Anda di halaman 1dari 196

PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN RUAS JALAN NASIONAL

PANTON LABU/SIMPANG – LANGSA – BATAS SUMUT

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas


dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

M. JUNAIDI
09 0404 035

Dosen Pembimbing

Ir. JONI HARIANTO


NIP : 19591110 198701 1 002

BIDANG STUDI TRANSPORTASI


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PENGESAHAN

PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN RUAS JALAN NASIONAL


PANTON LABU/SIMPANG – LANGSA – BATAS SUMUT

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh


Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

M. Junaidi
09 0404 035

Dosen Pembimbing

Ir. Joni Harianto


NIP. 19591110 198701 1 002

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Ir. Indra Jaya Pandia, MT Ir. Andy Putra Rambe, M.B.A


NIP. 19560618 198601 1 001 NIP. 19680429 199703 1 002

Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. -Ing. Johannes tarigan


NIP. 19561224 198103 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : M. Junaidi

NIM : 09 0404 035

Departemen : Teknik Sipil, FT USU

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya dengan judul : “Penentuan

Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa –

Batas Sumut” bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat

dalam Tugas Akhir saya tersebut maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian pernyataan ini saya perbuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Penyusun

M. Junaidi
09 0404 035

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia serta ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

laporan tugas akhir ini yang berjudul “Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan

Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT” dengan baik dan lancar.

Tugas akhir ini disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik tingkat sarjana Strata – 1 (S-1) di Departemen

Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan laporan tugas akhir ini penulis

banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan atau

dukungan secara moril, materil dan spiritual sehingga tugas akhir ini dapat

diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

banyak terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku koordinator sub jurusan

Transportasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Bapak Ir. Joni Harianto, sebagai pembimbing yang telah berkenan

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing serta

mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, dan Bapak Ir.Andy Putra Rambe, MBA,

selaku dosen pembanding / penguji yang telah memberikan masukkan dan

kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT, yang telah membantu dalam

memperoleh referensi untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah membimbing dan mendidik selama

masa studi di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Utara yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Seluruh pegawai dan staf Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional

Aceh yang telah membantu dalam memperoleh data sehingga selesainya

tugas akhir ini terutama Bapak Syauqi Kamal dan Bapak Deni.

10. Seluruh pegawai dan staf Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Aceh

yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama Bapak

Kamal.

11. Seluruh Pengurus dan Anggota Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia

(HPJI) Aceh yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Bapak Dr. Ir. Sofyan M . Shaleh, Msc. Eng yang telah membantu dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Teristimewa untuk kedua orang tua tersayang, Ayah tercinta Alm. Marzuki

Bin Alm. T. Muhammad Daud dan Ibu tercinta Fatimah Binti Alm. Ali

Basyah atas kasih sayang dan kesabaran dalam mendidik, membimbing,

membesarkan serta senantiasa memberikan dukungan dan doa yang tidak

dapat terbalaskan.

14. Untuk abangku Fakhrurrazi, kakakku Fitrinawati dan adikku Kheri Sajaya

dan Muhammad Edi Amrullah yang telah memberikan dukungan dan doa

dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

15. Untuk sahabatku Virza, Rendi dan Mizwar yang telah membantu dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

16. Teman-teman seperjuangan Sipil’09 (Diki, Yobet, Depol, Suragap, Odoy,

Pak Haji, Bes, Bembeng, Lek Jon, Bg Ali, Wilgon, Tungir, Kiut, Udin, Onza,

Harap, Grandong, Ersa, Udak, Afri, Fauzan, Alfian, Boxong, AM, Chain,

Bere, Perkasa, Pandu, Tamba, Kirun, Hafis, Le Su, Joles, Lek Per dan yang

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu), terima kasih kepada

semuanya yang telah banyak membantu selama ini.

17. Adik – adik stambuk ’12 (Muis, Acong, Puter, Ma’un, Ngendi, Kembat dan

yang lainnya) terimakasih atas segala bantuannya selama ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan terima

kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam

penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran dari

pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebagai penutup penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, November 2016

Penulis

M. Junaidi

09 0404 035

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi pada dasarnya merupakan


suatu unsur penting dalam usaha pengembangan kehidupan. Ruas jalan Panton
Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT merupakan salah satu ruas jalan nasional
lintas timur provinsi Aceh dengan panjang ruas 179 km yang terdiri atas 8 ruas dan
termasuk dalam kategori jalan arteri primer dan merupakan salah satu jalur lalu lintas
terpadat dan berperan penting bagi perekonomian. Hal ini menuntut penyelenggara
jalan untuk melakukan penanganan secara maksimal. Permasalahannya adalah masih
terbatasnya kemampuan pemerintah dalam melakukan penanganan jalan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis penentuan prioritas dalam penanganan ruas
jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT dengan
menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process). Kriteria teknis yang
digunakan sebagai faktor pembanding adalah kondisi ruas jalan, arus ruas jalan dan
biaya penanganan. Dimana hasil analisis dengan metode AHP dibandingkan dengan
metode Bina Marga. Hasil analisa dengan metode AHP terhadap kuesioner pada 6
orang responden yang merupakan stakeholders yang terdiri dari wakil perencana
program, wakil pelaksana dan wakil pengguna menunjukkan bahwa kriteria kondisi
ruas jalan merupakan kriteria yang paling dipertimbangkan dalam menentukan
prioritas penanganan jalan yaitu sebesar 56.38 %, kriteria biaya penanganan jalan
sebesar 31.55 % dan kriteria arus ruas jalan sebesar 12.03 %. Hasil analisis dengan
metode AHP juga menghasilkan 8 urutan prioritas penanganan dimana ruas jalan
A.M.Ibrahim (Langsa) adalah prioritas pertama. Hasil perbandingan dengan metode
Bina Marga menunjukkan perbedaan urutan prioritas dari kedua metode tersebut.
Dimana ruas jalan yang menjadi prioritas pertama dengan metode bina marga adalah
ruas jalan Peureulak (km 392) – Batas Kota Langsa. Selain itu juga menunjukkan
bahwa satu ruas jalan berada pada posisi peringkat yang sama atau 12.5 % dari total
delapan ruas jalan, yaitu ruas jalan batas kota Langsa – batas provinsi Sumatera
Utara (SUMUT). Peringkat tujuh ruas jalan lainnya atau 87.5 % dari total delapan
ruas jalan posisinya acak (random). Dari daftar peringkat metode analytical
hierarchy process (AHP), terdapat empat ruas jalan mengalami penurunan peringkat
dan terdapat tiga ruas jalan mengalami peningkatan peringkat setelah dibandingkan
dengan hasil penentuan prioritas dengan metode bina marga.

Kata Kunci : Prioritas Penanganan Jalan, AHP (Analitycal Hierarchy Process),


Stakeholders

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Road as one of the transport infrastructure is basically an important element


in the development of business life. The road section of Panton Labu/Simpang -
Langsa - Batas SUMUT is one of national roads across the eastern province of Aceh
with a segment length are 179 km consisting of 8 segments and included in the
category of primary arterial road and is one of the traffic lanes
populous and important role for economy. This demanded the organizers to
perform optimally handling. The problem is the limited ability of the
government in handling the road. The purpose of this study was to analyze the
prioritization in handling national road Panton Labu/Intersection – Langsa –
SUMUT Border by using AHP (Analytical Hierarchy Process) method. The technical
criteria are used as the differentiating factor is the condition of roads, the current
traffic of road and handling costs. Where the results of analysis with AHP method
compared to the results of Bina Marga’s method. The results of the analysis with
AHP to the questionnaire at 6 respondents who are stakeholders including
representatives of program planners, representatives of executive and vice-user
indicates that the criteria for road conditions is the criterion of the most considered
in determine priority road handling that is equal to 56.38 %, the criteria of cost
handling 31.55 % and current traffic criteria of roads by 12.03 %. The results
of the analysis with AHP method also generates eight order of precedence
handling where the road A.M.Ibrahim (Langsa) is the first priority. The result of the
comparison with the Bina Marga’s method showed differences priority
order of the two methods. Where the roads are the first priority with the method of
Bina Marga is a segment Peureulak (km 392) – Batas Kota Langsa. It also shows
that the roads are in a position of equal rank or 12.5 % of the total of eight roads ie
roads Batas Kota Langsa – Batas Provinsi SUMUT. Ranked seven other roads or
87.5 % of total eight road got random position. From the ranking list building by
Analytical Hierarchy Process (AHP) method, there are four roads suffered
downgrades and there are three roads has increased after compared with the results
of the rankings prioritization by Bina Marga’s method.

Keywords : Priority of road handling, AHP (Analytical Hierarchy Process),


Stakeholders

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

ABSTRAK ........................................................................................... v

ABSTRACT ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR NOTASI ................................................................................. xxi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xxiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 4

1.3 Batasan Masalah ............................................................ 4

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................... 6

1.6 Sistematika Penulisan .................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan ............................................................................... 8

2.1.1 Definisi dan Peranan Jalan ................................. 8

2.1.2 Klasifikasi Jalan ................................................. 9

2.1.3 Bagian – Bagian Jalan ........................................ 12

2.2 Penyelenggaraan Jalan .................................................. 13

2.3 Penanganan Jalan .......................................................... 16

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1 Pemeliharaan Jalan ............................................. 17

2.3.1.1 Pemeliharaan Rutin ............................. 18

2.3.1.2 Pemeliharaan Periodik/Berkala ........... 19

2.3.2 Rehabilitasi ....................................................... 19

2.3.3 Peningkatan Jalan ............................................... 19

2.3.4 Pembangunan Konstruksi Jalan Baru ............... 20

2.4 Kinerja Perkerasan Jalan ............................................... 22

2.4.1 International Roughness Index (IRI) ................ 25

2.5 Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Bidang Jalan .. 26

2.6 Sistem Manajemen Jalan (Road Management System) . 28

2.6.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Manajemen Jalan 28

2.6.2 Indonesian Integrated Road Management Systems

(IIRMS) .............................................................. 28

2.6.3 Strategic Expenditure Planning Module (SEPM) 32

2.7 Teori Penentuan Prioritas ............................................... 34

2.8 Manfaat Penentuan Prioritas ......................................... 36

2.9 Kriteria Dalam Menentukan Prioritas ........................... 36

2.9.1 Kriteria Kondisi Ruas Jalan .............................. 39

2.9.2 Kriteria Arus Lalu Lintas .................................. 39

2.9.2.1 Kapasitas Ruas Jalan .......................... 40

2.9.2.2 Volume Lalu Lintas ........................... 44

2.9.3 Kriteria Biaya Penanganan ................................ 49

2.10 Metode Penentuan Prioritas Penanganan Jalan .............. 50

2.10.1 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) .. 50

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.1.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode AHP 51

2.10.1.2 Prinsip Dasar Metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) ................................... 52

2.10.1.2.1 Dekomposisi Masalah ....... 53

2.10.1.2.2 Perbandingan Penilaian

(Comparative Judgment) . 53

2.10.1.2.3 Sintesa Prioritas

(Synthesis of Priority) ....... 57

2.10.1.2.4 Konsistensi Logis

(Logical Consistency) ....... 58

2.10.2 Metode Bina Marga .......................................... 60

2.10.2.1 Analisis Net Present Value (NPV) ..... 61

2.10.2.2 Penaksiran Manfaat ............................ 62

2.10.2.3 Penghematan Biaya Operasi Kendaraan

(BOK) ................................................. 62

2.10.2.3.1 Biaya Tetap (Standing Cost) 64

2.10.2.3.2 Biaya Tidak Tetap

(Running Cost) ................. 65

2.10.2.3.2.1 Biaya Konsumsi

Bahan Bakar Minyak ....... 65

2.10.2.3.2.2 Biaya Konsumsi

Oli (BOi)............................ 78

2.10.2.3.2.3 Biaya Konsumsi

Suku Cadang (BPi) ........... 80

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2.4 Biaya Upah

Pemeliharaan Kendaraan... 82

2.10.2.3.2.5 Biaya Konsumsi

Ban ................................... 83

2.10.2.3.2.6 Biaya Tidak Tetap

Besaran BOK (BTT) ........ 85

2.10.2.3.3 Biaya Tidak Terduga

(Overhead) ........................ 85

2.10.2.4 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan. 86

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ............................................................. 88

3.2 Daerah Penelitian ........................................................... 88

3.3 Prosedur Penelitian ....................................................... 90

3.4 Variabel Penelitian ........................................................ 93

3.5 Sampel Penelitian .......................................................... 94

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Survei .......................................................... 96

4.2 Analisis Bobot Kriteria ................................................. 98

4.3 Analisis Bobot Variabel ................................................ 100

4.4 Analisis Bobot Alternatif Terhadap Variabel ............... 102

4.4.1 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kondisi

Perkerasan ......................................................... 103

4.4.2 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas

Ruas Jalan ......................................................... 111

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume

Lalulintas ........................................................... 118

4.4.4 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Biaya

Penanganan Jalan .............................................. 121

4.5 Prioritas Penanganan Jalan Terhadap Semua Kriteria .. 125

4.6 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode

Bina Marga ............................................................. 128

4.6.1 Analisis Penghematan Biaya Operasi Kendaraan

(BOK) ............................................................. 128

4.6.1.1 Biaya Konsumsi Bahan Bakar ........... 128

4.6.1.2 Biaya Konsumsi Oli (BOi) ................. 137

4.6.1.3 Biaya Konsumsi Suku Cadang ........... 140

4.6.1.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan. 144

4.6.1.5 Biaya Konsumsi Ban .......................... 146

4.6.1.6 Biaya Tidak Tetap Besaran BOK ...... 149

4.6.2 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan ............... 155

4.6.3 Analisis Net Present Value (NPV) .................... 157

4.7 Analisis Perbandingan Prioritas Metode AHP

(Analytical Hierarchy Process) dan Metode Bina Marga 160

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................. 163

5.2 Saran ............................................................. 164

DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 165

LAMPIRAN

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Peta Jaringan Jalan Nasional Provinsi Aceh ..................... 2

Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer ................. 11

Gambar 2.2 Bagian – Bagian Jalan ...................................................... 13

Gambar 2.3 Sumber Pembiayaan Jalan ................................................. 16

Gambar 2.4 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan

Biaya Pengguna ................................................................ 18

Gambar 2.5 Tahap Penurunan Kondisi Jalan ....................................... 21

Gambar 2.6 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan

Jalan ................................................................................... 25

Gambar 2.7 Inter Urban Road Management System (IRMS) Dalam

Kerangka Kerja Proses Pengelolaan Bina Marga ............. 29

Gambar 2.8 Bagan Alir Proses IRMS .................................................. 32

Gambar 2.9 Bentuk Umum Susunan Hirarki Penelitian ...................... 53

Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian (Flowchart) ................ 92

Gambar 3.2 Skema Susunan Hierarki Penelitian ................................. 94

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pembagian Tugas dan Penyelenggaraan Jalan ................. 15

Tabel 2.2 Indikator Kemantapan dan Kenyamanan Jalan ................ 24

Tabel 2.3 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan 26

Tabel 2.4 Standar Pelayanan Minimum ........................................... 27

Tabel 2.5 Kapasitas Dasar (Co) ........................................................ 41

Tabel 2.6 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP) 41

Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS) .... 41

Tabel 2.8 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW) ....... 42

Tabel 2.9 Klasifikasi Hambatan Samping (FCSF) ............................ 43

Tabel 2.10 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf)

Untuk Jalan Luar Kota ..................................................... 43

Tabel 2.11 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf)

Untuk Jalan Perkotaan (Jalan Dengan Bahu / Jalan Dengan

Kereb) ............................................................................... 44

Tabel 2.12 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan

2/2 UD (Jalan Luar Kota) ................................................. 47

Tabel 2.13 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan

Luar Kota 4 lajur 2 arah (4/2) Terbagi dan Tak Terbagi .. 47

Tabel 2.14 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan

Luar Kota 6 lajur 2 Arah Terbagi (6/2 D) ........................ 48

Tabel 2.15 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan

Perkotaan Tak Terbagi ..................................................... 48

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.16 Ekivalensi Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Terbagi dan

Satu Arah ........................................................................... 48

Tabel 2.17 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ..................... 54

Tabel 2.18 Perbandingan Antar Kriteria ............................................ 55

Tabel 2.19 Perbandingan Antar Pilihan Untuk Kriteria 1 (c1) ........... 56

Tabel 2.20 Matriks Sintesis ................................................................ 58

Tabel 2.21 Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random

Index (RI) ......................................................................... 59

Tabel 2.22 Nilai Rentang Penerimaan Consistency Ratio (CR) ......... 59

Tabel 2.23 Nilai Konstanta dan Koefisien Parameter Model Konsumsi

BBM ................................................................................. 67

Tabel 2.24 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Pada Jalan Perkotaan 69

Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran

Kota (FFVCS) .................................................................... 69

Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan

Samping (FFVSF) Pada Jalan Perkotaan ........................... 70

Tabel 2.27 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan

Samping dan Jarak Kereb-Penghalang (FFVSF) Pada Jalan

Perkotaan .......................................................................... 71

Tabel 2.28 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur

Lalu Lintas (FVw) Pada Jalan Perkotaan .......................... 72

Tabel 2.29 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV0) 73

Tabel 2.30 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan

Samping (FFVSF) dan Lebar Bahu Pada Jalan Luar Kota . 74

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.31 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas

Fungsional Jalan Dan Guna Lahan (FFVRC) .................... 74

Tabel 2.32 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur

Lalu Lintas (FVw) Pada Jalan Luar Kota .......................... 75

Tabel 2.33 Kecepatan Rata – Rata Kendaraan yang Direkomendasikan 75

Tabel 2.34 Alinemen vertikal yang direkomendasikan ...................... 77

Tabel 2.35 Alinemen Vertikal Yang Direkomendasikan Pada

Berbagai Medan Jalan ...................................................... 77

Tabel 2.36 Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan 78

Tabel 2.37 Batasan Berat Kendaraan Total yang Direkomendasikan . 78

Tabel 2.38 Nilai Tipikal (default) JPOi, KPOi dan OHOi yang

Direkomendasikan ............................................................ 80

Tabel 2.39 Nilai Tipikal ϕ , γ1 dan γ2 .................................................. 81

Tabel 2.40 Nilai Tipikal a0 dan a1 ...................................................... 83

Tabel 2.41 Nilai Tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3 .............................................. 84

Tabel 2.42 Nilai tipikal Tanjakan dan Turunan (TTR) pada Berbagai

Medan Jalan ...................................................................... 84

Tabel 2.43 Nilai Tipikal Derajat Tikungan (DTR) Pada Berbagai

Medan Jalan ...................................................................... 85

Tabel 3.1 Ruas Jalan Nasional Yang Menjadi Daerah Penelitian .... 89

Tabel 4.1 Data Distribusi Responden ............................................... 96

Tabel 4.2 Urutan Rangking Kriteria Menurut Responden ............... 97

Tabel 4.3 Rekapitulasi Bobot Kriteria Secara Keseluruhan ............. 99

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Variabel Secara Keseluruhan dan

Per Kelompok Pemangku Kepentingan (Stakeholders) ... 101

Tabel 4.5 Rekapitulasi Bobot Variabel Relatif Secara Keseluruhan . 102

Tabel 4.6 Alternatif Ruas Jalan Yang Dipakai Dalam Penentuan

Prioritas Penanganan Ruas Jalan Di Daerah Penelitian ... 103

Tabel 4.7 Kondisi Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa

– Batas SUMUT Berdasarkan Nilai IRI Tahun 2014 ... 104

Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Bobot Kondisi Masing – Masing Alternatif

Ruas Jalan Memakai Data Kondisi Tahun 2014 .............. 106

Tabel 4.9 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kondisi Ruas

Jalan .................................................................................. 108

Tabel 4.10 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Ruas Jalan ............ 109

Tabel 4.11 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap

Variabel/Kriteria Kondisi Ruas Jalan ............................... 110

Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Ruas Jalan ....................... 112

Tabel 4.13 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan ............... 113

Tabel 4.14 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kapasitas

Ruas Jalan ......................................................................... 115

Tabel 4.15 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan ......... 116

Tabel 4.16 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap

Variabel Relatif Kapasitas Ruas Jalan .............................. 117

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif

Ruas Jalan ......................................................................... 118

Tabel 4.18 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Volume

Lalu Lintas ........................................................................ 119

Tabel 4.19 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas ............. 120

Tabel 4.20 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap

Variabel Relatif Volume Lalulintas ................................. 121

Tabel 4.21 Biaya Penanganan Untuk Semua Alternatif Ruas Jalan ... 122

Tabel 4.22 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Biaya

Penanganan Jalan ............................................................. 123

Tabel 4.23 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan ............. 124

Tabel 4.24 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap

Variabel Relatif Biaya Penanganan Jalan ........................ 125

Tabel 4.25 Rekapitulasi Bobot Prioritas Terhadap Semua Kriteria ... 126

Tabel 4.26 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Terhadap Semua

Kriteria Dengan Metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) ............................................................................... 127

Tabel 4.27 Harga Bahan Bakar Tahun 2015 ...................................... 128

Tabel 4.28 Kecepatan Arus (VR) Bebas Kendaraan Pada Setiap Ruas

Jalan .................................................................................. 130

Tabel 4.29 Percepatan Rata – Rata (AR) Pada Ruas Jalan .................. 131

xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.30 Simpangan Baku Percepatan (SA) Pada Ruas Jalan ......... 131

Tabel 4.31 Tanjakan (RR) dan Turunan Rata – Rata (FR) Serta Derajat

Tikungan Rata – Rata (DTR) ............................................. 132

Tabel 4.32 Berat Kendaraan (BK) Setiap Jenis Kendaraan ................ 133

Tabel 4.33 Data Komponen Konsumsi Bahan Bakar Jenis Kendaraan

Sedan ................................................................................. 133

Tabel 4.34 Rekapitulasi Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) Setiap Jenis

Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan .................. 135

Tabel 4.35 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak

(BiBBMj) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing

Ruas Jalan .......................................................................... 136

Tabel 4.36 Harga Oli (HOj) Tahun 2015 ............................................. 137

Tabel 4.37 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Oli (BOi) Setiap Jenis

Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan .................. 139

Tabel 4.38 Jenis dan Harga Finansial Kendaraan Baru (HKBi) .......... 140

Tabel 4.39 Harga Ekonomi Kendaraan Baru (HKBi).......................... 140

Tabel 4.40 Nilai IRI (m/km) Setiap Ruas Jalan .................................. 141

Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Konsumsi Suku Cadang (Pi)

Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan ................ 142

Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya Konsumsi Suku

Cadang (BPi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas

Jalan ................................................................................... 143

Tabel 4.43 Suku Bunga Rata – Rata Tahun 2015 ............................... 144

Tabel 4.44 Rekapitulasi Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi) 145

xviii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.45 Harga Finansial dan Harga Ekonomi Ban Baru ................ 146

Tabel 4.46 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Ban (BBi) Masing – Masing Jenis

Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan .................................... 148

Tabel 4.47 Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi

Kendaraan (BOK) Tanpa Proyek (Without Project) ......... 150

Tabel 4.48 Nilai IRI (m/km) dan Kecepatan Kendaraan (km/jam)

Dengan Proyek .................................................................. 151

Tabel 4.49 Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK)

Dengan Proyek (With Project) ......................................... 152

Tabel 4.50 Data LHRT (kend/hari) dan Panjang Jalan (km)............... 153

Tabel 4.51 Contoh Perhitungan Penghematan BOK (Selisih BOK) ... 153

Tabel 4.52 Contoh Perhitungan Penghematan BOK Selama Satu Tahun 154

Tabel 4.53 Rekapitulasi Total Penghematan BOK (Rp) Selama Satu

Tahun ................................................................................ 154

Tabel 4.54 Contoh Perhitungan Penghematan Waktu Perjalanan

(Selisih Waktu) ................................................................. 156

Tabel 4.55 Contoh Perhitungan Penghematan Nilai Waktu Perjalanan

(Rp) Selama Satu Tahun ................................................... 156

Tabel 4.56 Rekapitulasi Total Penghematan Nilai Waktu Perjalanan

(Rp) Selama Satu Tahun ................................................... 157

Tabel 4.57 Total Manfaat Setiap Ruas Jalan ...................................... 158

Tabel 4.58 Biaya Penanganan Setiap Ruas Jalan ............................... 158

Tabel 4.59 Hasil Perhitungan Nilai Net Present Value (NPV) Setiap

Ruas Jalan ......................................................................... 159

xix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.60 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Dengan Metode

Bina Marga ....................................................................... 160

Tabel 4.61 Perbandingan Urutan Prioritas Metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dan Metode Bina Marga .......................... 161

xx
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR NOTASI

AHP = Analitycal Hierarchy Process


MKJI = Manual Kapasitas Jalan Indonesia
IRI = International Roughness Index
PSI = Present Serviceability Index
IP = Indeks Permukaan
Po = Serveice Ability Indeks Awal
Pt = Serveice Ability Indeks Akhir
V = Volume lalulintas
Q = Arus lalulintas
k = Faktor pengubah dari LHRT ke arus lalulintas jam puncak
Qn = Arus lalulintas tahun ke-n
Qo = Arus lalulintas awal
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan
FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu
jalan/kereb
FCCS = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah
penduduk)
CRi = Kriteria ke-i
cij = Perbandingan antara kriteria i dan j
ci = Penjumlahan nilai yang dimiliki kriteria ke – i
C = Penjumlahan semua nilai ci
OP = Perbandingan Antar Pilihan
oij = Perbandingan antara pilihan i dengan k untuk kriteria j
oi = Penjumlahan nilai yang dimiliki pilihan ke – i
o = Penjumlahan semua nilai oi
boij = Nilai pilihan ke – i untuk kriteria ke - j
bopi = Nilai/Bobot untuk pilihan ke-i
λmax = Eigen Value Maximum
CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Random Index
NPV = Net Present Value
bi = Manfaat pada tahun i
ci = Biaya pada tahun i
r = Suku bunga diskonto
BOK = Biaya Operasi Kendaraan
L = Panjang segmen jalan

xxi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
H = Jumlah hari kerja selama satu tahun
α = Konstanta konsumsi bahan bakar minyak
1 ... 12 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi BBM
VR = Kecepatan rata-rata
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
DTR = Derajat tikungan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
SA = Simpangan baku percepatan
SA max = Simpangan baku percepatan maksimum
a0, a1 = Koefisien parameter perhitungan simpangan baku
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan
FVW = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif terhadap kecepatan
arus bebas
FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping terhadap
kecepatan arus bebas
FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota terhadap kecepatan arus bebas
FFVRC = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsi
jalan dan guna lahan
FVHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat
FVHV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan berat (HV)
FFV = Penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan (LV)
FVMHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah (MHV)
FVMHV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan berat menengah (MHV)
Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga suatu jenis
kendaraan
ϕ = Konstanta konsumsi suku cadang
1 & 2 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi suku cadang
KJTi = Kumulatif jarak tempuh kendaraan jenis i
BUi = Biaya upah perbaikan kendaraan
JPi = Jumlah jam pemeliharaan
a0, a1 = Konstanta kebutuhan jam pemeliharaan
χ = Konstanta konsumsi ban
δ1 ... δ3 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi ban
TT = Tanjakan dan Turunan
TTR = Tanjakan dan Turunan Rata – Rata
BTT = Biaya Tidak Tetap Besaran BOK
PDRB = Product Domestic Regional Bruto
i = Jenis kendaraan

xxii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Judul

1 Lampiran 1 Lembar kuesioner

2 Lampiran 2 Bobot kriteria (eigen vector) masing – masing responden

3 Lampiran 3 Hasil sintesis terhadap semua variabel/bobot variabel

4 Lampiran 4 Kondisi ruas jalan di daerah penelitian

5 Lampiran 5 Bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi

6 Lampiran 6 Bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas

7 Lampiran 7 Data volume lalulintas pada ruas jalan di daerah penelitian

8 Lampiran 8 Bobot skor alternatif terhadap variabel volume lalu lintas

9 Lampiran 9 Bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel biaya

penanganan jalan

10 Lampiran 10 Perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan

11 Lampiran 11 Perhitungan volume lalu lintas arus jam sibuk

12 Lampiran 12 Perhitungan biaya konsumsi bahan bakar (BiBBMj)

13 Lampiran 13 Perhitungan konsumsi oli dan biaya konsumsi oli (BOi)

14 Lampiran 14 Perhitungan biaya konsumsi suku cadang (BPi)

15 Lampiran 15 Perhitungan jumlah jam pemeliharaan (JPi) dan biaya upah

pemeliharaan kendaraan (BUi)

16 Lampiran 16 Perhitungan biaya konsumsi ban (BBi)

17 Lampiran 17 Perhitungan penghematan biaya operasi kendaraan (BOK)

18 Lampiran 18 Perhitungan penghematan nilai waktu perjalanan

19 Lampiran 19 Foto dokumentasi

xxiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi, pada dasarnya merupakan

suatu unsur penting dalam usaha pengembangan kehidupan, bangsa dan pembinaan

kesatuan dan persatuan bangsa untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan

pancasila, seperti diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yang akan diwujudkan

melalui serangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu

serta berlangsung secara terus menerus. Prasarana transportasi jalan juga merupakan

satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat - pusat

pertumbuhan dengan wilayah lainnya.

Pertumbuhan ekonomi masyarakat serta perkembangan industri yang cepat

dan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menimbulkan berbagai

permasalahan, diantaranya adalah permasalahan transportasi yaitu meningkatnya

jumlah kendaraan baik kendaraan niaga, kendaraan umum maupun kendaraan

pribadi. Hal ini akan berpengaruh terhadap jaringan jalan yang akan semakin padat,

mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada

perkerasan jalan terutama pada lintas jalan nasional. Sehingga menuntut

penyelenggara jalan untuk dapat mengambil langkah-langkah strategis guna

mengantisipasi setiap perubahan agar jalan tetap dapat memberikan pelayanan sesuai

dengan standar pelayanan minimum (SPM) jalan. Menurut UU No. 38 Tahun 2004

tentang jalan, SPM wajib dicapai oleh setiap penyelenggara jalan yang meliputi

aspek aksessibilitas, mobilitas, kondisi, keselamatan dan kecepatan tempuh rata-rata.

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disebutkan juga bahwa pemeliharaan jalan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Pemerintah pusat untuk jalan nasional, pemerintah provinsi untuk jalan provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota, sedangkan jalan khusus

merupakan tanggung jawab pemrakarsa. Hal ini sangat tergantung dari dana

pemeliharaan yang tersedia pada masing- masing tingkat pemerintah.

Ruas jalan Panton Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT merupakan salah

satu ruas jalan nasional lintas timur provinsi Aceh dengan panjang jalan 179 km yang

terdiri atas 8 (delapan) ruas dan termasuk dalam kategori jalan arteri primer yang

merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat yang menghubungkan antar provinsi

maupun antar kota/kabupaten di provinsi Aceh serta memiliki peranan penting bagi

perekonomian dan pengembangan potensi ekonomi daerah.

Adapun peta jaringan jalan nasional provinsi Aceh seperti ditampilkan pada

gambar 1.1 berikut :

Sumber : http://www.pu.go.id/

Gambar 1.1 Peta Jaringan Jalan Nasional Provinsi Aceh

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data dari satuan kerja perencanaan dan pengawasan jalan

nasional Aceh hingga akhir tahun 2014 kondisi existing ruas jalan Panton

Labu/Simpang – Langsa – batas Sumatera Utara (SUMUT) menunjukkan sepanjang

129, 68 km jalan berada dalam kondisi baik (72,45%), jalan dalam kondisi sedang

sepanjang 49,124 km (27,44%), jalan dalam kondisi rusak ringan sepanjang 0,1 km

(0,06%) dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 0,1 km (0,06%). Hal ini

menuntut penyelenggara jalan untuk terus melakukan penanganan secara maksimal

pada ruas – ruas jalan tersebut agar dapat mempertahankan kondisi ruas jalan yang

berada dalam kondisi mantap dan dapat meningkatkan ruas jalan yang berada dalam

kondisi tidak mantap.

Namun kemampuan pemerintah pusat dalam menyediakan dana sangat

terbatas. Selain itu, adanya pertimbangan – pertimbangan lain menyebabkan

penanganan jalan tidak dapat tertangani seluruhnya. Sementara untuk dapat

mempertahankan dan meningkatkan aset jalan tersebut sangat dibutuhkan

pemeliharaan dan peningkatan, terutama bagi jalan yang sudah mengalami kondisi

sedang, rusak ringan dan rusak berat yang harus segera mendapat penanganan.

Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas, maka suatu skala prioritas sangat

dibutuhkan. Sehingga dengan adanya skala prioritas diharapkan penanganan untuk

setiap ruas jalan dapat dioptimalkan secara merata sehingga tujuan dari keberadaan

jalan serta sasaran penanganan jalan tersebut tetap terpenuhi. Yakni sasaran

penanganan jalan adalah mempertahankan kondisi dan tingkat pelayanan jalan

sedemikian rupa sehingga diperoleh biaya transportasi total yang minimum

(Kodoatie, 2005).

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian “Penentuan Prioritas Penanganan

Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas Sumatera Utara”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan pada penelitian ini adalah :

a. Bagaimana kriteria dalam menentukan prioritas penanganan ruas jalan

nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT

b. Bagaimana prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton Labu / Simpang –

Langsa – Batas SUMUT

c. Apakah ada perbedaan antara prioritas dengan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dan metode Bina Marga

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi lingkup kegiatan yang akan dibahas

yaitu :

a. Ruas jalan nasional yang dikaji adalah ruas jalan nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT yang terdiri atas 8 (delapan) ruas

dengan panjang total 179 km

b. Metode yang digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

dan metode Bina Marga

c. Melakukan perbandingan hasil yang diperoleh dari metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) dan metode Bina Marga

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Penanganan jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan

peningkatan/pemeliharaan jalan

e. Berdasarkan penelitian terdahulu, ada 3 (tiga) kriteria penilaian yang dipakai

dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian, dimana kriteria –

kriteria tersebut menjadi hal mendasar dalam menentukan prioritas

penanganan jalan, yaitu :

1. Kondisi Ruas Jalan

 Baik

 Sedang

 Rusak Ringan

 Rusak Berat

2. Arus lalu lintas

 Kapasitas

 Volume Lalu lintas

3. Biaya penanganan jalan

f. Data yang digunakan berupa data primer yakni data persepsi yang merupakan

hasil kuesioner dari tiga kelompok pemangku kepentingan yaitu wakil

perencana, wakil pelaksana dan wakil pengguna/masyarakat, ditambah data

sekunder yang berkaitan dengan topik penelitian ini

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menentukan kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan

nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Menyusun serta menetapkan ruas jalan yang menjadi prioritas

penanganannya pada ruas jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa –

Batas SUMUT berdasarkan metode AHP

c. Membandingkan hasil yang diperoleh dari metode AHP (Analytical

Hierarchy Process) dan metode Bina Marga

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan masukan bagi dinas terkait dalam menyusun prioritas

penanganan jalan

b. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi

birokrat maupun dunia pendidikan

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk menjelaskan tahapan pembahasan yang akan dilakukan dalam

penelitian ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan

sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan berisi

informasi secara keseluruhan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang dapat

memberikan deskripsi awal tentang bab – bab berikutnya.

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori yang menunjang penulisan tugas akhir ini yang menjadi

dasar dalam pembahasan dan penganalisaan masalah, termasuk referensi dari

beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penulisan tugas akhir ini.

BAB III METODOLOGI

Pada Bab ini diuraikan metode yang digunakan serta langkah-langkah

penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berisi analisis dan pembahasan mengenai penelitian ini dengan menggunakan

data primer dan data sekunder yang telah diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran-saran berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan

2.1.1 Definisi dan Peranan Jalan

Menurut Wignall dkk (1999) dalam Putri Wirdatun Nafiah (2011) salah satu

bagian dari sistem transportasi yang merupakan prasarana umum/infrastruktur adalah

jalan. Secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat

mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu.

Dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 disebutkan bahwa definisi jalan

merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau

air serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Dalam pasal 5 undang - undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004

tentang jalan disebutkan juga bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi

mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan

hidup, politik, pertahanan dan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat. Jalan yang juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan

dapat menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehingga

keberadaan prasarana jalan dapat merangsang serta mendorong pengembangan

wilayah yakni pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar

daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi

perekonomian suatu wilayah karena perannya dalam menghubungkan serta

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meningkatkan pergerakan manusia dan barang. Kodoatie (2005) menyatakan bahwa

keberadaan jalan dan fasilitas transportasi lain pada tingkat tertentu sangat esensial

merangsang dan memberi peluang pertumbuhan ekonomi dan sosial.

2.1.2 Klasifikasi Jalan

Jaringan jalan merupakan suatu sistem yang mengikat dan menghubungkan

pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh

pelayanannya dalam suatu hirarki.

Dalam UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan sesuai dengan peruntukannya

terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang

diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang

dibutuhkan. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas

jalan. Sedangkan jalan khusus tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam

rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Jalan khusus merupakan jalan

yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat

untuk kepentingannya sendiri.

Adapun klasifikasi jalan umum yang dimaksud di atas adalah :

Menurut sistem jaringan jalan dikelompokkan atas :

 Sistem jaringan jalan primer

 Sistem jaringan jalan sekunder

Menurut fungsinya dalam setiap sistem jaringan jalan tersebut dikelompokkan atas :

 Jalan arteri

 Jalan kolektor

 Jalan lokal

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Jalan lingkungan

Menurut kelasnya jalan dikelompokkan atas beberapa kelas, yaitu :

 Jalan kelas I dengan MST yang diizinkan > 10 ton

 Jalan kelas II dengan MST ≤ 10 ton

 Jalan kelas III A yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ 2.50

meter dan panjang ≤ 18 meter dan MST ≤ 8 ton

 Jalan kelas III B yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ β.50 meter

dan panjang ≤ 1β meter dan MST ≤ 8 ton

 Jalan kelas III C yang dapat dilalui kendaraan dengan lebar ≤ β,10 meter dan

panjang ≤ 9 meter dan MST ≤ 8 ton

Menurut statusnya jalan umum dikelompokkan atas :

 Jalan nasional yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis serta jalan

tol.

 Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau antar

ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.

 Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota

kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat

kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam

wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.

 Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang

menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan

antar pusat permukiman yang berada dalam kota.

 Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar

permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

Adapun pembagian status pada jaringan jalan primer seperti pada gambar 2.1

berikut :

Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005 dalam

Ritonga, Efri Debby E 2011)

Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan adalah sebagai berikut (Dinas

Bina Marga, 2003 dalam Hotrin, Rado 2011).

 Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur

rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar perencanaan

teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah jalan-jalan dalam

kondisi baik dan sedang.

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari

masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur

rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke

dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak

ringan.

 Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani

lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan

kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.

2.1.3 Bagian – Bagian Jalan

Dalam UU No. 34 tahun 2006 tentang jalan disebutkan bahwa bagian –

bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan

jalan.

a. Ruang manfaat jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan

ambang pengamannya.

b. Ruang milik jalan yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah

tertentu di luar ruang manfaat jalan.

c. Ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang

ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

Agar lebih jelas bagian – bagian jalan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2 Bagian – Bagian Jalan (UU No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan)

2.2 Penyelenggaraan Jalan

Adanya perubahan-perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan jalan pada

era otonomi daerah turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan

pengelolaan jalan. Menurut permen PU nomor 78 tahun 2005 penyelenggara jalan

nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan

nasional termasuk jalan tol. Secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat

dipisahkan dari sejumlah kebijakan yang melatarbelakangi konsep

penyelenggaraannya. Menurut Sinaga (2006) dalam Efri Debby E. Ritonga (2011)

bahwa alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari ditetapkannya sejumlah

undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi

dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia

yang juga merupakan penentu bagi proses perencanaan jaringan, teknis, studi

kelayakan, program dan anggaran, proses konstruksi, operasi serta pemeliharaan

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang semuanya sangat berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari

penyelenggaraan jalan tersebut.

Secara umum wewenang penyelenggaraan jalan ada pada pemerintah pusat

dan pemerintah daerah akan tetapi penguasaan atas jalan ada pada negara. Dalam

undang - undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa masyarakat

juga berperan serta dalam penyelenggaraan jalan. Wewenang penyelenggaraan jalan

meliputi kegiatan yang mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri

dari pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan.

a. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,

penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundangan

jalan. Khususnya untuk penyusunan peraturan perundang-undangan jalan

hanya dilakukan oleh menteri pekerjaan umum.

b. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis,

pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia serta penelitian dan

pengembangan jalan.

c. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemograman, penganggaran,

perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan

pemeliharaan jalan.

d. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib

pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan yang dilakukan

tersebut meliputi kegiatan evaluasi, pengkajian dan pengendalian. Sedangkan

yang termasuk dalam kegiatan pengendalian adalah kegiatan pengamatan dan

tindakan turun tangan.

Adapun pembagian tugas penyelenggara jalan seperti pada tabel 2.1 berikut :

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.1 Pembagian Tugas dan Penyelenggaraan Jalan

Jalan
Jalan Jalan Jalan Jalan
No Tugas Penyelenggaraan Kabupaten Jalan Tol
Nasional Provinsi Desa Khusus
/Kota
1 PEMBINAAN
1.1 Pengaturan
Perumusan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab-Kota Pusat Pusat
perencanaan
Penyusunan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perencanaan umum dan Kota/Desa
pemrograman
Penyusunan peraturan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perundangan Kota/Desa
Penyusunan pedoman dan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
standar teknis Kota/Desa
1.2 Pelayanan
Pusat/Prov/ Instansi
Perijinan Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota
Kab-Kota Terkait
Kab- Pusat/Korp Instansi
Informasi Pusat Provinsi Kab-Kota
Kota/Desa orasi Terkait
1.3 Pemberdayaan
Kab-
Bimbingan dan penyuluhan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
Kab-
Pendidikan dan pelatihan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
1.4 Penelitian dan Pengembangan
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Penelitian Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Pengkajian Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Pengembangan Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
2 PEMBANGUNAN
Kab-
Studi Kelayakan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab-
Perencanaan Teknis Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab-
Pelaksanaan Konstruksi Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab- Pusat/Korp
Pengoperasian Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi
Kota/Desa orasi
Kab-
Pemeliharaan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Prov/Kab-
3 PENGAWASAN Pusat Pusat Kab-Kota Pusat Pusat
Kota
Sumber : Tanan (2005) dalam Ritonga,Efry Debby E. (2011)

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Penanganan Jalan

Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas (constrained budget available)

maka prioritas untuk kegiatan penanganan jalan yang sifatnya untuk

mempertahankan aset yang ada (assets preservation) merupakan suatu langkah yang

wajar untuk dilakukan. Namun jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat

dilakukan penyempurnaan terhadap kondisi yang ada (assets enchancement) dan jika

benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan aset

baru (assets expansion).

Kebutuhan dana pengelolaan jalan dapat berasal dari berbagai sumber.

Namun secara umum sumber pembiayaan jalan seperti pada gambar 2.3 berikut :

Dana Bantuan Proyek


masyarakat, Pendapatan dan Bantuan Pendapatan Pendapatan
Investasi dan Nasional Teknik Luar Daerah Tk. I Daerah Tk. II
Tol Negeri Prasarana Jalan

Inpres Tk. II
Inpres Tk. I

Kabupaten

APBN
Inpres

Anggaran APBD Tk. I APBD Tk. II


Transmigrasi

Bina Marga
(+)

Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal

: sumber dana utama


: sumber dana bantuan

(+) : berasal dari bantuan proyek dan biaya pembebasan tanah

Gambar 2.3 Sumber Pembiayaan Jalan (Manual Pemeliharaan Jalan Jilid I A

Perawatan Jalan No. 03/MN/B/1983)

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari

jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat dioperasikan atau dapat

memberikan pelayanan sebagaimana mestinya (Tanan, 2005 dalam Wirdatun Nafiah

Putri, 2011). Penanganan infrastruktur jaringan jalan nasional berdasarkan konsep

wilayah kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan

pembangunan. Penanganan preservasi bersifat menjamin jaringan jalan tetap dalam

kondisi optimal dimana jenis pekerjaannya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu pekerjaan

pemeliharaan dan pekerjaan rehabilitasi jalan. Sedangkan penanganan pembangunan

bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah memanjang

maupun dalam arah melintang.

2.3.1 Pemeliharaan Jalan

Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006) dalam Rado Hotrin (2011)

definisi pemeliharaan jalan adalah semua jenis pekerjaan yang dibutuhkan untuk

menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang

berkaitan dengan keduanya. Sehingga diharapkan dapat mencegah kemunduran atau

penurunan kualitas dengan laju perubahan yang terjadi segera setelah konstruksi

dilaksanakan. Oleh karena itu pemeliharaan jalan merupakan program penanganan

jalan yang berada dalam prioritas tertinggi.

Menurut Mahmud dkk (2002) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) prinsip

pemeliharaan jalan dilakukan dengan azas keuntungan ekonomi yang efektif dan

efisien melalui anggaran yang minimum dapat dihasilkan kondisi jalan yang

optimum sehingga masyarakat merasa bahagia karena biaya angkutan menjadi

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rendah. Adapun hubungan mutu jalan dengan biaya pemeliharaan jalan serta biaya

pengguna ditunjukkan pada gambar 2.4 di berikut ini :

Gambar 2.4 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya

Pengguna (Mahmud dkk, 2002 dalam Wirdatun Nafiah Putri, 2011)

Gambar 2.4 di atas menunjukkan hubungan mutu jalan dengan biaya

pemeliharaan dan biaya pengguna dengan memperlihatkan semakin besar biaya

pemeliharaan yang diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan

semakin rendah biaya pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum)

gabungan kedua biaya tersebut akan minimum.

2.3.1.1 Pemeliharaan Rutin

Merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan yang terjadi pada

suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap untuk mengantisipasi akibat dari

pengaruh lingkungan. Skala pekerjaannya cukup kecil dan dikerjakan tersebar

diseluruh jaringan jalan secara rutin. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap

lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (riding

quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang tahun.

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1.2 Pemeliharaan Periodik/Berkala

Pemeliharaan periodik merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap

kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat

dikembalikan pada kondisi kemantapan rencana. Pemeliharaan periodik termasuk ke

dalam tipe kegiatan pencegahan (preventive) dilakukan dalam selang waktu beberapa

tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya

hanya mengembalikan fungsi jalan dan tidak meningkatkan nilai struktural

perkerasan. Pemeliharaan periodik biasanya dilakukan penambahan lapis tipis aspal

pada permukaan guna memperbaiki integritas permukaan dan sebagai lapis kedap air.

Pemeliharaan periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan

yang direncanakan selama masa layanannya tidak untuk meningkatkan kekuatan

struktur dari perkerasan.

2.3.2 Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang

tidak diperhitungkan dalam desain yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan

pada bagian atau tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan.

Tujuannya agar penurunan kondisi kemantapan jalan dapat dikembalikan pada

kondisi kemantapan yang sesuai dengan rencana.

2.3.3 Peningkatan Jalan

Peningkatan jalan secara umum dibutuhkan untuk memperbaiki integritas

struktur perkerasan yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dan atau geometriknya

agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan. Secara umum peningkatan jalan

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilakukan dengan pemberian lapis tambahan struktural. Pekerjaan peningkatan jalan

adalah pekerjaan yang ditujukan untuk menambah kemampuan struktur jalan ke

muatan sumbu terberat (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan.

2.3.4 Pembangunan Konstruksi Jalan Baru (Rekonstruksi)

Pengertian konstruksi jalan baru adalah penanganan jalan dari kondisi belum

tersedia badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan konstruksi jalan

baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa jalan tanah atau jalan

beraspal. Tahapan pembangunan jalan yang biasa dilakukan di Indonesia menurut

Sulaksono (2001) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) dimulai dari tahap

perencanaan (planning) selanjutnya dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan

perancangan detail (detail design) kemudian tahap konstruksi (construction) dan

tahap pemeliharaan (maintenance). Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi

yang sangat tidak layak maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan

rekonstruksi biasanya juga diperlukan. Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud

untuk penanganan jalan yang dapat meningkatkan kelasnya.

Secara umum jalan akan mengalami penurunan kondisi semenjak pertama

kali digunakan hingga akhir umur rencana (Kodoatie, 2005) sehingga dibutuhkan

pemeliharaan yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut :

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Optimum”
policy

Pemeliharaan

Biaya total kendaraan


Pemeliharaan Rutin Berkala Rehabilitasi Rekonstruksi

di jaringan jalan
300 %

Fase Kritis
400 %

100 %
(Biaya Operasi Kendaraan)
A
FASE B FASE C FASE D
C1 C2
Sangat baik
Baik

Sedang
KONDISI JALAN

Buruk

Sangat
Buruk

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tahun
“N” Jumlah tahun dari konstruksi Awal
Catatan : Bentuk Kurva yang di atas berdasarkan Perkerasan Beton Aspal

Gambar 2.5 Tahap Penurunan Kondisi Jalan (Robinson, 1998 dalam Kodoatie,

2005)

Pada gambar 2.5 di atas menunjukkan proses penurunan kondisi jalan secara

teknis yang terjadi melalui beberapa tahapan atau fase. Fase A menunjukkan kondisi

sangat baik pada saat jalan selesai dibangun. Tahap berikutnya fase B (kondisi baik)

dimana proses kerusakan terjadi secara perlahan. Pada tahap ini diperlukan

pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan tetap pada kondisi baik.

Fase C1 (kondisi sedang) merupakan tahapan kritis (critical phase) karena

percepatan kerusakan kasat mata mulai terjadi, pada stadium ini memerlukan

pelapisan ulang atau pemeliharaan periodik/berkala. Fase C2 (kondisi buruk) dimana

peningkatan kerusakan semakin tajam sehingga memerlukan rehabilitasi dan fase D

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(kondisi sangat buruk) merupakan tahap kerusakan total dimana peningkatan dan

rekonstruksi jalan diperlukan.

2.4 Kinerja Perkerasan Jalan

Penanganan jalan sangat berhubungan dengan kinerja perkerasan jalan karena

dalam menentukan jenis penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas jalan

harus sesuai dengan kondisi eksisting yakni kinerja perkerasan jalan. Secara umum

kondisi eksisting jalan dengan cara visual dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis

(Dinas Bina Marga, 2003 dalam Rado Hotrin 2011) yaitu sebagai berikut :

a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar - benar

rata dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.

b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan

perkerasan sedang dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.

c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah mulai

bergelombang dimana mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan.

d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan

sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan

terkelupas yang cukup besar disertai kerusakan pondasi seperti amblas dan

sebagainya.

Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni jalan mantap

secara konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi dengan maksud sebagai berikut :

a. Jalan mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi di dalam

koridor mantap yang mana untuk penanganannya hanya membutuhkan

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut standar

pelayanan minimal adalah jalan dalam kondisi sedang.

b. Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor

mantap yang mana untuk penanganan minimumnya adalah pemeliharaan

berkala dan maksimum peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah

nilai struktur konstruksi.

Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh direktorat jenderal

bina marga berdasarkan ketersediaan data adalah :

a. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI).

b. Parameter lebar jalan dan rasio volume/kapasitas (VCR).

c. Parameter lebar jalan dan volume lalulintas harian (LHR).

Kondisi jalan dapat dijadikan sebagai indikator kemantapan dan kenyamanan

jalan yang berkaitan dengan nilai LHR, IRI dan RCI yang ditampilkan pada tabel 2.2

di bawah.

Jalan yang berada pada kondisi sedang sesuai dengan tabel 2.2 dapat berada

dalam kemampuan pelayanan mantap dan tidak mantap. Pada kemampuan pelayanan

mantap jalan kondisi sedang yang melayani lalu lintas dengan LHR 3000 – 10000

harus mempunyai nilai IRI antara 4 – 6 m/km dan RCI = 6. Sedangkan jika pada lalu

lintas dengan nilai LHR > 10000 nilai RCI = 6 dan IRI minimal 6,5 maka jalan

tersebut berada dalam kemampuan pelayanan tidak mantap.

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.2 Indikator Kemantapan dan Kenyamanan Jalan

IRI LHR (kend/hari)


RCI Kategori
(m/km)
3.000 - 10.000 > 10.000

1 10

2 9 Baik
Mantap Mantap
3.5 8 RCI = 8

5 7 Sedang
RCI = 6.5
6.5 6 RCI = 6
RCI = 5.5
8.5 5 Rusak Ringan

11 4 RCI = 4

14 3
Tidak Mantap Tidak Mantap Rusak Berat
17 2

20 1

Sumber : Ditjen Bina Marga (2006) dalam Mulyono (2007) dalam Wirdatun Nafiah

Putri (2011)

Menurut Saleh dkk (2008) dalam Efri Debby E Ritonga (2011) pada dasarnya

penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang dimana dalam gambar 2.6 di bawah

berada pada level IRI antara 4,5 m/km sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi

jalan. Adapun hubungan antara kondisi, umur dan jenis penanganan jalan

ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut :

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.6 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan (Saleh

dkk, 2008 dalam Efri Debby E Ritonga 2011)

2.4.1 International Roughness Index (IRI)

Tingkat kerataan jalan (International Roughness Index) merupakan salah satu

faktor atau fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan.

Nilai IRI adalah nilai ketidakrataan permukaan jalan yang merupakan fungsi dari

potongan memanjang dan melintang permukaan jalan yakni panjang kumulatif turun

naik permukaan persatuan panjang yang dinyatakan dalam m/km. Metode

pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain

metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Direktorat jenderal bina marga memakai

parameter IRI dalam menentukan kondisi konstruksi jalan yang dibagi atas 4

kelompok seperti dalam tabel 2.3 berikut :

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan

Kondisi Jalan IRI (m/km) Kebutuhan Penanganan

Baik IRI rata – rata ≤ 4.5 Pemeliharaan Rutin

Sedang 4.5 < IRI rata – rata ≤ 8.0 Pemeliharaan Berkala

Rusak 8.0 < IRI rata – rata ≤ 1β Peningkatan Jalan

Rusak Berat IRI rata – rata > 12 Rekonstruksi

Sumber : IRMS dalam Ritonga, Efri Debby E 2011

2.5 Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Bidang Jalan

Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat dalam hal ini

prasarana jalan. Maka berdasarkan pasal 3 ayat 3 PP No.25/2000 bahwa daerah wajib

melaksanakan standar pelayanan minimum (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan

minimum merupakan kewenangan dari pemerintah pusat (pasal 2 ayat 4 butir b).

Dengan kata lain bahwa untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu

standar oleh departemen teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Dalam

hal ini departemen kimpraswil telah mengeluarkan draft standar pelayanan minimum

seperti yang tercantum dalam tabel 2.4. Standar pelayanan minimum (SPM) ini

dikembangkan dalam sudut pandang publik sebagai pengguna jalan dimana

ukurannya merupakan common indicator yang diinginkan oleh pengguna. Ada 3

(tiga) keinginan dasar para pengguna jalan yang kemudian dikembangkan menjadi

dasar penentuan SPM yaitu :

1. Kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang).

2. Tidak macet (lancar setiap waktu).

3. Dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir waktu musim hujan).

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.4 Standar Pelayanan Minimum

Standar Pelayanan
Bidang
No Kuantitas Keterangan
Pelayanan Kualitas
Cakupan Konsumsi/Produksi
1 Jaringan Jalan
Kepadatan Penduduk
Indeks Aksesibilitas
(jiwa/km2)
sangat tinggi > 5000 >5 Panjang
A. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 1000 > 1.5 jalan/luas
Aksesibilitas
sedang > 500 > 0.5 (km/km2)
rendah > 100 > 0.15
sangat rendah < 100 > 0.05
PDRB per kapita (juta
Indeks Mobilitas
rp/kap/th)
sangat tinggi > 10 >5 Panjang
B. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 5 >2 jalan/1000
Mobilitas
sedang > 2 >1 penduduk
rendah > 1 > 0.5
sangat rendah < 1 > 0.2
Kecelakaan
Pemakai jalan Indeks Kecelakaan 1 /100.000
km.kend
Kepadatan Penduduk
C. Aspek (jiwa/km2)
Seluruh Jaringan sangat tinggi > 5000
Kecelakaan
Kecelakaan/k
tinggi > 1000 Indeks Kecelakaan 2
m/tahun
sedang > 500
rendah > 100
sangat rendah < 100
2 Ruas Jalan

Lebar Jalan Min. Volume Lalulintas (kend/hari) Kondisi Jalan

A. Kondisi 2x7m LHR > 20000 sedang; iri<6; rci>6.5


Jalan 7m 80000 > LHR > 20000 sedang; iri<6; rci>6.5
6m 3000 > LHR > 8000 sedang; iri<8; rci>5.5
4.5 m LHR < 3000 sedang; iri<8; rci>5.5
Kecepatan Tempuh
Fungsi Jalan Pengguna Jalan
Min
arteri primer lalu lintas regional jarak jauh 25 km/jam
B. Kondisi kolektor primer lalu lintas regional jarak sedang 20 km/jam
Pelayanan lokal primer lalu lintas lokal 20 km/jam
arteri sekunder lalu lintas kota jarak jauh 25 km/jam
kolektor sekunder lalu lintas kota jarak sedang 25 km/jam
lokal sekunder lalu lintas lokal kota 20 km/jam
Sumber : Departemen Kimpraswil, 2001 dalam Ritonga, Efri Debby E.2011

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6 Sistem Manajemen Jalan (Road Management System)

2.6.1 Pengertian dan Tujuan Sistem Manajemen Jalan

Sistem manajemen jalan merupakan tahapan yang terdiri dari beberapa proses

yang dapat membantu dalam pengelolaan jalan baik berupa proses perbaikan maupun

pemeliharaan infrastruktur jalan. Thagesen (1996) dalam Kodoatie (2005)

menyatakan bahwa pendekatan manajemen penanganan jalan (yang utamanya

pemeliharaan jalan) secara umum bertujuan untuk :

1. Mengarahkan pada penggunaan pendekatan yang sistematis secara konsisten

dalam pengambilan keputusan pada kerangka kerja yang telah ditetapkan

2. Menyediakan suatu landasan umum untuk memperkirakan kebutuhan

penanganan jalan dan kebutuhan sumber daya yang digunakan

3. Mengarahkan penggunaan standar penanganan jalan secara konsisten

4. Mendukung dalam pengalokasian sumber daya secara efektif

5. Mengarahkan peninjauan secara teratur terhadap kebijakan, standar dan

efektifitas program

2.6.2 Indonesian Integrated Road Management Systems (IIRMS)

Sistem Manajemen Jalan diawali dengan dibangunnya Inter-urban Road

Management System (IRMS) pada tahun 1992 disusul dengan Urban Roads,

Kabupaten Roads, Toll Roads, Bridge Managements System yang secara garis besar

disajikan pada gambar 2.7 dibawah. Namun sistem – sistem tersebut masih bekerja

secara parsial dan terisolasi di ruang masing – masing dalam sistem manajemen

penanganan jalan (Kodoatie, 2005).

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MS - 1

MS - 2
INTERURBAN ROAD MANAGEMENT SYSTEM (IRMS)

APPLICATION
ROAD INTER
MANAGEMENT DATA ENTRY DATA BASE PROGRAMS OUTPUT
URBAN
SYSTEMS

CENTRAL PLANNING
URBAN
SYSTEM
MS - 3 PROGRAM REPORTS
MING

DISTRICT
DESIGN
MS - 4 INTERATED
CENTRAL
DATA BASE ECONOMIC
TOLL
REVIEW
ETC

BUDGETING ADHOC
OUERIES
ETC
PROVINCIAL IMPLEMENT
ATION

ETC

BINA MARGA
MANAGEMENT SYSTEMS

Gambar 2.7 Inter Urban Road Management System (IRMS) Dalam Kerangka Kerja

Proses Pengelolaan Bina Marga (Bina Marga, 1992 dalam Kodoatie, 2005)

Untuk menghubungkan sistem tersebut ke dalam suatu sistem yang

menyeluruh disusunlah Indonesian Integrated Road Management System (IIRMS)

yang merupakan salah satu sistem yang dikembangkan oleh departemen pekerjaan

umum berdasarkan HDM – 3 yang digunakan dalam pengelolaan aset jalan

(Highway Asset Management) di Indonesia. Maka, IIRMS dapat didefinisikan

sebagai suatu sistem yang terintegrasi untuk perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan

serta pembiayaan jalan sedemikian sehingga diperoleh manfaat yang optimal serta

strategi dan prioritas perencanaan/pelaksanaan yang disusun berdasarkan kriteria

ekonomi dengan pertimbangan biaya yang ditanggung oleh pemakai jalan maupun

yang diadakan bina marga (Sulaksono, 2001 dalam Wirdatun Nafiah Putri, 2011).

Adapun struktur manajemen penanganan jalan dalam standar Integrated Road

Management System ini mencakup 5 (lima) komponen, yaitu :

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Inter-urban Road Management Sytem (IRMS) yang dikembangkan dari

hybrid Highway Design and Maintenance Series III (HDM-III) oleh world

bank untuk jalan antar kota yang prinsipnya merupakan model simulasi untuk

mengoptimasi biaya transport (biaya penanganan jalan dan biaya pengguna

jalan selama periode pelayanan).

2. Local Road Management System (LRMS) yang dilaksanakan secara

desentralisasi untuk penanganan jalan – jalan di bawah kewenangan

pemerintah kabupaten dan kota.

3. Urban Road Management System (URMS) yang saat ini sedang

dikembangkan dalam kerangka Integrated Urban Infrastucture Development

Project (IUIDP) untuk ruas – ruas jalan.

4. Toll Road Management System (TRMS) yang lebih spesifik digunakan untuk

jalan – jalan tol.

5. Bridge Management System (BMS) yang secara khusus dikembangkan untuk

program penanganan (pemeliharaan dan penggantian) jembatan.

Pada prinsipnya dalam program manajemen penanganan jalan tersebut

terdapat berbagai modul yang dapat meramalkan kondisi jalan berserta lalu lintasnya

di masa mendatang tanpa atau dengan penanganan tertentu. Prediksi tersebut dibuat

berdasarkan suatu model – model kerusakan berikut perhitungan biaya

penanganannya. Selanjutnya dengan bantuan model – model lainnya seperti biaya

operasi kendaraan (BOK) dan lainnya maka bisa dilakukan suatu analisis ekonomi

yang berhubungan dengan keuntungan dan kerugian yang akan terjadi antara kondisi

tanpa proyek penanganan dan dengan proyek penanganan (Sulaksono, 2001 dalam

Wirdatun Nafiah Putri, 2011).

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam A History of Indonesian Integrated Road Management Systems

(IIRMS) disebutkan bahwa secara umum proses inti dalam manajemen penanganan

jalan adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dan informasi infrastruktur serta penggunaannya pada lalu

lintas. Pengumpulan data dengan cara melakukan survei berikut :

a. Survei kerataan/kekasaran jalan atau International Roughness Index (IRI)

dengan metode NAASRA

b. Survei kondisi jalan (SKJ) atau road condition survey (RCS)

c. Survei inventarisasi jaringan jalan (SIJ) atau road network inventory

(RNI)

d. Survei perhitungan lalulintas rutin (LHR)

e. Survei lendutan perkerasan jalan dengan metode benkelmen beam (BB)

atau falling weight deflection (FWD)

2. Pengolahan data primer ruas jalan

3. Perencanaan dan pemrograman kinerja jalan di masa mendatang

4. Desain dan persiapan kontrak

5. Implementasi dan progress monitoring.

Secara umum diagram kerja proses Integrated Road Management Systems

(IRMS) seperti pada gambar 2.8 berikut :

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.8 Bagan Alir Proses IRMS

Sumber : A History of Indonesian Road Management Systems

2.6.3 Strategic Expenditure Planning Module (SEPM)

Komponen utama dari suatu proyek jalan adalah tersedianya perencanaan

investasi yang strategis agar mampu dalam melakukan pengelolaan atau penanganan

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap seluruh sub-sektor jalan. Selain itu pengembangan sistem jaringan jalan

secara menyeluruh juga perlu dilakukan secara hati – hati dengan memperhatikan

penggunaan dana yang sangat terbatas secara efektif dan dilakukan dengan

pendekatan pengembangan yang lebih strategis. Perangkat khusus strategic

expenditure planning module (SEPM) atau modul perencanaan pengeluaran strategis

yang merupakan komponen penting di dalam IIRMS ini dipakai dalam pengelolaan

jalan di Indonesia. Dengan modul ini diharapkan pemanfaatan dana pada penanganan

sektor jalan yakni dalam pengalokasian dana antar jaringan dan wilayah dapat

direncanakan secara optimum baik untuk jenis jalan yang berbeda, program

perbaikan maupun dengan faktor geografis yang berbeda.

Dua modul utama yang digunakan dalam SEPM untuk menganalisis data

adalah modul penyusunan program dan modul perencanaan pengeluaran strategis.

Modul penyusunan program mengidentifikasi kebutuhan pemeliharaan dan strategi

yang optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut sesuai dengan keterbatasan

anggaran tertentu. Modul tersebut menghasilkan sebuah daftar proyek pekerjaan

yang diusulkan untuk bagian – bagian jalan tertentu dan menentukan waktu serta

biaya dalam rentang tiga sampai lima tahun. Sementara modul perencanaan

pengeluaran strategis menganalisis seluruh jaringan untuk rentang waktu yang lebih

panjang umumnya sepuluh tahun. Modul ini memproyeksikan kinerja jaringan jalan

di masa depan dalam hal karakteristik seperti kondisi jalan dengan menggunakan

berbagai asumsi untuk tingkatan anggaran dan jenis pekerjaaan pemeliharaan yang

dilakukan selama jangka waktu tersebut. Hasilnya berguna pada saat menentukan

alokasi anggaran untuk berbagai kelas jalan serta jenis pekerjaannya. Dengan adanya

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
modul penyusunan program maupun modul perencanaan pengeluaran strategis dapat

dibandingkan biaya instansi pengelola jalan dengan biaya pengguna jalan.

SEPM juga ikut mengidentifikasi kombinasi paling ekonomis terhadap

penanganan jalan dengan anggaran yang tersedia. Dalam kasus keterbatasan

anggaran penanganan jalan maka perlu dipertimbangkan untuk memaksimalkan

manfaat ekonomi di seluruh jaringan jalan. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka

skala prioritas merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dianalisa dalam

manajemen penangan jalan dengan kondisi keterbatasan anggaran.

2.7 Teori Penentuan Prioritas

Penentuan prioritas (priority setting) dikembangkan sebagai suatu dasar

dalam pembuatan keputusan. Roy & Sembel (2003) dalam Irwan S Sembiring (2008)

menyatakan keterbatasan waktu, tenaga dan dana menyebabkan ketidakmungkinan

untuk melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan sehingga perlu untuk

dilakukan prioritas. Faktor keterbatasan tersebut membuat prioritas menjadi penting

sehingga perlu dilakukan pembenahan dalam banyak hal yang semuanya harus

dilakukan dengan waktu yang cepat, dana yang cukup serta kualitas yang baik.

Secara umum konsep penyusunan prioritas akan memperhatikan masalah-

masalah dasar yang dihadapi maupun faktor-faktor yang menghambat tercapainya

suatu tujuan. Prioritas dapat memberi arah bagi kegiatan yang harus dilaksanakan.

Jika prioritas telah disusun maka tidak akan ada kebingungan kegiatan mana yang

harus dilakukan terlebih dahulu serta kegiatan mana yang dilakukan selanjutnya

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika prioritas bertujuan untuk

melakukan kegiatan yang berkesinambungan maka diprioritaskan kegiatan yang

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sesuai dengan kebutuhan sehingga arah kegiatan adalah pada pengembangan bukan

semata-mata pada pembangunan. Jika konsisten pada prioritas yang telah ditetapkan

maka prioritas akan membantu untuk memecahkan masalah.

Penentuan prioritas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menjawab 5

(lima) pertanyaan berikut :

1. Apa hasil akhir yang ingin dicapai ?

Prioritas disusun untuk mencapai suatu tujuan. Maka sebelum prioritas

ditetapkan tujuanlah yang perlu dibuat.

2. Apa yang penting untuk dilakukan dalam mencapai tujuan?

Setelah tujuan ditetapkan maka perlu mengidentifikasikan faktor - faktor

yang memang penting untuk dilakukan guna tercapainya tujuan.

3. Apakah harus dilakukan hal tersebut?

Pertanyaan ini akan membantu dalam memilah kegiatan yang memang harus

dilakukan dan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang lain.

4. Apa keuntungan yang didapat dari kegiatan tersebut?

Prinsip 80/20 yang dicetuskan oleh Vilfredo Pareto seperti yang dikutip

Sembel (2003) dalam Irwan S Sembiring (2008) menyatakan bahwa hanya

20% dari kegiatan yang dapat memberikan 80% keuntungan sehingga perlu

memfokuskan tenaga dan pemikiran serta sarana yang dimiliki agar dapat

memberikan keuntungan maksimal.

5. Bagaimana melaksanakan prioritas?

Setelah prioritas ditentukan maka perlu melakukan beberapa langkah lagi

untuk memastikan bisa dilaksanakan dengan hasil yang positif yaitu evaluasi.

Selalu evaluasi hal-hal yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan.

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.8 Manfaat Penentuan Prioritas

Penentuan prioritas dipandang penting karena memiliki beberapa manfaat,

antara lain:

1. Tetap fokus pada hal-hal yang berada pada prioritas utama atau menuntun

perencanaan dan proses update program.

2. Dapat mengawasi penggunaan sumber daya langka secara lebih efektif.

3. Dapat membangun komunikasi mengenai aktivitas antar stakeholders.

4. Dapat menghubungkan antara kebijakan dan tujuan ekonomi sosial

pemerintah.

2.9 Kriteria Dalam Menentukan Prioritas

Dalam menentukan prioritas diperlukan beberapa kriteria yang menjadi dasar

dalam pemberian bobot pilihan. Peneliti sebelumnya menggunakan kriteria yang

berbeda-beda dalam menentukan prioritas penanganan ruas jalan menurut kondisi

daerah yang diteliti. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan

dan memiliki relevansi sehingga dapat dijadikan pertimbangan maupun

perbandingan dalam penentuan prioritas penanganan jalan baik pemeliharaan,

peningkatan maupun pembangunan jalan.

Firdasari (β01γ) dalam “Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) Dalam Penentuan Prioritas Penanganan Pemeliharaan Jalan Di Kota Banda

Aceh” memakai 4 (empat) kriteria yaitu kondisi jalan, volume lalu lintas, kebijakan,

dan faktor tata guna lahan. Dari hasil kuesioner kepada 20 responden di kota Banda

Aceh yang berkompeten terhadap masalah penanganan jalan dimana setiap dinas

terkait dan kantor kecamatan diwakili oleh 1 responden dan 5 responden mewakili

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat termasuk akademisi menunjukkan kondisi jalan dan volume lalu lintas

merupakan faktor utama dalam menentukan prioritas penanganan jalan dengan bobot

0,454 dan 0,255.

Wirdatun Nafiah Putri (β011) dalam “Studi Penentuan Prioritas Penanganan

Ruas Jalan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus Pada Jalan

Provinsi Di Provinsi Sumatera Utara)” menggunakan kriteria kondisi jalan yang

dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat, kriteria volume

lalu lintas dan kriteria biaya penanganan. Hasil kuesioner pada 5 (lima) responden

menunjukkan bahwa kriteria biaya penanganan merupakan kriteria yang paling

dipertimbangkan yaitu sebesar 61,33 %, sedangkan kriteria kondisi jalan sebesar

22,66 % dan kriteria volume lalu lintas sebesar 16,01 %.

Risdiansyah (β014) dalam “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan

Nasional Bireuen – Lhokseumawe – Panton Labu” menggunakan Metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kriteria yang paling prioritas dan

Analisa Multi Kriteria (AMK) untuk penilaian (scoring) setiap kriteria pada setiap

segmen ruas jalan yang diteliti. Adapun kriteria yang dipakai ialah faktor volume lalu

lintas, kapasitas jalan, kondisi jalan dan kecelakaan lalu lintas. Dari hasil penelitian

terhadap 15 responden didapatkan kriteria yang paling berpengaruh dalam

menentukan prioritas penanganan pada ruas jalan yang diteliti adalah kriteria volume

lalu lintas dengan bobot 0,386, kemudian diikuti kapasitas jalan sebesar 0,344,

kriteria kondisi jalan sebesar 0,198 dan kriteria kecelakaan lalu lintas sebesar 0,072.

Efri Debby Ekinola Ritonga (β011) dalam “Kajian Kriteria Penanganan Jalan

Nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara” menggunakan 5 (lima) kriteria

yaitu kondisi ruas jalan, aksessibilitas, mobilitas, efektifitas biaya dan fungsi arus

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ruas jalan. Hasil kuesioner pada 30 responden menunjukkan bahwa kriteria kondisi

ruas jalan memiliki bobot tertinggi yakni 43,33 %, diikuti kriteria fungsi

aksessibilitas sebesar 26,67 %, efektifitas biaya 16,67 %, fungsi mobilitas 6,67 %

dan fungsi arus ruas jalan sebesar 3,33 %.

Agustinus Syawal (β01γ) dalam “Perbandingan Skala Prioritas Penanganan

Jalan Di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP Dengan Metode Bina Marga”

dengan tujuan untuk membandingkan hasil dari kedua metode tersebut terhadap

penentuan skala prioritas penanganan jalan strategis kabupaten Bengkayang

Kalimantan Barat. Hasil analisa menunjukkan bahwa 20 % hasil peringkat dengan

dua metode tersebut berada dalam peringkat yang sama dan 80 % lainnya berada

dalam posisi acak (random). Berdasarkan analisis korelasi dengan metode Pearson

dan Spearman terdapat hubungan yang sangat kuat dan positif antara metode Bina

Marga dan AHP dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan di kabupaten

Bengkayang Kalimantan Barat. Kelebihan metode Bina Marga adalah cukup praktis

dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat lalu lintas dan matriks biaya

konstruksi jalan dalam menentukan skala prioritas penanganannya, parameter yang

digunakan pada metode Bina Marga hanya didasarkan pada data inventory yang

meliputi data traffic dan data road condition. Oleh karena itu, kelemahannya tidak

memiliki fleksibilitas terhadap rencana pengembangan wilayah. Kelebihan metode

AHP yaitu lebih fleksibel dalam menentukan variabel dan akurasi penilaian cukup

baik (consistency ratio 10 %). Instrument utama metode AHP adalah persepsi, maka

subjektivitas responden dalam penilaian dapat menjadi kelemahan dalam metode ini.

Berdasarkan penelitian – penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dalam

prioritas penanganan jalan serta kemudahan dalam perolehan data, maka kriteria

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang digunakan dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT adalah kriteria kondisi ruas jalan yang

dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan, rusak berat dan kemudian kriteria

arus lalu lintas yang dibedakan atas kapasitas jalan dan volume lalu lintas serta

kriteria biaya penanganan.

Adapun penjelasan tentang kriteria – kriteria di atas yang digunakan dan

selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian atau kriteria penelitian dalam tugas

akhir ini adalah sebagai berikut :

2.9.1 Kriteria Kondisi Ruas Jalan

Kriteria kondisi ruas jalan merupakan bobot dari kinerja ruas jalan terhadap

kondisi perkerasan ruas jalan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Ada empat

jenis kondisi ruas jalan yang ditinjau yaitu kondisi rusak berat, rusak ringan, sedang

dan baik. Besarnya persentase masing-masing kondisi inilah yang digunakan untuk

menghitung bobot total masing-masing ruas jalan.

2.9.2 Kriteria Arus Lalu Lintas

Dalam MKJI (1997) disebutkan bahwa arus lalu lintas merupakan jumlah

kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu yang

dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu – lintas Harian

Rata – Rata Tahunan) dan LHR (kend/hari).

Kriteria arus lalu lintas dalam penelitian ini merupakan pembobotan dari

kinerja ruas jalan terhadap arus lalu lintas dimana variabel kriterianya dinyatakan

dalam kapasitas dan volume lalu lintas.

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9.2.1 Kapasitas Ruas Jalan

Kapasitas merupakan arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan

(tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya rencana geometrik,

lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya) (MKJI 1997). Dengan kata lain

kapasitas jalan ialah kemampuan suatu bagian jalan untuk menampung arus atau

volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu yang dinyatakan dalam

jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam)

atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan

dimana digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam

perhitungan kapasitas (smp/jam).

Adapun rumus kapasitas di wilayah perkotaan sebagai berikut :

C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ......................................................(2.1)

Sementara kapasitas jalan antar kota dipengaruhi oleh lebar jalan, arah lalu

lintas dan gesekan samping.

C = Co x FCW x FCSP x FCSF …………………………………………… (β.2)

Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan

FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan

satu arah)

FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb

FCCS = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai

pada tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas
Tipe Jalan Dasar Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1650 per lajur
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1500 per lajur
Jalan 2 jalur tanpa pembatas median 2900 total dua arah
Sumber : MKJI, 1997

Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) seperti terlihat pada

tabel 2.6 berikut ini :

Tabel 2.6 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP)

FCSP Pembagian arah (% - %)

Kondisi Arus Lalu Lintas dan Kondisi Fisik Jalan 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (2/2 UD) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (4/2 UD) 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Jalan satu arah, atau Jalan dengan Pembatas Median 1
Sumber : MKJI, 1997

Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS) dapat dilihat pada tabel

2.7 di bawah ini :

Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS)

Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Koreksi untuk Ukuran Kota


< 0,1 0,86
0,1 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 1,3 1,00
> 1,3 1,03
Sumber : MKJI, 1997

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditunjukkan pada

tabel 2.8 dibawah ini :

Tabel 2.8 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)

Lebar Jalan Efektif


Tipe Jalan FCW
(m)
Per lajur
3 0,92
4 Jalur Berpembatas Median atau 3,25 0,96
Jalan satu arah 3,5 1
3,75 1,04
4 1,08
Per lajur
3 0,91
3,25 0,95
4 Jalur Tanpa Pembatas Median
3,5 1
3,75 1,05
4 1,09
Dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1
2 Jalur Tanpa Pembatas Median
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber : MKJI, 1997

Untuk faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping (FCSF) terlebih

dahulu kita harus mengetahui klasifikasi hambatan samping seperti pada tabel 2.9 di

bawah. Nilai faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping (FCSF) baik untuk

jalan yang memiliki bahu jalan maupun jalan yang memiliki kereb dapat ditunjukkan

pada tabel 2.10 dan tabel 2.11.

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.9 Klasifikasi Hambatan Samping (FCSF)

Jumlah Hambatan Per


Kelas 200 Meter per Jam (dua
Hambatan arah) Kondisi Tipikal
Samping Jalan Jalan Luar
Perkotaan Kota
Sangat rendah < 100 < 50 Permukiman
Permukiman, beberapa transportasi
Rendah 100 - 299 50 - 150
umum
Daerah industri dengan beberapa toko
Sedang 300 - 499 150 - 250
di pinggir jalan
Daerah komersial, aktivitas pinggir
Tinggi 500 - 899 250 - 350
jalan tinggi

Daerah komersial dengan aktifitas


Sangat Tinggi > 900 > 350
perbelanjaan pinggir jalan
Sumber : MKJI, 1997

Tabel 2.10 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan

Luar Kota

Faktor Koreksi Akibat Hambatan


Kelas Hambatan Samping (Lebar Bahu Jalan Efektif)
Tipe Jalan
Samping
< 0,5 1,0 1,5 > 2,0
Sangat Rendah 0,99 1,00 1,01 1,03
4 Jalur 2 Arah Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
Berpembatas Median Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99
(4/2 D) 0,90 0,92 0,95 0,97
Tinggi
Sangat Tinggi 0,88 0,90 0,93 0,96
Sangat Rendah 0,97 0,99 1,00 1,02
4 Jalur 2 Arah Tanpa
Pembatas Median (4/2 Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
UD) atau 2 Jalur 2 Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98
Arah Tanpa Pembatas 0,84 0,87 0,91 0,95
Tinggi
Median (2/2 UD)
Sangat Tinggi 0,80 0,83 0,88 0,93
Sumber : MKJI, (1997).

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.11 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan

Perkotaan (Jalan Dengan Bahu / Jalan Dengan Kereb)

Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan


Samping (Fcsf) Untuk Jalan Dengan Bahu (Lebar
Kelas Hambatan Bahu Efektif/Ws) / Jalan Dengan Kereb(Jarak ke
Tipe Jalan
Samping Kereb Penghalang/Wg)
< 0,5 1,0 1,5 > 2,0
Ws Wg Ws Wg Ws Wg Ws Wg
4 Jalur 2 Sangat Rendah 0,96 0,95 0,98 0,97 1,01 0,99 1,03 1,01
Arah Rendah 0,94 0,94 0,97 0,96 1,00 0,98 1,02 1,00
Berpembatas Sedang 0,92 0,91 0,95 0,93 0,98 0,95 1,00 0,98
Median (4/2 Tinggi 0,88 0,86 0,92 0,89 0,95 0,92 0,98 0,95
D) Sangat Tinggi 0,84 0,81 0,88 0,85 0,92 0,88 0,96 0,92
4 Jalur 2 Sangat Rendah 0,96 0,95 0,99 0,97 1,01 0,99 1,03 1,01
Arah Tanpa Rendah 0,94 0,93 0,97 0,95 1,00 0,97 1,02 1,00
Pembatas Sedang 0,92 0,90 0,95 0,92 0,98 0,95 1,00 0,97
Median (4/2 Tinggi 0,87 0,84 0,91 0,87 0,94 0,90 0,98 0,93
UD) Sangat Tinggi 0,80 0,77 0,86 0,81 0,90 0,85 0,95 0,90
2 Jalur 2 Sangat Rendah 0,94 0,93 0,96 0,95 0,99 0,97 1,01 0,99
Arah Tanpa Rendah 0,92 0,90 0,94 0,92 0,97 0,95 1,00 0,97
Pembatas Sedang 0,89 0,86 0,92 0,88 0,95 0,91 0,98 0,94
Median (2/2 Tinggi 0,82 0,78 0,86 0,81 0,90 0,84 0,95 0,88
UD) Sangat Tinggi 0,73 0,68 0,79 0,72 0,85 0,77 0,91 0,82
Sumber : MKJI, (1997)

2.9.2.2 Volume Lalu Lintas

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) volume lalu

lintas pada suatu ruas jalan diartikan sebagai jumlah atau banyaknya kendaraan yang

melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu. Pada

umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan,

sehingga volume lalu lintas dinyatakan dalam jenis kendaraan standar yaitu mobil

penumpang yang dikenal dengan istilah satuan mobil penumpang (smp).

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data yang diperoleh, volume lalu lintas dibedakan atas beberapa

jenis diantaranya :

 ADT (Average Daily Traffic) atau LHR (Lalu lintas Harian Rata – Rata)

Merupakan volume lalu lintas rata – rata harian berdasarkan pengumpulan

data selama x hari dengan ketentuan 1< x<365.

 AADT (Average Annual Daily Traffic) atau LHRT (Lalu lintas Harian Rata –

Rata Tahunan)

Merupakan total volume lalu lintas harian rata – rata yang melewati satu jalur

jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.

LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah untuk

jalan 2 jalur 2 arah. Sedangkan untuk jalan berlajur banyak dengan median

dinyatakan dalam smp/hari/1 arah atau kendaraan/hari/1 arah.

Jika dalam melakukan suatu analisis dimana data lalu lintas yang tersedia

adalah data lalulintas harian rata – rata (kend/hari) maka diperlukan faktor yang

dapat mengubah menjadi arus lalulintas jam sibuk (kend/jam) yang juga dapat

digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan. Disebut faktor k yaitu faktor

volume lalu lintas jam sibuk ataupun sebaliknya. Volume lalulintas jam sibuk dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Q = LHRT x k ……… (2.3)

Dimana :

Q = Arus kendaraan jam puncak untuk masing – masing arah (kend/jam)

LHRT = Lalulintas harian rata – rata tahunan (kend/hari)

k = Faktor pengubah dari LHRT ke lalulintas jam puncak

(nilai normal k = 0.09 untuk jalan perkotaan dan k = 0.11 jalan luar kota)

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk keperluan analisis maka jenis kendaraan diklasifikasikan atas beberapa

jenis, yaitu :

 Kendaraan Ringan (Light Vehicle/LV) yang terdiri dari jeep, station wagon,

colt, sedan, bis mini, combi, pick up, dll.

 Kendaraan Berat (Heavy Vehicle/HV) yang terdiri dari bus dan truk

 Sepeda Motor (Motorcycle/MC)

Sementara itu bina marga mengelompokkan kendaraan menjadi beberapa

golongan, diantaranya :

 Vehicle 1= Sepeda motor

 Vehicle 2= Sedan / Jeep

 Vehicle3= Mobil penumpang

 Vehicle 4= Mobil barang

 Vehicle 5a= Bus kecil

 Vehicle 5b= Bus besar

 Vehicle 6a= Truk ringan 2 as

 Vehicle 6b= Truk sedang 2 as

 Vehicle 7a= Truk 3 as

 Vehicle 7b= Trailer

 Vehicle 7c= Semi trailer

 Vehicle 8 = Tak bermotor

Angka ekivalensi kendaraan penumpang (emp) untuk berbagai jenis

kendaraan baik kendaraan ringan, kendaraan berat seperti kendaraan berat menengah

(MHV), bus besar (LB), truk besar termasuk truk kombinasi (LT) dan sepeda motor

(MC) diberikan pada tabel 2.12 s.d tabel 2.16 berikut ini :

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.12 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Jalan 2/2 UD (Jalan Luar Kota)

emp
Tipe Arus Total MC
Alinyemen (kend./jam) MHV LB LT Lebar jalur lalu-lintas (m)
<6m 6-8m >8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
Datar
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥ 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
Bukit
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥ 1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥ 1γ50 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber : MKJI,1997

Tabel 2.13 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 4 lajur 2

Arah (4/2) Terbagi Dan Tak Terbagi

Arus Total (kend./jam) emp


Tipe
Alinyemen Jalan terbagi per Jalan tak terbagi
MHV LB LT MC
arah (kend/jam) total (kend/jam)
0 0 1,2 1,2 1,6 0,5
1000 1700 1,4 1,4 2,0 0,6
Datar
1800 3250 1,6 1,7 2,5 0,8
> 2150 > 3950 1,3 1,5 2,0 0,5
0 0 1,8 1,6 4,8 0,4
750 1350 2,0 2,0 4,6 0,5
Bukit
1400 2500 2,2 2,3 4,3 0,7
> 1750 > 3150 1,8 1,9 3,5 0,4
0 0 3,2 2,2 5,5 0,3
550 1000 2,9 2,6 5,1 0,4
Gunung
1100 2000 2,6 2,9 4,8 0,6
> 1500 > 2700 2,0 2,4 3,8 0,3
Sumber : MKJI,1997

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.14 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 6 Lajur

2 Arah Terbagi (6/2 D)

Tipe Arus Lalulintas emp


Alinyemen (kend./jam) per arah MHV LB LT MC
0 1,2 1,2 1,6 0,5
1500 1,4 1,4 2,0 0,6
Datar
2750 1,6 1,7 2,5 0,8
≥ γβ50 1,3 1,5 2,0 0,5
0 1,8 1,6 4,8 0,4
1100 2,0 2,0 4,6 0,5
Bukit
2100 2,2 2,3 4,3 0,7
≥ β650 1,8 1,9 3,5 0,4
0 3,2 2,2 5,5 0,3
800 2,9 2,6 5,1 0,4
Gunung
1700 2,6 2,9 4,8 0,6
≥ βγ00 2,0 2,4 3,8 0,3
Sumber : MKJI,1997

Tabel 2.15 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

emp
Arus lalu lintas
Tipe Jalan : Jalan tak MC
total dua arah
terbagi HV Lebar jalur lalu lintas WC (m)
(kend/jam)
ч6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40
(2/2 UD) ш 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) ш 3700 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997

Tabel 2.16 Ekivalensi Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah

Tipe Jalan : Jalan satu arah dan Arus lalu lintas per emp
jalan terbagi lajur (kend/jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) dan Empat 0 1,3 0,40
lajur terbagi (4/2 D) ш 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) dan Enam 0 1,3 0,40
lajur terbagi (6/2 D) ш 1100 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selanjutnya arus lalulintas dimasa mendatang atau di akhir umur rencana

suatu jalan dapat diprediksi dengan cara menghitung faktor pertumbuhan lalulintas.

Faktor pertumbuhan lalulintas ini diperoleh dari analisa pertumbuhan kendaraan,

LHR dan pertumbuhan ekonomi lima (5) tahun terakhir. Adapun persamaan untuk

menghitung arus lalulintas dimasa mendatang adalah :

Qn = Qo (1+i)n …….. (2.4)

Dimana :

Qn = Arus lalulintas tahun ke-n

Qo = Arus lalulintas awal

i = Angka pertumbuhan lalulintas

n = Periode tahun ke-n

2.9.3 Kriteria Biaya Penanganan

Kriteria biaya penanganan yaitu skoring dari kinerja ruas jalan terhadap biaya

yang dikeluarkan pemerintah untuk penanganan jalan dalam satuan rupiah.

Pembobotan dari kriteria biaya penanganan dimulai dari skor 1 (sangat rendah

prioritasnya karena biaya penanganan tinggi) sampai dengan skor 9 (paling

diprioritaskan karena biaya penanganan rendah).

Ruas jalan dengan biaya penanganan yang lebih kecil akan lebih

diprioritaskan dibanding dengan ruas jalan yang membutuhkan biaya penanganan

yang lebih besar. Hal ini berhubungan dengan keterbatasan dana sehingga dengan

adanya prioritas tersebut diharapkan jumlah ruas jalan yang akan memiliki kondisi

baik akan lebih banyak dan lebih merata serta tidak terpusat pada beberapa jalan

dengan biaya besar saja.

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10 Metode Penentuan Prioritas Penanganan Jalan

2.10.1 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Salah satu metode multi kriteria yang sering digunakan adalah proses hierarki

analitik (PHA) atau disebut Analytical Hierarchy Process (AHP) yang pertama kali

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty seorang ahli matematika dari universitas

Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Metode yang dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty ini pada dasarnya merupakan prosedur yang sistematik yang dapat

membentuk nilai secara numerik sehingga dapat merepresentasikan elemen masalah

secara hirarki (memecahkan masalah ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil). Pada

prinsipnya metode AHP ini memasukkan aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran

manusia. Aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hierarkinya,

sedangkan aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara

ringkas dan padat.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini juga merupakan suatu model

yang luwes yang memberikan kesempatan bagi pereorangan atau kelompok untuk

membangun gagasan – gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat

asumsi mereka masing – masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan

darinya. Proses pada metode AHP ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan

pengetahuan untuk menyusun hierarki suatu masalah, logika, intuisi dan pengalaman

untuk memberi pertimbangan. Prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami dan

menilai interaksi – interaksi dari suatu sistem sebagai satu keseluruhan.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) biasanya digunakan dengan

beberapa ketentuan, diantaranya (Saaty, 1993) :

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Dipakai untuk mengambil suatu keputusan dari suatu permasalahan yang

kompleks yang melibatkan banyak faktor

2. Dipakai untuk menentukan suatu prioritas

3. Dipakai untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan cara

hierarki

4. Memakai data kuantitatif dan preferensi kualitatif

5. Ancangannya bersifat holistik (menyeluruh) yang memakai logika

6. Pertimbangannya berdasarkan intuisi

7. Penyederhanaannya tidak berlebihan

2.10.1.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode AHP

Adapun beberapa keuntungan menggunakan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) adalah (Saaty,1993) :

1. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk

beragam persoalan yang tidak terstruktur

2. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan kompleks

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier

4. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah – milah

elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat

5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal – hal yang tidak terwujud

untuk mendapatkan prioritas

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas

7. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif

8. AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai faktor

sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan

tujuan – tujuan mereka

9. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang

representatif dari penilaian yang berbeda – beda

10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan

Selain kelebihan – kelebihan tersebut di atas, metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) juga memiliki beberapa kelemahan antara lain :

1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa

persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang

ahli. Selain itu model ini juga menjadi tidak berarti jika ahli tersebut

memberikan penilaian yang keliru

2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistic

sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk

2.10.1.2 Prinsip Dasar Metode Analytical Hierarchy Process

Dalam memecahkan masalah dengan analisis logis eksplisit dalam metode

AHP ada 3 (tiga) prinsip dasar yang dipakai, yaitu:

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Prinsip menyusun hierarki / Dekomposisi masalah

2. Prinsip menetapkan prioritas (perbandingan) / Comparative Judgement, dan

3. Prinsip konsistensi logis / Logical Consistency

2.10.1.2.1 Dekomposisi Masalah

Dekomposisi adalah proses memecahkan atau membagi masalah yang utuh

menjadi unsur – unsurnya kebentuk hierarki proses pengambilan keputusan dimana

setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Bentuk umum susunan hierarki seperti

pada gambar 2.9 di bawah.

TUJUAN

KRITERIA I II III

PILIHAN I II III

Gambar 2.9 Bentuk Umum Susunan Hirarki Penelitian (Saaty, 1993)

Langkah pertama adalah merumuskan tujuan dari suatu kegiatan penyusunan

prioritas yang dilanjutkan dengan menentukan kriteria dari tujuan. Berdasarkan

tujuan dan kriteria maka beberapa pilihan perlu dididentifikasi agar pilihan tersebut

merupakan pilihan yang potensial sehingga jumlah pilihan tidak terlalu banyak.

2.10.1.2.2 Perbandingan Penilaian (Comparative Judgment)

Setelah masalah terdekomposisi maka ada dua tahap penilaian atau

membandingkan antar elemen yaitu perbandingan antar kriteria dan perbandingan

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antar pilihan alternatif untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan

untuk menentukan bobot untuk masing–masing kriteria (Sembiring, I.S, 2008).

Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas

elemen – elemen. Untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif digunakan skala

penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).

Nilai atau angka kuantitatif tersebut nantinya diolah sehingga menjadi bobot dari

suatu kriteria.

Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan dapat dilihat

pada tabel 2.17 berikut ini :

Tabel 2.17 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intensitas
Definisi Penjelasan
Kepentingan

Elemen yang sama pentingnya Kedua elemen menyumbang

1 dibanding dengan elemen yang lain sama besar pada sifat tersebut

(Equal importance)

Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman menyatakan sedikit

3 penting dari pada elemen yang lain berpihak pada satu elemen

(Moderate more importance)

Elemen yang satu jelas lebih penting Pengalaman menunjukkan secara

5 dari pada elemen yang lain kuat memihak pada satu elemen

(Essential, Strong more importance)

Elemen yang satu sangat jelas lebih Pengalaman menunjukkan secara

7 penting dari pada elemen yang lain kuat disukai dan dominannya

(Demonstrated importance) terlihat dalam praktek

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Elemen yang satu mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen

penting dari pada elemen yang lain yang satu terhadap elemen lain
9
(Absolutely more importance) memiliki tingkat penegasan

tertinggi yang menguatkan

Apabila ragu-ragu antara dua nilai Nilai ini diberikan bila diperlukan
2,,4,6,8
ruang berdekatan (gray area) kompromi

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j


Kebalikan
maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (1993)

Dengan memakai skala penilaian perbandingan berpasangan pada tabel 2.17

di atas. Maka perbandingan antar kriteria akan menghasilkan nilai seperti dalam tabel

2.18 di bawah dimana disini diasumsikan hanya ada 4 (empat) kriteria.

Tabel 2.18 Perbandingan Antar Kriteria

Kriteria CR1 CR2 CR3 CR4 Jumlah Bobot


CR1 - c12 c13 c14 c1 bc1 = c1/C
CR2 c21 - c23 c24 c2 bc2 = c2/C
CR3 c31 c32 - c34 c3 bc3 = c3/C
CR4 c41 c42 c43 - c4 bc4 = c4/C
Jumlah C
Sumber : Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)

Dari tabel tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :

1. cij merupakan hasil penilaian / perbandingan antara kriteria i dan j

2. ci merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki kriteria ke – i

3. C merupakan penjumlahan semua nilai ci

4. Bobot kriteria ke – i diperoleh dengan membagi nilai ci dengan C

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan prosedur yang sama maka dilakukan perbandingan antar pilihan (OP)

untuk masing – masing kriteria seperti terlihat pada tabel 2.19 berikut dimana

perbandingan antar pilihan dilakukkan untuk kriteria 1 (c1) :

Tabel 2.19 Perbandingan Antar Pilihan Untuk Kriteria 1 (c1)

C1 OP1 OP2 OP3 OP4 Jumlah Bobot


OP1 - o12 o13 o14 o1 bo1 = o1/O
OP2 o21 - o23 o24 o2 bo2 = o2/O
OP3 o31 o32 - o34 o3 bo3 = o3/O
OP4 o41 o42 o43 - o4 bo4 = o4/O
Jumlah O
Sumber : Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. oij merupakan hasil penilaian / perbandingan antara pilihan i dengan k untuk

kriteria j

2. oi merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki pilihan ke – i

3. o merupakan penjumlahan semua nilai oi

4. boij merupakan nilai pilihan ke – i untuk kriteria ke - j

Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam metode AHP

berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai

“key person”. Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar dan orang

yang terlibat serta memahami permasalahan yang dihadapi. Biasanya jumlah ahli

bervariasi tergantung pada ketersediaan sumber daya. Penilaian dapat dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner kepada masing – masing ahli ataupun dengan

melakukan suatu pertemuan para ahli untuk melakukan penilaian.

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.1.2.3 Sintesa Prioritas (Synthesis of Priority)

Prinsip sintesis hasil penilaian adalah mengambil setiap turunan skala rasio

prioritas – prioritas lokal dalam berbagai level dari suatu hierarki dan menyusun suatu

komposisi global dari kumpulan prioritas untuk elemen – elemen dalam hierarki

terbawah. Penilaian ini dilakukan untuk setiap sel dalam matriks perbandingan maka

akan didapatkan suatu matriks perbandingan baru yang merupakan matriks

perbandingan gabungan semua responden sehingga didapatkan eigen vector (vektor

ciri) untuk masing – masing kriteria.

Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) menegaskan bahwa

sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP yang prosedurnya berbeda

menurut hierarki. Pada dasarnya sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang

diperoleh setiap pilihan pada masing – masing kriteria setelah diberi bobot dari

kriteria tersebut. Secara umum nilai suatu pilihan adalah sebagai berikut :

bopi = boij x bcj …..……………………………………….... (2.5)

Dimana bopi = nilai/bobot untuk pilihan ke - i

Formula tersebut juga dapat disajikan dalam bentuk tabel. Sebagai contoh

dapat dilihat pada tabel 2.20 di bawah. Dalam tabel tersebut diasumsikan ada 4

(empat) kriteria dengan 4 (empat) pilihan alternatif. Untuk nilai prioritas/bobot

pilihan 1 (OP1) diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada kriteria dengan nilai

yang terkait dengan kriteria tersebut. Untuk pilihan 1 sebagai berikut :

bop1 = bo11 * bc1 + bo12 * bc2 + bo13 * bc3 + bo14 * bc4 .………………………(β.6)

Hal yang sama dilakukan untuk pilihan 2, 3 dan 4 dengan membandingkan

nilai yang diperoleh masing – masing pilihan sehingga prioritas dapat disusun

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan maka semakin

tinggi prioritasnya begitupun sebaliknya.

Tabel 2.20 Matriks Sintesis

CR1 CR2 CR3 CR4


Prioritas bopi
bc1 bc2 bc3 bc4
OP1 bo11 bo12 bo13 bo14 bop1
OP2 bo21 bo22 bo23 bo24 bop2
OP3 bo31 bo32 bo33 bo34 bop3
OP4 bo41 bo42 b043 bo44 bop4
Sumber : Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)

Derajat kepentingan dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan

berpasangan yang sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari

elemen – elemen dan kriteria – kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut

diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi

adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk diambil.

2.10.1.2.4 Konsistensi Logis (Logical Consistency)

Konsistensi logis menilai intensitas hubungan diantara elemen – elemen yang

didasarkan pada suatu kriteria khusus yang telah menjustifikasi satu sama lain dalam

cara – cara yang logis. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan CI

(Consistency Index)

………………………………………………...… (β.7)

Dimana : CI = Consistency Index

maks = Eigen value maksimum

n = ukuran matriks

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Indeks konsistensi kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dan

membaginya dengan suatu random index (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk

suatu matriks didefinisikan sebagai consistency ratio (CR).

……………………………………………………... (β.8)

Dimana : CR = Consistency Ratio

CI = Consistency Index

RI = Random Index

Nilai random indeks tergantung pada ukuran matriks seperti ditunjukkan

dalam tabel 2.21 berikut :

Tabel 2.21 Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random Index (RI)

Ukuran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Matriks
Nilai RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Sumber : Saaty (1988) dalam Syawal, Agustinus (2013)

Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriksnya

seperti terlihat dalam tabel 2.22 di bawah. Revisi pendapat dapat dilakukan jika rasio

konsistensi pendapat cukup tinggi ≥ 10 %. Jika nilai CR lebih rendah atau sama

dengan nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup

dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik.

Tabel 2.22 Nilai Rentang Penerimaan Consistency Ratio (CR)

No Ukuran Matriks Rasio Konsistensi (CR)

1 ч3x3 0,03
2 4x4 0,08
3 >4x4 0,10
Sumber : Saaty (2000) dalam Apriyanto (2008) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2 Metode Bina Marga

Secara umum prinsip penentuan prioritas dalam metode ini menggunakan

approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition yang

dapat diaplikasikan dengan tabel manfaat dan biaya untuk memperoleh nilai manfaat

penanganan jalan. Hal ini karena dalam kondisi keterbatasan anggaran, ruas jalan

dengan manfaat ekonomi terbesar akan lebih diprioritaskan penanganannya. Metode

Bina Marga ini cukup praktis dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat

lalu lintas dan biaya konstruksi jalan dalam menentukan skala prioritas penanganan

jalan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung keuntungan

atau nilai manfaat dari pelaksanaan suatu proyek pemeliharaan/peningkatan jalan,

antara lain :

1. Net Present Value (NPV)

2. Benefit Cost Ratio (BCR)

3. Economic Internal Rate of Return (EIRR)

4. First Year Rate of Return (FYRR)

Metode yang dipakai dalam perhitungan manfaat ekonomi dari

pemeliharaan/peningkatan ruas jalan dalam penelitian ini adalah metode NPV.

Adapun kriteria peringkat prioritas penanganan jalan dalam metode Bina

Marga adalah sebagai berikut :

1. Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah NPV yaitu

dengan memberikan prioritas pertama pada proyek yang NPV-nya tertinggi.

2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek – proyek dengan tanda

kisaran NPV untuk petunjuk pemilihannya sebagai berikut :

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Berikan prioritas pada kelompok proyek – proyek yang mempunyai

kelayakan tertinggi

 Berikan prioritas yang rendah kepada kelompok proyek berkelayakan

rendah

2.10.2.1 Analisis Net Present Value (NPV)

Metoda ini dikenal sebagai metoda present worth dan digunakan untuk

menentukan apakah suatu rencana mempunyai manfaat dalam periode waktu

analisis. Hal ini dihitung dari selisih present value of the benefit (PVB) dengan

present value of the cost (PVC).

Persamaan umum untuk metode ini adalah sebagai berikut :

…………………….. (2.9)

Dimana :

NPV = nilai sekarang bersih ;

bi = manfaat pada tahun i ;

ci = biaya pada tahun i ;

r = suku bunga diskonto (discount rate) yakni suku bunga yang dipakai

untuk menghitung nilai sekarang dari berbagai aset;

n = umur ekonomi proyek. Dimulai dari tahap perencanaan sampai

akhir umur rencana jalan

Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara ekonomi adalah

yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif (+) atau NPV > 0.

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.2 Penaksiran Manfaat

Manfaat langsung yang diterima masyarakat atau pengguna jalan adalah

penghematan biaya operasional kendaraan (BOK) dan penghematan waktu

perjalanan (time value) dengan nilai waktu (Rp/jam). Namun secara umum jika

sebuah ruas jalan telah dibangun atau diperbaiki maka akan memiliki manfaat

sebagai berikut, antara lain adalah :

 Biaya operasi kendaraan (ban, bahan bakar, dan sebagainya) akan berkurang

 Waktu tempuh perjalanan akan berkurang

 Penambahan frekuensi perjalanan mungkin terjadi

 Perjalanan yang sekarang menggunakan kendaraan tak bermotor atau dengan

jalan kaki mungkin di masa mendatang akan beralih menggunakan kendaraan

bermotor

 Biaya pemeliharaan di kemudian hari atau biaya untuk menjaga agar jalan

tetap terbuka akan berubah

Seluruh manfaat tersebut diukur dan dijumlahkan secara sistematis untuk

diperbandingkan dengan perkiraan biaya pemeliharaan/peningkatan jalan.

2.10.2.3 Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK)

Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dalam Pd T-15-2005-B didefinisikan

sebagai biaya total yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan pada suatu

kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh.

Satuannya rupiah per kilometer.

Perhitungan biaya operasi kendaraan (BOK) dimaksudkan untuk

mengevaluasi manfaat langsung dari pekerjaan proyek peningkatan jalan menurut

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kriteria ekonomi sehingga dapat diketahui bahwa biaya yang dialokasikan dapat

memberikan tingkat manfaat yang tinggi. Manfaat langsung yang diperhitungkan

adalah penghematan biaya perjalanan yaitu selisih biaya perjalanan total dengan

proyek (with project) dan tanpa proyek (without project). BOK diturunkan dari hasil

prediksi lalulintas berupa total jumlah kendaraan-km harian dengan kecepatan rata –

rata serta unit BOK untuk masing – masing kecepatan.

Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek adalah selisih dalam

BOK maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi

dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project)

(pedoman studi kelayakan proyek jalan dan jembatan Pd.T-18-2005-B).

Komponen – komponen biaya operasi kendaraan (BOK) secara umum adalah

sebagai berikut:

 Biaya tetap (fixed cost atau standing cost)

 Biaya tidak tetap (variable cost atau running cost)

 Biaya tidak terduga (overhead)

Perhitungan biaya operasi kendaraan (BOK) untuk jenis kendaraan sepeda

motor (MC) sama dengan perhitungan BOK jenis kendaraan ringan (Tommy Putra

Armada, 2014). Secara umum untuk menghitung biaya operasi kendaraan (BOK)

setiap jenis kendaraan dapat digunakan persamaan berikut ini :

BOKi = Biaya Tetapi + Biaya Tidak tetapi + Biaya Overheadi ………. (β.10)

Dalam menghitung besar penghematan BOK selama satu tahun dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Penghematan BOKi = LHRi x Selisih BOKi x L x H ……………….. (2.11)

Dimana :

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LHR = Lalulintas harian rata – rata

Selisih BOK = Selisih BOK dengan proyek dan tanpa proyek (Rp/km)

L = Panjang segmen jalan (km)

H = Jumlah hari kerja selama 1 tahun (H=300 hari)

i = jenis kendaraan

2.10.2.3.1 Biaya Tetap (Standing Cost)

Biaya tetap merupakan biaya yang dalam pengeluarannya tetap tanpa

tergantung pada volume produksi yang terjadi. Biasanya jangka waktu perhitungan

adalah 1 (satu) tahun karena sebagian besar komponen biaya tetap dibayarkan setiap

tahun. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Biaya administrasi, yakni biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk setiap

kendaraan yang menggunakan jalan umum (STNK, KIR, Izin usaha, Izin

trayek)

2. Biaya modal kendaraan, bunga modal dan angsuran pinjaman, yakni biaya

yang harus dikeluarkan untuk membayar pinjaman dan bunga bank. Bunga

modal yang berlaku adalah bunga modal kredit yang besarnya per tahun

tergantung pada saat pinjaman dimulai.

3. Biaya penyusutan, yakni biaya yang “hilang” akibat penyusutan nilai

kendaraan sejalan dengan umur ekonomisnya.

4. Biaya asuransi (BA)

5. Biaya Gaji / Pendapatan sopir dan kernet

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2 Biaya Tidak Tetap (Running Cost)

Biaya tidak tetap merupakan biaya operasi kendaraan yang dibutuhkan untuk

menjalankan kendaraan pada suatu kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis

kendaraan per kilometer jarak tempuh atau dapat dikatakan bahwa biaya tidak tetap

adalah biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Satuannya rupiah per

kilometer (Rp/km).

Komponen – komponen biaya tidak tetap adalah sebagai berikut :

a. Biaya konsumsi bahan bakar

b. Biaya konsumsi minyak pelumas (oli)

c. Suku cadang kendaraan

d. Upah pekerja bengkel

e. Biaya pemakaian ban

2.10.2.3.2.1 Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BiBBMj)

Biaya konsumsi bahan bakar merupakan biaya yang dibutuhkan untuk

konsumsi bahan bakar minyak dalam pengoperasian suatu jenis kendaraan per

kilometer jarak tempuh. Satuannya rupiah per kilometer (Rp/km).

Persamaan untuk menghitung biaya konsumsi bahan bakar minyak adalah :

BiBBMj= KBBMi x HBBMj ……………. (2.12)

dengan pengertian:

BiBBMj = Biaya konsumsi bahan bakar minyak jenis kendaraan i (Rp/km)

KBBMi = Konsumsi bahan bakar minyak jenis kendaraan i (liter/km)

HBBMj = Harga bahan bakar untuk jenis BBM j (Rp/liter)

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i = Jenis kendaraan sedan (SD), utiliti (UT), bus kecil (BL), bus besar

(BR), truk ringan (TR), truk sedang (TS) atau truk berat (TB). Utiliti

adalah jenis kendaraan angkutan serbaguna. Sebagai contoh mini bus,

pick up, jenis boks

j = Jenis bahan bakar minyak solar (SLR) atau premium (PRM).

Premium untuk jenis kendaraan sedan dan utiliti dan solar untuk jenis

kendaraan bis kecil, bis besar, truk ringan, truk sedang dan truk berat.

 Konsumsi bahan bakar minyak (KBBM)

Konsumsi bahan bakar minyak untuk masing – masing kendaraan dapat

dihitung dengan persamaan berikut :

KBBMi = (α + 1/VR + 2 x VR2 + 3 x RR + 4x FR + 5x FR2 + 6 x DTR + 7 x AR

+ 8 x SA + 9 x BK + 10 x BK x AR + 11 x BK x SA)/1000 …………. (2.13)

dengan pengertian,

α = Konstanta (lihat tabel 2.23)

1 ... 12 = Koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.23)

VR = Kecepatan rata-rata

RR = Tanjakan rata-rata

FR = Turunan rata-rata

DTR = Derajat tikungan rata-rata

AR = Percepatan rata-rata

SA = Simpangan baku percepatan

BK = Berat Kendaraan

Nilai konstanta dan koefisien – koefisien parameter model konsumsi BBM

dapat dilihat pada tabel 2.23 berikut :

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.23 Nilai Konstanta dan Koefisien Parameter Model Konsumsi BBM

2 2 BK x BK x
Jenis 1/VR VR RR FR FR DTR AR SA BK
α AR SAR
Kendaraan
β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9 β10 β11
Sedan 23,78 1181,2 0,0037 1,265 0,634 - - -0,638 36,21 - - -
Utiliti 29,61 1256,8 0,0059 1,765 1,197 - - 132,2 42,84 - - -
Bus Kecil 94,35 1058,9 0,0094 1,607 1,488 - - 166,1 49,58 - - -
Bus Besar 129,60 1912,2 0,0092 7,231 2,790 - - 266,4 13,86 - - -
Truk
70,00 524,6 0,0020 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02
Ringan
Truk
97,70 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 -0,0858 - - 6,661 36,46 17,28
Sedang
Truk Berat 190,30 3829,7 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

 Kecepatan Rata – Rata (VR) Lalu Lintas

Merupakan kecepatan rata – rata yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari

sejumlah data kecepatan sesaat (Vk) atau kecepatan rata – rata ruang (space mean

speed). Apabila data kecepatan lalu lintas tidak tersedia maka kecepatan dapat

dihitung dengan manual kapasitas jalan Indonesia (Pd T-15-2005-B). Kecepatan

yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan adalah kecepatan arus

bebas. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan merupakan kecepatan arus bebas yang

digunakan. Untuk jenis kendaraan lain dapat dihitung juga dengan menghitung faktor

penyesuainnya terlebih dahulu. Kecepatan arus bebas memiliki dua arti, yaitu :

1. Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu-lintas pada kerapatan = 0, yaitu

tidak ada kendaraan yang lewat.

2. Kecepatan (km/jam) kendaraan yang tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain

(yaitu kecepatan dimana pengendara merasakan perjalanan yang nyaman

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam kondisi geometrik, lingkungan dan pengaturan lalu-lintas yang ada

pada segmen jalan dimana tidak ada kendaraan yang lain).

Adapun persamaan kecepatan dengan manual kapasitas jalan Indonesia

adalah sebagai berikut :

 Kecepatan bebas hambatan kendaraan ringan

FV = (FVO + FVW) × FFVSF × FFVCS ………….. (2.14) Jalan perkotaan

FV = (FVO + FVW) × FFVSF × FFVRC ………….. (2.15) Jalan luar kota

Dimana :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVW = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (penjumlahan) (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (perkalian)

FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota (perkalian)

FFVRC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan. ( Guna lahan

merupakan pengembangan lahan di sepanjang jalan. Untuk tujuan

perhitungan guna lahan ditentukan sebagai persentase dari segmen jalan

dengan pengembangan tetap dalam bentuk bangunan).

 Kecepatan bebas hambatan kendaraan berat

FVHV = FVHV0 – (FFV × (FVHV0 / FV0))……………….. (2.16)

 Kecepatan bebas hambatan kendaraan berat menengah

FVMHV = FVMHV0 – (FFV × (FVMHV0 / FV0))………….. (2.17)

Dengan pengertian :

FVHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat (km/jam)

FVHV0 = Kecepatan arus bebas dasar HV (km/jam)

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)

FFV = Penyesuaian kecepatan arus bebas LV (km/jam)

FVMHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah (MHV) (km/jam)

FVMHV0 = Kecepatan arus bebas dasar MHV (km/jam)

Dimana : FFV = FV0 – FV

Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu

lintas efektif, kondisi hambatan samping dan ukuran kota untuk jalan perkotaan

seperti pada tabel 2.24 sampai tabel 2.28 berikut ini :

Tabel 2.24 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Pada Jalan Perkotaan

Kecepatan Arus
Tipe Jalan Semua
(LV) (HV) (MC) Kendaraan
(rata-rata)
(6/2D) atau (3/1) 61 52 48 57
(4/2 D) atau (2/1) 57 50 47 55
(4/2 UD) 53 46 43 51
(2/2 UD) 44 40 40 42
Sumber : MKJI, 1997

Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVCS)

Faktor penyesuaian untuk


Ukuran Kota (Juta Penduduk)
ukuran kota

< 0,1 0,90


0,1 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber : MKJI, 1997

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping

(FFVSF) Pada Jalan Perkotaan

Faktor penyesuaian untuk hambatan


samping dan lebar bahu
Kelas Hambatan
Tipe Jalan Lebar bahu efektif rata - rata Ws (m)
Samping (SFC)

ч 0,5 m 1,0 m 1,5 m ш2m


Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Empat lajur terbagi
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
(4/2 D)
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Empat lajur tak
Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
terbagi (4/2 UD)
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
Dua lajur tak terbagi Rendah 0.96 0,98 0,99 1,00
(2/2 UD) atau jalan Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99
satu arah Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : MKJI, 1997

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.27 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping

Dan Jarak Kereb - Penghalang (FFVSF) Pada Jalan Perkotaan

Faktor penyesuaian untuk hambatan

Kelas Hambatan samping dan jarak kereb penghalang


Tipe Jalan
Samping (SFC) Lebar bahu efektif rata - rata Wk (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥βm

Empat lajur Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02

terbagi (4/2 D) Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99

Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96

Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92

Empat lajur tak Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02

terbagi (4/2 UD) Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00

Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98

Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94

Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90

Dua lajur tak Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00

terbagi (2/2 UD) Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98

atau jalan satu Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95

arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88

Sangat Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber : MKJI, 1997

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.28 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas

(FVw) Pada Jalan Perkotaan

Lebar jalur lalu lintas


Tipe Jalan FVW (km/jam)
efektif (m)
Per lajur
3,00 -4
Empat-lajur terbagi atau jalan 3,25 -2
satu arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Per lajur
3,00 -4
3,25 -2
Empat-lajur tak terbagi
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Total
5 -9,5
6 -3
7 0
Dua lajur tak terbagi
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber : MKJI, 1997

Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu

lintas efektif, kondisi hambatan samping dan kelas fungsi jalan untuk jalan luar kota

seperti pada tabel 2.29 sampai tabel 2.32 berikut ini :

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.29 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV0)

Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)


Tipe Jalan/Tipe Kendaraan
alinyemen/(Kelas jarak Sepeda
Kendaraan Berat Bus Truk
pandang) Motor
Ringan LV Menengah Besar LB Besar LT
MC
MHV
Enam lajur terbagi
- Datar 83 67 86 64 64
- Bukit 71 56 68 52 58
- Gunung 62 45 55 40 55
Empat lajur terbagi
- Datar 78 65 81 62 64
- Bukit 68 55 66 51 58
- Gunung 60 44 -53 39 55
Empat lajur tak terbagi
- Datar 74 63 78 60 60
- Bukit 66 54 65 50 56
- Gunung 58 43 52 39 53
Dua lajur tak terbagi
- Datar SDC A 68 60 73 58 55
- Datar SDC B 65 57 69 55 54
- Datar SDC C 61 54 63 52 53
- Bukit 61 52 62 49 53
- Gunung 55 42 50 38 51
Sumber : MKJI, 1997

Catatan : Perhatikan bahwa untuk jalan dua lajur dua arah, kecepatan arus bebas

dasar juga adalah fungsi dari kelas jarak pandang. Jika kelas jarak pandang tidak

tersedia, anggaplah pada jalan tersebut SDC B.

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.30 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping

(FFVSF) dan Lebar Bahu Pada Jalan Luar Kota

Faktor penyesuaian untuk hambatan


Kelas Hambatan samping dan lebar bahu
Tipe Jalan
Samping (SFC) Lebar bahu efektif rata - rata Ws (m)
ч 0,5 m 1,0 m 1,5 m ш2m
Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00
Rendah 0,98 0,98 0,98 0,99
Empat lajur terbagi
Sedang 0,95 0,95 0,96 0,98
(4/2 D)
Tinggi 0,91 0,92 0,93 0,97
Sangat Tinggi 0,86 0,87 0,89 0,96
Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00
Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Empat lajur tak
Sedang 0,92 0,94 0,95 0,97
terbagi (4/2 UD)
Tinggi 0,88 0,89 0,90 0,96
Sangat Tinggi 0,81 0,83 0,85 0,95
Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00
Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Dua lajur tak terbagi
Sedang 0,91 0,92 0,93 0,97
(2/2 UD)
Tinggi 0,85 0,87 0,88 0,95
Sangat Tinggi 0,76 0,79 0,82 0,93
Sumber : MKJI, 1997

Tabel 2.31 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional

Jalan Dan Guna Lahan (FFVRC)

Faktor penyesuaian FFVRC


Tipe jalan Pengembangan samping jalan (%)
0 25 50 75 100
Empat-lajur terbagi
- Arteri 1,00 0,99 0,98 0,96 0,95
- Kolektor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94
- Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93
Empat-lajur tak terbagi
- Arteri 1,00 0,99 0,97 0,96 0,945
- Kolektor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915
- Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895
Dua-lajur tak-terbagi
- Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94
- Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88
- Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84
Sumber : MKJI, 1997

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.32 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas

(FVw) Pada Jalan Luar Kota

Lebar efektif FVW (km/jam)


Tipe Jalan jalur lalu lintas Datar: -Bukit: SDC=A,B,C -
(WC) (m) Gunung
SDC=A,B Datar: SDC=C
Per lajur
Empat-lajur dan 3,00 -3 -3 -2
enam lajur 3,25 -1 -1 -1
terbagi 3,50 0 0 0
3,75 2 2 2
Per lajur
3,00 -3 -2 -1
Empat-lajur tak
3,25 -1 -1 -1
terbagi
3,50 0 0 0
3,75 2 2 2
Total
5 -11 -9 -7
6 -3 -2 -1
Dua lajur tak 7 0 0 0
terbagi 8 1 1 0
9 2 2 1
10 3 3 2
11 3 3 2
Sumber : MKJI, 1997

Sementara itu batasan kecepatan rata – rata kendaraan (dalam km/jam) yang

dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada tabel 2.33 berikut :

Tabel 2.33 Kecepatan Rata – Rata Kendaraan yang Direkomendasikan

Nilai Minimum Nilai Maksimum


Jenis Kendaraan
(km/jam) (km/jam)
Sedan 5,0 100,0
Utiliti 5,0 100,0
Bus Kecil 5,0 100,0
Bus Besar 5,0 100,0
Truk Ringan 5,0 100,0
Truk Sedang 5,0 100,0
Truk Berat 5,0 100,0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Percepatan Rata – Rata (AR)

Percepatan rata – rata merupakan percepatan rata – rata yang dihitung sebagai

nilai rata – rata dari sejumlah data percepatan (AM). Percepatan (AM) sendiri

merupakan percepatan pada observasi ke-m yang dihitung sebagai selisih antara dua

data kecepatan sesaat yang berurutan.

Persamaan percepatan rata – rata lalu lintas adalah :

AR = 0,01β8 x (V/C) …………………….……………… (2.18)

Dimana :

AR = percepatan rata – rata

V = volume lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

 Simpangan Baku Percepatan (SA)

Merupakan simpangan baku pada percepatan. Persamaan simpangan baku

percepatan adalah :

SA = SA max (1,04 / (1 + e (a0 + a1)*V/C)) ………………… (2.19)

Dimana :

SA = Simpangan baku percepatan (m/s2)

SA max= Simpangan baku percepatan maksimum (m/s2) (tipikal/default = 0,75)

a0, a1 = koefisien parameter (tipikal/default a0 = 5,140 ; a1 = - 8,264)

V = volume lalu lintas (smp/jam)

C = kapasitas jalan (smp/jam)

 Tanjakan dan Turunan Rata - Rata

Tanjakan rata – rata (RR) adalah tanjakan yang dihitung sebagai nilai rata –

rata dari sejumlah data tanjakan (Ri) dan turunan rata – rata (FR) juga merupakan

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
turunan yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari sejumlah data turunan (Fi) pada

arah pengamatan yang sama. Geometri jalan yang diperhitungkan dalam model

persamaan hanya faktor alinemen vertikal yang terdiri dari tanjakan dan turunan.

Batasan tanjakan dan turunan yang dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada

tabel 2.34 berikut:

Tabel 2.34 Alinemen Vertikal Yang Direkomendasikan

Jenis Alinemen Nilai Minimum Nilai Maksimum


Vertikal (m/km) (m/km)
Tanjakan 0.0 90.0
Turunan -70.0 0.0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU.

Persamaan tanjakan rata – rata suatu ruas jalan adalah :

………………………………… (2.20)

Persamaan turunan rata – rata suatu ruas jalan adalah :

…………………………….….. (2.21)

Namun apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia maka

nilai tipikal (default) seperti dalam tabel 2.35 di bawah dapat digunakan.

Tabel 2.35 Alinemen Vertikal Yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan

Tanjakan rata - rata Turunan rata - rata


No Kondisi Medan
(m/km) (m/km)
1 Datar 2,5 -2,5
2 Bukit 12,5 -12,5
3 Pegunungan 22,5 -22,5
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Derajat Tikungan Rata – Rata

Apabila data pengukuran derajat tikungan untuk suatu ruas jalan tidak

tersedia maka dapat menggunakan nilai tipikal seperti pada tabel 2.36 berikut ini :

Tabel 2.36 Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan

No Kondisi Medan Derajat Tikungan (◦/km)


1 Datar 15
2 Bukit 115
3 Pegunungan 200
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

 Berat Kendaraan (BK)

Berat kendaraan merupakan berat yang dihitung sebagai penjumlahan berat

kendaraan kosong ditambah berat muatan. Batasan berat kendaraan total (dalam ton)

yang dicakup oleh persamaan dapat dilihat pada tabel 2.37 berikut :

Tabel 2.37 Batasan Berat Kendaraan Total yang Direkomendasikan

Jenis Kendaraan Nilai Minimum (ton) Nilai Maksimum (ton)


Sedan 1,3 1,5
Utiliti 1,5 2,0
Bus Kecil 3,0 4,0
Bus Besar 9,0 12,0
Truk Ringan 3,5 6,0
Truk Sedang 10,0 15,0
Truk Berat 15,0 25,0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

2.10.2.3.2.2 Biaya Konsumsi Oli (BOi)

Merupakan biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi oli dalam pengoperasian

suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Persamaan biaya

konsumsi oli untuk suatu jenis kendaraan adalah :

78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BOi = KOi x HOj ………………… (2.22)

Dimana :

BOi = Biaya konsumsi oli untuk jenis kendaraan i (Rp/km)

KOi = Konsumsi oli untuk jenis kendaraan i (liter/km)

HOj = Harga oli untuk jenis oli j (Rp/liter)

i = Jenis kendaraan

j = Jenis oli

 Konsumsi Oli (KOi)

Persamaan konsumsi oli untuk masing – masing jenis kendaraan adalah :

KOi = OHKi + OHOi x KBBMi …………………… (2.23)

Dimana :

OHKi = oli hilang akibat kontaminasi (liter/km)

OHOi = oli hilang akibat operasi (liter/km)

KBBMi = konsumsi bahan bakar (liter/km)

Kehilangan oli akibat kontaminasi (OHKi) dihitung dengan persamaan

berikut ini :

OHKi = KPOi / JPOi ....................... (2.24)

Dimana :

KPOi = kapasitas oli (liter)

JPOi = jarak penggantian oli (km)

Nilai tipikal (default) untuk persamaan tersebut di atas dapat dilihat pada

tabel 2.38 berikut :

79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.38 Nilai Tipikal (default) JPOi, KPOi dan OHOi yang Direkomendasikan

Jenis Kendaraan JPOi (km) KPOi (liter) OHOi (liter/km)


-6
Sedan 2000 3,5 2,8 x 10
Utiliti 2000 3,5 2,8 x 10-6
-6
Bus Kecil 2000 6 2,1 x 10
-6
Bus Besar 2000 12 2,1 x 10
-6
Truk Ringan 2000 6 2,1 x 10
Truk Sedang 2000 12 2,1 x 10-6
-6
Truk Berat 2000 24 2,1 x 10
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

2.10.2.3.2.3 Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi)

Merupakan biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi suku cadang kendaraan

dalam pengoperasiannya per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Adapun data yang

dibutuhkan dalam menghitung konsumsi suku cadang adalah data kerataan

permukaan jalan (IRI) dan harga kendaraan baru. Persamaan untuk menghitung biaya

konsumsi suku cadang adalah sebagai berikut :

BPi = Pi x HKBi /1000000 ................................... (2.25)

Dimana :

BPi = Biaya pemeliharaan (konsumsi suku cadang) kendaraan (Rp/km)

HKBi = Harga kendaraan baru rata-rata (Rp)

Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga suatu jenis kendaraan

i = Jenis kendaraan.

 Harga Kendaraan Baru

Data harga kendaraan dapat diperoleh melalui survai harga suatu kendaraan

baru jenis tertentu dikurangi dengan nilai ban yang digunakan. Harga kendaraan

dihitung sebagai harga rata-rata untuk suatu jenis kendaraan tertentu. Survai harga

80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat dilakukan melalui survai langsung di pasar atau mendapatkan data melalui

survai instansional seperti asosiasi pengusaha kendaraan bermotor.

 Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru (Pi)

Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru atau konsumsi

suku cadang untuk suatu jenis kendaraan i dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

Pi = (ϕ + 1 x IRI) (KJTi/1000000) β .................................................. (2.26)

Dimana :

Pi = Konsumsi suku cadang kendaraan jenis i per juta kilometer

ϕ = Konstanta (lihat tabel 2.39)

1 & 2= Koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.39)

IRI = Kekasaran jalan (m/km)

KJTi = Kumulatif jarak tempuh kendaraan jenis i (km)

i = Jenis kendaraan

Tabel 2.39 Nilai Tipikal ϕ , 1 dan 2

Koefisien Parameter
Jenis Kendaraan
ϕ 1 2

Sedan -0,69 0,42 0,10


Utiliti -0,69 0,42 0,10
Bus Kecil -0,73 0,43 0,10
Bus Besar -0,15 0,13 0,10
Truk Ringan -0,64 0,27 0,20
Truk Sedang -1,26 0,46 0,10
Truk Berat -0,86 0,32 0,40
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)

Merupakan biaya yang dibutuhkan untuk upah pemeliharaan kendaraan untuk

setiap jenis kendaraan yang dioperasikan dalam jarak tertentu (Rp/km). Biaya upah

perbaikan kendaraan untuk masing-masing jenis kendaraan dihitung dengan

persamaan berikut :

BUi = JPi x UTP/1000 .......................................................... (2.27)

Dimana :

BUi = Biaya upah perbaikan kendaraan (Rp/km)

JPi = Jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km)

UTP = Upah tenaga pemeliharaan (Rp/jam)

 Harga Satuan Upah Tenaga Pemeliharaan (UTP)

Data upah tenaga pemeliharaan dapat diperoleh melalui survai penghasilan

tenaga perbaikan kendaraan baik melalui survai langsung di bengkel atau

mendapatkan data melalui instansional seperti dinas tenaga kerja

 Kebutuhan Jam Pemeliharaan (JPi)

Kebutuhan jumlah jam pemeliharaan untuk masing – masing jenis kendaraan

dihitung dengan persamaan berikut :

JPi = a0 x Pia1 …………….................. (2.28)

Dimana :

JPi = Jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km)

Pi = Konsumsi suku cadang kendaraan jenis i

a0, a1 = Konstanta

Nilai tipikal (default) untuk model parameter persamaan jumlah jam

pemeliharaan seperti pada tabel 2.40 berikut :

82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.40 Nilai Tipikal a0 dan a1

No Jenis Kendaraan ao a1
1 Sedan 77,14 0,547
2 Utiliti 77,14 0,547
3 Bus Kecil 242,03 0,519
4 Bus Besar 293,44 0,517
5 Truk Ringan 242,03 0,519
6 Truk Sedang 242,03 0,517
7 Truk Berat 301,46 0,519
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

2.10.2.3.2.5 Biaya Konsumsi Ban

Merupakan biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi ban dalam pengoperasian

suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh (Rp/km).

Biaya konsumsi ban dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

BBi = KBi x HBj /1000 ........................................... (2.29)

Dimana :

BBi = Biaya konsumsi ban untuk jenis kendaraan i (Rp/km)

KBi = Konsumsi ban untuk jenis kendaraan i (EBB/1000km)

HBj = Harga ban baru jenis j (Rp/ban)

i = Jenis kendaraan

j = Jenis ban

 Konsumsi Ban (KB)

Rumus untuk menghitung konsumsi ban untuk setiap jenis kendaraan adalah :

KBi = χ + δ1 x IRI + δ2 x TTR + δ3 x DTR ............................. (2.30)

Dimana :

χ = Konstanta (lihat tabel 2.41)

83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
δ1 ... δ3 = Koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.41)

TTR = Tanjakan+turunan rata-rata

DTR = Derajat tikungan rata-rata

Untuk nilai tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3 dapat dilihat pada tabel 2.41 berikut :

Tabel 2.41 Nilai Tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3

IRI TTR DTR


Jenis Kendaraan χ
δ1 δ2 δ3
Sedan -0,01471 0,01489 - -
Utiliti 0,01905 0,01489 - -
Bus Kecil 0,02400 0,02500 0,003500 0,000670
Bus Besar 0,10153 - 0,000963 0,000244
Truk Ringan 0,02400 0,02500 0,003500 0,000670
Truk Sedang 0,095835 - 0,001738 0,000184
Truk Berat 0,158350 - 0,002560 0,000280
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

 Tanjakan dan Turunan (TT)

Perhitungan nilai tanjakan + turunan (TT) merupakan penjumlahan nilai

tanjakan rata-rata (FR) dan nilai mutlak turunan rata-rata (RR). Nilai tanjakan dan

turunan rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

TT = FR + RR ………….…….. (2.31)

Apabila data pengukuran tanjakan+turunan tidak tersedia maka nilai tipikal

(default) seperti pada tabel 2.42 di bawah dapat digunakan.

Tabel 2.42 Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan (TTR) pada Berbagai Medan Jalan

No Kondisi Medan TTR (m/km)

1 Datar 5
2 Bukit 25
3 Pegunungan 45
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Derajat Tikungan

Nilai tipikal derajat tikungan yang dapat dipakai jika data pengukurannya

tidak tersedia dapat dilhat pada tabel 2.43 berikut :

Tabel 2.43 Nilai Tipikal Derajat Tikungan (DTR) Pada Berbagai Medan Jalan

No Kondisi Medan Derajat tikungan (◦/km)

1 Datar 15

2 Bukit 115

3 Pegunungan 200

Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

2.10.2.3.2.6 Biaya Tidak Tetap Besaran BOK (BTT)

Sehingga biaya tidak tetap besaran BOK dapat dihitung dengan

menjumlahkan semua komponen biaya tidak tetap seperti persamaan berikut :

BTT = BiBBMj + BOi + BPi + BUi + BBi ............................ (2.32)

2.10.2.3.3 Biaya Tidak Terduga (Overhead)

Biaya overhead adalah biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan oleh

pemilik kendaraan atau pengusaha angkutan penumpang yang akan dipergunakan

untuk keperluan biaya operasional kendaraan dan biaya keperluan kantor lainnya.

Berdasarkan Perpres no. 54 pasal 66 dalam Zulkifli Ramadhan (2014) dikatakan

bahwa biaya overhead yang dianggap wajar bagi penyedia adalah 10 hingga 15%

dari BOK. Sesuai dengan namanya biaya ini sebenarnya tidak masuk dalam

perhitungan tetapi pada prakteknya biaya ini selalu ada. Umumnya biaya ini timbul

karena manajemen yang tidak baik, kecelakaan, dan sebagainya.

85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.4 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan

Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah uang

yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu perjalanan

(Hensher, et.al 1989 dalam Tommy Putra Armada, 2014). Besarnya nilai waktu bagi

pengguna jalan merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh

jalan kepada pengguna jalan tersebut (LPKM-ITB, 1997 dalam Tommy Putra

Armada, 2014). Penghematan nilai waktu perjalanan diperoleh dari selisih

perhitungan waktu tempuh untuk kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa

proyek (without project). Nilai waktu yang digunakan dapat ditetapkan dari hasil

studi nilai waktu yang menggunakan metode produktivitas, stated preference atau

revealed preference.

 Metode produktivitas adalah metode penetapan nilai waktu yang

menggunakan nilai rata-rata penghasilan atau product domestic regional

bruto (PDRB) per kapita per tahun yang dikonversi ke dalam satuan nilai

moneter per satuan waktu yang lebih kecil (Rp/jam).

 Metode stated preference adalah nilai waktu yang diperoleh melalui

wawancara individu untuk kondisi hipotetikal tentang berbagai skenario

waktu dan biaya perjalanan.

 Metode revealed preference adalah nilai waktu yang diperoleh dari kenyataan

pilihan perjalanan yang terjadi dan dikaitkan dengan biaya perjalanan.

Metode yang digunakan dalam menghitung nilai waktu pada penelitian ini

adalah metode produktivitas yaitu menggunakan data pendapatan PDRB Aceh.

Nilai Waktu = Pendapatan Orang Per Tahun / Waktu Kerja ….. (2.33)

86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nilai waktu merupakan nilai rupiah per orang yang dihitung dalam satuan

jam (Rp/jam). Sedangkan pendapatan orang pertahun merupakan pendapatan

perkapita yang dihitung dengan membagikan nilai PDRB terhadap jumlah penduduk

(PDRB/Jlh Penduduk) dalam satuan rupiah (Rp). Dan waktu kerja selama setahun

dihitung berdasarkan jam dan hari kerja yaitu 8 jam selama satu hari dan 300 hari

kerja selama satu tahun (8 x 300 = 2400 jam).

Maka besar penghematan nilai waktu perjalanan dalam rupiah (Rp) pada

suatu ruas jalan selama satu tahun dapat dihitung dengan persamaan berikut :

P = Nilai Waktu x Selisih Waktu x LHR x L x H ……………….. (β.γ4)

Dimana :

P = Penghematan nilai waktu perjalanan selama 1 tahun (Rp)

LHR = Lalu lintas harian (kend/jam)

L = Panjang jalan (km)

H = Jumlah hari kerja dalam 1 tahun (300 hari)

Selisih waktu tempuh merupakan selisih waktu tempuh dengan proyek dan tanpa

proyek (t1 – t2 ) dimana t1,2 = L1,2/V1,2 (L= Panjang segmen jalan ; V= Kecepatan

kendaraan).

87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka

menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan

proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut agar

berlangsung secara terarah.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT ini termasuk dalam jenis penelitian survei

dimana penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan informasi diperoleh

melalui responden dengan menggunakan kuesioner. Proses analisis dilakukan dengan

menggunakan data sekunder seoptimal mungkin. Metode yang dipakai adalah

metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode Bina Marga. Program

Expert Choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori Analytical

Hierarchy Process (AHP) dipakai dalam mengolah data hasil kuesioner dari para

responden.

3.2 Daerah Penelitian

Daerah penelitian meliputi 8 (delapan) ruas jalan nasional yang tersebar di 3

(tiga) kabupaten/kota di wilayah provinsi Aceh mulai batas kabupaten Aceh Utara

sampai batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT) dengan panjang total 179 km. Dari

88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8 (delapan) ruas yang ada tidak semua ruas dapat dilakukan penanganan, sehingga

sangat diperlukan penentuan skala prioritas penanganannya.

Adapun data ke 8 (delapan) ruas jalan tersebut yang menjadi daerah

penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Ruas Jalan Nasional yang Menjadi Daerah Penelitian

Kondisi Jalan
Panjang
No No Kab / Jalan Rusak Rusak
Nama Ruas Baik Sedang
Urut Ruas Kota Ringan Berat

(km) (km) (km) (km) (km)


Aceh Panton Labu/Simpang (Km
1 010 65.48 46.78 18.7 0 0
Timur 328) - Peureulak
Aceh Peureulak - (Km 392) - Bts.
2 011 44.339 34.3 10.039 0 0
Timur Kota Langsa

3 01111 Langsa Jln. AM.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 3.679 0 0

4 01112 Langsa Jln. Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 0.322 0 0

Aceh Bts. Kota Langsa - Bts. Prov.


5 012 50.832 37.53 13.1 0.1 0.1
Tamiang SUMUT

6 01211 Langsa Jln. Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 1.024 0 0

Bts. Kota Langsa - Kuala


7 047 Langsa 4.07 2.77 1.3 0 0
Langsa

8 04711 Langsa Jln. Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 0.96 0 0

Jumlah 179.006 129.7 49.124 0.1 0.1

Sumber : Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Prosedur Penelitian

Proses tahapan penelitian untuk tugas akhir ini secara umum diperlihatkan

melalui bagan alir (flowchart) pada gambar 3.1. Dimana prosedurnya sesuai dengan

prinsip dasar AHP yaitu sebagai berikut :

1. Perumusan masalah

Merumuskan permasalahan yang dihadapi pemerintah pusat yaitu dengan

adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan pendanaan jalan dengan

kemampuan dana APBN sehingga pemerintah pusat mengalami kesulitan

untuk memenuhi SPM jalan serta mempertahankan kondisi ruas jalan tetap

dalam kondisi mantap.

2. Melakukan tinjauan pustaka

Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan teori dan konsep-

konsep yang relevan serta peraturan-peraturan yang menjadi dasar untuk

melakukan analisa.

3. Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data

persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari pemangku kepentingan

(stakeholder) yang terdiri dari wakil perencana, wakil pelaksana dan wakil

pengguna/masyarakat. Selain data primer, dikumpulkan juga data sekunder

yang relevan dengan penelitian ini yang meliputi data kondisi ruas jalan,

lalulintas harian rata – rata (LHR), peta jaringan jalan, data geometrik ruas

jalan, data biaya penanganan ruas jalan pada daerah penelitian, data nilai rata

– rata penghasilan masyarakat atau product domestic regional bruto (PDRB),

90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
angka pertumbuhan lalu lintas serta data komponen unit biaya operasional

kendaraan (BOK).

4. Pengolahan dan analisis data

Mengolah data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari para pemangku

kepentingan (stakeholders) dengan menggunakan program expert choice 11

yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori analytical hierarchy

process. Selain itu, dalam proses analisa prioritas penanganan jalan juga

dilakukan analisa dengan metode bina marga dan digunakan hanya sebagai

metode pembanding.

5. Penyusunan urutan prioritas ruas jalan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan urutan prioritas jalan yang akan

ditangani pemeliharaannya agar ruas yang telah dinilai dari beberapa kriteria

dalam metode AHP dan metode Bina Marga tersebut akan diutamakan

pengerjaannya.

6. Membandingkan dengan metode yang dipakai pemerintah

Hasil yang diperoleh dari metode AHP akan dibandingkan dengan hasil dari

metode yang dipakai pemerintah yakni metode bina marga, sehingga bisa

dilihat pola/ kecenderungan kriteria penanganan yang dipakai masing-masing

metode.

Adapun metodologi penelitian untuk penelitian tugas akhir ini diperlihatkan

melalui bagan alir penelitian pada gambar 3.1 berikut :

91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mulai

Latar Belakang

Perumusan Masalah
Bagaimana kriteria dan prioritas dalam menentukan penanganan pada ruas jalan nasional
Panton Labu – Langsa – Batas SUMUT serta apakah ada perbedaan prioritas dengan
memakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan kriteria kondisi ruas
jalan, arus lalu lintas dan biaya penanganan dan dengan memakai metode Bina Marga

 Peta Jaringan Jalan Nasional


Studi Literatur Provinsi Aceh
 Data kondisi ruas jalan nasional
Panton Labu – Langsa – Batas
SUMUT
Pengumpulan Data
 Data LHR
 Data biaya penanganan pada
ruas jalan nasional Panton Labu
Penentuan Kriteria – Langsa – Batas SUMUT
 UU dan Peraturan terkait
 Data geometrik jalan
 Data PDRB Aceh
 Angka pertumbuhan lalulintas

Pengolahan Data Kuesioner

Analisa Penelitian
 Analisa dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yang digunakan dalam penelitian ini
 Menganalisa kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu – Langsa –Batas SUMUT
 Menganalisa ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya memakai metode AHP dan
metode Bina Marga
 Membandingkan hasil penelitian antara metode AHP dan metode Bina Marga

Hasil Penelitian
 Kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT
 Urutan ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya berdasarkan bobot tertinggi
 Hasil perbandingan dari kedua metode

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian (Flowchart)


92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Variabel Penelitian

Untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini diperlukan sejumlah kriteria

yang dijadikan sebagai kandidat variabel dalam hal ini harus memenuhi syarat

berikut ini :

1. Diusahakan dapat dimulai dengan variabel yang kuantitatif sehingga

obyektifitas penilaian dapat dipertahankan

2. Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu dapat diperbaharui

3. Mampu mewakili karakteristik jalan sebagai gambaran yang layak mengenai

tingkat kepentingan ruas yang akan ditangani.

Variabel yang digunakan adalah 3 (tiga) kriteria yang dianggap paling

berpengaruh sebagai dasar pertimbangan penanganan jalan yang diperoleh dari hasil

wawancara pada para responden serta dengan pertimbangan dari beberapa penelitian

terdahulu seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu :

1. Kriteria kondisi jalan

a. Baik

b. Sedang

c. Rusak ringan

d. Rusak berat

2. Kriteria arus lalu lintas

a. Kapasitas ruas jalan

b. Volume lalu lintas

3. Kriteria Biaya Penanganan

Secara umum susunan hierarki penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar

3.2 berikut :

93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT

Arus Lalulintas Kondisi Jalan Biaya Penanganan

Volume Rusak Rusak


Kapasitas Lalulintas Baik Sedang Ringan Berat

Urutan Prioritas Penanganan 8 (delapan) Ruas Jalan Nasional Pada Daerah


Penelitian (Jalan 1, Jalan 2, dst)

Gambar 3.2 Skema Susunan Hierarki Penelitian

3.5 Sampel Penelitian

Survei yang dilakukan pada penelitian ini pemilihan sampel responden

bersifat tidak acak (non random sampling) dilakukan dengan cara purposive

sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu bahwa unsur-

unsur yang dikehendaki telah ada dalam sampel responden yang diambil. Salah satu

metode dalam purposive sampling adalah pemakaian expert sampling dimana expert

sampling terdiri dari sampel orang yang diketahui mempunyai pengalaman atau

keahlian dalam suatu bidang. Ada dua alasan mengapa expert sampling dipakai.

Pertama, ini adalah cara terbaik untuk memperoleh sampel orang yang punya specific

expertise. Dalam hal ini expert sampling adalah hal yang khusus dari purposive

sampling. Alasan lainnya adalah expert sampling tersebut dapat digunakan sebagai

94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bukti penguat validitas sampel yang dipilih menggunakan metoda non probabilistik

lainnya. (Wadjidi, 2008 dalam Sembiring, 2008).

Sampel responden pada penelitian ini merupakan para pemangku

kepentingan (stakeholder) yang berada pada level pengambil keputusan di balai

besar pelaksana jalan nasional wilayah I yakni satuan kerja perencanaan dan

pengawasan jalan nasional Aceh (Satker P2JN Aceh), satker pelaksanaan jalan

nasional wilayah I provinsi Aceh (Satker PJN I Aceh) dan badan perencanaan

pembangunan daerah provinsi Aceh (Bappeda Aceh). Sementara sebagai wakil dari

pengguna jalan diambil responden dari akademisi dan organisasi himpunan

pengembang jalan Indonesia (HPJI).

95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Survei

Untuk memperoleh data persepsi dari para pemangku kepentingan

(stakeholder) maka dilakukan survei terhadap para responden. Responden tersebut

terdiri dari 2 (dua) responden wakil dari perencana program, 2 (dua) responden wakil

pelaksana dan 2 (dua) responden wakil pengguna jalan. Adapun distribusi responden

tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Data Distribusi Responden

Jumlah
No Instansi
Keterangan
Responden

Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan


1 1 responden
Jalan Nasional Aceh (BBPJN I) Wakil
Perencana
2 Badan Perencanaan Pembangunan Aceh 1 responden

Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional


3 2 responden Wakil
Wilayah I Aceh (BBPJN I) Pelaksana

Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia


4 1 responden
(HPJI) Aceh Wakil
Pengguna
5 Akademisi 1 responden

Total 6 responden

Sumber : Hasil Analisa

Dari hasil survei dengan menggunakan kuesioner seperti pada lampiran 1

terhadap 6 (enam) responden diperoleh distribusi perangkingan kriteria menurut

96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kelompok responden. Adapun hasil penempatan rangking seluruh responden

terhadap semua kriteria direkapitulasi sehingga terlihat urutan rangking kriteria

seperti yang disajikan dalam tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Urutan Rangking Kriteria Menurut Responden

Perangkingan
Kriteria dan Kelompok
No
Responden
Rangking 1 Rangking 2 Rangking 3

1 Kondisi ruas jalan


a. Wakil Perencana 2 - -
b. Wakil Pelaksana - 2 -
c. Wakil Pengguna 2 - -
2 Arus ruas jalan
a. Wakil Perencana - 1 1
b. Wakil Pelaksana - - 2
c. Wakil Pengguna - 2 -
3 Biaya pemeliharaan jalan
a. Wakil Perencana - 1 1
b. Wakil Pelaksana 2 - -
c. Wakil Pengguna - - 2
Sumber : Hasil Analisa

Perincian hasil persepsi para responden yang telah disajikan dalam tabel 4.2

di atas menunjukkan bahwa responden yang menempatkan kriteria 1 yaitu kriteria

kondisi ruas jalan sebagai rangking 1 adalah 4 responden (66,67%), rangking 2

adalah 2 responden (33,33%) dan rangking 3 adalah 0 responden (0%). Responden

yang menempatkan kriteria 2 yakni kriteria arus ruas jalan sebagai rangking 1

sebanyak 0 responden (0%), rangking 2 sebanyak 3 responden (50%) dan rangking 3

sebanyak 3 responden (50%). Responden yang menempatkan kriteria 3 yakni kriteria

biaya pemeliharaan jalan sebagai rangking 1 sebanyak 2 responden (33,33%),

rangking 2 sebanyak 1 responden (16,67%) dan rangking 3 sebanyak 3 responden

97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(50%). Maka dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria rangking 1(satu) pilihan para

responden adalah kriteria kondisi ruas jalan sebanyak 4 (empat) responden (66,67%).

Sedangkan untuk kriteria rangking 2 (dua) dan kriteria rangking 3 (tiga) pilihan para

responden adalah kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan

dengan masing – masing sebanyak 3 (tiga) responden (50%). Karena 50% responden

menempatkan kriteria arus ruas jalan dan kriteria biaya penanganan pada rangking 2

(dua) dan rangking 3 (tiga), maka untuk kriteria yang akan menempati

peringkat/rangking 2 (dua) dan rangking 3 (tiga) pilihan responden bisa saja

ditempati oleh kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan

tergantung pada besarnya bobot dari masing – masing kriteria tersebut. Oleh karena

itu perlu dianalisis besarnya bobot masing – masing kriteria tersebut sesuai dengan

hasil kuesioner atau pilihan responden.

Dari hasil distribusi perangkingan di atas terlihat bahwa kecenderungan para

responden dalam menentukan rangking sangat dipengaruhi oleh persepsi dari

kepentingan mereka. Seperti bagi wakil perencana dan pengguna jalan yang

cenderung memberikan perhatian mereka terhadap kondisi ruas jalan yang sangat

tinggi, sedangkan untuk wakil pelaksana lebih cenderung memilih kriteria biaya

pemeliharaan jalan. Hal tersebut terkait dengan besarnya biaya yang diperlukan serta

sebagai bentuk ketersediaan anggaran dalam penanganan jalan.

4.2 Analisis Bobot Kriteria

Setelah data persepsi dari para pemangku kepentingan (stakeholder)

terkumpul, maka proses selanjutnya adalah menghitung bobot kriteria dari masing –

masing responden dan kemudian dilanjutkan dengan bobot rata-rata per kelompok

98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
stakeholder dan bobot rata-rata keseluruhan. Dalam menghitung bobot kriteria

digunakan program expert choice 11. Hasil rekapitulasi pembobotan secara

keseluruhan disebut sebagai nilai eigen vector, seperti disajikan dalam tabel 4.3 di

bawah. Adapun proses perhitungan bobot kriteria tersebut adalah :

1. Meng- input data kuesioner ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat

dilihat pada lampiran 2.

2. Merekapitulasi output pada langkah 1.

3. Menghitung bobot kriteria per kelompok stakeholder.

4. Selanjutnya menghitung bobot kriteria (eigen vector) keseluruhan responden.

Tabel 4.3 Rekapitulasi Bobot Kriteria Secara Keseluruhan

% Bobot Kriteria
Biaya CR (maks
Responden Kondisi Ruas Arus Ruas
Pemeliharaan 0.03)
Jalan Jalan
Jalan
1 Wakil Perencana 1 0.705 0.211 0.084 0.03

2 Wakil Perencana 2 0.751 0.070 0.178 0.03

3 Wakil Pelaksana 1 0.178 0.070 0.751 0.03

4 Wakil Pelaksana 2 0.205 0.078 0.717 0.02

5 Wakil Pengguna 1 0.751 0.162 0.087 0.01

6 Wakil Pengguna 2 0.793 0.131 0.076 0.02


% Rata - Rata Bobot
0.5638 0.1203 0.3155
Keseluruhan
% Rata - Rata Bobot Kriteria Per Kelompok Stakeholders

Wakil Perencana 0.728 0.1405 0.131

Wakil Pelaksana 0.1915 0.074 0.734

Wakil Pengguna 0.772 0.1465 0.0815


% Rata - Rata Bobot
0.5638 0.1203 0.3155
Keseluruhan
Sumber : Hasil Analisa

99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan perhitungan bobot rata-rata (eigen vector) keseluruhan

responden diperoleh bahwa kriteria kondisi ruas jalan memiliki bobot sebesar 56,38

%, kriteria arus ruas jalan 12,03 % dan kriteria biaya pemeliharaan jalan sebesar

31,55 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ruas jalan merupakan faktor

yang sangat berpengaruh dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional

Panton Labu / Simpang – Langsa – Batas SUMUT.

Sementara itu untuk bobot per kelompok pemangku kepentingan

(stakeholders) juga jelas terlihat bahwa kelompok perencana dan pengguna jalan

sangat memprioritaskan kriteria kondisi ruas jalan dalam penanganan ruas jalan di

daerah penelitian yakni masing – masing sebesar 72,8 % dan 77,2 %. Sedangkan

bagi wakil pelaksana jalan, kriteria biaya penanganan mendapatkan bobot terbesar

yaitu sebesar 73,4 %.

4.3 Analisis Bobot Variabel

Setelah bobot untuk masing-masing kriteria diperoleh mulai dari bobot

kriteria hasil kuisioner masing-masing responden, bobot per kelompok stakeholder

dan bobot kriteria keseluruhan. Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot

masing-masing variabel. Adapun proses perhitungan bobot variabel adalah sebagai

berikut :

1. Meng-input data kuesioner ke program expert choice 11

2. Melakukan sintesis terhadap semua variabel yang hasilnya disajikan pada

lampiran 3.

3. Merekapitulasi output pada langkah 2.

100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Menghitung bobot variabel relatif per kelompok stakeholders dan

keseluruhan responden. Adapun perhitungannya disajikan dalam tabel 4.4

dan tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Variabel Secara Keseluruhan dan Per

Kelompok Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

% Bobot Variabel
CR
Responden Biaya (maks
Kondisi Kondisi Volume
Kondisi Kondisi Kapasitas Pemelih 0.10)
Rusak Rusak Lalu
Baik Sedang Ruas Jalan araan
Ringan Berat lintas
Jalan
1 WPR 1 0.0290 0.0690 0.1930 0.4140 0.1760 0.0350 0.0840 0.05

2 WPR 2 0.0300 0.1050 0.1190 0.4970 0.0350 0.0350 0.1780 0.06

3 WPL 1 0.0080 0.0160 0.0350 0.1190 0.0590 0.0120 0.7510 0.04

4 WPL 2 0.0100 0.0170 0.0480 0.1300 0.0680 0.0100 0.7170 0.02

5 WPG 1 0.0340 0.0650 0.1730 0.4780 0.0810 0.0810 0.0870 0.04

6 WPG 2 0.0310 0.1120 0.1670 0.4840 0.1180 0.0130 0.0760 0.06


% Rata - Rata
Bobot 0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155
Keseluruhan

% Rata - Rata Bobot Variabel Per Kelompok Stakeholders

WPR 0.0295 0.0870 0.1560 0.4555 0.1055 0.0350 0.1310

WPL 0.0090 0.0165 0.0415 0.1245 0.0635 0.0110 0.7340

WPG 0.0325 0.0885 0.1700 0.4810 0.0995 0.0470 0.0815


% Rata - Rata
Bobot 0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155
Keseluruhan
KET : WPR : Wakil Perencana WPG : Wakil Pengguna

WPL : Wakil Pelaksana


Sumber : Hasil Analisa

101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.5 Rekapitulasi Bobot Variabel Relatif Secara Keseluruhan

Bobot Variabel
No Variabel Bobot Kriteria
Relatif

(a) (b) (c) (d)

1 Kondisi Baik 0.0237

2 Kondisi Sedang 0.0640


0.5638
3 Kondisi Rusak Ringan 0.1225

4 Kondisi Rusak Berat 0.3537

5 Kapasitas Ruas Jalan 0.0895


0.1203
6 Volume Lalu lintas 0.0310

7 Biaya Pemeliharaan Jalan 0.3155 0.3155


Total 1.000 1.000
Sumber : Hasil Analisa

Dari hasil perhitungan bobot variabel relatif secara keseluruhan diperoleh

variabel kondisi perkerasan rusak berat mendapatkan bobot yang paling tinggi

dibandingkan kriteria yang lain dengan nilai 35,37 %, selanjutnya di urutan kedua

adalah variabel biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 %. Urutan ketiga adalah

variabel kondisi perkerasan rusak ringan sebesar 12,25 %. Sedangkan urutan

keempat, kelima, keenam dan ketujuh secara berturut-turut adalah kapasitas ruas

jalan 8,95 %, kondisi sedang 6,40 %, volume lalu lintas 3,10 % dan kondisi baik

dengan bobot 2,37 %.

4.4 Analisis Bobot Alternatif Terhadap Variabel

Setelah bobot kriteria dan bobot variabel relatif diperoleh maka selanjutnya

adalah proses pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel yang telah

ditentukan. Dalam proses pembobotan alternatif meliputi 7 (tujuh) variabel, yaitu 4

102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(empat) variabel dari kriteria kondisi perkerasan ruas jalan yakni kondisi perkerasan

baik, kondisi sedang, kondisi rusak ringan dan kondisi rusak berat dan 2 (dua)

variabel dari kriteria ruas jalan yakni kapasitas ruas jalan dan volume lalulintas serta

variabel biaya pemeliharaan jalan. Sementara itu, ada 8 (delapan) alternatif ruas jalan

dalam pembobotan penentuan prioritas penanganannya di wilayah penelitian.

Adapun 8 (delapan) alternatif tersebut diperlihatkan dalam tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Alternatif Ruas Jalan Yang Dipakai Dalam Penentuan Prioritas

Penanganan Ruas Jalan Di Daerah Penelitian

Panjang
Nomor
No Nama Ruas Ruas Jalan
Ruas
(km)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.480

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.070

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.960


Panjang Ruas Jalan Total 179.006
Sumber : Satuan Kerja Perencana dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh

4.4.1 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Perkerasan

Dalam pembobotan alternatif terhadap variabel kondisi perkerasan ada 4

(empat) variabel yaitu variabel kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat.

103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun hasil rekapitulasi kondisi ruas jalan di daerah penelitian tahun 2014 dengan tipe perkerasan aspal hotmix seperti

ditunjukkan dalam tabel 4.7 di bawah. Sementara rincian data kondisi ruas jalan tahun 2014 dilampirkan pada lampiran 4.

Tabel 4.7 Kondisi Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Berdasarkan Nilai IRI Tahun 2014

Kondisi Perkerasan Berdasarkan nilai IRI


Panjang
Rusak
No No Ruas Nama Ruas Ruas Baik Sedang Rusak Berat
Ringan
(km)
km % km % km % km %
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 46.78 71.44% 18.7 28.56% 0 0.00% 0 0.00%
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 34.3 77.36% 10.039 22.64% 0 0.00% 0 0.00%
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 21.37% 3.679 78.63% 0 0.00% 0 0.00%
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 93.83% 0.322 6.17% 0 0.00% 0 0.00%
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 37.532 73.84% 13.1 25.77% 0.1 0.20% 0.1 0.20%
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 28.09% 1.024 71.91% 0 0.00% 0 0.00%
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 2.77 68.06% 1.3 31.94% 0 0.00% 0 0.00%
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 67.57% 0.96 32.43% 0 0.00% 0 0.00%
Panjang ruas jalan 179.006 129.68 49.124 0.1 0.1
TOTAL
Persentase 100% 72.45% 27.44% 0.06% 0.06%
Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina
Marga
104

104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap kondisi ruas jalan

diperoleh dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Menghitung persentase dari tiap kondisi masing – masing ruas jalan

terhadap panjang total ruas jalan tersebut.

2. Kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai bobot variabel relatif

masing – masing kondisi yaitu untuk kondisi baik, sedang, rusak ringan

dan rusak berat sesuai dengan tabel 4.5 di atas. Hasil kali tersebut disebut

sebagai bobot kondisi. Kemudian bobot tiap kondisi masing – masing ruas

jalan dijumlahkan (total bobot kondisi).

3. Menghitung bobot skor masing – masing alternatif ruas jalan dengan cara

melakukan perbandingan berpasangan masing – masing alternatif ruas

jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang diperoleh.

Dalam hal ini peneliti menghitung dengan memakai program expert choice

11.

4. Kemudian bobot skor dikalikan dengan bobot kriteria kondisi ruas jalan.

Rekapitulasi hasil perhitungan untuk langkah 1 dan langkah 2 dapat dilihat

pada tabel 4.8 di bawah ini :

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Bobot Kondisi Masing – Masing Alternatif Ruas Jalan Memakai Data Kondisi Tahun 2014

Panjang % Kondisi Perkerasan Bobot Tiap Kondisi Total


No Nomor
Nama Ruas Jalan Jalan Rusak Rusak Total Rusak Rusak Bobot
Urut Ruas Baik Sedang Baik Sedang
(km) Ringan Berat Ringan Berat Kondisi
Panton Labu/Simpang
1 010 65.48 0.7144 0.28558 0 0 100% 0.0169 0.01828 0 0 0.03519
(km 328) - Peureulak
Peureulak (km 392) -
2 011 44.339 0.7736 0.22641 0 0 100% 0.0183 0.01449 0 0 0.03280
Batas Kota Langsa
Jalan A.M.Ibrahim
3 01111 4.679 0.2137 0.78628 0 0 100% 0.0051 0.05032 0 0 0.05538
(Langsa)
Jalan Ahmad Yani
4 01112 5.222 0.9383 0.06166 0 0 100% 0.0222 0.00395 0 0 0.02615
(Langsa)
Batas Kota Langsa -
5 012 50.832 0.7348 0.25771 0.00197 0.002 100% 0.0174 0.01649 0.0002 0.0007 0.03482
Batas Prov. SUMUT
Jalan Agus Salim
6 01211 1.424 0.2809 0.7191 0 0 100% 0.0066 0.04602 0 0 0.05267
(Langsa)
Batas Kota Langsa -
7 047 4.07 0.6806 0.31941 0 0 100% 0.0161 0.02044 0 0 0.03655
Kuala Langsa
Jalan Kuala Langsa
8 04711 2.96 0.6757 0.32432 0 0 100% 0.016 0.02076 0 0 0.03675
(Langsa)
Jumlah 179.01 0.31031

Kondisi Baik 0.0237 Kondisi Rusak Ringan 0.1225


Bobot Variabel Relatif
Kondisi Sedang 0.0640 Kondisi Rusak Berat 0.3537
Sumber : Hasil Analisa
106

106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing – masing

alternatif ruas jalan dengan cara melakukan perbandingan berpasangan tiap

alternatif ruas jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang

diperoleh. Range total bobot kondisi ruas jalan setiap alternatif ruas jalan dihitung

terlebih dahulu sebagai range dalam memberikan nilai skala perbandingan

berpasangan. Range tersebut diperoleh dengan mencari selisih antara total bobot

kondisi terbesar dikurang dengan total bobot kondisi terkecil, hal ini karena ruas

jalan dengan bobot total bobot kondisi yang lebih besar akan lebih diprioritaskan

dalam penanganannya dibandingkan ruas jalan yang memiliki total bobot yang

lebih kecil. Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala

banding berpasangan (n). Dimana nilai skala banding berpasangan adalah 1 s/d 9.

Namun karena skala 1 merupakan perbandingan dengan tingkat kepentingan yang

sama maka range yang diperhitungkan adalah 2 s/d 9, maka n = 9 – 1 = 8.

Dari hasil rekapitulasi total bobot kondisi semua alternatif ruas jalan

diketahui bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) memiliki total bobot kondisi

terbesar yaitu 0.05538. Sedangkan ruas jalan dengan total bobot kondisi terkecil

adalah ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) yaitu sebesar 0.02615. Maka selisih bobot

terbesar dengan bobot terkecil adalah 0.05538 - 0.02615 = 0.02923. Sehingga

range pada skala 2 s/d 9 masing – masing bertambah sebesar (0.02923) / (8) =

0.003654. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding

berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif

ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9 berikut :

107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.9 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kondisi Ruas Jalan

Skala Banding Selisih Total Bobot


Range Total Bobot Kondisi
Berpasangan Kondisi

1 0.000000 0.000000 s/d 0.000000

2 0.003654 0.000001 s/d 0.003654

3 0.007308 0.003655 s/d 0.007308

4 0.010962 0.007309 s/d 0.010962

5 0.014616 0.010963 s/d 0.014616

6 0.018270 0.014617 s/d 0.018270

7 0.021924 0.018271 s/d 0.021924

8 0.025578 0.021925 s/d 0.025578

9 0.029232 0.025579 s/d 0.029232


Sumber : Hasil Analisa

Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara

alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas

jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas

jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak memiliki total bobot kondisi

sebesar 0.03519 dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa sebesar

0.03280, maka selisihnya adalah = 0.03519 - 0.03280 = 0.00239. Dimana selisih

total bobot kondisi kedua ruas tersebut berada pada range nilai 2 skala banding

berpasangan. Karena selisih total bobot kedua ruas kondisi tersebut bernilai

positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah 2. Akan

tetapi jika selisihnya bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan

yang dipakai adalah 1/2 atau 0.5. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk

108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbandingan setiap alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan

ditampilkan pada tabel 4.10 berikut ini :

Tabel 4.10 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Ruas Jalan

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas


Alternatif
010 011 01111 01112 012 01211 047 04711

Ruas 010 1 2 1/7 4 2 1/6 1/2 1/2

Ruas 011 1/2 1 1/8 3 1/2 1/7 1/3 1/3

Ruas 01111 7 8 1 9 7 2 7 7

Ruas 01112 1/4 1/3 1/9 1 1/4 1/9 1/4 1/4

Ruas 012 1/2 2 1/7 4 1 1/6 1/2 1/2

Ruas 01211 6 7 1/2 9 6 1 6 6

Ruas 047 2 3 1/7 4 2 1/6 1 1/2

Ruas 04711 2 3 1/7 4 2 1/6 2 1


Sumber : Hasil Analisa

Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya

adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif dengan memakai

program expert choice 11, dimana prosesnya sama seperti menghitung bobot

kriteria dan bobot variabel. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas

jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti

pada tabel 4.10 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat

dilihat pada lampiran 5.

2. Merekapitulasi output pada langkah 1.

109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Menghitung bobot alternatif masing – masing ruas jalan terhadap

variabel/kriteria kondisi ruas jalan.

Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan

terhadap variabel/kriteria kondisi ruas jalan ditampilkan pada tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap

Variabel/Kriteria Kondisi Ruas Jalan

No Nomor Bobot Bobot


Nama Ruas
Urut Ruas Skor Alternatif

1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0570 0.03214

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0340 0.01917

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.3870 0.21819

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0200 0.01128

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0480 0.02706

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.2940 0.16576

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.04116

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0860 0.04849

Total 1.00 0.56324

Bobot kriteria kondisi ruas jalan (Tabel 4.5) 0.5638


Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.11 di atas diperoleh bahwa ruas

jalan A.M.Ibrahim (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan

prioritas tertinggi jika di tinjau dari kondisi ruas jalan, yaitu memiliki bobot

prioritas sebesar 0.21819 atau 21,819 %.

110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.2 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan

Bobot dari masing – masing alternatif terhadap variabel kapasitas

diperoleh setelah terlebih dahulu menghitung kapasitas masing – masing alternatif

ruas jalan dengan rumus yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI) seperti pada persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu :

Rumus kapasitas di wilayah perkotaan :

C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Sementara rumus kapasitas jalan antar kota :

C = Co x FCW x FCSP x FCSF

Dimana:

C = Kapasitas (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan

FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk

jalan satu arah)

FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb

FCCS = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

Untuk memperoleh nilai dari faktor – faktor koreksi kapasitas untuk

masing – masing alternatif ruas jalan terlebih dahulu harus diketahui data

eksisting tiap alternatif . Adapun data eksisting dari masing – masing alternatif

ruas jalan tersebut ditampilkan pada tabel 4.12 yang kemudian digunakan dalam

proses perhitungan kapasitas ruas jalan seperti pada tabel 4.13 di bawah.

111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Ruas Jalan

Nomor Ruas

No Data Eksisting 012


010 011 01111 01112 Segmen Segmen Segmen 01211 047 04711
1 2 3
1 Jumlah lajur 2 2 2 4 4 2 4 2 2 2
2 Panjang Jalan / Segmen (km) 65.48 44.33 4.67 5.22 50.83 1.42 4.07 2.96
3 Pembatas Median (D/UD) UD UD UD D D UD D UD UD UD
4 Arah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 Pembagian arah ( % - % ) 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50
6 Lebar jalan efektif (m) 7 7 6 13 14 7 16.4 7 6.8 6.8
7 Lebar bahu efektif (m) 1 0.8 0.6 0.5 0.8 0.8 1.2 0.6 0.5 1
8 Ukuran kota (juta penduduk) 0.1568 0.25191
9 Kelas hambatan samping
Permukiman
Permukiman, beberapa transportasi umum √ √
Daerah industri dengan beberapa toko di pinggir
√ √ √ √ √ √ √
jalan
Daerah komersial, aktivitas pinggir jalan tinggi √
Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan
pinggir jalan
Sumber : Hasil Analisa
112

112
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.13 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan

Nomor
No Nama Ruas Co FCw FCsp FCsf FCcs Kapasitas (smp/jam)
Ruas

a b c d e f g h i = (d*e*f*g*h)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 2900 1.00 1.0 0.95 - 2755.000
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 2900 0.87 1.0 0.91 - 2295.930
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 6600 0.96 1.0 0.88 0.90 5018.112
Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT
Segmen 1 (Awal batas kota Langsa) 6600 1.00 1.0 0.91 - 6006.000
5 012 Segmen 2 (Sampai Batas SUMUT) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
Segmen 3 (Kota Tamiang) 6600 1.08 1.0 0.98 0.90 6286.896
Rata - rata 4977.299
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 2900 0.88 1.0 0.88 - 2245.760
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2900 0.88 1.0 0.95 - 2424.400
Sumber : Hasil Analisa
113

113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data pada tabel 4.12 diperoleh nilai setiap faktor koreksi

kapasitas yang sesuai dengan tabel 2.5 s.d tabel 2.11. Setelah besarnya kapasitas

suatu ruas jalan diperoleh seperti pada tabel 4.13 di atas, maka selanjutnya

dilakukan pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan.

Dalam proses pembobotan alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan

dilakukan perbandingan berpasangan tiap alternatif ruas jalan. Range selisih

kapasitas ruas jalan diperoleh dengan mencari selisih antara kapasitas ruas jalan

terkecil dikurang dengan kapasitas ruas jalan terbesar, hal ini karena ruas jalan

dengan kapasitas yang lebih kecil akan lebih diprioritaskan penanganannya.

Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding

berpasangan (n), yaitu n = 9 – 1 = 8.

Dari hasil rekapitulasi kapasitas ruas jalan semua alternatif ruas jalan

diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan

kapasitas ruas jalan terbesar yaitu sebesar 5,018.112 smp/jam, sedangkan ruas

jalan yang memiliki kapasitas ruas jalan terkecil adalah ruas jalan batas kota

Langsa – Kuala Langsa yaitu sebesar 2,245.760 smp/jam. Maka selisih nilai

kapasitas ruas jalan terkecil dengan kapasitas terbesar adalah 2,245.760 -

5,018.112 = (-) 2,772.352 smp/jam. Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing –

masing bertambah sebesar (2,772.352) / (8) = 346.544 smp/jam.

Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding

berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif

ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.14 berikut ini :

114
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.14 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kapasitas Ruas Jalan

Skala Banding Selisih Kapasitas


Range (smp/jam)
Berpasangan (smp/jam)

1 0.000 0.000 s/d 0.000

2 346.544 0.001 s/d 346.544

3 693.088 346.545 s/d 693.088

4 1039.632 693.089 s/d 1039.632

5 1386.176 1039.633 s/d 1386.176

6 1732.720 1386.177 s/d 1732.720

7 2079.264 1732.721 s/d 2079.264

8 2425.808 2079.265 s/d 2425.808

9 2772.352 2425.809 s/d 2772.352


Sumber : Hasil Analisa

Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara

alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas

jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas

jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak memiliki kapasitas sebesar

2755 smp/jam dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa memiliki

kapasitas sebesar 2639 smp/jam, maka selisih kapasitas nya adalah = 2755 – 2639

= 116 smp/jam. Dimana selisih kapasitas kedua ruas tersebut berada pada range

nilai 2 skala banding berpasangan. Karena selisih kapasitas kedua ruas tersebut

bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah

1/2 atau 0.5, akan tetapi jika selisih nilai kapasitas ruasnya bernilai negatif (-)

maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah 2. Hal ini karena

115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diasumsikan bahwa ruas jalan dengan kapasitas jalan yang lebih kecil akan lebih

diprioritaskan penanganannya. Nilai skala banding berpasangan untuk

perbandingan setiap alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan dapat dilihat

pada tabel 4.15 berikut :

Tabel 4.15 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas


Alternatif
010 011 01111 01112 012 01211 047 04711

Ruas 010 1 1/2 1/3 8 8 1/2 1/3 1/2

Ruas 011 2 1 1/2 8 8 1 1/3 1/2

Ruas 01111 3 2 1 9 9 2 1/2 2

Ruas 01112 1/8 1/8 1/9 1 1/2 1/8 1/9 1/9

Ruas 012 1/8 1/8 1/9 2 1 1/8 1/9 1/9

Ruas 01211 2 1 1/2 8 8 1 1/3 1/2

Ruas 047 3 3 2 9 9 3 1 2

Ruas 04711 2 2 1/2 9 9 2 1/2 1


Sumber : Hasil Analisa

Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya

adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif dengan memakai

program expert choice 11. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas

jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti

pada tabel 4.15 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya

disajikan pada lampiran 6 .

2. Merekapitulasi output pada langkah 1.

3. Menghitung bobot alternatif terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan.

116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan

terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan dengan menggunakan program expert

choice 11 ditampilkan pada tabel 4.16 berikut :

Tabel 4.16 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel

Relatif Kapasitas Ruas Jalan

No Nomor Bobot
Nama Ruas Bobot Skor
Urut Ruas Alternatif

1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0880 0.00788

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.1160 0.01038

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.2060 0.01844

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0160 0.00143

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0200 0.00179

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1160 0.01038

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.2750 0.02461

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1630 0.01459

Total 1.00 0.08950

Bobot variabel relatif kapasitas ruas jalan (Tabel 4.5) 0.0895


Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.16 di atas diperoleh ruas jalan batas

kota Langsa – Kuala Langsa merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan

prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel kapasitas ruas jalan dengan bobot

prioritas sebesar 0.02461 atau 2,461 %.

117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas

Analisis pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel volume lalu

lintas berasumsi bahwa alternatif ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih

besar akan lebih diprioritaskan penanganannya dibandingkan dengan alternatif

ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih kecil. Analisa dilakukan

berdasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari satuan kerja perencanaan dan

pengawasan jalan nasional Aceh yang dilampirkan pada lampiran 7. Adapun

rekapitulasi data volume lalu lintas untuk masing – masing alternatif tersebut

dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini :

Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif Ruas Jalan

No Nomor LHRT
Nama Ruas
Urut Ruas (kend/hari)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 5,257

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 4,907

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 3,039

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 89,205

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 6,160

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 14,440

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 9,194

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 14,301


Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai

Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga

Range selisih LHRT diperoleh dengan mencari selisih antara LHRT

terbesar dikurang dengan LHRT terkecil. Hal ini karena ruas jalan dengan LHRT

yang nilainya lebih besar akan lebih diprioritaskan dalam penanganannya.

118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemudian selisih LHRT tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding

berpasangan (n), dimana n = 9 – 1 = 8.

Dari hasil rekapitulasi LHRT diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa)

merupakan ruas jalan dengan LHRT terbesar yaitu sebesar 89,205 kend/hari.

Sedangkan ruas jalan dengan LHRT terkecil adalah ruas jalan A.M.Ibrahim

(Langsa) yaitu sebesar 3,039 kend/hari. Maka selisih nilai LHRT = 86166

kend/hari. Sehingga range bertambah sebesar (86166 kend/hari) / (8) = 10,770.75

kend/hari. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding

berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif

ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.18 berikut :

Tabel 4.18 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Volume Lalu Lintas

Skala Banding Selisih Nilai LHRT


Range (kend/hari)
Berpasangan (kend/hari)

1 0.00 0.00 s/d 0.00

2 10770.75 0.01 s/d 10770.75

3 21541.50 10770.76 s/d 21541.50

4 32312.25 21541.51 s/d 32312.25

5 43083.00 32312.26 s/d 43083.00

6 53853.75 43083.01 s/d 53853.75

7 64624.50 53853.76 s/d 64624.50

8 75395.25 64624.51 s/d 75395.25

9 86166.00 75395.26 s/d 86166.00


Sumber : Hasil Analisa

119
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Apabila selisih LHRT bernilai positif (+) maka nilai skala banding

berpasangan yang digunakan adalah nilai skala perbandingan 1 s/d 9. Akan tetapi

jika selisih LHRT bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang

dipakai adalah nilai kebalikannya. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk

perbandingan setiap alternatif terhadap variabel volume lalulintas dapat dilihat

pada tabel 4.19 berikut:

Tabel 4.19 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas


Alternatif
010 011 01111 01112 012 01211 047 04711

Ruas 010 1 2 2 1/9 1/2 1/2 1/2 1/2

Ruas 011 1/2 1 2 1/9 1/2 1/2 1/2 1/2

Ruas 01111 1/2 1/2 1 1/9 1/2 1/3 1/2 1/3

Ruas 01112 9 9 9 1 9 8 9 8

Ruas 012 2 2 2 1/9 1 1/2 1/2 1/2

Ruas 01211 2 2 3 1/8 2 1 2 2

Ruas 047 2 2 2 1/9 2 1/2 1 1/2

Ruas 04711 2 2 3 1/8 2 1/2 2 1


Sumber : Hasil Analisa

Selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif

dengan memakai program expert choice 11. Hasil perhitungan dengan program

expert choice 11 dapat dilihat pada lampiran 8.

Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas

jalan terhadap variabel relatif volume lalu lintas ditampilkan pada tabel 4.20

berikut ini :

120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.20 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel

Relatif Volume Lalulintas

No Nomor Bobot
Nama Ruas Bobot Skor
Urut Ruas Alternatif

1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0510 0.00158

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0430 0.00133

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.0330 0.00102

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.5370 0.01665

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0610 0.00189

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1090 0.00338

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.00226

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0920 0.00285

Total 1.00 0.03097

Bobot variabel relatif volume lalu lintas (Tabel 4.5) 0.0310


Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa

ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot

dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel volume lalu lintas, yaitu memiliki

bobot prioritas sebesar 0.01665 atau 1,665 %.

4.4.4 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan Jalan

Analisis bobot alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan

dilakukan dengan asumsi bahwa ruas jalan dengan nilai biaya penanganan lebih

kecil akan lebih diprioritaskan dibandingkan ruas jalan dengan biaya yang lebih

besar.

121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun data biaya penanganan jalan untuk semua alternatif ruas jalan

dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut ini :

Tabel 4.21 Biaya Penanganan Untuk Semua Alternatif Ruas Jalan

No Nomor
Nama Ruas Biaya Penanganan
Urut Ruas

1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 45,408,200,000

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 1,843,560,000

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 267,160,000

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 75,000,000

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp 78,942,488,000

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 83,560,000

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 122,100,000

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 82,500,000


Sumber : Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Aceh

Range selisih biaya penanganan diperoleh dengan menghitung selisih

antara biaya penanganan jalan terkecil dengan biaya penanganan terbesar. Hal ini

karena ruas jalan dengan biaya penanganan lebih kecil akan lebih diprioritaskan

penanganannya. Kemudian selisih biaya penanganan tersebut dibagi dengan

jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n), dimana n = 9 – 1 = 8.

Dari tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani

(Langsa) merupakan ruas jalan dengan biaya pemeliharaan terkecil yaitu sebesar

Rp.75,000,000,-. Sedangkan ruas jalan yang memiliki biaya pemeliharaan terbesar

adalah ruas jalan batas kota Langsa – batas Provinsi SUMUT yaitu sebesar

Rp.78,942,488,000,-. Maka selisih nilai biaya pemeliharaan terkecil dengan biaya

122
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pemeliharaan terbesar adalah (Rp.75,000,000,-) – (Rp.78,942,488,000,-) = (-)

(Rp.78,867,488,000). Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing – masing

bertambah sebesar (Rp.78,867,488,000) / (8) = Rp.9,858,436,000,-. Sehingga nilai

skala banding berpasangan dalam membandingkan masing – masing alternatif

ruas jalan terhadap variabel biaya penanganan jalan seperti yang ditampilkan pada

tabel 4.22 berikut :

Tabel 4.22 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Biaya Penanganan Jalan

Skala Banding Selisih Biaya 6


Range (Rpx10 )
Berpasangan (Rpx106)
1 0.000 0.000 s/d 0.000

2 9858.436 0.001 s/d 9858.436

3 19716.872 9858.437 s/d 19716.872

4 29575.308 19716.873 s/d 29575.308

5 39433.744 29575.309 s/d 39433.744

6 49292.180 39433.745 s/d 49292.180

7 59150.616 49292.181 s/d 59150.616

8 69009.052 59150.617 s/d 69009.052

9 78867.488 69009.053 s/d 78867.488


Sumber : Hasil Analisa

Adapun nilai skala banding berpasangan untuk perbandingan setiap

alternatif terhadap variabel biaya penanganan dari masing – masing alternatif

ditampilkan pada tabel 4.23 di bawah ini :

123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.23 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap

Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan

Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas


Alternatif
010 011 01111 01112 012 01211 047 04711

Ruas 010 1 1/6 1/6 1/6 5 1/6 1/6 1/6

Ruas 011 6 1 1/2 1/2 9 1/2 1/2 1/2

Ruas 01111 6 2 1 1/2 9 1/2 1/2 1/2

Ruas 01112 6 2 2 1 9 2 2 2

Ruas 012 1/5 1/9 1/9 1/9 1 1/9 1/9 1/9

Ruas 01211 6 2 2 1/2 9 1 2 1/2

Ruas 047 6 2 2 1/2 9 1/2 1 1/2

Ruas 04711 6 2 2 1/2 9 2 2 1


Sumber : Hasil Analisa

Dengan meng-input nilai skala banding berpasangan pada tabel 4.23 di

atas ke program expert choice 11 maka diperoleh bobot skor masing – masing

alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan dimana hasil perhitungannya

dilampirkan pada lampiran 9.

Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas

jalan terhadap variabel relatif biaya penanganan jalan ditampilkan pada tabel 4.24

di bawah ini :

124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.24 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel

Relatif Biaya Penanganan Jalan

No Nomor Bobot Bobot


Nama Ruas
Urut Ruas Skor Alternatif

1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0310 0.00978

2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0990 0.03123

3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.1180 0.03723

4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.2340 0.07383

5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0150 0.00473

6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1660 0.05237

7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.1400 0.04417

8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1970 0.06215

Total 1.00 0.31550

Bobot variabel relatif biaya penanganan jalan (Tabel 4.5) 0.3155


Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan pada tabel 4.24 di atas

diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan

dengan bobot dan prioritas penanganan tertinggi jika di tinjau dari biaya

penanganannya, yaitu memiliki bobot prioritas sebesar 0.07383 atau 7,383 %.

4.5 Prioritas Penanganan Jalan Terhadap Semua Kriteria

Analisis prioritas terhadap semua kriteria ini menunjukkan seberapa besar

pengaruh tiap kriteria ataupun variabel mulai dari yang pengaruhnya besar sampai

yang pengaruhnya sangat kecil. Bobot prioritas terhadap semua kriteria

125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan jumlah bobot alternatif terhadap keseluruhan kriteria dan atau

variabel penelitian. Rekapitulasi bobot prioritas terhadap semua kriteria dapat

dilihat pada tabel 4.25 berikut ini :

Tabel 4.25 Rekapitulasi Bobot Prioritas Terhadap Semua Kriteria

Bobot Alternatif Total


No No
Kondisi Kapasitas
Urut Ruas Volume Biaya Bobot
Ruas Ruas %
Lalulintas Penanganan Prioritas
Jalan Jalan
(a) (b) (c ) (d) (e) (f) (g = c+d+e+f)

1 010 0.03214 0.00788 0.00158 0.00978 0.0513805 5.14%

2 011 0.01917 0.01038 0.00133 0.03123 0.0621145 6.21%

3 01111 0.21819 0.01844 0.00102 0.03723 0.274879 27.49%

4 01112 0.01128 0.00143 0.01665 0.07383 0.103187 10.32%

5 012 0.02706 0.00179 0.00189 0.00473 0.0354725 3.55%

6 01211 0.16576 0.01038 0.00338 0.05237 0.231893 23.19%

7 047 0.04116 0.02461 0.00226 0.04417 0.112200 11.22%

8 04711 0.04849 0.01459 0.00285 0.06215 0.1280835 12.81%

Jumlah 0.56325 0.0895 0.03096 0.31550 0.99921 100%

Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan bobot prioritas terhadap semua kriteria pada tabel 4.25 di atas

dapat diketahui rangking setiap ruas jalan tersebut. Dimana ruas jalan yang

menunjukkan bobot prioritas lebih besar maka penanganannya akan lebih

diprioritaskan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi bobot prioritas suatu ruas

jalan berarti tingkat pencapaian tujuan pengelolaan jalan dari ruas tersebut

126
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap pengelolaan jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas

SUMUT telah sesuai dengan kriteria dan variabel yang ditetapkan.

Adapun rangking atau urutan prioritas penanganannya ditampilkan pada

tabel 4.26 berikut :

Tabel 4.26 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Terhadap Semua Kriteria Dengan

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

No Bobot
Nama Ruas % Rangking
Ruas Prioritas

a b c d e

01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.27488 27.49% 1

01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.23189 23.19% 2

04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.12808 12.81% 3

047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.11220 11.22% 4

01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.10319 10.32% 5

011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.06211 6.21% 6

010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.05138 5.14% 7

012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.03547 3.55% 8

0.99921 99.92%
Sumber : Hasil Analisa

Dengan memasukkan 3 kriteria yaitu kriteria kondisi ruas jalan, arus ruas

jalan dan biaya penanganan jalan terhadap penentuan prioritas penanganan jalan

di daerah penelitian diperoleh bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) adalah

prioritas pertama, diikuti ruas jalan Agus Salim (Langsa) dan seterusnya.

127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode Bina Marga

4.6.1 Analisis Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK)

Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek adalah selisih dalam

BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi

dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without

project). (Pedoman studi kelayakan proyek jalan dan jembatan Pd.T-18-2005-B).

4.6.1.1 Biaya Konsumsi Bahan Bakar (BiBBMj)

Biaya konsumsi bahan bakar dihitung dengan persamaan 2.12, yaitu :

BiBBMj= KBBMi x HBBMj

Dimana : BiBBMj = Biaya konsumsi bahan bakar (Rp/km)

KBBMi = Konsumsi bahan bakar minyak (liter/km)

HBBMj = Harga bahan bakar (Rp/liter)

Dalam analisis ekonomi digunakan harga ekonomi sebagai harga satuan

bahan bakar (Pd.T-15-2005-B). Adapun harga bahan bakar dapat dilihat pada

tabel 4.27 berikut :

Tabel 4.27 Harga bahan bakar tahun 2015

Harga Finansial Harga Ekonomi


Jenis Bahan Bakar
(Rp/liter) (Rp/liter)
Bensin Premium Rp 7,300.00 Rp 6,570.00
Solar Rp 6,900.00 Rp 6,210.00
Harga Ekonomi = Harga Finansial - PPN (10%)
Sumber : Kementerian ESDM RI, 2015

Sementara untuk menghitung konsumsi bahan bakar minyak masing –

masing kendaraan digunakan persamaan 2.13.

128
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Kecepatan rata – rata (VR) lalu lintas

Dengan menggunakan persamaan 2.14 s.d 2.17 dan berdasarkan pada tabel

2.24 s.d 2.32 serta tabel 4.12 dihitung kecepatan arus bebas kendaraan pada

masing – masing ruas jalan dimana hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel

4.28 di bawah. Adapun perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan pada setiap

ruas jalan dilampirkan pada lampiran 10.

Contoh perhitungan

Dihitung kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada ruas jalan

Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data sebagai berikut :

Jalan arteri 2/2 UD dengan tipe medan datar ;

FV0 = 65 km/jam (tabel 2.29)

Lebar bahu efektif 1,0 m; Hambatan samping rendah :

FFVSF = 0,97 (tabel 2.30)

Pengembangan samping jalan 25 %;

FFVRC = 0,98 (tabel 2.31)

Lebar jalur lalu lintas efektif 7,0 m;

FVw = 0 (tabel 2.31)

Sehingga,

FV = (FVO + FVW) × FFVSF × FFVRC

= (65 + 0) x 0,97 x 0,98

= 61,789 km/jam

129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.28 Kecepatan Arus (VR) Bebas Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan

Kecepatan Arus Bebas (km/jam) Setiap Jenis Kendaraan


Ruas Jalan Bus Bus Truk Truk Truk Sepeda
Sedan Utiliti
Kecil Besar Ringan Sedang Berat Motor
Ruas 010 61.789 61.789 54.184 65.591 54.184 54.184 52.283 51.332
Ruas 011 58.604 58.604 51.391 62.210 51.391 51.391 49.588 48.686
Ruas 01111 55.899 55.899 49.019 59.339 49.019 49.019 47.299 45.982
Ruas 01112 44.501 44.501 39.036 39.036 39.036 39.036 39.036 36.410
Ruas 012 62.330 62.330 53.598 62.220 53.598 53.598 52.056 51.629
Ruas 01211 58.604 58.604 51.391 62.210 51.391 51.391 49.588 48.686
Ruas 047 57.376 57.376 50.314 60.906 50.314 50.314 48.549 47.666
Ruas 04711 58.637 58.637 51.420 62.245 51.420 51.420 49.616 48.713
Sumber : Hasil Analisa

 Percepatan rata – rata (AR)

Data volume lalu lintas dan kapasitas ruas jalan yang tersedia masih dalam

bentuk LHRT (kend/hari) maka terlebih dahulu harus diubah menjadi smp/jam

atau dalam volume lalu lintas arus jam sibuk. Perhitungan volume lalu lintas arus

jam sibuk (smp/jam) dilampirkan pada lampiran 11.

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 2.18 yaitu :

AR = 0,0128 x (V/C)

Maka diperoleh percepatan rata – rata (AR) pada setiap ruas jalan seperti

pada tabel 4.29 berikut :

130
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.29 Percepatan Rata –Rata (AR) Pada Ruas Jalan

Volume Kapasitas Percepatan rata – rata


No Ruas Jalan
(smp/jam) (smp/jam) (AR)
a b c d e = 0.0128*(c/d)
1 Ruas 010 644 2755 0.00299
2 Ruas 011 612 2639 0.00297
3 Ruas 01111 333 2295.93 0.00186
4 Ruas 01112 2820 5018.112 0.00719
5 Ruas 012 790 4977.299 0.00203
6 Ruas 01211 911 2639 0.00442
7 Ruas 047 932 2245.76 0.00531
8 Ruas 04711 558 2424.4 0.00295
Sumber : Hasil Analisa

 Simpangan baku percepatan (SA)

Simpangan baku percepatan dihitung dengan persamaan 2.19, yaitu :

SA = SA max (1,04 / (1 + e (a0 + a1)*V/C)).

Adapun hasil perhitungan simpangan baku percepatan dapat dilihat pada

tabel 4.30 di bawah ini :

Tabel 4.30 Simpangan Baku Percepatan (SA) Pada Ruas Jalan

Volume Kapasitas SA 2
Ruas Jalan a0 a1 SA (m/s )
(smp/jam) (smp/jam) max
Ruas 010 644 2755 0.75 5.140 -8.264 0.5264
Ruas 011 612 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5254
Ruas 01111 333 2295.93 0.75 5.140 -8.264 0.4769
Ruas 01112 2820 5018.112 0.75 5.140 -8.264 0.6651
Ruas 012 790 4977.299 0.75 5.140 -8.264 0.4847
Ruas 01211 911 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5820
Ruas 047 932 2245.76 0.75 5.140 -8.264 0.6125
Ruas 04711 558 2424.4 0.75 5.140 -8.264 0.5245
Sumber : Hasil Analisa

131
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Tanjakan (RR) dan turunan rata – rata (FR) serta derajat tikungan rata – rata

(DTR)

Karena data tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata tidak

tersedia maka nilai tipikal (default) seperti pada tabel 2.35 dan tabel 2.36 dapat

digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan (Pd. T-15-2005-B). Nilai

tipikal tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata setiap ruas jalan

ditampilkan pada tabel 4.31 berikut :

Tabel 4.31 Tanjakan (RR) dan Turunan Rata – Rata (FR) Serta Derajat Tikungan

Rata – Rata (DTR)

Derajat Tikungan
Ruas Jalan Tanjakan (m/km) Turunan (m/km)
(◦/km)
Ruas 010 2.5 -2.5 15
Ruas 011 2.5 -2.5 15
Ruas 01111 2.5 -2.5 15
Ruas 01112 2.5 -2.5 15
Ruas 012 2.5 -2.5 15
Ruas 01211 2.5 -2.5 15
Ruas 047 2.5 -2.5 15
Ruas 04711 2.5 -2.5 15
Sumber : Hasil Analisa

 Berat kendaraan (BK)

Berat setiap jenis kendaraan yang digunakan dalam analisa ini adalah berat

kendaraan maksimum masing – masing jenis kendaraan seperti dalam pedoman

perhitungan biaya operasi kendaraan bagian I : biaya tidak tetap (running cost).

Hal ini karena dalam menghitung biaya pemakai jalan diasumsikan bahwa

kendaraan yang melewati suatu ruas jalan memiliki berat maksimum yang sesuai

pada tabel 2.37. Berat sepeda motor (MC) adalah 500 kg. Data berat kendaraan

masing – masing jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 4.32 berikut :

132
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.32 Berat Kendaraan (BK) Setiap Jenis Kendaraan

No Jenis Kendaraan Berat Kendaraan (ton)

1 Sedan 1.5
2 Utiliti 2.0
3 Bus Kecil 4.0
4 Bus Besar 12.0
5 Truk Ringan 6.0
6 Truk Sedang 15.0
7 Truk Berat 25.0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU

Berdasarkan nilai – nilai yang diperoleh di atas selanjutnya dihitung biaya

konsumsi bahan bakar (BiBBMj ) setiap jenis kendaraan pada masing – masing

ruas jalan. Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 12.

Contoh perhitungan

Dihitung biaya konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan sedan

pada ruas jalan (010) Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data

seperti pada tabel 4.33 adalah :

Tabel 4.33 Data Komponen Konsumsi Bahan Bakar Jenis Kendaraan Sedan

Jenis Bahan Bakar Bensin HBBMj Rp 6,570.00


α 1 2 3 4 5 6 7 8

23.78 1181.2 0.0037 1.2650 0.634 0.00 0.00 -0.638 36.21

9 10 11 VR RR FR DTR AR SA BK
0.00 0.00 0.00 61.789 2.5 -2.5 15 0.00299 0.5264 1.5
Sumber : Hasil Analisa

Maka,

KBBMsedan = (α + 1/VR + 2 x VR2 + 3 x RR + 4x FR + 5x FR2 + 6 x DTR + 7

x AR + 8 x SA + 9 x BK + 10 x BK x AR + 11 x BK x SA)/1000

133
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KBBMsedan = (23.78 + (1181.2/(61.789)) + (0.0037 x (61.7892)) + (1.265 x 2.5) +

(0.634 x -2.5) + (0.0 x -2.52) + (0.0 x 15) + (-0.638 x 0.00299) +

(36.21 x 0.5264) + (0.0 x 1.5) + (0.0 x 1.5 x 0.00299) + (0.0 x 1.5 x

0.5264)) / 1000

KBBMsedan = 0.07766 liter/km

Maka ;

BsedanBBMbensin = KBBMsedan x HBBMbensin

BsedanBBMbensin = (0.07766 liter/km) x (Rp 6,570.00 /liter)

BsedanBBMbensin = Rp 510.22 /km

Maka biaya konsumsi bahan bakar minyak (BiBBMj) untuk jenis

kendaraan sedan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak

adalah Rp 510.22 /km. Adapun rekapitulasi konsumsi bahan bakar (KBBMi) dan

biaya konsumsi bahan bakar minyak (BiBBMj) setiap jenis kendaraan pada

masing – masing ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.34 dan tabel 4.35 berikut :

134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.34 Rekapitulasi Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan

Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) (liter/km)


Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 0.07766 0.09684 0.16838 0.21753 0.24588 0.36185 0.47996 0.07718
Ruas 011 0.07724 0.09564 0.16662 0.21512 0.24551 0.35760 0.47829 0.07741
Ruas 01111 0.07532 0.09263 0.16279 0.21243 0.23083 0.34121 0.46412 0.07614
Ruas 01112 0.08331 0.10040 0.17027 0.21484 0.28896 0.38104 0.52017 0.08678
Ruas 012 0.07623 0.09515 0.16578 0.21431 0.23322 0.34967 0.46816 0.07565
Ruas 01211 0.07929 0.09826 0.16967 0.21629 0.26268 0.37307 0.49415 0.07946
Ruas 047 0.08030 0.09930 0.17074 0.21613 0.27194 0.37998 0.50239 0.08072
Ruas 04711 0.07721 0.09561 0.16659 0.21512 0.24524 0.35740 0.47804 0.07738
Sumber : Hasil Analisa
135

135
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.35 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BiBBMj) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan

Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BiBBMj) (Rp/km)


Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 510.22 Rp 636.25 Rp 1,045.66 Rp 1,350.85 Rp 1,526.89 Rp 2,247.11 Rp 2,980.58 Rp 507.05
Ruas 011 Rp 507.49 Rp 628.35 Rp 1,034.71 Rp 1,335.88 Rp 1,524.62 Rp 2,220.71 Rp 2,970.15 Rp 508.60
Ruas 01111 Rp 494.83 Rp 608.55 Rp 1,010.93 Rp 1,319.17 Rp 1,433.48 Rp 2,118.91 Rp 2,882.18 Rp 500.22
Ruas 01112 Rp 547.32 Rp 659.62 Rp 1,057.36 Rp 1,334.16 Rp 1,794.43 Rp 2,366.25 Rp 3,230.28 Rp 570.16
Ruas 012 Rp 500.85 Rp 625.12 Rp 1,029.47 Rp 1,330.87 Rp 1,448.30 Rp 2,171.43 Rp 2,907.28 Rp 497.01
Ruas 01211 Rp 520.95 Rp 645.54 Rp 1,053.64 Rp 1,343.16 Rp 1,631.23 Rp 2,316.74 Rp 3,068.67 Rp 522.06
Ruas 047 Rp 527.57 Rp 652.39 Rp 1,060.29 Rp 1,342.17 Rp 1,688.75 Rp 2,359.67 Rp 3,119.81 Rp 530.33
Ruas 04711 Rp 507.29 Rp 628.15 Rp 1,034.52 Rp 1,335.92 Rp 1,522.93 Rp 2,219.44 Rp 2,968.66 Rp 508.36
Sumber : Hasil Analisa
136

136
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.2 Biaya Konsumsi Oli (BOi)

Persamaan – persamaan yang digunakan dalam proses perhitungan biaya

konsumsi oli adalah :

BOi = KOi x HOj

KOi = OHKi + OHOi x KBBMi

OHKi = KPOi / JPOi.

Adapun harga unit satuan oli tahun 2015 seperti pada tabel 4.36 berikut :

Tabel 4.36 Harga Oli (HOj) Tahun 2015

Jenis Harga Finansial Harga Ekonomi


Jenis Oli
Kendaraan (Rp/liter) (Rp/liter)

Sedan Mesran Super 20W-50 Rp 26,500.00 Rp 23,850.00


Utiliti Mesran Super 20W-50 Rp 26,500.00 Rp 23,850.00
Bus Kecil Mesran B30/B40 Rp 25,500.00 Rp 22,950.00
Bus Besar Mesran B30/B40 Rp 25,500.00 Rp 22,950.00
Truk Ringan Mesran B30/B40 Rp 25,500.00 Rp 22,950.00
Truk Sedang Mesran B30/B40 Rp 25,500.00 Rp 22,950.00
Truk Berat Mesran B30/B40 Rp 25,500.00 Rp 22,950.00
Harga Ekonomi = Harga Finansial - PPN (10%)
Sumber : www.hargavelg/harga-oli-pelumas-pertamina.html

Selanjutnya berdasarkan data pada tabel 2.38, tabel 4.34 dan tabel 4.36

dihitung besar konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi) setiap jenis

kendaraan pada masing – masing ruas jalan. Untuk sepeda motor menggunakan

data kendaraan ringan (sedan). Akan tetapi kapasitas oli (KPO) yang berbeda

yaitu 0.7 liter.

137
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh perhitungan

Dihitung konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi) jenis kendaraan

sedan pada ruas (010) Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data

sebagai berikut :

JPOsedan = 2000 km (Tabel 2.38);

KPOsedan = 3.5 liter (Tabel 2.38);

OHOsedan = 2.8 x 10-6 liter/km (Tabel 2.38);

KBBMsedan = 0.07766 liter/km (Tabel 4.34);

Jenis oli adalah mesran super 20W – 50 dengan

Harga ekonomi (HOj) = Rp23,850.00 (Tabel 4.36);

Maka,

OHKsedan = KPOsedan / JPOsedan

= (3.5 liter)/(2000 km)

= 0.00175 liter/km

KOsedan = OHKsedan + OHOsedan x KBBMsedan

= 0.00175 + 0.0000028 x 0.07766 liter/km

= 0.00175 liter/km

BOsedan = KOsedan x HOj

= 0.00175 liter/km x Rp 23,850.00 /liter

= Rp 41.74 /km

Adapun perhitungan konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi)

setiap jenis kendaraan pada masing – masing ruas jalan dilampirkan pada

lampiran 13. Rekapitulasi biaya konsumsi oli (BOi) masing – masing jenis

kendaraan pada setiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.37 berikut :

138
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.37 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Oli (BOi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan

Biaya Konsumsi Oli (BOi) (Rp/km)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC

Ruas 010 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 011 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01111 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01112 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.43 Rp 8.35
Ruas 012 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01211 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 047 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 04711 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Sumber : Hasil Analisa
139

139
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.3 Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi)

 Harga kendaraan baru rata – rata (HKBi)

Data harga kendaraan baru yang diperoleh dari berbagai sumber dipakai

sebagai harga finansial kendaraan baru rata – rata (HKBi). Data jenis dan harga

unit kendaraan baru (HKBi) dan harga ban serta harga ekonomi setiap kendaraan

disajikan pada tabel 4.38 dan tabel 4.39 berikut :

Tabel 4.38 Jenis dan Harga Finansial Kendaraan Baru (HKBi)

Jenis Merek & Model Kendaraan Harga Eceran Harga Ban


Kendaraan Representasi (Finansial) (Rp/Ban)
Sedan Toyota Vios 1.5G M/T Rp 284,150,000 Rp 972,000
Utiliti Mitsubishi L300 Pick Up Standard Rp 166,500,000 Rp 552,600
Bus Kecil Mitsubishi L300 Minibus Standard Rp 199,850,000 Rp 687,600
Bus Besar Mercedes Benz OH 1521 E3 Rp 609,000,000 Rp 687,600
Truk Ringan Mitsubishi Colt FE73 110PS Rp 256,200,000 Rp 687,600
Truk Sedang Mitsubishi Colt Diesel 125 PS Rp 308,450,000 Rp 687,600
Truk Berat Mitsubishi Fuso FN 527M Rp 720,450,000 Rp 1,014,300
MC Supra X 125 CW Rp 17,250,000 Rp 119,000
Sumber : www.google.com/harga-kendaraan-baru.html

Tabel 4.39 Harga Ekonomi Kendaraan Baru (HKBi)

Jenis Merek & Model Kendaraan Harga Finansial Harga Ekonomi


Kendaraan Representasi Tanpa Ban (Tanpa Ban)
Sedan Toyota Vios 1.5G M/T Rp 280,262,000 Rp 252,235,800
Utiliti Mitsubishi L300 Pick Up Standard Rp 164,289,600 Rp 147,860,640
Bus Kecil Mitsubishi L300 Minibus Standard Rp 197,099,600 Rp 177,389,640
Bus Besar Mercedes Benz OH 1521 E3 Rp 606,249,600 Rp 545,624,640
Truk Ringan Mitsubishi Colt FE73 110PS Rp 253,449,600 Rp 228,104,640
Truk Sedang Mitsubishi Colt Diesel 125 PS Rp 304,324,400 Rp 273,891,960
Truk Berat Mitsubishi Fuso FN 527M Rp 710,307,000 Rp 639,276,300
MC Supra X 125 CW Rp 17,012,000 Rp 15,310,800
Harga Ekonomi = Harga Finasial - PPN (10%)
Sumber : Hasil Analisa

140
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru (Pi)

Data yang diperlukan dalam perhitungan (Pi) adalah data kekasaran jalan

(IRI). Adapun nilai IRI setiap ruas jalan disajikan dalam tabel 4.40 berikut :

Tabel 4.40 Nilai IRI (m/km) Setiap Ruas Jalan

IRI rata -
No Panjang
Ruas Jalan rata
Ruas Jalan (km)
(m/km)
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 3.52
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 3.35
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 5.25
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 3.11
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 3.54
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 4.84
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 3.80
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 3.50
Sumber : Satuan Kerja Perencana dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh

Sementara untuk data tipikal koefisien – koefisien parameter dan

konstanta setiap jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.39. KJT sepeda motor

= 40,000 km; sedan = 80,000 km dan kendaraan lainnya adalah 100,000 km.

Perhitungan secara lengkap dilampirkan pada lampiran 14.

Contoh perhitungan

Dihitung Pi dan BPi pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) –

Peureulak jenis kendaraan sedan dengan data berikut : ϕ = -0.69; 1 = 0.42; 2 =

0.10; KJT = 80,000 km; IRI = 3.52 m/km; HKBsedan = Rp 252,235,800 adalah :

Psedan = (ϕ + 1 x IRI) (KJT/1000000) β

= (-0.69 + 0.42 x 3.52) (80000/1000000)0.10 ; Psedan = 0.61243

BPsedan = Psedan x HKBsedan /1000000

= 0.61243 x Rp 252,235,800/1000000

= Rp 154.48 /km

141
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rekapitulasi hasil perhitungan konsumsi suku cadang (Pi) dan biaya konsumsi suku cadang atau biaya pemeliharaan (BPi) setiap

jenis kendaraan pada setiap ruas jalan disajikan pada tabel 4.41 dan tabel 4.42 berikut :

Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Konsumsi Suku Cadang (Pi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan

Konsumsi Suku Cadang (Pi)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC

Ruas 010 0.61243 0.62625 0.62244 0.24434 0.19585 0.28532 0.10606 0.57142
Ruas 011 0.55697 0.56953 0.56437 0.22678 0.16689 0.22321 0.08440 0.51967
Ruas 01111 1.17685 1.20341 1.21334 0.42298 0.49057 0.91745 0.32645 1.09804
Ruas 01112 0.47866 0.48947 0.48240 0.20200 0.12600 0.13551 0.05382 0.44661
Ruas 012 0.61895 0.63292 0.62927 0.24640 0.19926 0.29263 0.10860 0.57750
Ruas 01211 1.04309 1.06662 1.07330 0.38064 0.42072 0.76764 0.27422 0.97323
Ruas 047 0.70378 0.71966 0.71807 0.27325 0.24355 0.38763 0.14173 0.65665
Ruas 04711 0.60590 0.61958 0.61560 0.24227 0.19244 0.27801 0.10351 0.56533
Sumber : Hasil Analisa
142

142
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan

Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi) (Rp/km)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC

Ruas 010 Rp 154.48 Rp 92.60 Rp 110.41 Rp 133.32 Rp 44.67 Rp 78.15 Rp 67.80 Rp 8.75
Ruas 011 Rp 140.49 Rp 84.21 Rp 100.11 Rp 123.74 Rp 38.07 Rp 61.13 Rp 53.95 Rp 7.96
Ruas 01111 Rp 296.84 Rp 177.94 Rp 215.23 Rp 230.79 Rp 111.90 Rp 251.28 Rp 208.69 Rp 16.81
Ruas 01112 Rp 120.74 Rp 72.37 Rp 85.57 Rp 110.21 Rp 28.74 Rp 37.12 Rp 34.41 Rp 6.84
Ruas 012 Rp 156.12 Rp 93.58 Rp 111.63 Rp 134.44 Rp 45.45 Rp 80.15 Rp 69.43 Rp 8.84
Ruas 01211 Rp 263.10 Rp 157.71 Rp 190.39 Rp 207.69 Rp 95.97 Rp 210.25 Rp 175.30 Rp 14.90
Ruas 047 Rp 177.52 Rp 106.41 Rp 127.38 Rp 149.09 Rp 55.55 Rp 106.17 Rp 90.60 Rp 10.05
Ruas 04711 Rp 152.83 Rp 91.61 Rp 109.20 Rp 132.19 Rp 43.90 Rp 76.15 Rp 66.17 Rp 8.66
Sumber : Hasil Analisa
143

143
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)

 Harga satuan upah tenaga pemeliharaan (UTP)

Perhitungan harga satuan upah tenaga pemeliharaan (UTP) diperhitungkan

biaya upah mekanik rata – rata tahun 2013 yang diperoleh dari biaya rata-rata

upah mekanik bengkel sebesar Rp. 10,250 perjam (Pengaruh Tingkat Kerusakan

Jalan Terhadap Biaya Pemeliharaan dan Biaya Kemacetan, Bambang E. Yuwono

dkk, 2013). Maka dengan suku bunga rata – rata tahun 2015 seperti pada tabel

4.43 di bawah dihitung nilai sekarang (2015) dari upah mekanik.

Tabel 4.43 Suku Bunga Rata – Rata Tahun 2015

Bank Suku Bunga (i)

BCA 10.25%
BNI 10.65%
Mandiri 10.75%
rata - rata 10.55%
Sumber : Hasil Survei

Dengan i = 10.55 % nilai upah mekanik bengkel pada tahun 2015 adalah :

Upah mekanik 2015 = Rp 10,250 (1+i)n

= Rp 10,250 (1 + 10.55%)2015-2013

= Rp 12,526.84 /jam

 Kebutuhan jam pemeliharaan (JPi)

Perhitungan jumlah jam pemeliharaan (JPi) dan biaya upah pemeliharaan

kendaraan (BUi) masing – masing jenis kendaraan pada setiap ruas jalan

dilampirkan pada lampiran 15.

Adapun rekapitulasi biaya upah pemeliharaan kendaraan (BUi) disajikan

pada tabel 4.44 berikut :

144
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.44 Rekapitulasi Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)

Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi) (Rp/km)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC

Ruas 010 Rp 738.99 Rp 748.07 Rp 2,370.53 Rp 1,773.98 Rp 1,300.82 Rp 1,585.33 Rp 1,178.48 Rp 711.50
Ruas 011 Rp 701.60 Rp 710.22 Rp 2,253.06 Rp 1,706.90 Rp 1,197.15 Rp 1,396.34 Rp 1,046.74 Rp 675.50
Ruas 01111 Rp 1,056.35 Rp 1,069.32 Rp 3,351.95 Rp 2,355.96 Rp 2,095.00 Rp 2,899.78 Rp 2,112.23 Rp 1,017.04
Ruas 01112 Rp 645.80 Rp 653.73 Rp 2,076.81 Rp 1,607.77 Rp 1,034.68 Rp 1,078.81 Rp 828.80 Rp 621.77
Ruas 012 Rp 743.29 Rp 752.42 Rp 2,384.00 Rp 1,781.72 Rp 1,312.52 Rp 1,606.19 Rp 1,193.09 Rp 715.64
Ruas 01211 Rp 988.88 Rp 1,001.02 Rp 3,145.24 Rp 2,230.94 Rp 1,934.48 Rp 2,644.46 Rp 1,929.49 Rp 952.09
Ruas 047 Rp 797.39 Rp 807.18 Rp 2,553.07 Rp 1,879.58 Rp 1,456.63 Rp 1,857.48 Rp 1,369.85 Rp 767.72
Ruas 04711 Rp 734.68 Rp 743.70 Rp 2,356.99 Rp 1,766.22 Rp 1,289.03 Rp 1,564.21 Rp 1,163.70 Rp 707.34
Sumber : Hasil Analisa
145

145
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh perhitungan

Dihitung kebutuhan jam pemeliharaan (JPi) dan biaya upah pemeliharaan

kendaraan (BUi) jenis sedan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) –

Peureulak dengan data sebagai berikut :

Data : Psedan = 0.61243 (Tabel 4.41); a0 = 77.14 (Tabel 2.40);

a1 = 0.547 (Tabel 2.40) ; UTP = Rp 12,526.84 /jam

Maka,

JPsedan = a0 x Psedana1

= 77.14 x (0.61243)0.547 = 58.99 jam/1000 km

BUsedan = JPsedan x UTP/1000

= 58.99 x Rp 12,526.84/1000 = Rp 738.99/km

4.6.1.5 Biaya Konsumsi Ban

 Harga ban (HBj)

Harga Ekonomi setiap ban disajikan pada tabel 4.45 berikut :

Tabel 4.45 Harga Finansial dan Harga Ekonomi Ban Baru

Jenis Harga Finansial Harga Ekonomi Ban


Kendaraan Ban (Rp/Ban) (Rp/Ban)

Sedan Rp 972,000 Rp 874,800


Utiliti Rp 552,600 Rp 497,340
Bus Kecil Rp 687,600 Rp 618,840
Bus Besar Rp 687,600 Rp 618,840
Truk Ringan Rp 687,600 Rp 618,840
Truk Sedang Rp 687,600 Rp 618,840
Truk Berat Rp 1,014,300 Rp 912,870
MC Rp 119,000 Rp 107,100
Harga Ekonomi = Harga Finansial - PPN (10%)
Sumber : Hasil Analisa

146
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
 Konsumsi ban (KB)

Dalam proses perhitungan konsumsi ban masing – masing jenis kendaraan

pada setiap ruas jalan dipakai data nilai konstanta dan koefisien – koefisien

parameter dapat dilihat pada tabel 2.41. Sedangkan untuk nilai tipikal tanjakan

dan turunan yang dipakai sesuai dengan tabel 2.42 dengan medan datar adalah 5

m/km serta nilai tipikal derajat tikungan medan datar adalah 15 ◦/km (tabel β.43).

Nilai IRI setiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.40.

Contoh perhitungan

Dihitung konsumsi ban dan biaya konsumsi ban jenis kendaraan sedan

pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data sebagai

berikut :

χ = -0.01471; δ1 = 0.01489; δ2 = 0; δ3 = 0; IRI = 3.52 m/km (Tabel 4.40);

TTR = 5 m/km; DTR = 15 ◦/km; HBj = Rp 874,800;

Maka,

KBsedan = χ + δ1 x IRI + δ2 x TTR + δ3 x DTR ( Persamaan 2.30)

KBsedan = -0.01471 + 0.01489 x 3.52 m/km

KBsedan = 0.03770

Sehingga,

BBsedan = KBsedan x HBj /1000 (Persamaan 2.29)

BBsedan = 0.03770 x Rp 874,800 / 1000

BBsedan = Rp 32.98 /km

Perhitungan biaya konsumsi ban secara rinci dilampirkan pada lampiran

16. Adapun rekapitulasi biaya konsumsi ban (BBi) setiap jenis kendaraan pada

masing – masing ruas jalan ditunjukkan pada tabel 4.46 di bawah ini :

147
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.46 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Ban (BBi) Masing – Masing Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan

Biaya Konsumsi Ban (BBi) (Rp/km)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC

Ruas 010 Rp 32.98 Rp 35.54 Rp 86.36 Rp 68.08 Rp 86.36 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.04
Ruas 011 Rp 30.77 Rp 34.28 Rp 83.73 Rp 68.08 Rp 83.73 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 3.77
Ruas 01111 Rp 55.52 Rp 48.35 Rp 113.12 Rp 68.08 Rp 113.12 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 6.80
Ruas 01112 Rp 27.64 Rp 32.51 Rp 80.02 Rp 68.08 Rp 80.02 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 3.38
Ruas 012 Rp 33.24 Rp 35.69 Rp 86.67 Rp 68.08 Rp 86.67 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.07
Ruas 01211 Rp 50.18 Rp 45.32 Rp 106.78 Rp 68.08 Rp 106.78 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 6.14
Ruas 047 Rp 36.63 Rp 37.61 Rp 90.69 Rp 68.08 Rp 90.69 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.48
Ruas 04711 Rp 32.72 Rp 35.39 Rp 86.05 Rp 68.08 Rp 86.05 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.01
Sumber : Hasil Analisa
148

148
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.6 Biaya Tidak Tetap Besaran BOK (BTT)

Nilai biaya tidak tetap (BTT) ini dipakai sebagai BOK tanpa proyek

(without project) penanganan.

Contoh perhitungan

Dihitung biaya tidak tetap jenis kendaraan sedan pada ruas (010) jalan

Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data berikut :

BsedanBBMpremium = Rp 510.22/km (Tabel 4.35);

BOsedan = Rp 41.74/km (Tabel 4.37);

BPsedan = Rp 154.48/km (Tabel 4.42);

BUsedan = Rp 738.99/km (Tabel 4.44);

BBsedan = Rp 32.98/km (Tabel 4.46)

Sehingga,

BTT = BiBBMj + BOi + BPi + BUi + BBi

BTT = Rp 510.22/km+Rp 41.74/km+Rp154.48/km+ Rp 738.99/km+Rp 32.98/km

BTT = Rp 1,478.41/km

Rekapitulasi biaya tidak tetap besaran biaya operasi kendaraan (BOK)

tanpa proyek (without project) ditunjukkan pada tabel 4.47 berikut :

149
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.47 Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Tanpa Proyek (Without Project)

Biaya Tidak Tetap Besaran BOK (Rp/km)


Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 1,478.42 Rp 1,554.20 Rp 3,681.82 Rp 3,463.94 Rp 3,027.61 Rp 4,114.70 Rp 4,662.35 Rp 1,239.69
Ruas 011 Rp 1,422.09 Rp 1,498.81 Rp 3,540.47 Rp 3,372.31 Rp 2,912.43 Rp 3,882.30 Rp 4,506.34 Rp 1,204.17
Ruas 01111 Rp 1,945.28 Rp 1,945.90 Rp 4,760.09 Rp 4,111.71 Rp 3,822.37 Rp 5,474.08 Rp 5,638.59 Rp 1,549.22
Ruas 01112 Rp 1,383.25 Rp 1,459.98 Rp 3,368.62 Rp 3,257.94 Rp 3,006.73 Rp 3,686.28 Rp 4,528.98 Rp 1,210.51
Ruas 012 Rp 1,475.25 Rp 1,548.56 Rp 3,680.62 Rp 3,452.82 Rp 2,961.80 Rp 4,061.88 Rp 4,605.30 Rp 1,233.91
Ruas 01211 Rp 1,864.85 Rp 1,891.34 Rp 4,564.91 Rp 3,987.57 Rp 3,837.32 Rp 5,375.56 Rp 5,608.96 Rp 1,503.54
Ruas 047 Rp 1,580.85 Rp 1,645.34 Rp 3,900.28 Rp 3,576.63 Rp 3,360.49 Rp 4,527.43 Rp 5,015.76 Rp 1,320.94
Ruas 04711 Rp 1,469.27 Rp 1,540.60 Rp 3,655.62 Rp 3,440.11 Rp 3,010.76 Rp 4,063.91 Rp 4,634.03 Rp 1,236.72
Sumber : Hasil Analisa
150

150
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Biaya tidak tetap besaran BOK tanpa proyek (without project) pada tabel

di atas dipakai sebagai BOK tanpa proyek (without project). Selanjutnya dihitung

BOK dengan adanya proyek (with project) penanganan. Dengan adanya

penanganan pada setiap ruas jalan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai

kerataan jalan (IRI) dan kecepatan tempuh kendaraan. Maka, dengan

menggunakan nilai IRI dan kecepatan setiap jenis kendaraan tersebut dihitung

biaya operasi kendaraan pada setiap ruas jalan sebagai biaya operasi kendaraan

(BOK) dengan adanya proyek (with project) penanganan/pemeliharaan jalan.

Peningkatan nilai IRI (m/km) diasumsikan bahwa semua ruas jalan akan

berada dalam kondisi mantap (IRI = 3 m/km) setelah adanya penanganan.

Sementara untuk peningkatan kecepatan diasumsikan bahwa setiap ruas jalan

mampu dilewati kendaraan pada kecepatan arus bebas dasar setelah adanya

penanganan pada setiap ruas jalan tersebut.

Adapun nilai IRI dan kecepatan kendaraan pada setiap ruas jalan dengan

adanya proyek (with project) penanganan jalan disajikan pada tabel 4.48 berikut :

Tabel 4.48 Nilai IRI (m/km) dan Kecepatan Kendaraan (km/jam) Dengan Proyek

Kecepatan Arus Bebas (km/jam) Setiap Jenis Kendaraan


IRI
Ruas Jalan
(m/km) Sedan Utiliti Bus Bus Truk Truk Truk
MC
Kecil Besar Ringan Sedang Berat
Ruas 010 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Ruas 011 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Ruas 01111 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Ruas 01112 3.0 57 57 50 50 50 50 50 47
Ruas 012 3.0 66 66 57 66 57 57 55 55
Ruas 01211 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Ruas 047 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Ruas 04711 3.0 65 65 57 69 57 57 55 54
Sumber : Hasil Analisa

151
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses perhitungan BOK dengan proyek (with project) dilakukan dengan cara yang sama seperti dalam proses menghitung biaya

operasi kendaraan (BOK) tanpa proyek (without project) di atas. Adapun rekapitulasi biaya tidak tetap besaran biaya operasi kendaraan

(BOK) dengan proyek (with project) disajikan pada tabel 4.49 berikut :

Tabel 4.49 Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Dengan Proyek (With Project)

Besaran BOK (Rp/km)

Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat Sepeda Motor

Ruas 010 Rp 1,312.40 Rp 1,412.26 Rp 3,275.25 Rp 3,238.30 Rp 2,651.18 Rp 3,402.96 Rp 4,163.24 Rp 1,120.12
Ruas 011 Rp 1,312.16 Rp 1,411.96 Rp 3,274.92 Rp 3,238.18 Rp 2,649.30 Rp 3,401.29 Rp 4,161.51 Rp 1,119.89
Ruas 01111 Rp 1,300.63 Rp 1,397.35 Rp 3,258.84 Rp 3,232.17 Rp 2,558.05 Rp 3,319.45 Rp 4,077.32 Rp 1,108.35
Ruas 01112 Rp 1,338.41 Rp 1,434.94 Rp 3,294.71 Rp 3,193.41 Rp 2,911.63 Rp 3,577.69 Rp 4,385.17 Rp 1,157.32
Ruas 012 Rp 1,303.86 Rp 1,402.84 Rp 3,261.42 Rp 3,217.81 Rp 2,572.72 Rp 3,332.58 Rp 4,090.85 Rp 1,110.24
Ruas 01211 Rp 1,325.62 Rp 1,429.15 Rp 3,293.84 Rp 3,245.45 Rp 2,755.91 Rp 3,497.32 Rp 4,260.04 Rp 1,133.35
Ruas 047 Rp 1,332.87 Rp 1,438.51 Rp 3,304.15 Rp 3,249.55 Rp 2,813.44 Rp 3,549.43 Rp 4,313.32 Rp 1,140.60
Ruas 04711 Rp 1,311.95 Rp 1,411.69 Rp 3,274.62 Rp 3,238.07 Rp 2,647.61 Rp 3,399.77 Rp 4,159.95 Rp 1,119.67
Sumber : Hasil Analisa
152

152
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selanjutnya dengan data LHRT (kend/hari) dan panjang jalan (km) pada

tabel 4.50 di bawah, dihitung besar penghematan biaya operasi kendaraan (BOK)

selama satu tahun pada setiap ruas jalan.

Tabel 4.50 Data LHRT (kend/hari) dan Panjang Jalan (km)

Jenis LHRT (kend/hari) Setiap Ruas Jalan


Kendaraan 010 011 01111 01112 012 01211 047 04711
Sedan 1303 785 482 8403 1407 807 313 424
Utiliti 2221 1344 815 3366 2392 2002 202 276
Bus Kecil 224 328 188 9 313 7 0 0
Bus Besar 74 49 86 0 90 88 0 0
Truk ringan 611 882 512 46 845 37 2 4
Truk sedang 94 178 122 225 160 686 102 160
Truk berat 225 227 234 6 432 244 4 6
Sepeda motor 505 1114 600 76888 521 10234 8519 13193
L (km) 65.48 44.33 4.67 5.22 50.83 1.42 4.07 2.96
Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai

Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga

Contoh perhitungannya disajikan pada tabel 4.51 dan tabel 4.52 berikut :

Tabel 4.51 Contoh Perhitungan Penghematan BOK (Selisih BOK)

Ruas 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak


BOK tanpa BOK dengan
Jenis Kendaraan Selisih BOK
proyek proyek
a b c d=b-c
Sedan Rp 1,478.42 Rp 1,312.40 Rp 166.02
Utiliti Rp 1,554.20 Rp 1,412.26 Rp 141.94
Bus Kecil Rp 3,681.82 Rp 3,275.25 Rp 406.58
Bus Besar Rp 3,463.94 Rp 3,238.30 Rp 225.63
Truk ringan Rp 3,027.61 Rp 2,651.18 Rp 376.43
Truk sedang Rp 4,114.70 Rp 3,402.96 Rp 711.73
Truk berat Rp 4,662.35 Rp 4,163.24 Rp 499.11
Sepeda motor Rp 1,239.69 Rp 1,120.12 Rp 119.57
Sumber : Hasil Analisa

153
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.52 Contoh Perhitungan Penghematan BOK Selama Satu Tahun

Ruas 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak


Jenis LHRT H
Selisih BOK L (km) Penghematan BOK (Rp)
Kendaraan (kend/hari) (hari)
a b c d e f=bxcxdxe
Sedan Rp 166.02 1303 65.48 300 Rp 4,249,458,239.28
Utiliti Rp 141.94 2221 65.48 300 Rp 6,192,897,093.99
Bus Kecil Rp 406.58 224 65.48 300 Rp 1,789,042,885.86
Bus Besar Rp 225.63 74 65.48 300 Rp 327,995,268.21
Truk ringan Rp 376.43 611 65.48 300 Rp 4,518,051,364.59
Truk sedang Rp 711.73 94 65.48 300 Rp 1,314,240,556.00
Truk berat Rp 499.11 225 65.48 300 Rp 2,206,016,965.14
Sepeda motor Rp 119.57 505 65.48 300 Rp 1,186,127,407.82
Total Penghematan BOK Rp 21,783,829,780.90
Sumber : Hasil Analisa

Adapun perhitungan penghematan BOK pada setiap ruas jalan dilampirkan

pada lampiran 17. Rekapitulasi total penghematan BOK (Rp) selama satu tahun

setiap ruas jalan ditunjukkan pada tabel 4.53 berikut :

Tabel 4.53 Rekapitulasi Total Penghematan BOK (Rp) Selama Satu Tahun

Panjang
No Total Penghematan
Ruas Jalan Jalan
Ruas BOK (Rp)
(km)
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 Rp 21,783,829,780.90
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.33 Rp 10,460,333,031.87
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.67 Rp 3,720,663,882.50
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.22 Rp 7,173,950,246.91
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.83 Rp 22,480,028,137.29
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.42 Rp 2,931,238,593.43
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 Rp 2,148,243,208.11
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 Rp 1,560,213,989.56
Sumber : Hasil Analisa

154
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.2 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan

Metode yang digunakan dalam menghitung nilai waktu adalah metode

produktivitas yaitu dengan menggunakan PDRB Provinsi Aceh 2015. Adapun

data PDRB dan jumlah penduduk yang diperoleh dari badan pusat statistik

provinsi Aceh tahun 2015 adalah sebagai berikut :

PDRB Aceh 2015 = Rp 129,200,000,000,000.00

Jumlah penduduk Aceh 2015 = 5,001,953.00 jiwa

Maka dengan menggunakan persamaan 2.33 dihitung nilai waktu dalam

satuan jam (Rp/jam) sebagai berikut :

Nilai Waktu = Pendapatan Orang Per Tahun / Waktu Kerja

Nilai Waktu = (PDRB / Jlh Penduduk) / 2400 jam

Nilai Waktu = (Rp 129,200,000,000,000.00/5,001,953.00 jiwa) / 2400 jam

Nilai Waktu = Rp 10,762.46/jam

Selanjutnya dengan menggunakan data kecepatan setiap kendaraan tanpa

proyek penanganan pada tabel 4.28 dan data kecepatan kendaraan dengan proyek

pada tabel 4.48 di atas dihitung besar nilai penghematan waktu perjalanan pada

setiap ruas jalan.

Contoh perhitungan

Dihitung besar penghematan nilai waktu perjalanan pada ruas jalan Panton

Labu/Simpang (km 328) – Peureulak seperti yang disajikan pada tabel 4.54 dan

tabel 4.55 berikut :

155
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.54 Contoh Perhitungan Penghematan Waktu Perjalanan (Selisih Waktu)

Ruas 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak


V (km/jam) t (jam)
Jenis L Selisih waktu
Kendaraan (km) Tanpa Dengan Tanpa Dengan tempuh (jam)
Proyek Proyek Proyek Proyek
a b c d e = b/c f = b/d g=e-f
Sedan 65.48 61.789 65.0 1.060 1.007 0.052
Utiliti 65.48 61.789 65.0 1.060 1.007 0.052
Bus Kecil 65.48 54.184 57.0 1.208 1.149 0.060
Bus Besar 65.48 65.591 69.0 0.998 0.949 0.049
Truk ringan 65.48 54.184 57.0 1.208 1.149 0.060
Truk sedang 65.48 54.184 57.0 1.208 1.149 0.060
Truk berat 65.48 52.283 55.0 1.252 1.191 0.062
Sepeda motor 65.48 51.332 54.0 1.276 1.213 0.063
Sumber : Hasil Analisa

Tabel 4.55 Contoh Perhitungan Penghematan Nilai Waktu Perjalanan (Rp)

Selama Satu Tahun

Ruas 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak


Selisih LHRT
Jenis Nilai Waktu L H Penghematan Nilai
Waktu (kend/
Kendaraan (Rp/jam) (km) (hari) Waktu (Rp)
(jam) hari)
a b c d e f g=bxcxdxexf
Sedan 0.052 Rp 10,762.46 1303 65.48 300 Rp 14,421,497,021.11
Utiliti 0.052 Rp 10,762.46 2221 65.48 300 Rp 24,581,845,651.49
Bus Kecil 0.060 Rp 10,762.46 224 65.48 300 Rp 2,827,384,657.97
Bus Besar 0.049 Rp 10,762.46 74 65.48 300 Rp 771,641,407.58
Truk ringan 0.060 Rp 10,762.46 611 65.48 300 Rp 7,712,196,544.74
Truk sedang 0.060 Rp 10,762.46 94 65.48 300 Rp 1,186,491,776.11
Truk berat 0.062 Rp 10,762.46 225 65.48 300 Rp 2,943,059,986.52
Sepeda motor 0.063 Rp 10,762.46 505 65.48 300 Rp 6,728,920,611.81
Total Penghematan Nilai Waktu Perjalanan Rp 61,173,037,657.33
Sumber : Hasil Analisa

156
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun perhitungan penghematan nilai waktu perjalanan pada setiap ruas

jalan dilampirkan pada lampiran 18. Rekapitulasi total penghematan nilai waktu

perjalanan (Rp) selama satu tahun ditunjukkan pada tabel 4.56 berikut :

Tabel 4.56 Rekapitulasi Total Penghematan Nilai Waktu Perjalanan (Rp) Selama

Satu Tahun

Panjang Total Penghematan


No
Ruas Jalan Jalan Nilai Waktu Perjalanan
Ruas
(km) (Rp)

010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 Rp 61,173,037,657.33


011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.33 Rp 57,181,484,942.27
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.67 Rp 593,584,286.56
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.22 Rp 47,104,403,853.55
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.83 Rp 50,072,300,170.04
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.42 Rp 178,537,605.12
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 Rp 1,190,999,217.11
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 Rp 792,346,073.56
Sumber : Hasil Analisa

4.6.3 Analisis Net Present Value (NPV)

Analisis nilai net present value (NPV) dilakukan untuk mengetahui nilai

kelayakan ekonomi dari proyek pemeliharaan/penanganan pada setiap ruas jalan

di daerah penelitian. Hal ini berhubungan dengan proses penentuan prioritas

penanganan dalam penelitian ini, yaitu ruas jalan dengan nilai kelayakan ekonomi

atau NPV yang lebih besar akan lebih diprioritaskan penanganannya daripada ruas

jalan yang memiliki nilai NPV yang lebih kecil.

157
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kelayakan ekonomi dapat dihitung berdasarkan nilai pengeluaran (biaya

penanganan) dan nilai manfaat dari suatu proyek. Adapun total manfaat dan biaya

penanganan ditampilkan pada tabel 4.57 dan tabel 4.58 berikut :

Tabel 4.57 Total Manfaat Setiap Ruas Jalan

Nomor Penghematan Nilai


Penghematan BOK (Rp) Total Manfaat (Rp)
Ruas Waktu Perjalanan (Rp)

a b c d=b+c
010 Rp 21,783,829,780.90 Rp 61,173,037,657.33 Rp 82,956,867,438.23
011 Rp 10,460,333,031.87 Rp 57,181,484,942.27 Rp 67,641,817,974.14
01111 Rp 3,720,663,882.50 Rp 593,584,286.56 Rp 4,314,248,169.06
01112 Rp 7,173,950,246.91 Rp 47,104,403,853.55 Rp 54,278,354,100.46
012 Rp 22,480,028,137.29 Rp 50,072,300,170.04 Rp 72,552,328,307.32
01211 Rp 2,931,238,593.43 Rp 178,537,605.12 Rp 3,109,776,198.55
047 Rp 2,148,243,208.11 Rp 1,190,999,217.11 Rp 3,339,242,425.22
04711 Rp 1,560,213,989.56 Rp 792,346,073.56 Rp 2,352,560,063.12
Sumber : Hasil Analisa

Tabel 4.58 Biaya Penanganan Setiap Ruas Jalan

No
Nama Ruas Biaya Penanganan (Rp)
Ruas
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 45,408,200,000
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 1,843,560,000
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 267,160,000
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 75,000,000
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp 78,942,488,000
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 83,560,000
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 122,100,000
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 82,500,000
Rp 126,824,568,000
Sumber : Hasil Analisa dan Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I

Provinsi Aceh BBPJN I

158
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan menggunakan persamaan 2.9 dihitung nilai NPV setiap ruas jalan.

Contoh perhitungan NPV pada ruas jalan (010) Panton Labu/Simpang (km 328) –

Peureulak adalah sebagai berikut :

Data : Total manfaat (B) = Rp 82,956,867,438.23

Biaya penanganan (C) = Rp 45,408,200,000.00

r = 10.55 %

n = 5 tahun

Maka :

= {[ Rp 82,956,867,438.23 - Rp 45,408,200,000.00] x [(1 + 10.55 %)5]-1}

= Rp 22,740,541,105.14 > 0 (LAYAK).

Hasil perhitungan nilai net present value (NPV) setiap ruas jalan

ditunjukkan pada tabel 4.59 berikut :

Tabel 4.59 Hasil Perhitungan Nilai Net Present Value (NPV) Setiap Ruas Jalan

Nomor
Nama Ruas NPV
Ruas
a b c
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 22,740,541,105.14
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 39,849,296,717.89
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 2,451,031,718.13
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 32,827,093,104.85
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp (3,870,062,483.54)
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 1,832,762,613.19
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 1,948,392,967.13
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 1,374,812,948.06
Sumber : Hasil Analisa

159
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada tabel 4.59 di atas menunjukkan

bahwa ruas jalan batas kota Langsa – batas provinsi SUMUT tidak layak secara

ekonomi karena memiliki nilai NPV < 0, yaitu NPV = ( - Rp 3,870,062,483.54).

Disamping itu berdasarkan tabel 4.59 di atas juga dapat diketahui rangking

prioritas penanganan setiap ruas jalan tersebut seperti pada tabel 4.60 berikut :

Tabel 4.60 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton

Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Dengan Metode Bina Marga

Nomor Rangking
Nama Ruas NPV
Ruas Prioritas
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 39,849,296,717.89 1
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 32,827,093,104.85 2
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 22,740,541,105.14 3
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 2,451,031,718.13 4
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 1,948,392,967.13 5
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 1,832,762,613.19 6
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 1,374,812,948.06 7
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp (3,870,062,483.54) 8
Sumber : Hasil Analisa

4.7 Analisis Perbandingan Prioritas Metode AHP (Analytical Hierarchy

Process Methode) dan Metode Bina Marga

Perbandingan prioritas penanganan ruas jalan metode bina marga dan

metode AHP (analytical hierarchy process) berdasarkan kriteria kondisi jalan,

arus ruas jalan dan biaya penanganan menunjukkan perbedaan urutan prioritas.

Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam analisis. Analisis dengan metode

bina marga dilakukan dengan cara menentukan nilai manfaat penanganan bagi

pengguna jalan dimana faktor panjang jalan, LHRT, nilai kerataan jalan (IRI) dan

160
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
besar biaya penanganan yang dikeluarkan sangat mempengaruhi urutan prioritas

penanganannya. Sedangkan analisis dengan metode AHP dipengaruhi oleh hasil

persepsi responden yang memberikan penilaian tingkat kepentingan terhadap

kriteria – kriteria yang dianalisa dalam penentuan prioritas.

Adapun perbandingan urutan prioritas dengan metode analytical hierarchy

process (AHP) dan metode bina marga ditunjukkan pada tabel 4.61 berikut :

Tabel 4.61 Perbandingan Urutan Prioritas Metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) dan Metode Bina Marga

Nama Ruas
Urutan
Prioritas Metode AHP Metode Bina Marga
Peureulak (km 392) - Batas Kota
1 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa)
Langsa

2 Jalan Agus Salim (Langsa) Jalan Ahmad Yani (Langsa)

Panton Labu/Simpang (km 328) -


3 Jalan Kuala Langsa (Langsa)
Peureulak

4 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Jalan A.M.Ibrahim (Langsa)

5 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Batas Kota Langsa - Kuala Langsa

Peureulak (km 392) - Batas Kota


6 Jalan Agus Salim (Langsa)
Langsa
Panton Labu/Simpang (km 328) -
7 Jalan Kuala Langsa (Langsa)
Peureulak
Batas Kota Langsa - Batas Prov. Batas Kota Langsa - Batas Prov.
8
SUMUT SUMUT
Sumber : Hasil Analisa

Berdasarkan prioritas pada tabel 4.61 di atas menunjukkan ruas jalan

Peureulak (km 392) – batas kota Langsa merupakan ruas jalan dengan urutan

prioritas tertinggi berdasarkan analisis dengan metode bina marga. Namun

161
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdasarkan analisis dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)

menunjukkan ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) adalah ruas jalan dengan prioritas

tertinggi untuk dilakukan penanganan.

Hasil penentuan peringkat kedua metode menunjukkan satu ruas jalan

berada pada posisi peringkat yang sama atau 12.5 % dari total delapan ruas jalan,

yaitu ruas jalan batas kota Langsa – batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT).

Peringkat tujuh ruas jalan lainnya atau 87.5 % dari total delapan ruas jalan

posisinya acak (random). Dari daftar peringkat metode analytical hierarchy

process (AHP) terdapat empat ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan

terdapat tiga ruas jalan mengalami peningkatan peringkat jika dibandingkan

dengan hasil penentuan dengan metode bina marga.

162
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis berdasarkan tiga kriteria sebagai faktor

pembanding yaitu kondisi jalan, arus ruas jalan dan biaya penanganan serta analisis

perbandingan urutan prioritas metode analytical hierarchy process (AHP) dan

metode bina marga dalam menyusun skala prioritas penanganan jalan nasional

Panton Labu/Simpang – Langsa – batas provinsi Sumatera Utara pada 8 (delapan)

ruas jalan, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Hasil analisa dengan metode AHP terhadap kuesioner yang diberikan kepada

6 (enam) orang responden menunjukkan bahwa dari tiga kriteria yang

digunakan pada penelitian ini, kriteria kondisi ruas jalan merupakan kriteria

yang paling dipertimbangkan dalam menentukan prioritas penanganan ruas

jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT yaitu sebesar

56,38 %, sedangkan kriteria biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 % dan

kriteria arus ruas jalan sebesar 12,03 %.

2. Hasil analisis menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP)

dengan memasukkan 3 kriteria terhadap penentuan prioritas yaitu kriteria

kondisi jalan, arus ruas jalan dan biaya penanganan diperoleh ruas jalan

A.M.Ibrahim (Langsa) menjadi prioritas pertama untuk mendapatkan

penanganan. Urutan prioritas penanganan terhadap 8 (delapan) ruas jalan

penelitian ditampilkan pada tabel 4.26 halaman 127.

163
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Hasil perbandingan urutan prioritas penanganan dengan metode analytical

hierarchy process (AHP) dan metode bina marga menunjukkan perbedaan

urutan prioritas. Dimana ruas jalan yang menjadi prioritas pertama dengan

metode bina marga adalah ruas jalan Peureulak (km 392) – batas kota Langsa.

Selain itu juga menunjukkan bahwa satu ruas jalan berada pada posisi

peringkat yang sama atau 12.5 % dari total delapan ruas jalan, yaitu ruas jalan

batas kota Langsa – batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT). Peringkat

tujuh ruas jalan lainnya atau 87.5 % dari total delapan ruas jalan posisinya

acak (random). Dari daftar peringkat metode analytical hierarchy process

terdapat empat ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan terdapat tiga

ruas jalan mengalami peningkatan peringkat setelah dibandingkan dengan

hasil penentuan prioritas dengan metode bina marga. Perbandingan urutan

prioritas kedua metode tersebut ditampilkan pada tabel 4.61 halaman 161.

5.2 Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan rumusan kesimpulan penelitian, maka

ada beberapa saran penting dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Penentuan prioritas penanganan jalan menggunakan metode AHP dengan

kriteria kondisi jalan, biaya penanganan dan volume lalu lintas dapat

dipertimbangkan untuk digunakan sebagai metode analisis pembanding.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.

3. Pihak yang berwenang harus selalu mengupdate data-data terbaru untuk

membantu penelitian selanjutnya yang juga berguna bagi perkembangan

infrastruktur di Aceh.

164
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “A History of Indonesian Road Management Systems”.

www.lpcb.org/lpcb/index.php?option=com_docman&task=doc....

Anonim. Tanpa Tahun. “Kerangka Acuan Kerja (KAK) Survey IRMS Jalan

Provinsi” Bina Marga, Riau.

Anonim. 2015. “Harga Kendaraan Baru”. www.google.com/harga-kendaraan-

baru.html

Anonim. 2015. “Harga Oli”. www.hargavelg/harga-oli-pelumas-pertamina.html.

Anonim. 2005. “Pd T-15-2005-B Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Bagian I:

Biaya tidak tetap (Running Cost)”. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Anonim. 2015. Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI No.

16/SJI/2015

Armada, Tommy Putra. 2014. “Analisa Ekonomi Perbaikan Jalan Palembang –

Betung Kab. Banyuasin Terhadap Nilai Kerugian Akibat Kemacetan”. Jurnal

Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3. Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sriwijaya, Palembang.

Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2015. “Jumlah Penduduk Provinsi Aceh 2015”.

www.aceh.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/120.

Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2016. “Berita Resmi Statistik Badan Pusat

Statistik Provinsi Aceh No. 09/02/Th.XIX, 5 Februari 2016. Aceh.

Dian Agung Saputro, dkk. 2011.“Evaluasi Kondisi Jalan Dan Pengembangan

Prioritas Penanganannya (Studi Kasus di Kecamatan Kepanjen Kabupaten

Malang)”. Universitas Brawijaya Malang, Malang.

165
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1983. “Manual

Pemeliharaan Jalan Jilid I A Perawatan Jalan No 03/MN/B/1983”. PU Bina

Marga, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1991. “Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No 038/TBM/1991”. PU Bina

Marga, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Jalan Kota. 1997.”Manual Kapasitas

Jalan Indonesia”. PU Bina Marga, Jakarta.

Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan. 2005. “Pd. T-18-2005-B Pra

Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan”. Departemen Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1990. “Tata Cara Penyusunan Program

Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/ BNKT/ 1990” PU Bina Marga, Jakarta.

Firdasari. 2013. “Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam

Penentuan Prioritas Penanganan Pemeliharaan Jalan Di Kota Banda Aceh”.

Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Handhian, Yunico. 2009. “Analisis Penentuan Urutan Prioritas Pemeliharaan Jalan

Kabupaten Di Kabupaten Merangin”. Magister Manajemen Aset FTSP ITS,

Surabaya.

Hobbs, F.D. 1995. “Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas”. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Hotrin, Rado. 2011. “Analisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis Tehadap

Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Humbang Hasundutan”. Tesis Tidak

Diterbitkan. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

166
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hrp, Ahmad Royhan M. 2012. “Evaluasi Kelayakan Pembangunan Jalan Jembatan

Merah – Ranjau Batu”. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2014. “Peta Jalan Nasional”.

www.pu.go.id/site/view/56/114.6.32.36/foto_halaman/PETAACEH.jpg

Kodoatie, Robert J. 2005. “Pengantar Manajemen Infrastruktur”. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Munawar, Ahmad. 2005. ”Dasar – Dasar Teknik Transportasi”. Beta Offset,

Yogyakarta.

Muntasar, Theresia Fitriyani. 2011. “Penentuan Skala Prioritas Proyek Pembangunan

Jalan Di Kabupaten Banggai Kepulauan Dengan Mengunakan Proyek Hirarki

Analitik”. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol 1, No.1.Pascasarjana Teknik

Sipil Universitas Sam Ratulangi.

Munthe, Saut P. 2011. “Penentuan Prioritas Pemeliharaan Jalan Nasional Di

Kabupaten Manokwari”. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS),

Surabaya.

N.D. Lea Consultants Ltd. 2000. “Technical Advisory Services for Integration,

Development and Implementation Of Integrated Road Management Systems

(IRMSs) (Loan No. 3712-IND) & (Loan No. 3913-IND) SEPM Technical”.

Republic Of Indonesia Ministry Of Settlement & Regional Development

Directorate General Of Regional Infrastructure Development, Jakarta.

Putri, I Dewa Ayu Ngurah Alit. 2011. “Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten Di Kabupaten Bangli". Program Pascasarjana Universitas

Udayana, Denpasar.

167
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Putri, Wirdatun Nafiah. 2011. “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan

Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus Pada Jalan

Provinsi Di Provinsi Sumatera Utara)”. Tesis Tidak Diterbitkan. Magister

Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Republik Indonesia, 2001. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

Sebagai Daerah Otonom”. Sekretaris Negara, Jakarta.

Republik Indonesia, 2004. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2004 Tentang Jalan”. Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang -

Undangan, Jakarta.

Risdiansyah. 2014. “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional

Bireuen – Lhokseumawe – Panton Labu”. Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala, Banda Aceh.

Ritonga, Efri Debby E. 2011. “Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas

Timur Provinsi Sumatera Utara”. Tesis Tidak Diterbitkan. Magister Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sembiring, Irwan S. 2008. “Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi

Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir)”. Tesis Tidak

Diterbitkan. Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sudarsana, Dewa Ketut dan Nyoman Swastika. 2013. “Kerugian Biaya Sosial Akibat

Dampak Pelaksanaan Proyek Pemeliharaan Jalan (Studi Kasus : Proyek

Peningkatan Jalan Arteri Provinsi Bali Tahun 2012)”. Konferensi Nasional

Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) 24 – 26 Oktober. Teknik Sipil Universitas

Udayana, Denpasar.

168
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sukirman, Silvia. 1992. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Nova, Bandung.

Syawal, Agustinus 2013. “Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan Di

Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP Dengan Metode Bina Marga”.

Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat.

Yuwono, Bambang E. dkk. 2013. “Pengaruh Tingkat Kerusakan Jalan Terhadap

Biaya Pemeliharaan Dan Biaya Kemacetan. Eco Rekayasa Vol. 9

No.2/September. Universitas Trisakti, Jakarta.

169
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai