Anda di halaman 1dari 62

OSTEOMYELITIS

TUBERKULOSIS

Dr DAVID IDRIAL SpOT


Spesialis Orthopaedi & Traumatology
RSUD BUDHI ASIH
JAKARTA TIMUR
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB)  penyakit menular yang masih
menjadi permasalahan dunia kesehatan hingga saat
ini
Lokasi anatomis  TB paru dan TB ekstraparu
Spondilitis TB  ditemukan pada lebih dari 50%
kasus TB skeletal
Pendahuluan
1992 WHO : tuberkulosis Global Emergency
2004 WHO : 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002,dimana 3,9 juta kasus adalah BTA positif
2011 INDONESIA : negara dengan beban TB pertama
di Asia Tenggaran yg berhasil mencapai Millenium
Developmental Goals ( MDG ) untuk penemuan kasus
TB di atas 70% & angka kesembuhan 85% pada tahun
2006
Tuberkulosis
Tuberkulosis  penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis 
Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus)
menempati urutan keempat setelah India, Cina, Afrika
Selatan
Klasifikasi berdasarkan anatomi:
TB paru  melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial
TB extraparu  melibatkan organ di luar parenkim paru:
pleura, KGB, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi
dan tulang, selaput otak
Patogenesis Tuberkulosis
TB PRIMER : Inhalasi kuman TB  bersarang di jaringan
paru  membentuk sarang pneumoni (afek primer) 
limfadenitis regional.  Afek primer + limfadenitis =
kompleks primer, dapat mengalami:
Sembuh tidak meninggalkan cacat sama sekali
Sembuh meninggalkan bekas (sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
Menyebar
Patogenesis Tuberkulosis
TB POST-PRIMER  muncul bertahun-tahun setelah
tuberkulosis primer, biasanya usia 15-40 tahun
Dimulai dengan sarang dini/pneumoni, dapat
mengalami:
Tatalaksana Tuberkulosis
Fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7
bulan)
Golongan Obat Obat

Golongan 1 Lini 1 - Isoniazid (H) - Pirazinamid (Z)


- Etambutol (E) - Rifampicin (R)
- Streptomisin (S)

Golongan 2 Lini 2 - Kanamisin (Km) - Amikasin (Am)


- Capreomycin (Cm)

Golongan 3 - Ofloxacin (Ofx) - Moxifloxacin (Mfx)


Gol. Fluoroquinolone - Levofloxacin (Lfx)

Golongan 4 - Etionamid - Para amino salisilat


- Protionamid - Terizidon
- Sikloserin

Golongan 5 - Clofazim - Tioacetazon


Obat yang belum terbukti efikasinya - Linezolid - Clarithromycin
dan tidak dianjurkan oleh WHO - Amoksisilin-klavulanat - Imipenem
Osteomyelitis TB
Osteomyelitis TB  inflamasi tulang yang terjadi
akibat penyebaran sekunder dari penyakit TB
Penyebaran secara hematogenik ke tulang dan sendi:
Spondilitis TB (50%) = Pott’s Disease
Extraspinal TB
Patogenesis
Bakteri M. tuberkulosis dalam kondisi dorman di vertebra.
Basil punya tempat 'pijakan' di vertebra  reaksi inflamasi
kronik  organisme ditangkap oleh sel mononuklear.
Sel mononuklear menyatu  sel epiteloid  tuberkulum
terbentuk saat limfosit bentuk cincin di sekitar sekelompok sel
epiteloid.
Terbentuk perkijuan di pusat tuberkel  ditandai dengan lesi
mikroskopik dengan karakteristik tuberkulous granuloma atau
tuberkel.
Tuberkel adalah kumpulan sel epiteloid dan sel raksasa
multinodular yang dikelilingi oleh area nekrosis dengan sel-sel
bulat (terutama limfosit) di sekitar perifernya.
Spondilitis TB
1779 Sir Percival Pott : disebut juga Pott’s
Disease of the spine
Tuberculous vertebral osteomyelitis
Adalah infeksi tulang belakang yg
disebabkan Mycobacterium tubeculosis yg
menyerang korpus vertebra dan berpotensi
menyebabkan morbiditas berat
Spondilitis TB
Paling sering  perbatasan
vertebra torakalis dan lumbalis
Biasanya infeksi dimulai dari
korpus vertebra bagian sentral,
sisi intervertebra (paradiskus),
atau bagian anterior.
Spondilitis TB ( klinis )
Back pain ( chronic, local or
radicular )
Back stiffness
Systemic symptoms ( fever,
malaise, night sweat, loss of
body weight )
 back color
 Bone alignment
 Mass or gibbus
 Tenderness
 Bone structural & muscle
spasm
 Neurological deficit
 Limited range of movement
Spondilitis TB
Berdasarkan lokasi infeksi dikenal 3 bentuk
spondilitis, yaitu:
(1) Paradiskus, infeksi ini terjadi pada daerah yang
bersebelahan dengan diskus intervertebralis (di bawah
lig. longitudinal anterior) dan terbanyak terjadi pada
regio lumbal.
(2) Sentral, infeksi ini terjadi pada bagian sentral dari
korpus vertebra, lebih sering menimbulkan kolaps
vertebra dibandingkan deformitas spinal. Banyak terjadi
di regio torakal.
(3) Anterior, infeksi ini terjadi akibat penyebaran
perkontinuitatum dari vertebra diatas dan dibawahnya
Spondilitis TB
Reaksi tubuh dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:
Stadium I: Implantasi  virulensi bakteri lebih tinggi
dibandingkan mekanisme pertahanan host
Stadium II: Destruksi awal  3-6 minggu setelah
implantasi, mengenai diskus intervertebralis
Stadium III: Destruksi lanjut+kolaps  8-12 minggu setelah
stadium kedua. Jika tidak ditangani  destruksi hebat dan
kolaps dengan pembentukan perkijuan dan pus (cold
abscess)
Stadium IV: Gangguan neurologis  komplikasi neurologis
Stadium V: Deformitas  terjadi 3-5 tahun setelah stadium
pertama dimulai. Kifosis atau gibbus tetap ada, bahkan
setelah diobati
Extraspinal TB
Penyebaran secara hematogenik  dapat terjadi ke
tulang panjang, tulang kecil serta menyebar ke
persendian.
Basil yang tertanam di tulang saat infeksi primer 
reaktivasi dan menyebabkan destruksi tulang di
daerah metafisis dan jarang menyebar ke diafisis.
 Biasanya proses di daerah epifisis merupakan
penjalaran dari sendi sinovium  dapat terjadi juga
sebaliknya
Extraspinal TB
Kuman TB mencapai celah sendi melalui aliran darah subsynovial,
secara tidak langsung dari lesi di epifisis tulang yang erosi.
Destruksi tulang rawan sendi terjadi secara perifer. Jaringan
granulasi TB tidak membuat enzim proteolitik di dalam celah sendi
sehingga area tengah tulang rawan (permukaan yang menopang
berat) belum mengalami kerusakan selama beberapa bulan
pertama.
Penyakit dapat bermula di tulang atau membran synovium.
Lesi TB di metafisis dapat menginfeksi sendi di dekatnya melalui
celah sub-periosteal dan melalui kapsul atau melalui destruksi
epifisis.
Ketika proses TB telah mencapai sub-kondral di dalam sendi,
tulang rawan kehilangan nutrisi dan dapat lepas dari tulang.
Extraspinal TB
Pasien dengan imunitas yang kompeten  osteomyelitis
TB bermula sebagai synovitis dan perjalanannya lambat.
Membran synovial bengkak  efusi synovial.
Jaringan granulasi dari synovium tumbuh menuju tulang
 erosi.
Di perifer tulang rawan, jaringan granulasi membentuk
cincin yang disebut panus yang tumbuh di area
subkondral dan mengerosi pinggir dan permukaan tulang
rawan
Klasifikasi Spondilitis TB
( Tuli SM, 2004 )
Klasifikasi Spondilitis TB ( Kumar, 1998 )
Klasifikasi Spondilitis TB ( GATA )
Extraspinal TB
Osteomyelitis tanpa melibatkan sendi
Biasanya terjadi di tulang-tulang iga, metacarpal, metatarsal,
calcaneus, femur, tibia, fibula, radius, humerus, sternum,
pelvis, dan cranium.
Namun osteomyelitis TB tanpa melibatkan sendi terutama
yang terjadi pada tulang pipa panjang jarang terjadi dan
sering luput dari perhatian.
Insidennya dilaporkan terjadi pada 2-3% kasus extraspinal TB.
Gejala klinisnya antara lain nyeri, pembengkakan tulang dan
jaringan lunak, pembentukan abses dan sinus, pembesaran
KGB regional
TB Sendi Panggul
Fokus lesi  di atap acetabulum, epifisis, daerah metafisis,
atau di trochanter mayor.
Lebih jarang  lesi awal dapat muncul di membrane
sinovium dan menjadi sinovitis selama beberapa bulan
Cold abscess biasanya terbentuk di dalam sendi.
Active disease nyeri saat berjalan, deformitas, dan rasa
penuh di sekitar panggul.
Nyeri  medial lutut dan paling terasa sakit pada malam hari.
Hampir 8% pasien terdapat cold abscess yang dapat dipalpasi,
dengan atau tanpa sinus.
Subluksasi atau dislokasi patologis sendi panggul juga dapat
terjadi.
TB Sendi panggul
TB Sendi Panggul
TB Sendi Lutut
Lesi berawal di membrane snynovium yang menjadi membengkak,
edema, dan dengan tuberkel-tuberkel.
Membran menjadi menebal dengan jaringan granulasi.
Stadium awal cairan sendi meningkat.
Pada stadium lanjut pannus menyebabkan kehancuran pada sendi.
Pada inspeksi sendi tampak membengkak dan dapat dipalpasi.
Gerakan menjadi terbatas karena nyeri dan spasme.
Pembesaran KGB dan muscle wasting pada otot-otot quadriceps juga
tampak.
Gambaran x-ray seperti arthritis pada sendi lain pada umumnya,
Jika penyakit berlanjut dapat terbentuk sequestra dan tampak triple
deformities (fleksi lutut, subluksasi dan rotasi lateral tibia, dan
subluksasi posterior).
TB Sendi Lutut
TB Ankle & Foot
TB ankle
Relatif jarang.
Fokus lesi awal dapat berasal di synovium atau sebagai erosi
di ujung distal tibia, mallelolus, atau talus.
TB pada tumit jarang menyebar sampai ke sendi ankle.
Insiden TB ankle kurang dari 5%.
Ankle nyeri  pincang.
Tampak bengkak dan terasa penuh di sekitar maleolus dan
insersi tendon Achilles. Biasanya dalam posisi plantar fleksi.
TB foot
Lokasi tersering adalah tumit, subtalus, dan tarsal.
Terkadang penyakit terbatas hanya pada bagian tengah
tarsal tanpa mencapai ke sendi-sendi sekitarnya.
TB Shoulder
Jarang terjadi, insidennya hanya 1-2%.
Lebih sering terjadi pada orang dewasa, insiden terjadi
bersamaan dengan TB paru tinggi.
Penyakit berawal lebih sering dari caput humerus
daripada di synovium.
Keterbatasan gerakan abduksi dan rotasi eksternal terjadi
pada stadium awal dan tampak muscle wasting pada
deltoid.
Cold abscess dan sinus di regio deltoid dan biceps.
TB Shoulder
TB Elbow
Terjadi pada 2-5% TB tulang.
Biasanya penyakit berawal di olecranon, atau di
synovium.
Active disease  sendi berada dalam posisi fleksi dan
terlihat bengkak serta dengan nyeri dan keterbatasan
gerak.
Tampak muscle wasting yang sangat jelas serta
pembesaran KGB axillaris.
TB Elbow
TB Wrist
Lokalisasi yang jarang, biasanya terjadi pada orang
dewasa.
Penyakit berawal dan synovium namun cepat menyebar
ke seluruh pergelangan tangan serta dapat juga menyebar
ke sarung tendon di sekitarnya.
Dapat terbentuk abses dan sinus.
Biasanya tampak deformitas dalam posisi fleksi.
Gerakan pronasi dan supinasi juga dapat terganggu.
TB Wrist
Diagnosis
Anamnesis
Nyeri, berat badan berkurang, nafsu makan berkurang,
keringat malam, demam pada malam hari.
Rasa kaku sendi sehingga gerakan menjadi sulit dan
terbatas.
Jika terkena ankle, panggul, atau lutut berjalan akan
menimbulkan rasa sakit dan terlihat pincang
Kadang sulit dibedakan dengan penyakit sendi lainnya,
sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
diagnosis pasti osteomyelitis TB.
Diagnosis
Anamnesis
Nyeri pungung tidak spesifik  tegaknya diagnosis dini menjadi
sulit.
Setiap pasien TB paru dengan keluhan nyeri punggung harus
dicurigai spondilitis TB
Dapat atau tanpa disertai dengan benjolan yang terasa nyeri
Nyeri punggung dapat bersifat terlokalisir pada satu regio tulang
belakang atau berupa nyeri yang menjalar.
Apabila terdapat lesi pada torakal bagian atas, nyeri akan lebih
dominan terasa pada bagian dada atau interkostal,
sedangkan lesi pada torakal bagian bawah akan menunjukkan nyeri
ke daerah perut.
Nyeri hilang dengan beristirahat dan untuk mengurangi rasa nyeri
nya, pasien akan menahan punggungnya sehingga tampak kaku.
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat TB paru atau riwayat gejala-gejala klasik  demam
intermiten lama terutama sore dan malam hari, diaforesis
nokturnal, batuk lama ( >3 minggu) dapat disertai dahak
atau darah, dan penurunan berat badan
Pada pasien anak, terlihat lesu dan lemas yang ditandai
dengan menurunnya keinginan bermain di luar rumah.
Paraparesis juga merupakan gejala yang biasanya menjadi
keluhan utama yang membawa pasien datang mencari
pengobatan.
Gejala neurologis lain yang dapat timbul seperti rasa kebas,
baal, gangguan miksi dan defekasi (fungsi anorektal).
Diagnosis
Pemeriksaan fisik:
Pembengkakan sendi
Muscle wasting yang terjadi Tanda-tanda peradangan
lain seperti nyeri dan teraba hangat juga ditemukan.
Sendi yang terkena sering kali dalam posisi fleksi ketika
penyakit sedang aktif dan gerakan menjadi sangat
terbatas karena nyeri dan kaku.
Pembesaran KGB
Diagnosis
Pemeriksaan fisik:
Kifosis ( gibbus/angulasi tulang belakang), skoliosis,
subluksasi, spondliolistesis, dan dislokasi.
Peningkatan frekuensi napas disebabkan akibat adanya
hambatan pengembangan volume paru oleh tulang
belakang yang kifosis.
Alignment vertebra juga perlu diperhatikan karena
infeksi spondilitis TB dapat menyebar dan membentuk
abses paravertebra yang dapat teraba, bahkan terlihat
dari luar punggung berupa benjolan/pembengkakan.
Permukaan kulit juga perlu diperiksa dengan untuk
mencari muara sinus/fistel hingga regio gluteal dan di
bawah inguinal (trigonum femorale).
Diagnosis
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan neurologis, dapat ditemukan gangguan fungsi
motorik, sensorik dan autonom.
Kelumpuhan berupa kelumpuhan UMN, namun pada presentasi
awal akan didapatkan paralisis flaksid, baru setelahnya akan
muncul spastisitas sera refleks patologis positif.
Kelumpuhan LMN juga mungkin terjadi jika radiks spinalis
anterior ikut terkompresi.
Apabila kelumpuhan sudah lama, maka otot dapat atrofi dan
biasanya terjadi scara bilateral.
Sensibilitas tiap dermatom perlu diperiksa untuk raba, nyeri dan
suhu yang kemudian akan dibandingkan dengan ekstremitas atas.
Serta pemeriksaan proprioseptif (gerak, arah, rasa getar dan
diskriminasi dua titik) pada ekstremitas bawah.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik:
Bila infeksi melibatkan area servikal,  pasien sulit
menolehkan kepala dan mempertahankan kepala dalam
posisi ekstensi.
Jika terdapat abses yang besar, dapat mendorong trakea ke
sternal notch sehingga akan menyebabkan disfagia, stridor
respiratoar dan tetraparesis apabila sampai menyebabkan
kompresi medula spinalis.
Infeksi pada regio torakal akan membuat punggung tampak
kaku. Rigiditas juga terlihat saat akan membalikkan
tubuhnya dimana pasien akan menggerakkan kakinya,
bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.
Diagnosis
Dan saat mengambil sesuatu dari lantai,
ia menekuk lututnya sementara
mempertahankan punggungnya tetap
kaku (coin test).
Pola jalan menggambarkan juga rigiditas
protektif dari tulang belakang dimana
langkah menjadi pendek untuk
menghindari nyeri pada bagian
punggung.
Abses atau sinus dapat tampak di region
paraspinal di punggung.
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium : LED, test Mantoux, PCR (
polymerase chain reaction )
Pemeriksaan radiologi : plain X- Ray, CT Scan, MRI
( Magnetic Resonance Imaging )
Aspirasi jarum halus terhadap abses & biopsi :
histologis , kultur, pewarnaan BTA
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang:
 LED meningkat  20-100 mm/jam, tidak spesifik
Tes mantoux (+)
Pemeriksaan foto radiologis  bervariasi tergantung tipe
patologi dan kronisitas infeksi
 Spondilitis TB:
 Tahap awal tampak lesi osteolitik pada bagian anterosuperior korpus

vertebra,
 osteoporosis regional yang berlanjut sampai penyempitan diskus

 Tahap lanjut  erosi korpus vertebra ke arah anterior

 kerusakan pada bagian anterior akan semakin berat dan membentuk

angulasi kifotik (gibbus).


 Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat juga terlihat

yang merupakan cold abscess. Namun dengan sinar-X cold abscess


kurang terlihat dengan baik.
Diagnosis - Immunology Test

Intradermal tuberculin
test ( Mantoux )
67,5 – 87,5 % positive
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang:
CT scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang,
destruksi korpus vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang
dan penyempitan kanalis spinalis
MRI  menilai jaringan lunak dimana perubahan sumsum
tulang termasuk abses paraspinal dapat dinilai. Dengan kontras
memberikan informasi yang lebih komprehensif termasuk
derajat destruksi, lokasi dan ukuran abses paravertebra atau
epidural dan adanya patologi medula spinalis seperti kompresi.
Biopsi  Sel-sel epiteloid yang dikelilingi limfosit di tuberkel
merupakan bukti histologis diagnosis patologis TB pada pasien
yang diduga TB dari gejala klinis dan radiologis.
Diagnosis - Biopsy

Identification basil
tuberkel  definitive
diagnosis acid stain,
fluorokrome and Ziehl-
Nielsen or culture
Diagnosis – Histopathology

Granuloma and
caseous appearance,
Consists central zone
granular and
acidophilic which is
circled by the
epitheloid cell and
Langhans giant cell
with cluster of
lymphosit at the outer
margin of the
granuloma.
Diagnosis Banding
Osteomyelitis Piogenik
Rheumatoid arhtritis
Osteoarthritis
Tumor metastasis spinal
Keganasan primer
Fraktur kompresi
Tatalaksana - TUJUAN
TUJUAN management osteomyelitis TB :
1. Memberantas kuman TB dengan OAT
2. Meningkatkan keadaan umum pasien
3. Mencegah atau mengkoreksi DEFORMITAS yang
dialami pasien dengan dekompresi atau stabilisasi
 4. Mencegah atau mengatasi komplikasi yang terjadi
berupa defisit neurologis seperti paraplegi
Tatalaksana
Medikamentosa  OAT
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) :
Kategori I (kasus baru)  2 HRZE (HRZS) fase inisial
dilanjutkan 4HR fase lanjutan, atau 2HRZE(HRZS) fase
inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau
2RHZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 6HE fase lanjutan.
Kategori II (kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out) 
2RHZES fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau
2HRZES fase inisial dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.
Tatalaksana - OAT
 Orthopaedi FKUI :
Kombinasi 4 kemoterapi ( RHZE ) dimana Etambutol
dan Pirazinamid diberikan dalam 2 bulan pertama,
kemudian INH dan Rifmpicin diberikan selama 12
bulan
WHO :
kemoterapi diberikan minimal 6 bulan
British Medical Research :
spondilitis TB diberikan selama 6-9 bulan
Tatalaksana
Non Medikamentosa
Konservatif  istirahat baring, perbaiki keadaan umum
dan status gizi
Pembedahan
 Jika sendi terasa nyeri dan permukaan sendi hancur,
arthrodesis atau arthroplasty dapat dipertimbangkan
 Pada stadium awal dimana yang terkena hanya synovium,

tatalaksana non-operatif biasanya adekuat, bahkan pada low


grade atau early arthritis terutama pada ekstremitas atas.
Operasi dilakukan minimal dalam 1-4 minggu terapi
medikamentosa.
Tatalaksana
Indikasi bedah pada spondilitis TB:
Terjadinya defisit neurologis yang progresif
Terjadi deformitas vertebra progresif dimana kifosis
segmental pada vertebra melebihi ± 40º secara
anteroposterior ataupun lateral
Pengobatan konservatif yang tidak menunjukkan hasil
Nyeri berat akibat abses atau instabilitas vertebra
Kesulitan penegakkan diagnosis akibat sulit
menentukan diagnosis mikrobiologis dari mikroskop,
kultur ataupun melalui PCR.
TB Day 24-3-2017 : “ Bersatu menuju
Indonesia bebas TB 2050 “

Anda mungkin juga menyukai