Anda di halaman 1dari 57

PENERAPAN MANAJEMEN NYERI;

NONFARMAKOLOGI

Dengan Pendekatan Hasil Penelitian pada


Wanita di Sepanjang Daur Kehidupannya
Penulis

Neni Nuraeni,
Hani Handayani,
Rosy Rosnawanty,
Ade Kurniawati,
Meti Patimah,
Tatu Septiani,
Sri Susilawati,
Sri Wahyuni,
Dewi Nurdianti,
Gugun Gundara.,
Qonita Khaerunnisa,
Anisa Setiawati,
Gina Restiana,
Aninda Maharani,
Imelda,
Shofa Rahmah,
Lisdayanti

Tahun Terbit: 2018 | ISBN: 978-979-1361-507


Penerbit: LPPM UMTAS |

FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA
PENULIS

1. Neni Nuraeni, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat


2. Hani Handayani, M.Kep
3. Rosy Rosnawanty, S.Kep., Ns
4. Ade Kurniawati, M.Keb
5. Meti Patimah, M.Keb
6. Tatu Septiani, S.ST
7. Sri Susilawati, M.Keb
8. Sri Wahyuni, M.Keb
9. Gugun Gundara., M.Eng
10. Qonita Khaerunnisa, S.Kep.,Ns
11. Anisa Setiawati, S.Kep.,Ns
12. Gina Restiana, A.MKeb
13. Aninda Maharani, A.MKeb
14. Imelda, A.MKeb
15. Shofa Rahmah, A.MKeb
16. Lisdayanti, A.M.Keb

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 1


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas ijin-Nya Kami telah
menyelesaikan buku ajar Penerapan Manajemen Nyeri; Non Farmakologi pada Ibu
hamil, bersalin dan nifas. Buku ajar ini disusun sebagai referensi bagi dosen atau
mahasiswa baik dosen keperawatan maupun kebidanan demikian pula untuk mahasiswa
keperawatan dan kebidanan dalam penanganan nyeri; non farmakologi berdasarkan
hasil penelitian dan literarur review yang telah dilakukan oleh dosen- dosen keperawatan
bidang maternitas dan kebidanan.

Ucapankan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun
buku ini terutama pada guru dan orang tua Kami Alm. Drs.H.Suchri Suarli, MM., yang
selalu memberikan motivasinya kepada Kami untuk selalu berkarya di dalam menulis.
semoga buku ini bermanfaat.

Kami sadar buku ini jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran Kami tunggu
untuk perbaikan di kemudian hari.

Penulis

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 2


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………… 3


Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………… 4
BAB I Siklus Wanita di sepanjang Daur kehidupannya ……………………… 5
BAB II Konsep Nyeri ………………………………………………………………… 9
2.1 Definisi Nyeri ……………………………………………………………………………. 9
2.2 Tipe Nyeri ……………………………………………………………………………………… .9
2.3 Stimulus dan Penyebab Nyeri ……………………………………………………… 10
2.5 Respon Nyeri …………………………………………………………………………… 12
2.6 Pengkajian Nyeri …………………………………………………………………………… 14
2.7 Manajemen Nyeri …………………………………………………………………………… 17
BAB III Kemampuan TENS dalam mengurangi nyeri Persalinan …………… 18
BAB IV Pengaruh Murrotal terhadap Nyeri Dismerrohoe ……………………… 22
BAB V Pengaruh Stimulus Kutaneus terhadap penurunan nyeri Post SC…. 24
BAB VI Manajemen Nyeri Persalinan Non Farmakologi ……………………… 30
BAB VII Penatalaksanaan Pelvic Rocking dengan Birthing Ball Untuk
Mempercepat Kemajuan Persalinan ............................................................... 32
BAB VIII Penatalaksanaan Senam Kegel untuk Mengurangi Nyeri Luka
Perineum pada Ibu Nifas ............................................................................. 36
BAB IX Penatalaksanaan Relaksasi dengan Aromaterapi Rose Oil untuk
Mengurangi Nyeri Persalinan Kala I ………………………………………….. 39
BAB X Penatalaksanaan Kompres dingin dengan Ice Pack Gel untuk
Mengurangi Nyeri Luka Perineum ………………………………………….. 44

BAB XI Penatalaksanaan Pemberian Aromatherapy Lavender Untuk


Menurunkan Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Postpartum …………. 47
Daftar Pustaka

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 3


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
BAB I

SIKLUS WANITA DI SEPANJANG DAUR KEHIDUPANNYA

Daur hidup wanita adalah keadaan dimana wanita mengalami beberapa tahapan dalam
masa hidupnya yang dimulai dari adanya konsepsi hingga masa usia lanjut .
Gambaran Daur hidup wanita dapat dilihat pada skema berikut ini :
SKEMA 1.1 DAUR KEHIDUPAN WANITA

Sumber : ryandefinta, 2013

Siklus Daur kehidupan wanita :


1. Konsepsi
a. Perlakuan sama terhadap janin laki-laki/perempuan

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 4


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
b. Pelayanan antenatal, persalinan aman dan nifas serta pelayanan bayi
baru lahir.
c. Masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini : pengutamaan jenis kelamin,
BBLR, kurang gizi (malnutrisi).
d. Pendekatan pelayanan antenatal, promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.

Faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan wanita pada masa konsepsi:


a. Keturunan
b. Fertilisasi
c. Cakupan Gizi
d. Kondisi sperma dan ovum
e. Faktor hormonal
f. Faktor psikologis

2. Bayi
a. Pada minggu pertama dan kedua kehidupan di dunia luar ,bayi masih mengalami
pengaruh estrogen yang sewaktu hamil ,memasuki tubuh janin melalui placenta.
b. Karena itu, uterus bayi baru lahir lebih besar dibandingkan dengan uterus anak
kecil.
c. Disamping itu estrogen juga menyebabkan pembengkakkan pada payudara bayi
wanita maupun pria selama 10 hari pertama dari kehidupannya, kadang-kadang
disertai dengan sekresi cairan seperti air susu.
d. Selanjutnya 10-15 % dari bayi wanita dapat timbul pendarahan pervagina dalam
minggu-minggu pertama yang bersifat withdrawal bleeding
Faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan wanita pada masa bayi :
a. Lingkungan
b. Kondisi ibu
c. Sikap orang tua
d. Aspek psikologi pada masa bayi
e. Sistem reproduksi

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 5


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
3. Kanak-Kanak
Yang khas pada masa kanak-kanak ini ialah bahwa perangsangan oleh hormon
kelamin sangat kecil , dan memang kadar estrogen dan gonadotropin sangat rendah.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi kehidupan wanita pada masa ini :
a. Faktor Dalam
1) Hal-hal yang diwariskan orang tua spt bentuk tubuh
2) Kemampuan intelektual
3) Keadaan hormonal tubuh
4) Emosi dan sifat
b. Faktor Luar
1) Keluarga
2) Gizi
3) Budaya setempat
4) Kebiasaan anak dalam hal personal hygiene

4. Pubertas
Secara klinis pubertas mulai dengan timbulnya ciri-ciri kelamin skunder , dan
berakhir kalau sudah ada kemampuan reproduksi.
Faktor yang berpengaruh :
a. Status gizi
b. Pendidikan
c. Lingkungan dan pekerjaan
d. Seks dan seksualitas
e. Kesehatan reproduksi remaja itu sendiri
5. Masa Dewasa/ Reproduksi
a. Masa ini merupakan masa terpenting bagi wanita dan berlansung kira-kira 33
tahun.
b. Haid pada masa ini paling teratur dan siklus pada alat genital bermakna untuk
memungkinkan kehamilan.
Faktor yang berpengaruh yaitu :
a. Perkembangan organ reproduksi
b. Tanggapan seksual
c. Kedewasaan psikologi

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 6


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
6. Klimakterium
Klimakterium bukan suatu keadaan patologi, melainkan suatu masa peralian yang
normal, berlangsung beberapa tahun sebelum dan beberapa tahun sesudah
menoupose.
Faktor yang berpengaruh :
a. Faktor hormonal
b. Kejiwaan
c. Lingkungan
d. Pola makan
e. Aktifitas fisik.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 7


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
BAB II
KONSEP NYERI

1.1 Definisi nyeri


IASP (1994, dalam Strong 2002, p.4) mendefinisikan nyeri sebagai perasaan dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan
kerusakan jaringan baik aktual atau potensial atau keadaan yang berkenaan dengan
adanya kerusakan.
McCaffery (1979, dalam Kozier, 1983, p.632) menjelaskan nyeri sebagai apa saja
yang diekspresikan seseorang yang terjadi kapan pun ia menyatakan itu terjadi.
Mahon (dalam Potter 1997, p.1154) menyatakan bahwa nyeri bersifat subjektif
dan sangat individual dimana stimulusnya dapat berupa fisik dan atau mental alamiah
yang terjadi mungkin karena kerusakan jaringan atau kerusakan fungsi ego
seseorang.
1.2 Tipe nyeri
Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu rasa nyeri cepat dan rasa
nyeri lambat. Rasa nyeri cepat terjadi apabila nyeri yang timbulkan merupakan hasil
dari perangsangan serabut nyeri yang terjadi dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Adapun
nyeri lambat merupakan hasil dari stimulasi serabut nyeri setelah satu detik atau
lebih, dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa detik dan
kadangkala beberapa menit (Ganong dan Hall, 1997)
Nyeri dapat dikategorikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik, bila didasarkan
pada lama tejadinya. Nyeri akut adalah nyeri yang secara umum relatif berdurasi
singkat, seperti nyeri akibat fraktur atau nyeri akibat bedah abdomen. Nyeri akut
biasanya berhenti jauh sebelum penyembuhan selesai dengan sempurna, yang
prosesnya terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun pada beberapa
kasus, nyeri ini dapat menjadi kronik. (Kozier, 1997).
Nyeri akut dapat dialami secara tiba-tiba, dan dapat disertai oleh kecemasan dan
stress emosional. Penyebab nyeri akut selalu dapat ditemukan dan diobati.
Nyeri kronik berkembang lebih lambat dan terjadi lebih lama dibanding nyeri akut
dan penderita nyeri biasanya susah untuk mengingat kembali kapan nyerinya
pertama kali timbul. Nyeri kronik sendiri sering dianggap sebagai nyeri yang terjadi
selama lebih dari 3-6 bulan (Strong 2002 : 5)
Berdasarkan tempat terjadinya, nyeri dapat dikategorikan menjadi :

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 8


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
1. Nociceptive pain : disebabkan oleh stimulasi langsung pada nosiseptor peripheral.
Nyeri ini di bagi lagi menjadi :
a. Somatic pain
1) Superficial somatic pain, yaitu nyeri yang terbatas pada nosiseptot yang
di temukan di kulit. Nyerinya tajam, biasanya seperti terbakar dan
dapat dilokalisir
2) Deep somatic pain, termasuk stimulasi nosiseptor pada muskulus,
tulang, persendian dan ligament. Skala nyeri yang ditimbulkan lebih
besar dibanding superficial somatic pain
b. Visceral pain, yaitu nyeri yang timbul akita stimulasi nosiseptor yang ada
pada organ dalam, peritoneum dan rongga pleura. Nyeri visceral dapat
sangat tajam dan skalanya lebih berat, durasinya lebih panjang dan lebih
sering susah untuk dilokalisir, seringnya, nyeri ini sifatnya beralih ke
struktur somatic lainnya, seperti pada kolik biliaris yang nyerinya
dirasakan di pelvis dextra. Hal ini dapat disebabkan oleh karena organ
penderita tidak memiliki reseptor nyeri.
2. Neurophatic pain : disebabkan oleh kerusakan pada sistem saraf pusat atau
perifer atau adanya perangsangan pada pusat saraf nyeri

1.3 Stimulus dan penyebab timbulnya rasa nyeri


Rasa nyeri dapat distimulasi dari berbagai jenis rangsangan, yang dikelompokkan
menjadi :
1.Stimulus mekanis,
Stimulus mekanis biasanya diakibatkan oleh :
a. Trauma jaringan, menyebabkan kerusakan jaringan, iritasi langsung pada
reseptor nyeri, serta proses peradangan, contohnya seperti pembedahan
b. Perubahan jaringan (contohnya : edema), menyebabkan penekanan pada
reseptor nyeri
c. Blockade duktus, menyebabkan distensi lumen duktus
d. Tumor, menyebabkan penekanan pada reseptor nyeri, iritasi ujung-ujung
saraf
e. Spasme otot, menyebabkan stimulasi pada reseptor nyeri
2.Stimulus thermal.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 9


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat dibawah kulit, pada titik yang
berbeda-beda dan terpisah-pisah dengan diameter perangsangannya kira-kira
1mm. Nyeri akan terasa bila stimulasi dingin berada pada kisaran 10-15oC atau
bila stimulasi panas berada pada kisaran 45oC.
Extreme heat atau extreme cold (seperti : luka bakar) yang terjadi pada kisaran
suhu < 10oC atau > 45oC dapat menyebabkan kerusakan jaringan, yang selanjutnya
akan menstimulasi reseptor termosensitif nyeri
3. Stimulus kimia
a. Iskemia jaringan, menyebabkan stimulasi reseptor nyeri karena terjadi
akumulasi asam laktat atau mediator kimia lainnya seperti bradikinin ataupun
enzim proteolitik dalam jaringan yang terbentuk akibat metabolisme
anaerobik
b. Spasme otot, merupakan akibat sekunder dari stimulus mekanis, yang akan
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
1.4 Fisiologi nyeri
Sinyal nyeri tajam yang cepat dirangsang oleh stimuli mekanik atau suhu yang
dijalarkan melalui serabut saraf afferent ke medulla spinalis oleh serabut-serabut
kecil tipe A∂.
Nyeri lambat dirangsang oleh stimuli nyeri tipe kimiawi, dan dapat juga stimuli
mekanik dan suhu yang menetap, dijalarkan oleh serabut tipe C melalui serabut saraf
efferent ke medulla spinalis.
Rangkapnya sistem persarafan nyeri menyebabkan stimulus nyeri yang hebat dan
datangnya mendadak akan menimbulkan sensasi nyeri yang sifatnya rangkap yaitu :
rasa nyeri tajam yang dijalarkan oleh jaras serabut A∂ yang akan diikuti oleh sedetik
atau lebih rasa nyeri lambat yang dijalarkan oleh jaras serabut C.
Saat memasuki medulla spinalis dari radiks spinalis dorsalis, serabut saraf nyeri
cepat berakhir pada lamina marginalis kornu dorsalis, sedangkan serabut perifer
saraf nyeri lambat hampir seluruhnya berakhir di lamina II dan III kornu dorsalis.
Serabut saraf rasa nyeri cepat yang sebelumnya berakhir di lamina marginalis
kornu dorsalis selanjutnya akan merangsang neuron pengantar kedua dari traktus
neospinotalamikus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang
terletak di dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya
naik ke otak dalam kolumna anterolateralis. Beberapa serabut neospinotalmikus
berakhir di daerah retikularis batang otak tetapi sebagian besar melewati semua jalur

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 10


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
ke thalamus, berakhir di kompleks ventrobasal disepanjang kolumna dorsalis traktus
lemnikus medialis dan di nuclear posterior selanjutnya akan dijalarkan ke daerah lain
pada basal otak dan juga ke korteks somato sensorik yang akan dilanjutkan ke organ
target melalui serabut saraf efferent.
Setelah berakhir di lamina II dan III kornu dorsalis, sebagian besar sinyal
kemudian melewati satu atau lebih neuron-neuron serabut pendek tambahan
didalam kornu dorsalisnya sebelum memasuki lamina V melalui lamina VII, juga di
kornu dorsalis. Kemudian neuron terakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson
panjang yang sebagian besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras cepat yang
mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis dan
kemudian naik ke otak dalam jaras anterolateral yang sama.
Jaras palespinotalmikus lambat kronik berakhir secara luas dalam batang otak.
Hanya sepersepuluh sampai seperempat serabut yang melewati seluruh jalur ke
thalamus, yang akan berakhir pada salah satu dari dari tiga tempat berikut : nucleus
retikularis medulla, pons dan mesensephalon; area tektal mesensephalon dalam
sampai kolikuli superior dan inferior; serta daerah substansia abu-abu
periakueduktal yang akan dilanjutkan ke organ target melalui serabut saraf efferent.

1.5 Respon nyeri


Respon nyeri terdiri dari respon fisiologis dan respon tingkah laku dalam kombinasi
yang beragam. Walaupun ada beberapa tanda fisiologi yang dapat mengindikasikan
adanya nyeri, tetapi beberapa orang tertentu dapat bertingkahlaku seolah-olah
nyerinya tidak ada.
1. Respon fisiologi
Saat stimulus nyeri melewati corda spinalis menuju batang otak dan thalamus,
sistem saraf otonom terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Sebagai
akibatnya dapat timbul respon tubuh seperti yang dituliskan dalam tabel di
bawah ini :
Tabel respon fisiologi nyeri
Stimulasi simpatis Stimulasi parasimpatis
Dilatasi bronchial dan peningkatan RR Pucat
↑ HR Muscle tension
Vasokonstriksi perifer (pucat, ↓ TD) ↓ HR, ↓ TD
↑ Glukosa darah

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 11


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Diaphoresis Pernafasan cepat dan tidak
Peningkatan muscle tension teratur
Dilatasi pupil Mual dan muntah
↓ Motilitas gaster Kelemahan

2. Respon tingkah laku


Respon tingkahlaku nyeri dapat sangat bervariasi, tergantung pada
kepribadian, motivasi nilai-nilai dan faktor budaya. Orang-orang belajar untuk
mengekspresikan nyerinya melalui observasi terhadap orang lain. Pengalaman
dan kepribadian keluarga seseorang adalah faktor penting penentu bagaiman
seseorang bereaksi terhadap nyerinya.
Tipikal gerakan-gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan
nyeri seseorang, contohnya seperti merapatkan gigi, menekan area yang nyeri,
posisi membungkuk, meringis, peregangan otot abdomen, membelalakan mata,
menggigit bibir bawah, merapatkan mata atau mungkin saja berespon lebih
ekspresif dengan menangis atau merintih. Imobilisasi tubuh juga biasanya
mengindikasikan adanya nyeri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri :


1. Lingkungan
Nyeri seringkali diperburuk oleh stimulus lingkungan yang ekstrem. Suara
berisik dan cahaya yang terlalu terang dapat meningkatkan intensitas
nyeri. Ketika stimulus lingkungan tidak adekut, pasien biasanya
mengekspresikan nyerinya lebih berat
2. Usia
Semakin tua usia seseorang, toleransinya terhadap nyeri secara umum juga
semakin meningkat. Kemampuan mengontrol nyeri semakin berkembang
seiring bertambahnya usia. Anak-anak seringkali takut pada nyeri karena
mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
3. Kelemahan
Kelemahan tidak hanya meningkatkan intensitas nyeri tetapi juga
menurunkan kemampuan koping destruktif.
4. Pengalaman masa lalu

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 12


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Pengalaman nyeri masa lalu pasien akan mempengaruhi pengalaman
nyeri berikutnya.
5. Mekanisme koping
Pasien biasanya mempelajari cara-cara efektif untuk beradaptasi dengan
nyeri.
6. Kepercayaan keagamaan
Kepercayaan keagamaan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang
berkompromi dengan nyeri. Seseorang mungkin percaya bahwa nyeri itu
merupakan konsekuensi dari perbuatannya untuk menghapuskan rasa
bersalahnya. Stoically
7. Budaya
Respon terhadap nyeri merupakan bagian dari determinasi budaya.
Beberapa kelompok tertentu seperti suku Indian, penduduk asli benua
Amerika dan masyarakat China pandai mengendalikan nyeri, sementara
kelompok lainnya seperti penduduk Itali atau Yahudi cenderung lebih
ekspresif dalam menyikapi nyeri.
8. Support person
Keberadaan support person biasanya meningkatkan kemampuan pasien
dalam menangani nyeri. Usia toddler lebih siap mentoleransi nyeri ketika
ada ibu atau perawat disekitarnya. Demikian juga pada usia dewasa,
penanganan nyeri akan lebih baik jika
1.6 Pengakajian nyeri
Manajemen nyeri dilakukan berdasarkan hasil pengkajian yang komprehensif.
Pengkajian itu sendiri seharusnya dilakukan terus menerus, individual dan
terdokumentasi, sehingga semua yang terlibat dalam perawatan pasien memahami
dengan jelas masalah nyeri pasien.
Pengkajian nyeri meliputi : riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, pengkajian
psikososial, keluarga dan aspek budaya, termasuk riwayat nyeri, tindakan yang sudah
dilakukan untuk mengatasi nyeri pasien, penggunaan pain assessment tools.
Untuk mendapatkan informasi tentang nyeri pasien, pertanyaan yang bisa
diajukan adalah :
1. seberapa berat nyeri yang dirasakan?
2. dimana lokasi nyeri?

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 13


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
3. sejauhnmana nyeri beroengaruh terhadap aktivitas sehari- hari, termasuk
pergerakan dan istirahat?
4. Bagaimana pasien mendeskripsikan nyerinya ?
a. apakah nyerinya tumpul, rasa ditusuk, berdenyut atau menekan?
b. Sakit perut, kram, tumpul atau tajam?
c. Tajam, tumpul, rasa terbakar atau menusuk?
5. Kapan nyeri dimulai?
6. Berapa lama nyeri sudah terjadi?
7. Apakah nyeri yang diraskan menyebar?kemana?
8. Apakah nyeri yang dirasakan setiap waktu atau bersifat intermiten
9. Jika pasien mengkonsumsi obat secara teratur, apakah nyerinya berkurang?
10. Apakah nyerinya berubah sewaktu- waktu?
11. Apa yang membuat nyeri bertambah atau berkurang?
12. Apa yang pasien ketahui dan percayai tentang nyeri dan pengontrolan nyeri
13. Apakah pasien mempunyai orang terdekat untuk mensupport atau
membantunya dalam menghadapi nyeri
Pengukuran skala nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan Pain Assessment
Tools, antara lain :
1. Numeric Rating Scale (NRS)
Cara pengukuran NRS yaitu dengan menyuruh pasien menunjukkan intensitas
nyerinya pada skala 0 – 10, dimana 0 menujukkan “No pain”, angka 5
menunjukkan “moderate pain”.dan 10 menunjukkan “Worst pain imaginable”
.NRS merupakan tehnik yang sangat membantu menjelaskan hubungan tentang
nyeri dan aktifitas, efektifitas pengobatan nyeri dan pola nyeri pasien.

2. Visual Analog Scale (VAS )

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 14


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Secara konsep pengukuran VAS mirip dengan NAS. VAS terdiri dari garis lurus 10
cm yang salah satu sisinya diberi label “No pain” dan sisi yang lainnya diberi label
“Worst pain imaginable”

3. Wong Baker’s FPRS ( Faces Pain Rating Scale)


FPRS menanpilkan gambar dari 6 – 8 ekpresi wajah yang berbeda yang
menggambarkan rentang emosi. Skala ini digunakan pada anak- anak, pasien yang
mempunyai kerusakan kognitif ringan sampai sedang, atau pada pasien dengan
kesulitan berbahasa.

Selain pengukuran nyeri diatas dapat juga digunakan tehnik ABCDE untuk
Manajement dan pengkajian nyeri, yaitu :
A : Ask about pain regularly. Assess pain systematically.
B : Believe the patient and family in their reports of pain
and what relieves it.
C : Choose pain control options appropriate for the patient,
family and setting.
D : Deliver intervention in timely, logical and coordinated fashion.
E : Empower patients and their family. Enable them to control

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 15


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
their course to the greatest extent possible.
1.7 Manajemen Nyeri
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan nyeri baik secara farmakologi
maupun non farmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi lebih efektif
dibandingkan dengan non farnakologi tetapi lebih mahal harganya dan berefek
kurang baik. Metode non farmakologi lebih murah, efektif tanpa efek yang merugikan.
Manajemen nyeri non farmakologi yang digunakan menurut Leksana (2011),
Mutaqin (2011), Reeder (2011), Potter & Perry (2010). dan Bobak (2005) adalah:

1. Pengaturan posisi ; Kebanyakan nyeri neuromuskuloskeletal dapat dikurangi


dengan pengaturan posisi yang optimal. Pengaturan posisi secara fisiologis
dengan prinsip back to nature sangat membantu dalam menurunkan rasa nyeri.
Pengaturan fisiologis akan membantu meningkatkan aliran darah pada jaringan
yang mengalami iskemia akibat penekanan atau kesalahan posisi.
2. Teknik Relaksasi; Relaksasi napas abdomen dengan frekuensi lambat dan
berirama.Klien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati
dan lambat bersama seetiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan ekshalasi
(“hembuskan, dua, tiga”). Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan
sebagai teknik distraksi.
3. Stimulus kutaneus adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang
perlahan selama 3-10 menit Masase punggung ini dapat menyebabkan timbulnya
mekanisme penutupan terhadap impuls nyeri saat melakukan gosokan punggung
pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka
akan membuka sistem pertahanan disepanjang urat saraf dan klien
mempersepsikan nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen yaitu
pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup
mekanisme pertahanan dengan menghambat substansi P. Tehnik distraksi,
konseling dan pemberian stimulus kutaneus merupakan upaya untuk melepaskan
endrofin
4. Distraksi; Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Keefektifan distraksi tergantung dari kemampuan klien untuk
menerima dan membangkitkan input sensorik selain nyeri. Peredaan nyeri secara
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 16
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
umum meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu,
banyaknya modalitas sensorik yang dipakai, dan minat individu dalam stimuli.
Karenanya, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan
lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stmulasi satu indra saja.
5. Self Help; Teknik pernafasan dan relaksasi untuk membantu menghilangkan rasa
nyeri saat persalinan. Teknik tersebut diantaranya mempelajari tentang
persalinan, mempelajari cara bersantai dan tetap teang, manarik nafas dalam,
perubahan posisi; berjalan, berlutut, goyang depan belakang, dan dukungan
saudara, suami dan mandi
6. Hdroterapi; air membantu agar santai dan kontransi dirasakan berkurang. Air
diatur suhu nya tidak lebih dari 370C dan suhu tubuh ibu selalu dipantau.
7. Gas dan Udara (etonox); merupakan campuran oksigen dan gas N2O yang dihirup
melalui masker dan digunakan pada saat ibu kontraksi. Dilakukan sekitar 15-20
detik
8. Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS); Alat yang dialiri arus listrik
disertai elektroda yang ditempelkan di punggung dan dihubungkan dengan kabel
stimulator bertenaga baterai kecil. TENS bekerja merangsang tubuh untuk
memproduksi endorphin dan mengurangi jumlah sinyal rasa nyeri yang dikirim
oleh saraf tulang belakang ke otak.

BAB III

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 17


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
ENCHANCING TENS CAPABILITY FOR COTLESS BIOMEDICAL CONSUMER
APPLIANCE CONTROL AND REDUCE CONFINEMENT PAIN 1st STAGE

Neni Nuraeni1, Ade Kurniawati 2, Gugun Gundara3

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi atau jalan lain. Persalinan
memerlukan adaptasi fisik maupun psikologis. Salah satu respon fisiologis dari
persalinan adanya kontraksi uterus yang berirama, terkoordinasi dan sangat kuat yang
dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan ibu saat persalinan (Reeder, 2011;
Pillateri, 2003; Bobak, 2005).
Nyeri yang dirasakan ibu bersalin merupakan pengalaman subyektif yang diakibatkan
adanya iskemia otot uteri, penarikan dan traksi ligament uteri, traksi ovarium, tuba
fallopii dan perineum, tekanan uretra, kandung kemih , rectum, dan distensi abdomen
bagian bawah segmen uteri dan otot dasar panggul (Reeder, 2011; LH HO,2011).
Kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang menyebabkan nyeri selama kala 1 persalinan.
Nyeri yang dirasakan didaerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sarkum.
Rasa nyeri bersifat visceral, tumpul dan tidak jelas lokasinya.
Ketidaknyamanan selama persalinan diperlukan adanya manajemen untuk mengatasi
persalinan dengan tujuan agar ibu mempunyai respon positif terhadap nyeri yang
dirasakan selama persalinan. Manajemen nyeri persalinan dapat dilakukan secara
farmakologi yaitu dengan memberikan obat jenis opoid dan non farmakologi seperti
akupresuur, aromaterapi, massage punggung, hidroterapi dan relaksasi lain seperti tarik
nafas dalam dan Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS) (Leksana, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karlina (2015) mengemukakan bahwa TENS
berpengaruh terhadap nyeri persalinan pada pembukaan 8 cm. Demikian juga menurut
hasil penelitian LF HO (2011) mengemukan bahwa TENS dapat menurunkan nyeri
selama persalinan. Yulifah (2009) dan Santana (2015) mengemukan bahwa TENS efektif
menurunkan rasa nyeri persalinan dan kecemasan selama persalinan.
TENS adalah alat yang dialiri arus listrik dilengkapi dengan perangkat elektroda yang
bertujuan untuk merangsang saraf pengurang rasa sakit. Sinyal ini berfungsi untuk
memutuskan sinyal nyeri sehingga nyeri yang dirasakan berkurang. Dan teori lain
mengatakan bahwa TENS dapat merangsang tubuh untuk memproduksi obat penghilang
rasa nyeri secara alamiah yaitu erdorphin (Djaya, 2011).Beta endorphin dikeluarkan oleh
kelenjar hiposis dan kadarnya sangat tinggi saat berhubungan seks, kehamilan, kelahiran

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 18


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
serta menyusui.Hormon ini dapat menimbulkan rasa senang dan euphoria pada saat
melahirkan (Leksana, 2011).
1. TENS
Alat ini sebelumnya di rancang dan di buat selama kurang lebih 8 bulan. Langkah yang
dilakukan selama kurun waktu itu adalah merancang dan uji coba alat di laboratorium
sebelum di ujicobakan langsung kepada responden dengan maksud agar alat yang
kami rancang menghasilkan sinyal yang diinginkan dan tidak mencederai pasien. TENS
yang dihasilkan menghasilkan tegangan tinggi tetapi sinyal arus rendah pada
frekuensi dan durasi tertentu. Arus listrik ini diterapkan secara eksternal ke kulit
tubuh menggunakan bantalan elektroda busa lengket. Unit yang lebih mahal memiliki
fitur-fitur canggih seperti saluran ganda, fungsi yang dapat diprogram, pembacaan
digital, dll. TENS merupakan mesin untuk memberikan kejutan listrik. Mengukur
sinyal pada output perangkat dalam mode ini mengungkapkan osilasi teredam pada
frekuensi sekitar 2.5 kHz, dengan tingkat pengulangan sekitar 100 Hz.Sirkuit
sederhana menggunakan timer CMOS 555 untuk menghasilkan pulsa singkat yang
memberi energi sebuah transformator miniatur 1:10. Bersama dengan kapasitor 4,7
nF, trafo membuat sirkuit resonansi paralel: resonansi menyebabkan peningkatan
tegangan output yang cukup besar. Lebar pulsa dapat disesuaikan menggunakan
potensiometer, di sini ditampilkan dikombinasikan dengan sakelar on-off. Pulsa yang
lebih lebar menghasilkan voltase output yang lebih tinggi. Karena tegangan puncak
hingga 200 V dapat diproduksi, trafo harus memiliki isolasi yang memadai dan
memberikan koneksi yang dapat diandalkan ke kabel elektroda (Lihat Gambar 1).

Gambar 1
TENS dengan dilengkapi elektroda

Sumber : hasil rancangan TENS tahun 2018


Alat yang kami buat berdasarkan gambar 1, diperoleh hasil frekuensi sebesar 108 Hz dan
tegangan sebesar 82 Volt. Sinyal pada output perangkat dalam mode ini mengungkapkan
osilasi teredam pada frekuensi sekitar 2.5 kHz, dengan tingkat pengulangan sekitar 100
Hz.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 19


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
2. Efektifitas TENS terhadap nyeri persalinan kala 1
Keefektifan TENS terhadap manajemen nyeri persalinan kala 1 rata-rata nyeri
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi TENS 0,200, standar deviasi 0,447, standar
error 0,200 dengan nilai ρ value 0,374 artinya tidak efektif TENS terhadap nyeri
persalinan kala 1.

Disarankan perlu penelitian lebih lanjut terhadap alat sehingga dapat dipergunakan
untuk membantu memanajemen rasa nyeri persalinan kala 1 dengan cara uji
laboratorium kembali dan alat ini juga perlu dikemas sederhana, kecil dan mudah di
genggam oleh tangan.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 20


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
BAB IV
PENGARUH MUROTTAL TERHADAP PENURUNAN NYERI DISMENORE

1Qanita Chairun Nissa,2Neni Nuraeni, 3Hani Handayani

Dismenore merupakan nyeri yang dirasa saat menstruasi atau haid. Dimana
dismenore ini timbul pada hari kedua atau hari pertama menstruasi. Dismenore ini
merupakan topik yang banyak menarik minat dan banyak diperbincangkan perempuan
karena setiap bulan perempuan mengalami menstruasi (Laila N, 2011 ; Prihatama ,2013
). Hasil Penelitian Sari (2013) menyatakan bahwa prevalensi dismenore tertinggi terjadi
pada remaja sekitar 20-90%. Di Amerika yaitu sekitar 15 % remaja mengalami dismenore
berat dengan presentase mencapai 60% dan merupakan penyebab tertinggi para remaja
perempuan tidak hadir disekolah. Nyeri yang biasanya dirasakan adalah kram yang
timbul-hilang atau nyeri yang terus menerus. Menurut Long (1996, dalam Mubarak,
2008) nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelasakan dan mengevaluasi perasaan tersebut
(Laila N, 2011 ; Purwaningsih,2010 ; Mubarak, 2008).

Dampak dari dismenore ini dapat menurunkan aktivitas, bahkan sama sekali tidak
dapat melakukan aktivitas terutama dikalangan remaja saat ini masih menjadi
permasalahan yang banyak dirasakan dikalangan remaja, nyeri haid tersebut dapat
disertai dengan rasa mual, muntah, diare dan kram, sakit seperti colic abdomen yang
menyebabkan beberapa wanita mabuk bahkan pingsan. Namun menurut Lestari (2013)
sekitar 70-90% nyeri haid terjadi saat usia remaja dan dapat menimbulkan dampak
konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan. Prawirohardjo (2009, dalam Malinda
2013) menyebutkan nyeri dismenore dapat diatasi dengan menggunakan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Penanganan dismenore dapat dilakukan dengan cara
non farmakologi yang salah satunya dengan penangana melalui murrotal yang diambil
dari ayat suci Al-Quran.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 21


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam, dengan mendengarkan ayat-
ayat suci Al-Qur’an akan membuat hati seseorang tenang dan menjadi rileks
(Rilla,2014). Di karenakan nyeri dismenore ini banyak dialami remaja sehingga
nyeri dismenore ini dapat mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi, menimbulkan
kegelisahan, menganggu proses belajar siswi karena itu remaja-remaja yang
mengalami dismenore harus segera ditangani agar tidak berdampak pada fisik,
psikologi ( Azizah, 2015 ; Yuliatun, 2013 ; Retnoningrum 2015).

Para siswi selama ini penanganan yang mereka lakukan ketika mengalami
dismenore dengan cara ditidurkan dan minum obat, mengkompres perut dengan air
hangat, minum air hangat, kadang sampai nangis karena sakit dengan intensitas
nyeri sedang dan nyeri namun masih dapat tertahankan.
Alat pengukur nyeri dengan numerik atau Numeric Rating Scale ( NRS) untuk
mengukur nyeri desminore berupa sekala 0-10. Pemberian murrotal dengan
menggunakan handpone peneliti yang dihubungkan ke hadseat surat Ar-Rahman
dengan kriteria sebagai berikut: besarnya frekuensi 12- 15 Hz dengan volume
sedang serta berada di ruangan yang nyaman dengan durasi waktu 15 menit.
Sebelum dilakukan terapi murottal siswi SMPN 12 Kota Tasikmalaya
dilakukan pengukuran skala nyeri sama seperti terapi musik dimana dalam terapi
murottal ini didapatkan intensitas nyeri dengan nyeri ringan 40 % dan nyeri sedang
60 % . Terapi murottal ini menggunakan surat Ar-Rahman dikarenakan pada surat
Ar-Rahman memiliki kandungan diantaranya mengingatkan diri kita kepada sifat
Ar-Rahman milik Allah, yaitu Maha pengasih, memberi tahu serta mengingatkan
bahwa selain Allah SWT lainnya yang juga diberikan kewajiban untuk beribadah
kepada Allah SWT, yaitu golongan jin, memberikan motivasi kepada kita agar terus
bersemangat beribadah kepada Allah SWT. Selain itu surat Ar-Rahman memiliki
manfaat untuk menurunkan nyeri karena sebagai instrumen penyembuhan
meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian, menurunkan perasaan
cemas dan ketegangan serta sangat baik dalam penurunan emosional.

Sesudah dilakukan terapi murottal dengan menggunakan surat Ar-


Rahman didapatkan penurunan intensitas nyeri dengan nyeri ringan 86,7 % dan
nyeri sedang 13,3 %, Surat Ar-Rahman memiliki pengaruh terhadap penurunan
nyeri dismenore, dikarenakan terapi murottal mempunyai efek relaksasi terhadap
tubuh karena irama yang konstan, teratur dan tidak ada perubahan yang mendadak
serta nadanya rendah. Dimana murrotal dapat menurunkan hormon-hormon stress
mengaktifkan hormon endofrin secara alami dan meningkatkan perasaan rileks
menurunkan perasaan cemas dan tegang menurunkan tekanan darah dan serta
memperlambat pernapasaan dan aktifitas gelombang otak (Muhidin , 2016) . Hasil
penelitian ini pun menunjukan rata-rata sebelum dilakukan terapi murottal 3,67
dan sesudah dilakukan terapi murottal 1,93. Hal ini pun berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai ρ = 0,000 maka dapat disimpulkan ada pengaruh antara
terapi murottal terhadap penurunan nyeri dismenore pada siswi SMPN 12 Kota
Tasikmalaya.
Sebagian remaja cenderung menyukai musik dibanding mendengarkan
lantunan ayat suci Al-Qur’an hal ini pun dapat dilihat dari nilai rata-rata sesudah
dilakukan terapi musik. Karena pada sebagian remaja saat ini lebih menyukai
musik,ada beberapa faktor yang membuat remaja lebih menyukai musik
diantaranya lingkungan, dukungan keluarga, dan berkembangnya jaman, padahal
dalam terapi murottal dengan menggunakan Surat Ar-Rahman memiliki kandungan
suratnya memiliki motivasi bagi pendengarnya agar lebih giat kembali beribadah
pada Alloh SWT, selain itu kurang pemahaman dan pembelajaran agama bagi
remaja, serta kebiasaan seseorang beribadah. Namun untuk menurunkan nyeri
dismneore terapi murottal mampu menurunkan nyeri dismenore. Terapi yang lebih
baik dalam penurunan nyeri dismenore apabila dilihat dari rata-rata penelitian ini
adalah terapi musik akan tetapi terapi murottal dapat menurunkan nyeri, hanya
saja pada penelitian ini responden yang digunakan adalah usia remaja mungkin
akan berbeda apabila pada usia dewasa.

BAB V

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 23


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
PENGARUH STIMULUS KUTANEUS TERHADAP PENURUNAN NYERI POST
SECTIO CAESARIA

Annisa Setywati, Neni Nuraeni, Rosy Rosnawanty

Sectio caesarea merupakan salah satu tindakan operasi obstetrik yang secara
sengaja dilakukan untuk menyayat bagian abdomen sehingga dapat menyebabkan
perubahan kontinuitas jaringan Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai
sadar, pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan ia akan merasakan nyeri
(Potter &perry, 2011; Smeltzer, 2014). Nyeri pasca operasi sectio caesarea harus
dikontrol secara adekuat, sebab nyeri yang tidak diatasi secara adekuat dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan serta mempengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Smeltzer, 2014).
Adanya nyeri pasca operasi sectio caesarea membuat penderitanya seringkali
takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya dan dapat
menurunkan produktifitasnya. terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini
(Potter & Perry, 2010). Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi
farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Stimulus kutaneus salah satu non
farmakologi untuk mengatasi hal tersebut,.
Tehniknya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satu metode
yang dilakukan adalah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama
dengan tangan, dengan kecepatan 60 kali usapan per menit atau satu usapan per
detik (Potter & Perry, 2010). Hasil penelitian Ayu, Wayan, Muliawati (2015
mengemukakan bahwa tehnik stimulus kutaneus dan efeknya yang dapat
memberikan rasa nyaman bagi pasien pasca Sectio Caesarea. Penelitian yang terkait
dengan hal tersebut belum banyak dilakukan pada saat ini, maka dari itu peneliti
ingin mengetahui pengaruh stimulus kutaneus terhadap penurunan nyeri post
Sectio caesaria di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Alat untuk mengukur skala nyeri yaitu Numeric Pain Rating Scale.
Pengumpulan data diawali dengan responden menunjukan skala nyeri yang
dirasakan, Selanjutnya dilakukan tindakan stimulasi kutaneus setelah 5 jam
pemberian obat analgetik dengan cara mengusap punggung klien secara perlahan

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 24


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
dan berirama dengan gerakan sirkular dengan kecepatan 60 kali usapan per menit
selama 5 menit. Kemudian setelah selesai tindakan stimulasi kutaneus pasien di
ukur kembali skala nyerinya dengan mengunakan NPRS.
Rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan stimulus kutaneus post operasi sectio
caesaria di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya 4,60 dengan distribusi
skala 4 sebanyak 9 responden (60%), skala nyeri 5 sebanyak 3 responden (20%),
dan 3 responden (20%) mengalami nyeri skala 6.Nyeri yang dirasakan tidak hanya
akibat post Sectio Caesarea tetapi juga akibat kontraksi involusio uteri walaupun
setelah diberi analgetik. Akibat nyeri yang dirasakan berakibat terhadap
pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Nyeri post operasi juga terjadinya kontraksi dan pengerutan rahim yang dapat
menimbulkan rasa nyeri selama beberapa hari, hal ini dibuktikan bahwa masih
ditemukan pasien post operasi sectio caesaria yang mengalami nyeri walupun
setelah pemberian analgetik. Sulamningsih, dan Rosyidi (2013) mengemukakan
bahwa ada perbedaan nyeri pada pasien pasca operasi sectio caesaria pertama
dengan pasien pasca operasi sectio caesaria berulang dengan ρ value =0,394 pada
kejadian di RSUD Ambarawa, pasien pasca operasi sectio caesaria memiliki skala
nyeri yang rata-rata cenderung dalam skala sedang ke berat walaupun telah
diberikan obat anti nyeri.

Tingkat nyeri dipengaruhi juga oleh dukungan sosial dan mekanisme koping
dari setiap individu. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada saat
penelitian, pasien yang didampingi oleh keluarga dan melakukan mekanisme
koping seperti berdoa dan berkomunikasi bersama keluarganya mengalami derajat
nyeri yang lebih kecil dibandingkan dengan pasien yang tidak didampingi oleh
keluarganya. Widi dkk (2011) mengatakan bahwa faktor sosial dan emosi seperti
perasaan takut dan cemas terhadap nyeri, serta sikap terhadap kondisi dan reaksi
orang sekitar pasien terhadap nyerinya juga berperan penting dalam persepsi
nyeri.

Rata-rata skala nyeri responden post operasai sectio caesaria setelah diberikan
stimulus kutaneus di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Soekardjo Tasikmalaya 3,07.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 25


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Distribusi frekuensi skala nyeri responden menurun mulai dari skala 2 sebanyak 2
responden (13,3%), skala 3 sebanyak 10 responden (66,7%), dan 3 responden
(20%) mengalami nyeri skala 4.
Responden yang mengalami skala nyeri 2-4 mengungkapkan bahwa nyerinya
terasa berkurang dan merasa nyaman setelah pemberian stimulus kutaneus,
ekspresi wajah yang ditunjukan tampak terlihat lebih tenang. Hal ini terjadi
kemungkinan dengan adanya usapan punggung secara perlahan dapat merelaksasi
otot sehingga menurunkan persepsi responden terhadap nyeri yang dirasakannya.
Perry & Potter (2010) mengemukakan bahwa stimulus kutaneus berkerja
dengan cara mendorong pelepasan endofrin, sehingga memblok transmisi nyeri.
Cara lainnya yaitu dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta
yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui
serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk
transmisi impuls nyeri.
Nilai rata-rata perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan stimulus
kutaneus adalah 1,533 dengan standar deviasi 0,640. Hasil uji statistik didapatkan
nilai ρ= 0,000, artinya terdapat pengaruh stimulus kutaneus post operasi sectio
caesaria sebelum dan setelah dilakukan stimulus kutaneus. Berdasarkan hasil
observasi, adanya perubahan respon verbal dan non verbal yang ditunjukan oleh
responden. Responden yang sebelumnya mengungkapkan pengalaman nyeri yang
tidak menyenangkan, menyatakan bawa setelah pemberian stimulus kutaneus
nyerinya menjadi berkurang dan mengungkapkan rasa nyaman.
Perbedaan lain yang tampak yaitu pada ekspresi yang ditunjukan oleh pasien,
sebelum pemberian stimulus kutanues ekspresi wajah pasien tampak meringis
sedangkan setelah pemberian stimulus kutaneus ekspresi wajahnya menjadi lebih
tenang dan tampak rileks. Stimulus kutaneus dengan usapan secara perlahan dapat
mendorong pelepasan hormon endofrin, sehingga memblok transmisi nyeri
dengan menghambat neuromoderator dan dapat merelaksasi sehingga dapat
menimbulkan rasa nyaman dan dapat menurunkan intensitas nyeri yang dialami
akibat implus nyeri yang ada.
Hal ini sejalan dengan Kusyati E (2006) Shocker (2008) dan Mook (2004) bahwa
stimulus kutaneus menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan memperbaiki
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 26
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
peredaran darah di dalam jaringan. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan
makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak terpakai
akan diperbaiki sehingga akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik.
Aktifitas sel yang meningkat akan menimbulkan efek mengurangi ketegangan.
Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan
membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat meningkatkan nyeri.

BAB VI
MANAJEMEN NYERI PERSALINAN NON FARMAKOLOGIS

Meti Patimah, Tatu Septiani N, Sri Susilawati

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 27


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Nyeri persalinan merupakan sebuah sensasi subjektif dari seorang wanita
pada persalinan. Pola nyeri berbeda pada nulipara dan multipara, skor nyeri lebih
tinggi pada nulipara dibandingkan dengan wanita multipara terutama jika tidak ada
pendidikan antenatal. Temuan lain juga menunjukkan bahwa wanita nulipara rata-
rata mengalami rasa sakit sensoris yang lebih besar selama persalinan dini
dibandingkan dengan wanita multipara yang mengalami lebih banyak merasakan
sakit selama fase aktif persalinan sebagai hasil stimulasi penurunan kepala,
pembukaan seviks, tekana pada vulva dan perineum.(Labor & Maguire, 2008)
Kejadian nyeri pada persalinan hanya 15% persalinan yang berlangsung
dengan nyeri ringan, 35% dengan nyeri sedang, 30% dengan nyeri hebat dan 20%
persalinan disertai nyeri sangat hebat. (Labor & Maguire, 2008)
Nyeri persalinan yang tidak terkompensasi dapat menyebabkan iskemi pada
plasenta sehingga janin akan kekurangan oksigen sehingga terjadi metabolisme
anaerob yang menyebabkan asidosis metabolik. Dampak lainnya yaitu terjadi
penurunan efektifitas kontraksi uterus sehingga dapat memperlambat kemajuan
persalinan. Sangat penting melakukan asuhan kebidanan sehingga persalinan dapat
berlangsung dengan lancar dan nyaman.(Xavier & Viswanath, 2016)
Nyeri pada proses persalinan disebabkan oleh rasa sakit dari visceral dan
somatik. Nyeri visceral terjadi selama kala satu dan kala dua persalinan yang
disebabkan oleh kontraksi uterus, pembukaan servik, dan mengaktifkan excitatory
nocioceptive afferents serta segmen bawah dari T10-L1. Nyeri somatic terjadi
sebagai akibat peregangan, distensi, iskemia dan tekanan pada servik, vagina dan
perineum. Nyeri ini bermanifestasi selama turunnya janin dan kontraksi rahim lebih
intens dan teratur.(Labor & Maguire, 2008)
Penanganan nyeri persalinan dapat dilakukan melalui farmakologis dan non
farmakologis. Akhir-akhir ini oenangan non farmakologi mendapatkan perhatian
yang cukup besar karena tidak memiliki efek samping.

1. Aromaterapi
Aromaterapi merupakan ekstrak atau minyak yang terbuat dari tanaman, bunga,
tumbuhan herbal, dan pohon yan berfungsi untuk untuk mengobati serta
menyeimbangkan tubuh, pikiran maupun jiwa. Beberapa minyak aromaterapi dapat
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 28
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
membantu kontraksi pada uterus, mengurangi nyeri, mengurangi ketegangan,
menghilangkan rasa takut dan cemas, serta meningkatkan perasaan sejahtera. Ada
beberapa aromaterapi yang biasa digunakan untuk mengurangi nyeri
persalinan.(Kheirkah, Masoomeh, Valipour N.S, Neisani, 2014; Namazi et al., 2014;
Yazdkhasti & Pirak, 2016)
a. Minyak esensial mawar
Prosedur ini dilakukan pada awal fase aktif (dilatasi servik 4 cm) dan pada
permulaan fase transisi (dilatasi servik 8 cm). Digunakan sebagai inhalasi dan
rendam kaki. Minyak esensial mawar 1% (8 tetes minyak dengan 1 liter air) oleh
Brennervaporized selama 10 menit di pasien (pasien bernafas seperti biasa).
Perendaman kaki dengan minyak esensial mawar (1%) dan
air (40 ° C). Hasil penelitian didapatkan nyeri persalinan pada ibu dengan miyak
esensial mawar lebih rendah (p = 0,001).(Kheirkah, Masoomeh, Valipour N.S,
Neisani, 2014)
b. Minyak esensial lavender
Penggunaan minyak lavender dengan meneteskan 2 tetes essensi lavender yang
kemudian dihirup pada tiga hirupan dan tingkat nyeri persalinan dan durasi
persalinan, diukur sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ibu yang mendapatkan minyak laverder memiliki tingkat
nyeri persalinan lebih rendah. (P = 0,001).(Yazdkhasti & Pirak, 2016)
c. Minyak esensial citrus
Minyak citrus aurantium diberikan kepada ibu bersalin dimulai sejak fase laten.
Kasa direndam dalam air destilasi yang mengandung 4ml minyak citrus oil yang
kemudian didekatkan pada pasien selama 30 menit. Hasil penelitian diperoleh
bahwa terdapat perbedaan nyeri persalinan pada ibu yang mendapatkan minyak
citrus aurantium memiliki tingkat nyeri persalinan lebih rendah
(p<0,05)(Namazi et al., 2014)

2. Pijat
Pemijatan yang dilakukan pada proses persalinan dapat menurunkan nyeri
persalinan, karena pemijatan dapat meningkatkan kenyamanan pada pasien.
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 29
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Pijatan dilakukan dengan posisi yang paling nyaman bagi ibu. Teknik pijat
diterapkan di area antara T10 dan S4, sesuai dengan jalur dari pleksus hipogastrik
dan saraf pudendus, yang bertanggung jawab untuk persarafan ganglia
paravertebral, vagina, dan perineum. Selama kontraksi uterus, ibu diminta untuk
menutup mata dan mengambil dua napas dalam untuk berkonsentrasi pada pijatan.
Pijatan yang terarah, cukup kuat dan ritmik selama 30 menit, diaplikasikan terdiri
pada peningkatan effleurage perut, bahu dan punggung memijat dengan
menerapkan tekanan ke daerah nyeri di punggung bagian bawah (tekanan sakral),
ketika ahli terapi melipat jari-jari telentang ke telapak tangan, menjaga pergelangan
tangan lurus dan menggunakan buku-buku jari untuk menekan ke area yang
menyakitkan. Hasil penelitian diperoleh bahwa ada penurunan nyeri signifikan
pada ibu yang mendapatkan pijatan punggung dengan p<0,001.(Devi & Sangeetha,
2016; Mohamed & Bigawy, 2017; Unalmis Erdogan, Yanikkerem, & Goker, 2017)
3. Kompres hangat pada sakrum
Handuk basah hangat yang dibasahi
air panas pada suhu sekitar 45 ° C digunakan sebagai penghangat yang
dikompreskan pada sacrum dan perineum. Subjek diminta untuk memegang dan
memperbaiki posisi handuk dengan paha tertutup mereka setidaknya selama 30
menit. Ibu bersalin diminta untuk memeriksa panasnya handuk tangan mereka
untuk menghindari rasa terbakar atau ketidaknyamanan. Skor nyeri dicatat oleh
penyidik setiap 30 menit sampai pelebaran mencapai 8 cm. Hasil penelitian
diperoleh bahwa ibu yang mendapatkan kompres hangat memiliki tingkat nyeri
lebih rendah dengan nilai p <0,05.(Taavoni, Abdolahian, & Haghani, 2013)
4. Bola Persalinan
Sebuah sistematik review mengungkapkan bahwa implementasi klinis bola
persalinan bisa menjadi alat yang efektif bagi ibu bersalin mengurangi nyeri
persalinan.(Hau et al., 2012)

5. Kompres dingin
Ice gel yang sudah beku dibungkus dengan menggunakan handuk dan diletakkan
pada punggung serta daerah perut bawah selama 10 menit selama kontraksi.
Prosedur ini dilakukan pada fase aktif dan diulang setiap 20 menit perjam. Hasil
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 30
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
penelitian diperoleh bahw tingkat nyeri pada ibu bersalin yang mendapatkan ice
pack lebih rendah dengan nilai p<0,001.(Al-Battawi, Mahmoud, & Essa, 2017)
6. Terapi Musik
Ibu bersalin kala I fase aktif diberikan terapi musik selama 30 menit
menggunakan headset berisi 35 lagu seperti Kapi, Hintholam,
Mayamalavagoularaga, Yamunakalyani, Neelambari dan Chalanatta. Lagu-lagu
dimainkan secara acak lagu selama 30 menit. Setelah 30 menit dilakukan
pengukuran nyeri, dan diperoleh hasil ibu bersalin yang mendapatkan terapi music
memiliki tingkat nyeri lebih rendah (p<0,001)(Xavier & Viswanath, 2016)

BAB VII
PENATALAKSANAAN PELVIC ROCKING DENGAN BIRTHING BALL UNTUK
MEMPERCEPAT KEMAJUAN PERSALINAN KALA I

Gina Restiana, Sri Wahyuni

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 31


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara dapat dilihat
dari pengingkatan dan penurunan derajat kesehatan. Salah satu indikator derajat
kesehatan adalah angka kematian ibu (AKI). Berdasarkan lembar fakta World Health
Organizaation (WHO) tahun 2013, setiap hari terjadi sekitar 800 kematian ibu dan
diperkirakan sebanyak 287.000 wanita meninggal setiap tahun akibat kehamilan
serta komplikasi kehamilan dan persalinan. Penurunan angka kematian ibu
merupakan prioritas kesehatan masyarakat dunia dan menjadi salah satu target
dalam kerangka Millennium Development Goals (MDGs) (UN, 2013).
Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2013 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 73,9
per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 0,5 per 1000
kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat 2013). Angka kematian Ibu dan Bayi
di Kota Tasikmalaya masih di atas ambang batas, jumlah kematian ibu sepanjang
tahun 2015 mencapai 20 orang dan pada tahun 2016 mengalami penurunan
menjadi 16 orang. (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2017).
Hasil survey didapatkan bahwa partus lama dapat menyebabkan
kegawatdaruratan pada ibu dan bayi, sehingga menyumbang angka kematian ibu.
Ibu dapat terjadi perdarahan, syok dan pada bayi dapat terjadi fetal distress, asfiksia
dan caput. Hal ini menggambarkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat
persalinan. (Mahmudah & Dyah, 2017).
Pada umumnya masih banyak ibu bersalin yang mengalami perpanjangan kala
I, adapun penyebabnya bisa karena kelainan presentasi janin, kelainan janin,
kelainan jalan lahir, kontraksi yang tidak adekuat, kehamilan kembar dan anemia.
Hal tersebut bisa meyebabkan terjadinya partus lama karena penurnan janin yang
lambat bahkan tidak turun sama sekali (Mahmudah & Dyah, 2017).
Berbagai metode yang dapat dilakukan untuk mempercepat kemajuan
persalinan diantaranya dengan metode farmakologi dan nonfarmakologi, salah satu
metode nonfarmakologi yang dapat dilakukan yaitu teknik active birth. Hal ini
karena active birth sangat efektif dalam membantu kemajuan persalinan. Teknik
active birth yaitu persalinan aktif dengan menggunkan bola persalinan dengan
pasien duduk diatas bola persalinan sambil mengangkat panggul dan menggerakan

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 32


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
panggul searah putaran selama kontraksi berlangsung (Pelvic Rocking) (Mahmudah
& Dyah, 2017).
Duduk di atas bola sambil mendorong seperti melakukan ayunan atau
membuat gerakan memutar panggul, dapat membantu proses penurunan janin.
Bola memberikan dukungan pada perineum tanpa banyak tekanan dan membantu
menjaga janin sejajar di panggul (Renaningtyas, Sucipto, & Chikmah, 2013).
Mekanisme pelvic rocking dengan birthing ball untuk mempercepat kemajuan
persalinan yaitu pelvic rocking bisa membuat ligamentum atau otot disekitar
panggul lebih relaks dan bidang luas panggul lebih lebar sehingga memudahkan
kepala bayi turun ke dasar panggul. Kemudian posisi duduk pada birthing ball
memiliki efek gravitasi yang mendukung untuk menyelaraskan janin ke jalan lahir,
meningkatkan diameter panggul, mengintensifkan kontraksi uterus, serta
mengurangi komplikasi neonatal (Suksesty, 2016).
Pelvic Rocking dengan menggunakan birthing ball sangat efektif digunakan
untuk mempercepat kemajuan persalinan dalam hal meningkatkan durasi
persalinan, frekuensi kontraksi uterus, dilatasi serviks dan penurunan kepala janin
(Hassan Zaky, 2016).
Asuhan ini dilakukan pada 5 orang responden yang memasuki inpartu kala 1
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pemberian asuhan dimulai dari
informed concent, melakukan pengkajian data hingga evaluasi penatalaksanaan.
Hasil asuhan pada 5 orang subjek di dapat bahwa 3 orang mengalami percepatan
persalinan kala 1. Berikut hasil kemajuan persalinan setelah dan sebelum diberikan.

Tabel kemajuan persalinan setelah dilakukan asuhan pelvic rocking dengan


birthing ball didapatkan hasil sebelum dan sesudah diberikannya
tindakan
N JAM DJJ HIS Dilatasi Penurunan Lama Hasil
O Normal Asuhan
Sebelum 13.00 148 3X10’X35” Ø 3 cm H-I
Asuhan 7 jam
1 Sesudah 19.00 138 4X10’X40” Ø 8 cm H-II
Asuhan 21.30 144 4X10’X45” Ø 10 cm H-III

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 33


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Sebelum 17.30 135 3X10’X20” Ø 2 cm H-I
Asuhan
21.30 136 3X10’X25” Ø 2 cm H-I
2 Sesudah 01.30 140 3X10’X30” Ø 3 cm H-I 17 jam
Asuhan 05.30 148 3X10’X40” Ø 8 cm H-II
09.30 148 4X10’X45” Ø 10 cm H-II
Sebelum 21.00 144 2X10’X20” Ø 2 cm H-II
Asuhan 12 jam
3 01.00 148 2X10’X30” Ø 3 cm H-II
Sesudah 05.00 146 3X10’X38” Ø 7 cm H-II 14 jam
Asuhan 09.00 144 3X10’X40” Ø 8 cm H-III
10.40 144 3X10’X45” Ø 10 cm H-III
Sebelum 01.30 144 3X10’X30” Ø 2 cm H-I
Asuhan 5 jam
4 Sesudah 02.30 148 3X10’X40” Ø 8 cm H-II
Asuhan 02.30 148 4X10’X40” Ø 10 cm H-III
Sebelum 03.00 134 3X10’X25” Ø 3 cm H-I
Asuhan 4 jam
5 Sesudah 05.00 144 3X10’X38” Ø 8 cm H-II
Asuhan 05.35 148 4X10’X40” Ø 10 cm H-III

Aprilia (2011) mengemukakan bahwa pelvic rocking dapat membantu


mempercepat pembukaan serviks pada persalinan kala 1. Sedangkan, 2 responden
mengalami perpanjangan kala 1 karena berlangsung lebih dari 12 jam. Adapun
penyebab terjadinya perpanjangan kala 1 bisa diakibatkan karena kelainan
presentasi janin, kelainan janin, kelainan jalan lahir, kontraksi yang tidak adekuat,
kehamilan kembar, kelelahan, terlalu cemas dan anemia (Mahmudah & Dyah, 2017).
Hal ini, dapat mengakibatkan terjadinya pastus lama, adapaun bahaya dari
terjadinya partus lama diantaranya pada ibu dapat terjadi syok dan perdarahan,
sedangkan pada bayi dapat terjadi fetal distress, caput dan asfiksia. Sedangkan, 1
responden mengalami penyempitan jalan lahir yang diakibatkan oleh otot-otot
disekitar panggul yang tegang dan 1 responden lagi karena janin yang besar dengan
berat lahir 3600 gram.
Proses pelaksanaan asuhan dimulai dari pemeriksaan nadi, DJJ, HIS, dilatasi
dan penurunan kepala janin. Pada asuhan ini pengukuran kemajuan persalinan
menggunakan lembar observasi partograf. Asuhan pelvic rocking dengan birthing
ball dilakukan pada awal memasuki fase aktif selama 10-20 menit dan pada jam
berikutnya selama 5-10 menit/jam sampai dilatasi mencapai 10 cm, tapi
kenyataannya dilapangan asuhan dimulai dari pasien datang setelah beres

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 34


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
dilakukan pemeriksaan sampai pembukaan lengkap dengan lama yang disesuaikan
dengan keadaan pasien.
Hasil penatalaksanaan asuhan metode pelvic rocking dengan birthing ball
dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan persalinan khususnya pada kala 1 dan
membantu ibu mengalami waktu persalinan kala 1 yang normal. Hal ini dikarenakan
pelvic rocking bermanfaat membuat ligamentum atau otot disekitar panggul lebih
rilexs dan bidang luas panggul lebih lebar sehingga memudahkan kepala janin turun
ke dasar panggul.
Selain itu, pelvic rocking dengan birthing ball juga memberikan kebebasan
terhadap ibu untuk bergerak selama persalinan sehingga dapat membantu ibu
bernafas dan mengekspresikan perasaannya ketika sakit menyerang, misalnya
dengan berayun atau bergoyang perlahan di atas bola dengan mengikuti irama
kontraksi. Cara ini menyamankan ibu dan mengurangi rasa sakit saat terjadinya
kontraksi, hal ini sesuai dengan teori (Yuliatun, 2008) yang menyebutkan bahwa
salah satu manfaat dari penggunaan birthing ball untuk ibu bersalin yaitu untuk
relaksasi yang menyebabkan penurunan ketegangan yang dialami ibu bersalin
maupun bayinya.
Penatalaksanaan pelvic rocking dengan birthing ball ini terbukti dapat
mempercepat kemajuan persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hassan Zaky 2016, Sukesty 2016, Renaningtyas 2013, Sriwenda
2014 dan Mahmudah,Dyah 2017 bahwa ada pengaruh pelvic rocking dengan
birthing ball untuk mempercepat kemajuan persalinan dalam penurunan kepala
janin, meningkatkan durasi frekuensi kontraksi uterus dan dilatasi serviks. Selain
itu, asuhan pelvic rocking dengan birthing ball ini mampu membuat ibu merasa
nyaman sehingga dapat mengurangi nyeri persalinan kala 1 dan membantu ibu
melewati proses persalinan yang menyenangkan.

BAB VIII
PENATALAKSANAAN SENAM KEGELUNTUK MENGURANGI NYERI LUKA
PERINEUM

Aninda Maharani, Sri Wahyuni

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 35


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas belangsung 6 minggu
atau 40 hari (Ambarwati,2010). Dalam masa nifas, perubahan besar terjadi dari sisi
perubahan fisik, emosi, dan kondisi psikologis ibu. Penting sekali memahami
perubahan apa yang secara umum dapat dikatakan normal, sehingga tiap
penyimpangan dari kondisi normal ini dapat segera dikenali sebagai kondisi
abnormal atau patologis (Astuti, Judistiani, Rahmiati, Susanti).
Perubahan besar terjadi selama periode ini yang menentukan kesejahteraan
mereka dan potensi masa depan yang sehat. Perubahan fisiologis dan psikologis
yang normal yang terjadi di dalam tubuh dan pikiran ibu untuk memberikan asuhan
yang komprehensif selama periode nifas. Salah satu tanggung jawab yang paling
bermakna dari asuhan postpartum adalah mengenali masalah-masalah yang terjadi
setelah melahirkan.
Masalah yang sering dialami oleh ibu dengan luka jahitan perineum adalah
nyeri, penyebab utama nyeri tersebut adalah jahitan perineum. Dari fenomena yang
terjadi saat ini untuk mengurangi nyeri ibu hanya melakukan relaksasi nafas, hal itu
pun dilakukan sendiri tanpa adanya arahan khusus dari tenaga kesehatan.
Salah satu pengobatan nonfarmakologi dalam menurunkan intensitas nyeri adalah
dengan melakukan senam kegel. Senam kagel memberikan banyak manfaat bagi ibu
selama hamil, bersalin dan nifas. Senam dapat mencegah robeknya perineum,
mengurangi kemungkinan masalah urinasi seperti inkontinensia pasca persalinan,
mengurangi resiko terkena hemoroids (ambein), mempermudah proses persalinan
(otot kuat dan terkendali), dan membantu penyembuhan post partum.
Senam kagel yang cukup sering dapat meningkatkan sirkulasi pada perineum
sehingga mengurangi persepsi nyeri serta mengurangi pembengkakan. Juga
membantu mengembalikan tonus otot setelah melahirkan. Senam ini dapat
dilakukan segera setelah melahirkan (Simkin, 2008).
Hasil penatalaksanaan tindakan senam kegel terhadap nyeri luka penineum
pada ibu postpartum sebelum dilakukan senam kegel rata-rata pada kategoti berat
(7,6), sedangkan setelah dilkukan senam kegel pada hari ke-3 rata-rata pada

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 36


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
kategori sedang (6), pada hari ke-8 rata-rata berada pada kategori ringan (1,4), dan
pada hari ke-14 berada pada kategori tidak sakit (0). Berikut hasil yang didapatkan:
Tabel hasil tindakan senam kegel terhadap luka perineum
Px Skala nyeri Skala nyeri luka sesudah
luka sebelum
(H1) H3 H8 H14

skala Kategori skala Kategori skala kategori skala kategori

1 7 Berat 5 Sedang 1 R 0 Tidak


nyeri

2 9 Berat 7 Berat 2 R 0 Tidak


nyeri

3 8 Berat 6 Sedang 2 R 0 Tidak


nyeri

4 8 Berat 7 Berat 1 R 0 Tidak


nyeri

5 6 Sedang 5 Berat 1 R 0 Tidak


nyeri

Rata- 7,6 Berat 6 Sedang 1,4 R 0 Tidak


Rata nyeri

Secara fisiologis dengan dilakukan nya senam kegel yang cukup sering dapat
meningkatkan sirkulasi pada perineum sehingga mengurangi persepsi nyeri serta
mengurangi pembengkakan, juga membantu mengembalikan tonus otot setelah
melahirkan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puji (2009) pada 30
responden ibu postpartum primipara dengan hasil menunjukan bahwa ada
hubungan antara pelaksanaan senam kegel dengan pengurangan nyeri terhadap
luka perineum pada ibu postpartum primipara. Dengan melakukan senam kegel
mampu mempercepat proses penyembuhan luka perineum khusunya pada ibu
postpartum primipara.
Setiap ibu nifas yang mengalami luka perinium merasakan nyeri sebelum
diberikan penanganan apapun. Secara fisiologis nyeri setelah persalinan sangat
wajar terjadi hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor seperti rusaknya saraf di
daerah luka perineum dan jahitan luka. Rasa nyeri merupakan mekanisme

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 37


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan
invidu bereaksi dengan memindahkan stimulasi nyeri. (Judha et. al., 2012).
Sesuai dengan teori Pramila (2013) bahwa senam kegel dapat melatih otot-
otot dasar panggul, otot-otot vagina perut, yang pada saat persalinan pervaginam
mengalami peregangan dan kerusakan terutama bagian perineum dapat
menyebabkan nyeri setelah melahirkan, dengan dilakukan senam kegel otot-otot
akan kembali pulih seperti semula sehingga ibu tidak lagi mengalami nyeri.
Selain itu dengan melakukan senam kegel akan memperlancar peredaran
darah menuju perineum, keadaan darah yang kaya akan oksigen yang bersih
diharapkan akan membantu dalam proses penyembuhan sehingga persepsi nyeri
yang dirasakan berkurang.

BAB IX
PENATALAKSANAANRELAKSASI DENGAN AROMATERAPI ROSE OIL UNTUK
MENGURANGI NYERI PERSALINAN KALA I

Imelda, Sri Wahyuni

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 38


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Persalinan merupakan suatu proses janin, plasenta, dan membran keluar
melalui jalan lahir dari rahim. Proses persalinan diawali dengan adanya pembukaan
dan dilatasi serviks yang terjadi akibat adanya frekuensi, durasi, dan kekuatan yang
teratur pada kontraksi uterus. Secara umum persalinan dianggap sebagai peristiwa
yang menggembirakan, namun rasa gembira itu dapat berubah menjadi suatu
keputus asaan ketika seorang ibu merasakan nyeri persalinan dan meragukan
kemampuannya untuk menyelesaikan persalinannya dengan baik ketika
kontraksinya menjadi lebih intens. Apabila nyeri persalinan tidak diatasi akan
menyebabkan terjadinya partus lama. Hasil survey didapatkan bahwa partus lama
dapat menyebabkan kegawatdaruratan pada bayi, ibu terjadi perdarahan dan syok.
Pada bayi dapat terjadi fetal distress, asfiksia dan caput. (Reggina, 2017)
Nyeri persalinan adalah nyeri akibat kontraksi miometrium yang disertai
mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Nyeri persalinan berkaitan
dengan kontraksi uterus, dilatasi, dan penipisan serviks, serta penurunan janin
selama persalinan. Nyeri persalinan dapat dirasakan pada setiap tahap persalinan,
yaitu pada kala I hingga kala IV persalinan. (Utami, 2013)
Rasa nyeri pada persalinan muncul akibat respon psikis dan repleks fisik.
Nyeri akan berdampak pada peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang dapat
mengakibatkan perubahan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan warna kulit,
mual muntah, dan juga keringat berlebihan. Perubahan tingkah laku tertentu akibat
nyeri juga sering terlihat sepierti peningkatan rasa cemas dengan pemikiran yang
menyempit, mengerang, menangis, gerakan tangan dan ketegangan otot yang sangat
di seluruh tubuh. Ketegangan emosi akibat rasa cemas dan rasa takut dapat
memperberat persepsi ibu terhadap nyeri selama persalinan. (Anita, 2017)
Nyeri persalinan akan menimbulkan ketakutan sehingga muncul kecemasan
yang berakhir dengan kepanikan. Nyeri persalinan juga dapat menyebabkan
timbulnya hiperventilasi sehingga kebutuhan oksigen meningkat,kenaikan tekanan
darah, dan berkurannya motilitas usus serta vesika urinaria, keadaan ini akan
merangsang peningkatan katekolamin yang dapat menyebabkan gangguan pada
kekuatan kontraksi uterus sehingga terjadi inersia uteri. (Anita, 2017)

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 39


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Peranan petugas kesehatan yaitu memberikan bantuan dan dukungan pada
ibu berupa manajemen menpengurangan nyeri agar seluruh rangkaian proses
persalinan berlangsung aman dan nyaman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang
dilahirkan. (Utami, 2013)
Aromaterapi merupakan metode yang menggunakan minyak atsiri untuk
meningkatkan kesehatan fisik dan juga memengaruhi kesehatan emosi. Minyak
atsiri merupakan komponen utama dari aromaterapi yang diambil dari tanaman
aromatik. Beberapa minyak atsiri yang ada antara lain annised, basil, clary, bay,
caraway, cedarwood, cypress, fennel, lavender, marjoram, nutmeg, peppermint,
rose,rosemary,dan jasmine. (Utami, 2013)
Aroma minyak atsiri yang tepat dan menenangkan dapat mengurangi rasa
sakit persalinan. Jenis minyak atsiri yang aman digunakan untuk kehamilan dan
persalinan antara lain rose, jasmine, lemon, lavender, dan pine. Minyak atsiri rose
atau mawar disebut sebagai queen of oils. Rose beraroma lezat, mempertahankan
keseimbangan tubuh, merangsang perasaan nyaman, dan mengurangi nyeri.
Penggunaan aromatherapy saat proses persalinan dapat memperbaiki presepsi ibu
terhadap nyeri, membantu perubahan pisikologi, suasana hati dan tingkat
kecemasan. (Utami, 2013)
Aromatherapy mawar yang digunakan melalui inhalasi dapat meningkatkan
kewaspadaan, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kecepatan dalam berhitung.
Rosemary merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakan untuk melegakan
pikiran dan otot. Aroma yang dihasilkan dapat membantu pikiran lebih konsentrasi.
(Utami, 2013)
Manfaat aromaterapi selain meningkatkan keadaan fisik dan psikologis, aroma
terapi dapat memberikan efek relaksasi bagi syaraf dan otot-otot yang tegang,
tehnik foot bath selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen
sistem vaskuler dalam keadaan vasodilatasi sehingga sirkulasi darah ke otot
panggul menjadi hemostatis. Oleh karena itu salah satu cara relaksasi yang
digunakan untuk menurunkan kecemasan ialah dengan pemberian aroma terapi.
(Utami, 2013)
Hasil penelitian dari Massomeh Kheirkhan (2013) pengguanaan aromaterapi
pada proses persalinan dengan menghirup menghirup Rose Oil dan rendam kaki
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 40
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
dapat meningkatkan kialitas dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. memperbaiki
persepsi ibu terhadap nyeri, membantu perubahan psikologi, suasana hati dan
tingkat kecemasan. Aromaterapi yang diberikan kepada responden dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan memengaruhi kesehatan emosi. Kesimpulan
bahwa aromaterapi Rose Oil dapat diterapkan dalam kebidanan untuk mengurangi
intensitas nyeri selama persalinan.
Pengukuran nyeri persalinan setelah dilakukan relaksasi dengan Rose Oil
sesudah dan sebelum dapat dilihat pada table berikut:
Tabel Hasil Pengukuran nyeri persalinan sebelum dan sesudah
tindakan relaksasi Rose oil
Res Umur Gravida Pembu Nyeri
p kaan Sebelum Sesudah Sesudah
I II
1 31 G2P1A0 5 cm 6 6 5
2 32 G2P1A0 4 cm 5 4 3
3 23 G1P0A0 8 cm 6 5 5
4 21 G1P0A0 9 cm 8 9 9
5 21 G1P0A0 8 cm 8 7 8
Rata-rata 6.6 6.2 6

Tabel diatas menunjukkan bahwa Relaksasi dengan aromaterapi Ros Oil yang
telah dilakukan pada 5 orang responden, terbukti dapat menurunkan sedikit rasa
nyeri kepada ibu saat persalinan menunjukkan bahwa hasil rata-rata sebelum
dilakukan asuhan relaksasi dengan aroma terapi rose oil yaitu skala nyeri 6.6,
sesudah dilakukan pemberian aroma terapi rose oil pertama yaitu skala nyeri 6.2,
dan sesudah dilakukan pemberian aroma terapi rose oil ke II yaitu skala nyeri 6
Asuhan Relaksasi dengan Rose Oil telah dilakukan pada 5 orang responden
sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan dengan waktu yang berbeda-beda
sesuai dengan kondisi responden di lapangan. Proses pelaksanaan asuhan dimulai
dari melakukan pengkajian terhadap ibu, mengukur dan mencatat derajat nyeri
sebelum asuhan, mengukur dan mencatat drajat nyeri setelah asuhan. Pada asuhan
ini pengukuran kemajuan persalinan menggunakan Skala nyeri numerik. Sebelum
dilakukan asuhan terlebih dahulu dilakukan Anamnesa sehingga didapatkan ukuran
sebelum dilakukan asuhan Relaksasi dengan Rose Oil. Asuhan Relaksasi dengan Rose

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 41


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Oil dilakukan pada awal memasuki fase aktif selama 10 menit dan pada jam
berikutnya selama 10 menit, dan dengan menggunakan dua metode reklasi dan
mandi kaki, tapi kenyataannya dilapangan asuhan hanya dilakukan dengan
relaksasi dikarnakan kondisi klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
mandi kaki.
Dengan melakukan Relaksasi dengan Rose Oil mampu mengurangi nyeri
persalinan khusunya pada kala 1 dan kenyamanan ibu waktu persalinan kala 1yang
normal. Tetepi ada beberapa responden yang tidak mengalami penurunan terhadap
rasa nyeri dikarnakan beberapa faktor yaitu kecemasan ibu terhadap rasa nyeri
yang dirasakan intensitas nyeri persalinan dimulai dari ringan semakin lama
semakin meningkat, dengan kata lain semakin besar pembukaan serviks maka
semakin tinggi intensitas nyeri yang dirasakan ibu bersalin.
Nyeri pada proses persalinan akan melalui empat tahap, yaitu nyeri tahap I
(pembukaan) akibat kontraksi rahim dan peregangan mulut rahim, nyeri tahap II
(kelahiran) akibat peregangan dasar panggul dan pengguntingan perineum jika
diperlukan, nyeri tahap III akibat kelahiran plasenta, dan nyeri tahap IV karena
penjahitan perineum (Sumarah, 2009: 5).
Respon fisiologi terhadap nyeri berupa peningkatan tekanan darah, denyut
nadi, pernafasan, keringat, dan ketegangan otot. Saat terjadi nyeri, pelepasan
hormon stress akan meningkat, hormon stress tersebut menyebabkan terjadinya
ketegangan otot polos dan vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi
penurunan kontraksi uterus selama kala I persalinan, penurunan sirkulasi
uteroplasenta, hipoksia janin, serta pembukaan mulut rahim tidak adekuat sehingga
waktu persalinan dapat bertambah lama (Mander, 2004: 89).
Apabila nyeri persalinan ini dapat diatasi dengan baik, maka hormon stress
dalam darah akan turun. Namun tingkatan nyeri dalam proses persalinan yang
dirasakan oleh setiaap ibu bersalin dapat berbeda-beda. Prawihardjo menyatakan
bahwa perasaan persalinan yang dirasakan bahwa persasaan sakit saat persalinan
bersifat subjektif, tidak hanya bergantung pada intensitas hanya bergantung pada
intensitas HIS tetapi juga bergantung pada
keadaan mental ibu saat menghadapi persalinan. Pengalaman terhadap nyeri dan
jumlah paritas juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri.
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 42
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Pada umumnya, primipara memiliki sensor nyeri yang lebih peka daripada
multipara. Peranan petugas kesehatan adalah memberikan bantuan dan dukungan
pada ibu berupa manajemen pengurangan nyeri agar seluruh rangkaian proses
persalinan berlangsung aman dan nyaman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang
dilahirkan. Sebuah jurnal penelitian mengenai intensitas nyeri persalinan yang
dilakukan oleh Smith didapatkan hasil bahwa nyeri persalinan pada kala I
berkurang setelah pemberian terapi pengurangan nyeri,namun tidak ada pengaruh
terhadap nyeri pada kala II dan kala III persalinan.
Hasil asuhan yang di dapatkan dari 5 klien menunjukan bahwa Relaksai
dengan menggunakan Rose Oil mampu menurunkan sedikit rasa nyeri pada proses
persalinan khususnya pada kala 1 fase aktif dan membantu ibu mengalami waktu
persalinan kala 1 yang normal. Selain itu, membantu proses melepaskan ketegangan
dan mengembalikan keseimbangan baik pikiran maupun tubuh. Selama persalinan
ketakutan akan menyebabkan dan meningkatkan rasa nyeri persalinan. Sementara
itu relaksasi menyebabkan penurunan ketegangan yang dialami ibu bersalin
maupun bayinya dan lebih efektif bila dilakukan sejak masa kehamilan. (Yuliatun,
2008)

BAB X
PENATALAKSANAAN (ICE PACK) KOMPRES DINGIN UNTUK MENGURANGI
NYERI LUKA PERINEUM

Shofa Rahmah, Sri Wahyuni

Tingginya angka kejadian robekan parineum pada ibu bersalin menimbulkan

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 43


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
berbagai permasalahan pada masa nifas yaitu diantaranya infeksi. Infeksi timbul
karena perawatan yang tidak baik pada luka perineum. Oleh sebab itu ibu tidak mau
merawat luka perineum yaitu karena nyeri, masalah utama yang sering dialami oleh
ibu dengan luka jahitan perineum adalah nyeri
Respon nyeri pada setiap individu adalah unik dan relatif berbeda. Hal ini
dipengaruhi antara lain oleh pengalaman, presepsi, maupun sosial kultural individu.
Setiap ibu nifas memiliki presepsi dan dugaan yang unik tentang nyeri pada masa
nifas, yaitu tentang nyeri dan bagaimana kemampuan mengatasi nyeri. Nyeri yang
dirasakan oleh ibu nifas akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang dilakukan oleh
ibu, pola istirahat, pola makan, pola tidur, suasana hati ibu, kemampuan untuk
buang air besar (BAB) buang air kecil (BAK), aktivitas seharih-hari antara lain dalam
hal mengurus bayi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sosialisasi dengan
lingkungan dan masyarakat, dan menghambat ketika ibu akan mulai bekerja (Putri,
2016)
Penelitian yang dilakukan oleh (Herron-Marx, 2010) menemukan bahwa
pada wanita yang mengalami trauma perineum mempunyai gejala dyspareunia,
stres, inkontinansia urine, inkontinansia alvi, dan resiko menggembangkan
penyakit penyerta termsuk pelvice organ prolapse dan vasico vaginal fistulas.
Tujuan menggunakan terapi dingin adalah untuk mengurangi periode
peradangan dan membantu para wanita untuk kembali ke aktivitas normal mereka
lebih cepat. Oleh karena itu penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek
aplikasi Ice pack pada tingkat nyeri pada luka episiotomi di antara postnatal ibu-ibu.
(Es pak mengacu pada es yang dikemas "dalam tangkai jari sarung tangan pada suhu
0 derajat Celsius dan volume 8-10ml" diamankan dengan benang dan dibungkus
dengan potongan kasa steril). Dengan meningkatnya tren keluarga inti, menjadi
penting untuk bebas dari ketidaknyamanan di awal periode pascanatal,
membantunya untuk berkonsentrasi pada perawatan anak.
Tindakan ini dilakukan pada 5 ibu postpartum multipara dan primipara
dengan kriteria yang sudah ditentukan. Tindakan ini dimulai dari melakukan
pengkajian hingga evaluasi penatalaksanaan. Tujuan asuhan ini untuk mengurangi
skala nyeri luka perineum. Sebelum diberikan asuhan kompres dingin, pemberi
asuhan memberikan imformasi dan meminta persetujuan mengenai tindakan yang
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 44
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
akan dilakukan pada ibu dan keluarga, setelah ibu dan keluarga menyetujui, ibu bisa
menunjukan skala nyeri yang dirasakan, untuk mengurangi intensitas nyeri luka
perineum dengan asuhan kompres dingin menggunakan skala AHCPR dengan
kategori VDS, kemudian dilakukan asuhan kompres dingin pada hari pertama 6 jam
sesudah persalinan selama 20-30 menit dilakukan selama 2 hari, sehingga akan
didapatkan hasil sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin.
Hasil asuhan tentang penatalaksanaan kompres dingin (icepack) untuk
pengurangi nyeri luka perineum telah dilaksanakan pada 5 ibu postpartum
didapatkan hasil bahwa skala nyeri pada luka perineum sebelum di kompres dingin
pada hari ke 1 dengan rata-rata 5,6 termasuk kategori sedang. Kemudian skala nyeri
pada luka perineum setelah diberikan kompres dingin pada hari ke 2 dengan akhir
rata-rata 1,4 termasuk kategori ringan. Adapun hasil tindakan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel Hasil evaluasi skala nyeri luka perineum pada hari ke 1-2
Nyer
i
Nyeri Sesudah
Sebe
Derajat lum
No
Laserasi
H1 H1 H2 H2
H1 kat pag
Kat sore Kat pagi Kat sore Kat
i
1 II 5 S 4 S 3 R 2 R 2 R
2 II 6 S 5 S 3 R 2 R 1 R
3 II 6 S 5 S 3 R 3 R 3 R
4 I 6 S 4 S 4 R 2 R 0 TN
5 I 5 S 4 S 3 R 2 R 1 R
5,6 S 4,4 S 3,2 R 2,2 R 1,4 R

Keterangan :
TN : Tidak Nyeri : 0 R : Ringan : 1-3
B : Berat : 7-9 S : Sedang : 4-6

Tabel diatas menunjukan hasil evaluasi bahwa skala nyeri pada luka
perineum sebelum di kompres dingin pada hari ke 1 dengan rata-rata 5,6 termasuk

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 45


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
kategori sedang. Kemudian skala nyeri pada luka perineum setelah diberikan
kompres dingin pada hari ke 2 dengan akhir rata-rata 1,4 termasuk kategori ringan.
Apabila dikategorikan sebagian besar responden mengalami nyeri pada
tingkat sedang. Hasil wawancara singkat dengan beberapa responden diperoleh
informasi bahwa secara subjektif klien mendesis karena nyeri luka, menyeringai
menahan nyeri luka, dapat menunjukan lokasi nyeri seperti pada bekas jahitan,
dapat mendeskripsikan seperti terasa panas dan berdenyut, dapat mengikuti
perintah dengan baik seperti mengubah posisi.
Mayoritas kategori intensitas nyeri responden sebelum terapi dingin icepack
berada pada skala nyeri 5 sampai skala nyeri 6 dengan rata-rata skala nyeri sebesar
7,60. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata nyeri sebelum dan setelah dilakukan terapi ice pack (p value =
0,001, α=0,05) yang berarti ada pengaruh terapi ice pack terhadap perubahan skala
nyeri luka pada perineum.
Kemudian dari hasil data evaluasi hari ke satu dan ke dua bahwa skala nyeri
pada luka perineum sebelum di kompres dingin pada hari ke 1 dengan rata-rata 5,6
termasuk kategori sedang. Kemudian skala nyeri pada luka perineum setelah
diberikan kompres dingin pada hari ke 2 dengan akhir rata-rata 1,4 termasuk
kategori ringan. Hal tersebut menunjukan skala nyeri responden setelah diberikan
intervensi mengalami penurunan. Penilaian ini responden secara objektif dapat
beerkomunikasi dengan baik. Hasil temuan di lapangan responden dapat
mendeskripsikan atau menjelaskan pengalamannya saat dilakukan pemberian
kompres dingin. Terapi es dingin diberikan kurang lebih 20-30 menit memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nyeri luka perineum selama 2 hari.

BAB XI
PENATALAKSANAAN PEMBERIAN AROMATHERAPY LAVENDER UNTUK
MENURUNKAN NYERI LUKA PERINEUM PADA IBU POSTPARTUM
Lisdayanti, Dewi Nurdianti

Masa nifas merupakan masa dimana tubuh ibu melakukan adaptasi pasca
persalinan,masa ini dimulai setelah plasenta lahir,dan sebagai penanda berakhirnya
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 46
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
masa nifas adalah ketika alat-alat kandungan sudah kembali seperti keadaan
sebelum hamil rentang masa nifas berdasarkan penanda tersebut adalah 6 minggu
atau 42 hari.(Astuti dkk, 2015)
Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan akan mengalami
perubahan psikologis seperti kesakitan dan rasa takut yang didapatkan
salahsatunya karena luka perineum yang di alami oleh ibu pasca persalinan.
Sehingga Ibu akan merasakan nyeri,nyeri yang dirasakan pada setiap ibu dengan
luka perineum menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan seperti kesakitan
dan rasa takut untuk bergerak sehingga banyak ibu dengan luka perineum jarang
mau bergerak pasca persalinan sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah
diantaranya sub involusi uterus ,pengeluaran lochea yang tidak lancer,dan
perdarahan pasca postpartum.ibu bersalin dengan luka perineum akan mengalami
nyeri dan ketidaknyamanan.(Clinic,dkk 2013). Diperkirakan 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 25 jam pertama (Rahayu dkk, 2012).
Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan. Perlukaan sulit dihindari khususnya pada pertolongan primipara karena
besarnya kepala bayi dan berat badan bayi yang melalui jalan lahir. Ruptur yang
terjadi mulai dari yang ringan sampai dengan luka yang berat yang dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak.
Nyeri perineum serta nyeri fisik lainnya pada periode postpartum dapat
menyebabkan insomnia, kelelahan, kebingungan, kecemasan, keterlambatan dalam
pembentukan antara ibu dan bayinya.(Vaziri et al., 2017)
Pada tahun 2008 Di Propinsi jawa barat, jumlah ibu yang bersalin sebanyak
439 orang dengan angka kejadian ruptur perineum adalah 209 orang (47,61%).
Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
ibu, faktor janin, dan faktor penolong persalinan. Faktor ibu meliputi partus
presipitatus, ibu primipara, pasien tidak mampu berhenti mengejan, edema dan
kerapuhan perineum, varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum, arkus
pubis yang sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan
kepala bayi ke arah posterior.Pada primipara atau orang yang baru pertama kali
melahirkan faktor risikonya adalah kelenturan perineum. Perineum yang kaku dan
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 47
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko
terhadap janin.Perineum yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi tidak dapat
menahan tegangan yang kuat sehingga robek pada pinggir depannya.
Menurut konsoemardiyah (2009),Aromatherapy adalah salah satu teknik
untuk mengatasi nyeri, jenis aromatherapy yang berefek merelaksasi adalah
lavender, teknik pemberian aromatherapy diantaranya adalah dengan cara pijat,
produk mandi ,parfum dan inhalasi.
Menurut Penelitian Farideh Vaziri, Mahsa Shiravani,Fatemeh Sadat
Najib,Saeedeh Pourahmad, Alireza Salehi, Zahra Yazdanpanahi,pada tahun
2017,terdapat perbedaan signifikan ditemukan antara kedua kelompok mengenai
nyeri perineum (P = 0,004, P <0,001), nyeri fisik (P <0,001), kelelahan (P = 0,02, P
<0,001 ), dan skor distres (P <0,001).Selain itu, perbedaan signifikan ditemukan
mengenai nilai rata-rata positif (P <0,001) dan negatif (P = 0,007, P <0,001) suasana
hati antara kedua kelompok setelah intervensi. Aromaterapi minyak Lavender
dimulai pada jam pertama periode postpartum menghasilkan status fisik dan
suasana hati dibandingkan dengan kelompok nonaromatik.
Selain itu Lavender adalah tanaman aromatik yang banyak digunakan dalam
aromaterapi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aromaterapi dengan lavender
memiliki efek anti-inflamasi, anti-depresan, hipnotik, obat penenang, otot-relaks,
anti-bakteri, dan anti-spasmodik.Aromaterapi dengan minyak lavender telah
digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan selama persalinan, dan ibu
umumnya mengevaluasi pendekatan ini sebagai metode yang tepat.(Bird. Y,
Obidiya. O, Mahmood. R, Nwankwo. C, 2017).
Tindakan yang diberikan, peneliti melakukan observasi mulai dari 1 jam
setelah persalinan dan 6 jam setelah persalinan untuk menilai percepatan
meringankan nyeri luka perineum.
Hasil tindakan, pada 1 jam setelah persalinan dan sebelum diberikan
tindakan semua klien termasuk kriteria sedang dengan rata-rata skala nyeri 4,dan 6
jam kemudian setelah diberikan asuhan semua klien termasuk pada kriteria nyeri
ringan dengan rata rata skala nyeri 1. Berikutnya hasil tindakan dapat dilihat pada
table berikut:
Tabel Hasil Pemberian Aromatherapy Lavender
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 48
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
PX Sebelum Keterangan Setelah Keterangan
Diberikan diberikan
asuhan asuhan
1 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
2 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
3 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
4 5 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
5 4 Nyeri Sedang 1 Nyeri Ringan
Rata -Rata 4 1

Pemberian aroma therapy lavender pada asuhan ibu nifas memberikan rasa
tenang dan rileks sehingga nyeri lluka perineum berkurang hal ini sejalan dengan
teori (Prima Dewi,2011) yang menjelaskan bahwa Salah satu kandungan yang
berperan dalam minyak lavender adalah linalool. Menurut penelitian yang sudah
dilakukan pada kandungan minyak lavender,didapatkan bahwa linalool adalah
kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) pada
lavender,begitu juga hasil penelitian (Salamati,2016) didapatkan bahwa menghirup
minyak essensial lavender berpengaruh secara signifikan terhadap pengurangan
rasa sakit terhadap nyeri luka perineum pada ibu postpartum.
Lavender, dianggap paling bermanfaat dari semua minyak astiri. Lavender
dikenal untuk membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan
dan stress (depresi) melawan kelelahan dan mendapatkan untuk relaksasi,
merawat agar tidak infeksi paru-paru, sinus, termasuk jamur vaginal,radang
tenggorokan, asma, kista dan peradangan lain. Meningkatkan daya tahan tubuh,
regenerasi sel, luka terbuka, infeksi kulit dan sangat nyaman untuk kulit bayi.
Pada saat setelah pemberian aromatherapy lavender terjadi penurunan
nyeri yang dirasakan oleh semua klien hal ini sejalan dengan penelitian
(Pratiwi,2016) bahwa penurunan nyeri dengan aromatherapy lavender mengacu
pada konsep gate control yang terletak pada fisiologi mekanisme penghantaran
impuls nyeri yang terjadi saat system pertahanan terbuka, dan sebaliknya
penghantaran impuls nyeri dapat dihambat saat system pertahanan ditutup. Selain
itu dijelaskan juga oleh (Karlina dkk) bahwa efek aromatherapy lavender yang
memberikan rasa tenang dan analgetik sangat berpengaruh terhadap penurunan
rasa nyeri, zat kimia yang dihasilkan dari hormone endorphin sebagai akibat dari
rangsangan hipotalamus oleh aromatherapy lavender dapat menghasilkan rasa
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 49
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
tenang,rasa bahagia dan rileks ,serta melemaskan otot-otot yang tegang akibat rasa
nyeri, salah satunya melemaskan otot otot perineum yang tegang karena rasa nyeri
luka laserasi.
Pemberian aromatherapy lavender memberikan kenyamanan dan
ketenangan pada klien saat setelah diberikan aromatherapy lavender. Hal ini sesuai
dengan teori (Astuti,dkk 2016) bahwa Molekul dan partikel lavender saat di hirup
akan masuk melalui hidung,kemudian diterima oleh reseptor saraf sebagai signal
yang baik dan kemudian di interpretasikan sebagai bau yang menyenangkan,dan
akhirnya sensori bau tersebut masuk serta mepengaruhi system limbic sebagai
pusat emosi seseorang ,sehingga saraf dan pembuluh darah perasaan akan semakin
relaks dan akhirnya rasa nyeri berkurang.
Pada saat memberikan asuhan tidak hanya penatalaksanaan pemberian
aromatherapy lavender saja tetapi juga klien diberikan Pendidikan kesehatan
personal hygiene, istirahat dan nutrisi.
Dengan demikian aromatherapy lavender dapat dijadikan pengobatan
nonfarmakologi pada ibu nifas untuk mengurangi nyeri pada luka perineum.

DAFTAR PUSTAKA

Abd, H. (2015). Effects of Prenatal Perineal Massage and Kegel Exercise on the
Episiotomy Rate, 4(4), 61–70. https://doi.org/10.9790/1959-04476170

American Medical Association. (2007). Module 1 pain management: Pathofisiology


of pain and pain assessment. Retrieved from web September 15, 2008.
http://www.ama-cmeonline.com/pain_mgmt/module01/index.htm

American Medical Association. (2007). Module 10 pain management: Pathofisiology


of pain and pain assessment. Retrieved from web September 15, 2008.
http://www.ama-cmeonline.com/pain_mgmt/module10/index.htmPerry &
Potter. 1997. Fundamentals of nursing: Concepts, process and practice.
Mosby Company:

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 50


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Anita, W. (2017). Techniques Of Pain Reduction In Normal Labor PROCESS :
SISTEMATIC REVIEW. Jurnal Endurance, 2

Aprilia, Y. (2011). Gentle Birth Balance. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Astuti, Judistiani, Rahmiati, & Susanti, 2015). (2016). Aromaterapi Lavender dapat
Menurunkan Intensitas Nyeri Perineum pada Ibu Post Partum Lavender
Aromatherapy Reduced the Intensity of Perineal Pain among Post Partum
Women, 4(September), 123–128.

Bahiyatun. (2009). Buku ajaran asuhan kebidanan nifas normal. (Monica Ester, Ed.).
Jakarta: 2009. https://doi.org/KTD

Bedwell C1, Dowswell T, Neilson JP, Lavender T.(2011). The use of transcutaneous
electrical nerve stimulation (TENS) for pain relief in labour: a review of the
evidence.Midwifery. 2011 Oct;27(5):e141-8. doi:
10.1016/j.midw.2009.12.004. Epub 2010 Feb 18.

Bobak. (2005). Keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Clinic, D., Alfirdaus, S., & Village, K. (2011). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap
Pengurangan Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus
Kingking Kabupaten Tuban ( The Influence of Cold Compress Towards
Perineum Injury of Post-Partum, 43–46.

Danuatmaja, B., & Meiliasari, M. (2008). Persalinan Nomal Tanpa Rasa Sakit. (Y.
Harlinawati, Ed.). Jakarta: Puspa Swara.

Deitra leonard lowdermilk. (2013). keperawatan maternitas (deitra leo). singapura:


Elsevier singapura.

Djaya. (2011). Elektronika Biomedik; TRanscutaneous Electrical Nerve


Stimulation.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/dow
nload/6325/5845

Dinas Kesehatan Jawa Barat. (2017). Gambaran AKI dan AKB di Wilayah Periangan
Timur.

Divisi, R., Laboratorium, U., & Malang, S. A. (n.d.). Efek Latihan Kegel pada Kekuatan
Otot Dasar Panggul Ibu Pasca Persalinan The Effect of Kegel Exercise on Pelvic
Floor Muscle Strength in Post Delivery Mother, 26(2), 120–123.

Dönmez, S., & Kavlak, O. (2015). Effects of Prenatal Perineal Massage and Kegel
Exercises on the Integrity of Postnatal, (April), 495–505.

Evan, (2010) Evan, R. M. (2010) Pathophysiology of Pain and Pain Assessment.


American Medical Association. 1-12.

Ergul Aslan, R. (2017). Asian Nursing Research. The Effects of Cold Application to the
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 51
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Perineum on Pain Relief After Vaginal Birth, 11, 276–282. Retrieved from
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/

Farrag, E., & Eswi, S. (2016). Effect Of Postnatal Kegel Exercises on Episiotomy Pain
and Wound Healing Among Primiparous Women, 5(3), 24–31.
https://doi.org/10.9790/1959-0503032431Hassan Zaky, N. (2016). Effect of
pelvic rocking exercise using sitting position on birth ball during the first stage
of labor on its progress. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 05(04), 19–
27. https://doi.org/10.9790/1959-0504031927
Hidayat, A., & Sujiatini. (2010). Asuhan Kebidanan Persalinan. (W. Kristiyanasari,
Ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.

Hutagaol. (2007). Perbedaan pengaruh Intervensi MWD dan TENS dengan MWD,
TENS dan Traksi Leher Manual terhadap Pengurangan Nyeri Kepala pada
Cervical Headche. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3982-
Hutagalung.pdf

Geetha, P., & Shanmugam, R. S. (2015). Effectiveness of Ice Pack Application on the
Level of Pain in Episiotomy Wound, 4(11), 1607–1611. Retrieved from
www.ijsr.net%0ALicensed Under Creative Commons Attribution CC BY

Group, O., Design, P., Lamongan, R. S. M., Sampling, S. R., Test, S. R., Kunci, K., … Luka,
N. (2010). DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Evi Nur Imamah *,
Tarmi **, Heny Ekawati ***, 2(Vi), 1–7.

Ikatan Bidan Indonesia. (2006). Standar Pelayanan Kebidanan. (G. H. Wiknjosastro,


Ed.). Jakarta.

Islam, U., & Alauddin, N. (2017). Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan
universitas islam negeri alauddin makassar 2017.

Journal, I. N., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F., Kuala, U. S., Keperawatan, J.
I., … Kuala, U. S. (2006). HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYEMBUHAN LUKA DENGAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU
NIFAS Of Parturition Women Pendahuluan, 41–51.

Jiemesha. (2014). Pengaruh Trnscutaneous Electrical Nerve Stimulation dengan dan


tanpa terapi latihan terhadap nyeri dan kinerja fisik pada penderita
osteoarthritis lutut. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November
2014.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/6325
/5845

JNPK-KR, (2008). Pelatihan klinik asuhan persalinan normal. Jakarta. JNPK-KR


Departemen Kesesehatan Republik Indonesia.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 52


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Karlinah. (2015). Pengaruh Tehnik Akupresur dan TENS terhadap Intensitas Nyeri
Persalinan Kala 1 fase Aktif.Jurnal Kesehartan Andalas. 2015;4 (3).
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/395/349

Kheirkham, M . (2013). A Controlled Trial Of The Effect of Aromatherapy on Birth


Outcomes Using '' Rose Essential Oil'' Inhalastion and Food Bath. Journal of
Midwifery & Refroductive Health,2.

Kheirkham, M. (2014). comparing the effects of Aromatherapy With Rose Oil and
Warm Food Bath on Anxiety in first Stage of Labor in Nulliparous Women.

Leksana, Ery. (2011). Mengatasi Nyeri Persalinan. CDK 185. Vol. 38 No 4. Juni-Juli
2011.www.kalbemed.com/Portals/6/25_185Opinipendekatanfarmakologis
.pdf

LF Ho, Ly Lee and Gy Ma. (2011). Intrapartum Trnscutaneous Electrical Nerve


Stimulation for pain relief and outcome of labor.Hong kong Journal of
Gynaecology Obstretic and Midwifery 11(1) .
http://www.hkjgom.org/sites/default/files/pdf/v11-p54-intrapartum.pdf

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, K. (2013). Keperawatan Maternitas.


Jakarta: Elsevier Inc.

Mahmudah, R., & Dyah, P. A. (2017). Penerapan Teknik Active Birth Terhadap
Kemajuan Persalinan Kala 1 Fase Aktif.

Marmi. (2012). asuhan kebidanan masa nifas III.

Muttaqin, A.(2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Mulati, T. S. (2017). Nyeri perineum berdasarkan karakteristik pada ibu post


partum. Jurnal Involusi Kebidanan, 7(13).

Nuach. (2014). Pemberian Trnascutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)


menurunkan intensitas nyeri pada pasien bedah urologi di ruang rawat inap
marwah RSU Haji Surabaya. Jurnal FK Unair.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-cmsnj33b48bc1c42full.pdf
Nurasiah, A., Rukmawati, A., & Badriah, D. (2012). Asuhan Persalinan Normal Bagi
Bidan. (A. Gunarsa, Ed.). Bandung: PT Refika Aditama
Oxorn harry. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. (P. D. Dr. M.
Hakimi, Ed.). yogyakarta: yayasan essentia Medica yogyakarta.

Putri, A. D. (2016). Pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri luka perineum
pada ibu nifas di rsu pku muhammadiyah bantul, 55.

Perry & Potter. (2005).Fundamental keperawatan;konsep,proses dan praktik. Vol 1.


Edisi 4. Jakarta: EGC.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 53


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Pillitteri, A. (2003). Maternal & child nursing. 2nd ed. Philadelphia : J. B Lippincott

Prawitasari, E., Yugistyowati, A., & Kartika Sari, D. (2015). Penyebab Terjadinya
Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten
Magelang. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 3(2), 77.
https://doi.org/10.21927/jnki.2015.3(2).77-81

Rahmawati, E. S., Nu, S., Prodi, T., & Kebidanan, D. I. I. I. (n.d.). Pengaruh Kompres
Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti
Alfirdaus Kingking Kabupaten Tuban ( The Influence of Cold Compress
Towards Perineum Injury of Post- Partum Mothers at Delivery Clinic ( BPS ) of
Siti Alfirdaus , , 0–4.

Reeder, Martin & Griffin. (2011). Keperawatan maternitas;kesehatan wanita, bayi


dan keluarga. Alih bahasa; Afiyanti, Nur Rachmawati dkk (2003/2011). Edisi
18. Volume 1. Jakarta: EGC.
Renaningtyas, D., Sucipto, E., & Chikmah, A. M. (2013). Hubungan Pelaksanaan Pelvic
Rock Dengan Birthing Ball Terhadap Lamanya Kala I Pada Ibu Bersalin Di Griya
Hamil Sehat Mejasem, 1–5. https://doi.org/10.1016/j.midw.2011.02.004

Reggina, D. (2017). Perbedaan Intensitas Nyeri Tehnik Pemberian Kompres Air


Hangan dan Aromaterapi Mawar Pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif . Jurnal Ilmu
Kesehatan , 6

Rosyati Pastuty. (2010). Buku Saku Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin. (M. Ester, Ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rukiyah yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan III (NIFAS). (lia yulianti, Ed.). Jakarta:
trans info media jakarta.

Sriwenda, D. (2014). Efektifitas Latihan Birth Ball terhadap Efikasi Diri Primipara
dengan Persalinan Normal Efectivity of Birth Ball Exercise o n Self Efficacy of
Primiparous with Normal Labor, 141–147.

Santana.(2015). Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) reduce pain


and postpones the need for pharmacological analgesia during labour: a
randomized trial. Journal of
Physiotherapy.http://www.journalofphysiotherapy.com/article/S1836-
9553(15)00128-9/pdf

Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. salemba medika. Jakarta.

Sri Astuti, Tina Dewi Judistiani, Lina Rahmiati, A. I. S. (2015). Asuhan kebidanan masa
nifas & menyusui. (R. Astikawati, Ed.). Jl. H. Baping Raya 100 Ciracas, Jakarta
13740.

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 54


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Sulistyawati, A. (2009). buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. (Rosalana Fiva,
Ed.). Yogyakarta. https://doi.org/KTD

Suksesty, C. E. (2016). Efektifitas Pelvic Rocking Terhadap Lama Persalinan , Dilatasi


Servik Dan Penurunan Kepala Janin, 007, 225–231.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. (E. Wahyuningsih, Ed.).


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Vivian Nanny Lia Dewi, T. S. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Salemba
Medika. Jakarta

Walyani, E. S., & Purwoastuti, E. (2015). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.

Watson. (2013). Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation.


www.electrotherapy.org/assets/.../TENS%20Jan%202016.pdf

Wenniarti. (2016). pengaruh terapy ice pack terhadap perubahan skala nyeri pada
ibu post episiotomi. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 3(1), 377–382.

Winkdjosastro. (2008). Perawatan Luka Perineum pada Ibu Nifas. (winkdjosastro,


Ed.). semarang: tim medica sehat.

Wirakusumah, F. F., Mose, J. C., & Budi Handono. (2014). OBSTETRI FISIOLOGI ilmu
kesehatan reproduksi. Jakarta: EGC, 2010.
Wulandari, H. (2011). Di susun oleh: Sibela Mojosongo.

Yuliatun, L. (2008). Penanganan Nyeri Persalinan dengan Metode Nonfarmakologi.


(S. Wahyudi, Y. Setyorini, & I. Basuki, Eds.). Malang: Bayumedia Publishing.

Yulifah, Rita; et all. (2009). Penggunaan Stimulli Trnascutaneous Electrical Nerve


Stimulation (Tens) dapat menurunkan Intensitas Nyeri dan Tingkat
Kecemasan pada Persalinan Kala 1. The Indonesian Journal of Public Health,
Vol 5 N0 3, Maret 2009 : 119-123. 3899-ID-penggunaan-stimuli-
transcutaneous-electrical-nerve-stimulation-tens-dapat-menurun

Yohanna, W.S. (n.d). Analisa Faktor –faktor yang berhubungan dengan persalinan

Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 55


Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya
Penerapan Manajemen Nyeri Non Farmakologi 56
Dengan pendekatan Hasil Penelitian pada Wanita di setiap Daur Kehidupannya

Anda mungkin juga menyukai