Anda di halaman 1dari 11

LUKA-LUKA YANG TERLUKA

KARYA: WHANI HARI DARMAWAN

SUATU TEMPAT YANG SANGAT KOTOR. SAMPAH BERTEBARAN DI SANA-


SINI. SIANG HARI. MATAHARI MEMBAKAR KULIT. SUARA HINGAR BINGAR.
LALU SEPI. SENYAP. DUA ORANG MENYELINAP MASUK DENGAN
GEROBAK. YANG SATU LEBIH TUA DARI YANG LAIN. DENGAN SANGAT
KELELAHAN MEREKA BERHENTI.

Mak Gerabuk : (BERSANDAR PADA GEROBAK) Saudara tua, sudahlah, kita


hentikan saja mencarinya, aku sangat lelah, aku sudah capek.

Mak Gerabik : Demi setan! Jangan berhenti! Bayangan-bayangan itu adalah


bayang-bayang kita. Ia adalah bagian dari kita. Coba
bayangkan bagaimana jadinya jika kita hidup tanpa bayang-
bayang? Tabu, goblok! Kita ini manusia. Ma – Nu – Si – A. Ayo
kita cari lagi!

MAK GERABUK KEMBALI MENGANGKAT GEROBAK, TAPI IA TIDAK


BERGERAK. MAK GERABIK MATANYA MENCARI KE SANA KE MARI.

Mak Gerabik : Ke sini!

Mak Gerabuk : Ke situ!

Mak Gerabik : Ke sana!

Mak Gerabuk : Ke sini!

Mak Gerabik : Ke sanaa!!

Mak Gerabuk : Ke situu!!

Mak Gerabik : Ke siniii!!

MAK GERABUK MUAK DAN JENGKEL. IA LEPASKAN KEMUDI GEROBAK. IA


KEMBALI BERSANDAR PADA GEROBAK.

Mak Gerabik : Hilang. Berpijar cahaya di muka, kemudian hilang, kemudian


muncul. Hilang, muncul, muncul, hilang. Kemana larinya? Dua
orang laki-laki mengejar bayangan diri. Dari gelap ke gelap. Dari
terang ke terang. Aneh…

SESAAT KEMUDIAN SEPI. MEREKA HANYA DUDUK. MELAMUN DENGAN


PIKIRAN MASING-MASING
Mak Gerabik : Bayangan itu menghilang begitu saja, aneh.

Mak Gerabuk : (PUTUS ASA) Omong-omong, kita akhiri saja Gerabik. Toh
mereka hanya bayang-bayang. Bukankah kita tidak terlalu ada
urusan dengan mereka?

Mak Gerabik : Tidak ada urusan katamu? Hei, mereka itu sudah tidak ada
ketika kita terjatuh di tikungan jalan tadi, dan mereka hadir saat
perasaan kita hampa. Itu artinya, justru kedua bayangan kita itu
memberi arti bagi kehilangan-kehilangan kita.

Mak Gerabuk : Ah, mustahil saudara tua!

Mak Gerabik : Kenapa mustahil?

Mak Gerabuk : Setahuku, bayangan bisa hadir pada saat apa saja, dalam
ruang dan waktu yang bagaimanapun juga. Jadi, mereka akan
datang kepada kita dengan sendirinya walau kita tidak mencari-
cari mereka.

Mak Gerabik : Itu tidak betul!

Mak Gerabuk : Kenapa tidak betul?

Mak Gerabik : Tidak betul bagi bayangan yang mampu singgah dalam ruang
dan waktu tanpa batas miliki kita. Setahuku, ruang dan waktu itu
memiliki keterbatasan.

Mak Gerabuk : Itu yang tidak betul, mustahil!

Mak Gerabik : Tidak ada yang betul dan tidak ada yang mustahil saudara
muda.

Mak Gerabuk : Apa alasanmu Gerabik?

Mak Gerabik : Alasanmu?

Mak Gerabuk : Einstein pernah mengatakan bahwa,...

Mak Gerabik : Newton yang betul! Einstein itu durhaka, dia menginjak-injak
penemuan!

Mak Gerabuk : Einstein tidak menginjak-injak, ia merombak yang paling dasar!

Mak Gerabik : Ha ha ha... apa katanya?


Mak Gerabuk : Ia mendasarkan ruang dan waktu itu pada relativitas. Berarti,
segala sesuatu harus dilihat dari sudut tertentu. Begitupun
kedua bayangan kita itu. Kita harus lihat kehilangan dan
kehadirannya bagi kita dari sudut pandang tertentu pula.

Mak Gerabik : Tolol! Bagaimana mungkin kaca sama dengan cermin?

Mak Gerabuk : Ah itu bodoh namanya saudara tua. Tidak usahlah kita
memakai kerangka acuan. Ilmu kadang merusak pikiran. Kita
kembalikan diri kita pada kebersahajaan manusia saja.

Mak Gerabik : Itu lebih tolol! Manusia hadir dengan berpikir, sedangkan
bayangan kita tidak pernah berpikir. Tidak bisa! Bagaimanapun
juga kita harus mencari mereka!

Mak Gerabuk : Kenapa harus begitu?

Mak Gerabik : Ya begitu, begitu saja.

KEDUANYA TERDIAM. HANYUT DALAM PIKIRAN MASING-MASING

Mak Gerabuk : (PADA DIRI SENDIRI) Bayangan hadir, memberi arti dan
bayangan itu tidak pernah berpikir.... (TERIAK) Hei, betul juga
saudara tua!!

Mak Gerabik : Apa?

Mak Gerabuk : Bayangan itu adalah bayangan kita!

Mak Gerabik : Memangnya kenapa?

Mak Gerabuk : Ha ha ha... kita betul-betul punya bayangan!

Mak Gerabik : Setan! Kenapa kamu malah heran?

Mak Gerabuk : Kenapa setan?

Mak Gerabik : Tolol, goblok! Kalau betul itu bayangan kita, maka kita harus
kembali mencarinya, sekarang juga!!

SEPERTI TERKEJUT, KEDUANYA LANGSUNG BANGKIT, MENYERET


GEROBAK PENUH SEMANGAT MENGITARI TEMPAT ITU.

Mak Gerabuk : Ah dimana dia? Kemana larinya? Hilang... Wah celaka, kemana
ya?
Mak Gerabik : (KAGET) Gerabuk lihat! Itu Mereka!! (KEDUANYA, SENANG)
Tapi, kenapa mereka berbeda dengan kita? Demi Tuhan
Gerabuk, itu berarti kemauan mereka berbeda dengan angan-
angan kita.

Mak Gerabuk : He Gerabik!! Bayangan itu adalah cermin kita. Jangan


membelah cermin jika buruk muka.

Mak Gerabik : Tapi, tapi... lihatlah saudara, kedua bayangan kita hampir
tenggelam dalam angan-angan. Ooo, bayangan kita terlalu
dalam, terlalu melaut, terlalu membahayakan.

Mak Gerabuk : Ah diamlah saudara tua! Lihat sajalah dulu! Jangan vonis
mereka dalam imajinasimu, lihat! Mereka tidak bodoh, mereka
adalah bayangan-bayangan yang cerdik, persis seperti tuan-
tuan mereka.

KEDUANYA KEMBALI MEMPERHATIKAN BAYANGAN MEREKA.

Mak Gerabik : Gerabuk, saudara muda! Kesini cepat, lihat! Mereka kini
semakin gemulai, ou, mereka meliukkan badannya, luar biasa.
Ha ha ha... bayangan kita menjadi penari Gerabuk. (KAGUM)
Ou, gerakan-gerakannya, indah mengagumkan. Dada mereka
memendam bara, air mukanya teduh laksana perwita sari. Oh,
kita harus dekat padanya, kita harus kembalikan mereka.

Mak Gerabuk : Jangan Gerabik!!

Mak Gerabik : Oh sayang, aku akan menjemputmu. Aku tak akan kehilangan
waktu.

Mak Gerabuk : Jangan saudara tua, jangan Gerabik!!

Mak Gerabik : Bantu aku pegang kemudi Gerabuk, bantu aku!!


(MENGANGKAT BAGIAN DEPAN GEROBAK)

Mak Gerabuk : (MENGHALANGI) Jangan Gerabik, kau sudah diburu nafsu


saudara!

Mak Gerabik : Tidak! Nafsu sudah habis terlindas di kakiku tempo dulu, jangan
haramkan semangatku Gerabuk!

Mak Gerabuk : Bodoh! Untuk memilah-milah alam saja kau tidak mampu!

Mak Gerabik : Biar, aku akan ke mereka!


Mak Gerabuk : Jangan saudara tua!! Kita akan sampai sendiri pada mereka jika
waktunya sudah tiba.

Mak Gerabik : Tidaak! Jangan halangi aku, minggir!!

Mak Gerabuk : Bodoh, kolot, dungu, feodal, setan!! Hei saudara tua, ini adalah
vibrasi dunia benda. Apa saudara sudah mulai rabun dan buta?
Sabar, Gerabik, bukan begitu caranya, kalau seperti ini bukan
semangat namanya, tolol!

Mak Gerabik : Kurang ajar! Kau sudah mulai menghina semangatku, he?! Kau
telah mencaci, kau telah mencacat aku, jahanam!...

MAK GERABIK LANGSUNG MELABRAK GERABUK, SALING BERGUMUL.

Mak Gerabuk : He, he, sabar Gerabik, jangan menggumuli aku seperti ini!!

MEREKA BERKELAHI HINGGA DAN BAHKAN GERAKAN MEREKA PERSIS


SEPERTI ORANG BERSETUBUH.

Mak Gerabuk : Lepaas Gerabik, lepaas....

Mak Gerabik : Jangan... jangan....

Mak Gerabuk : Ini hawa tidak baik Gerabik, lepaas.. lepass...

Mak Gerabik : Oh... tidak... tidak... tidaaak...

KEDUANYA MENGERANG BERSAMAAN, LEMAS TERKULAI TAPI MASIH


SALING BERBELIT.

Mak Gerabik : Ohh, jangan tutup pintu-pintumu, jangan kau tutup jendelamu
Tuhan... Ohhh Gerabuk... inikah vibrasi dunia benda?

Mak Gerabuk : Ya, di manakah cahaya?

Mak Gerabik : Kita telah kehilangan bayangan kita, inilah jadinya, aku butuh
cahaya, ohh...

KEDUANYA SALING PANDANG. MALU. SALING JAUH. MENANGIS.

Mak Gerabuk : Celaka, celaka... kita terbelit ular jadinya.

Mak Gerabik : Tidak. Ular kitalah yang berbelit-belit.


Mak Gerabuk : Tidak, kita yang membelit ular.

Mak Gerabik : Dan kita kalah karenanya.

Mak Gerabuk : Ya, kita kalah.

Mak Gerabik : Ohh, kita kalah. Ini karena bayangan celaka itu. Ohh aku
merasa kepalaku kosong tanpa udara. O, kosong, ... hu.. hu..
hu, kosoong, kosooo..ng

Mak Gerabuk : Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kekosongan,


hhuuu... hhhuaaa.....

Mak Gerabik : Sebentar lagi kita pasti akan mati, o, kita mati tanpa bayangan
kita, hhhuuu... ini sangat mengerikan hhuu.. hiik, ngeri ...hik...

Mak Gerabuk : Kita menjadi bayi kembali, ooo...

Mak Gerabik : Ya, bayi kembali, hhuu... bayii.... bayii... hik... hikk

LALU.

Mak Gerabuk : Bangsat, membosankan! Dari tadi, semenjak kita kehilangan


bayangan kita, aku sudah tahu akan begini jadinya, tapi toh kita
tetap menangis juga,... bangsat!

Mak Gerabik : Ya,... bangsat. Kenapa tidak kau peringatkan aku tadi?

Mak Gerabuk : Sudah, kamu saja yang ngeyel.

Mak Gerabik : Kalau begitu kita harus bangkit kembali, mulai dari awal lagi.
Tapi, kebangkitan apa namanya?

Mak Gerabuk : Alaah, kebangkitan apapun namanya, kebangkitan regional,


kebangkitan multinasional, kebangkitan nasional, itu tidak
penting! Yang penting kita bangkit dari kubur.

Mak Gerabik : Ya kita kubur masa lalu kita. Kita akan mulai lagi dengan
upacara suci.

Mak Gerabuk : Alaah kok mulai lagi sih? Tidak usah pakai upacara-upacaraan
segala. Tidak usah menggebu. Bila hendak memulai atau
mengakhiri sesuatu, biasa-biasa sajalah...

Mak Gerabik : Ha ha ha, biasa-biasa saja...


Mak Gerabuk : Iya! Ayo!

Mak Gerabik : Kemana?

Mak Gerabuk : Ya bangkit!! Gimana sih??

Mak Gerabik : Katanya biasa-biasa saja, ini kan sudah bangkit.

Mak Gerabuk : Aduuh Gerabik, goblok!! Bangkit itu ya bekerja, mulai lagi!!

Mak Gerabik : Oo, ayolah, kita mulai lagi mencarinya.

KEDUANYA HANYA DIAM. SESUATU HILANG DARI DIRI MEREKA.

Mak Gerabuk : Ah, aku, aku lupa lagi cara memulainya.

Mak Gerabik : Apalagi aku. Tapi kita harus berusaha...

KEDUANYA BERUSAHA. MENGGERAKKAN APA YANG BISA. BERTERIAK


ATAU MENGUMPAT. AKHIRNYA.

Mak Gerabuk : Haa, yak itu, itu! Itu caranya! Ayo Gerabik, coba lagi...

Mak Gerabik : Begini, Begini...

Mak Gerabuk : Ya, ya, ha ha ha... kita akan berhasil, kita akan berhasil!!

Mak Gerabik : Hei, hei, ssst.... biasa-biasa saja.

Mak Gerabuk : O ya...

Keduanya : Biasa-biasa saja. Yok!!

KEDUANYA MENARI-NARI. MEREKA GIRANG SEKALI. MEREKA MENARI


SAMPAI KE SUATU TEMPAT. MEREKA CANGGUNG, BINGUNG, MENCARI-
CARI.

Mak Gerabuk : Saudara tua, di manakah kita sekarang?

Mak Gerabik : Sepertinya kita berada di posisi kedua, dalam diri kita.

Mak Gerabuk : Dalam diri kita?

Mak Gerabik : Ya, saudara muda. Kita tengah memasuki wilayah negara
benda, lepaskan pakaian kemuliaan kita. Di sini semuanya akan
berganti dengan jadwal acara, dan kita harus kenakan angka-
angka kita, data-data kita.

Mak Gerabuk : Tapi, benarkah demikian Gearbik? Hei, Gerabik!

Mak Gerabik : Setan! Jangan teriak-teriak, nanti suaramu mengacaukan


segalanya! Sudahlah jangan banyak tanya, nikmati saja dengan
sendirinya.

KEDUANYA TERDIAM, MENIKMATI KEADAAN.

Mak Gerabuk : Gerabik!! Itu, itu, lihat! Bayangan kita telah kembali. Oh, mereka
kembali Gerabik!!

Mak Gerabik : Sst, hei... lebih baik sekarang kita pura-pura tertidur biar mereka
menyatu lagi dengan kita, ayo!

KEDUANYA PURA-PURA TIDUR. BAYANGAN MEREKA KEMBALI MENYATU.


KEDUANYA SEREMPAK TERTAWA RIANG, SAMPAI PADA SUATU SAAT.

Mak Gerabuk : Saudara tua, aku melihat debu menggumpal berarak. Gerakan
apakah itu?

Mak Gerabik : O, aku kira itu hanyalah peristiwa kecil saja.

Mak Gerabuk : Ah, masak sih?

Mak Gerabik : Huu, ngeyel! Hei, kita ini tengah berada di wilayah suatu
negara. Jangan pakai bahasa yang minor. Dunia negara
berbeda dengan dunia kita. Di sini kita dikepung oleh aturan
dan adat. Jangan terlalu lugu saudara!

Mak Gerabuk : Tapi.... lihat! Orang-orang berarak dengan kereta-kereta


raksasa. Roda-roda berderit dalam irama kesibukan kerja.

Mak Gerabik : Ya!!

Mak Gerabuk : Mereka tampak cacat dan terluka.

Mak Gerabik : Mereka menderita dan sengsara.

Mak Gerabuk : Mereka menganggap bahwa mereka bukanlah manusia jika


tidak terluka. Ohh ini penderitaan besaar!

Mak Gerabik : Demi setan! Seorang laki-laki datang mengusung peti mati, dan
seribu laki-laki, seribu pekerja suatu negeri datang merubung
peti mati. Demi setan Gerabuk, seribu laki-laki itu terjengkang.
Kelamin mereka berubah menjadi bulan. Mereka berubah
menjadi perempuan, perempuan-perempuan sarkas,
perempuan supra betina. Oo tidak, mereka tetap saja laki-laki.
Laki-laki yang lemah gemulai. Mereka kalah.... mereka kalah.

Mak Gerabuk : Oh, kitapun akan celaka Gerabik. Kita aka bernasib sama
dengan mereka. Kita harus menyaru bahasa mereka!

Mak Gerabik : Bahasa yang tidak menyuarakan makna?

Mak Gerabuk : Tapi lihatlah orang-orang yang terjengkang itu! Mereka bangkit,
mereka membaui, menciumi bangkai yang ada dalam peti mati,
kau lihat, kau lihat?

Mak Gerabik : Ya... o, tampak mereka kini saling tuduh, saling bunuh. Pencuri,
ya mereka itu kaum pencuri. Lihat pencuri menuduh, tercuri
tertuduh, tercuri menuduh,. Pencuri tertuduh. Mencari pencari
tercuri. Ribut. Mereka semua ribut di sekitar peti mati.

Mak Gerabuk : Hei, siapa itu yang datang? Ou, mereka berhenti melihat tajam
pada yang baru datang. Hei, ia menawakan jasanya untuk
menyibak duka, mendung dan gerhana.

Mak Gerabik : Tapi orang-orang menampiknya, mereka malah megeroyoknya.


Lihat, orang-orang menjadi liar. Mereka menghadang kereta,
memanjatnya, berupaya untuk menyibakkan gerhana duka
mereka.

Mak Gerabuk : Gerabik,...

Mak Gerabik : Gerabuk, lihat! Seseorang mencakar tubuhnya, mencuil-cuil


tubuhnya, membagi-bagikannya kepada yang lainnya untuk
meyumpal mulut, telinga dan mata hati mereka. Orang itu sudah
tidak bedaging lagi. Ia membungkamkan semua dan, hei, ia
berkata-kata.

Mak Gerabuk : Apa katanya??

Mak Gerabik : Ia katakan... Telahku sumbangkan semuanya hingga darah


dagingku sekalian. Sekarang ayolah kita bersama kembali
bekerja. Jika sudah tidak mampu lagi mencari kata, lebih-lebih
makna, berhenti saja menjadi manusia.
Mak Gerabuk : Orang-orang kemudian bersuka cita, melindaskan diri mereka di
bawah roda-roda kereta. Penderitaan menjadi suka cita,
menjadi souvenir, sumber devisa negara.

Mak Gerabik : Dan orang-orang bergerak terlalu jauh. Orang-orang terpeleset


jatuh,..

Mak Gerabuk : Jiwa-jiwa mereka telah mati.

Mak Gerabik : Hati nurani menjadi materi dan kursi para nabi mereka duduki,
keparat! Ini tidak adil!!

KATA “TIDAK ADIL” MEREKA ULANG-ULANG HINGGA DIAM.

Mak Gerabuk : Kosong dan jenuh aku jadinya. Kalau kita ini bukanlah bagian
dari mereka, lalu apa fungi kita ini?

Mak Gerabik : Kita hanyalah antar pandang bagi mereka. Bagi mereka kita ini
bernama jarak, batas-batas dan antar.

Mak Gerabuk : Bah! Kau menjadi kejam dan lama kelamaan kau jadi
berkhianat pada bayang-bayang kita yang telah kembali. Kau
berkhianat pada mereka saudara tua! Kalau benar kita ini
bernama jarak, tentu kita ini juga bagian dari mereka dan bila
kita adalah milik mereka, kenapa dari tadi kita hanya diam, diam
yang bisu, tidak berani bicara. Ah, aku muak menjadi benda
mati. Aku rindu untuk hidup, hidup!

Mak Gerabik : Saudara muda, kita ini bukan tangung jawab kita.

Mak Gerabuk : Kau selalu bicara benda mati!!

Mak Gerabik : Gerabuk, kau menyalahi adat, kau berdosa, menyalahi posisi.

Mak Gerabuk : Posisi itu bukan profesi, goblok! Itu tidak perlu dipertahankan.
Profesi itu ada di sini, manusia. Manusia-manusia. Aku dan
mereka.

Mak Gerabik : Tapi mereka bukan kita!

Mak Gerabuk : Kita dan mereka adalah manusia!

Mak Gerabik : Tapi kita punya warna yang sama, sedangkan warna sesama
mereka tidak pernah bisa sama!!
Mak Gerabuk : Ah diskriminatif, kolot, kejam, penjahat kemuliaan, pengen
enaknya sendiri, bangsat!! Hei Gerabik tua, meskipun kita ini
sama tapi dalam kerja harus memilah-milah. Selamat
saudaraku! Aku ingin bergabung dengan mereka. Aku akan
menyibakkan gerhana duka yang menghalang pandang sejak
beribu tahun lalu. Selamat tinggal saudara, aku akan bergabung
dengan mereka, selamat tinggal!!

Mak Gerabik : Gerabuk, Gerabuk....

MAK GERABUK TIDAK MENGGUBRIS LAGI TERIAKAN MAK GERABIK. IA


MENARIK GEROBAK, BERLARI MENUJU TITIK PANDANGNYA, MAK
GERABIK TERUS SAJA MEMANGGIL, MENYURUHNYA KEMBALI. MAK
GERABUK TERUS SAJA BERLARI, IA BERTERIAK-TERIAK. IA SERUKAN
TENTANG KEMANUSIAAN, SLOGAN-SLOGAN, PERLAWANAN DAN
PENDERITAAN. IA BERLARI SEMAKIN KENCANG. MAK GERABIK TERUS
SAJA MEMANGGIL-MANGGIL. SEMAKIN KENCANG MAK GERABUK
BERLARI HINGGA AKHIRNYA IA TERJATUH, BERTERIAK MENYAYAT, TAK
BERGERAK. MAK GERABIK MERAUNG. DILAKUKANNYA PENGHORMATAN
TERAKHIR. MAK GERABIK BERDUKA.

BLACK OUT.
LAYAR TURUN

Diadaptasi secara bebas atas seijin penulis,


Oleh: eko ‘ompong ‘santosa, 1999.
Diketik ulang, Agustus 2004

Anda mungkin juga menyukai