Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih kekuningan, tidak beracun dan baik sebagai
flokulan dan koagulan serta mudah membentuk membran atau film (Meiratna,
2008), merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer
glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glikosa). Biopolimer ini disusun oleh 2 jenis
amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80%) dan N-
asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%). Semakin sedikit
gugus asetil yang hilang dari polimer kitosan interaksi antar ion dan ikatan
hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Astuti, 2008).
Sifat dari kitosan adalah tidak larut dalam air, memiliki ketahanan kimia
cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan
silang kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media campuran asam dan
basa, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi karena mengandung gugus OH
dan gugus NH2 (Muzzarelli, 1997). Tetapi menurut (Kumar et al., 2000) kitosan
mempunyai sifat yang lebih spesifik yaitu dengan adanya sifat bioaktif,
biokomposit, pengkelat, antibakteria dan dapat terdegradasi.
1. Sifat kationik
Jumlah muatan positif tinggi : suatu muatan per unit gugus glukosamin,
jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan
positif kitosan berinteraksi kuat dengan muatan negatif lain (polimer),
flokulan yang baik: gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari
polimer lain.
2. Sifat biologi
Dapat terdegradasi secara alami, polimer alami, non toksik.
3. Sifat kimia
Linier poliamin (poli D-glukosamin) yang memiliki gugus amino yang baik
untuk reaksi kimia dan pembentukan garam dengan asam, gugus amino
yang reaktif, gugus hidroksil yang reaktif (CH3-OH, C6-OH) yang dapat
membentuk senyawa turunannya.
Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat
dengan konsentrasi 1–2% (Knorr, 1982 sebagaimana dikutip Apriyanto, 2007).
Asam asetat adalah cairan tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam,
berasa asam, serta larut dalam air, alkohol, dan gliserol. Rumus empirik
asam asetat adalah C2H4O2 dan rumus strukturnya CH3COOH. Asam asetat
mempunyai berat molekul 60, titik didih 118oC, titik beku 16,7oC, dan dapat
digunakaan sebagai penambahan rasa (Dillon, 1992 sebagaimana dikutip Astuti,
2008).
Kitosan atau poli-2-amino-2-deoksi-β-1,4-D-glukopiranosa dengan rumus
molekul (C6H11O4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga
dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Kitosan adalah polisakarida linier
tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer
dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung
nitrogen (Gagne, 2000). Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul
C8H12NO5 dengan kadar C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%.
Sifat kitosan yang biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut
dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat
seperti asam nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan
Tan, 2002). Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu
kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan
hidrofobik, jumlah minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing
adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan
mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel,
pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan,
2007). Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat
meminimalisasikan oksidasi, ditujukan oleh angka peroksida, perubahan warna dan
jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006).
Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti
jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna
putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk
morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau
semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih
dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Chitin memiliki sifat
biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable,
dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai
kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung
dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk
memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai derajat deasetilasi
(DD), polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis.
Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai
10% dan kandungan nitrogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila
nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih
dari 70% (Muzzarelli,1997). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila
disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka
sifat keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama
dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan
dan viskositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika memenuhi
beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.
Tabel 2.1. Standard Kitosan
Parameter %
≥ 70 % jenis teknis dan
Deasetilasi > 95 % jenis
pharmasikal
Kadar abu Umumnya < 1 %
Kadar air 2 – 10 %
Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6
Kadar nitrogen 7 - 8,4 %
Warna Putih sampai kuning
pucat
Ukuran partikel 5 ASTM Mesh
Viskositas 309 cps
E.Coli Negatif
Salmonella Negatif
Sumber : Muzzarelli (1997) dan Austin (1988)
Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber,
karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer
(Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan,
kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di
industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet,
penstabil warna, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan
sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan
Aplikasi Contoh
2.2. Kolagen
Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses
penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain hemostasis,
interaksi dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi
cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan
mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis
(Triyono,2005). Manfaat kolagen dalam bidang medis adalah mempercepat
tumbuhnya jaringan baru.
Jika di didihkan di dalam air, kolagen akan mengalami transformasi, dari bentuk
untaian, tidak larut dan tidak tercerna menjadi gelatin, yaitu campuran polipetid
yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini melibatkan
hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada jaringan
pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen
mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi
asam amino ini agak luar biasa tinggi. Yang lebih menonjol adalah kandungan
prolindan 4-hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang ditemukan
pada protein selain pada kolagen dan elastin. Bersama-sama, prolin dan
hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen
(Lehninger, 1993).
Polivinil alkohol (PVA) dengan rumus kimia [(C2H4OH)x] adalah polimer sintetik
yang diproduksi oleh hidrolisis dari polivinil asetat. PVA bersifat nontoksik dan
larut dalam air, sehingga banyak digunakan di berbagai bidang, antara lain bidang
medis dan farmasi (Theresia,2011) . Produk ini sangat sesuai untuk digunakan
secara komersial dalam skala besar sebagai eksipien dalam berbagai produk
farmasi seperti tablet salut, tetes mata, biofermentasi dan topikal. PVA bersifat
kompatibel secara hayati dan sesuai untuk simulasi jaringan alami. Selain itu, PVA
mempunyai permeabilitas oksigen yang baik, tidak bersifat imunogenik, dan
memiliki sifat yang sangat baik dalam pembentukan film, pengemulsi dan dapat
dilembabkan (Gessner, 1981). PVA berwarna putih, bentuk seperti serbuk, rasa
hambar,tembus cahaya, tidak berbau dan larut dalam air. PVA salah satu polimer
yang mempunyai sifat hidrofolik dan sebagai perekat. PVA dapat digunakan
sebagai lapisan tipis yang sensitif. Struktur Polivinil alkohol dapat dilihat pada
gambar 2.3.
Polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu jenis bahan polimer yang
relatif murah dan tidak toksik. PVA dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan hidrogel sebagai matriks untuk mengekang obat dan kemudian obat
tersebut dilepaskan kembali (Zainuddin K.,1994). Menurut Doan Binh, hidrogel
yang transparan, kuat secara mekanik dapat dihasilkan dari campuran PVA dan
kitosan yang diiradiasi sehingga dapat digunakan untuk antibakteri, mencegah
infeksi dan menstimulasi reepitelisasi (Binh,2001).
2.4. Luka
Luka didefenisikan sebagai cacat pada kulit yang disebabkan oleh kecelakaan
secara mekanik, terserang listrik, terbakar, terkena tumpahan bahan-bahan kimia
atau akibat tindakan operasi. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul, yaitu
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, pendarahan
dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel. Berdasarkan
kedalaman dan luasnya luka, maka luka dibagi menjadi :
Luka bakar adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Oswari, 1993).
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Pendarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
Berat ringannya luka bakar tergantung dari lama dan banyaknya kulit
badan yang terbakar. Kerusakan paling ringan akibat terbakar yang timbul pada
kulit adalah warna merah pada kulit. Bila lebih berat, timbul gelembung. Pada
keadaan yang lebih berat lagi bila seluruh kulit terbakar sehingga dagingnya
tampak, sedangkan yang terberat adalah bila otot-otot ikut terbakar (Oswari,2003).
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena logam panas (Djohansjah. 1991)
Berdasarkan kedalam kerusakan jaringan, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
yaitu:
a. Luka derajat I:
1. Kerusakan terbatas pada epidermis
2. Kulit kering, tampak sebagai eritema
3. Penyembuhan terjadi secaraspontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II:
1. Kerusakan meliputi dermis dan epidermis
2. Dasar luka berwarna merah, terletak lebih tinggi di atas kulit normal
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Derajat II dangkal
Kerusakan mengenai bagian dermis. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Penyembuhan terjadi
lebih lama, biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
c. Luka bakar derajat III
1. Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
2. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu.
3. Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian.
4. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelasi spontan
baik dari dasar luka, tepi luka maupun apendises kulit (Moenadjat,
2003).
Tindakan yang dapat dilakukan pada luka bakar adalah dengan memberikan terapi
local dengan tujuan mendapatkan kesembuhan secepat mungkin, sehingga jumlah
jaringan fibrosis yang terbentuk akan sedikit dan dengan demikin mengurangi
jaringan parut. Diusahakan pula pencegahan terjadinya peradangan yang
merupakan hambatan paling besar terhadap kecepatan penyembuhan (Ancel,1989)
Proses penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan penyudahan jaringan.
1. Fase inflamasi
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fibroplasias karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini,
bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka.
Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal.
Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul dan antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka
dipenuhi fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan
dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel
tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari
proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar,
sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan
tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih, pengerutan dan akhirnya terbentuk kembali jaringan yang
baru. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena
proses penyembuhan. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,
dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada
luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira
80% kemampuan kulit normal (Moenadjat, 2003).
Pembalut luka adalah bahan yang digunakan untuk menutup luka. Berbagai jenis
luka dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya luka akibat benturan
mekanik, seperti lecet-lecet, beragam luka bakar dan disebabkan oleh bahan kimia.
Sejak berabad-abad serat binatang maupun tumbuhan telah digunakan untuk
meneutupi luka guna menghentikan pendarahan, menyerap cairan yang keluar dari
luka/eksudat/nanah, mengurangi rasa sakit dan menyediakan perlindungan untuk
pembentukkan jaringan baru. Saat ini bermacam-macam pembalut luka telah
tersedia dipasaran untuk kepentingan medis atau paska operasi. Fungsi produk ini
antara lain adalah untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi, menyerap
darah dan nanah, mempercepat penyembuhan luka dan beberapa diantaranya dapat
mengobati luka. Selain ituproduk tersebut harus mudah digunakan dan dilepaskan.
Pembalut luka dapat berupa produk tenun/woven (kain kasa, kain
pembalut/perban) atau produk nirtenun/nonwoven (membran/komposit).
Selain itu pembalut luka yang sering digunakan adalah berupa bahan
komposit atau nirtenun. Produk komposit adalah produk yang terdiri dari dua atau
lebih materialyang diikat satu sama lain baik secara kimia maupun secara mekanik.
Secara kimia misalnya dengan menggunakan matriks polimer, sebagai ikatan silang
antar muka dari masing-masing material yang digunakan, atau dengan bantuan
perekat (adhesive) dan tekanan. Adanya komposit akan menciptakan bahan baru
yang sifatnya dapat memperkaya jenis bahan yang telah ada di alam (Mutia, T.
2011).
2.5.1 Membran
Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan
kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis (film) yang
fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel (Jones, 1987).
Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media
pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik
atau kelarutan.
Hidrogel dapat didefinisikan sebagai sistem polimer yang tersusun atas network
tiga dimensi antar rantai molekul polimer, bersifat tidak larut dalam air dan dapat
mengabsorb air atau cairan tubuh dan mengembang ( Rosiak, J.M., 2002 dan .
Peppas, N.A., 1996). Sejak beberapa tahun yang lalu, Darmawan dkk. (1993) telah
berhasil mensintesis hidrogel dari polimer hidrofilik polivinil pirolidon (PVP)
menggunakan radiasi gamma dan berkas elektron untuk digunakan sebagai
pembalut luka dan plester penurun demam. Hidrogel yang dihasilkan mempunyai
sifat yaitu memiliki kandungan air sekitar 80-90%, bersifat steril, dapat
mengabsorbsi air, permeabel terhadap udara tetapi tidak dapat ditembus oleh
mikroba, lunak, tidak toksis, mempunyai kemampuan untuk penyembuhan luka,
kuat namun cukup elastik, nyaman dan terasa sejuk pada saat pemakaian, dapat
melekat dengan baik pada daerah luka dan tidak menimbulkan jaringan parut pada
bekas luka, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai
oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides
disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1.
Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan
satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia
diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu
larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan
menggunakan larutan HCl 1 M.
Tabel 2.3. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)
Sifat mekanik yang umum dilakukan adalah uji kekuatan tarik (tensile strength)
atau daya renggang dan perpanjangan yang terjadi pada film selama pengukuran
berlangsung (Darni dan Utami, 2010). Biofilm akan ditentukan dengan uji tarik
yang dikaitkan pada alat uji dan beban penarik di pasang pada satuan beban kilo
Newton (kN). Biofilm ditarik hingga putus. Besar beban penarik dan perubahan
panjang biofilm pada saat putus dicatat (Wafiroh, dkk., 2010). Pengujian ini
digunakan untuk meneliti keadaan cacat tetapi untuk memeriksa kualitas produk
yang dihasilkan berdasarkan suatu standar spesifikasi.
Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang berhubungan
dengan struktur kimia biofilm. Kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan
biofilm yaitu renggangan maksimal yang dapat diterima sampel, sedangkan persen
pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami plastik pada
saat uji kuat tarik yaitu pada saat sampel sobek (Apriyanto, 2007). Adapun rumus
dari kuat tarik dan persen elongasi diukur berdasarkan rumus:
𝐹
Kuat Tarik = kg/ cm2 (2-1)
𝐴
Dengan:
𝐿1−𝐿0
% Elongasi = 𝑥 100% (2-2)
𝐿0
Dengan:
L0 = panjang awal
Pemprosesan
Sumber
Interferometer Sampel Detektor data dan
Infra
sinyal
merah
Gambar 2.5 Skema komponen dasar FT-IR