PROPOSAL
Diajukan sebagai tugas UAS Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu:
Dr. H. ATEP SUJANA, M. Pd
Dr. PAED. WAHYU SOPANDI, M. A
Oleh
2002263
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR
ِِالرحِ ي ِْم
َّ الرحْ َمن
َّ ِبسْــــــــــــــــــمِ الل ِه
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Saya
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, sertai inayah-Nya
kepada saya serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang penuh pengetahuan, sehingga saya bisa menyelesaikan proposal tesis
dengan judul “Pengaruh Model Read, Answer, Discuss, Explain AND Create (RADEC)
Terhadap Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas V SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh
Timur ” ini tepat pada waktunya.
Proposal ini saya ajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas UAS
mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Dasar pada Universitas Pendidikan Indonesia.
Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Dr. H. Atep Sujana, M.Pd dan Bapak
Dr. Paed. Wahyu Sopandi, M.A yang telah membantu saya. Tidak lupa ucapan terima kasih saya
kepada kedua orang tua tercinta yang selalu mendukung dan berdo’a untuk kesuksesan saya,
serta teman- teman seperjuangan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan proposal ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua untuk menjadi guru
yang profesional. Fastabiqulkhairat, semoga Allah swt, senantiasa meridhoi semua aktivitas dan
usaha yang kita lakukan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Aamiin Allahumma Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………i
ii
3.6. Teknik Analisis Data ………………………………………………………………………..30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi dimana saja dan kapan
saja (informasi}, adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi}, mampu menjangkau
segala pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan kemana saja
(komunikasi). Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran
pembangunan pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad
21 yang di dalamnya meliputi tata kelola kelembagaan dan sumber daya manusia
(Soderstrom, From, Lovqvist, & Tornquist, 2011). Abad ini memerlukan transformasi
pendidikan secara menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan
pengetahuan, pelatihan, ekuitas siswa dan prestasi siswa (Darling-Hammond, 2006 ; Azam &
Kingdon, 2014). Pendidikan abad 21 membutuhkan keterampilankomunikasi, berfikir kritis dan
pemecahan masalah, kolaborasi, dan berfikir kreatif (Sopandi, 2018). Keempat keterampilan
tersebut dikenal dengan istilah 4C, yaitu singkatan dari Communication, Critical thinking and
Problem solving, Collaboration, dan Creative Thinking.Oleh karena itu, perlu adanya perubahan
model pembelajaran sabagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela bahwa perubahan
tersebut sangat penting dilakukan agar proses pembelajaran di kelas berkualitas, mengingat
bahwa pendidikan memiliki kekuatan yang besar dalam mengubah nasib bangsa di masa yang
akan datang (Sopandi, 2017).Pada abad 21 dibutuhkan kurikulum yang menekankan pada
keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan
pengetahuan (Fadlillah, 2014).
Hal ini dapat dilihat sistem pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang sangat rendah. Berbagai hal telah
dilakukan pemerintah, salah satunya pada tahun ajaran 2013/2014 pertengahan tahun 2013
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan memutuskan
mengganti kurikulum 2006 ( dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) menjadi
Kurikulum 2013. Namun hal tersebut tidak banyak mengalami perubahan dalam meningkatkan
pendidikan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, pendidikan merupakan salah satu faktor
1
yang mempengaruhi mewujudkan negara maju. Menurut Nelson Mandela, pendidikan adalah
senjata yang paling ampuh yang dapat kamu gunakan untuk mengubah dunia. Namun,
bagaimana kamu bisa mengubah dunia, jika kamu tidak mau membaca? Padahal semakin banyak
kamu membaca, maka akan semakin banyak ilmu pengetahuan yang kamu peroleh. Sebagaiman
kita ketahui, dalam islampun kita diharuskan untuk membaca, di dalam Al – Quran terdapat
surat Al – Alaq yang dikenal dengan Iqra ( bacalah ).
Membaca merupakan sebuah seni memahami dunia dan ( Syora, 2020 ). Apalagi pada
pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran berbasis teknologi informatika yang dimaksudkan
untuk menyeimbangkan zaman millenia agar siswa tidak asing lagi pada kecakapan abad 21
(Sugiyarti, 2018: 440). Salah satu yang termasuk ke dalam kecakapan abad 21 adalah
keterampilan membaca. Menurut Shane Parrish, membaca merupakan satu diantara cara terbaik
untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan manusia. Namun keterampilan siswa – siswi
Indonesia dalam memahami bacaan termasuk dalam kategori rendah. Hasil dari PISA
(Programme for International Student Assesment) tahun 2015 menunjukkan bahwa siswa – siswi
di Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skornya adalah 397 (skor rata – rata OECD
493). Sebanyak 72 negara yang mengikuti PISA 2015 (OECD, 2015). Sejak ada pelaksanaan
asessment tersebut, data-data tentang kemampuan membaca siswa di Indonesia menjadi begitu
familiar bagi telinga masyarakat terutama kalangan pendidikan di Indonesia. Hal ini karena di
setiap penyelenggaraannya, data-data PISA Result (termasuk yang terakhir), menempatkan
Indonesia masih berada di kelompok bawah negara-negara yang mengikuti asessment tersebut
(OECD, 2018). Hal ini membuat masyarakat selalu memperhatikan hasilnya, salah satunya
adalah data tentang Reading atau kemampuan membaca siswa Indonesia. Selain itu, studi lainnya
oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) dan Early Grade Reading
Assessment (EGRA) (Mullis & Martin, 2017; (USAID) Indonesia, 2014) yang ternyata
menunjukkan data yang tidak jauh berbeda dari PISA. Data lain tentang kemampuan membaca
yang kemudian ramai diperbincangkan bahkan menjadi kontroversi adalah data dari World’s
Most Literate Nations yang dilakukan oleh Central Connecticut State University Amerika Serikat
yang dirilis pada awal tahun 2017, dimana Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara
partisipan survei dalam hal kemampuan literasi (Central Scholaria: Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 2 Vol. 10 No. 1, Januari 2020: 22-33 23 Connecticut State University, 2017). Hasil
Indonesia National Assesment Program di tahun 2016 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
2
Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan & Kebudayaan sendiri mengungkap data
bahwa rata-rata nasional distribusi literasi pada kemampuan membaca pelajar di Indonesia
adalah 46,83% berada pada kategori Kurang, hanya 6,06% berada pada kategori Baik, dan 47,11
berada pada kategori Cukup (P. Kemdikbud, 2017).
Kemampuan keterampilan membaca sangat berperan penting sebagai pondasi atau dasar
penentu keberhasilan dalam kegiatan belajar siswa (USAID, 2014). Dalam dunia pendidikan,
membaca membantu siswa untuk mengembangkan serta meningkatkan pencapaian akademik.
Hal ini disebabkan penguasaan akademik bermula dari keterampilan siswa dalam membaca
(Chansa-Kabali & Westerholm, 2014). Membaca dapat diintepretasikan sebagai kegiatan
mengartikan pesan yang tertulis. Selanjutnya, Abidin (2015) menjelaskan bahwa membaca
merupakan keterampilan yang kompleks yang dilakukan melalui sebuah proses yang dinamis
untuk membawa dan mendapatkan makna dari teks. Kegiatan membaca dapat memperluas
pengetahuan dan pengalaman serta untuk mempertajam penalaran untuk peningkatan diri
seseorang. Apabila anak pada usia sekolah tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia
akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas
berikutnya. Pada dasarnya, seorang anak menggunakan bahasa tidak hanya untuk
mengekspresikan perasaannya, melainkan untuk berkomunikasi dengan lingkungan di
sekitarnya. (Alfiahesty Choirotun Nafiah, Gorys Keraf, 2016). Melalui kemampuan membaca
seseorang lebih terampil menghadapi tantangan di era informasi ( Damaianti, 2021). Pada proses
kegiatan membaca sangat penting adanya kemampuan untuk apa yang sedang dan ingin
diketahui dan mengerti apa yang sedang dibaca dalam suatu teks/bacaan. Hal inilah yang disebut
sebagai pemahaman akan bacaan. Pemahaman merupakan kemampuan yang melibatkan akal,
pikiran dan analisis siswa. Kegiatan memahami sesuatu hal dilakukan oleh siswa dengan
kemampuan kognitifnya berusaha menangkap makna dari apa yang tengah dihadapi atau
dipelajari. Membaca merupakan suatu keterampilan untuk meningkatkan daya nalar seseorang.
Artinya, dalam membaca pastinya ada informasi yang dapat kita peroleh yang fungsinya
menambah wawasan yang kita miliki. Tetapi dalam memperoleh informasi tersebut. Tentunya
dalam membaca harus beriringan dengan pemahaman tentang apa yang kita baca. Dalam hal ini
Finochiaro dan Bonomo berpendapat bahwa membaca adalah bringing meaning to and getting
meaning from printed or written material, dengan kata lain membaca tidak hanya sekedar
3
melafalkan kata dan kalimat namun memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung
di dalam bahasa tertulis” (Harras, 2014).
Namun, hasil dari observasi banyak peserta didik yang belum mampu memahami isi
bacaan sehingga kegiatan membaca pemahaman tidak tercapai. Hal ini menjadi permasalahan
dan hambatan terhadap proses kegiatan pembelajaran. Salah satu solusi bagi guru untuk
meningkatkan pemahaman akan bacaan adalah dukungan dan bimbingan guru untuk mendidik
peserta didik. Guru harus mampu dalam menggunakan model pembelajaranpembelajaran yang
sesuai dengan karakter peserta didik dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Guru sebaiknya
tidak menggunakan model pembelajaran yang sama pada setiap materi pembelajaran yang sama,
sebagaimana yang dikatakan oleh John Dewey bahwa seandainya seorang guru cara
mengajarnya sama dengan cara-cara ia mengajar kemarin diibaratkan bahwa ia sedang
merampok masa depan siswanya (Sopandi, 2018).
Sopandi (2017) mengembangkan model pembelajaran yang mempertimbangkan secara
maksimal kondisi khas yang ada di Indonesia. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran Read-Answer-DiscussExplain-and Create atau disingkat RADEC. Model
pembelajaran RADEC terinspirasi dari metode pembelajaran scaffolding. Metode scaffolding
didasarkan pada teori Vygotsky, scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada
siswa dari orang yang lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan
penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya kemampuan
belajar sehingga terdapat tingkat penguasaan materi yang lebih tinggi yang ditunjukkan dengan
adanya penyelesaian soal-soal yang lebih rumit (Ashraf, 2017). Model RADEC terinspirasi dan
dikembangkan dari model pembelajaran di atas, ada beberapa penyesuaian dan modifikasi
sehingga tercipta model pembelajaran yang dirasa cocok dan sesuai diterapkan dalam
pembelajaran di Indonesia yaitu RADEC.
Sehubungan dengan itu, model pembelajaran ini dapat membantu peserta didik
memahami bidang pelajaran Bahasa Indonesia, melalui model RADEC ini diharapkan siswa
mempunyai keinginan dan mengeksplore berbagai bahan ajar dan sumber informasi sehingga
siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman sebagaimana yang diharapkan. RADEC
merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan serta membaca
pemahaman siswa. Dengan penerapan model pembelajaran RADEC dalam pembelajaran yang
dilakukan diharapkan siswa mempunyai pengusaan konsep dan keterampilan membaca
4
pemahaman siswa. Melalui penerapan model pembelajaran RADEC, siswa dapat berkreasi
dalam menciptakan ide-ide baru, penyelesaian masalah, dan meningkatnya karya kreatif. Semua
itu diharapkan dapat dicapai dalam alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum.
Akan tetapi sebagai model pembelajaran yang baru, model pembelajaran RADEC
memiliki beberapa kendala, antara lain Pertama, kemungkinan kebiasaan guru yang terbiasa
menggunakan metode ceramah, guru merasa belum mengajar sebelum menjelaskan semua bahan
ajar, Kedua, guru terbiasa menemukan bahwa dengan menggunakan metode ceramah siswa
masih mengalami kesulitan untuk memahami materi ajar. Ketiga, pelajar terbiasa dengan
rutinitas di kelas, mulai dari mendengar penjelasan, menanyakan apakah tidak mengerti,
melakukan latihan dan membaca catatan atau buku sebelum ujian. Adanya rutinitas ini dapat
menyebabkan penolakan ketika siswa harus melakukan tugas membaca (R) dan menjawab (A)
sebelum bahan ajar diajarkan di kelas. Keempat, kemungkinan perspektif guru yang masih
mempersempit makna pendidikan. Karenanya guru dan siswa harus terlibat secara serius dalam
model pembelajaran RADEC ini sehingga tujuan penerapan model ini dapat tercapai sesuai
dengan yang diharapkan bersama (Sopandi, 2017).
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas penulis
mencoba melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Read, Answer, Discuss,
Explain, And Create (RADEC) Terhadap Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas V SDN
1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur”.
5
Disscuss, Explain and Create(RADEC) dalam membaca pemahaman pada pembelajaran
Bahasa Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Read, Answer, Disscuss, Explain and Create(
RADEC) terhadap proses membaca pemahaman pada pembelajaran Bahasa Indonesia?
6
a. Bagi akedimisi, menjadi bahan masukan dan informasi dalam upaya penyempurnaan,
pengembangan ,dan peningkatan mutu pendidikan.
b. Bagi peneliti , menambahkan pengetahuan dan wawasan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah yang bertema kependidikan sebagai langkah awal untuk mengadakan penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, dapat membantu siswa dalam peningkatan keterampilanmembaca.
b. Bagi guru, sebagai bahan masukan bagi guru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah
dasar sehubungan dengan upaya peningkatan keterampilan membaca.
c. Bagi sekolah, Sebagai bahan informasi dalam memilih model pembelajaran yang
variatif dalam proses pembelajaran.
7
pada tahap ini setiap kelompok akan menjelaskan konsep essensial yang sudah dibagi
kemudian guru akan membantu menjelaskan konsep essensial yang belum dipahami atau
dikuasai oleh siswa. 5. Create (kreasi) merupakan tahapan yang terakhir dalam model
RADEC, pada tahap ini guru akan membantu menginspirasi siswa untuk memberikan
dapat berupa contoh penelitian atau karya lain yang sudah pernah dibuat oleh orang lain
kemudian siswa akan memodifikasi karya orang lain tersebut.
2. Penguasaan Konsep dalam penelitian yang dimaksud adalah kemampuan siswa untuk
menguasai materi pembelajaran. Seseorang akan menguasai konsep jika mengerti betul
konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan kata-
katanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang siswa miliki tanpa mengubah makna
dari konsep itu. Indikator dari penguasaan konsep diadopsi dari taksonomi bloom, yaitu
mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), menilai
(C5) dan mencipta (C6) serta diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk essay.
3. Keterampilan Membaca Pemahaman dalam penelitian yang dimaksud adalah salah satu
bentuk kegiatan membaca dengan tujuan utama untuk memahami isi pesan yang terdapat
dalam bacaan. Membaca pemahaman lebih menekankan pada penguasaan isi bacaan.
Dimana keterampilan membaca pemahaman ini dapat diukur dengan membaca bahan
bacaan yang ada diLKS disertai dengan pertanyaan-pertanyaan prapembelajaran.
Indikator dari keterampilan membaca pemahaman diadopsi dari taksonomi bloom, yaitu
mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), menilai
(C5) dan mencipta (C6) serta diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk essay.
4. Model Pembelajaran Konvensional merupakan model yang digunakan guru dalam
pembelajaran sehari-hari dengan menggunakan model yang bersifat umum, bahkan tanpa
menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan karakteristik dari materi
pembelajaran yang dipelajari. Langkah-langkah model pembelajaran konvensional adalah
(1) Menyampaikan tujuan-Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut, (2)Menyajikan informasi-Guru menyajikan informasi
kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah, (3)Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik-Guru mengecek keberhasilan siswa dan
memberikan umpan balik, dan (4)Memberikan kesempatan latihan lanjutan-Guru
memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah.
8
1.6 Struktur Organisasi Tesis
Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, antara lain sebagai berikut :
Bab I berisi tentang latar belakang mengapa penelitian dilakukan, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan struktur organisasi tesis.
Bab II berisi tentang pemaparan teori-teori yang mendukung, konsep, serta hasil
penelitian sebelumnya yang relevan mengenai pembelajaran model Read-Answer-
Discuss-Explain-and Create (RADEC), Penguasaan konsep, keterampilan membaca
pemahaman, kajian materi Pemanasan Global, dan hipotesis penelitian.
Bab III terdiri atas metode dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian,
instrumen penelitian, matriks hubungan model pembelajaran yang diterapkan dengan
kemampuan yang akan diukur, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak
hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses
menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai proses berpikir, membaca
mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan
pemahaman kreatif (Rahim, 2008). Sejalan dengan itu Finonchiaro mendefinisikan bahwa
membaca sebagai suatu usaha memetik dan memahami makna yang terkandung dalam bahasa
tertulis baik makna yang tersirat dengan cara memproses informasi, silabas, sintaksis dan
semantik (Tarigan, 2008).
Menurut Rahman (2020), membaca merupakan bagian yang integral dalam pembelajaran
berbahasa. Membaca memberi kesempatan pada individu untuk menggali banyak informasi dari
berbagai bidang di dunia sehingga menambah pengetahuan. Dalam bidang pendidikan, membaca
membantu peserta didik untuk mengembangkan serta meningkatkan pencapaian akademiknya.
Hal ini juga dikemukakan oleh (Chansa-Kabali & Westerholm, 2014) dalam Rahman (2020).
Selanjutnya, Abidin (2015) menjelaskan bahwa membaca merupakan keterampilan yang
kompleks yang dilakukan melalui sebuah proses yang dinamis untuk membawa dan
mendapatkan makna dari teks. Hal ini mengindikasikan bahwa membaca bukan hanya
menyuarakan lambang-lambang tertulis semata, tetapi mampu memahami makna yang
terkandung dalam sebuah wacana. Membaca melibatkan intervensi beberapa proses, yaitu
identifi kasi bacaan, pengenalan kata, menemukan makna, dan integrasi sintaksis dan semantik
(Yukselir, 2014). Dalam proses membaca, siswa menggunakan beberapa domain-domain
penting, yaitu domain afektif, domain perseptual, dan domain kognitif. Melalui penggunaan
domain tersebut, siswa akan mudah menarik makna dengan memadukan pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru yang diperolehnya melalui membaca (Kwon & Linderholm, 2015).
Membaca juga dibagi menjadi dua tahap yaitu membaca di kelas awal yang lebih dikenal
dengan membaca permulaan dan membaca pemahaman pada kelas tinggi. Membaca permulaan
10
merupakan tahapan belajar untuk mencapai membaca pemahaman. Menurut Rahman (2020)
anak-anak umumnya sebagai pembaca awal berada pada tahap membaca permulaan. Lebih
khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap
logo grafis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan keterampilan yang harus dikuasai
anak, yaitu penguasaan kode alfabetis yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara
teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut.
Keterampilan membaca pemahaman merupakan bekal dan salah satu kunci keberhasilan
siswa dalam menjalani proses pendidikan (Susilo & Garnisya, 2018). Membaca pemahaman
menurut McMaster, Espin, & Van den Broek (2014) adalah proses perolehan makna secara aktif
dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan
dengan isi bacaan. Membaca pemahaman merupakan membaca dengan cara memahami materi
bacaan yang melibatkan asosiasi (kaitan) yang benar antara makna dan lambang (simbol) kata,
penilaian konteks makna diduga ada, pemilihan makna yang benar, organisasi gagasan ketika
materi bacaan dibaca, penyimpanan gagasan, dan pemakaiannya dalam berbagai aktivitas
sekarang atau mendatang (Mujiselaar & Jong, 2015). Smith (Samsu Somadayo, 2011: 9)
menyatakan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh pembaca untuk menghubungkan informasi baru dengan informasi lama dengan maksud
untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Terdapat 3 elemen penting dalam membaca pemahaman menurut Rahman (2020), yaitu:
a. Pengetahuan mengenai dunia untuk mengerti dan memahami hal yang baru.
b. Mengenal berbagai struktur teks yang dibaca.
c. Mencari arti dari teks tersebut secara aktif.
a. Menguraikan.
b. Akses leksikal (memberi makna pada kata cetak yang dipikirkan seseorang.
11
c. Organisasi bacaan, yaitu usaha untuk mendapatkan makna yang lebih besar dari unit yang
kecil, misalanya pada kata tunggal.
Membaca pemahaman adalah proses intelektual yang kompleks yang melibatkan dua
keterampilan berbahasa lainnya, yaitu keterampilan memahami akan makna kita dan
keterampilan berfikirmengenai konsep yang verbal (Rubin dalam Rahman. 2020).
12
akibat, serta membuat analisis bacaab seperti mengemukakan tujuan pengarang dalam menulis
suatu buku dan menginterpretasikan bahasa yang figuratif.
3. Pemahaman Kritis
Pemahaman kritis adalah keterampilan dalam membuat evalusi materi yang ada pada
teks. Dalam pemahaman ini pembaca dapat membandingkan segala informasi yang terdapat
dalam sebuah teks dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat, mebandingkannya dengan
ilmu pengetahuan yang ada, dan membandingkannya dengan latar belakang pengalaman
pembaca dalam menilai sebuat teks. Pemahaman ini merupakan sebuah keterampilan untuk dapat
mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadapa teks yang sesuai dengan standar pibadi
dan juga standar profesional. Pemahaman kritis ini berada pada posisi yang lebih tinggi dari dua
pemahaman sebelumnya karena dalam pemahaman ini melibatkan evaluasi, penilaian pribadi,
dan kebenaran mengenai apa yang telah dibaca.
4. Pemahaman Kreatif
Tingkat pemahaman kreatif merupakan tingkat pemahaman yang terakhir yang
merupakan keterampilan membaca pada tingkatan yang paling tinggi dimana keterampilan ini
melibatkan kegiatan mencari makna yang ada dalam materi yang dinyatakan oleh pengarang.
Dalam membaca kreatif, pembaca dituntut untuk berfikir ketika mereka membaca sebuah teks
bacaan dan menuntut para pembaca untuk menggunakan imajinasi mereka dengan harapan
pembaca dapat mendapatkan ide-ide atau gagasan baru setalh membaca. Dalam kegiatan
membaca kreatif pun para pembaca diharapkan dapat mencoba menemukan jalan keluar atau
solusi atau altertanif baru mengenai apa yang diungkapkan oleh penulis.
Samsu Somadayo (2011: 11) menyatakan bahwa tujuan utama membaca pemahaman
adalah memperoleh pemahaman. Membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang
13
berusaha memahami isi bacaan/teks secara menyeluruh. Seseorang dikatakan memahami bacaan
secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut:
14
2.4 Model Pembelajaran Radec
Model pembelajaran Read, Answer, Discuss, Explain, dan Create (RADEC) Bila kondisi
pembelajaran tersebut di atas dibiarkan terus menerus maka dapat menyebabkan kerugian baik
bagi para peserta didik sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang
maupun masa yang akan datang. Tanpa pemecahan masalah ini sudah dipastikan kualitas hasil
pendidikan kita akan senantiasa terpuruk dan berada jauh di bawah rata-rata hasil pendidikan di
negara-negara lain. Untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang belum sesuai dengan
tuntutan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan perlunya membekali peserta didik dengan
keterampilan abad 21, Sopandi (2014) dalam suatu konferensi internasional di Kuala Lumpur,
Malaysia memperkenalkan suatu alternatif model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di
Indonesia. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model Read, Answer, Discuss, Explain,
dan Create (RADEC). Nama model disesuaikan dengan sintaks pembelajarannya agar 3 mudah
diingat urutan implementasinya. Adapun urutan langkah pembelajarannya adalah sebagai
berikut:
15
dikuasai peserta didik dengan hanya membaca dapat ditanyakan kepada peserta didik lain (tutor
sebaya) atau dijelaskan oleh guru saat pertemuan di kelas. Dengan cara ini maka pembelajaran di
kelas dapat lebih difokuskan pada pengembangan aspek lain (terutama karakter sosial) yang
pengembangannya memerlukan interaksi dengan orang lain. Dengan cara memberikan tugas
belajar secara mandiri pada peserta didik sebelum belajar di kelas juga mendorong pembelajaran
di kelas lebih difokuskan pada bagian materi pelajaran yang dianggap sukar oleh seluruh peserta
didik.
2. Tahap Menjawab atau Answer (A)
Pada tahap ini peserta didik menjawab pertanyaan pra pembelajaran berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh pada tahap Read (R).Pertanyaan pra pembelajaran disusun dalam
bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Dengan cara seperti ini dimungkinkan peserta didik
secara mandiri melihat pada bagian mana mereka kesulitan mempelajari suatu materi. Di
samping itu peserta didik sendiri dapat menilai apakah dia termasuk orang yang malas atau rajin
membaca, mudah atau sukar memahami isi bacaan, tidak suka atau tidak suka membaca teks
pelajaran, dan lain-lain.Guru pun dengan melihat pengerjaan tugas peserta didik pada Lembar
Kerja Siswa dan sedikit pertanyaan pada setiap peserta didik dapat mengetahui tentang semua
keadaan peserta didik tersebut.Berdasarkan data tersebut guru dapat memberi bantuan yang tepat
untuk setiap peserta didik. Besar kemungkinan guru akan menemukan tentang adanya kebutuhan
peserta didik yg berbeda satu sama lain.
3. Tahap Berdiskusi atau Discuss (D)
Pada tahap ini peserta didik secara berkelompok mendiskusikan jawaban atas pertanyaan
atau hasil pekerjaan yang telah mereka kerjakan di luar kelas atau di rumah secara mandiri
sebelum pertemuan di kelas dilakukan. Guru memotivasi peserta didik yang berhasil dalam
mengerjakan tugas tertentu dari LKS untuk memberi bimbingan pada temannya yang belum
menguasainya. Peserta didik yang belum menguasainya dimotivasi guru untuk mau bertanya
pada temannya. Tahap ini pun bisa diisi dengan kegiatan mendiskusikan hasil pekerjaannya
dengan hasil pekerjaan temannya yang lain dalam satu kelompok. Dengan demikian, pada tahap
ini guru bertugas memastikan bahwa terjadi komunikasi antar peserta didik dalam rangka
memperoleh jawaban atau pekerjaan yang benar. Dengan cara mencermati kegiatan seluruh
kelompok guru juga dapat menentukan kira-kira kelompok mana atau siapa yang sudah
menguasai konsep yang sedang dipelajari. Dengan cara ini pula guru dapat mengetahui
16
kelompok mana atau siapa yang sudah memiliki ide-ide kreatif sebagai bentuk penerapan konsep
yang sudah dikuasainya. Berdasarkan hasil pengamatan ini, guru dapat menentukan kira-kira
siapa yang dapat dijadikan nara sumber pada tahap berikutnya, (Explain (E).
Pada tahap ini guru menginspirasi peserta didik untuk belajar menggunakan pengetahuan
yang sudah dikuasainya untuk mencetuskan ide-ide atau pemikiran yang sifatnya
kreatif.Pemikiran kreatif dapat berupa rumusan pertanyaan produktif, masalah di lingkungan
sekitar yang memerlukan pemecahan, atau pemikiran untuk membuat karya lainnya.Seperti yang
17
sudah dijelaskan sebelumnya, tugas membuat ide-ide atau pemikiran yang sifatnya kreatif sudah
tercantum dalam pertanyaan pra pembelajaran.Jadi pada tahap ini tinggal mendiskusikannya saja
secara klasikal. Karena peserta didik sebelumnya sudah ditugaskan mengerjakannya secara
mandiri dan juga sudah mendiskusikannya pada tahap D. Bila guru menemukan semua peserta
didik mengalami kesulitan untuk mencetuskan ide-ide kreatif, guru perlu memberikan inspirasi
pada peserta didik. Sumber inspirasi yang diberikan guru dapat berupa contoh penelitian,
pemecahan masalah atau karya lain yg sudah dilakukan orang. Selanjutnya secara klasikal
peserta didik mendiskusikan ide-ide kreatif lain yg dapat dibuat sekaligus merencanakan dan
merealisasikannya. Sebagai inspirasi lain bagi peserta didik, guru dapat memberikan contoh
rencana kreatif yang belum pernah direalisasikan baik oleh dirinya maupun orang lain. Dalam
keadaan peserta didik belum memiliki ide sendiri maka mereka dapat mengerjakan ide guru
tersebut. Pengerjaaan ide ini dapat dilakukan secara mandiri atau dapat juga secara berkelompok
tergantung karakter yang akan dikembangkan pada diri peserta didik. Pengerjaan ini secara
teoritis lebih menantang peserta didik karena idenya betul-betul orisinil dan kemungkinannya
bisa berhasil atau tidak berhasil.Di samping itu pengerjaaannya bisa di kelas maupun di luar
kelas, bisa sebentar bisa juga lama. Tahap ini yang menonjol adalah tahap melatih peserta didik
berfikir, bekerjasama, berkomunikasi dari mulai menemukan ide kreatif, mengambil keputusan
ide yang akan direalisasikan, merencanakan, melaksanakan, melaporkan dan menyajikan hasil
realisasi ide kreatif tersebut dalam beragam bentuk.
Terdapat hasil penelitian yang relevan dan berkaitan yang berkaitan dengan model
pembelajaran Radec diantaranya adalah: Pertama penelitian yang dilakukan oleh Sopandi dan
Prana D, Program Studi Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia, tahun 2014 dengan
judul Penerapan model Radec terhadap meningkatkan hasil belajar kelas V SD 1 Wonogiri
dalam mata pelajaran IPA ” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran radec ini meningkatkan aktivitas belajar siswa hal ini menunjuukkan kategori amat
baik. Kedua, penelitian yang dilakukan Iswara, Program Studi Pendidikan Dasar, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendididkan indonesia dengan judul Penerapan model Radec dengan
media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas II SDN 67 Magelang”
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran radec ini meningkatkan
18
aktivitas belajar siswa hal ini menunjuukkan kategori amat baik.hal ini terlihat darei siklus I
memperoleh rata-rata kemampuan menulis puisi 68,87% dengan ketuntasan belajar klasikal
67,74%, (II) siklus II rata menulis puisi 77,41% Dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Wahyu Sopandi dan Prana D. Iswara, dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta kemampuan menulis puisidengan model
pembelajaran radec.
Kerangka pikir disusun atas dasar terdapatnya masalah pada hasil observasi yang
dilakukan. Dimana diketahui bahwa hasil belajar siswa yang rendah dipengaruhi oleh dua aspek.
Aspek yang pertama adalah guru, dimana guru masih sering menjadi pusat pembelajaran, kurang
melatih siswa, guru kurang tepat memilih model dalam pembelajaran bahasa indonesia, serta
aktivitas tukar pendapat dengan siswa kurang.Aspek yang kedua dari siswa itu sendiri, dimana
siswa kurang dilatih dalam keterampilan berbicara, kurang memperhatikan guru saat
menjelaskan dan siswa cenderung lebih suka bermain.Dengan demikian diterapkannya model
pembelajaran Radec diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan keaktifan belajar bagi siswa
sehingga dapat terlihat dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka sebagai landasan berfikir bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Radec
terhadap membaca pemahaman pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SDN 1 Sungai Raya
Kabupaten Aceh Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka pikir berikut
ini:
19
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Pretest Posttest
Analisis
20
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan rumusan yang harus dapat diuji kebenarannya secara empiric. Ini
berarti bahwa jika hipotesis memuat konsep-konsep yang abstrak, maka konsep tersebut harus
ditunjukan oleh indikatoor-indikatornya agar dapat diamati dan diukur secara empiric. Dengan
demikian, hubungan antara konsep yang dinyatakan dalam hipotesis akan ditunjukan oleh
hubungan antara indikatornya masing-masing. (Soehartono, I. 2011 : 28)
Hipotesis yang akan diuji :
1. Ho : β ≠ 0 : Tidak ada pengaruh model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create (
RADEC) terhadap membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Ha : β = 0 : Ada pengaruh model Read, Answer, Disscuss, Explain and Create (
RADEC) terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
3. Ho : β ≠ 0 : Tidak ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Read, Answer,
Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dengan kelas yang tidak menggunakan model
Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam peningkatan membaca
pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
4. Ho : β = 0 : Ada perbedaan antara kelas yang menggunakan model Read, Answer,
Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dengan kelas yang tidak menggunakan model
Read, Answer, Disscuss, Explain and Create ( RADEC) dalam peningkatan membaca
pemahaman siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Desain Penelitian
Suatu penelitian dilakukan untuk mendapatkan data demi tujuan yang ingin dicapai oleh
seorang peneliti. Data dapat diperoleh melalui suatu cara ilmiah atau metode ilmiah. Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016: 2). Semua metode pada prinsipnya baik dan dapat
digunakan, namun dalam menentukan metode penelitian yang tepat dalam suatu penelitian
tergantung pada permasalahan yang diteliti.Metode yang tepat dalam penelitian ini adalah
metode penelitian quasi eksperimen. Quasi experimental design merupakan pengembangan dari
true experimental design yang sulit dilaksanakan (Sugiyono (2016: 77). Penggunaan metode
kuasi eksperimen ini didasarkan atas pertimbangan agar dalam pelaksanaan penelitian ini
pembelajaran berlangsung secara alami dan siswa tidak merasa dieksperimenkan, sehingga
dengan situasi yang demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat
kevalidan penelitian.
Bentuk desain quasi experiment yang digunakan yaitu “non-equivalen control grup
design”. Perlakuan berupa penerapan model Pembelajaran RADEC pada kelas eksperimen dan
penerapan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Sebelum diberi perlakuan, pada
kedua kelas siswa akan diberikan soal pretest untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep
siswa. Sedangkan, soal posttest akan diberikan setelah perlakuan untuk melihat pengaruh
perlakuan terhadap kemampuan siswa untuk menguasai konsep.
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Sumber: Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan
22
Keterangan:
X = Perlakuan dengan strategi pembelajaran pemerolehan konsep pada kelas eksperimen
O1 = Pretest kelas eksperimen
O2 = Postest kelas eksperimen
O3 = Pretest kelas control
O4 = Postest kelas control
Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012) ialah atribut atau nilai orang atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipejari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel
bebas dalam penelitian ini ialah Model Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan
model RADEC sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model konvensional. Sedangkan
variabel terikatnya ialah kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan membaca
pemahaman.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur. Subjek
penelitian diambil dari dua kelas yaitu kelas pertama, kelas eksperimen yang menggunakan
model pembelajaran RADEC dan kelas kedua yaitu kelas kontrol yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Dari kedua kelas dilihat dari karakteristik kelas, yaitu prestasi hasil
belajar siswa.Waktu penelitian direncanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022 yang
dimulai dengan observasi selama 1–2 hari di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur dan
waktu penelitian dilaksanakan selama 1–2 minggu.
23
3.3 Instrumen Penelitian
24
3.3.2 Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Tes Penguasaan Konsep dan
Keterampilan Membaca Pemahaman
a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk tes penguasaan konsep dan ketrampilan
membaca pemahaman siswa.
b. Menyusun intrumen penelitian berdasarkan kisi – kisi.
c. Melakukan validasi dari instrumen penelitian dengan mempertimbangkan ahli.
d. Melakukan uji coba instrumen tes penguasaan konsep dan tes pemahaman siswa.
e. Hasil uji coba kemudian dianalisis untuk mengetahui validasi, taraf kesukaran dan
daya pembeda soal.
1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2007:173). Adapun validitas yang digunakan peneliti adalah
sebagai berikut:
a. Validitas Isi adalah tingkat dimana suatu tes mengukur ruang lingkup isi yang
dimaksudkan (Sumanto, 2014:78). Untuk instrumen yang berbentuk tes, pengujian
validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan
materi yang telah diajarkan (Sugiyono, 2009:182). Pada penelitian ini, validasi isi baik
instrumen tes maupun nontes dilakukan oleh dua dosen ahli. Instrumen yang telah
dibuat oleh peneliti, dinilai dan dilakukan revisi umtuk perbaikan sesuai dengan saran
dosen ahli.
b. Validitas Konstruksi ialah validitas yang mempertanyakan apakah butir-butir
pertanyaan dalam instrumen sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan.
Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment
experts) (Sugiyono, 2009:177). Sama halnya dengan validitas isi, validitas konstruk
juga dilakukan oleh dua dosen ahli. Validitas konstruk dilakukan terhadap instrumen
tes dan nontes.
25
c. Validasi Butir Soal dikatakan valid apabila memiliki dukungan yang besar terhadap
skor total. Tujuan dari validitas butir soal adalah untuk mengetahui butir-butir tes
manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan itu jelek karena memiliki
validitas rendah. Arikunto, S (2010:167) menyatakan bahwa validitas butir soal adalah
validitas yang membandingkan jawaban peserta didik pada butir soal dengan jawaban
secara keseluruhan. Validitas soal dilihat dari soal yang memenuhi kriteria taraf
kesukaran dan daya beda. Taraf kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar
dan mudahnya suatu soal. Besar tingkat kesukaran antara 0,00 sampai 1,0 rumus
𝑆𝐴+𝑆𝐵
mencari TK ialah 𝑛.𝑚𝑎𝑘
. Dimana TK ialah tingkat kesukaran, SA ialah jumlah skor
kelompok atas, SB ialah jumlah skor kelompok bawah, n ialah jumlah siswa kelompok
atas dan kelompok bawah, maks ialah skor maksimal soal yang bersangkutan. Soal
yang baik ialah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang baik
ialah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Menurut ketentuan yang
sering diikuti, tingkat kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel Indeks Taraf Kesukaran Soal
No Nilai Kesukaran(P) Kriteria
1 0,00 – 0,30 Sukar
2 0,31 – 0,70 Sedang
3 0,71 – 1,00 Mudah
(Jihad dan Haris, 2012:182)
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus untuk mencari
𝑆𝐴−𝑆𝐵
daya pembeda ialah 𝐷𝑃 = 1 . Dimana SA Ialah jumlah skor kelompok atas pada
𝑛.𝑚𝑎𝑘𝑠
2
butir soal yang diolah, SB ialah jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang
diolah, n ialah jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah, maks ialah skor
maksimum pada butir soal yang bersangkutan. Interpretasi nilai DP mengacu pada
pendapat (Ruseffend, 1991) dan (Jihad dan Haris,2012) adalah sebagai berikut: 0,40
atau lebih : sangat baik, 0,30 – 0,39 : cukup baik, 0,20 – 0,29 : perlu diperbaiki, 0,19 :
jelek, perlu dibuang atau dirombak.
26
3.4 Prosedur Penelitian
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga
tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap persiapan ini meliputi:
a. Studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi lapangan (prestasi dan kebiasaan siswa
membaca).
b. Perlunya studi literatur untuk mendukung pengembangan model pembelajaran
RADEC.
c. Studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan materi pembelajaran,
mengetahui tujuan pembelajaran, kompetensi inti, dan kompetensi dasar yang hendak
dicapai.
d. Menyusun LKS yang harus diisi oleh siswa setelah mengidentifikasi topik atau tema
yang telah dibuat oleh guru.
e. Mengembangkan RPP untuk materi pemanasan global.
f. Menyusun dan menganalisis instrumen-instrumen penelitian meliputi tes kemampuan
penguasaan konsep, keterampilan membaca pemahaman siswa, lembar tanggapan
siswa (angket).
g. Meminta pertimbangan dosen ahli terhadap model pembelajaran RADEC dan
instrumen yang dibuat kemudian direvisi berdasarkan saran dari dosen ahli.
h. Menentukkan populasi dan sampel penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan meliputi:
a. Melaksanakan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa
b. siswa di kelas eksperimen 1 diberikan pertanyaan prapembelajaran dan LKS yang
wajib mereka isi berdasarkan dari hasil kegiatan membaca.
c. Melaksanakan test pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 setelah mereka membaca di
rumah pada kelas eksperimen 1.
d. Melakukan proses pembelajaran, sesuai dengan sintaks model pembelajaran
RADEC.
e. Memberikan postest setelah semua pertemuan selesai untuk mengetahui kemampuan
penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman siswa.
27
f. Memberikan lembar tanggapan siswa (angket) untuk mengetahui tanggapan (respon)
terhadap pembelajaran model RADEC di kelas eksperimen 1 setelah selesai semua
proses pembelajaran.
3. Tahap Akhir Pada tahap akhir penelitian, peneliti akan melakukan beberapa kegiatan
meliputi:
a. Mengolah data hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahap pelaksanaan
penelitian. Data hasil penelitian yang diolah meliputi data tes penguasaan konsep,
data keterampilan membaca pemahaman siswa, data lembar angket siswa dan data
lembar observasi.
b. Melakukan analisis terhadap seluruh data hasil penelitian yang diperoleh.
c. Menyimpulkan hasil analisis data berdasarkan tujuan penelitian.
d. Menyusun laporan
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan ditunjukkan oleh alur penelitian pada
Gambar di bawah ini :
28
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Studi Kurikulum
Tahap
Persiapan Merancang dan membuat pertanyaan pembelajaran serta LKS
29
Kesimpulan
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Tes Hasil Belajar Tes hasil belajar adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan soal tes. Tujuan memberikan tes hasil belajar adalah untuk
memperoleh data secara jelas dan kongret tentang proses pembelajaran untuk siswa
kelas V di SDN Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur.
2. Observasi Langsung Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.
Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik
tentang bagimana peroses pembelajaran untuk siswa kelas V di SDN Sungai Raya
Kabupaten Aceh Timur.
3. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah murid
dan nilai hasil belajar murid yang ada pada daftar nilai guru kelas kelas V di SDN
Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur.
Sebelum melakukan analisis data hasil penelitian, maka perlu dilakukan uji prasyarat untuk
mengetahui data yang dianalisis bersifat normal dan homogen.
Uji prasyarat dilakukan untuk mengetahui data yang dianalisis terdistribusi secara normal
dan homogen. Uji prasyarat terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas (Rahayu,
2005).
1) Uji Normalitas Data, Uji ini dikenakan pada hasil penguasaan konsep (pretest dan
posttest), dan keterampilan membaca pemahaman (hasil observasi), setiap
penguasaan konsep dan keterampilan membaca pemahaman diuji pada kelas
30
eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui bahwa data atau sampel yang
diambil pada masing-masing kelas terdistribusi normal. Data kemampuan siswa
menjadi syarat awal untuk menguji hipotesis yang ada, dalam hal ini data hasil
penguasaan konsep (pretest dan posttest), keterampilan membaca pemahaman (hasil
observasi) dan data setiap aspek keterampilan proses pada masing-masing kelas. Uji
normalitas data dilakukan dengan menggunakan Uji Satu Sampel Kolmogorov-
Smirnov pada program SPSS. Data dikatakan terdistribusi normal jika analisis
mempunyai nilai Asymp.sig (2-tailed) > 0,05 (Trianto, 2010: 172).
2) Uji Homogenitas, Uji kesamaan dua varians (homogenitas) bertujuan untuk
mengetahui bahwa kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki
variansi yang sama. Uji homogenitas ini dilakukan terhadap hasil pretest, posttest,
observasi keterampilan membaca pemahaman pada kelas eksperimen. Pengujian
homogenitas dilakukan dengan analisis melalui program SPSS. Data dikatakan
homogen jika nilai sig > 0,05 (Trianto, 2010: 173).
3) Uji Hipotesis
a. Uji Independent Sample T-Test. Analisis yang digunakan untuk uji hipotesis
penelitian yaitu uji beda atau uji T. Uji T yang digunakan yaitu Uji Independent
Sample T-Test. Uji Independent Sample T-Test adalah metode yang digunakan
untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda
(independent). Pada prinsipnya uji Independent Sample T-Test berfungsi untuk
mengetahui apakah ada perbedaan mean antara 2 populasi dengan
membandingkan dua mean sampelnya. Sebelum dilakukan analisis Independent
Sample T-Test, terlebih dahulu data harus memenuhi syarat awal, syarat tersebut
antara lain: 1) Data berbentuk interval atau rasio. 2) Data sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal. 3) Variansi antara dua sampel yang
dibandingkan tidak berbeda secara signifikan (homogen) . 4) Data berasal dari dua
sampel yang berbeda Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan analisis
Independent Sample Ttest pada program SPSS 16, pengambilan keputusannya
dilakukan dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel dengan
ketentuan: a. Jika ± thitung < ± ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. b. Jika ±
thitung > ± ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Selain itu, pengambilan
31
keputusan juga dapat dilihat dari taraf signifikan p (Sig(2- tailed)). Jika p > 0,05
maka H0 diterima dan jika p < 0,05 maka H0 ditolak (Trianto, 2010: 175).
b. Uji Mann-Whitney U Test merupakan uji statistik non parametrik yang digunakan
pada data ordinal atau interval, apabila data tersebut tidak memenuhi satu atau
lebih uji prasyarat hipotesis. Sama halnya dengan uji T, Uji Mann-Whitney U Test
juga dapat digunakan untuk menganalisis adatidaknya perbedaan antara rata-rata
dua data yang saling independent. Pada penelitian ini Uji Mann-Whitney U Test
dilakukan terhadap data nilai posttest keterampilan proses siswa dan data nilai
hasil observasi keterampilan proses siswa karena berdasarkan hasil uji prasyarat
hipotesis diketahui bahwa data posttest keterampilan proses siswa tidak
terdistribusi normal sedangkan data hasil observasi keterampilan proses siswa
tidak homogen, sehingga untuk melakukan uji hipotesis digunakan uji statistik
non parametrik. Menu Analyze Non-Parametric Test Legacy dialog Two
Independent Samples Test masukan data yang akan diuji ke test variable contreng
Mann-Whitney U pada pilihan test type ok. Untuk menentukan diterima atau
ditolaknya suatu hipotesis maka pada uji Mann-Whitney U Test dapat dilihat dari
kriteria berikut: 1) Jika Zhitung < Ztabel atau p > 0,05 maka Ho diterima dan H1
ditolak 2) Jika Zhitung > Ztabel atau p < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
32
DAFTAR PUSTAKA
Harras, K. A. (2014). Hakikat dan Proses Membaca. In PBIN4108/MODUL 1 (p. 56). Jakarta:
Universitas Terbuka.
Ibrahim, G. A. (2017, April 30). PISA dan Daya Baca Bangsa—Kompas.com [Newspaper].
Retrieved March 9, 2019, from Kompas.com website:
https://nasional.kompas.com/read/2017/04/30/11135 891/pisa.dan.daya.baca.bangsa.
McKee, J., Ogle, D. (2005). Integrating Instruction: Literacy and Science.The Guilford Press.
New York.
OECD. (2018). Indonesia-Country Note – Results from PISA 2015 (p. 8). Retrieved from OECD
website: www.oecd.org/pisa
33
OECD.2017. PISA 2015 Result (Volume V) : Result Collaborative Problem Solving, PISA,
OECD Publishing, Paris. Diakses pada 15 Agustus 2019 dari
http://dx.doi.org/10.1787/9789264285521-en
Patta, 2007:10) bahwa belajar adalah suatu perubahan dari system direktori yang
memungkinkannya berfungsi lebih baik. Pada bagian lain, dikemukakan pula bahwa
proses belajar.
Pemerintah Republik Indonesia.(2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Jakarta. Scheleicher, A. (2012).Ed., Preparing Teachers and Leaders for the 21st Century:
Lessons from around the World. OECD Publishing.
http//dx.doi.org/10.1787/9789264xxxxx-en
https://www.oecd.org/site/eduistp2012/49850576.pdf
Sopandi, W. (2014).The Quality Improvement Of Learning Processes And Achievements
Through The Read-Answer-Discuss-Explain-And Create Learning Model
Implementation. Conferenced Paper. Kuala Lumpur 20 September 2017.
Sopandi, W., Kadarohman, A., Sugandi, E., Farida, Y. (2014).“Posing preteaching questions in
chemistry course: An effort to improve reading habits, reading comprehension, and
learning achievement”.Paper, WALS International Conference. Bandung, 2014. (Tarigan,
Henry Guntur 2008:9),makna yang terkandung didalam bacaan
www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikkat-membaca.htm
(USAID) Indonesia. (2014). Indonesia 2014: The National Early Grade Reading Assessment
(EGRA) and Snapshot of School Management Effectiveness (SSME) Survey; Report of
Findings (No. AID-497-BC-13-00009; p. 81). United States Agency for International
Development.
34