Salah satu karakteristik kegiatan pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan
memiliki risiko yang besar. Kemudian sebagai aktivitas ekstraktif, banyak aktivitas dilakukan
pada kondisi ekstim sehingga potensi terjadinya kecelakaan sangat besar. Kemudian salah satu
acuan utama dalam praktek penambangan yang baik dan benar termasuk di dalamnya
pelaksanaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah Kepmentamben No.
555K/MPE/1995 tentang Pedoman Kesehatan Keselamatan Kerja di Wilayah Pertambangan.
Tambang bawah tanah memiliki resiko keselamatan karakteristik dibandingkan dengan
tambang terbuka dikarenakan keterbatasan kondisi yang disesaikan dengan aktivitas bawah
tanahnya. Tingkat resiko yang tinggi ini maka keselamatan kerja haruslah menjadi perhatian
utama dalam pelaksanaan kegiatan tambang.
Di dalam aktivitas pertambangan bawah tanah, potensi bahaya dari aktivitas yang
dilakukan lebih banyak dibandingkan dengan tambang terbuka. Ini dikarenakan kondisi dan
lokasi kerja yang sangat terbatas dibanding tambang terbuka. Beberapa keterbatasan tersebut
adalah:
a) Ruang Kerja yang Terbatas
Bekerja di bawah tanah tentunya jauh berbeda dibanding bekerja normal diatas permukaan.
Dimensi bukaan tunneling mesti dihitung cermat agar efisien dari sudut biaya, dan aman dilihat
dari pertimbangan teknis. Tunneling yang terlalu besar akan akan membutuhkan biaya tinggi
disertai dengan kerumitan-kerumitan teknis. Pekerja tambang dituntut untuk bekerja dalam
lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat
mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (LHD, Wheel Loader, Mine
Truck, Jumbro Drill dan lain sebagainya) dapat saja terjadi akibat keterbatasan ruang gerak.
Dimensi alat harus disesuaikan dengan dimensi bukaan
b) Cahaya yang terbatas
Bekerja di bawah tanah berarti bekerja tanpa penyinaran yang alami dan di bawah keterbatasan
cahaya. Cahaya bantuan hanya didapat dari penerangan dengan lampu atau melalui Mine Spot
Lamp (MSL). Tetapi jika cahaya bantuan ini dibandingkan dengan panjang tunneling yang dapat
mencapai beberapa kilometer maka penerangan tidak mungkin dipasang di seluruh tempat.
Bekerja dengan cahaya terbatas atau diterangi oleh MSL tentunya sangat riskan. Oleh karena itu
para pekerja tambang bawah tanah tidak diperbolehkan untuk bekerja sendirian. Setidaknya
ditemani oleh satu orang untuk mengantisipasi jika salah satu MSL tersebut mati.
Pekerja dibekali lampu sorot (Mine Spot Lamp) sebagai penerang tambahan
c) Kondisi batuan yang rawan
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Telah dilakukan beragam metode terapan untuk
memperkuat batuan tetapi pekerja tambang tetap harus waspada akan bahaya ini. Runtuhan
batuan, sekecil apapun akan beresiko. Runtuhan batuan kecil mungkin saja merupakan awal dari
aktivitas yang memancing ambrukan lebih besar lagi. Untuk meminimalkan resiko keselamatan
kerja, selain penyanggaan yang harus teliti dan akurat, berbaga macam prosedur kerja juga
diperlukan untuk melengkapi keamanan aktivitas.
Supporting System, untuk memperkuat lubang bukaan pada kondisi batuan rawan
d) Gas berbahaya
Berbagai macam jenis gas berbahaya, tumpah ruah dan banyak terdapat di dalam tambang bawah
tanah. Metan adalah gas berbahaya yang ditemui di tambang batubara bawah tanah. Sedangkan
utuk tambang bijih bawah tanah, gas yang paling berbahaya adalah carbonmonodioxide (CO).
Para pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara
terowongan yang terbatas, gas-gas beracun tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa
gas beracun ini antara lain CO, CO 2, H2S, NOx, dan SO2. Gas ini dapat terjadi akibat proses
peledakan, emisi kendaraan dan alat berat maupun gas yang terlepas alami oleh kondisi batuan.
Pada banyak kondisi, sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol. Oleh
karena itu ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh melebihi ambang
batas ini. Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat menyebabkan kematian.
Ventilasi yang baik dapat mengurangi potensi keracunan gas berbahaya
Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah mengikat gas ini
dibanding oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai oksigen ke organ
vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak
dapat menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian.
Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi:
a) 35 ppm (0.0035%) Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam
b) 100 ppm (0.01%) Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam
c) 200 ppm (0.02%) Pusing dalam rentang 2-3 jam
d) 400 ppm (0.04%) Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam
e) 1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.
f) 3,200 ppm (0.32%) Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam 30 menit.
g) 6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit.
h) 12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit.
e) Debu dan Partikulat
Aktivitas di bawah tanah hampir selalu dipengaruhi oleh debu baik yang berasal dari batuan
halus, kayu, semen maupun dampak dari lalu lintas alat berat. Debu yang berbahaya adalah debu
silica yang jika terhisap dapat mengendap di pernafasan dan mengakibatkan penyakit silikosis.
Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu
ini juga mampu menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Upaya yang umum dikerjakan untuk mengurangi tingkat resiko akibat terpapar debu yaitu
dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di tambang bawah tanah harus
dibuat selancar mungkin dengan mengalirkan udara bersih dan supply oksigen serta membawa
keluar udara kotor. Selain itu untuk menambah keselamatan, para pekerja juga harus dilengkapi
dengan respirator (masker) sebagai alat pelindung kesehatan.
Defisiensi Oksigen
Defisiensi oksigen merupakan keadaan manusia sangat memerlukan oksigen atau tubuh
mengalami kekurangan oksigen. Terdapat beberapa beberapa faktor yang dapat menyebabkan
suplai oksigen di dalam tubuh mulai berkurang. Salah satunya adalah pola hidup yang tidak baik
dan lingkungan yang buruk seperti pekerja yang berada di pekerjaan tambang bawah tanah.
Kebiasaan-kebiasaan ini adalah pemicu utama berkurangnya kadar oksigen di dalam
tubuh. Kurangnya Oksigen akan menyebabkan mikroorganisme anaerobik dalam tubuh manusia
berkembang pesat, dan menyebabkan manusia kehilangan staminanya dan sangat mudah
terjangkit penyakit (Hypoxia = penyakit akibat kekurangan Oxygen), seperti cepat capai, letih,
lesu, daya tahan tubuh melemah, Pegal & Linu, tekanan darah rendah/tinggi, kurang darah
(Anemia), fungsi hati menurun, pH lambung tidak stabil, pencernaan tidak sehat. Selain itu efek
yang bisa dirasakan akibat kekurangan oksigen adalah kematian sel-sel di dalam jaringan tubuh
yang akan berdampak pada penurunan kualitas hidup bahkan bisa berakibat pada kematian.
Suplai oksigen yang berkurang menuju otak juga bisa berakibat kematian sel pada jaringan otak
itu sendiri.