Intestinal Volvulus
Intestinal Volvulus
“INTESTINAL VOLVULUS”
DISUSUN OLEH
PUTU SUANDHIKA
NIM. 21/484702/PKH/00757
DOSEN PENGAMPU
YOGYAKARTA
2021
Intestinal Volvulus
Putu Suandhika1
1
Mahasiswa Magister Sains Veteriner, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email : putusuandhika@mail.ugm.ac.id
ABSTRACT
Intestinal volvulus is the torsion of the intestine. In dogs, volvulus of the stomach is
well known, but volvulus of the small intestine is rare. Animals with intestinal volvulus can
be depressed, lethargic and have abdominal pain, abdominal distension, severe diarrhea and
vomiting. Volvulus can be happened with a tortion of 360 O of the intestine of the animals.
The blood vessels around intestine can be obstructed, causing the complication of the tissue.
Diagnose can be performed based on clinical signs, physical examinations, followed by
radiographic examination. It is mostly found the distention and accumulation of gas in the
intestine. Enterectomy can be performed when the tissue is damaged. Post-operative care,
such as fluid therapy, wound management, and nutrition management should be done
properly. It is important that animals should be given the selected feed with smooth in
consistency.
Keywords: intestine, volvulus, surgical management, post-operative care
ABSTRAK
Intestinal volvulus adalah torsi yang terjadi pada usus. Pada anjing, volvulus lambung
sering terjadi, tetapi volvulus usus jarang terjadi. Hewan dengan volvulus usus dapat
mengalami stres, lesu, dan mengalami sakit perut, distensi perut, diare berat dan muntah.
Volvulus dapat terjadi dengan torsi 360o dari usus hewan. Pembuluh darah di sekitar usus
dapat terhambat, menyebabkan komplikasi jaringan. Diagnosis dapat dilakukan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan pemeriksaan radiografi, yang mana
banyak ditemukan distensi dan akumulasi gas di usus. Enterektomi dapat dilakukan ketika
jaringan rusak. Perawatan pasca operasi, seperti pemberian terapi cairan, perawatan luka, dan
manajemen nutrisi perlu mendapat perhatian yang serius. Pemberian pakan untuk hewan
perlu diperhatikan dengan konsistensi yang lembek.
Kata Kunci: usus, volvulus, manajemen bedah, perawatan pasca operasi
1
PENDAHULUAN
Permasalahan sistem pencernaan pada hewan dapat bersifat sederhana maupun
kompleks. Salah satu permasalahan yang melibatkan pencernaan, khususnya usus,
membutuhkan perhatian serius ketika memerlukan tindakan pembedahan. Salah satu masalah
yang dapat terjadi pada usus hewan adalah usus yang berotasi dan terpuntir. Kondisi tersebut
disebut dengan intestinal volvulus.
Intestinal volvulus adalah rotasi segmen usus lebih dari 180° searah jarum jam atau
berlawanan arah jarum jam (Gillepsie et al., 2011). Volvulus pada usus dapat terjadi pada
semua jenis hewan (Cribb, 2006). Begeman (2013) melaporkan bahwa volvulus pada
usus/intestinal volvulus paling sering terjadi pada kuda, babi, dan ruminansia. Intestinal
volvulus jarang terjadi pada anjing.
ETIOPATOGENESIS
Penyebab volvulus pada usus anjing berhubungan dengan pengobatan untuk infestasi
cacing, infeksi parvovirus, intususepsi, aktivitas fisik yang berat, dilatasi lambung yang
disertai adanya volvulus (Gastric Dilatation Volvulus), serta adanya benda asing pada saluran
gastrointestinal (Junius, 2004).
Volvulus terjadi ditandai dengan adanya rotasi segmen usus (Gillespie et al., 2011).
Obstruksi pembuluh darah pada kasus intestinal volvulus dapat menyebabkan iskemia daerah
distal pada duodenum, jejunum, ileum, caecum, dan colon (Evans dan Christensen, 1979)
yang mengakibatkan nekrosis usus, pelepasan toksin, dan shock (Begeman et al., 2013).
Ketika terjadi volvulus pada usus, kompresi vena berdinding tipis di mesenterium
cenderung terjadi sebelum aliran darah arteri terhambat. Karena vena mengalami obstruksi,
jaringan seperti usus, kelenjar getah bening mesenterika, dan mesenterium menjadi kongesti
dan hemoragi, dan sejumlah besar cairan dapat terperangkap. Kondisi tersebut menyebabkan
stres hemodinamik (Begeman et al., 2013).
Lumen dari segmen usus yang mengalami obstruksi, dapat mengalami distensi yang
parah disertai dengan cairan dan gas serta akan menyebabkan infark usus segmental dan
kerusakan mukosa (Begeman et al., 2013). Difusi bakteri usus dan toksin ke dalam rongga
peritoneum juga akan berpengaruh terhadap sirkulasi sistemik (Junius et al., 2004).
Pada kasus intestinal volvulus, tanpa adanya tindakan pembedahan, kematian hewan
biasanya terjadi dengan cepat (Dicicco, 2011). Selain itu, meskipun tindakan bedah
2
dilakukan, tetap terdapat kemungkinan hewan mengalami kematian akibat hipovolemia,
sepsis dan shock toksik (Knell et al., 2010).
Pada kasus intestinal volvulus, usus dapat mengalami edema dan hemoragi (Gambar
1). Ketika usus disayat, cairan kecoklatan keluar dari lumen. Pembuluh darah mesenterika
tampak membengkak (Golshahi et al., 2014). Angka kematian dari volvulus usus adalah
tinggi (Cairo et al., 1999).
CARA DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan pada riwayat pasien, temuan pemeriksaan
klinis, serta pemeriksaan radiografi. Menurut Slatter (1993), tanda-tanda klinis volvulus pada
usus meliputi nyeri perut, distensi abdomen, selaput lendir pucat, takikardia, denyut nadi
lemah dan akhirnya kematian. Menurut Bentley et al. (2005), anjing yang mengalami
volvulus menunjukkan adanya muntah dengan durasi yang bervariasi di antara 7 hingga 48
jam. Ketika usus mengalami dilatasi yang hebat, usus dapat dipalpasi. Singh et al (2020)
menyatakan bahwa saat dilakukan pemeriksaan fisik, hewan mengalami depresi berat,
membran mukosa konjungtiva mengalami hiperemi dan takipnea, serta perut mengalami
distensi.
Untuk mendukung pemeriksaan klinis, x-ray perlu dilakukan. Singh et al. (2020)
menemukan bahwa pada pemeriksaan radiografi (x-ray) abdomen secara lateral menunjukkan
adanya distensi gas dari usus halus caudal hingga duodenum (Gambar 2).
3
Gambar 2. X-ray usus halus yang mengalami distensi (Singh et al., 2020)
Berdasarkan hasil nekropsi, diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan area usus
yang mengalami volvulus, disertai dengan distensi lumen usus oleh darah dan gas, yang
berpotensi terjadinya asites atau peritonitis (Begeman, 2013).
PREMEDIKASI
Anjing sebelum dilakukan operasi dapat diberikan Hydromorphone HCl (0,1 mg/kg
BB, IM). Kemudian diinduksi dengan Propofol (4 mg/kg BB, IV) dan Diazepam (0,2 mg/kg
BB, IV) sebelum melakukan prosedur pemasangan Endotrakeal Tube jika operasi akan
dilaksanakan menggunakan anestesi umum secara inhalasi menggunakan Isoflurane
(Spevakow et al., 2010).
TEKNIK OPERASI
Pada kasus intestinal volvulus, teknik operasi yang diperlukan meliputi
laparotomy/celiotomy, koreksi malposisi usus yang dapat dilakukan dengan pemutaran,
4
kemudian dilanjutkan dengan enterektomi jika diperlukan untuk memotong bagian usus yang
mengalami kerusakan irreversible.
Singh et al (2020) melakukan tindakan operasi terhadap seekor anjing Greyhound
yang didiagnosa mengalami intestinal volvulus. Abdomen bagian ventral disiapkan untuk
operasi aseptik diikuti dengan induksi anestesi umum. Kemudian dilakukan insisi abdomen
dengan pendekatan ventral midline. Kemudian usus terlihat berwarna hitam, mengalami
distensi, disertai dengan bau busuk (gambar 3). Selain itu, ditemukan juga cairan berwarna
hitam kecoklatan pada rongga abdomen (gambar 4).
Usus ditarik perlahan dan diputar 180° berlawanan arah jarum jam ketika torsi dari
usus teramati (Gambar 5). Adanya volvulus pada kasus ini menyebabkan nekrosis seluruh
jejunum (Singh et al., 2020).
Tindakan enterektomi terhadap usus yang mengalami nekrosis perlu untuk dilakukan
(Gambar 6). Anastomosis duodeno-kolik dilakukan dengan jahitan dua lapisan secara
sederhana menerus dengan pola jahitan cushing menggunakan no. 3-0 poligalaktin 910
(Gambar 7) (Singh et al., 2020).
Gambar 3. Usus mengalami distensi dan berwarna kehitaman (Singh et al., 2020).
5
Gambar 4. Cairan berwarna hitam pada rongga abdomen (Singh et al., 2020).
6
Gambar 7. Duodeno-colic anastomosis (Singh et al., 2020).
Tindakan enterectomi juga dilakukan oleh Adji (2012). Anjing Bastar betina dengan
berat 10 kg dipuasakan selama 12 jam tanpa makan dan 6 jam tanpa minum. Operasi
dilaksanakan dengan menggunakan anestesi Ketamine (15 mg/kg BB) dikombinasikan
dengan Xylazine (2 mg/kg BB) diaplikasikan secara intra muskuler. Anjing dipotong
jejenumnya (gambar 8), kemudian disambung kembali dengan metode end to end
anastomosis (gambar 9). Jahitan interrupted kemudian dilakukan menggunakan benang
catgut kromik ukuran 0/3 sero muskularis. Uji kebocoran (gambar 10) dalam tindakan
enterektomi penting untuk dilakukan sebelum usus dikembalikan pada tempat semula dan
rongga perut ditutup.
7
Gambar 9. Proses penyambungan usus dengan metode end to end anastomosis (Adji, 2012).
PROSES KESEMBUHAN
Setelah melakukan tindakan enterektomi, Adji (2012) melakukan perawatan luka
pasca operasi pada daerah abdomen. Hewan diberikan terapi cairan menggunakan dextrose
5% yang diaplikasikan secara intra vena sampai dengan hari ke-3 pasca operasi. Pada hari ke-
4, anjing mulai diberikan minum susu hingga hari ke-6. Pengambilan sampel darah juga
dilakukan untuk mengikuti perkembangan kondisi hewan.
Pasca operasi, Spevakow et al. (2010) memberikan terapi cairan dengan
menambahkan KCl (20 mEq/L) selama 2 hari. Analgesik Hydromorphone (0,05 mg/kg BB,
SQ, q6h) juga diberikan selama 12 jam. Setelah hewan dapat makan dan minum dengan baik,
dapat diberikan terapi Tramadol (75 mg, BID) dan Amoksisilin (400 mg, BID) selama 7 hari.
Di sisi lain, Southwood (2004) melaporkan bahwa kuda dengan kasus volvulus pada
colon, juga membutuhkan manajemen penanganan medis secara intensif pasca operasi.
Meskipun terapi cairan, flunixin meglumine, dan antimikroba masih menjadi andalan
manajemen perioperatif, koloid sintetis digunakan untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma, plasma antiendotoksik hiperimun, dan polimiksin B digunakan untuk manajemen
8
endotoksemia. Lidokain, dan infus butorfanol dengan kecepatan konstan. dapat digunakan
untuk analgesia pasca operasi. Penggunaan heparin, dimetil sulfoksida, dan kortikosteroid
untuk manajemen perawatan kasus volvulus colon pada kuda masih bersifat kontroversial.
Penanganan kasus intestinal volvulus dengan enterektomi memiliki resiko kematian
yang tinggi. Kematian pasca operasi biasanya berkaitan dengan adanya kegagalan
menyambung usus yang dipotong karena adanya kebocoran yang tidak termonitor dengan
baik. Evaluasi terhadap kesuksesan melakukan anastomosis pada usus tidaklah mudah (Adji,
2012). Endotoksemia, kerusakan mukosa yang luas, disertai dengan hipoproteinemia berat,
serta nekrosis iskemik fokal adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pasca operasi
(Southwood, 2004).
Dugaan adanya kebocoran sambungan biasa terjadi secara lambat dimana pasien akan
menunjukkan perubahan demam yang tinggi akibat kotoran usus keluar mencemari rongga
perut sehingga menimbulkan peritonitis. Dialisis secara total terhadap rongga perut yang
telah tercemar merupakan tindakan yang sulit dan beresiko kematian (Keane, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Adji D. 2012. Analisis Leukosit Total, C-Reactive Protein (CRP) dan Fibrinogen untuk
Evaluasi Kebocoran Hasil Operasi Enterektomi. Jurnal Sain Veteriner. 30(1): 14-19.
Begeman L, St Leger JA, Blyde DJ, Jauniaux TP, Lair S, Lovewell G. 2013. Intestinal
Volvulus in Cetaceans. Veterinary Pathology. 50(4):590-596.
Cairo J, Font J, Gorraiz J, Martin N, Pons C. Intestinal Volvulus in Dogs: A Study of Four
Clinical Cases. 1999. Journal of Small Animal Practice. 40(3):136-140.
Cribb NC, Cote NM, Boure LP, Peregrine AS. 2006. Acute Small Intestinal Obstruction
Associated with Parascaris equorum Infection in Young Horses: 25 Cases (1985-
2004) N Z Vet J. 54(6):338–343.
Dicicco MF, Bennett RA, Ragetly C, Sippel KM. 2011. Segmental Jejunal Entrapment,
Volvulus, and Strangulation Secondary to Intra-Abdominal Adhesions in A Dog. J Am
Anim Hosp Assoc. 47(3):e31–35.
Evans HE, Christensen GC. 1979. Heart and Arteries. In: Miller’s Anatomy of The Dog, 2nd
ed. Eds HE. Evans and GC. Christensen. W. B. Saunders, Philadelphia. 632-756.
9
Gillespie A, Burgess E, Lanyon J, Owen H. 2011. Small Intestinal Volvulus in A Free-
Ranging Female Dugong (Dugong dugon). Australian Veterinary Journal. 89(7):276-
278.
10