Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN

TUGAS REMEDIASI/TUGAS KHUSUS (TR/TK)

Nama Mahasiswa : YOSEVA VICTORIA

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 820621458

Tanggal Lahir : Tering Seberang, 07/05/1988

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDK4002/Perkembangan Peserta Didik

Kode/Nama Program Studi : 118/PGSD

Kode/Nama UPBJJ : 50/Samarinda

Masa : 2021.5

Tanda Tangan Mahasiswa

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover Buku Jawaban Tugas
(BJT) pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJT dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : YOSEVA VICTORIA

NIM : 820621458

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDK4002/Perkembangan Peserta Didik

Fakultas : FKIP

Program Studi : PGSD

UPBJJ-UT : 50/ Samarinnda

1. Saya tidak menerima naskah TR/TK dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi TR/TK
pada laman https://remediasi.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah TR/TK kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal TR/TK .
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban TR/TK melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari
terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung
sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Sendawar,22 Maret 2021


Yang Membuat Pernyataan

Yoseva Victoria
1. Faktor Perkembangan Intelektual Yang Mempengaruhi Moral anak Banyak yang
secara langsung maupun tidak langsung mepengaruhi perkembangan intelektual.
Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mepengaruhi perkembangan
intelektual antara lain.
a) Faktor pembawaan (genetik)
Banyak teori Sedangkan pengertian moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-nilai
moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat. Jadi,suatu tingkah
laku di katakan bermoral jika tingkah laku itu sesusai dengan nilai-nilai moral yang
berlaku dalam kelompok sosial di mana seseorang itu berada. Nilai moral ini tidak
sama dalam setiap masyarakat. Karena pada umumnya nilai moral ini di pengaruhi
oleh kebudayaan dari kelompok atau masyarakat itusendiri.

b) Faktor gizi
Perkembangan intelektual baik dari segi kualitas maupun kuantitas tidak terlepas dari
pengaruh factor gizi. Kuat atau lemahnya fungsi intelegensi juga ditentukan oleh gizi
yang memberikan energi/tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi (gizi berimbang) terutama
yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensiialah pada masa prenatal
(anak dalam kandungan) hingga usia balita, sedangkan usia di atas lima tahun
pengaruhnya tidak signifikan lagi.

c) Faktor kematangan
Perkembangan fungsi intelegensi dipengaruhi oleh kematangan organ intelegensi itu
sendiri.Menurut piaget (dalam mudjiran, 2007) seorang psikologi dari swiss membuat
empat pentahapan kematangan dalam perkembangan intelegensi. Tahap pertama
disebut periode sensorik motorik (0-2 tahun), tahap kedua disebut periode
preoperasional (2-7 tahun), tahap ketiga disebut periode operasional konkret (7-11
tahun), dan tahap ke empat disebut periode operasional formal (11-16
tahun).Pendapat Piaget (dalam mudjiran, 2007) membuktikan bahwa semakin
bertambah usia seseorang, intelegensinya makin berfungsi dengan sempurna. Ini
berarti factor kematangan mempengaruhi struktur intelegensi, sehingga menimbulkan
perubahan-perubahan kualitatif dari fungsi intelegensi. Perkembangan intelegensi
semakin meningkat usia ke arah dewasa bahkan semakin tua, orang semakin cermat
menganalisis suatu persoalan karena didukung oleh pengalaman-pengalaman hidupnya.

d) Faktor Pembentukan
Pendidkan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap
fungsi intelegensi seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana
seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai. Semua ini
dapat membentuk anak dengan meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya. Situasi
ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak disbanding anak seusianya.

e) Kebebasan Psikologis
Perlu dikembangkan kebebasan psikologis pada anak agar intelegensinya berkembang
dengan baik. Orang tua atau orang dewasa lainnya yang suka mengatur, mendikte,
membatasi anak untuk berpikir dan melakukan sesuatu, membuat kecerdasan anak
tidak berfungsi dan tidak berkembang dengan baik, terutama aspek kreativitasnya.
Sebaliknya, anak yang memiliki kebesan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan
takut atau cemas, dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka
bebas memilih cara (metode) tertentu dalam memecahkan persoalan.Hal ini
mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelegensi.

2. Skenario pembelajaran untuk melatih duduk dan fokus pada anak autis
menggunakan teori A-B-C (Antecendent-Behavior-Consequence) dari Lovass :

a) Pemberian Instruksi Pemberian instruksi pada pembelajaran untuk anak autis


menurut Soedarmono (2001:1) dilaksanakan secara spesifik yang jelas,
singkat, dan konsisten. Pemberian instruksi yang konsisten yaitu antara
instruksi satu dengan instruksi berikutnya diberikan secara ajeg. Hal serupa
dikemukakan oleh Prasetyono (2008:156) dalam pemberian perintah
diberikan secara singkat, jelas, konsisten, dan diberikan hanya sekali tidak
berulang-ulang. Perintah singkat, berupa satu kata misal “lihat”, “tunjuk”.
Perintah konsisten, berarti tidak berubah-ubah dan harus sama antara hal
yang digunakan di sekolah dan di rumah. Pemberian perintah secara konsisten
ini bertujuan untuk mempermudah anak dalam mengikuti instruksi.
b) Discret Trial Training (DTT) Discret Trial Training merupakan salah satu
teknik utama dari ABC, sehingga ABC kadang juga disebut dengan DTT.
DTT adalah latihan uji coba yang jelas/ nyata. DTT terdiri dari siklus yang
dimulai dari instruksi, prompt, dan diakhiri dengan imbalan. Setiap materi
yang diajarkan, dimulai dengan pemberian instruksi oleh terapis, kemudian
ditunggu 5 detik. Bila tidak ada respon dari anak dilanjutkan dengan instruksi
ke-2, lalu tunggu lagi 5 detik. Bila tetap belum ada respon dari anak, maka
dilanjutkan dengan instruksi ke-3.Pencatatan hasil dari siklus ini adalah yang
pertama dicatat dengan hasil P, karena masih memerlukan prompt. Hasil dari
siklus ke-2 dicatat juga sebagai P karena masih ada prompt. Hanya siklus ke-
3 yang diberi nilai A, yang berarti anak mampu melakukan apa yang
diinstruksikan secara mandiri. Apabila dapat dicapai siklus ke- 3 secara
berturut-turut sebanyak 3 kali, tanpa diselingi siklus pertama dan kedua, maka
tercapailah keadaan mastered. Jika anak tiga kali berturut-turut mendapat nilai
A, maka materi yang diberikan dapat dihentikan, dan program terapi tersebut
dapat dimasukkan ke dalam program maintenance.
c) Discrimination Training atau Discriminating Discrimination Training
merupakan teknik yang digunakan untuk melabel atau mengidentifikasi untuk
mengenal huruf- huruf, warna , bentuk, atau orang. Untuk meyakinkan bahwa
anak benar-benar mengenali hal yang diajarkan secara konsisten, diperlukan
adanya pembanding. Apabila kita yakin anak dapat mengidentifikasi hal
tersebut tanpa ragu, maka kita yakin bahwa anak telah benar-benar
mengenalnya.Pelaksanaan Discrimination Training dilaksanakan dari hal
yang sederhana terlebih dahulu sama halnya dengan memecah ketrampilan
menjadi item-item yang paling kecil. Dalam penerapan Discriminatin
Training atau yang biasa disebut dengan DT ini subjek diajarkan dengan satu
benda/ objek terlebih dahulu, setelah subjek menguasai baru berlanjut kepada
pemberian objek berikutnya sebagai pembanding.
d) Matching atau mencocokkan Matching merupakan teknik menyamakan/
mencocokkan obyek yang satu dengan yang lain, yang dapat dipakai sebagai
pemantap identifikasi maupun sebagai permulaan latihan identifikasi.Tahapan
dalam matching tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Discriminatin
Training, yaitu anak diajarkan dari satu objek kemudian bertahap dengan
adanya objek pembanding. Objek pertama diletakkan di atas meja dengan
anak diberi objek yang sama untuk disamakan dengan objek yang ada di atas
meja.Selanjutnya jika anak sudah bisa beri bebrapa objek di atas meja dan
beri anak kembaran objek untuk disamakan dengan cara diberi satu persatu
objek kembarannya. Jika dengan diberi satu persatu objek kembaran anak bisa
melakukan matching dengan benar, maka objek kembaran bisa diberikan
semua secara langsung kepada anak dan selanjutnya guru / terapis hanya
mengawasi. Untuk menilai apakah anak benar-benar paham dengan objek
yang diajarkan, maka penilaian bisa dilakukan dengan timer.
e) Fading adalah mengurangi bantuan dalam mengarahkan anak keperilaku
target dengan prompt penuh dan makin lama prompt makin dikurangi secara
bertahap sampai akhirnya anak mampu melakukan tanpa prompt.
f) Shaping merupakan proses pengajaran suatu perilaku melalui tahap-tahap
pembentukan perilaku yang makin mendekati respon yang dituju atau
diinginkan.
g) Chaining merupakan proses merangkaikan perintah dalam pengajaran satu
perilaku yang kompleks, yang dipecah menjadi aktifitas-aktifitas kecil yang
disusun menjadi suatu rangkaian atau untaian secara berurutan. Contoh dalam
mengajarkan memasang kaos kaki yaitu dengan mengajarkan beberapa tahap
yaitu langkah pertama ajarkan anak mengambil kaos kaki dengan DTT
sampai bisa, kemudian ajarkan membuka kaos kaki dengan menggulungnya,
setelah anak bisa melakukan lanjutkan ke tahap berikutnya yaitu memasukkan
kaos kaki ke ujung jari-jari kaki, lalu ajarkan anak menarik kaos kaki ke arah
tumit, dan yang terakhir merapikan kaos kaki.Dari beberapa pendapat di atas
maka dapat diketahui bahwa penggunaan metode Lovaas adalah adanya
konsistensi dalam hal perintah sehingga anak dapat merespon dengan baik.
Dalam penanganan diperlukan tim terapi yang berfungsi membuat
perencanaan program untuk diterapkan kepada anak. Ruangan khusus yang
disiapkan untuk memberikan terapi pada anak yaitu ruangan yang membuat
anak nyaman dan terbebas dari distraksi dari luar yang dapat mempengaruhi
perhatian dan konsentrasi anak. Dalam pengajaran metode Lovaas
dilaksanakan berdasarkan operant conditioning.Proses perilaku dimulai
dengan mengutamakan kepatuhan yaitu dengan diajarkan kontak mata
terlebih dahulu. Kemudian instruksi dilakukan dengan jelas dan terstruktur.
Dalam memberikan instruksi diberlakukan siklus- siklus yang dimulai dari
instruksi dan diakhiri dengan tenggang waktu 3-5 detik untuk memulai
instruksi berikutnya. Pelaksanaan metode Lovaas perlu memperhatikan
kemampuan awal yang dimiliki anak. Pembelajaran tatalaksana perilaku yang
diberikan kepada anakpun harus memperhatikan prinsip bahwa perilaku
mengandung konsekuensi dan proses perilaku tidak melalui uji coba-salah
tetapi harus dirancang sehingga terarah dengan baik, serta perlu adanya
pemberian imbalan sebagai penguat perilaku anak.

3. Cara bu Lince melakukan hal seperti itu adalah hal yang kurang benar.
Mengapa ?Karena pada anak seumur 9 tahun seperti marcel, dia mulai mampu
berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi
psikososial yang muncul pada masa ini adalah: sense of industry sense of
inferiority. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan
dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakannya sampai selesai
sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan
bila perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan
sesuatu dapat dikembangkan.Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan
hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup juga lembaga-lembaga
lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu
Pengalaman pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority
anak Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengaisman sekolah yang
kurang memuaskan walaupun sifat industri dipupuk dan dikembangkan di
rumah Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak mampu
keseimbangan industry dan inferiorits bukan hanya bergantung kepada orang
tuanya, tetapI dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang dekat dan
berhubungan dengan anak.Sedangkan pada Timothy sendiri, anak seumuran
dia sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai perasaan-
perasaan dan keinginan keinginan baru sebagai akibat perubahan tubuhnya.
Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengalami
perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. Ia berpikir
pula apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ia mulai mengerti tentang
keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya
dengan apa yang dialaminya sendiri. Pada masa ini remaja harus dapat
mengintegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya
sebagai anak siswa teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi
suatu kesatuan sehingga menunjukkan peran orang tua yang pada masa lalu
berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini
pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapai masa remaja dengan rasa
terima kasih kepada orang tua. dengan penuh kepercayaan, mempunyai
autonomy berinisiatif, memiliki sifat-sifat industri. maka kesempatannya
kepada ego identiti sudah berkembang.

 Kebutuhan Dasar Anak Usia 9 Tahun


a)Membentuk sikap tertentu terhadap diri sendiri sebagai organisme yang
sedang tumbuh
b)Belajar bergaul secara rukun dengan teman sebaya
c)Mempelajari peranan yang sesuai dengan jenis kelamin
d)Membina keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung

 Kebutuhan Dasar Anak Usia 16 Tahun


 Memperoleh hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan
yang sebaya dari kedua jenis kelamin
 Memperoleh peranan sosial dengan jenis kelamin individu
 Memperoleh kebebasan diri melepaskan ketergantungan diri dari
orangtua dan orang dewasa lainnya
 Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan sebagai warga negara yang baik

4. Konsep untuk firza adalah konsep belajar untuk tuna netra :Metode Belajar Anak
Tunanetra Anak tunanetra membutuhkan metode pembelajaran khusus. Menurut
Smart (2010), prinsip-prinsip pembelajaran pada anak tunanetra yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
 Prinsip Individual. Prinsip individual yakni suatu kondisi dimana guru harus
memperhatikan setiap perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik tunanetra. Seperti
perbedaan umum, mental, fisik, kesehatan dan tingkat ketunanetraan masing-masing
siswa.
 Prinsip Pengalaman Pengindraan. Pengalaman pengindraan siswa tunanetra sangat
penting bagi pemahaman yang akan mereka peroleh. Siswa membutuhkan
pengalaman nyata dari apa yang mereka pelajari. Dengan demikian strategi
pembelajaran guru harus memungkinkan adanya pengalaman langsung siswa
tunanetra terkait materi yang mereka pelajari.
 Prinsip Totalitas. Prinsip totalitas maksudnya pembelajaran yang diterapkan pada
siswa tunanetra hendaknya menggunakan seluruh fungsi indra yang masih berfungsi
dengan baik pada diri mereka. Indra ini digunakan oleh guru untuk mengenali objek
yang dipelajari siswa secara utuh dan menyeluruh. Misalnya seorang tunanetra ingin
mengenali bentuk burung, pembelajaran yang diterapkan harus dapat memberikan
informasi yang utuh dan baik mengenai bentuk, ukuran, sifat permukaan,
kehangatan, suara dan ciri khas burung tersebut. Sehingga anak mampu mengenali
objek secara sempurna.
 Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity). Dalam proses pembelajaran guru dapat
menjadi fasilitator dan motivator anak untuk dapat belajar secara aktif dan mandiri.
Dalam prinsip ini proses pembelajaran bukan sekedar mendengar dan mencatat,
akan tetapi juga ikut merasakan dan mengalaminya secara langsung.

Adapun media-media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai pendukung


proses belajar mengajar bagi anak penyandang tunanetra antara lain adalah sebagai
berikut:
 Huruf Braille. Huruf braille digunakan untuk keperluan membaca dan menulis bagi
anak tunanetra. Huruf braille merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun
untuk menggantikan huruf biasa. Huruf braille tersusun dari enam buah titik, dua
dalam posisi vertikal, dan tiga dalam posisi horizontal. Semua titik yang
ditimbulkan dapat ditutup oleh satu jari sehingga memudahkan anak dalam
membaca ataupun menulis braille.
 Kamera Touch Sight. Kamera ini memiliki layar braille fleksibel yang menampilkan
gambar tiga dimensi dengan gambar timbul di bagian permukaan. Kamera
diletakkan di kening pengguna untuk merekam suara selama tiga detik yang menjadi
petunjuk user untuk mengatur foto.
 Mesin baca Kurzweil. Mesin ini dapat membaca suatu buku yang tercetak, hasil
huruf-hurufnya dikeluarkan dalam bentuk suara. Mesin dapat membaca buku dari
awal sampai akhir atau mengulang-ulang kata, kalimat, paragraf dengan terus
menerus, bahkan mesin juga dapat mengeja kata.
 Optacon. Optacon (Optical-to-Tactile converter) berfungsi untuk mengubah tulisan
menjadi getaran. Optacon terdiri dari satu kamera dengan elemen photosensitive
yang dihubungkan ke susunan sandi raba yang sesuai dengan huruf tertentu. Satu
huruf yang dipindai oleh kamera akan menghasilkan pola getaran tertentu yang bisa
dirasakan dengan meraba.
 Reglet. Untuk keperluan menulis anak tunanetra memerlukan alat khusus untuk
memudahkannya. Alat khusus ini dikenal dengan sebutan reglet.
 Mesin ketik braille. Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard khusus untuk
tunanetra. Ketrampilan menggunakan keyboard ini sangat berguna untuk proses
pembelajaran dan keahliannya.
 Papan hitung dan sempoa. Untuk belajar menghitung anak tunanetra biasanya
menggunakan papan hitung khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada sempoa
memudahkan indra anak untuk belajar matematika.

Keunikan setiap anak merupakan landasan bagi pendidikan inklusif Suatu sistem yang
memungkinkan anak meraih optimalisasi potensinya Sebagai pendidik tidak hanya
membimbing anak dalam waktu yang relatif singkat dan padat dalam alur pembelajaran,
akan tetap membimbingnya sampai anak menemukan kemandiriannya.Pendidikan inklusif
merupakan ideologi atau cita-cita yang ingin dicapai. Pendidikan inklusif harus menjadi
arah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu
pendidikan inklusif tidak diartikan sebagai model pendidikan atau pendekatan pendidikan
yang memasukkan anak penyandang cacat ke sekolah reguler, tetapi bagaimana pendidikan
itu dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang beragam dalam kelas yang sama.
Konsekuensi dari pandangan bahwa pendidikan inklusif itu sebagai ideologi dan cita-cita
bukan sebagai model, maka akan terjadi keragaman dalam implementasinya, antara
negara yang satu dengan yang lainnya, antara daerah yang satu dengan yang lainnya,
atau bahkan antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya. Proses menuju pendidikan
inklusif akan sangat tergantung kepada sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing
negara, daerah atau sekolah. Meskipun terjadi keragaman dalam implementasi, tidak ada
perbedaan filosofi dan konsep yang digunakannya, karena berangkat dari sumber yang
sama. Untuk memperkenalkan pendidikan inklusif menuju pendidikan yang berkualitas
diperlukan adanya perubahan opini, pemahaman, dan sikap para penyelenggara pendidikan
(kepala sekolah, guru, administrator/ pengambil kebijakan pendidikan, orang tua, dan
masyarakat pada umumnya) terhadap anak dan pendidikannya, sejalan dengan pendirian
pendidikan kebutuhan khusus dan pendidikan inklusif Sosialisasi pendidikan inklusif
kepada masyarakat, diperlukan strategi dan metode yang tepat dan sistematik agar tidak
terjadi resistensi dan kesalahpahaman. Sebagai langkah awal dapat ditempuh dengan mulai
memperkenalkan konsep sekolah yang ramah dan terbuka (welcoming school) sebagai
sekolah masa depan dan guru yang ramah (welcoming teachers) kepada penyelenggara dan
pengambil kebijakan pendidikan Pendidikan inklusif menghendaki penyatuan bagi semua
anak tanpa kecuali ke dalam program program sekolah reguler semua sekolah harus dapat
memberi perlakuan yang bersifat terbuka terhadap kehadiran setiap peserta didik apapun
kondisinya.

Anda mungkin juga menyukai