Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

“Askep Hidronefrosis Pada Anak”

OLEH :

KELOMPOK 7

MOCHAMAD FADLI MONIX

JULTRIZO PUTRI

NINDIKA ARIO PANGESTI

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.Zolla Amely Ilda,S.Kpe.,M.Kep.

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini kami susun
sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan anak II dengan judul “askep Hidronefrosis pada
anak”. Terimakasih kami sampaikan kepada ibu Ns.Zolla Amely Ilda,S.Kpe.,M.Kep.,selaku
dosen mata kuliah Keperawatan anak II yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi
lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.

Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan anak II dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri
kami dan khususnya untuk pembaca. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah
ini. Dengan kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat
kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain
dan pada waktu mendatang.

Padang, 26 September 2020

kelompok 7

[Type text] Page 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................2

Daftar Isi...............................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep patofisiologi Masalah Hidronefrosis Pada Anak ..........................................6


B. Asuhan Keperawatan Hidronefrosis .........................................................................11

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………….…………………………......................19
B. Saran ………………………………………………………………….........................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................2

[Type text] Page 3


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises,
sedangkan hidroureter dianalogikan sebagai pelebaran ureter. Adanya hidronefrosis atau
hidroureter harus dianggap sebagai respon fisiologis terhadap gangguan aliran urine.
Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi dalam beberapa kasus
seperti megaureter sekunder untuk refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin
membesar karena tidak adanya obstruksi (Muttaqin & Sari, 2012).
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks, yang dikenal
sebagai hidronefrosis. Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang
berkepanjangan akan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini
dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, yang
dikenal dengan nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan urosepsis (Purnomo, 2011).
Peran perawat pada pasien dengan hidronefrosis & ureterolitiasis adalah care provider
yaitu tindakan keperawatan kepada pasien yang difokuskan pada penanganan nutrisi,
penanganan nyeri dan pencegahan infeksi. Peran perawat sebagai educator yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian Hidronefrosis & ureterolitiasis,
penyebab, tanda gejala, komplikasi, dan cara perawatannya sehingga keluarga mampu
merawat pasien di rumah dengan baik. Peran perawat sebagai conselor yaitu memotivasi
dan memberikan edukasi kepada pasien dengan penderita hidronefrosis agar tidak cemas
dengan penyakitnya.
Beberapa data diatas dapat dijadikan alasan untuk mengangkat asuhan keperawatan
pasien dengan hidronefrosis. Melihat dengan adanya kejadian sebelumnya akan
mempermudah menggali lebih dalam mengenai keberhasilan dan penatalaksanaan, serta
perawat akan lebih mudah dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien
dengan hidronefrosis.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Konsep patofisiologi Masalah Hidronefrosis Pada Anak ?
B. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hidronefrosis ?

[Type text] Page 4


C. Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Konsep Patofisiologi
Masalah Hidronefrosis pada Anak dan Asuhan keperawatan Anak dengan Masalah
Hidronefrosis.

[Type text] Page 5


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep patofisiologi Masalah Hidronefrosis Pada Anak


1. Pengertian
Hidronefrosis berasal dari kata “hidro” yang berarti “air” dan “nefron” yang
berarti “ginjal” sehingga dapat di artikan sebagai air didalam ginjal. Pada
hidronefrosis terjadi pelebaran dari saluran - saluran yang terdapat di dalam ginjal
sehingga ginjal akan tapak membesar atau membengkak. Pembengkakan terjadi
akibat adanya gangguan pada saluran kemih. Yang letaknya ada di bawah dari ginjal
dan penyebabnya dapat beracam-macam. Apabila terjadi gangguan dari saluran kemih
maka aliran urin akan terhambat sehingga akan menggenangi ginjal dan menyebabkan
pelebaran dari saluran-saluran yang ada didalam ginjal. (Irianto, 2015)
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi.

2. Etiologi

Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan


ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) yaitu :

[Type text] Page 6


a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis
terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah;
c. Batu di dalam pelvis renalis;
d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang letaknya
abnormal, dan tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan
ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih:
a. Batu di dalam ureter;
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter;
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran
atau pembedahan;
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter;
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid);
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih);
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya;
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra
akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker;
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera;
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter

Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim menekan


ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi
kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih.
Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis
renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran pelvis renalis yang
berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal
mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan
kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan
yang menetap

[Type text] Page 7


3. Patofsologi
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga
tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih,
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah
satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di
piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan
oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau
inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat
dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang
menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah
obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis
juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks
ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami
kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap
(hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare,
2002)

4. Manfestasi Klinis
Gejala yang dapat ditemukan apabila terkena penyakit hidronefrosis adalah :
1. Nyeri pada perut hingga genetalia karna terjadi distensi atau pelebaran dari
saluran kemih. Nyeri dapat mucul setiap saat maupun hanya saat buang air kecil
atau BAK.
2. Tidak dapat kencing.
3. Kencing menjadi sering terutama disadari terjadi di malam hari sehingga tidur
juga ikut menjadi terganggu dan sulit tidur.
4. BAK menjadi lebih sering, urin tetap menetes – netes setelah selesai BAK,
pancaran urin saat BAK yang melemah, rasa tidak lega setelah BAK perlu
menunggu sebentar sebelum mulai BAK .
5. Infeksi saluran kemih berulang hingga kadang bersifat kronik .
6. Tekanan darah tinggi.
7. Demam.
8. Nyeri pada pinggang terutama bila diketuk.
9. Asintomatik
10. Hematuria dan piuria ...........(Irianto, 2015)

[Type text] Page 8


5. Komplikasi
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2 – 3 hari, terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiensi ginnjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, dan hiperfostemia. Walau origuria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialysis peritoneum
kadang – kadang diperlukan. Hipertensi ensefalopati, didapatkan gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang – kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa
dispene, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meninggi nya
tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh pertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan miokardium. Anemia yang
timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoitik yang menurun.
(Doenges, Marilyn E, dkk. 1999.)

6. Penatalaksanaan
Untuk pengobatan teradap hidronefrosis, perlu dicari penyebab dari penyakit
ini sehingga dapat dilakukan diagnosis yang tepat dan terapi yang sesuai untuk
menghilangkan penyebab tersebut. Selain itu,pengobatan juga dilakukan berdasarkan
keluhan yang muncul, misalnya apabila terjadi infeksi dari saluran kemih dapat
diberikan antibiotik untuk mengobati infeksi, apabila terjadi nyeri dapat diberikan
obat- obatan anti nyeri. Apabila terjadi gangguan terhadap BAK misalnya tidak dapat
atau tidak bisa BAK dapat dilakukan pemasangan kateter untuk mengurangi gejala-
gejala yang dirasakan oleh penderita hidronefrosis. Dapat juga dilakukan tindakan
operatif untuk memperbaiki kelainan dari struktur terutama pada anak-anak, untuk
menghancurkan batu yang menyumbat, dan melebarkan sumbatan akibat pembesaran
prostat (Irianto, 2015).
Apabila penyakit ini tidak diberikan terapi yang memadai maka dapat terjadi
kerusakan dari ginjal secara progesif. Fungsi dari ginjal untuk menyaring zat-zat yang
tidak diperlukan tubuh akan menurun sehingga zat-zat akan menumpuk di dalam
tubuh dan dapat menjadi berbahaya. Fungsi ginjal yang menurun tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal dan pada keadaan terminal memerlukan cuci
darah untuk membantu membuang racun di dalam tubuh tersebut. Selain itu, pada
kondisi gagal ginjal terminal dapat juga dilakukan cangkok ginjal (Irianto, 2015).
Pengobatan dini dari gejala infeksi dan gangguan dari saluran kemih dapat
mencegah kelanjutan dari gangguan fungsi ginjal. Sumbatan yang terjadi di ureter kiri

[Type text] Page 9


dan kanan umumnya akan menyebabkan tejadinya gagal ginjal kronik, terutama pada
kasus pembesaran dari prostat (Irianto, 2015).
Karena komplikasi yang mungkin terjadi berupa gagal ginjal maka perlu
dilakukan pencegahan agar tidak terjadi lebih parah. Pencegahan hidronefrosis dengan
minum air minimal 8 gelas sehari dapat membantu mencegah terjadinya infeksi dari
saluran kemih dan terbentuknya batu disaluran kemih (Irianto, 2015).
Pemasangan nefrostomy merupakan upaya untuk mencegah kerusakan ginjal
dan mengeluarkan urine dari ginjal. Berikut adalah jenis dan langkah nefrostomi:
A. Drainase Nefrostomi
Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk pengalihan
aliran urin temporer atau permanen secara percutan atau melalui luka insisi.
Sebuah selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat
tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase nefrostomi diperlukan utuk drainase
cairan dari ginjal sesudah pembedahan, memelihara atau memulihkan drainase
dan memintas obstruksi dalam ureter atau traktus urinarius inferior. Selang
nefrostomi dihubungkan ke sebuah system drainase tertutup atau alat uostomi.
B. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini
dilakukan untuk drainase eksternal urin dari ureter yang tersumbat, membuat
suatu jalur pemasangan stent ureter, menghancurkan batu ginjal, melebarkan
striktur, menutup fistula, memberikan obat, memungkinkan penyisipan alat
biopsy bentuk sikat dan nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah tertentu.
Daerah kulit yang akan dinsisi dipersiapkan serta dianestesi, dan pasien diminta
untuk menarik nafas serta menahannya pada saat sebuah jarum spinal ditusukkan
ke dalam pelvis ginjal. Urin diaspirasi untuk pemeriksaan kultur dan media
kontras dapat disuntikkan ke dalam system pielokaliks.Seutas kawat pemandu
kateter angografi disisipkan lewat jarum tersebut ke dalam ginjal. Jarum dicabut
dan saluran dilebarkan dengan melewatkan selang atau kawat pemandu. Selang
nefrostomi dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau ureter, difiksasi
dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan system drainase tertutup.
(Doenges, Marilynn E. 1990)

[Type text] Page 10


B. Asuhan Keperawatan Hidronefrosis
1. Pengkajian Fokus
1. Biodata
a. Identitas Klien
1) Umur
Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari hidronefrosis yang terjadi
pada orang dewasa
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada pria lansia
penyebab tersering ialah akibat obstruksi uretra pada pintu kandung kemih
akibat pembesaranprostat. Pada perempuan hamil bisa terjadi akibat
pembesaran uterus.
3) Pekerjaan
Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita
hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak
untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu ginjal,
tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti klien
berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat berkemih, nyeri
panggul.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

[Type text] Page 11


Adanya riwayat penyakit di keluarga yang berhubungan dengan kelainan
ginjal, seperti BPH, diabetes mellitus, gagal ginjal dan kelainan ginjal lainnya.

3. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas dan istirahat Kelelahan, kelemahan, malaise
b. Integritas ego: Faktor stress, perasaan tidak berdaya, menolak cemas, marah.
c. Elimasi: Penurunan frekuensi, oliguri, anuri, perubahan warna urin.
d. Makanan/cairan: Penurunan berat badan karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah.
e. Nyeri/kenyamanan: Nyeri abdomen, nyeri tulang rusuk dan tulang panggul,
gelisah, distraksi tergantung derajat keparahan.
f. Interaksi sosial: Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran
seperti biasa.
g. Persepsi diri: Kurangnya pengetahuan, gangguan body image.
h. Sirkulasi: Peningkatan tekanan darah, kulit hangat dan pucat.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : pada kondisi yang masih belum parah, kemungkinan klien
dalam keadaan compos mentis, dan dalam keadaan yang cukup parah
kemungkinan klien berada dalam tingkat kesadaran sopor.
b. Kepala dan leher
Pada inspeksi kepala dan leher pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat
terjadi yaitu, pada mata terlihat adanya konjungtiva anemis dan bibir pucat,
hal ini dapat terjadi karena fungsi ginjal yang terganggu sehingga tidak dapat
menghasilkan eritropoeitin (produksi eritrosit menurun) dan dapat
menyebabkan suplai O2 ke jaringan turun. Klien jika sudah dalam keadaan
yang kronis juga dapat mengalami pernapasan cuping hidung, hal ini terjadi
karena kegagalan ginjal untuk membuang limbah metabolik sehingga terjadi
asidosis metabolik.
c. Dada
Pemeriksaan dada pada klien hidronefrosis biasanya masih belum didapatkan
kelainan.
d. Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat
diperoleh hasil teraba massa di daerah suprabubik dengan konsentrasi keras,
pada klien juga bisa diperoleh adanya nyeri ketok di sudut costovertebra,
keadaan ini terjadi karena adanya regangan kapsul ginjal akibat hidronefrosis.

[Type text] Page 12


e. Kulit
Pemeriksaan kulit pada klien hidronefrosis kemungkinan dapat terjadi
pucat, lembab. Hal ini terjadi karena ginjal mengalami gangguan
sehingga produksi eritropoeitin menurun dan suplai O2 ke jaringan juga
menurun.
f. Genetalia dan Rektum
Pada klien hidronefrosis kemungkinan bisa ditemukan terabanya massa jika
hidronefrosis disebabkan oleh tumor. Selain itu, juga dapat diperoleh adanya
pembesaran prostat jika keadaan tersebut disebabkan oleh BPH.

g. Ekstremitas
Pada klien hidronefrosis kemungkinan tidak didapatkan kelainan ektremitas.
Namun jikahidronefrosis parah pada kedua bagian ginjal, maka dapat
mengakibatkan gejala gagal ginjal seperti terdapat odem pada extremitas,
keletihan, dan kelemahan.

[Type text] Page 13


2. Pathways

Proses infeksi Infeksi pada Tumor/neoplas Pembesaran


uretra ma di sekitar pada uterus pada
ureter atau saat kehamilan
uretra
Metabolisme Peradangan
meningkat
Kompresi pada
Kompresi saluran kemih
Panas/demam Terbentuknya pada
jaringan parut ureter/uret
ra

HIPERTERMI Urine yang GANGGUAN


Obstruksi sebagian
keluar sedikit GANGGUAN
Obstruksi atau total aliran
karena ada ELIMINASI
akut urine
penyempitan URINE
ureter/uretra

Kolik Urine mengalir balik Kegagalan


Lambung
renalis/nyeri ginjal untuk
pinggang membuang
limbah
metabolik
Ureum
NYERI AKUT Hidroureter bertemu
dengan
HCL
Peningkatan
Urine refluk ke ureum
Stasis urine
pelvis ginjal dalam darah

Mual
muntah
RESIKO
Penekanan pada Bersifat
INFEKSI
medulla ginjal/pada sel racun dalam
sel ginjal tubuh

GANGGUAN
NUTRISI
KURANG DARI
RESIKO PERUBAHAN
System KEBUTUHAN
PERFUSI GINJAL
pencernaan

[Type text] Page 14


3. Diagnosa Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

Resiko perfusi Renal Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Syok


Tidak Efektif keperawatan Perfusi Renal
Tindakan
berhubungan dengan
1.observasi
disfungsi ginjal Kriteria Hasil :
• Monitor status cairan ( masukan
• Jumlah urine meningkat dan haluaran, turgor kulit, CRT)
• Monitor tingkat kesadaran dan
• Nyeri abdomen menurun
respon pupil periksa riwayat alergi
• Mual menurun
2.terapeutik
• Muntah menurun
• Berikan oksigen untuk
• Tekanan Arteri rata-rata mempertahankan saturasi oksigen >
94%
membaik
• Persiapkan intubasi dan
• Kadar urea nitrogen darah ventilasi mekanis Jika perlu
• Pasang jalur IV Jika perlu
membaik
• Pasang kateter urin untuk
• Kadar Kreatinin plasma menilai produksi urin Jika perlu
membaik • Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi

3.edukasi
• Jelaskan penyebab atau faktor
risiko syok
• Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
•Anjurkan melapor jika
menemukan atau merasakan tanda
dan gejala awal syok
• Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
• Anjurkan menghindari alergen

Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri


berhubungan keperawatan Tingkat Nyeri
Tindakan
dengan agen
Observasi
pencedera Kriteria Hasil :
• Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis Ekspektasi menurun durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
(mis.  Keluhan nyeri
• Identifikasi skala nyeri
Inflamasi, menurun • Identifikasi respon nyeri non
iskemia,  Meringis menurun verbal
• Identifikasi faktor yang

[Type text] Page 15


neoplasma)  Sikap protektif memperberat dan memperingan
menurun nyeri

 Gelisah menurun Terapiutik


 Kesulitan tidur • Berikan teknik non
menurun farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Muntah menurun • Kontrol lingkungan yang berat
 Mual menurun terasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
 Frekuensi nadi
membaik Edukasi
 Fungsi kemih
• Jelaskan penyebab, periode dan
membaik pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan
nyeri

Gangguan Setelah dilakukan intervensi Manajemen eliminasi urine


(hal.175)
eliminasi keperawatan Eliminasi Urin
urine Tindakan
berhubungan Kriteria Hasil :
Observasi
dengan Ekspektasi membaik • Identifikasi tanda dan gejala
retensi atau Inkontinensia urine
outlet • Sensasi berkemih
• Identifikasi faktor yang
kandung meningkat menyebabkan retensi atau
Inkontinensia urine
kemih tidak • Desakan berkemih
• Monitor eliminasi urine
lengkap (urgensi) menurun
(mis. Terapeutik
• Distensi kandung kemih
• Catat waktu-waktu dan haluaran
Anomali menurun berkemih
saluran • Ambil sampel urine tengah
• Berkemih tidak tuntas (
(midstream) atau kultur
kemih hesitancy) menurun
kongenital) Edukasi
• Volume residu urine
• Ajarkan mengukur asupan
menurun cairan dan haluaran urine
• Ajarkan mengambil spesimen
• Urine menetes (dribbling)
urine midstream
menurun • Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
• Nokturia menurun
untuk berkemih
• Mengompol menurun • Anjurkan minum yang cukup
jika ada kontraindikasi
• Enuresis menurun

[Type text] Page 16


Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipertermia (hal.181)
berhubungan dengan keperawatan Termoregulasi
Tindakan
an-nas penyakit (hal.129)
Observasi
(mis. Infeksi, Ekspektasi membaik
• Identifikasi penyebab
kanker) • Menggigil menurun hipertermia
• Monitor suhu tubuh
• Kulit merah menurun
• Monitor haluaran urine
• Kejang menurun • Monitor komplikasi akibat
hipertermia
• Takikardi menurun
• Takipnea menurun Terapeutik
• Sediakan lingkungan yang
• Suhu tubuh membaik dingin
• Suhu kulit membaik • Longgarkan atau lepaskan
pakaian
• Berikan cairan oral
• Lakukan pendinginan eksternal

Edukasi
 Anjurkan tirah baring

4. Evidance Based Practice (EBP) Dari Jurnal Askep Hidronefrosis Pada Anak

Judul Jurnal : korelasi ukuran ketebalan korteks dan resistif index ginjal
berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien hidronefrosis

Penulis : Ferawati Dakio, Nurlaily Idris, Mirna Muis, Andi Alfian, Hasyim Kasim, Bachtiar

Murtala

Tahun : 2019

Volume : 12 No.2 Hal 183-193

Intervensi dalam jurnal : pemeriksaan ultrasonografi grayscale terhadap pasien


dilakukan untuk mengukur ketebalan korteks ginjal yang dilakukan di bagian tengah

[Type text] Page 17


ginjal pada potongan longitudinal dan diukur dari puncak piramid tegak lurus ke arah
kapsul. Pemeriksaan ultrasonografi Doppler di Arteri interlobar atau arcuata atau pole
superior , median dan inferior ginjal untuk menilai Renal resistive index.

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan lengkap mengenai penelitian.
Pasien yang bersedia mengikuti penelitian mengisi dan menandatangani informed consent.
Selanjutnya pasien menjalani pemeriksaan USG ginjal dengan mengggunakan transduser
konveks frekuensi 3.5—5 Mhz dengan posisi supine atau lateral decubitus. Namun, jika
kontur ginjal terhalang udara saluran cerna, maka dilakukan scan longitudinal mengikuti
akses ginjal. USG ginjal dilakukan untuk menentukan derajat hidronefrosis untuk masing-
masing ginjal, kemudian dilakukan pengukuran tebal korteks yang diukur dari puncak
medulla pyramid tegak lurus kearah kapsul ginjal. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali,
diambil rata-rata dan dianyatakan dalam satuan centimeter, selanjutnya pengukuran
resistive index (RI) dilakukan pada level arteri arcuate atau interlobar yang berdekatan
dengan medulla pyramids. Pengukuran dilakukan pada beberapa bagian yang berbeda
(superior, median dan lower). RRI dihitung dengan rumus: (peak systolic velocity–end
diastolic velocity)/peak systolic velocity, dan diambil rata-rata dari 3 tempat pengukuran
untuk masing-masing ginjal (Hansen, 2015). Analisis data dan hasilnya disajikan dalam
bentuk tabel.

5. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya

6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan pengukuran keberhasilan sejauh mana tujuan
tersebut tercapai. Bila anda yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang
kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi
keperawatan lalu dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan
langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai

[Type text] Page 18


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal dan kalises, sedangkan
hidroureter dianalogikan sebagai pelebaran ureter. Adanya hidronefrosis atau hidroureter
harus dianggap sebagai respon fisiologis terhadap gangguan aliran urine. Meskipun hal ini
sering disebabkan oleh proses obstruktif, tetapi dalam beberapa kasus seperti megaureter
sekunder untuk refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak
adanya obstruksi.. Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks, yang
dikenal sebagai hidronefrosis. Peran perawat pada pasien dengan hidronefrosis adalah
sebagai care provider, sebagai educator, sebagai conselor.

B. Saran

Pasien harus menghindari penyebab hidronefrosis. Selain itu keluarga juga harus berperan
aktif untuk kesembuhan pasien dan mampu melakukan perawatan mandiri kepada pasien
setelah perawat mengajarkan cara perawatan mandiri di rumah.

[Type text] Page 19


DAFTAR PUSTAKA

Irianto. 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Penerbit: Alfabeta , Bandung.

Muttaqin dan Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Penerbit: Salemba Medika, Jakarta

Nanda. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Jilid 1.
Penerbit: Jakarta: ECG

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Penerbit : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia,
Jakarta Selatan

Doenges, Marilynn E. 1990. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa,N
Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta :
EGC.

[Type text] Page 20


Mandala of Health : A Scientific Journal
Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
ISSN : 0216-3098
E-ISSN : 2615-6954
DOI: 10.20884/1.mandala. 2019.12.2.1279

KORELASI UKURAN KETEBALAN KORTEKS DAN RESISTIVE INDEX GINJAL


BERDASARKAN PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI PADA PASIEN
HIDRONEFROSIS

THE CORRELATION BETWEEN THE SIZE OF CORTEX THICKNESS AND THE


RESISTIVE INDEX OF KIDNEY BASED ON ULTRASONOGRAPHY EXAMINATION
IN HYDRONEPHROSIS PATIENTS

Ferawati Dakio1*, Nurlaily Idris1, Mirna Muis1, Andi Alfian2, Hasyim Kasim3, Bachtiar
Murtala1
1
Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
2
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Keluarga, Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanudin,
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
3
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanudin,
Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia

ABSTRAK

Hidronefrosis merupakan kelainan pada aliran urin menjadi lemah yang dapat terjadi
pada satu atau kedua ginjal, sehingga dapat mengganggu fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui korelasi ketebalan korteks ginjal dan resistive index ginjal berdasarkan
pemeriksaan ultrasonografi pada pasien hidronefrosis. Penelitian ini dilakukan di Bagian
Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Mei-
Agustus 2018. Desain penelitian yang digunakan yaitu observasional dengan rancangan potong
lintang. Sampel penelitian sebanyak empat puluh orang yang memiliki klinis hidronefrosis.
Pemeriksaan ultrasonografi grayscale terhadap pasien dilakukan untuk mengukur ketebalan
korteks ginjal yang dilakukan di bagian tengah ginjal pada potongan longitudinal dan diukur dari
puncak piramid tegak lurus ke arah kapsul. Pemeriksaan ultrasonografi doppler di arteri
interlobar atau arcuata pada pole superior, median, dan inferior ginjal untuk menilai renal
resistive index. Analisis data statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dan Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata sampel penelitian mengalami hidronefrosis derajat
ringan. Rerata tebal korteks ginjal kanan pada penelitian ini 0,9 cm dengan rentang 0,26-1,79cm
dan ginjal kiri 0,84 cm dengan rentang 0,22-1,57cm. Terdapat korelasi yang bermakna antara
derajat hidronefrosis dengan ketebalan korteks ginjal kanan dan kiri dengan arah korelasi negatif
(p=0,0001). Kecenderungan peningkatan derajat hidronefrosis, meningkatkan nilai resistive
index meskipun secara statistik tidak bermakna. Namun, tidak terdapat korelasi antara ketebalan
korteks dan resistive index ginjal berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi.
Kata kunci : hidronefrosis, ketebalan korteks ginjal, resistive index ginjal, ultrasonografi
doppler
ISSN: 0216-3098

ABSTRACT

Hydronephrosis can occur in one or both kidneys which cause the flow of urine to
become weak and interfere with the function of the kidney. This research aimed to investigate
the correlation between the cortex thickness and the resistive index of kidney based on the
ultrasonography examination in hydronephrosis patients. The research was conducted in
Radiology Department of Dr. Wahidin Sudirohusodo General Hospital, Makassar from May
through August 2018. The research design used was observational using the cross sectional
design. The total samples comprised 40 samples with clinical hydronephrosis. The examination
of ultrasonography grayscale was carried out to measure the cortex thickness of the kidneys in
the central parts of kidneys and the longitudinal cut was measured from the pyramid top straight
down the capsule, then it was continued with the Doppler ultrasonography examination in the
interlobare artery or arcute at superior pole, median and inferior kidney to evaluate the renal
resistive index. The data were analyzed using the statistical analysis through the correlation tests
of Spearman and Pearson. The research results indicated that the mean research samples had
experienced light hydronephrosis. The mean cortex thickness of the right kidney was 0.9 cm
(0.26 - 1.79 cm), and that of the left kidney was 0.84 cm (0.22 - 1.57 cm). There was a
significant correlation between the degree of hydronephrosis and the cortex thickness of the right
and the left kidneys, with the direction of the negative correlation (p=0.0001). There was a
tendency of the increase of hydronephrosis degree to increase the value of a resistive index,
though statistically, it was insignificant. There was no correlation between the cortex thickness
and the resistive index of kidney based on the ultrasonogrphy examination.
Keywords: doppler ultrasonography, hydronephrosis, resistive index of kidney, thickness
of cortex kidney

Penulis korespondensi:
Ferawati Dakio
Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar
Email : dakio.ferawati@gmail.com

PENDAHULUAN
Hidronefrosis merupakan suatu kondisi klinis umum yang didefinisikan sebagai distensi
dari calyces ginjal dan pelvis oleh urin akibat obstruksi aliran keluar urin ke distal dari pelvis
renalis. Hidronefrosis bisa terjadi pada satu atau kedua ginjal yang menyebabkan aliran urin
menjadi lemah dan mengganggu fungsi ginjal. Hidronefrosis dapat bersifat fisiologis atau
patologis, akut atau kronis, dan unilateral ataupun bilateral. Hidronefrosis dapat menjadi
sekunder disebabkan adanya obstruksi saluran kemih, tetapi juga dapat terjadi bahkan tanpa
obstruksi (Esprit et al., 2017).
Uropati obstruktif mengacu pada obstruksi fungsional atau anatomi aliran kemih pada
setiap tingkat saluran kemih. Nefropati obstruktif terjadi ketika obstruksi menyebabkan
kerusakan ginjal fungsional atau anatomi. Nefropati obstruktif jarang terjadi tanpa adanya

184
Mandala of Health : A Scientific Journal Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
Mandala of Health : A Scientific Journal ISSN: 0216-3098

hidronefrosis. Dengan demikian, istilah hidronefrosis dan obstruksi tidak boleh digunakan secara
bergantian (Esprit et al., 2017).
Etiologi hidronefrosis pada orang dewasa berbeda dengan neonatus yang terjadi pada
anak-anak. Kelainan anatomi (termasuk katup uretra atau struktur dan stenosis pada
ureterovesikal atau ureteropelvic junction) merupakan penyebab mayoritas kasus pada anak-
anak. Perbedan yang terjadi, calculi paling umum pada dewasa muda, sedangkan pada pasien
yang lebih tua paling utama disebabkan karena adanya hipertrofi prostat atau karsinoma,
retroperitoneal atau neoplasma dan batu (Lameire et al., 2015).
Gejala klinis hidronefrosis tergantung dari penyebabnya. Kasus hidronefrosis semakin
sering ditemukan pada beberapa negara misalnya Amerika Serikat. Insidensi hidronefrosis di
Amerika Serikat, mencapai 3,1%. Sebanyak 2,9% terjadi pada wanita dan 3,3% pada pria.
Obstruksi merupakan penyebab utama terjadinya hidronefrosis dengan keluhan pasien yang
dipengaruhi oleh banyak factor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain yaitu interval
sejak mulai obstruksi sampai berobat (akut atau kronik), adanya infeksi, penyebab obstruksi
(intrinsik/ekstrinsik), unilateral atau bilateral, derajat obstruksi parsial atau total (Singh et al.,
2012; Sukmagara dan Danarto, 2015).
Obstruksi dapat bersifat reversible dan irreversible. Saat ini belum ada guideline atau
konsensus parameter prognostik yang dapat menjelaskan sifat yang terjadi. Diagnosis obstruksi
dapat diperiksa secara langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan secara langsung dapat
dilakukan dengan pemeriksaan biopsi ginjal dan radiologi. Pemeriksaan tidak langsung yaitu
dengan pemeriksaan urinalisis. Modalitas radiologi yang dapat digunakan diantaranya adalah
ultrasonografi (USG), computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan
renogram. Pemeriksaan gold standard dengan renogram namun pemeriksaan renografi masih
belum dapat dilakukan secara rutin karena biaya yang tinggi, keterbatasan alat dan bersifat
invasif (Singh et al., 2012).
Pemeriksaan USG merupakan salah satu modalitas radiologi yang sering digunakan
untuk evaluasi awal penyumbatan ginjal dalam berbagai kondisi pada pasien hidronefrosis.
Pemeriksaan USG memiliki beberapa kelebihan seperti pemeriksaan yang cepat, tidak invasif
untuk mengevaluasi morfologi dan penyakit-penyakit ginjal. Ultrasonografi mulai banyak
tersedia di fasilitas layanan kesehatan terutama pada daerah-daerah terpencil (Tuma et al., 2009).
Beberapa parameter pengukuran ginjal menunjukkan bahwa ukuran ginjal, ketebalan
korteks ginjal dan echogenitas mempunyai hubungan dengan fungsi ginjal. Perubahan pada
ketebalan korteks ginjal merupakan tanda penting pada penyakit ginjal dan telah digunakan
sebagai indeks untuk mengevaluasi ginjal sehat. Penelitian sebelumnya oleh Beland et al., (2011)
telah menunjukan bahwa pengukuran tebal parenkim ginjal dengan USG lebih akurat
dibandingkan dengan pengukuran panjang aksis ginjal bila dihubungkan dengan laju filtrasi
glomerulus. Demikian pula yang dilakukan oleh Yamashita et al., (2015) mengidentifikasi
korelasi linier antara perkiraan laju filtrasi glomerulus dan ketebalan korteks ginjal.
Selain pemeriksaan USG untuk menilai morfologi ginjal, pemeriksaan Doppler juga
dapat dilakukan walaupun memerlukan teknik dan resolusi yang baik. Pemeriksaan resistive
index ginjal dapat menilai kelainan vaskular yang terjadi pada ginjal. Evaluasi pembuluh darah
ginjal dapat memberikan informasi diagnosis dan prognosis pasien obstruksi untuk menentukan
sifatnya reversible atau irreversible. Belum banyak penelitian yang mengkorelasikan antara
pengukuran indeks resistif dan ketebalan korteks ginjal pada pasien dengan hidronefrosis (Kawai
et al., 2011; Viazzi et al., 2014). Sonografi dupleks ginjal sangat sensitif dan spesifik untuk
diagnosis uropati obstruktif. Peningkatan resistive index ginjal yang terhambat dapat menjadi alat

185
Ferawati Dakio
ISSN: 0216-3098

diagnostik yang berguna dalam situasi di mana urografi intravena tidak dapat dilakukan atau
dikontraindikasikan (Apoku et al., 2015). Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk
mengetahui korelasi ketebalan korteks ginjal dan resistive index ginjal berdasarkan pemeriksaan
USG pada pasien hidronefrosis.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasional dengan rancangan
potong lintang. Penelitian dilakukan di Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusdo Makassar pada bulan Mei-Agustus 2019. Variabel penelitian terdiri dari variabel
bebas berupa ketebalan korteks ginjal dengan satuan centimeter (cm) dan resistive index, serta
variable tergantung hidronefrosis (berdasarkan SFU grading system). Populasi penelitian
merupakan pasien hidronefrosis yang dirujuk dari bagian instalasi rawat jalan maupun rawat inap
untuk melakukan pemeriksaan USG abdomen ke bagian instalasi Radiologi RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, dengan kriteria eksklusi yaitu pasien hidronefrosis yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan pemeriksaan usg ginjal. Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari
Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan Nomor: 444/H4.8.4.5.31/PP36-KOMETIK/2018.
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan lengkap mengenai penelitian.
Pasien yang bersedia mengikuti penelitian mengisi dan menandatangani informed consent.
Selanjutnya pasien menjalani pemeriksaan USG ginjal dengan mengggunakan transduser
konveks frekuensi 3.5—5 Mhz dengan posisi supine atau lateral decubitus. Namun, jika kontur
ginjal terhalang udara saluran cerna, maka dilakukan scan longitudinal mengikuti akses ginjal.
USG ginjal dilakukan untuk menentukan derajat hidronefrosis untuk masing-masing ginjal,
kemudian dilakukan pengukuran tebal korteks yang diukur dari puncak medulla pyramid tegak
lurus kearah kapsul ginjal. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, diambil rata-rata dan
dianyatakan dalam satuan centimeter, selanjutnya pengukuran resistive index (RI) dilakukan
pada level arteri arcuate atau interlobar yang berdekatan dengan medulla pyramids. Pengukuran
dilakukan pada beberapa bagian yang berbeda (superior, median dan lower). RRI dihitung
dengan rumus: (peak systolic velocity–end diastolic velocity)/peak systolic velocity, dan diambil
rata-rata dari 3 tempat pengukuran untuk masing-masing ginjal (Hansen, 2015). Analisis data
dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.
Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir data penelitian, kemudian
dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data. Selanjutnya data akan diolah menurut metode
statistik Spearman. Pengolahan data statistik berdasarkan uji korelasi menggunakan Software
Statistical Programme Social Science (SPSS versi 21).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Selama periode penelitian didapatkan jumlah responden sebanyak 40 pasien yang terdiri
dari 17 laki-laki dan 23 perempuan dengan karakteristik seperti yang tercantum pada Tabel I.
Pemeriksaan pengukuran ketebalan korteks ginjal dapat dilihat pada Gambar 1.

186
Mandala of Health : A Scientific Journal Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
Mandala of Health : A Scientific Journal ISSN: 0216-3098

Tabel I. Distribusi sampel berdasarkan demografi


Demografi N %
Jenis Laki-laki 17 42,5
Kelamin Perempuan 23 57,5
20-30 4 10
31-40 5 12,5
Umur 41-50 14 35
(tahun) 51-60 13 32,5
61-70 4 10
Sumber: Data primer terolah

Gambar 1. Hasil pemeriksaan USG ginjal


Gambar 1 menunjukkan pemeriksaan pengukuran ketebalan korteks ginjal yang diukur
dari puncak medulla pyramid tegak lurus ke arah kapsul ginjal dan pengukuran RI pada level
arteri arcuata atau interlobar yang berdekatan dengan medulla pyramids. Distribusi derajat
hidronefrosis dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Distribusi responden berdasarkan derajat hidronefrosis ginjal kanan dan kiri

Derajat hidronefrosis n %
Ginjal Kanan Berat 11 27,5
Sedang 8 20
Ringan 21 52,5
Ginjal Kiri Berat 8 20
Sedang 10 25
Ringan 22 55
Sumber : Data primer terolah

187
Ferawati Dakio
ISSN: 0216-3098

Tabel II menunjukkan bahwa derajat hidronefrosis paling banyak didapatkan pada derajat
ringan (52,5%) pada ginjal kanan dan (55%) pada ginjal kiri. Rentang ketebalan korteks dan
resistive index terdapat pada Tabel III.

Tabel III. Hasil pengukuran ketebalan korteks dan resisitive index

USG Dupleks Ginjal Min Maks Mean SD


Ketebalan korteks (cm)
Ginjal Kanan 0,26 1,79 0,90 0,34
Ginjal Kiri 0,22 1,57 0,84 0,27
Resistive Index
Ginjal kanan 0,51 0,81 0,68 0,07
Ginjal Kiri 0,52 0,95 0,77 0,09
Sumber : Data primer terolah

Tabel III menunjukkan bahwa rentang ketebalan korteks ginjal kanan yaitu 0,26-1,79 cm
dengan nilai rerata 0,90 cm dan ketebalan korteks ginjal kiri yaitu 0,22-1,57 cm dengan nilai
rerata 0,84 cm. Rentang resistive index ginjal kanan yaitu 0,51-0,81 dengan nilai rerata 0,68 dan
rentang resisitive index ginjal kiri yaitu 0,52-0,95 dengan nilai rerata 0,77.
Tabel IV menunjukkan hasil uji korelasi Spearman yaitu didapatkan koefisien korelasi
pada ginjal kanan (r=-0,804 dan p=0,0001) dan ginjal kiri (r=-0,797 dan p=0,0001). Terdapat
korelasi bermakna dengan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi kuat. Semakin berat
derajat hidronefrosis maka semakin berkurang ketebalan korteks ginjal.

Tabel IV. Korelasi antara ketebalan korteks ginjal dengan derajat hidronefrosis

Derajat Hidronefrosis Ketebalan Korteks Ginjal


r p
Ginjal Kanan -0,804 0,0001
Ginjal kiri -0,797 0,0001
Keterangan : r = koefisien korelasi negatif; p = value

Hasil uji korelasi Spearman (Tabel V) menunjukkan koefisien korelasi ginjal kanan
sebesar (r=0,310 dan p=0,052) dan ginjal kiri (r=0,185 dan p=0,254), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara derajat hidronefrosis dengan resistive index.

Tabel V. Korelasi antara resistive index ginjal dengan derajat hidronefrosis

Derajat Hidronefrosis Resistive Index Ginjal


r p
Ginjal Kanan 0,310 0,052
Ginjal kiri 0,185 0,254
Keterangan : r = koefisien korelasi ; p = value

188
Mandala of Health : A Scientific Journal Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
Mandala of Health : A Scientific Journal ISSN: 0216-3098

Tabel VI menunjukkan hasil uji korelasi Pearson yaitu koefisien korelasi ginjal kanan
sebesar (r=-0,057 dan p=0,728) dan ginjal kiri (r=-0,240 dan p=0,135), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara ketebalan korteks dengan resistive indeks pada
pasien dengan hidronefosis.

Tabel VI. Korelasi antara ketebalan korteks dengan resistive index ginjal kanan dan kiri

Ketebalan Korteks Ginjal Resistive Index Ginjal


r p
Ginjal Kanan -0,057 0,728
Ginjal kiri -0,240 0,135
Keterangan : r = koefisien korelasi ; p = value

Selama periode penelitian didapatkan jumlah sampel sebanyak 40 pasien. Pasien


hidronefrosis pada penelitian ini lebih banyak perempuan yang berumur diatas 20 tahun dengan
subyek penelitian terbanyak berada pada kelompok umur 41-50 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan korelasi yang bermakna antara derajat hidronefrosis dengan ketebalan korteks
ginjal kanan dan kiri, dengan arah korelasi negatif (p=0,0001), semakin tinggi derajat
hidronefrosis semakin tipis korteks ginjal.
Hidronefrosis merupakan suatu kondisi klinis umum sebagai distensi dari calyces ginjal
dan pelvis oleh urin sebagai akibat dari obstruksi aliran keluar urin ke distal dari pelvis renalis.
Hidronefrosis dinilai berdasarakan Society of Fetal Urology (SFU) Grading System, yaitu ringan,
sedang dan berat (Kim, 2013; Häggström, 2017, Braga 2018). Rerata responden penelitian pada
ginjal kanan menunjukkan bahwa 21 pasien (52,5%) mengalami hidronefrosis derajat ringan, 8
pasien (20%) derajat sedang, dan 11 pasien (27,5%) derajat berat, sedangkan pada ginjal kiri
menunjukkan 22 pasien (55%) derajat ringan, 10 pasien (25%) derajat sedang dan 8 pasien
(20%) derajat berat. Berdasarkan penelitian ini hampir 11% tidak menunjukkan hidronefrosis
dan mayoritas (71%) menunjukkan hidronefrosis ringan. dengan penyebab paling umum kedua
ginjal adalah urolithiaisis. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Alshoabi SA (2018) bahwa batu ginjal dan ureter penyebab hidronefrosis yang paling umum.
Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Abdelmaboud SO et al. (2015), yang
melaporkan bahwa batu ginjal dan ureter adalah penyebab hidronefrosis pada 54% pasien
dewasa. Penelitian sebelumnya oleh Hall (2009) dan Nuraj et al., (2017), yang melaporkan
bahwa batu ginjal pada laki-laki hampir dua kali lipat dibanding perempuan. Distribusi
karakteristik responden pada penelitian ini adalah 42,5% laki-laki dan 57,5% perempuan. Hal ini
mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang tidak berimbang dalam penelitian ini antara
laki-laki dan perempuan.
Hidronefrosis dapat terjadi akibat proses anatomi atau fungsional yang mengganggu
aliran urin. Gangguan ini dapat terjadi di mana saja di sepanjang saluran kemih dari ginjal ke
meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan yang ditandai dalam filtrasi
glomerulus (GFR), fungsi tubular, dan aliran darah ginjal. Tingkat GFR menurun secara
signifikan dalam beberapa jam setelah obstruksi akut. Penurunan GFR yang signifikan ini dapat
bertahan selama berminggu-minggu setelah pemulihan obstruksi. Selain itu, kemampuan tubulus
ginjal untuk mengangkut natrium, kalium, dan proton, berkonsentrasi dan untuk mengencerkan
urin sangat terganggu (Panagiotis et al.,2014; Sja’bani, 2014).

189
Ferawati Dakio
ISSN: 0216-3098

Ketebalan korteks normal berkisar 0,8-1,2 cm. Rentang rerata tebal korteks ginjal kanan
pada penelitian ini yaitu 0,26-1,79 cm dengan rerata 0,90 cm, dan ginjal kiri yaitu 0,22-1,57 cm
dengan rerata 0,84 cm. Nitzsche et al., (1993) mengananalisis 142 ginjal yang hidronefrosis dan
menemukan bahwa kurang dari 10% memiliki fungsi kurang dari 40%, dengan korteks yang
atrofi. Beland et al., (2011), menyatakan bahwa ketebalan korteks ginjal yang di ukur dengan
USG merupakan prediktor terhadap fungsi ginjal. Pemeriksaan ketebalan korteks ginjal dengan
USG dapat memberi informasi prognostik serta perawatan lanjut terhadap penderita penyakit
ginjal kronik (Mehmet et al., 2018). Penyakit ginjal kronik telah terdiagnosis pada sekitar 10%
populasi.
Hasil uji statistik Spearman didapatkan hasil korelasi yang tidak signifikan antara derajat
hidronefrosis dengan RI (p=0,052) ginjal kanan dan (p=0,254) ginjal kiri, namun terdapat
kecenderungan semakin meningkatnya nilai rerata RI terhadap derajat hidronefrosis. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai pada ginjal kanan derajat ringan (0,66), sedang (0,70), berat (0,72)
sedangkan ginjal kiri yaitu derajat ringan (0,77), sedang (0,79) dan berat (0,81). Hal ini berarti
bahwa hemodinamik arteri ginjal berubah sebagai respon terhadap obstruksi saluran kemih.
Terjadinya obstruksi saluran kemih menyebabkan peningkatan resistensi renovaskular.
Peningkatan resistensi pembuluh darah intrarenal mengurangi kecepatan aliran darah diastolik
sehingga menyebabkan RI meningkat. Resistive index mempunyai korelasi dengan kelainan
tubulointerstitial dan vaskular. Dengan adanya peningkatan RI pada penyakit ginjal kronis
(PGK) berhubungan dengan berat dan luasnya perubahan jaringan seperti tubulointerstitial
fibrosis dan arteriosclerosis. Semakin luas kerusakan jaringan maka RI akan semakin meningkat.
Peningkatan nilai RI pada penelitian ini tampak pada responden dengan urolithiasis
disertai hipertensi maupun diabetes mellitus pada kelompok umur 41-50 tahun yang merupakan
responden terbanyak pada penelitian. Namun, rata-rata responden telah menjalani pembebasan
obstruksi melalui terapi obat non steroid maupun melalui pemasangan DJ stent, dengan durasi
obstruksi yang beragam lebih dari sebulan dengan tingkat obstruksi dan derajat hidronefrosis
yang berbeda antara ginjal kanan dan kiri disertai gejala nyeri yang intermiten.
Pada penelitian ini juga dilakukan uji statistik untuk menilai korelasi ketebalan korteks
dan RI ginjal kanan dan kiri. Hasil uji statistik Pearson menunjukkan korelasi yang tidak
bermakna antara ketebalan korteks dan RI ginjal kanan (p=0,728) dan ginjal kiri (p=0,135).
Ginjal dengan obstruksi berat ditandai dengan adanya hidronefrosis tidak menunjukkan
peningkatan RI. Rendahnya respon diyakini akibat penurunan aliran darah pada obstruksi kronis
dan penurunan tekanan filtrasi korteks ginjal yang berfungsi minimal atau sistem pengumpul
yang mengalami dilatasi. Ginjal yang mengalami obstruksi ringan maupun sedang didapatkan
nilai rerata RI meningkat sesuai dengan beratnya hidronefrosis.
Berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan tidak terdapat korelasi antara
ketebalan korteks dan RI ginjal. Peneliti menyarankan agar ukuran ketebalan korteks ginjal pada
pemeriksaan USG perlu dilaporkan khususnya pada pasien uropati obstruksi dengan
hidronefrosis. Lebih dari itu, perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel pada pasien
uropati obstruksi yang lebih banyak dan terbagi secara merata pada setiap kelompok grading,
sehingga dapat diketahui nilai cut off rerata RI.

190
Mandala of Health : A Scientific Journal Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
Mandala of Health : A Scientific Journal ISSN: 0216-3098

KESIMPULAN
Terdapat korelasi yang bermakna antara derajat hidronefrosis dengan ketebalan korteks
ginjal, dengan arah korelasi negatif. Semakin tinggi derajat hidronefrosis semakin tipis korteks
ginjal. Terdapat kecenderungan peningkatan derajat hidronefrosis juga meningkatkan nilai
resistive index ginjal, meskipun secara statistik tidak bermakna.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kepada seluruh pimpinan, staf dan teman-teman PPDS Departemen
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin dan Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar atas arahan, bimbingan dan bantuan yang diberikan mulai dari
penulisan sampai dengan selesainya karya akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA
Alshoabi, A.S. 2018. Association between grades of hydronephrosis and detection of urinary
stones by ultrasound imaging. Pakistan Journal of medical science 34(4): 955-958.

Abdelmaboud, O.S., Gameraddin, B.M., Ibrahim, T., Alsayed, A. 2015. Sonographic evaluation
of hydronephrosis and determination of the main causes among adults. International
Journal of Medical imaging 3(1): 1-5.

Apoku, I.N., Ayoola, O.O., Salako, A.A., Idowu, B.M. 2015. Ultrasound evaluation of
obstructive uropathy and its hemodynamic responses in southwest Nigeria. International
Braz J Urol 41(3): 556-561.

Braga, L.H., McGrath, M., Farrokhyar, F., Jegatheeswaran, K., Lorenzo, A.J. 2018. Society for
fetal urology classification vs urinary tract dilation grading system for prognostication in
prenatal hydronephrosis: a time to resolution analysis. American urology association
journals 199(6): 1615-1621.

Beland, M.D., Walle, N.L., Machan, J.T., Cronan, J,J., 2010. Renal cortical thickness measured
at ultrasound : is it better than renal length as in indicator of renal function in chronic
kidney disease?. American Journal Roentgenology 195:146-149.

Esprit, D.H., Koratala, A., Chornyy, V., Wingo, C.S. 2017. Obstructive nephropathy without
hydronephrosis: Suspicion is the key. Urology 101: 9-10.

Häggström, M. 2017. Ultrasonography of hydronephrosis. Radlines


https://radlines.org/Ultrasonography_of_hydronephrosis. Diunduh Maret 2018

Hall, P.M. 2009. Nephrolithiasis: treatment, causes, and prevention. Cleve Clin J Med 76(10):
583–591.

Hansen, K.L., Nielsen, M.B., Ewertsen, C. 2016. Ultrasonography of the kidney: a pictorial
review. Diagnostics (Basel) 6(1): 2-18

191
Ferawati Dakio
ISSN: 0216-3098

Kawai, T., Kamide., Onishi, M., Yamamato-Hanasaki, H., Baba, Y., Hongyo, K., et al. 2011.
Usefulness of the resistive index in renal doppler ultrasonography as an indicator of
vascular damage in patients with risks of atherosclerosis. Nephrology Dialysis
Transplantation 26(10) : 3256–3262.

Kim, S.Y., Kim, M.J. Yoon, C.S., Lee, M.S., Han, K.H., Lee, M.J. 2013. Comparison of the
reliability of two hydronephrosis grading systems: the society for foetal urology grading
system vs. the onen grading system. Clin Radiol 68(9): 484–490.

Lameire, N., Van Biesen, W., Vanholder, R. 2005. Acute renal failure. Lancet 365 (9457): 417-
30.

Mehmet, K., Bekir, A., Serkan, G., Mumtaz, Y. 2018. Clinical significance of renal cortical
thickness in patients with chronic kidney disease. Ultrasonography 37(1): 50-54.

Nitzsche, E. U., Zimmerhackl, L. B., Hawkins, R., Stöver, B., Frankenschmidt, A, Sigmund,
G, et al. 1993. Correlation of ultrasound and renal scintigraphy in children with unilateral
hydronephrosis in primary workup. Pediatr Nephrol 7(2): 138-42.

Nuraj, P., Nexhmi, H. 2017. The diagnosis of obstructive hydronephrosis with color doppler
ultrasound. Acta Informatica Medica 25(3): 178-181.

Panagiotis, I., Mourmouris, Theodoros, C., Athanasios, G., Papatsoris. 2014. Obstructive
Uropathy: from etiopathology to therapy. World Journal of Nephrology and Urology 3(1):
1-6.

Singh, Iqbal, Strandhoy Jack W, Assimos Dean G. 2012. Pathophysiology of urinary tract
obstruction. Campbell-Walsh Urology 10th Edition, Chapter: Volume (II): 212-219.

Sja’bani, M. 2014. Batu saluran kemih. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Interna
Publishing: 2121-8.

Sukmagara, J., Danarto, H.R. 2015. Prognosis of obstructive nephropathy patients after
percutaneus nephrostomy. Indonesian Journal of urology 22(1): 53-59.

Tuma, J., Trinkler, F., Záťura, F., Nováková, B. 2009. Genitourinary ultrasound. EFSUMB–
European Course Book Available from: http://www.efsumb.org/ecb/ecb-ch09-
urogenital.pdf. Diunduh Maret 2018.

192
Mandala of Health : A Scientific Journal Vol.12, No.2, September 2019, Hal. 183-193
Mandala of Health : A Scientific Journal ISSN: 0216-3098

Viazzi, F., Leoncini, G., Derchi, L.E., Pontremoli, R. 2014. Ultrasound Doppler renal resistive
index: a useful tool for the management of the hypertensive patient. Journal of
hypertension 32(1): 149-153.

Yamashita, S.R., Atzingen, A.C., Iared, W., Bezerra, A.S., Ammirati, A.L., Canziani, M.E.,
D’Ippolito, G. 2015. Value of renal cortical thickness as a predictor of renal function
impairment in chronicrenal disease patients. Radiologia Brasileria 48(1): 12-16.

193
Ferawati Dakio

Anda mungkin juga menyukai