Anda di halaman 1dari 4

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH ILMU DASAR KEPERAWATAN VII

Guna memenuhi tugas Ilmu Dasar Keperawatan VII


Dosen Pengampu : Ragil Setiyabudi., S. KM. M, Kes (Epid)

Disusun Oleh :

NAMA : NABILA ERSA PRABADIKA

NIM : 1711020042

KELAS : 6A KEPERAWATAN S1

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMASIYAH PURWOKERTO

2020
Soal 1 :

Gambarkan dengan bagan (kotak, garis dan anak panah) sebuah penyakit menular atau penyakit
tidak menular dengan model web of causation ! jelaskan bagan tersebut.

Jawab :
Corynebacterium diphteriae

Masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan atau pernafasan

Aliran Sistemik

Masa inkubasi 2-5 hari

Mengeluarkan toksin (eksotoksin)

Laring Tonsil/Faringeal Nasal

Peradangan mukosa Tenggorokan sakit, Demam, suara serak,


hidung (flu, sekret demam, anoreksia, lemah batuk, obstruksi saluran
hidung serosa) membran berwarna putih nafas, sesak nafas,
atau abu-abu, linfadenitis sianosis
(bull’s neck), toxemia,
syok septik

Bersihan jalan nafas tidak Pemenuhan nutrisi RR tidak efektif


efektif dan ansietas terhadap berkurang, sehingga
adanya sekret berat badan menurun
Patofisiologi Difteri

Toksin CD mempunyai kapasitas invasif yang kecil tetapi mempunyai efek lokal dan
sistemik. Toksin dari CD memiliki dua subunit, yaitu subunit A dan B. Subunit A mempunyai
efek inhibisi terhadap sintesis protein, sedangkan subunit B yang menempel pada reseptornya,
akan mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi sel sehingga merubah fungsi normal sebuah
sel(Ryan & Ray, 2004). Genyang mengkode toksin CDterdapat pada
corynophages/corynobacteriophages (Holmes, 2000).

Toksin dari CD yang disekresi, membawa gen struktural tox yang ditemukan pada
lisogenik corynobacteriophagesβ tox+ , ϒ tox+ , and ω tox+ yang membuat toksin dari
CDberbahaya. Ekspresi dari gen diregulasi oleh host bakteri dan konsentrasi besi yang
terkandung pada tubuh bakteri. Pada kondisi dimana konsentrasi besi yang rendah, regulator gen
terinhibisi dan menyebabkan kenaikan produksi toksin.

Seiring dengan peningkatan toksin, efek dari toksin itu sendiri meluas tidak hanya pada
area dimana bakteri berkolonisasi. Walapun toksin Cdini tidak memiliki target organ spesifik,
tetapi miokardium dan saraf perifer lebih sering terkena dampaknya (Hadfield et al., 2000).
Toksin CDadalah toksin poten yang mempunyai efek letal pada beberapa spesies seperti
manusia, monyet, dan kelinci, dimana dosis sekitar 100-150 ng/Kg dapat memberikan yang
serius (Zasada, 2015).

Sumber :

https://www.scribd.com/doc/130535628/woc-difteri

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8447/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?
sequence=8&isAllowed=y
Soal 2 :

Apa yang terjadi jika kegiatan surveilans (pengumpulan data, análisis, interpretasi, dan
diseminasi) tidak dilakukan secara terus menerus?

Jawab :

Sistem surveilans merupakan kegiatan terus menerus yang meliputi pengumpulan data,
análisis, interpretasi, dan diseminasi yang digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan
evaluasi kebijakan. WHO mendefinisikan surveilans sebagai suatu kegiatan sistematis
berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan
data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana,
implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat.

Sama halnya dengan asuhan keperawatan, survailens dilakukan dari mulai tahap
pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Apabila pada survailens berhenti di salah satu tahap
makan tidak akan bisa menentukan atau melanjutkan ke tahap selanjutnya. Begitu juga, apabila
berhenti dan selesai di tahap evaluasi. Maka tidak ada perencanaan selanjutnya yang akan
memberikan perubahan baru dari hasil evaluasi survailens sebelumnya. Sehingga kegiatan
survailens harus dilakukan secara terur menerus dan setiap tahapnya harus saling
berkesinambungan atau saling berkaitan.

Anda mungkin juga menyukai