Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU MANAJEMEN STRATEGIK

Dikerjakan Oleh :
Jamaluddin
NIM. 01012681822068

Dosen Pengajar : Prof. Dr. Hj. Sulastri, M.Kom., M.E.

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
1. SINTESA JURNAL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEUNGGULAN BERSAING DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN
PEMBELIAN”
Penulis : Laylani Lenggogeni, Augusty Tae Ferdinand Universitas Dipenogoro, 2016
Latar Belakang dan Masalah yang Dibahas pada Jurnal
Potensi bisnis asuransi kesehatan dari waktu ke waktu semakin mendapat perhatian. Hal ini
didukung dari pertumbuhan masyarakat kelas menengah hingga masyarakat kelas atas.
Perusahaan asuransi lainnya mulai melirik potensi ini dan saling berlomba-lomba untuk
meluncurkan asuransi kesehatan. Dengan harapan dapat memenuhi keinginan masyarakat.
Persaingan yang semakin berat membuat perusahaan asuransi kesehatan harus memiliki
strategi – strategi khusus untuk mendapatkan konsumen atau biasa disebut nasabah.
Penelitian ini bertujuan untuk faktor faktor yang mempengaruhi keunggulan bersain dalam
upaya meningkatkan keputusan pembelian.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)
Keunggulan bersaing adalah keunggulan atas pesaing yang didapat dengan menyampaikan
nilai pelanggan yang lebih besar, melalui harga yang lebih murah atau dengan menyediakan
lebih banyak manfaat yang sesuai dengan penetapan harga yang lebih tinggi. (Kotler,
2000). Porter (1993) mengklasifikasikan strategi keunggulan dalam tiga kategori, yaitu
keunggulan biaya, diferensiasi dan fokus. Keunggulan biaya adalah bagaimana perusahaan
menetapkan harga paling rendah dibanding pesaingnya namun tetap tidak mengurai kualitas
dari produk atau jasanya. Diferensiasi adalah bagaimana perusahaan dapat menciptakan
produk atau jasa yang berbeda dengan pesaingnya. Fokus adalah perusahaan harus tertuju
pada suatu segmen tertentu secara lebih mendetail.Strategi Porter mensyaratkan adanya
penataan organisasi, prosedur pengendalian, sistem intensif yang berbeda. Perusahaan besar
dengan akses sumber daya yang besar biasanya bersaing dengan landasan keunggulan biaya
atau dengan diferensiasi, sedangkan perusahaan kecil sering bersaing dengan landasan
fokus. Pada penelitian ini, terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam pengukuran
keunggulan bersaing adalah keunggulan differensiasi produk jasa, keunggulan segmentasi
pasar, dan keunggulan memasuki pasar.
Harga Kompetitif
Harga yang kompetitif adalah dimana harga tersebut dipandang layak oleh calon konsumen
karena sesuai dengan manfaat produk dan terjangkau, serta diharapkan mampu bersaing
dengan harga produk dari perusahaan lain.Pada dasarnya, konsumen menginginkan harga
yang pantas dan sesuai dengan produk atau jasa. Perusahaan harus menetapkan harga yang
kompetitif dimana konsumen merasakan pengorbanan yang telah mereka keluarkan sesuai
dengan manfaat produk atau jasa yang mereka dapatkan. Selain itu, dengan menetapkan
harga yang kompetitif perusahaan akan mampu bersaing dengan harga produk atau jasa dari
perusahaan lain. Melalui harga kompetitif pula, suatu perusahaan akan mendapatkan nilai
lebih yang akan menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan itu sendiri. Penelitian yang
dilakukan oleh Arief, Rahayu & Thoyib (2002) menunjukkan bahwa dari hasil analisa
kuantitatif, diperoleh hasil bahwa faktor-faktor harga, pelayanan, promosi dan lokasi
merupakan faktor keunggulan bersaing yang digunakan. Berdasarkan analisis Determinasi
Partial diperoleh hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap keunggulan bersaing
adalah harga dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,922.
H1 : Semakin kompetitif harga suatu produk maka semakin tinggi derajat bersaing suatu
perusahaan.
Kualitas Pelayanan
Menurut Parasuraman, et al. (1998) kualitas layanan didefinisikan sebagai seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau
peroleh. Pada umumnya kualitas yang diberikan perusahaan kepada konsumen tentunya
memiliki tujuan dengan diadakannya pelayanan adalah agar konsumen merasa puas dan
dampaknya bagi perusahaan adalah perusahaan akan memiliki nilai lebih dibandingkan
pesaingnya. Sehingga hal ini menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jelcic (2014) dalam jurnalnya menunjukan bahwa
dengan memberikan kualitas layanan yang baikmaka perusahaan akan memperoleh
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Dengan memberikan pelayanan yang
berkualitas, tentu akan menjadi nilai lebih sendiri baik dari konsumen kepada perusahaan
maupun perusahaan kepada pesaingnya. Upaya memberikan pelayanan yang berkualitas
pada konsumen memicu konsumen untuk menggunakan produk dan jasa dari perusahaan
tersebut. Sehingga terciptalah keunggulan bersaing.
H2 : Semakin baik kualitas layanan yang dilakukan maka semakin tinggi derajat
keunggulan bersaing perusahaan.
Penjualan Personal
Penjualan personal merupakan salah satu dari bauran promosi. Menurut J. Paul Peter dan
Jerry C. Olson (1999) Jenis promosi terbagi menjadi empat yaitu iklan, promosi penjualan,
penjualan personal, dan publisitas.Penjualan personal merupakan salah satu strategi
pemasaran yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi mengenai produk atau
jasa secara langsung kepada konsumen.
Penjualan personal ini dilakukan oleh wiraniaga, Wiraniaga merupakan seorang individu
yang mewakili sebuah perusahaan kepada pelanggan dengan melakukan satu atau lebih
aktivitas berikut ini; mencari calon pelanggan, berkomunikasi, menjual,melayani,
mengumpulkan informasi, dan membangun hubungan. (Kotler dan Armstrong, 2008).
Wiraniaga atau tenaga penjual bukan hanya bertugas untuk menjual produknya, namun
wiraniaga juga dapat membangun dan memelihara hubungan jangka panjang dengan
pelanggan. Dalam perusahaan asuransi, penjualan personal merupakan salah satu dasar atau
fondasi bagi perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing. wiraniaga yang
berkompeten dan profesional akan memberikan nilai lebih bagi perusahaan jika
dibandingkan dengan pesaingnya. Selain menjual produknya, wiraniaga juga mampu
menciptakan hubungan jangka panjang dengan konsumennya. Keunikan yang dimiliki
setiap wiraniaga menciptakan hal yang berbeda yang tidak mudah ditiru oleh
pesaingnya.Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Piercy (2010) dalam jurnalnya
menunjukan bahwa kemampuan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan
kinerja bisnis ditingkatkan melalui cara mereka mengelola hubungan pelanggan.
H3 : Semakin baik penjualan personaloleh suatu perusahaan, maka semakin tinggi derajat
keunggulan bersaing perusahaan
Pada perusahaan asuransi, penjualan personal tidak hanya berpengaruh pada keunggulan
bersaing saja, namun juga terdapat pengaruh langsung pada keputusan pembelian. hal ini
diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukan olehMatthew Joseph, George Stone, and
Krista Anderson bahwa penjualan personal dapat meningkatkan keputusan pembelian dan
tidak diragukan lagi akan mampu mempertahankan hubungan bisnis jangka panjang dengan
pelanggan.
H4 : Semakin baik penjualan personaloleh suatu perusahaan, maka semakin mantap
keputusan pembelian.
Dilihat dari penelitian terdahulu dan pendapat para ahli, metode penjualan personal sangat
dibutuhkan dalam perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan
pelayanan. Contohnya perusahaan asuransi. Seperti yang sudah diketahui bahwa dalam
bidang jasa, produk tidak dapat diterima langsung melainkan berupa pelayanan dari
perusahaan yang bersangkutan. melalui penjualan personal, perusahaan akan mampu
menciptakan keunggulan bersaing bagi perusahaan. selain itu penjualan personalyang
efektif juga dapat meningkatkan keputusan pembelian.
Keputusan Pembelian
Definisi keputusan pembelian menurut Nugroho (2003) adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasi sikap pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif,
dan memilih salah satu diantaranya. Bagi pemasar, tahap keputusan pembelian ini adalah
tahap yang sangat penting untuk dipahami karena akan berhubungan dengan keberhasilan
suatu program pemasaran, secara khusus, pemasar harus mengidentifikasi siapa yang
membuat keputusan pembelian, dan langkah-langkah dalam proses pembelian (Kotler,
2005) Keputusan pembelian merupakan tujuan bagi setiap perusahaan. Perusahaan akan
melakukan berbagai upaya agar konsumen memutuskan untuk membeli produk dan
jasanya, karena tingkat keputusan pembelian yang tinggi merupakan suatu target yang
diinginkan setiap perusahaan. Dengan adanya keunggulan bersaing dalam suatu perusahaan
hal tersebut akan berimplikasi kepada peningkatan dalam keputusan pembelian yang
dilakukan oleh konsumen.
H5 : Semakin tinggi keunggulan bersaing suatu perusahaan maka semakin tinggi
keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan penelitian yang menguji kelima hipotesis, maka diambil kesimpulan
atas hipotesis - hipotesis tersebut. Berikut ini kesimpulan atas kelima hipotesis penelitian
yang berdasar pada bab sebelumnya. Hasil kesimpulan hipotesis adalah sebagai berikut :
Hipotesis 1 dalam penelitian ini adalah semakin kompetitif harga suatu produk, maka
semakin tinggi derajat bersaing suatu perusahaan. Hipotesis yang pertama dapat diterima
ditunjukkan dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan
harga kompetitif terhadap keunggulan bersaing. Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Thompson dan Joe (1997) ditemukan bahwa harga kompetitif
merupakan sarana penting untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing.
Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Arief, Rahayu, dan Toyib (2002)
menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada keunggulan bersaing adalah
harga
Hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah semakin baik kualitas layanan yang dilakukan,
maka semakin tinggi derajat keunggulan bersaing suatu perusahaan.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keunggulan bersaing. Parasuraman et al (1988) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan
dapat digunakan sebagai sumber untuk keunggulan kompetitif. Hal ini selaras dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sandra Jelcic (2014) yang menunjukkan bahwa
dengan memberikan kualitas layanan yang baik, maka perusahaan akan memperoleh
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Kualitas layanan yang baik dan berkualitas
dapat menjadi suatu pertimbangan konsumen dalam memilih asuransi kesehatan. Layanan
yang berkualitas akan memiliki nilai lebih tersendiri bagi perusahaan dan dengan
keunggulan bersaing akhirnya mampu menjadi alasan bagi konsumen berminat terhadap
asuransi tersebut. Dengan demikian H2 diterima.
Hipotesis 3 dalam penelitian ini adalah semakin baik personal selling suatu perusahaan,
maka semakin tinggi derajat keunggulan bersaing suatu perusahaan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa personal selling berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keunggulan bersaing. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Sentanoe Kertonegoro
(2011) bahwa dalam memberikan pelayanan jasa, maka unsur manusia memegang peranan
terpenting karena pada hakekatnya pelayanan itu bersifat pribadi. Pada penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Nigel F. Piercy menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk
mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja bisnis ditingkatkan melalui cara mereka
mengelola hubungan pelanggan.
Hipotesis 4 dalam penelitian ini adalah semakin baik penjualan personal oleh perusahaan,
maka semakin tinggi tingkat keputusan pembelian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penjualan personal tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Matthew Joseph,
George Stone, and Krista Anderson bahwa personal selling dapat meningkatkan keputusan
pembelian dan tidak diragukan lagi akan mampu mempertahankan hubungan bisnis jangka
panjang dengan pelanggan. Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Briar
Hocking menunjukkan bahwa penjualan personal merupakan aspek yang penting dalam
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Hipotesis 5 dalam penelitian ini adalah semakin tinggi keunggulan bersaing suatu
perusahaan, maka semakin tinggi keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keunggulan bersaing berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian. Kotler (2005) menyatakan bahwa tahap
keputusan pembelian adalah tahap yang sangat penting untuk dipahami karena akan
berhubungan dengan keberhasilan suatu program pemasaran. Hal ini diperkuat oleh
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurdiana S (2007) menunjukkan bahwa
keunggulan bersaing memiliki korelasi yang kuat terhadap kepututusan pembelian
konsumen. Oleh karena itu, dengan adanya keunggulan bersaing dalam suatu perusahaan
hal tersebut akan berimplikasi kepada peningkatan dalam keputusan pembelian yang
dilakukan oleh konsumen.
2. SINTESA JURNAL “INTEGRASI BUDAYA TERHADAP KAPABILITAS DAN
KEUNGGULAN KOMPETITIF BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
COMPETITIVE ADVANTAGE) USAHA KECIL DAN USAHA MIKRO ETNIS
MALUKU DI KOTA AMBON”
Penulis : Fenri. A. S. Tupamahu, Universitas Patimura
Fokus pengembangan penelitian adalah mengkaji seberapa besar pengaruh integrasi aspek
lingkungan eksternal (gradasi dianutnya nilai-nilai budaya tradisional etnis Maluku)
sebagai nilai dasar dan norma dalam kapabilitas yang khas, sebagai suatu mekanisme
isolasi guna mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif berkelanjutan
(sustainable competitive advantage) bagi usaha kecil dan usaha mikro, khususnya usaha
kecil dan usaha mikro yang dimiliki dan dikelola oleh etnis Maluku dalam suatu konsep
empirik.

KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Keunggulan Kompetitif Yang Berkelanjutan (Sustainable Competitive Advantage).
Porter (2008:15) menjelaskan bahwa keunggulan kompetitif pada dasarnya berkembang
dari nilai yang mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan bagi pembelinya yang melebihi
biaya perusahaan yang menciptakannya. Sumber bagi pengembangan keunggulan bersaing
adalah kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan.
Pencapaian keunggulan bersaing yang paling efektif adalah dengan menggunakan
kompetensi atau kapabilitas perusahaan (Mahoney and Pandian, 1992; Penrose, 1959;
Prahalad and Hamel, 1990; Wernerflet, 1984 dalam Lado and Wilson, 1994). Perusahaan
pada umumnya mampu untuk mempertahankan keunggulan kompetitif hanya untuk periode
tertentu, karena ditiru oleh pesaing dan melemahnya keunggulan tersebut. Sehingga tidak
cukup untuk memiliki keunggulan kompetitif saja, perusahaan harus berusaha untuk
mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage)
dengan: (1) Selalu terus-menerus beradaptasi (dinamis) dengan trend dan kejadian eksternal
serta kemampuan, kompetensi dan sumberdaya internal; (2) secara efektif memformulasi,
mengimplementasi dan mengevaluasi strategi serta mengambil keuntungan dari faktor
faktor tersebut (David, 2006:11). Barney (1991) menyatakan bahwa keterampilan dan
sumberdaya spesifik bisa berkontribusi pada
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive adantage). Hitt et al.
(2001:101) menyatakan bahwa keunggulan yang berkelanjutan (sustainable competitive
advantage) dicapai ketika perusahan menerapkan strategi penciptaan nilai yang didasarkan
pada sumberdaya, kapabilitas, dan kompetensi yang unik. Hotman (2000) mengungkapkan
bahwa dengan menggabungkan keterampilan dan sumberdaya dalam cara yang unik dan
tahan lama, maka perusahaan akan sukses membangun keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Argumen tersebut diperkuat oleh
pendapat Barney (1991) menyatakan bahwa keunggulan bersaing yang berkelanjutan
(sustainable competitive advantage) hanya akan diperoleh, bila para pesaing tidak dapat
dengan mudah meniru.
Kapabilitas.
Sariningrum (2006:43) menyatakan bahwa kapabilitas berasal dari kata dasar kapabel yang
berarti sanggup, mampu atau cakap, kapabilitas mengandung arti kesanggupan atau
pembawaan.
Kapabilitas adalah kapasitas perusahaan untuk menggunakan sumberdaya yang
diintegrasikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan (Hitt et
al.,2001:112). Kapabilitas muncul dari interaksi kompleks diantara sumberdaya berwujud
(tangible assets) dan tidak berwujud (intangible assets). Kapabilitas dapat dipahami sebagai
kompetensi berbasis sumberdaya, berdasarkan asset insani dan asset non-insani, asset
tangible dan asset intangible yang memungkinkan perusahaan untuk mengungguli
pesaingnya untuk sebuah jangka waktu yang berkelanjutan (Ferdinand, 2003:26).
Kapabilitas memampukan perusahaan untuk “menciptakan dan mengeksploitasi peluang-
peluang eksternal dan mengembangkan keunggulan yang berdaya tahan ketika digunakan
dengan wawasan dan ketangkasan (Hitt et al.,2001:113). Kapabilitas identik dengan
kemampuan, keahlian dan pengetahuan anggota organisasi, kapabilitas mampu
menyediakan solusi-solusi strategis, kreatif dan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
bagi perusahaan. Hayes et al.,(1996) secara konsisten menekankan bahwa kapabilitas
strategik memegang peranan penting bagi perusahaan untuk bertahan dalam persaingan;
sehingga harus dikembangkan secara kontinyu.
Sumberdaya yang dimiliki perusahaan digabungkan, hasilnya menjadi sejumlah kapabilitas,
yang merupakan keahlian-keahlian yang terdapat pada individu-individu dalam perusahaan
tersebut (Hunger dan wheelen, 2003:157). Kapabilitas menjadi penting ketika
dikombinasikan secara unik untuk menciptakan kompetensi inti yang memiliki nilai
strategik dan dapat menghasilkan keunggulan kompetitif.
Budaya.
Budaya dapat didefenisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh untuk menginterpretasikan
pengalaman dan menghasilkan perilaku sosial, penting untuk disadari bahwa budaya
dipelajari untuk membantu manusia dalam usaha mereka berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang lain dalam masyarakat (Luthans, 2006:47). Tjiptono (2005:63) menyatakan
bahwa kebudayaan berkaitan dengan pola perilaku dan keyakinan dalam masyarakat.
Kebudayaan meliputi keyakinan, norma, nilai, asumsi, harapan, dan rencana-rencana
tindakan. Kebudayaan memiliki karakteristik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku,
hubungan kerja yang terjalin antar individu, kelompok dalam suatu organisasi maupun
perusahaan (Sexton, 1992). Kebudayaan merupakan pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
dan kemampuan lain serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
secara komprehensif (Taylor, 1996, dalam Ralahalu, 2006:37).
Budaya merupakan keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
akhlak, hukum, kebiasaan, dan berbagai kemampuan lain yang diperoleh untuk diikuti
dalam anggota masyarakat (Kottk, 1991:37, dalam Zaid, 2010). Menurut Hodgetts and
Luthans (1997) dalam Rahayu (2005:33) yang menyatakan bahwa budaya sebagai acquired
knowledge atau pengetahuan yang dimiliki seseorang guna menginteprestasikan
pengalamannya dan mempengaruhi perilakunya.
Budaya Etnis Maluku.
Menurut Barth (1998) dalam Rahayu (2005:33), kelompok etnis adalah suatu populasi yang
secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang
sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu budaya, membentuk jaringan komunikasi
interaksi sendiri, menentukan sendiri ciri kelompoknya, yang diterima oleh kelompok lain
dan dapat dibedakan dengan kelompok lain. Sebagai pembeda satu sama lain, lazimnya
suatu etnis memiliki tanah leluhur (homeland). Budaya yang berkembang dan dianut oleh
kelompok etnis merupakan budaya lokal.
Zaid (2010) menyatakan bahwa budaya lokal dapat diberlakukan secara formal, informal,
maupun nonformal terbatas pada lingkungan sosio-sistim dan ekosistim tertentu. Watloly
(2005:129) mengungkapkan konfigurasi suku orang Maluku terdiri dari 137 kelompok etnis
dan subetnis (budaya), serta 137 ragam bahasa etnis. Peran budaya bagi pelaku usaha etnis
Maluku merupakan dasar dinamika kehidupan, etika (hukum tak tertulis), pemersatu (dalam
ikatan kekeluargaan) dan sebagai patron aktivitas kehidupan sosial/ ekonomi masyarakat.
Sehingga segala aktivitas, tatanan kehidupan dipandang baik jika selaras dengan budaya.
Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Maluku
berkorelasi menjadi faktor penghambat dan pendorong kemajuan kesejateraan, kualitas
hidup anak negeri, termasuk didalamnya kemajuan dan keberhasilan aktivitas bisnis
(Watloly, 2005:129). Nilai budaya bagi anak negeri Maluku dalam kegiatan atau aktivitas
ekonomi/bisnis menjadi dasar pola pikir, pola bertindak.
Pengembangan Hipotesis.
Budaya merupakan aktualisasi tingkah laku bisnis seseorang pengusaha karena keputusan
yang diambil sering dipengaruhi oleh identitas budaya yang unsur-unsurnya merupakan
corak budaya dan mewarnai secara khas dalam manajemen. Budaya dapat didefenisikan
sebagai acquired knowledge atau pengetahuan yang dimiliki seseorang guna
menginterpretasikan pengalamannya dan mempengaruhi perilakunya. Pengetahuan ini
membentuk nilai, sikap, dan mempengaruhi perilaku (Hodgetts and Luthans, 1997, dalam
Rahayu, 2005). Peran budaya bagi pelaku usaha etnis Maluku/anak negeri Maluku
merupakan dasar dinamika kehidupan, etika (hukum tak tertulis), pemersatu serta sebagai
patron aktivitas kehidupan sosial masyarakat, termasuk aktivitas ekonomi/bisnis serta
berpotensi memberikan nilai tambah (value added). Budaya akan merangsang inovasi dan
kreativitas setiap anak negeri Maluku untuk terlibat secara utuh, autentik dan actual untuk
mengaktualisasi diri sebagai subjek dan aktor bagi pembangunan diri dan masyarakatnya
(Watloly, 2005:130).
Hasil penelitian Oliver (1997), Burke (1995), Sadri and Lees (2001), Roca (2001), Sangen
(2005) dan Margono (2007) membuktikan bahwa integrasi lingkungan eksternal yakni
sosial budaya sebagai sekumpulan aset khas dapat menjadi rumit secara social (socially
complex) mampu meningkatkan posisi kompetitif perusahaan. Bertolak dari uraian konsep
teoritis dan kajian terdahulu maka, hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut,
Hipotesis 1, Integrasi budaya Maluku berpengaruh langsung terhadap kapabilitas usaha
kecil dan usaha mikro Entis Maluku.
Hipotesis 2, Integrasi budaya Maluku secara langsung mempengaruhi peningkatan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) usaha kecil
dan usaha mikro Entis Maluku.
Hipotesis 3, Kapabilitas berpengaruh langsung meningkatkan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage) usaha kecil dan usaha mikro Entis
Maluku.

KESIMPULAN
Hasil-hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan terkait dengan tujuan penelitian antara lain :
1. Budaya etnik (budaya etnik Maluku) antara lain meliputi, nilai particularism, nilai
kolektivisme, nilai affective, nilai sosial kemasyarakatan, dan nilai kepercayaan/
religious di dalam lingkungan internal meningkatkan kapabilitas (kemampuan
konsistensi mutu, kemampuan untuk belajar, dan kemampuan untuk berinovasi) usaha
kecil dan usaha mikro etnis Maluku.
2. Budaya etnik (budaya etnik Maluku) antara lain meliputi, nilai particularism, nilai
kolektivisme, nilai affective, nilai sosial kemasyarakatan, dan nilai kepercayaan/
religious di dalam lingkungan internal mempengaruhi peningkatan keunggulan bersaing
yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) dengan indikator imitabilitas
(tingkat kesulitan untuk ditiru), durabilitas (tingkat lamanya dapat menjauh dari
pesaing) dan rareness (tingkat kesulitan pesaing untuk menyamai aset-aset strategik
yang dimiliki oleh usaha kecil dan usaha mikro etnis Maluku).
3. Kapabilitas (kemampuan konsistensi mutu, kemampuan untuk belajar, dan kemampuan
untuk berinovasi) usaha kecil dan usaha mikro etnis Maluku mempengaruhi
peningkatan keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive
advantage) dengan indikator imitabilitas (tingkat kesulitan untuk ditiru), durabilitas
(tingkat lamanya dapat menjauh dari pesaing) dan rareness (tingkat kesulitan pesaing
untuk menyamai aset-aset strategik yang dimiliki oleh usaha kecil dan usaha mikro
etnis Maluku)
4. Kapabilitas memediasi pengaruh integrasi budaya Maluku terhadap keunggulan
bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) usaha mikro dan usaha
kecil etnis Maluku
3. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNGGULAN
BERSAING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PERGURUAN TINGGI
SWASTA (PTS) PADA SEKOLAH TINGGI DAN AKADEMI DI SEMARANG
Penulis : Nanang Wahyudin, Universitas Bangka Belitung, 2015
Latar Belakang
Suatu perguruan tinggi yang kurang atau tidak memiliki keunggulan bersaing, akan
mengalami kesulitan dalam mempertahankan keberadaan dirinya dalam industri
pendidikan, terutama karena semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi dari tahun ke
tahun, sehingga berdampak pada tingkat persaingan yang semakin ketat dan kompleks, dan
juga karena semakin selektifnya masyarakat pengguna pendidikan tinggi dalam memilih
suatu perguruan tinggi yang akan dimasukinya (Muhardi, 2004). Ditekankan oleh Kotler
and Fox,(1995:173) bahwa: “Setiap perguruan tinggi menghadapi persaingan Karenanya,
bagi perguruan tinggi, upaya memiliki keunggulan bersaing merupakan determinan yang
sangat penting dalam menentukan keberhasilan dan kontinyuitas suatu perguruan tinggi itu
sendiri, tanpa terkecuali baik itu negeri maupun swasta, apakah persaingan yang terjadi
dalam lingkup persaingan di tingkat internasional, nasional, regional, atau pun ditingkat
lokal. Untuk itu Penulisan tersebut meneliti terkait faktor yang mempengaruhi keunggulan
bersaing untuk meningkatkan kinerja PTS pada Sekolah Tinggi dan Akademi di Semarang
Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Keunggulan Bersaing
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akimova (1999, p. 1140-1141) membuktikan bahwa
orientasi pasar memiliki pengaruh positif terhadap keunggulan bersaing. Perusahaan yang
menerapkan orientasi pasar memiliki kelebihan dalam hal pengetahuan pelanggan dan
kelebihan ini dapat dijadikan sebagai sumber untuk menciptakan produk yang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. (Bharadwaj et al.,1993, p. 92) juga
menyatakan bahwa budaya perusahaan yang menekankan pada pentingnya perusahaan
untuk memperhatikan pasar (berorientasi pasar) akan mengarah pada penguatan
keunggulan bersaing perusahaan tersebut. Beberapa indikator yang digunakan untuk
mengukur orientasi pasar adalah orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan informasi
pasar.
Orientasi pelanggan adalah kemauan perusahaan untuk memahami kebutuhan dan
keinginan para pelangganya. Orientasi pesaing adalah kemauan perusahaan untuk
memonitor strategi yang diterapkan para pesaingnya. Informasi pasar adalah upaya
perusahaan untuk mencari informasi tentang kondisi pasar industri. Berdasarkan pemikiran
di atas maka hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut :
H1 : Semakin tinggi derajat orientasi pasar, semakin tinggi keunggulan bersaing PTS
Pengaruh Inovasi Program (Programe Inovation) Terhadap Keunggulan Bersaing
(Competitive Advantage)
Han, Jin K Namwoon dan Rajrenra (1998, p. 32) juga mengatakan adanya rantai variabel
yang terputus/hilang antara oriantasi pasar dengan kinerja pemasaran, dan fokus mereka
pada inovasi mereka menekankan perlunya penelitian lebih jauh mengenai peranan inovasi
untuk menghasilkan kinerja pemasaran yang baik, khusus mengenai inovasi teknis dan
inovasi administratif serta bagaimana implementasinya terhadap kinerja pasar yang
berdampak pada keunggulan bersaing yang bisa diciptakan. Ada beberapa cara yang dapat
ditempuh untuk menghasilkan produk yang inovatif, Menurut Gatignon dan Xuereb (1997,
p.79) dalam inovasi produk terdapat tiga inovasi produk, yaitu :
1. Keunggulan produk.
2. Kesamaan produk.
3. Biaya produk.
Menurut Lukas dan Ferrell (2000, p.240) menjelaskan adanya beberapa indikator dari
inovasi produk, yaitu:
1. Perluasan lini (line extensions) yaitu produk yang dihasilkan perusahaan tidaklah benar-
benar baru tetapi relatif baru untuk sebuah pasar.
2. Produk baru (me too – product) yaitu produk baru bagi perusahaan tetapi tidak baru
bagi pasar.
3. Produk benar – benar baru (new – to – the – world - product) adalah produk yang
termasuk baru baik bagi perusahaan maupun pasar.
Produk inovasi dapat gagal karena hanya alasan, tidak menawarkan desain yang unik atau
salah perkiraan persaingan yang merupakan kesalahan umum terjadi dengan adanya inovasi
produk maka akan memberikan nilai tambah dibanding produk sejenis (keunggulan
Produk) sehingga akan meningkatkan kinerja pemasaran. Penelitian Droge dan Vickery
(1994, p.687) menemukan bahwa produk dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
keunggulan bersaing. Perusahaan yang mampu mendesain produknya sesuai dengan
keinginan pelanggan akan mampu bertahan di tengah persaingan karena produknya yang
tetap diminati oleh pelanggan. Hasil penelitian yang sama juga dikemukakan oleh
Bharadwaj et all (1993, p. 89) yang mengemukakan bahwa kemampuan perusahaan untuk
terus melakukan inovasi terhadap produk-produknya akan menjaga produk tersebut tetap
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, inovasi produk dapat
dijadikan sebagai sumber dari keunggulan bersaing perusahaan. Dari uraian di atas maka
dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
H2 : Semakin tinggi derajat inovasi program semakin tinggi keunggulan bersaing PTS.
Adaptabilitas Lingkungan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)
Luo (1999, p.42) mengkonsepkan dinamika atau perubahan sebagai derajat perubahan dan
ketidakstabilan lingkungan yang sulit diramalkan. Lingkungan bisnis yang selalu berubah
bisa terjadi karena perubahan peraturan, teknologi, permintaan konsumen dan atau standar
kompetisi. Penelitian yang dilakukan oleh Calantone (1994, p.145) juga berhasil
membuktikan adanya pengaruh antara inovasi dengan kesuksesan produk baru. Perusahaan
yang berani untuk mengambil resiko guna melakukan inovasi akan berhasil dalam
menciptakan ide-ide baru dan produk-produk baru yang disukai pasar. Hal ini dikarenakan
dalam mencari sebuah terobosan atau inovasi, perusahaan akan mencari dari berbagai
sumber tentang perubahan kondisi pasar yang terjadi. Perusahaan seharusnya akan
mendapatkan informasi tentang produk seperti apa yang diinginkan oleh konsumen. Dari
informasi tersebut, perusahaan dengan segala kemampuannya akan menciptakan produk
baru yang sesuai dengan tuntutan konsumen dan sebagai akibatnya produk tersebut akan
diminati oleh konsumen. Bagi perusahaan kondisi ini akan mendatangkan keuntungan
berupa terbelinya produk sehingga secara langsung akan meningkatkan kinerja
pemasarannya. Hal ini menjadi dasar untuk melihat hubungan antara kreativitas program
pemasaran dan lingkungan bagi peningkatan kinerja pemasaran.
Dengan melakukan adaptasi lingkungan terhadap bagian-bagianya dapat memberi
informasi keapda perusahaan tentang berbagai hal dan teren yang mempengaruhi survival
dan kemajuan perusahaan. Sebagai misal tindakan-tindakan pesaing yang kompetitif
(program pendidikan baru, perubahan system biaya kuliah, penggunaan teknologi),
permintaan – permintaan keinginan calon mahasiswa dan perkembangan ekonomi dimana
ini semua harus memerlukan respon yang adaptif dari perguruan tinggi.
Ardekani dan Nystrom (Beal, 2000,p.30) mengemukakan bahwa scope dan frequency dari
pengamatan lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
menyelaraskan strategi bersaingnya dengan lingkungan. Pengamatan yang sering dilakukan
terhadap bagian – bagian dari lingkungan yang menyediakan informasi mutakhir bagi
perusahaan dan memudahkanya untuk menguji keakuratan (verify the accuracy) dari
informasi, juga untuk lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan
dibanding dengan yang jarang melakukan pengamatan. Seringnya pengamatan juga
memposisikan perusahaan untuk selalu mengikuti kejadian-kejadian dan tren dalam
lingkungan yang dapat mengancam eksistensi perusahaan atau dapat pula menawarkan
peluang – peluang baru untuk dieksploitasi.
Perubahan lingkungan eksternal terjadi tanpa pernah berhenti, pemikiran, sikap dan
perilaku kreatif dan inovatif menjanjikan kepada organisasi fleksibilitas dan adaptabilitas
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu organisasi selalu berhubungan
dengan lingkungan yang dinamis dan tidak pasti. Agar dapat berhasil organisasi harus
menyadari pentingnya strategis, pengelola harus memahami bagaimana perubahan dalam
lingkungan kompetitif, aktif mencari peluang untuk memanfaarkan kemampuan strategis,
menyesuaikan dan mencari perbaikan disetiap bidang. (Papulova, 2006). Oleh sebab itu
hipotesis yang diajukan. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H3 : Semakin tinggi adaptabilitas lingkungan semakin tinggi keunggulan bersaing PTS.
Pengaruh Keunggulan Bersaing Terhadap Kinerja PTS
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li (2000, p. 313) berhasil menemukan adanya
pengaruh positif antara keunggulan bersaing dengan kinerja yang diukur melalui volume
penjualan, tingkat keuntungan, pangsa pasar, dan return on investment. Keunggulan
bersaing dapat diperoleh dari kemampuan perusahaan untuk mengolah dan memanfaatkan
sumber daya dan modal yang dimilikinya. Perusahaan yang mampu mencipatakan
keunggulan bersaing akan memiliki kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya
karena produknya akan tetap diminati oleh pelanggan. Dengan demikian keunggulan
bersaing memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja pemasaran perusahaan.
Beberapa indikator yang digunakan dalam menilai kinerja pemasaran adalah volume
penjualan, pertumbuhan pelanggan, dan kemampuan labaan. Volume penjualan adalah
volume penjualan dari produk perusahaan. Pertumbuhan pelanggan adalah tingkat
pertumbuhan pelanggan perusahaan. Kemampulabaan adalah besarnya keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis H4 sebagai
berikut :
H4 : Semakin tinggi keunggulan bersaing perguruan tinggi swasta semakin tinggi kinerja
PTS.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berhasil menemukan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
secara signifikan keunggulan bersaing yaitu orientasi pasar, dan adaptabilitas lingkungan.
Dari kedua faktor tersebut, faktor adaptabilitas lingkungan ternyata memilki pengaruh
paling kuat terhadap keunggulan bersaing dibandingkan dengan orientasi pasar, sedangkan
inovasi program tidak mampu mempengaruhi keunggulan bersaing, dikarenakan inovasi
program yang dilakukan oleh lembaga pendidikan khususnya sekolah tinggi dan akademi
hanya mampu menciptakan inovasi program tapi lambat dalam mengkomunikasikan,
bahkan kadang ada yang tidak mampu menginformasikan ke masyarakat / calon mahasiswa
dikarenakan mahalnya biaya pemasaran atau periklanan sedangkan sebagian besar PTS
tersebut masih berada pada posisi binaan.
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara orientasi
pasar terhadap keunggulan bersaing PTS. Hal ini mendukung penelitian Akimova
(1999), yang mengatakan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dengan keunggulan
bersaing. Bharadwaj (1993), yang menyatakan bahwa budaya perusahaan yang
menekankan pada pentingnya perusahaan untuk memperhatikan pasar akan mengarah
pada penguatan keunggulan bersaing perusahaan tersebut.
2. Penelitian ini inovasi program tidak berpengaruh terhadap keungggulan bersaing,
Penelitian ini tidak mampu menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara
inovasi terhadap keunggulan bersaing. Sehingga hal ini tidak mampu mendukung
penelitian Droge dan Vickrey (1994), yang mengatakan bahwa inovasi secara positif
terkait dengan keunggulan bersaing perusahaan. Perusahaan yang menerapkan inovasi
dalam produk maupun sistem distribusi dan administrasi memiliki kelebihan dalam hal
desain produk dan kemudahan dalam pembayaran maupun distribusinya. Selain itu
hasil ini juga tidak mendukung penelitian Bharadwaj (1993) yang mengatakan bahwa
kemampuan perusahaan untuk terus melakukan inovasi akan menjaga produk tetap
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan
3. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara
adaptabilitas lingkungan terhadap keunggulan bersaing PTS. Hal ini mendukung
penelitian Ardekani dan Nystrom dalam (Beal, 2000,p.30), Menon dkk, (1999, p.25),
yang menyatakan bahwa elemen lingkungan persaingan seharusnya dipelajari lebih
lanjut karena kegagalan industri di dalam mencapai pertumbuhan penjualan bersumber
dari ketidakmampuan manajemen dalam menganalisa perubahan yang terjadi di
lingkungan persaingan industri.
4. Penelitian ini juga berhasil menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara
keunggulan bersaing dengan kinerja pemasaran. Hasil ini memperkuat studi penelitian
yang dilakukan oleh Li (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan yang unggul dalam
persaingan akan berdampak pada kinerja pemasarannya yang tinggi. Perusahaan yang
unggul dalam persaingan akan mampu meningkatkan kinerja pemasarannya. Selain itu
hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Dogre dan Vickrey (1994), yang
mengatakan bahwa perusahaan yang unggul dalam persaingan, akan menciptakan
kinerja pemasaran yang baik.

Anda mungkin juga menyukai