Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan yang terjadi bila oxygen delivery ke sel di seluruh
tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption. Sebagai respon
terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik.
Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat
timbul kerusakan irreversible pada organ vital.1 Syok dibagi menjadi 4 jenis antara lain syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif, syok distributif.2,3
Syok hipovolemik dimana kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh
hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar 20-25% sebagai akibat perdarahan akut,
dehidrasi, luka bakar, muntah, dan third space loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen
dan nutrisi ke sel tidak adekuat. Beberapa perubahan hemodinamik yang yang terjadi pada kondisi
syok hipovolemia adalah cardiac output (CO) menurun, blood pressure (BP) menurun, systemic
vascular resistance (SVR) meningkat, dan central venous pressure (CVP) menurun.4
Terdapat 4 klasifikasi syok hemoragik menurut Advance Trauma Life Support (ATLS) yang
melihat dari jumlah perkiraan volume darah yang hilang serta respons fisiologis tubuh. Kelas 1
kehilangan volume hingga 15% dari total volume darah, sekitar 750 mL. Denyut jantung sedikit
meningkat atau normal. Biasanya tidak ada perubahan tekanan darah, tekanan nadi, atau laju
pernapasan. Kelas 2: Kehilangan volume dari 15% sampai 30% dari total volume darah, dari
750 mL menjadi 1500 mL. Denyut jantung dan laju pernapasan meningkat (100 BPM hingga
120 BPM, 20 RR hingga 24 RR). Tekanan nadi mulai menyempit, tetapi tekanan darah
sistolik mungkin tidak berubah hingga sedikit menurun. Kelas 3: Kehilangan volume dari
30% hingga 40% dari total volume darah, dari 1500 mL hingga 2000 mL. Terjadi penurunan
tekanan darah yang signifikan dan perubahan status mentalis. Denyut jantung dan laju
pernapasan meningkat secara signifikan (lebih dari 120 BPM). Pengeluaran urin menurun.
Pengisian kapiler tertunda. Kelas 4 : Kehilangan volume lebih dari 40% dari total volume
darah. Hipotensi dengan tekanan nadi yang sempit (kurang dari 25 mmHg). Takikardia
menjadi lebih jelas (lebih dari 120 BPM), dan status mental menjadi semakin berubah.
Output urin minimal atau tidak ada. Pengisian kapiler tertunda.5,6
Penatalaksanaan syok bertujuan untuk mengembalikan pengiriman oksigen sistemik
dan meningkatkan perfusi jaringan. Prinsip menejemen syok secara umum yang biasa
dilakukan adalah airway, breathing, circulation, pemasangan akses vaskuler, resustasi cairan,
menejemen penyebab syok, dan monitoring. Pada syok hemoragik, menghentikan sumber
perdarahan dan resusitasi cairan merupakan terapi utama sebagai pengganti cairan tubuh atau
darah yang hilang.6
Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Menurut
Kompetensi sebagai dokter umum dalam Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter
Indonesia 2019 adalah 3B, artinya lulusan dokter umum mampu mendiagnosis dan
menatalaksana tingkat pertama dalam kondisi gawat darurat, kemudian mampu melakukan
rujukan yang tepat.
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas
Nama : Tn. ES
No RM : 0001228378
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Ojek
Agama : Islam
BB/TB : 53kg/165cm
Alamat : Jl. Perumda Blok E 2 NO 11, Talang Kelapa, Alang-alang
lebar Palembang
MRS tanggal : 29 Oktober 2021

2.2 Anamnesis
Alloanamnesis
2.2.1. Keluhan Utama
Nyeri pada kepala, paha, tungkai kanan dan kiri
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
+ 4,5 jam SMRS, pasien mengeluh nyeri pada kepala, paha, tungkai
kanan dan kiri setelah ditabrak mobil dari arah belakang. Pasien juga
mengeluh adanya BAK keluar darah. Sesaat setelah kejadian, pasien masih
sadar dan bisa diajak berkomunikasi, mual (-), muntah (-), kejang (-),
memakai helm (-). Pasien dibawa ke RS Swasta terdekat dan diberi
tatalaksana awal lalu dirujuk ke IGD RSMH.
2.2.3. Riwayat Coexisting Disease
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat kencing disangkal
- Riwayat batu ginjal
- Riwayat trauma disangkal
2.2.4. Riwayat Operasi
Disangkal
2.2.5. Riwayat Konsumsi Obat
Disangkal
2.2.6. Riwayat Alergi
Disangkal
2.2.7. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal

2.3 Pasien masuk IGD P1 pada hari Jumat 29 Oktober 2021 pukul 21.00 WIB
2.3.1 Survei Primer

Tabel 1. Survei primer (29 Oktober 2021, pukul 21.00 WIB, IGD P1)
Klinis Masalah Tindakan
Gargling (-), snoring (-), Pertahankan
Tidak ada
Stridor (-), perdarahan (-), patensi jalan napas.
sumbatan
Airway muntah (-), cedera
pada jalur
servikal (-)
napas.

Breathing RR= 24 x/menit, SpO2 Tidak ada O2 10 L/mnt, nasal


99%. kelainan canul.

Pasang IV line 2
TD:50/60 mmHg, HR:120
Circulation Hipoperfusi jalur.
x/m piriformis, lemah
akral dingin (+) Cairan kristaloid 30
ml/kgBB/jam

Disability GCS E3M5VT, pupil 3 mm Kesadaran


isokor, RC (+/+) menurun

Environment T: 36,5 Normal Selimuti pasien


untuk mencegah
hipotermia

2.3.2 Survei Sekunder


AMPLE
Allergies :-
Medication :-
Past History :-
Last Meal :-
Events : 4,5 jam SMRS, pasien mengalami kecelakaan ditabak mobil dari arah
belakang.
- Regio Cranium: Tampak vulnus laceratum ukuran ± 5x2 cm, dasar otot
tepi tidak rata, perdarahan aktif (-)
- Regio Pelvic: Tampak hematom pada SIAS dextra, compression
tes (+), nyeri (+)
- Regio femur sinistra: Tampak deformitas pada proximal femur, ROM
terbatas, nyeri (+)
- Regio Cruris Sinistra: Tampak vulnus laceratum ukuran 4x2 cm, dasar
fascia, perdarahan aktif (-), ROM terbatas, nyeri (+).
- Regio Ankle Joint Dextra: tampak vulnus laceratum yang sudah dijahit,
perdarahan aktif (-), ROM terbatas, nyeri (+)
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital :
Nadi : 107 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Tekanan Darah : 50/60 mmHg
Suhu : 36,5
SpO2 : 99%

Pemeriksaan Khusus
Kepala : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikteri (-), Regio Cranium: Tampak vulnus
laceratum ukuran ± 5x2 cm, dasar otot tepi tidak rata, perdarahan aktif
(-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal
Ekstremitas : Akral dingin, CRT >2 detik
- Regio femur sinistra: Tampak deformitas pada proximal femur, ROM
terbatas, nyeri (+)
- Regio Cruris Sinistra: Tampak vulnus laceratum ukuran 4x2 cm, dasar
fascia, perdarahan aktif (-), ROM terbatas, nyeri (+).
- Regio Ankle Joint Dextra: tampak vulnus laceratum yang sudah dijahit,
perdarahan aktif (-), ROM terbatas, nyeri (+)
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Oktober 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 5,1 13,48-17,40g/dL
WBC 20,42 4,7–10,8x
103/mm3
Hematokrit 15 41–55%
PLT 157x103 170 –396
x103/mL
MCV 81 85–95 fL
MCH 29 28–32 pg
MCHC 35 33–35 g/dL
RDW-CV 14 11%–15%
Hitung Jenis:
Basofil 0
Eosinofil 0
Neurofil 79
Limfosit 15
Monosit 6
Ginjal
Ureum 24 16.6–48.5 mg/dL
Kreatinin 2,19 0.5–0.9mg/dL
Elektrolit
Na+ 136 135–155 mEq/L
K+ 2,6 3.5–5.5 mEq/L
Faal Hemostasis
PT 25,2 12-18
APTT 38,8 27-42
INR 1,84 2.0-3.0
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa sewaktu 277 <200 mg/dL
Analisa Gas Darah
pH 7,125 7,35-7,45
Laktat 11,5 0,7-2,5
PaCO2 40,3 35-45
PO2 172,9
HCO3 13.5 21-28

Swab PCR (18/10/21) Negatif


2.4.1 Pemeriksaan Radiologi
Rontgent C-spine
CT-Scan Craium

Kesan:
- fraktur linear os parietal dextra
- subgaleal hematom

Rontgent Thorax

Rontgent Pelvic

Kesan:
-fraktur os pubis anterior-inferior dextra

Rontgent Femur
Kesan:
-fraktur os femur sinistra 1/3 proximal
Rontgent Tibia-fibula

Kesan:
-fraktur kominutif tibia fibula dextra 1/3 distal

Rontgent Ankle Dextra


Kesan:
- fraktur kominutif tibia fibula dextra 1/3 distal

2.5 Monitoring Pasien di P1

Cairan
TD
JAM
(mmHg HR RR SpO2
(WIB) Masuk Keluar
)
(Urin)
21.00 50/60 120 24 x/menit 99% Assering 500 -
NRM mL

21.30 85/65 110 24 x/menit 99% Assering -


NRM maintanace

22.00 90/60 112 22 x menit 99% Assering -


NRM maintanace

22.30 85/60 120 24 x/menit 99% Assering -


NRM maintanace
23.15 - - 8 x/menit 90% Assering -
RJP RJP NRM maintanace
23.30 ROSC Assering -
maintanace
23.45 80/- 120 22 x/menit 98% Assering -
NRM
maintanace
00.00 100/74 115 20 x/menit 98% Assering -
NRM maintanace

00.30 140/90 125 22 x/menit 99% Assering -


NRM maintanace
00.45 130/80 110 20 x/menit 99% Assering -
NRM maintanace
01.00 126/70 115 20 x/menit 99% Assering -
maintanace
NRM
01.30 107/80 115 20 x/menit 99% Assering -
NRM maintanace
01.45 105/86 130 20 x/menit 99% Assering -
NRM maintanace
02.00 108/63 128 20 x/menit 99% Assering -
NRM maintanace
02.30 85/51 118 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
02.45 92/55 98 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
03.00 92/55 99 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
03.15 87/55 98 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
03.30 89/66 96 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
03.45 82/55 97 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace
04.00 81/58 102 22 x/menit 96% Assering -
NRM maintanace
04.15 87/57 102 20 x/menit 96% Assering 500 -
NRM mL
04.30 85/46 101 20 x/menit 100% Assering -
NRM maintanace

04.45 80/51 106 20 x/menit 95% Assering -


Intubasi maintanace

05.00 112/70 123 20 x/menit 99% Assering -


On ventilator maintanace
05.30 88/55 111 20 x/menit 100% Assering -
On ventilator maintanace
05.45 84/56 109 16 x/menit 100% Assering -
On ventilator maintanace

06.00 86/62 106 22 x/menit 100% Assering -


On ventilator maintanace

06.15 94/63 108 19 x/menit 100% Assering -


On ventilator maintanace

06.30 99/62 107 18 x/menit 100% Assering -


On ventilator maintanace

07.00 94/58 100 22x/menit 97% Assering 100 mL


On ventilator maintanace Post Cystotomy
08.00 90/52 102 20xmenit 97% Assering -
On ventilator maintanace
09.00 92/56 98 18x/menit 97% Assering -
On ventilator maintanace
10.00 88/58 90 20x/menit 97% Assering 30 mL
On ventilator maintanace

11.00 90/66 94 22x/menit 97% Asering 500 mL -


On ventilator

12.00 100/64 90 20x/menit 97% Assering 50 mL


On ventilator maintanace

13.00 98/60 94 22x/menit 97% Assering -


On ventilator maintanace

14.00 94/40 94 20x/menit 96% Assering -


On ventilator maintanace

15.00 60/40 96 16x/menit 99% Assering -


On ventilator maintanace

16.00 60/38 80 18x/menit 98% Assering 60 mL


On ventilator maintanace

17.00 58/38 84 18x/menit 88% Assering -


On ventilator maintanace

18.00 60/40 80 20x/menit 88% Assering 500 -


On ventilator mL

19.00 60/36 82 18x/menit 87% Assering 50 mL


On ventilator maintanace
20.00 64/40 80 18x/menit 88% Assering -
On ventilator maintanace

21.00 62/37 86 18x/menit 79% Assering -


On ventilator maintanace

22.00 49/24 90 16x/menit 86% Assering -


On ventilator maintanace

23.00 45/30 59 12x/menit Assering 30 mL


On ventilator maintanace

24.00 43/15 30 10x/menit Assering -


On ventilator maintanace

00/00 - - - - - -

2.6 Diagnosis
Syok Hemoragik Grade III ec fraktur terbuka os tibia-fibula dextra, fraktur tertutup os
pubis, fraktur tertutup femur sinistra

2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologi:
-Rehidrasi RL 1 L
-IFVD Asering gtt xx/menit
-Transfusi PRC : FFP : PC 1:1:1 5x200 cc
-Pelvic binder
-posterior slab cruris dextra
-traksi tibia proksimal
-pro cystotomy emergency
Farmakologi:
-Inj. Cefriaxone 1g/12 jam IV
-Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam IV
-Inj. Tetagam 250 IU IM
BAB III
ANALISIS KASUS

Tn. ES, 55 tahun, laki-laki, datang ke IGD RSMH rujukan dari RS Swasta di
Palembang karena + 4,5 jam SMRS, pasien ditabrak mobil dari arah belakang, lalu pasien
mengeluh nyeri pada kepala, paha, tungkai kanan dan kiri serta adanya BAK keluar
darah. Pasien datang dengan keadaan compos mentis dan telah diberi tatalaksana awal
oleh P2 bedah berupa pemberian cairan kristaloid RL dan dilakukan wound toilet.
Pasien lalu masuk P1 dengan penurunan kesadaran GCS 8, pada pada pemeriksaan
airway tidak ditemukan adanya snoring ataupun gargling yang menandakan tidak adanya
sumbatan jalan napas. Pada pemeriksaan breathing didapatkan laju pernapasan pasien 24
kali/menit dengan saturasi oksigen 99%. Takipnea mungkin terjadi pada kasus syok
hipovolemik sebagai mekanisme kompensasi akibat kehilangan cairan. Selanjutnya pada
circulation didapatkan nadi 120x/menit dan tekanan darah 50/60mmHg, perdarahan
didapatkan pada regio pelvic dan dicurigai adanya ruptur uretra serta pada regio tibia
fibula karena adanya fraktur terbuka. Denyut nadi yang mulai meningkat merupakan
mekanisme kompensasi akibat perdarahan yang terjadi. Penurunan hebat volume plasma
intravaskuler merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya syok. Dengan
terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler maka darah yang balik ke jantung
(venous return) juga berkurang dengan hebat, sehingga curah jantung pun menurun. Pada
akhirnya ambilan oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel
(perfusi) juga tidak dapat dipenuhi. Sehingga, tubuh mengompensasi dengan cara
meningkatkan tahanan pembuluh, frekuensi dan kontraktilitas otot jantung yang
menyebabkan terjadinya takikardi pada pasien. Pada disability, GCS pasien didapatkan 8
yaitu terjadi penurunan kesadaran akibat dari syok hipovolemik yang belum teratasi dan
environment suhu tubuh pasien dalam batas normal sehingga perlu dipertahankan agar
tidak terjadi hipotermi.5,7
Setelah dilakukan primary survey, dan secondary survey, serta pemeriksaan
penunjang didapatkan pada pasien ini terdapat luka lecet pada kepala, bloody discharge
pada genitalia, hematom skrotum, retensio urin dan multiple fraktur berupa fraktur
pelvis superior inferior, fraktur tertutup femur sinistra, dan fraktur terbuka tibia-fibula
dextra. Penyebab tersering terjadinya syok hipovolemik adalah perdarahan akibat dari
multiple fraktur. Pada pasien didapatkan darah keluar dari kemaluan, hematoma
skrotum, dan retensio urin kemungkinan karena adanya ruptur uretra dan dan ruptur
buli akibat dari trauma regio genitalia. Pada area pelvis dan dan luka terbuka di
ekstremitas inferior, dilakukan tatalaksana bebat tekan untuk menghentikan perdarahan
dan fiskasi tulang. Penghentian perdarahan dan penggantian volume darah yang hilang
merupakan prinsip dasar tatalaksana syok hemoragik.6
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil dari analisa gas darah menunjukan
angka pH menurun, HCO3 meningkat, dan laktat meningkat, mengindikasikan
terjadinya asidosisi metabolic disebabkan oleh metabolisme anaerob, sebagai akibat
dari perfusi jaringan yang tidak memadai dan produksi asam laktat. Asidosis persisten
biasanya disebabkan oleh resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah yang
terus menerus.6
Pasien didiagnosis sebagai “Syok hipovolemik grade III ec multiple multiple
fraktur”. Klasifikasi syok hipovolemik tersebut berdasarkan status mentalis pasien yang
letargis, TD menurun, detak jantung yang meningkat, laju pernapasan yang turun, dan
estimasi kehilangan darah mencapai >2000 mL.
Tabel 1 Klasifikasi Syok hipovolemik6
Klasifikasi Blood Loss Detak Tekanan Kekuatan Laju Status
Jantun Darah Nadi Pernapasan Mentalis
g (HR) (TD) (RR)
mL (%) bpm x/m
I <750 (15) <100 Normal Normal 14–20 Sedikit cemas
750–1500
II 100–120 Normal Menurun 20–30 Agak cemas
(15–30)
1500–2000 Cemas,
III 120–140 Menurun Menurun 30–40
(30–40) bingung
Bingung,
IV >2000 (>40) >140 Menurun Menurun >35
letargis
(Sumber: Cannon, 2018)
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut
maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu
tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan
kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi srikulasi
dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu
lagi mempertahankan fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada
tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke
jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke
ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin.
Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut
sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal yang
disebut sebagai gagal ginjal akut. Pada pasien ini, tahap syok telah masuk ke tahap
dekompensasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah
sistolik lebih lambat terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap
terjadinya hipovolemia. Pada awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf
simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan
demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun
kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh perifer sehingga terjadi penurunan
diastolik yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata.5,6
Ketika pasien tiba di rumah sakit, prioritas manajemen perdarahan meliputi
pemulihan volume intravaskular dan kontrol perdarahan yang cepat sebagai bagian dari
paradigma resusitasi kontrol kerusakan. Strategi untuk restorasi volume intravaskular
kembali ke pendekatan resusitasi yang menekankan pada pengunaan plasma, trombosit,
sel darah merah, dan bahkan darah lengkap. Prinsip Resusitasi untuk mencegah
terjadinya kerusakan lebih lanjut yaitu: Hindari dan koreksi hipotermia, Berikan
tekanan langsung atau dengan torniket proksimal ke tempat perdarahan di ekstremitas;
bungkus luka dengan pembalut hemostatik, tunda pemberian cairan sampai waktu
hemostasis definitif pada pasien tertentu (pasien dengan trauma tembus pada torso dan
waktu transportasi pra-rumah sakit yang singkat), minimlisir infus kristaloid (<3 liter
dalam 6 jam pertama), Gunakan protokol transfusi masif untuk memastikan bahwa
produk darah tersedia cukup dengan cepat, hindari penundaan bedah definitif,
endoskopi, atau hemostasis angiografi Minimalisir ketidakseimbangan plasma,
trombosit, dan transfusi sel darah merah untuk mengoptimalkan hemostasis.8
Tujuan resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik adalah untuk
mengembalikan perfusi pada target organ. Penanganan syok hipovolemik adalah sebagai
berikut:6,9,10
1) Tentukan defisit cairan
2) Atasi syok: cairan kristaloid 1 L untuk dewasa dan 20 mL/kgBB dalam ½-1 jam,
dapat diulang
3) Sisa defisit: 50% dalam 8 jam pertama, 50% dalam 16 jam berikutnya
4) Cairan RL atau NaCl 0,9%
5) Kondisi hipovolemia telah teratasi/hidrasi, apabila produksi urin: 0,5-1
mL/KgBB/jam. Selain itu, karena penyebab syok hipovolemik pada pasien adalah karena
perdarahan, maka dapat juga dilakukan transfusi darah PRC. Pemberian transfusi PRC dapat
dilakukan untuk meningkatkan daya angkut oksigen.
Pada pasien, diberikan bolus cairan kristaloid RL 1 L/30 menit sebagai resusitasi
awal untuk menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dan dilanjutkan
pemberian asering. Cairan kristaloid isotonis memiliki konsentrasi yang sama dan
disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan
kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan di dalam
intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada atau minimal osmosis,
sehingga bagus untuk mengatasi defisit volume sirkulasi. 11,12 Pemberian transfusi PRC
dapat dilakukan untuk meningkatkan daya angkut oksigen terutama apabila pasien
telah berada pada syok hipovolemik klasifikasi 3 atau 4. Target transfusi pada pasien
adalah Hb : 10g.dL Pasien dengan Hb 5,1 g/dL dan BB 60kg, seperti pada kasus
membutuhkan 5 kantong PRC. 1 unit PRC dengan 200-300 mL dapat menaikkan Hb 1 gr/dL
atau Ht 3%. Kenaikan Hb dapat dievaluasi 24 jam setelah transfusi darah. 8,10 Setelah dilakukan
terapi cairan pada pasien syok, kita harus menilai respons terapi tersebut, terdapat tiga kategori
yaitu: Respons cepat, yaitu kembalinya hemodinamik ke normal dan tidak memerlukan bolus
cairan lebih lanjut. Lalu ada respons sementara, yaitu pasien merespons pada bolus cairan awal,
namun kemudian terjadi penurunan hemodinamik, karena perdarahan kemungkinan masih
berlangsung dan resusitasi tidak adekuat, pada kategori ini mengindikasikan transfusi darah, dan
mempertimbangkan intervensi bedah yang cepat. Selanjutnya ada kategori minimal atau tidak
ada respons, ketika pasien tidak berespon pada pemberian kristaloid di awal kemungkinan
karena kegagalan pompa sebagai akibat dari cardiac injury, tamponade jantung, atau tension
pneumotoraks. Pada pasien ini, respons dari terapi cairan yang diberikan adalah respons
sementara, dikarenakan pasien merupakan rujukan dari RS swasta yang sebelumnya sudah
ditatalaksana awal, dan kesadaran compos mentis, namun karena perdarahan masih berlanjut,
pasien lalu mengalami penurunan kesadaran dan gangguan hemodinamik.6
Selain resusitasi yang dilakukan, tatalaksana symptomatic juga harus diberikan. Ketorolac
diberikan untuk meredakan nyeri yaitu sebagai analgesik, ceftriaxone untuk mencegah
terjadinya infeksi karena merupakan antibiotik spektrum luas sehingga efektif untuk bakteri
gram negative ataupun positif, Tetagam juga diberikan sebagai serum anti tetanus sebagai
pencegahan dan menetralisir toksin tetanus di dalam sirkulasi sebelum menyebar ke sistem
saraf.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.

2. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi Konsep klinis proses proses penyakit jilid 1,
edisi 6. Jakarta: EGC.2005

3. Duane lynn. Types of shock. 2008


4. Leksana E. Dehidrasi dan Syok. Cdk-228. 2015;42(5):391–4.
5. Hooper N, Armstrong TJ. Hemorrhagic Shock. In Treasure Island (FL); 2021.
6. Atlas of Surgeons. Committee on Trauma AC. ATLS®: advanced trauma
life support student course manual [Internet]. American College of
Surgeons; 2018. Available from: https://books.google.co.id/books?id=-
YrouQEACAAJ
7. Soong JTY, Soni N. Circulatory shock. Med (United Kingdom).
2013;41(2):64–9.
8. Cannon JW. Hemorrhagic Shock. Longo DL, editor. N Engl J Med
[Internet]. 2018 Jan 25;378(4):370–9. Availablefrom:
http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMra1705649
9. Martel M-J. No. 115-Hemorrhagic Shock. J Obstet Gynaecol Canada JOGC= J
d’obstetrique Gynecol du Canada JOGC. 2018 Dec;40(12):e874–82.
10. Piras C. Hypovolemic Shock. Int Phys Med Rehabil J [Internet]. 2017 Dec
8;2(3):364. Available from: http://medcraveonline.com/IPMRJ/IPMRJ-02-
00053.pdf

11. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.

12. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed.
New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.

13.

Target post resusitasi?

Co 

Urin output 0,5 ml/kg/jam

MAP < 65

Cara mempertahankan MAP?

Anda mungkin juga menyukai