikut adalah contoh lembaran untuk teman, keluarga dan tahap perkembangan anak:
Berdasarkan pengamatan anda, siapa sajakah yang menjadi teman anak? Apa yang
biasanya mereka lakukan bersama? Bagaimana anak mengekspresikan perasaannya
pada mereka? Cantumkan pula foto yang menggambarkan pertemanan tersebut.
Deskripsi:
2001 Gaye Gronlund and Bev Engel. May be reproduced for classroom only
Keluarga biasanya menceritakan apa yang dicapai oleh anak mereka di rumah.
Terutama momen khusus/spesial dengan anak mereka di kelas anda. Gunakan
lembaran ini untuk mendokumentasikan cerita yang dibagi antara keluarga anak dan
anda, atau dokumentasikan foto momen spesial antara anak dengan orang-orang
yang penting dalam hidupnya
Deskripsi:
2001 Gaye Gronlund and Bev Engel. May be reproduced for classroom only
o Aktifitas anak
o Aktifitas guru
o Tugas baru bagi anak
o Tugas yang sudah dikenal anak
o Dilakukan mandiri
o Dilakukan dengan bimbingan orang dewasa
o Dilakukan dengan teman
o Waktu (1-5 menit)
o Waktu (5-15 menit)
o Waktu (15 menit+)
Catatan anekdot: Catat apa yang anda lihat dan dengar dari anak
2001 Gaye Gronlund and Bev Engel. May be reproduced for classroom only
1. Banyak waktu yang terpakai. Guru harus melakukan observasi, mencatat data, dan
menginterpretasikan informasi yang diperoleh untuk merencanakan pembelajaran.
2. Asesmen otentik dapat lebih rumit dibandingkan tipe asesmen yang tradisional
3. Validitas dan reliabilitas asesmen kinerja ini perlu diperhatikan
4. Orang tua umumnya terbiasa dengan strategi asesmen yang tradisional seperti tes
standar dan observasi, sehingga guru perlu menginformasikan strategi asesmen
berbasis kinerja ini sebelum mulai melakukannya pada anak didik.
RANGKUMAN
Asesmen kinerja meliputi penyelesaian suatu tugas dalam konteks yang sebenarnya.
Istilah lain yang diberikan pada asesmen ini adalah asesmen otentik atau asesmen
C. TUGAS
1. Menurut anda apakah kelebihan dan kekurangan menggunakan asesmen berbasis
kinerja pada anak usia dini?
2. Rancanglah bentuk interview tidak terstruktur, terstruktur dan diagnostik bagi keperluan
pembelajaran anak di kelas yang anda ajar
3. Rancanglah bentuk penugasan langsung serta permainan yang akan anda berikan pada
anak didik untuk mengetahui kemampuannya pada suatu aspek perkembangan
4. Rancanglah contoh kerja dan proyek yang akan anda berikan pada anak didik untuk
mengetahui kemampuannya pada suatu aspek perkembangan
5. Gunakanlah format portofolio yang sudah tersedia untuk mengumpulkan informasi
aspek perkembangan pada anak didik anda!
TES FORMATIF
Simaklah wacana berikut ini:
Talita, guru TK ABC merancang sebuah permainan untuk mengetahui kemampuan berhitung anak didiknya di kelas.
Sebuah papan seperti permainan ular tangga dengan tulisan angka yang cukup besar disiapkan berserta dengan dua dadu
bersisi enam yang terbuat dari kain flanel. Tiap anak akan bermain secara bergantian, yang bisa menjumlahkan bulatan dari
kedua dadu dengan tepat akan dibolehkan menjalankan kubus kecil warna-warni di atas papan angka sejumlah langkah yang
ditentukan lemparan kedua dadu.
Anak-anak terlihat sangat antusias, meskipun demikian ada juga yang terlihat takut-takut dan agak cemas
menunggu gilirannya tiba. Dari permainan ini Talita jadi mengetahui berapa anak yang sudah menguasai konsep berhitung
dan berapa orang yang belum menguasainya.
1. Apakah strategi Talita untuk mengetahui kemampuan berhitung anak didiknya tersebut
dapat dikatakan sebagai asesmen kinerja? Kalau iya apa alasannya?
2. Kira-kira selain mengetahui kemampuan berhitung, aspek perkembangan apa lagi yang
dapat terungkap melalui strategi ini?
3. Menurut pendapat anda setelah mengetahui kemampuan berhitung tiap anak didiknya,
hasil asesmen ini dapat digunakan untuk apa? Berikanlah saran anda pada Talita!
Pengantar
Pada tiap akhir semester maupun akhir tahun ajaran, guru akan melaporkan hasil
belajar anak kepada orang tua. Hasil belajar ini pada pendidikan anak usia dini diperoleh dari
asesmen perkembangan yang telah dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.
Dapat dikatakan bahwa mengkomunikasikan hasil asesmen pada orang tua adalah rangkaian
akhir dari proses asesmen yang telah dilakukan semenjak awal anak mulai bersekolah.
Uraian Materi
A. Hubungan Guru dan Orang Tua dalam Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini
Orang tua adalah individu yang paling berperan dalam proses asesmen perkembangan
anak. Keluarga dipandang sebagai pendidik pertama dan utama anak serta yang paling
mengetahui dengan baik keadaan anak. Guru dapat bekerja sama dengan orang tua untuk
memperoleh dan memperkaya berbagai informasi yang dibutuhkan, terutama yang
berhubungan dengan perkembangan anak. Tanpa kerja sama yang baik antara pihak sekolah
dalam hal ini guru dan orang tua di rumah maka asesmen yang dilakukan dapat mengalami
hambatan karena kurangnya data penunjang.
Bloch (Nilsen, 2004:34) menyatakan bahwa dalam melakukan asesmen pada anaknya,
orang tua perlu melakukan hal-hal berikut:
Guru perlu menghormati keluarga dan lingkungan budaya anak, kebiasaan serta bahasa
yang digunakan
Memberi saran pada keluarga mengenai informasi apa yang akan berguna
Memanfaatkan kesempatan yang ada untuk berkomunikasi dengan orang tua
Mampu memperoleh informasi yang berhubungan dengan masalah anak
Meminta bantuan orang tua untuk melakukan asesmen dan dokumentasi pada anak
mereka
(Contoh format lembar asesmen dapat dilihat pada bagian lampiran)
Dari asesmen yang dilakukan pada anak, hasilnya akan diinterpretasi oleh guru dan
dijadikan dasar pelaporan hasil belajar anak selama berada di sekolah. Pelaporan hasil belajar
dan perkembangan anak kepada orang tua bisa dilakukan pada pertengahan semester dan
akhir semester ketika tahun ajaran berakhir
Perlu diperhatikan bahwa dalam menulis laporan narasi ini, guru harus menggunakan
bahasa yang positif dan beretika sehingga orang tua akan dapat mengapresiasi anaknya serta
menghargai perkembangan dan kemajuan yang sudah dicapai anak. Yang harus ditekankan
adalah kekuatan dan kelebihan anak, bukan kelemahannya. Bila akan menulis kelemahan anak
maka guru harus berhati-hati untuk tidak terkesan menyalahkan dan tetap menggunakan
bahasa yang positif dalam pelaporan. Tujuannya adalah supaya melalui laporan ini dapat
terjalin hubungan yang harmonis antara rumah dan sekolah (orang tua dan guru).
Sudut Cerita
Sebagai orang tua, saya memiliki pengalaman tak terlupakan ketika menemani anak sulung saya untuk bersekolah di
Taman Kanak-kanak untuk pertama kalinya. Sama seperti orang tua manapun, saya punya harapan besar bahwa anak saya
akan memperoleh pendidikan dan pengasuhan yang baik di sekolah. Hal yang belakangan saya rasakan-sebagai seorang ibu-
saya sangat ingin anak saya diperlakukan penuh kasih sayang dan sehangat saya dan orang-orang yang menyayanginya
memperlakukannya. Dua hari saya menunggui si sulung di sekolah, antara ingin mengajarinya untuk mandiri menghadapi
dunia di luar pelukan saya dan sekaligus juga setengah mati merasa gugup untuk melepaskannya, khawatir ia tidak bisa
survive.
Bila saya ingat pengalaman dan perasaan saya saat itu, maka dapat saya katakan bahwa peran guru pada saat-
saat awal anak mulai bersekolah sangat penting, bukan hanya untuk membuat anak cepat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, tapi juga menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan orang tua – fondasi awal untuk membangun
sebuah tim yang solid.
Andaikan setiap guru terpanggil hatinya untuk mengajar dengan sebaik-baiknya, tentu akan dapat diamati lewat
perilaku, seperti datang lebih cepat untuk mempersiapkan diri dan kondisi kelas, menyambut anak di depan pintu kelas atau
gerbang sekolah dengan mata dan perhatian sepenuhnya tertuju pada anak-tersenyum dan menyapa anak dengan hangat
bahkan membahas hal-hal kecil yang disukai anak, memeluk hangat, mempersiapkan pembelajaran yang variatif bagi anak
dan memperhatikan anak sepenuhnya selama anak berada di sekolah – termasuk tidak menggunakan handphone dan mengobrol
dengan orang lain, tentu anak-anak akan merasa nyaman di sekolah, demikian pula dengan orang tua, ibarat pelanggan akan
terpuaskan dan akan terjalin kerjasama yang baik antara orang tua dan guru. Antara orang tua dan guru saling
membutuhkan satu sama lain, karena dalam pendidikan anak keduanya tidak bisa berdiri sendiri.
Isian Form 1
INFORMASI PERKEMBANGAN ANAK
(Diisi oleh Orang tua)
Petunjuk:
Isilah daftar berikut pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi anak yang sebenarnya.
Jika ada yang kurang jelas, konsultasikan kepada guru kelas tempat anak Bapak/Ibu
bersekolah.
IDENTITAS ANAK
Nama :
Tempat dan tanggal Lahir/umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Status anak :
Anak ke dari jumlah saudara :
Nama Sekolah :
Alamat rumah :
RIWAYAT KELAHIRAN
PERKEMBANGAN FISIK
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
Masuk TK umur :
Lama Pendidikan di TK :
Kesulitan selama di TK :
Pelayanan khusus yang pernah diterima anak:
Prestasi belajar yang dicapaI :
Keterangan lain yang dianggap perlu :
ISIAN FORM 2
DATA ORANG TUA/WALI
Nama Anak :
TK :
Kelas
Identitas Orang tua/Wali:
Ayah:
Nama ayah :
Umur :
Agama :
Status ayah :
Pendidikan Tertinggi :
Pekerjaan Pokok :
Alamat tinggal :
Ibu:
Nama ibu :
Umur :
Agama :
Status ibu :
Pendidikan Tertinggi :
Pekerjaan Pokok :
Alamat tinggal :
DAFTAR BACAAN
Anita Yus. 2005. Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Bandi Delphie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama
DePorter, Bobbi., Reardon, Mark., Singer-Nourie, Sarah. 2010. Quantum Teaching. Bandung:
Penerbit Kaifa
Cartwright, Carol A., Carwright, G.Phillip. 1984. Developing Observation Skills. New York:
McGraw-Hill
Conny R. Semiawan. 2008. Penerapan Pembelajaran pada Anak. Jakarta: PT. Indeks
Friend, Marilyn. 2005. Special Education: Contemporary Perspective for School Professionals.
United States of America: Pearson Education
Gronlund, Gaye. Engel, Bev. 2001. Focused Portofolio. Washington: Redleaf Press
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Jilid II. Jakarta: PT. Erlangga
Lerner, Richard M. 1976. Concept and Theories of Human Development. Canada: Addison-
Wesley Publishing Company
Maimunah Hasan. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Yokyakarta: Penerbit DIVA Press
Nilsen, Barbara Ann. 2004. Week by Week, Documenting The Development of Young Children.
Clifton Park: Thomson Delmar Learning
Rich, Dorothy. 2008. Sukses untuk Anak-anak Prasekolah. Jakarta: PT. Indeks
Smith. Connie Jo., Hendricks, Charlotte M., Bennet, Becky S. 1997. Growing, Growing Strong:
A Whole Health Curriculum for Young Children. St. Paul: Redleaf Press
Sutjihati Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama
Wortham, Sue C. 2005. Assessment in Early Childhood Education. New Jersey: Pearson
Education
Nelson, Rita Wicks., Israel, Allen C. 1997. Behavior Disorders of Childhood. New Jersey:
Prentice Hall.
Schaefer, Charles E. Millman L, Howard. 1981. How To Help Children With Common Problems.
England:Van Nostrand Reinhold Company Limited.