Anda di halaman 1dari 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Kakao merupakan tanaman yang berasal dari daerah hutan hujan tropis di
Amerika Selatan yang berukuran kecil dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang
besar (Widya, 2008). Dalam komoditas perdagangan kakao, dibagi menjadi dua
kategori besar biji kakao, yaitu: kakao mulia (fine cocoa) yang secara umum
diproduksi dari varietas Criolo dan kakao curah (bulk or ordinary cocoai) yang
berasal dari jenis Forastero (Departemen Perindustrian, 2007).
Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao yaitu kulit, pulp
maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat
budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar. Secara umum, biji
kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao
dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung
satu dengan yang lainnya (Wahyudi et al, 2008). Adapun bagan turunan produk
kakao dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Kulit/Sekam
(Cacao Shell)

Lemak Cokelat Murni


(Cacao Butter)

Bubuk Cokelat
(Cacao Powder)
Biji Cokelat
(Cacao Bean)
Pasta Cokelat
Buah Cokelat Berlemak
(Cacao) (Cacao Pasta)

Pod Cokelat Pasta Cokelat


(Cacao Pod) Tanpa Berlemak
(Cacao Pasta)

Cokelat Olahan Lain


(Other Process)

Gambar 2.1. Produk turunan buah cokelat (Cacao)


Sumber : Wahyudi et al, (2008).

5
Terdapat beberapa jenis produk cokelat yang dihasilkan dari biji kakao.
Pertama cokelat hitam (dark chocolate) yang terbuat dari pasta kakao dengan
penambahan sedikit gula, yang kedua cokelat susu (milk chocolate) yang terbuat
dari pasta kakao, lemak kakao, gula dan susu bubuk, dan yang ketiga cokelat
putih (white chocolate) yang terbuat dari lemak kakao, gula dan susu bubuk
(Rizza et al, 2000). Cokelat merupakan kategori makanan yang mudah dicerna
oleh tubuh dan mengandung banyak vitamin seperti vitamin A1, B1, B2, C, D,
dan E serta beberapa mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi, zinc, dan juga
tembaga (Spillane, 1995).
Cokelat terkenal mengandung antioksidan dan flavonoid yang sangat
berguna untuk mencegah masuknya radikal bebas ke dalam tubuh yang bisa
menyebabkan kanker. Beberapa kandungan senyawa aktif cokelat seperti
alkaloid-alkaloid theobromine, fenetilamina, dan anandamida yang memiliki efek
fisiologis untuk tubuh. Kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat
serotonin dalam otak. Menurut ilmuwan cokelat yang dikonsumsi dalam jumlah
normal secara teratur dapat menurunkan kadar kolestrol dan tekanan darah
(Rahmawati et al, 2016).

2.2 Pemasaran

Menurut Adrian Payne yang diterjemahkan oleh Tjiptono (2011),


“pemasaran adalah suatu proses mempersepsikan, memahami, menstimulasi
dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang diilih secara khusus dengan
menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut”. Dalam pemasaran, seorang pemasar perlu mengetahui
persepsi seseorang, apa yang orang itu pikirkan, karena apa yang dipikirkan oleh
konsumen akan berimbas pada tindakan mereka selanjutnya (Schiffman &
Kanuk, 2007). Dengan kata lain, persepsi adalah sebuah pemikirian mengenai
berbagai macam stimulan (warna, aroma, suara, rasa, perasaan) yang diterima
oleh individu untuk mengevaluasi suatu produk. Persepsi konsumen pada
makanan organik memiliki dimensi kesehatan, rasa, keseimbangan ekosistem,
kualitas produk, harga, dan food safety (Limantara, 2017).
Dalam pemasaran dikenal istilah segmentasi pasar yang berarti usaha
untuk membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang dapat dibedakan satu
sama lain dalam hal kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin akan
memerlukan produk-produk dan strategi pemasaran tertentu untuk
menjangkaunya. Segmentasi adalah usaha untuk membagi suatu populasi

6
menjadi kelompok-kelompok yang dapat dibedakan satu sama lain. Salah satu
cabang ilmu yang banyak mengambil manfaat dari segmentasi adalah
pemasaran (Kotler dan Amstrong, 2004).
Pemasaran merupakan jiwa dalam perusahaan atau inti perusahaan, yang
akan membawa perusahaan maju dan tetap eksis di era globalisasi, pemasaran
harus membuat perusahaan mampu bersaing. Pemasaran harus bisa membuat
setiap bagian di perusahaan dan jaringannya dapat menciptakan dan
menyerahkan nilai 12 yang baik dibenak konsumen, pemasar harus benar-benar
tahu apa yang diinginkan konsumen. Sehingga, pengidentifikasian berbagai
kebutuhan konsumen merupakan hal yang sangat penting dilakukan pemasar.
Dalam mengenal pemasaran lebih dalam, perlu diketahui konsep
pemasaran. Konsep pemasaran adalah filosofi yang sangat penting yang
digunakan untuk memandu pelaksanaan manajemen pemasaran, agar usaha
pemasaran perusahaan bisa dilaksanakan dengan efisien, efektif dan
bertanggung jawab. Konsep inti dalam pemasaran menurut Kotler dan Keller
(2009), antara lain :
1. Konsep Produksi
Konsep produksi adalah salah satu konsep tertua dalam bisnis. Konsep
ini menyatakan bahwa konsumen lebih menyukai produk yang tersedia dalam
jumlah banyak dan tidak mahal. Para manajer dari bisnis yang berorientasi pada
produksi berkonsentrasi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya
rendah, dan distribusi massal. Konsep produksi digunakan ketika suatu
perusahaan ingin memperluas pasar.
2. Konsep Produk
Konsep produk berpendapat bahwa konsumen menyukai produk yang
menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik, karena produk baru tidak
akan sukses jika tidak didukung oleh harga, distribusi, iklan, dan penjualan yang
tepat.
3. Konsep Penjualan
Konsep penjualan dipraktikkan paling agresif untuk barang-barang yang
tidak dicari, yaitu barang-barang yang biasanya tidak terpikirkan untuk dibeli
konsumen, seperti asuransi, ensiklopedia, dan peti mati. Kebanyakan
perusahaan juga mempraktikkan konsep penjualan ketika mengalami kelebihan
kapasitas.

7
4. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran beranggapan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi adalah menjadi lebih efektif daripada pesaing dalam menciptakan,
menghantarkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang lebih baik kepada
pasar sasaran yang dipilih.
5. Konsep Pemasaran Holistik
Konsep pemasaran holistik didasarkan atas pengembangan, desain, dan
pengimplementasian program pemasaran, proses, dan aktivitas-aktivitas yang
menyadari keluasaan dan sifat saling ketergantungannya. Jadi, pemasaran
holistik adalah suatu pendekatan yang berusaha menyadari dan mendamaikan
ruang lingkup dan kompleksitas aktivitas pemasaran.

2.3 Risiko

Menurut Hanafi (2006), risiko merupakan besarnya penyimpangan antara


tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return –ER) dengan tingkat
pengembalian aktual (actual return). Menurut Soehatman (2010), risiko
merupakan kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian.
Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai faktor, seperti besarnya paparan,
lokasi, pengguna, kuantitas serta kerentanan unsur yang terlibat.
Menurut Djojosoedarso (2003), risiko dapat dibedakan menurut sifatnya
antara lain :
a) Risiko yang tidak disengaja (risiko murni), adalah risiko yang apabila
tejadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja; misalnya
risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan,
pengacauan, dan sebagainya.
b) Risiko yang disengaja (risiko spekulatif), adalah risiko yang sengaja
ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan
keuntungan kepadanya, misalnya risiko utang-piutang, perjudian, perdagangan
berjangka (hedging), dan sebagainya.
c) Risiko fundamental, adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat
dilinpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau
beberapa orang saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan, dan
sebagainya.
d) Risiko Khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang
mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas,
pesawat jatuh, tabrakan mobil,dan sebagainya.

8
e) Risiko dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan
kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, dan teknologi, seperti risiko
keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut risiko statis,
seperti risiko hari tua, dan risiko kematian.
Santosa (2009) menyatakan bahwa proses yang dilakukan untuk
meminimisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang dapat
diterima. Teknik yang diterapkan untuk menangani risiko secara umum yaitu :
1. Menghindari risiko
Untuk menghindari risiko, tidak melakukan aktivitas yang dapat
mendatangkan risiko, tetapi dengan cara merubah rencana proyek untuk
menghilangkan risiko.
2. Reduksi risiko (mitigasi)
Disini dilakukan tindakan untuk mengurangi peluang terjadinya risiko,
dengan jalan diantaranya adalah memilih orang yang kompeten dalam tim
proyek, membuat desain yang maksimal untuk menghindari terjadinya
redesain.
3. Menerima risiko
Biasanya dilakukan bila risiko yang diterima kecil, atau sudah tidak ada
cara lain lagi untuk menangani risiko.
4. Transfer risiko
Hal ini biasa dilakukan dengan mengalihkan risiko kepada pihak lain.

2.4 Manajemen Risiko

Secara umum manajemen risiko, didefinisikan sebagai proses,


mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan strategi
untuk mengelola risiko tersebut. Dalam hal ini, manajemen risiko akan
melibatkan proses-proses, metode dan teknik yang membantu manajer proyek
maksimumkan probabilitas dan konsekuensi dari event positif dan minimasi
probabilitas dan konsekuensi event yang berlawanan (Lokobal et al, 2014).
Manajemen risiko merupakan aplikasi dari manajemen umum yang
berhubungan dengan berbagai aktifitas yang dapat menimbulkan risiko. Menurut
Siahaan (2007) dalam pandangannya bahwa manajemen risiko adalah luas tidak
hanya terfokus pada pembelian asuransi tapi juga harus mengelola keseluruhan
risiko-risiko organisasi. Definisi tentang manajemen risiko memang bermacam-
macam, akan tetapi pada dasarnya manajemen risiko bersangkutan dengan cara
yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mencegah ataupun

9
menanggulangi suatu risiko yang dihadapi (Khan dan Bernard, 2007). Menurut
Sholihin (2010), tujuan dari manajemen risiko adalah untuk menyediakan
informasi risiko kepada pihak regulator, memastikan bahwa tidak terjadinya
kerugian, meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat tidak dapat
dikendalikan (uncontrolled), mengukur eksposur dan pemusatan risiko,
mengalokasikan modal dan membatasi risiko
Proses manajemen risiko terdiri dari identifikasi dan evaluasi dari setiap
risiko, memilih metode dan mengimplementasikan, dan tahap pengontrolan
(D’Arcy dan Brogan, 2001). Sehubungan dengan pengimplementasian untuk
menerapkan suatu metode akan mempengaruhi biaya, baik biaya langsung
maupun tidak langsung. Permasalahan yang paling utama dalam menerapkan
suatu metode manajemen risiko adalah selalu mengidentifikasi biaya secara
terus-menerus. Namun biaya yang dikeluarkan tersebut lebih kecil jika
dibandingkan dengan biaya jika terjadinya risiko (Siahaan, 2007).
Menurut Darmawi, (2005) Manfaat manajemen risiko yang diberikan
terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a) Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b) Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c) Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d) Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya
perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi
perusahaan itu.
e) Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena
kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi
maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

2.5 Manajemen RIsiko Pemasaran

Manajemen risiko pemasaran merupakan perpaduan antara konsep


manajemen risiko dan pemasaran. Manajemen risiko adalah proses,
mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan strategi
untuk mengelola risiko tersebut (Lokobal et al, 2014). Pemasaran adalah suatu
proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan mempertukarkan prosuk yang bernilai kepada pihak lain
(Kotler, 2000). Dalam kegiatan pemasaran, dikenal konsep 4P yaitu: product,
price, place, and promotion. Konsep 4P merupakan konsep pemasaran yang

10
dapat dimanfaatkan oleh seorang wirausaha yang berisi variabel-variabel
pemasaran agar mampu mencapai tingkat penjualan yang diinginkan. Konsep 4P
disebut sebagai bauran pemasaran. Untuk mencapai objektif pemasaran melalui
strategi 4P, pemasar perlu memanipulasi dengan cara yang paling efektif di
antara variabel yang terdapat dalam bauran pemasaran tersebut supaya
menghasilkan respons yang optimal di kalangan pelanggan sasaran. Variabel-
variabel dalam 4P ditunjukan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Variabel 4P
Product Price Place Promotion
- Variety - List price - Channel - Sale promotion
- Quality - Discounts - Coverage - Advertisement
- Design - Allowances - Assortments - Personal selling
- Features - Payment Period - Location - Public relations
- Brand name - Credit terms - Inventory - Message
- Packaging - Logistics - Media
- Sizes - Service level - Budget
- Service/support
- Returns/benefits
- Warranties
Sumber: Hartono et al (2012).
Risiko pemasaran dapat diklasifikasikan dalam empat jenis kelompok sesuai
dengan gangguan yang terjadi selama proses pemasaran (Kurniasih, 2014),
yaitu:
1. Risiko produk :
Produk yang diluncurkan ke pasaran akan menghadapi 4 tahapn siklus
hidup produk, yaitu: tahap pengenalan, tahap pertumbuhan, tahap
kedewasaan, dan tahap penurunan. Tahapan paling kritis yang dihadapi
oleh produk dalam penetrasi pasaran adalah melewati tahapan pasar
pemula hingga tahap pasar utama.
2. Risiko harga
Risiko yang timbul sebagai akibat ketidakpastian dalam perubahan harga
suatu asset, misalnya pendapatan yang kurang menguntungkan dan
sekuritas yang memiliki pendapatan tetap akibat perubahan tingkat suku
bunga.
3. Risiko distribusi
Risiko yang timbul akibat kecerobohan seperti kerugian akibat kesalahan
bongkar muat barang, kesengajaan dari pihak-pihak tertentu dalam

11
pengiriman barang yang mengakibatkan barang terlambat dikirim dan
penanganan barang secara kasar sehingga rusak saat pengiriman.
4. Risiko promosi
Produk yang diluncurkan memerlukan promosi untuk dapat dikenal oleh
masyarakat. Promosi yang tidak tepat dapat mengakibatkan produk
ditolak. Sebab promosi dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Contoh
risiko yang dapat terjadi pada promosi adalah memerlukan riset yang
mahal untuk mengetahui strategi promosi yang tepat dan belum
memilikinya jaringan pemasaran yang luas.

2.6 Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA)

Secara umum, terdapat dua tipe FMEA, FMEA desain dan FMEA proses.
Pada FMEA desain, pengamatan difokuskan pada desain produk. Sedangkan
FMEA proses, pengamatan difokuskan pada kegiatan proses produksi.
(Puspitasari dan Arif, 2014). Metode FMEA adalah suatu prosedur terstruktur
untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan
(failure mode) dengan skala prioritas. Hasil akhir dari metode FMEA adalah Risk
Priority Number (RPN) atau angka risiko prioritas. RPN merupakan nilai yang
dihitung berdasarkan informasi yang diperoleh berkaitan dengan Potential Failure
Modes, Effect dan Detection. Nilai RPN dihitung berdasarkan perkalian antara
tiga peringkat kuantitatif yaitu efek/ pengaruh, penyebab, dan deteksi pada setiap
proses atau dikenal dengan perkalian S, O, D (severity, occurance, detection).
Kemudian diurutkan mulai rating tertinggi, serta tindakan yang disarankan untuk
perbaikan. (Firdaus dan Akbar, 2010). Menurut Iswanto et al (2013), pembuatan
metode FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko-risiko yang
memiliki hubungan dengan potensi kegagalan. FMEA menjadikan metode
sebuah teknik menganalisa yang mengkombinasikan antara teknologi dan
pengalaman (experience) seseorang dalam mengidentifikasi penyebab
kegagalan dari produk atau proses dan perencanaan untuk penghilangan
penyebab kegagalannya.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, FMEA
konvensional dianggap memiliki beberapa kelemahan sebagai alat pengawasan
mutu perencanaan, misalnya pernyataan dalam FMEA sering subjektif dan
kualitatif (Xu et al., 2002; Yeh & Hsieh, 2007). Oleh karena itu, untuk menutupi
kelemahan metode FMEA tersebut maka perlu didukung oleh metode lain yaitu
dengan menggunakan logika fuzzy. Menurut Keskin (2009) menyatakan bahwa

12
penelitian dengan menggunakan logika fuzzy akan memperoleh hasil yang lebih
akurat dibandingkan dengan menggunakan metode FMEA tradisional. Fuzzy
FMEA merupakan pengembangan dari metode FMEA yang memberikan
fleksibilitas untuk menampung ketidakpastian akibat samarnya informasi yang
dimiliki maupun unsur preferensi yang subjektif yang digunakan dalam penilaian
terhadap mode kegagalan yang terjadi (Braglia et al., 2003). Dengan menambah
konsep fuzzy pada algoritma FMEA memungkinkan data yang digunakan berupa
data linguistik ataupun data numerik yang mana setiap data akan mempunyai
nilai keanggotaan pada setiap atributnya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
penerapan Fuzzy FMEA diantaranya meningkatkan keamanan, kualitas dan
keandalan, nama baik perusahaan, kepuasan konsumen, biaya pengembangan
yang lebih murah dan adanya catatan historis dari peristiwa kegagalan.
Nilai S atau severity merupakan sebuah penilaian pada tingkat keseriusan
suatu efek atau akibat dari potensi kegagalan pada proses yang dianalisis. Skala
1 sampai 10 digunakan untuk menentukan nilai severity (Dermott et al, 2009).
Nilai O pada analisis mencerminkan probabilitas atau peluang terjadinya
kegagalan yang terjadi . Nilai D adalah peluang terjadinya kegagalan yang dapat
terdeteksi sebelum terjadi (Dermott et al, 2009). Skala penilaian nilai O, D sama
dengan skala nilai S yaitu dari 1 sampai 10, yang membedakan adalah deskripsi
pada masing-masing skala.

2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP memperhitungkan tingkat validitas sampai dengan batas


toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil
keputusan. Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah yang multi objektif dan multi kriteria yang didasarkan pada
perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hierarki, sehingga menjadi
model pengambil keputusan yang komprehensif (Ismoyo et al, 2015).
Terdapat empat aksioma-aksioma yang terkandung dalam model AHP
(Ismoyo et al, 2015), yaitu :
1. Reciprocal Comparison adalah pengambilan keputusan harus dapat
membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi
tersebut harus memenuhi syarat reciprokal yaitu apabila A lebih disukai
daripada B dengan sekala x, maka B lebih disukai daripada A dengan
sekala 1/x

13
2. Homogeneity adalah preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam
sekala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemenya dapat
dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka
elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus
dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.
3. Independence adalah preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan
bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada
melainkan oleh objektif keseluruhan.Ini menunjukkan bahwa pola
ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan
antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung
oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.1.
4. Expectation adalah untuk tujuan pengambilan keputusan. Struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka
pengambilan keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objektif yang
tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak
lengkap
2.8 Penelitian Terdahulu
Sofyalioglu (2012) dalam penelitiannya application of grey relation
analysis with fuzzy AHP to FMEA method. Pada penelitian tersebut bertujuan
untuk membandingkan tiga metode yang berbeda untuk melihat prioritas
kegagalan dengan menggunakan studi FMEA. Metode yang digunakan adalah
pendekatan tradisional, Grey Relation Analysis of FMEA dan penggabungan
menggunakan dua metode antara grey FMEA dengan Fuzzy Analytic Hierarchy
Process (AHP). Hasil dari penelitian yaitu pendekatan yang berbeda terhadap
teori FMEA, Application Grey Relation dengan teori Grey memberikan hasil
melihat faktor pertama yaitu faktor risiko dengan nilai bobot yang sama.
Sedangkan faktor yang kedua adalah faktor risiko dengan nilai bobot yang
berbeda yang di estimasi dengan menggunakan AHP berdasarkan nilai kualitas
yang sebenarnya. Pendekatan AHP terhadap FMEA mampu menghilangkan
kelemahan dari metode pendekatan tradiosional sebelumnya, dengan
menggunakan metode AHP terhadap FMEA mampu mengidentifikasi kegagalan
utama yang akan terjadi. Pada penelitian Chang dan Liou, FMEA pernah di
evaluasi dengan menggunakan metode Hirarki Fuzzy Analysis. AHP digunakan
untuk menetapkan bobot terhadap tiga risiko faktor. Pada desain FMEA ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan model yang

14
bisa terjadi selama proses perancangan, dimana desain FMEA ini harus
dilakukan sebelum dari konsep pembuatan.
Li (2018) dalam penelitiannya the modeling and analysis of the word-of-
mouth marketing. Penelitian ini berfokus pada pemodelan dan analisis
pemasaran dari mulut ke mulut (Word of Mouth). Dibandingkan dengan
periklanan tradisional, komunikasi dari mulut ke mulut memiliki keuntungan lebih
seperti biaya yang jauh lebih rendah dan propagasi yang jauh lebih cepat.
Terutama halnya dengan popularitas media sosial online. Sebuah model dinamis
yang dikenal dengan nama SIPNS model, menangkap proses pemasaran
dengan komentar positif dan negatif. Atas dasar ini, ukuran keseluruhan
keuntungan dari kampanye pemasaran dari mulut ke mulut diusulkan. Model
SIPNS ditunjukkan untuk mengakui ekuilibrium khusus, dan ekuilibrium
ditentukan. Dampak dari berbagai faktor terhadap ekuilibrium model SIPNS
dijelaskan melalui analisis teoritis. Hasil eksperimen yang ekstensif menunjukkan
hal itu ekuilibrium kemungkinan besar menarik secara global. Akhirnya, pengaruh
yang berbeda faktor pada keseluruhan keuntungan yang diharapkan dari sebuah
kampanye pemasaran WOM dipastikan keduanya secara teoritis dan
eksperimental. Model SIPNS yang diusulkan adalah model tingkat populasi.
Karenanya tidak memungkinkan analisis pengaruh ini. Untuk mengungkap
dampak jaringan WOM terhadap kinerja, model penyebaran tingkat jaringan atau
model penyebaran tingkat individu adalah pilihan yang lebih baik. Model
keuntungannya yang disajikan dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi
keuntungan yang seragam. Namun, dalam kehidupan sehari-hari produk yang
berbeda mungkin ada keuntungan terpisah. Oleh karena itu, sangat penting
untuk membangun model laba yang tidak seragam. Biasanya, pokok pemasaran
mulut ke mulut (WOM) diperuntukan untuk dana yang terbatas.
Kuriniasih (2014) dalam penelitiannya analisis pengaruh bauran
pemasaran terhadap minat beli pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisa pengaruh variabel bauran pemasaran yang terdiri
dari produk, harga, tempat, promosi, orang, bukti fisik, dan proses terhadap minat
beli ulang pada richeese factory di Maspion Square Surabaya yang pernah
mengunjungi dan melakukan pembelian minimal 2 kali dan minimal berusia 17
tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Data diperoleh dari penyebaran kuisoner

15
dengan jumlah sampel sebanyak 132 responden. Teknik analisis yang
dugunakan adalah analisis regresi linier berganda dan uji hipotesis
menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial serta uji hipotesis
menggunakan f-statistik untuk menguji keberartian pengaruh secara bersama-
sama dengan level of significance 5%. Dari hasil analisis uji f menunjukkan
bahwa semua variabel secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Minat
Beli Ulang. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa semua variabel secara parsial
berengaruh signifikan terhadap Minat Beli Ulang. Variabel orang mempunyai
pengaruh dominan terhadap Minat Beli Ulang di Richeese Factory Maspion
Square Surabaya
Rizal (2016) dalam penelitiannya manajemen risiko pemasaran yoghurt
drink menggunakan metode failure mode and effect analysis (FMEA) dan
analytical hierarchy process (AHP) (studi kasus di CV Brawijaya Dairy Industry,
Batu). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko
yang harus diprioritaskan serta mengkaji strategi penanganan risiko yang
sebaiknya dilakukan. Metode FMEA digunakan untuk mengukur risiko dan AHP
digunakan untuk menentuka penanganan risiko. Hasil perhitungan menggunakan
metode FMEA didapatkan 3 risiko kritis dari 9 risiko yang telah teridentifikasi.
Risiko tersebut memiliki nilai RPN tertinggi meliputi risiko banyak munculnya
pesaing baru (60), keterbatasan wilayah penjualan (50) dan konsumen yang
kurang mengenal produk (40). Hasil perhitungan menggunakan metode AHP
dapat dirumuskan tujuan manajemen risiko pemasaran dengan prioritas tertinggi
yaitu meminimalkan potensi risiko, meningkatkan penjualan produk, dan
mempertahankan eksistensi perusahaan. Aktor/pelaku yang paling berperan
dalam manajemen risiko pemasaran adalah perusahaan, retailer, dan konsumen.
Alternatif strategi penanganan risiko dengan prioritas tertinggi adalah
meningkatkan promosi, penetrasi pasar baru, penguatan legal standing,
menambah tenaga kerja, memperbaiki sistem penjualan, memperbaiki harga dan
kualitas, dan memperbaiki sistem transportasi.
Winanto (2017) dalam penelitiannya integrasi metode fuzzy FMEA dan
AHP dalam analisis dan mitigasi risiko rantai pasok bawang merah. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menentukan dan merumuskan
strategi mitigasi risiko rantai pasok bawang merah menggunakan FMEA Fuzzy
dan AHP. Identifikasi risiko dilakukan terhadap pelaku rantai pasok bawang
merah termasuk petani (pemasok), tengkulak (distributor) dan pengecer (retailer).

16
Fuzzy FMEA digunakan sebagai alat untuk mengukur risiko prioritas yang
diidentifikasi. AHP digunakan sebagai alat untuk menentukan bobot strategi
mitigasi risiko rantai pasok. Penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa risiko
yang teridentifikasi pada para pelaku rantai pasok dalam hal penawaran dan
permintaan. Risiko prioritas untuk rantai pasok petani (supplier) adalah risiko
terkait kebijakan pemerintah yaitu kebijakan terkait bawang merah impor, risiko
prioritas rantai pasok tengkulak (distributor) adalah risiko terkait persaingan
dengan bawang merah impor, dan risiko prioritas rantai pasok peritel (pengecer)
adalah risiko adanya pesaing dengan peritel lain. Hasil Analisis dengan metode
AHP menunjukkan terdapat 6 alternatif strategi. Strategi terpilih dengan prioritas
tertinggi adalah memilih varietas yang tepat, menjalin kemitraan, dan
meningkatkan promosi.

17

Anda mungkin juga menyukai