LP CVD
LP CVD
DisusunOleh :
Nurjanah : : 211030230240
Sofatunnisa : 211030230250
Sukmawati : 211030230244
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Profesi (Ners) Stase
Keperawatan Medikal Bedah di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Jakarta
dari tanggal 25 Oktober sampai dengan 20 November 2021. Penulisan Laporan Praktek klinik
Keperawatan Medikal Bedah ini bertujuan untuk mengikuti dan memenuhi nilai Pendidikan
Pada kesempatan ini tidak lupa kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ns. Riris Andriati, S.Kep, M.Kep selaku ketua STIKes Widya Dharma Husada dan yang
2. Ns. Selvia Akub, S.Kep, M.Kep., selaku pembimbing praktik Stase Keperawatan
Medikal Bedah Profesi Ners dan selaku ketua Koordinator mata ajaran Keperawatan
Dalam penyusunan laporan ini, kami menemui beberapa kesulitan dan hambatan. Kami
berharap, semoga Laporan Akhir Praktek Klinik Profesi (Ners) Stase Keperawatan
Medikal Bedah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua dan menambah wawasan
sebagai penulis. Laporan ini memang masih jauh dari sempurna, maka kami harapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala clauster
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
6. Disartria (bicara pelo atau cadel)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
9. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
6. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008) stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala
kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
c. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
d. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
a. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3. Stroke komplit
Dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
7. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian
tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75
% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 cit Muttaqin 2008).
8. Pathway
9. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
10. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalksanaan hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di IGD dan tindakan resusitasi serebro kardio
pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas.
a. Pemberian oksigen dan cairan kristaloid/ koloid, hindari cairan dektrosa atau salin
dalam H2O.
b. Lakukan pemeriksaan CT scan otak, EKG, foto thorak dan pemeriksaan lain, jika
hipoksia lakukan pmeriksaan analisa gas darah
c. Tindakan lain di IGD memberikan dukunngan mental kepada pasien dan
memberikan penjelasan kepada keluarga agar tetap tenang
2. Penalaksanaan akut
Dilakukan penanganan factor-faktor etiologic maupun penyulit, juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, psikologi dan telaah social untuk membantu
pemulihan pasien. Edukasi kepada keluarga mengenai dampak stroke dan perawatanya.
a. Stroke iskemik
1) Terapi umum: letakkan posisi pasien 30º, kepala dan dada pada satu bidang,
ubah posisi 2 jam sekali, mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil.
Bbebaskan jalan nafas dengan pemberian oksigen, jika erlu dilakukan intubasi
2) Apabila demam dilakukan kompres dan pemberian antipiretik, bila kandung
kemih penuh lakukan pemasangan kateter
3) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid hindari cairan
glukosa atau salin isotonic
4) Pemberian nutrisi peroral diberikan jika fungsi meneln baik, bila mengalami
gangguan menelan atau penurunan kesadaran diberikan melaalui NGT
5) Nyeri, mual diatasi dengan obat-obatan yang sesuai
6) Tekanan darah tidaak perlu segera diturunkan, kecuali tekanan sistolik ≥220
mmhg distolik ≥120 mmhg, MAP ≥130 mmhg (dalam 2 kali ppengukuran
selang waktu 30 menit atau didapatkan infrk miocard akut, gagal ginjal atau
gagal jantung kongesi.Penurunan tekanan darah maksimal 20 % dan bat
direkomendasikan: natrium nitropuid, penyekat reseptor alfa beta, penyekat
ACE, atau angiotensin natrium
7) Jika hipotensi, sistolik ≤ 90 mmhg, diastolic ≤70 mmhg berikan NaCl 0,9% 250
ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml jam dan 500 ml sampai hipotensi teratsi.
Jika belum terkoreksi berikan dopamine 2-20µ/kg/ menit sampai tekana darah
sistolik ≥110 mmhg
8) Jika kejang berikan diaazepaam 5-29 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg/hari dialnjut pemberian antikonvulsan peroral
9) Jika terjadi peningkatan TIK berikan manitol bolus intravena 0,25-1g/kgBB/30
menit, jika kondisi memburuk dilanjut 0,25g/kgBB/30 mnt setiap 6 jam selama
3-5 hari
Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan antikoagulan atau antitrombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator) dan diberikna agen neuroproteksi yaitu citicolin atau
piracetam (jika didapat afaksia)
b. Stroke hemoragik
Terapi umum: pasien stroke di rawat di ICU jika volume hematoma >30 ml,
perdarahan intravaskuler dengan hidrosefalus dan kedaan klinis memburuk Tekanan
darah harus diturunkan sampai tekanan darah premoid atau 15-20% bila tekanan
darah sistolik >180 mmhg, diatolik >120 mmhg dan MAP 130 mmhg dan vol
hematoma bertambah, bila gagal jantung teknan drah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian 2 menit) sampai 20 mg (pemberian 10 menit)
maksimal 300 mg. enalapril 0,625-1,25 mg/ 6 jam, kaptopril 3x 6,25-25 mg per
oral. Bila didapat peningkatakn TIK, diposisikan 30º, pee,berian manitol dan
hiperventilasi (Pco 20-35 mmhg) Penatalksaan umum sama dengan stroke iskemik.
Terapi khusus: Neuroprotektor dapat diberikan kecuali bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan serebelum >3 cm,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intravertikal atau serebelum, dilakukan VP-
shuting dan perdarahan lobar >60 ml dengan peningktan TIK dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid digunakan antagonis kalsium (nimodipin) dan
tindakan bedah (ligase, embolasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformasi,
(AVM)
c. Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi wicara, kognitif, perilaku, bladder training.
Dilakukan pemulihan.
Manfaat Pemberian manitol:
Pada gangguan neurologis, diuretic osmotic (Manitol) merupakan jenis deuretik
yang paling sering digunakan untuk terapi oedema otak dan adanya peningkatan
tekanan intracranial (TIK). Manitol adalah suatu hiperosmotik agent yang
digunakan dengan segera untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan
menghantarkan oksigen.
11. Komplikasi
Adapun kompilasi Stroke Hemoragik menurut Sudoyo, (2009) yaitu:
a. Hipoksi Serebral Diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat di otak
b. Penurunan aliran darah serebral Tergantung pada tekanan darah curah jantung, dan
integritas pembuluh darah.
c. Embolisme Serebral Dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. d. Distritmia Dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal.
BAB II
TEORI TINJAUAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi, yang dihasilkan dari
pengkajian skrining untuk menilai suatu keadaan normal atau abnormal, kemudian nantinya
akan digunakan sebagai pertimbangan dengan diagnosa keperawatan yang berfokus pada
masalah atau resiko. Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data
(informasi subjektif maupun objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam
medic (Nanda, 2018).
Pengkajian melibatkan beberapa langkah-langkah di antaranya yaitu pengkajian
skrining. 15 Dalam pengkajian skrining hal yang pertama dilakukan adalah pengumpulan
data. Pengumpulan data merupakan pengumpulan informasi tentang klien yang di lakukan
secara sistemastis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara
(anamnesa), pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik (pshysical assessment).
Langkah selanjutnya setelah pengumpulan data yaitu lakukan analisis data dan
pengelompokan informasi. Selain itu, terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji
yakni respirasi, sirkulasi, nutrisi atau cairan, eliminasi, aktivitas atau latihan, neurosensori,
reproduksi atau seksualitas, nyeri atau kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan atau
perkembangan, kebersihan diri, penyuluhan atau pembelajaran, interaksi sosial, dan
keamanan atau proyeksi (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Adapun Fokus pengkajian pada
klien dengan Stroke Hemoragik menurut Tarwoto (2013) yaitu:
1) Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan
identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan
klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami bicara pelo, biasanya klien
kesulitan dalam berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan aktivitas ataupun
tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul seperti mual, nyeri kepala,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat hipertensi, riwayat DM,
memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi oral yang
lama, riwayat penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan adanya riwayat
anggota keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk pengobatan secara
komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan serta
perawatan yang sangat mahal dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien
dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter untama
yang sangat penting pada penderita stroke. Perludikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan stroke. Macam-
macam tingkat kesadaran terbagi atas: Metoda Tingkat Responsivitas
I. Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya
maupun terhadap dirinya maupun terhap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang dinyatakan pemeriksa dengan baik
II. Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya
III. Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus
tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi srta
meronta-ronta
IV. Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila
diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali
V. Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
VI. Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
VII. Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan respons
terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang
nyeri. Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat
dari penilaian GCS klien :
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14
b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12
c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10
d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7
e. Nilai GCS Semi Coma : 4
f. Nilai GCS Coma : 3
8) Pemeriksaan Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
d. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
e. Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
f. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
h. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
i. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
j. Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
9). Pemeriksaan Sistem Motorik Stroke
adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap yang berkaitan
dengan kesehatan. Proses penegakan diagnosa (diagnostic process) merupakan suatu proses
yang sistemasis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah dan
perumusan diagnosa.
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem)
yang merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons klien
terhadap kondisi kesehatan, dan indikator diagnostik. Indikator diagnostik terdiri atas
penyebab, tanda/gejala dan faktor risiko. Pada diagnosis aktual, indikator diagnostik hanya
terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Diagnosa keperawatan yang diambil dalam masalah
ini adalah resiko perpusi serebral, gangguan mobilitas fisik dan ganggunan komunikasi
verbal. Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri. Gangguan mobilitas fisik termasuk jenis kategori
diagnosis keperawatan negatif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi
sakit sehingga penegakkan diagnosis ini akan mengarah ke pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik antara lain kerusakan integritas
struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot,
penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan
sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan muskuluskeletal, gangguan neuromuscular, indeks
masa tubuh di atas persentil ke75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan
gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan
kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi. Tanda dan gejala
mayor gangguan mobilitas fisik secara subjektif yaitu mengeluh sulit menggerakkan
ekstremitas, dan secara objektif yaitu kekuatan otot menurun dan rentang gerak (ROM)
menurun (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Tanda dan gejala mayor minor dari gangguan
mobilitas fisik secara subjektif yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak, secara objektif yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas, fisik lemah. Kondisi klinis yang terkait dengan gangguan mobilitas fisik
yaitu stroke, cedera medulla spinalis, trauma, fraktur, osteoarthritis, osteomalasia,
ostemalasia dan keganasan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Diagnosa yang sering muncul :
1. Resiko perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan. 4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan
dengan tirah baring lama.
4. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas,
5. Gangguan neuromuskur dan gangguan neurologis.
6. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi neuromuskuler dan
sekresi yang tertahan.
7. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak
8. Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan gangguan
neuromuskuler Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan, dan hipoksia serebral.
9. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan (SDKI, Edisi 1)
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Setelah merumuskan diagnosa dilanjutkan dengan perencanaan dan aktivitas
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan
klien. Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang di harapkan (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018). Luaran (Outcome) Keperawatan
merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau
persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-
indikator atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran
keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan)
(Tim Pokja SLKI PPNI, 2018).
Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran
keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (penilaian terhadap hasil
yang diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien
yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil
intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-based). Ekspetasi
luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya bertambah baik dalam
ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik dalam
ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek yang
lebih baik, adekuat, atau efektif. Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan pada
penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga, kelompok, atau
komunitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label, definisi dan
tindakan (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018). Label merupakan kata kunci untuk memperoleh
informasi mengenai intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang
diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi 21 sebagai deskriptor atau penjelas
dari intervensi keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi keperawatan yaitu
dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan,
pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan,
resusitasi, skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan tentang
makna dari tabel intervensi keperawatan. Tindakan adalah rangkaian perilaku atau aktivitas
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas tindakan observasi, tindakan
terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018).
Klasifikasi intervensi keperawatan gangguan mobilitas fisik termasuk dalam
kategori fisiologis yang merupakan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk
mendukung fungsi fisik dan regulasi homeostatis dan termasuk dalam subkategori aktivitas
dan istirahat yang memuat kelompok intervensi untuk memnfasilitasi pasien dalam
meningkatkan aktivitas pergerakan fisik. Sebelum menentukan perencanaan keperawatan,
perawat terlebih dahulu menetapkan tujuan. Dalam hal ini tujuan yang diharapkan pada
klien dengan gangguan mobilitas fisik yaitu : pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan
otot meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kecemasan menurun,
kaku sendi menurun, gerakan tidak terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun,
kelemahan fisik menurun. Setelah menetapkan tujuan dilanjutkan dengan perencanaan
keperawatan. Rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik antara
lain : dukungan mobilisasi dan pengaturan posisi.
D. IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan
hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan
perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi
pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam
keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36471716/LAPORAN_PENDAHULUAN_stroke
https://www.academia.edu/20378617/Asuhan_Keperawatan_STROKE_HEMORAGIK
http://eprints.ums.ac.id/31103/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
http://repo.stikesperintis.ac.id/1182/1/18%20JUNI%20HARTATI.pdf KARYA ILMIAH
AKHIR NERS (KIA-N) ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.Y DENGAN STROKE
HEMORAGIK DALAM PEMBERIAN INOVASI INTERVENSI POSISI ELEVASI
KEPALA 30 DERAJAT DI RUANGAN NEUROLOGI RSUD Dr.ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI TAHUN 2020. JUNI HARTATI, S.Kep NIM : 1914901724 PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES PERINTIS PADANG