Jtptunimus GDL Handayanig 5251 2 Bab2
Jtptunimus GDL Handayanig 5251 2 Bab2
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Syamsuhidayat, 1997).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000)
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh (Reeves, 2000)
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
Fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan
tulang.
1) Grade I
2) Grade II
3) Grade III
ekstensif
a. Fraktur kompulsif
b. Fraktur segmental
c. Fraktur multipel
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periostelin masih
utuh
a. Fraktur greenstick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkak
b. Fraktur transversal
c. Fraktur oblik
d. Fraktur spiral
e. Fraktur kominutif
f. Fraktur depresi
g. Fraktur kompresi
h. Fraktur potologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
i. Fraktur avulsi
j. Fraktur epifiseal
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau tulang belakang.
Di antara tiap dua ruas pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang
ditempatinya.
a. 7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk
d. 5 vertebra sakralis atau ruas tulang belakang membentuk sakrum atau tulang
kelangkang
e. 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang ekor membentuk tulang koksigeus atau
sakrum.
Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruas-ruasnya tetap tinggal jelas
terpisah selama hidup dan disebut ruas yag dapat bergerak. Ruas – ruas pada dua
daerah bawah, sacrum dan keksigeus. Pada masa dewasa bersatu membentuk dua
Dengan perkecualian dua ruas pertama dari tulang leher maka semua ruas
yang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Setiap vertebra terdiri atas dua
bagian, yang anterior disebut badan vertebra dan yang posterior disebut arkus neuralis
yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang
1 Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang
pertama dan kedua, yang membentuk terbentuk istimewa, maka ruas tulang leher
pada umumnya mempunyai ciri sebagai berikut : badannya kecil dan persegi
panjang, lebih panjang dari samping ke samping dari pada dari depan ke
memecah dua atau bifida. Prosesus tranversusnya atau taju sayat berlubang –
Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang mempunyai prosesus
ujungnya. Membuat gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian
bawah tengkuk. Karena ciri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra
prominens.
2 Vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal
dan sebelah bawah lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut
: badannya berbentuk lebar – lonjong (bentuk jantung) dengan faset atau lekukan
kecil di setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus
membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian
untuk iga.
3 Vertebra lubalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya sangat
besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal.
lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan
langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum pada sendi lumbo –
sakral.
Medulla spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecilpada
bagian atas menuju ke bagian bawah samapi servikal dan torakal. Pada bagian ini
terdapat pelebaran dan vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada
Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II, akar saraf yang berasal
lumbal III mempunyai cabang – cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk
fleksus dan ini akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari :
Cabang ini bekerja sama dengan nervus vagus dan nervus assesorius.
2) Fleksus brakialis dibentuk oleh persatuan cabang – cabang anterior dari saraf
3) Fleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakal 12 saraf terbesar yaitu :
a. Nervus femoralis
b. Nervus obturatoir
4) Dibentuk oleh saraf dan lumbal dan sakral. Saraf skiatik yang merupakan
sendi paha.
bagian lateral.
4 Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian
koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari
sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan
membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sacrum
membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis
vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan dari padanya. Dinding
kanalis sakralis berlubang – lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus
yang rudimeter dapat dilihat pada pandangan posterior dan sacrum. Permukaan
anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili – gili melintang,
yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis. Pada ujung gili
– gili ini, di setiap sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat – urat
saraf. Lubang – lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan
tulang koksigeus. Di sisinya sacrum bersendi dengan illium dan membentuk sendi
5 Koksigeus atau tulang ekor terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimeter
vertikal pada daerah leher melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung ke
belakang.
C. Penyebab / etiologi
Saat melakukan oleh raga yang berat tanpa pemanasan sehingga terjadi cidera
3 Osteoporosis
Lebih sering terjadi pada wanita usia di atas 45 tahun karena terjadi perubahan
hormon menopause
4 Malnutrisi
Pada orang yang malnutrisi terjadi defsit kalsium pada tulang sehingga tulang
5 Kecelekaan
(Reeves, 2000)
D. Patofisiologi
lebih sering terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas.
Pada dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut
menjadi sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada
/ hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda
yang menyertai peningkatan tekanan “compartmental” mencakup nyeri, kehilangan
sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau
pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan
fraktur. Imobilisasi harus dicapai sebelum pasien ditransfer dan bila mungkin, bidai
harus dijulurkan paling kurang satu sendi di atas dan di bawah tempat fraktur, dengan
E. Manifestasi Klinik
1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
3 Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur
4 Krepitus adalah derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
5 Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
(Smeltzer, S, 2001)
F. Komplikasi
1 Infeksi
4 Sindrom kompartemen
5 Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
(Smeltzer, S, 2001)
G. Penatalaksanaan Medis
anatomis. Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
a. Reduksi tertutup
b. Reduksi terbuka
interna dalam membentuk pen, kawat, sekrup, plat, paku atau batang logam.
2 Traksi
3 Imobilisasi fraktur
dipatahkan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, fraksi, pen, teknik gips atau fiksator
eksterna. Fiksasi interna dengan implan logam yang berperan sebagai bidai
peredaran nyeri, pemberian analgetik, latihan atau aktivitas sehari – hari yang
(Price,1995)
Pemeriksaan diagnostik.
1 Pemeriksaan rontgen
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP (sel darah putih) adalah respons stress normal setelah
trauma.
4 Kreatinin
(Doenges,1999)
H. Pengkajian Fokus
1 Aktivitas / istirahat
Tanda :
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekuner, dari pembengkakan jaringan,
nyeri)
2 Sirkulasi
Tanda :
- Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler
3 Neurosensori
Gejala :
Tanda :
Gejala :
- Nyeri berat tiba – tiba pada saat edema (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri
5 Keamanan
Tanda :
(Doenges, 1999)
I. Pathways
menurun
6 Gangguan harga diri / citra diri, penampilan peran berhubungan dengan fraktur
DX 1
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
3 Instruksikan pasien untuk Bantu dalam rentang gerak posisi aktif pada ekstremitas
Rasional : hipotensi postural adalah masalah utama menyertai tirah baring lama.
(Doenges, 2000)
DX 2
Tujuan :
Kriteria hasil :
kemampuan diri
- Pasien menyatakan dapat ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya
Intervensi :
kemampuan pasien
5 Ajarkan klien dan keluarga tentang cara – cara untuk memodifikasi perubahan
perawatan diri
(Doenges, 2000)
DX. 3
Tujuan :
primer
Kriteria hasil :
- Mempertahankan perfusi jarinagn dibuktikan oleh tanda vital stabil, kulit hangat,
terabanya nadi
Intervensi
1 Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba – tiba seperti penurunan suhu kulit dan
peningkatan nyeri
ekstremitas bawah
jaringan
aktivitas
(Doenges,2000)
DX. 4
Tujuan :
- Skala nyeri 0 – 2
Intervensi :
nyeri
DX. 5
Tujuan :
Kriteria hasil :
tindakan
Intervensi :
informasi
Rasional : banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses
penyembuhan
mendukung kemandirian
4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah
fraktur
/ gangguan sirkulasi.
(Doenges, 2000)
DX. 6.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi gangguan harga diri / harga diri
menjadi naik
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional : penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi
membantu perbaikan
3 Bersikap realistik dan positif selama pengobatan dan menyusun tujuan dalam
keterbatasan
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri dan hubungan antara pasien dan
perawat
membantu pasien
(Doenges, 2000)
DX. 7.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan integritas kulit lebih
lanjut.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik
3 Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin
Rasional : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring, meningkatkan
(Doenges, 2000)