Contoh Tesis AHP
Contoh Tesis AHP
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
M. JUNAIDI
09 0404 035
Dosen Pembimbing
Disusun Oleh :
M. Junaidi
09 0404 035
Dosen Pembimbing
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Nama : M. Junaidi
Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya dengan judul : “Penentuan
Batas Sumut” bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat
dalam Tugas Akhir saya tersebut maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
Penyusun
M. Junaidi
09 0404 035
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia serta ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan tugas akhir ini yang berjudul “Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan
Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT” dengan baik dan lancar.
Dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan laporan tugas akhir ini penulis
banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan atau
dukungan secara moril, materil dan spiritual sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
Sumatera Utara
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Bapak Ir. Joni Harianto, sebagai pembimbing yang telah berkenan
5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT, dan Bapak Ir.Andy Putra Rambe, MBA,
6. Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT, yang telah membantu dalam
7. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah membimbing dan mendidik selama
Sumatera Utara.
9. Seluruh pegawai dan staf Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional
tugas akhir ini terutama Bapak Syauqi Kamal dan Bapak Deni.
10. Seluruh pegawai dan staf Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Aceh
yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama Bapak
Kamal.
(HPJI) Aceh yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Bapak Dr. Ir. Sofyan M . Shaleh, Msc. Eng yang telah membantu dalam
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Teristimewa untuk kedua orang tua tersayang, Ayah tercinta Alm. Marzuki
Bin Alm. T. Muhammad Daud dan Ibu tercinta Fatimah Binti Alm. Ali
dapat terbalaskan.
14. Untuk abangku Fakhrurrazi, kakakku Fitrinawati dan adikku Kheri Sajaya
dan Muhammad Edi Amrullah yang telah memberikan dukungan dan doa
15. Untuk sahabatku Virza, Rendi dan Mizwar yang telah membantu dalam
Pak Haji, Bes, Bembeng, Lek Jon, Bg Ali, Wilgon, Tungir, Kiut, Udin, Onza,
Harap, Grandong, Ersa, Udak, Afri, Fauzan, Alfian, Boxong, AM, Chain,
Bere, Perkasa, Pandu, Tamba, Kirun, Hafis, Le Su, Joles, Lek Per dan yang
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu), terima kasih kepada
17. Adik – adik stambuk ’12 (Muis, Acong, Puter, Ma’un, Ngendi, Kembat dan
kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan terima
kasih.
penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran dari
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebagai penutup penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
Penulis
M. Junaidi
09 0404 035
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1 Pemeliharaan Jalan ............................................. 17
(IIRMS) .............................................................. 28
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.1.1 Kelebihan dan Kelemahan Metode AHP 51
(Comparative Judgment) . 53
(BOK) ................................................. 62
Oli (BOi)............................ 78
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2.4 Biaya Upah
Pemeliharaan Kendaraan... 82
Ban ................................... 83
(Overhead) ........................ 85
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume
LAMPIRAN
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Jalan ................................................................................... 25
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS) .... 41
Tabel 2.8 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW) ....... 42
Kereb) ............................................................................... 44
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.16 Ekivalensi Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Terbagi dan
BBM ................................................................................. 67
Tabel 2.24 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Pada Jalan Perkotaan 69
Perkotaan .......................................................................... 71
Tabel 2.29 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV0) 73
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.31 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas
Tabel 2.36 Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan 78
Tabel 2.38 Nilai Tipikal (default) JPOi, KPOi dan OHOi yang
Direkomendasikan ............................................................ 80
Tabel 2.42 Nilai tipikal Tanjakan dan Turunan (TTR) pada Berbagai
Tabel 3.1 Ruas Jalan Nasional Yang Menjadi Daerah Penelitian .... 89
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Variabel Secara Keseluruhan dan
Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Ruas Jalan ....................... 112
xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif
Tabel 4.21 Biaya Penanganan Untuk Semua Alternatif Ruas Jalan ... 122
Tabel 4.25 Rekapitulasi Bobot Prioritas Terhadap Semua Kriteria ... 126
Tabel 4.28 Kecepatan Arus (VR) Bebas Kendaraan Pada Setiap Ruas
Tabel 4.29 Percepatan Rata – Rata (AR) Pada Ruas Jalan .................. 131
xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.30 Simpangan Baku Percepatan (SA) Pada Ruas Jalan ......... 131
Tabel 4.31 Tanjakan (RR) dan Turunan Rata – Rata (FR) Serta Derajat
Tabel 4.32 Berat Kendaraan (BK) Setiap Jenis Kendaraan ................ 133
Tabel 4.38 Jenis dan Harga Finansial Kendaraan Baru (HKBi) .......... 140
Tabel 4.40 Nilai IRI (m/km) Setiap Ruas Jalan .................................. 141
Tabel 4.43 Suku Bunga Rata – Rata Tahun 2015 ............................... 144
xviii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.45 Harga Finansial dan Harga Ekonomi Ban Baru ................ 146
Tabel 4.46 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Ban (BBi) Masing – Masing Jenis
Tabel 4.49 Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK)
Tabel 4.50 Data LHRT (kend/hari) dan Panjang Jalan (km)............... 153
Tabel 4.51 Contoh Perhitungan Penghematan BOK (Selisih BOK) ... 153
Tabel 4.52 Contoh Perhitungan Penghematan BOK Selama Satu Tahun 154
Tabel 4.59 Hasil Perhitungan Nilai Net Present Value (NPV) Setiap
xix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.60 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton
xx
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR NOTASI
xxi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
H = Jumlah hari kerja selama satu tahun
α = Konstanta konsumsi bahan bakar minyak
1 ... 12 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi BBM
VR = Kecepatan rata-rata
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
DTR = Derajat tikungan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
SA = Simpangan baku percepatan
SA max = Simpangan baku percepatan maksimum
a0, a1 = Koefisien parameter perhitungan simpangan baku
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan
FVW = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif terhadap kecepatan
arus bebas
FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping terhadap
kecepatan arus bebas
FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota terhadap kecepatan arus bebas
FFVRC = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsi
jalan dan guna lahan
FVHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat
FVHV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan berat (HV)
FFV = Penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan (LV)
FVMHV = Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah (MHV)
FVMHV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan berat menengah (MHV)
Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga suatu jenis
kendaraan
ϕ = Konstanta konsumsi suku cadang
1 & 2 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi suku cadang
KJTi = Kumulatif jarak tempuh kendaraan jenis i
BUi = Biaya upah perbaikan kendaraan
JPi = Jumlah jam pemeliharaan
a0, a1 = Konstanta kebutuhan jam pemeliharaan
χ = Konstanta konsumsi ban
δ1 ... δ3 = Koefisien-koefisien parameter konsumsi ban
TT = Tanjakan dan Turunan
TTR = Tanjakan dan Turunan Rata – Rata
BTT = Biaya Tidak Tetap Besaran BOK
PDRB = Product Domestic Regional Bruto
i = Jenis kendaraan
xxii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Judul
penanganan jalan
xxiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
suatu unsur penting dalam usaha pengembangan kehidupan, bangsa dan pembinaan
pancasila, seperti diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yang akan diwujudkan
serta berlangsung secara terus menerus. Prasarana transportasi jalan juga merupakan
satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat - pusat
dan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat menimbulkan berbagai
pribadi. Hal ini akan berpengaruh terhadap jaringan jalan yang akan semakin padat,
mengantisipasi setiap perubahan agar jalan tetap dapat memberikan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan minimum (SPM) jalan. Menurut UU No. 38 Tahun 2004
tentang jalan, SPM wajib dicapai oleh setiap penyelenggara jalan yang meliputi
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disebutkan juga bahwa pemeliharaan jalan merupakan tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah pusat untuk jalan nasional, pemerintah provinsi untuk jalan provinsi dan
merupakan tanggung jawab pemrakarsa. Hal ini sangat tergantung dari dana
satu ruas jalan nasional lintas timur provinsi Aceh dengan panjang jalan 179 km yang
terdiri atas 8 (delapan) ruas dan termasuk dalam kategori jalan arteri primer yang
merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat yang menghubungkan antar provinsi
maupun antar kota/kabupaten di provinsi Aceh serta memiliki peranan penting bagi
Adapun peta jaringan jalan nasional provinsi Aceh seperti ditampilkan pada
Sumber : http://www.pu.go.id/
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data dari satuan kerja perencanaan dan pengawasan jalan
nasional Aceh hingga akhir tahun 2014 kondisi existing ruas jalan Panton
129, 68 km jalan berada dalam kondisi baik (72,45%), jalan dalam kondisi sedang
sepanjang 49,124 km (27,44%), jalan dalam kondisi rusak ringan sepanjang 0,1 km
(0,06%) dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 0,1 km (0,06%). Hal ini
pada ruas – ruas jalan tersebut agar dapat mempertahankan kondisi ruas jalan yang
berada dalam kondisi mantap dan dapat meningkatkan ruas jalan yang berada dalam
pemeliharaan dan peningkatan, terutama bagi jalan yang sudah mengalami kondisi
sedang, rusak ringan dan rusak berat yang harus segera mendapat penanganan.
Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas, maka suatu skala prioritas sangat
setiap ruas jalan dapat dioptimalkan secara merata sehingga tujuan dari keberadaan
jalan serta sasaran penanganan jalan tersebut tetap terpenuhi. Yakni sasaran
(Kodoatie, 2005).
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian “Penentuan Prioritas Penanganan
Dalam penelitian ini penulis membatasi lingkup kegiatan yang akan dibahas
yaitu :
a. Ruas jalan nasional yang dikaji adalah ruas jalan nasional Panton
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Penanganan jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan
peningkatan/pemeliharaan jalan
Baik
Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat
Kapasitas
f. Data yang digunakan berupa data primer yakni data persepsi yang merupakan
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Menyusun serta menetapkan ruas jalan yang menjadi prioritas
penanganan jalan
penelitian ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan
BAB I PENDAHULUAN
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang dapat
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang menunjang penulisan tugas akhir ini yang menjadi
beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penulisan tugas akhir ini.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jalan
Menurut Wignall dkk (1999) dalam Putri Wirdatun Nafiah (2011) salah satu
mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu.
merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada
pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau
air serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
tentang jalan disebutkan juga bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi
bagi kemakmuran rakyat. Jalan yang juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan
daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meningkatkan pergerakan manusia dan barang. Kodoatie (2005) menyatakan bahwa
keberadaan jalan dan fasilitas transportasi lain pada tingkat tertentu sangat esensial
terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang
dibutuhkan. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas
jalan. Sedangkan jalan khusus tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam
rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Jalan khusus merupakan jalan
yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat
Menurut fungsinya dalam setiap sistem jaringan jalan tersebut dikelompokkan atas :
Jalan arteri
Jalan kolektor
Jalan lokal
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jalan lingkungan
Jalan kelas III A yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ 2.50
Jalan kelas III B yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ β.50 meter
Jalan kelas III C yang dapat dilalui kendaraan dengan lebar ≤ β,10 meter dan
Jalan nasional yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis serta jalan
tol.
Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar
Adapun pembagian status pada jaringan jalan primer seperti pada gambar 2.1
berikut :
Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005 dalam
Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari
masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur
dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak
ringan.
Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani
lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan
bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan
jalan.
a. Ruang manfaat jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya.
b. Ruang milik jalan yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
c. Ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
Agar lebih jelas bagian – bagian jalan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2 Bagian – Bagian Jalan (UU No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan)
era otonomi daerah turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan
nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan
nasional termasuk jalan tol. Secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat
undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi
dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia
yang juga merupakan penentu bagi proses perencanaan jaringan, teknis, studi
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang semuanya sangat berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari
dan pemerintah daerah akan tetapi penguasaan atas jalan ada pada negara. Dalam
undang - undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa masyarakat
meliputi kegiatan yang mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri
pengembangan jalan.
pemeliharaan jalan.
Adapun pembagian tugas penyelenggara jalan seperti pada tabel 2.1 berikut :
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.1 Pembagian Tugas dan Penyelenggaraan Jalan
Jalan
Jalan Jalan Jalan Jalan
No Tugas Penyelenggaraan Kabupaten Jalan Tol
Nasional Provinsi Desa Khusus
/Kota
1 PEMBINAAN
1.1 Pengaturan
Perumusan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab-Kota Pusat Pusat
perencanaan
Penyusunan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perencanaan umum dan Kota/Desa
pemrograman
Penyusunan peraturan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
perundangan Kota/Desa
Penyusunan pedoman dan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab- Pusat Pusat
standar teknis Kota/Desa
1.2 Pelayanan
Pusat/Prov/ Instansi
Perijinan Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota
Kab-Kota Terkait
Kab- Pusat/Korp Instansi
Informasi Pusat Provinsi Kab-Kota
Kota/Desa orasi Terkait
1.3 Pemberdayaan
Kab-
Bimbingan dan penyuluhan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
Kab-
Pendidikan dan pelatihan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Pusat Pusat
Kota/Desa
1.4 Penelitian dan Pengembangan
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Penelitian Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Pengkajian Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
Prov/Kab- Kab- Pusat/Ko
Pengembangan Pusat Pusat/Prov Pusat
Kota Kota/Desa rporasi
2 PEMBANGUNAN
Kab-
Studi Kelayakan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab-
Perencanaan Teknis Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab-
Pelaksanaan Konstruksi Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Kab- Pusat/Korp
Pengoperasian Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi
Kota/Desa orasi
Kab-
Pemeliharaan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Korporasi Korporasi
Kota/Desa
Prov/Kab-
3 PENGAWASAN Pusat Pusat Kab-Kota Pusat Pusat
Kota
Sumber : Tanan (2005) dalam Ritonga,Efry Debby E. (2011)
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Penanganan Jalan
mempertahankan aset yang ada (assets preservation) merupakan suatu langkah yang
wajar untuk dilakukan. Namun jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat
dilakukan penyempurnaan terhadap kondisi yang ada (assets enchancement) dan jika
benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan aset
Namun secara umum sumber pembiayaan jalan seperti pada gambar 2.3 berikut :
Inpres Tk. II
Inpres Tk. I
Kabupaten
APBN
Inpres
Bina Marga
(+)
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari
jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat dioperasikan atau dapat
wilayah kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan
kondisi optimal dimana jenis pekerjaannya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu pekerjaan
bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah memanjang
Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006) dalam Rado Hotrin (2011)
definisi pemeliharaan jalan adalah semua jenis pekerjaan yang dibutuhkan untuk
menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang
penurunan kualitas dengan laju perubahan yang terjadi segera setelah konstruksi
Menurut Mahmud dkk (2002) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) prinsip
pemeliharaan jalan dilakukan dengan azas keuntungan ekonomi yang efektif dan
efisien melalui anggaran yang minimum dapat dihasilkan kondisi jalan yang
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rendah. Adapun hubungan mutu jalan dengan biaya pemeliharaan jalan serta biaya
Gambar 2.4 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya
pemeliharaan yang diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan
semakin rendah biaya pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum)
suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap untuk mengantisipasi akibat dari
diseluruh jaringan jalan secara rutin. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1.2 Pemeliharaan Periodik/Berkala
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat
dalam tipe kegiatan pencegahan (preventive) dilakukan dalam selang waktu beberapa
tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya
pada permukaan guna memperbaiki integritas permukaan dan sebagai lapis kedap air.
2.3.2 Rehabilitasi
pada bagian atau tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan.
agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan. Secara umum peningkatan jalan
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilakukan dengan pemberian lapis tambahan struktural. Pekerjaan peningkatan jalan
muatan sumbu terberat (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan.
Pengertian konstruksi jalan baru adalah penanganan jalan dari kondisi belum
tersedia badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan konstruksi jalan
baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa jalan tanah atau jalan
Sulaksono (2001) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) dimulai dari tahap
tahap pemeliharaan (maintenance). Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi
yang sangat tidak layak maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan
kali digunakan hingga akhir umur rencana (Kodoatie, 2005) sehingga dibutuhkan
pemeliharaan yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut :
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Optimum”
policy
Pemeliharaan
di jaringan jalan
300 %
Fase Kritis
400 %
100 %
(Biaya Operasi Kendaraan)
A
FASE B FASE C FASE D
C1 C2
Sangat baik
Baik
Sedang
KONDISI JALAN
Buruk
Sangat
Buruk
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tahun
“N” Jumlah tahun dari konstruksi Awal
Catatan : Bentuk Kurva yang di atas berdasarkan Perkerasan Beton Aspal
Gambar 2.5 Tahap Penurunan Kondisi Jalan (Robinson, 1998 dalam Kodoatie,
2005)
Pada gambar 2.5 di atas menunjukkan proses penurunan kondisi jalan secara
teknis yang terjadi melalui beberapa tahapan atau fase. Fase A menunjukkan kondisi
sangat baik pada saat jalan selesai dibangun. Tahap berikutnya fase B (kondisi baik)
dimana proses kerusakan terjadi secara perlahan. Pada tahap ini diperlukan
pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan tetap pada kondisi baik.
percepatan kerusakan kasat mata mulai terjadi, pada stadium ini memerlukan
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(kondisi sangat buruk) merupakan tahap kerusakan total dimana peningkatan dan
dalam menentukan jenis penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas jalan
harus sesuai dengan kondisi eksisting yakni kinerja perkerasan jalan. Secara umum
kondisi eksisting jalan dengan cara visual dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis
(Dinas Bina Marga, 2003 dalam Rado Hotrin 2011) yaitu sebagai berikut :
a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar - benar
rata dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.
perkerasan sedang dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.
c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah mulai
d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan
terkelupas yang cukup besar disertai kerusakan pondasi seperti amblas dan
sebagainya.
Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni jalan mantap
secara konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi dengan maksud sebagai berikut :
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut standar
b. Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor
jalan yang berkaitan dengan nilai LHR, IRI dan RCI yang ditampilkan pada tabel 2.2
di bawah.
Jalan yang berada pada kondisi sedang sesuai dengan tabel 2.2 dapat berada
dalam kemampuan pelayanan mantap dan tidak mantap. Pada kemampuan pelayanan
mantap jalan kondisi sedang yang melayani lalu lintas dengan LHR 3000 – 10000
harus mempunyai nilai IRI antara 4 – 6 m/km dan RCI = 6. Sedangkan jika pada lalu
lintas dengan nilai LHR > 10000 nilai RCI = 6 dan IRI minimal 6,5 maka jalan
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.2 Indikator Kemantapan dan Kenyamanan Jalan
1 10
2 9 Baik
Mantap Mantap
3.5 8 RCI = 8
5 7 Sedang
RCI = 6.5
6.5 6 RCI = 6
RCI = 5.5
8.5 5 Rusak Ringan
11 4 RCI = 4
14 3
Tidak Mantap Tidak Mantap Rusak Berat
17 2
20 1
Sumber : Ditjen Bina Marga (2006) dalam Mulyono (2007) dalam Wirdatun Nafiah
Putri (2011)
Menurut Saleh dkk (2008) dalam Efri Debby E Ritonga (2011) pada dasarnya
penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang dimana dalam gambar 2.6 di bawah
berada pada level IRI antara 4,5 m/km sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi
jalan. Adapun hubungan antara kondisi, umur dan jenis penanganan jalan
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.6 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan (Saleh
faktor atau fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan.
Nilai IRI adalah nilai ketidakrataan permukaan jalan yang merupakan fungsi dari
potongan memanjang dan melintang permukaan jalan yakni panjang kumulatif turun
pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain
parameter IRI dalam menentukan kondisi konstruksi jalan yang dibagi atas 4
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan
Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat dalam hal ini
prasarana jalan. Maka berdasarkan pasal 3 ayat 3 PP No.25/2000 bahwa daerah wajib
melaksanakan standar pelayanan minimum (SPM). Dalam hal ini standar pelayanan
minimum merupakan kewenangan dari pemerintah pusat (pasal 2 ayat 4 butir b).
Dengan kata lain bahwa untuk setiap bidang pelayanan harus ditetapkan suatu
standar oleh departemen teknis terkait yang wajib dilaksanakan oleh daerah. Dalam
hal ini departemen kimpraswil telah mengeluarkan draft standar pelayanan minimum
seperti yang tercantum dalam tabel 2.4. Standar pelayanan minimum (SPM) ini
(tiga) keinginan dasar para pengguna jalan yang kemudian dikembangkan menjadi
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.4 Standar Pelayanan Minimum
Standar Pelayanan
Bidang
No Kuantitas Keterangan
Pelayanan Kualitas
Cakupan Konsumsi/Produksi
1 Jaringan Jalan
Kepadatan Penduduk
Indeks Aksesibilitas
(jiwa/km2)
sangat tinggi > 5000 >5 Panjang
A. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 1000 > 1.5 jalan/luas
Aksesibilitas
sedang > 500 > 0.5 (km/km2)
rendah > 100 > 0.15
sangat rendah < 100 > 0.05
PDRB per kapita (juta
Indeks Mobilitas
rp/kap/th)
sangat tinggi > 10 >5 Panjang
B. Aspek
Seluruh Jaringan tinggi > 5 >2 jalan/1000
Mobilitas
sedang > 2 >1 penduduk
rendah > 1 > 0.5
sangat rendah < 1 > 0.2
Kecelakaan
Pemakai jalan Indeks Kecelakaan 1 /100.000
km.kend
Kepadatan Penduduk
C. Aspek (jiwa/km2)
Seluruh Jaringan sangat tinggi > 5000
Kecelakaan
Kecelakaan/k
tinggi > 1000 Indeks Kecelakaan 2
m/tahun
sedang > 500
rendah > 100
sangat rendah < 100
2 Ruas Jalan
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6 Sistem Manajemen Jalan (Road Management System)
Sistem manajemen jalan merupakan tahapan yang terdiri dari beberapa proses
yang dapat membantu dalam pengelolaan jalan baik berupa proses perbaikan maupun
efektifitas program
Management System (IRMS) pada tahun 1992 disusul dengan Urban Roads,
Kabupaten Roads, Toll Roads, Bridge Managements System yang secara garis besar
disajikan pada gambar 2.7 dibawah. Namun sistem – sistem tersebut masih bekerja
secara parsial dan terisolasi di ruang masing – masing dalam sistem manajemen
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MS - 1
MS - 2
INTERURBAN ROAD MANAGEMENT SYSTEM (IRMS)
APPLICATION
ROAD INTER
MANAGEMENT DATA ENTRY DATA BASE PROGRAMS OUTPUT
URBAN
SYSTEMS
CENTRAL PLANNING
URBAN
SYSTEM
MS - 3 PROGRAM REPORTS
MING
DISTRICT
DESIGN
MS - 4 INTERATED
CENTRAL
DATA BASE ECONOMIC
TOLL
REVIEW
ETC
BUDGETING ADHOC
OUERIES
ETC
PROVINCIAL IMPLEMENT
ATION
ETC
BINA MARGA
MANAGEMENT SYSTEMS
Gambar 2.7 Inter Urban Road Management System (IRMS) Dalam Kerangka Kerja
Proses Pengelolaan Bina Marga (Bina Marga, 1992 dalam Kodoatie, 2005)
yang merupakan salah satu sistem yang dikembangkan oleh departemen pekerjaan
serta pembiayaan jalan sedemikian sehingga diperoleh manfaat yang optimal serta
ekonomi dengan pertimbangan biaya yang ditanggung oleh pemakai jalan maupun
yang diadakan bina marga (Sulaksono, 2001 dalam Wirdatun Nafiah Putri, 2011).
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Inter-urban Road Management Sytem (IRMS) yang dikembangkan dari
hybrid Highway Design and Maintenance Series III (HDM-III) oleh world
bank untuk jalan antar kota yang prinsipnya merupakan model simulasi untuk
4. Toll Road Management System (TRMS) yang lebih spesifik digunakan untuk
terdapat berbagai modul yang dapat meramalkan kondisi jalan berserta lalu lintasnya
di masa mendatang tanpa atau dengan penanganan tertentu. Prediksi tersebut dibuat
operasi kendaraan (BOK) dan lainnya maka bisa dilakukan suatu analisis ekonomi
yang berhubungan dengan keuntungan dan kerugian yang akan terjadi antara kondisi
tanpa proyek penanganan dan dengan proyek penanganan (Sulaksono, 2001 dalam
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam A History of Indonesian Integrated Road Management Systems
(IIRMS) disebutkan bahwa secara umum proses inti dalam manajemen penanganan
(RNI)
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.8 Bagan Alir Proses IRMS
investasi yang strategis agar mampu dalam melakukan pengelolaan atau penanganan
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap seluruh sub-sektor jalan. Selain itu pengembangan sistem jaringan jalan
secara menyeluruh juga perlu dilakukan secara hati – hati dengan memperhatikan
penggunaan dana yang sangat terbatas secara efektif dan dilakukan dengan
yang merupakan komponen penting di dalam IIRMS ini dipakai dalam pengelolaan
jalan di Indonesia. Dengan modul ini diharapkan pemanfaatan dana pada penanganan
sektor jalan yakni dalam pengalokasian dana antar jaringan dan wilayah dapat
direncanakan secara optimum baik untuk jenis jalan yang berbeda, program
Dua modul utama yang digunakan dalam SEPM untuk menganalisis data
yang diusulkan untuk bagian – bagian jalan tertentu dan menentukan waktu serta
biaya dalam rentang tiga sampai lima tahun. Sementara modul perencanaan
pengeluaran strategis menganalisis seluruh jaringan untuk rentang waktu yang lebih
panjang umumnya sepuluh tahun. Modul ini memproyeksikan kinerja jaringan jalan
di masa depan dalam hal karakteristik seperti kondisi jalan dengan menggunakan
berbagai asumsi untuk tingkatan anggaran dan jenis pekerjaaan pemeliharaan yang
dilakukan selama jangka waktu tersebut. Hasilnya berguna pada saat menentukan
alokasi anggaran untuk berbagai kelas jalan serta jenis pekerjaannya. Dengan adanya
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
modul penyusunan program maupun modul perencanaan pengeluaran strategis dapat
manfaat ekonomi di seluruh jaringan jalan. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka
skala prioritas merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dianalisa dalam
dalam pembuatan keputusan. Roy & Sembel (2003) dalam Irwan S Sembiring (2008)
untuk melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan sehingga perlu untuk
sehingga perlu dilakukan pembenahan dalam banyak hal yang semuanya harus
dilakukan dengan waktu yang cepat, dana yang cukup serta kualitas yang baik.
suatu tujuan. Prioritas dapat memberi arah bagi kegiatan yang harus dilaksanakan.
Jika prioritas telah disusun maka tidak akan ada kebingungan kegiatan mana yang
harus dilakukan terlebih dahulu serta kegiatan mana yang dilakukan selanjutnya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika prioritas bertujuan untuk
34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sesuai dengan kebutuhan sehingga arah kegiatan adalah pada pengembangan bukan
semata-mata pada pembangunan. Jika konsisten pada prioritas yang telah ditetapkan
Pertanyaan ini akan membantu dalam memilah kegiatan yang memang harus
Prinsip 80/20 yang dicetuskan oleh Vilfredo Pareto seperti yang dikutip
20% dari kegiatan yang dapat memberikan 80% keuntungan sehingga perlu
memfokuskan tenaga dan pemikiran serta sarana yang dimiliki agar dapat
untuk memastikan bisa dilaksanakan dengan hasil yang positif yaitu evaluasi.
Selalu evaluasi hal-hal yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan.
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.8 Manfaat Penentuan Prioritas
antara lain:
1. Tetap fokus pada hal-hal yang berada pada prioritas utama atau menuntun
pemerintah.
daerah yang diteliti. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan
Aceh” memakai 4 (empat) kriteria yaitu kondisi jalan, volume lalu lintas, kebijakan,
dan faktor tata guna lahan. Dari hasil kuesioner kepada 20 responden di kota Banda
Aceh yang berkompeten terhadap masalah penanganan jalan dimana setiap dinas
terkait dan kantor kecamatan diwakili oleh 1 responden dan 5 responden mewakili
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat termasuk akademisi menunjukkan kondisi jalan dan volume lalu lintas
merupakan faktor utama dalam menentukan prioritas penanganan jalan dengan bobot
Ruas Jalan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus Pada Jalan
dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat, kriteria volume
lalu lintas dan kriteria biaya penanganan. Hasil kuesioner pada 5 (lima) responden
Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kriteria yang paling prioritas dan
Analisa Multi Kriteria (AMK) untuk penilaian (scoring) setiap kriteria pada setiap
segmen ruas jalan yang diteliti. Adapun kriteria yang dipakai ialah faktor volume lalu
lintas, kapasitas jalan, kondisi jalan dan kecelakaan lalu lintas. Dari hasil penelitian
menentukan prioritas penanganan pada ruas jalan yang diteliti adalah kriteria volume
lalu lintas dengan bobot 0,386, kemudian diikuti kapasitas jalan sebesar 0,344,
kriteria kondisi jalan sebesar 0,198 dan kriteria kecelakaan lalu lintas sebesar 0,072.
Efri Debby Ekinola Ritonga (β011) dalam “Kajian Kriteria Penanganan Jalan
yaitu kondisi ruas jalan, aksessibilitas, mobilitas, efektifitas biaya dan fungsi arus
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ruas jalan. Hasil kuesioner pada 30 responden menunjukkan bahwa kriteria kondisi
ruas jalan memiliki bobot tertinggi yakni 43,33 %, diikuti kriteria fungsi
Jalan Di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP Dengan Metode Bina Marga”
dengan tujuan untuk membandingkan hasil dari kedua metode tersebut terhadap
dua metode tersebut berada dalam peringkat yang sama dan 80 % lainnya berada
dalam posisi acak (random). Berdasarkan analisis korelasi dengan metode Pearson
dan Spearman terdapat hubungan yang sangat kuat dan positif antara metode Bina
Marga dan AHP dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan di kabupaten
Bengkayang Kalimantan Barat. Kelebihan metode Bina Marga adalah cukup praktis
dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat lalu lintas dan matriks biaya
digunakan pada metode Bina Marga hanya didasarkan pada data inventory yang
meliputi data traffic dan data road condition. Oleh karena itu, kelemahannya tidak
AHP yaitu lebih fleksibel dalam menentukan variabel dan akurasi penilaian cukup
baik (consistency ratio 10 %). Instrument utama metode AHP adalah persepsi, maka
subjektivitas responden dalam penilaian dapat menjadi kelemahan dalam metode ini.
prioritas penanganan jalan serta kemudahan dalam perolehan data, maka kriteria
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang digunakan dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT adalah kriteria kondisi ruas jalan yang
dibedakan atas kondisi baik, sedang, rusak ringan, rusak berat dan kemudian kriteria
arus lalu lintas yang dibedakan atas kapasitas jalan dan volume lalu lintas serta
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian atau kriteria penelitian dalam tugas
Kriteria kondisi ruas jalan merupakan bobot dari kinerja ruas jalan terhadap
kondisi perkerasan ruas jalan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Ada empat
jenis kondisi ruas jalan yang ditinjau yaitu kondisi rusak berat, rusak ringan, sedang
dan baik. Besarnya persentase masing-masing kondisi inilah yang digunakan untuk
Dalam MKJI (1997) disebutkan bahwa arus lalu lintas merupakan jumlah
kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu yang
dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu – lintas Harian
Kriteria arus lalu lintas dalam penelitian ini merupakan pembobotan dari
kinerja ruas jalan terhadap arus lalu lintas dimana variabel kriterianya dinyatakan
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9.2.1 Kapasitas Ruas Jalan
(tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya rencana geometrik,
lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya) (MKJI 1997). Dengan kata lain
kapasitas jalan ialah kemampuan suatu bagian jalan untuk menampung arus atau
volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu yang dinyatakan dalam
jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam)
atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan
Sementara kapasitas jalan antar kota dipengaruhi oleh lebar jalan, arah lalu
Dimana :
C = Kapasitas (smp/jam)
FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan
satu arah)
FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai
Kapasitas
Tipe Jalan Dasar Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1650 per lajur
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1500 per lajur
Jalan 2 jalur tanpa pembatas median 2900 total dua arah
Sumber : MKJI, 1997
Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) seperti terlihat pada
Kondisi Arus Lalu Lintas dan Kondisi Fisik Jalan 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (2/2 UD) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4 lajur 2 arah, Tanpa Pembatas Median (4/2 UD) 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Jalan satu arah, atau Jalan dengan Pembatas Median 1
Sumber : MKJI, 1997
Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS) dapat dilihat pada tabel
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditunjukkan pada
dahulu kita harus mengetahui klasifikasi hambatan samping seperti pada tabel 2.9 di
bawah. Nilai faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping (FCSF) baik untuk
jalan yang memiliki bahu jalan maupun jalan yang memiliki kereb dapat ditunjukkan
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.9 Klasifikasi Hambatan Samping (FCSF)
Tabel 2.10 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan
Luar Kota
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.11 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Hambatan Samping (Fcsf) Untuk Jalan
lintas pada suatu ruas jalan diartikan sebagai jumlah atau banyaknya kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan dalam suatu satuan waktu tertentu. Pada
umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan,
sehingga volume lalu lintas dinyatakan dalam jenis kendaraan standar yaitu mobil
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data yang diperoleh, volume lalu lintas dibedakan atas beberapa
jenis diantaranya :
ADT (Average Daily Traffic) atau LHR (Lalu lintas Harian Rata – Rata)
AADT (Average Annual Daily Traffic) atau LHRT (Lalu lintas Harian Rata –
Rata Tahunan)
Merupakan total volume lalu lintas harian rata – rata yang melewati satu jalur
jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
jalan 2 jalur 2 arah. Sedangkan untuk jalan berlajur banyak dengan median
Jika dalam melakukan suatu analisis dimana data lalu lintas yang tersedia
adalah data lalulintas harian rata – rata (kend/hari) maka diperlukan faktor yang
dapat mengubah menjadi arus lalulintas jam sibuk (kend/jam) yang juga dapat
digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan. Disebut faktor k yaitu faktor
volume lalu lintas jam sibuk ataupun sebaliknya. Volume lalulintas jam sibuk dapat
Dimana :
(nilai normal k = 0.09 untuk jalan perkotaan dan k = 0.11 jalan luar kota)
45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk keperluan analisis maka jenis kendaraan diklasifikasikan atas beberapa
jenis, yaitu :
Kendaraan Ringan (Light Vehicle/LV) yang terdiri dari jeep, station wagon,
Kendaraan Berat (Heavy Vehicle/HV) yang terdiri dari bus dan truk
golongan, diantaranya :
kendaraan baik kendaraan ringan, kendaraan berat seperti kendaraan berat menengah
(MHV), bus besar (LB), truk besar termasuk truk kombinasi (LT) dan sepeda motor
(MC) diberikan pada tabel 2.12 s.d tabel 2.16 berikut ini :
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.12 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Jalan 2/2 UD (Jalan Luar Kota)
emp
Tipe Arus Total MC
Alinyemen (kend./jam) MHV LB LT Lebar jalur lalu-lintas (m)
<6m 6-8m >8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
Datar
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥ 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
Bukit
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥ 1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥ 1γ50 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber : MKJI,1997
Tabel 2.13 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 4 lajur 2
47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.14 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Jalan Luar Kota 6 Lajur
Tabel 2.15 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
emp
Arus lalu lintas
Tipe Jalan : Jalan tak MC
total dua arah
terbagi HV Lebar jalur lalu lintas WC (m)
(kend/jam)
ч6 >6
Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40
(2/2 UD) ш 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40
(4/2 UD) ш 3700 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997
Tabel 2.16 Ekivalensi Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan : Jalan satu arah dan Arus lalu lintas per emp
jalan terbagi lajur (kend/jam) HV MC
Dua lajur satu arah (2/1) dan Empat 0 1,3 0,40
lajur terbagi (4/2 D) ш 1050 1,2 0,25
Tiga lajur satu arah (3/1) dan Enam 0 1,3 0,40
lajur terbagi (6/2 D) ш 1100 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selanjutnya arus lalulintas dimasa mendatang atau di akhir umur rencana
suatu jalan dapat diprediksi dengan cara menghitung faktor pertumbuhan lalulintas.
LHR dan pertumbuhan ekonomi lima (5) tahun terakhir. Adapun persamaan untuk
Dimana :
Kriteria biaya penanganan yaitu skoring dari kinerja ruas jalan terhadap biaya
Pembobotan dari kriteria biaya penanganan dimulai dari skor 1 (sangat rendah
Ruas jalan dengan biaya penanganan yang lebih kecil akan lebih
yang lebih besar. Hal ini berhubungan dengan keterbatasan dana sehingga dengan
adanya prioritas tersebut diharapkan jumlah ruas jalan yang akan memiliki kondisi
baik akan lebih banyak dan lebih merata serta tidak terpusat pada beberapa jalan
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10 Metode Penentuan Prioritas Penanganan Jalan
Salah satu metode multi kriteria yang sering digunakan adalah proses hierarki
analitik (PHA) atau disebut Analytical Hierarchy Process (AHP) yang pertama kali
Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Metode yang dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty ini pada dasarnya merupakan prosedur yang sistematik yang dapat
secara hirarki (memecahkan masalah ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil). Pada
prinsipnya metode AHP ini memasukkan aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini juga merupakan suatu model
yang luwes yang memberikan kesempatan bagi pereorangan atau kelompok untuk
darinya. Proses pada metode AHP ini tergantung pada imajinasi, pengalaman dan
pengetahuan untuk menyusun hierarki suatu masalah, logika, intuisi dan pengalaman
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Dipakai untuk mengambil suatu keputusan dari suatu permasalahan yang
hierarki
1. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk
5. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal – hal yang tidak terwujud
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang
alternatif
pengulangan
1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa
persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang
ahli. Selain itu model ini juga menjadi tidak berarti jika ahli tersebut
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistic
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk
52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Prinsip menyusun hierarki / Dekomposisi masalah
setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Bentuk umum susunan hierarki seperti
TUJUAN
KRITERIA I II III
PILIHAN I II III
tujuan dan kriteria maka beberapa pilihan perlu dididentifikasi agar pilihan tersebut
merupakan pilihan yang potensial sehingga jumlah pilihan tidak terlalu banyak.
53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antar pilihan alternatif untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan
Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas
penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif).
Nilai atau angka kuantitatif tersebut nantinya diolah sehingga menjadi bobot dari
suatu kriteria.
Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan dapat dilihat
Intensitas
Definisi Penjelasan
Kepentingan
1 dibanding dengan elemen yang lain sama besar pada sifat tersebut
(Equal importance)
3 penting dari pada elemen yang lain berpihak pada satu elemen
5 dari pada elemen yang lain kuat memihak pada satu elemen
7 penting dari pada elemen yang lain kuat disukai dan dominannya
54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Elemen yang satu mutlak lebih Bukti yang mendukung elemen
penting dari pada elemen yang lain yang satu terhadap elemen lain
9
(Absolutely more importance) memiliki tingkat penegasan
Apabila ragu-ragu antara dua nilai Nilai ini diberikan bila diperlukan
2,,4,6,8
ruang berdekatan (gray area) kompromi
di atas. Maka perbandingan antar kriteria akan menghasilkan nilai seperti dalam tabel
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan prosedur yang sama maka dilakukan perbandingan antar pilihan (OP)
untuk masing – masing kriteria seperti terlihat pada tabel 2.19 berikut dimana
kriteria j
berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai
“key person”. Mereka dapat terdiri atas pengambil keputusan, para pakar dan orang
yang terlibat serta memahami permasalahan yang dihadapi. Biasanya jumlah ahli
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.1.2.3 Sintesa Prioritas (Synthesis of Priority)
Prinsip sintesis hasil penilaian adalah mengambil setiap turunan skala rasio
prioritas – prioritas lokal dalam berbagai level dari suatu hierarki dan menyusun suatu
komposisi global dari kumpulan prioritas untuk elemen – elemen dalam hierarki
terbawah. Penilaian ini dilakukan untuk setiap sel dalam matriks perbandingan maka
Susila dkk (2007) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) menegaskan bahwa
sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP yang prosedurnya berbeda
menurut hierarki. Pada dasarnya sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot yang
diperoleh setiap pilihan pada masing – masing kriteria setelah diberi bobot dari
kriteria tersebut. Secara umum nilai suatu pilihan adalah sebagai berikut :
Formula tersebut juga dapat disajikan dalam bentuk tabel. Sebagai contoh
dapat dilihat pada tabel 2.20 di bawah. Dalam tabel tersebut diasumsikan ada 4
pilihan 1 (OP1) diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada kriteria dengan nilai
bop1 = bo11 * bc1 + bo12 * bc2 + bo13 * bc3 + bo14 * bc4 .………………………(β.6)
nilai yang diperoleh masing – masing pilihan sehingga prioritas dapat disusun
57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu pilihan maka semakin
elemen – elemen dan kriteria – kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut
diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi
didasarkan pada suatu kriteria khusus yang telah menjustifikasi satu sama lain dalam
(Consistency Index)
………………………………………………...… (β.7)
n = ukuran matriks
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Indeks konsistensi kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dan
membaginya dengan suatu random index (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk
……………………………………………………... (β.8)
CI = Consistency Index
RI = Random Index
Tabel 2.21 Hubungan Antara Ukuran Matriks dan Nilai Random Index (RI)
Ukuran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Matriks
Nilai RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Sumber : Saaty (1988) dalam Syawal, Agustinus (2013)
seperti terlihat dalam tabel 2.22 di bawah. Revisi pendapat dapat dilakukan jika rasio
konsistensi pendapat cukup tinggi ≥ 10 %. Jika nilai CR lebih rendah atau sama
dengan nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup
1 ч3x3 0,03
2 4x4 0,08
3 >4x4 0,10
Sumber : Saaty (2000) dalam Apriyanto (2008) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011)
59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2 Metode Bina Marga
approach data inventory yang meliputi data traffic dan data road condition yang
dapat diaplikasikan dengan tabel manfaat dan biaya untuk memperoleh nilai manfaat
penanganan jalan. Hal ini karena dalam kondisi keterbatasan anggaran, ruas jalan
Bina Marga ini cukup praktis dan efisien karena hanya menggunakan tabel manfaat
lalu lintas dan biaya konstruksi jalan dalam menentukan skala prioritas penanganan
jalan.
antara lain :
1. Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah NPV yaitu
2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek – proyek dengan tanda
60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berikan prioritas pada kelompok proyek – proyek yang mempunyai
kelayakan tertinggi
rendah
Metoda ini dikenal sebagai metoda present worth dan digunakan untuk
analisis. Hal ini dihitung dari selisih present value of the benefit (PVB) dengan
…………………….. (2.9)
Dimana :
r = suku bunga diskonto (discount rate) yakni suku bunga yang dipakai
Hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara ekonomi adalah
yang menghasilkan nilai NPV bernilai positif (+) atau NPV > 0.
61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.2 Penaksiran Manfaat
perjalanan (time value) dengan nilai waktu (Rp/jam). Namun secara umum jika
sebuah ruas jalan telah dibangun atau diperbaiki maka akan memiliki manfaat
Biaya operasi kendaraan (ban, bahan bakar, dan sebagainya) akan berkurang
bermotor
Biaya pemeliharaan di kemudian hari atau biaya untuk menjaga agar jalan
sebagai biaya total yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan pada suatu
kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh.
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kriteria ekonomi sehingga dapat diketahui bahwa biaya yang dialokasikan dapat
adalah penghematan biaya perjalanan yaitu selisih biaya perjalanan total dengan
proyek (with project) dan tanpa proyek (without project). BOK diturunkan dari hasil
prediksi lalulintas berupa total jumlah kendaraan-km harian dengan kecepatan rata –
BOK maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi
dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project)
sebagai berikut:
motor (MC) sama dengan perhitungan BOK jenis kendaraan ringan (Tommy Putra
Armada, 2014). Secara umum untuk menghitung biaya operasi kendaraan (BOK)
BOKi = Biaya Tetapi + Biaya Tidak tetapi + Biaya Overheadi ………. (β.10)
Dimana :
63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LHR = Lalulintas harian rata – rata
Selisih BOK = Selisih BOK dengan proyek dan tanpa proyek (Rp/km)
i = jenis kendaraan
tergantung pada volume produksi yang terjadi. Biasanya jangka waktu perhitungan
adalah 1 (satu) tahun karena sebagian besar komponen biaya tetap dibayarkan setiap
1. Biaya administrasi, yakni biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk setiap
kendaraan yang menggunakan jalan umum (STNK, KIR, Izin usaha, Izin
trayek)
2. Biaya modal kendaraan, bunga modal dan angsuran pinjaman, yakni biaya
yang harus dikeluarkan untuk membayar pinjaman dan bunga bank. Bunga
modal yang berlaku adalah bunga modal kredit yang besarnya per tahun
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2 Biaya Tidak Tetap (Running Cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya operasi kendaraan yang dibutuhkan untuk
menjalankan kendaraan pada suatu kondisi lalu lintas dan jalan untuk suatu jenis
kendaraan per kilometer jarak tempuh atau dapat dikatakan bahwa biaya tidak tetap
adalah biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Satuannya rupiah per
kilometer (Rp/km).
konsumsi bahan bakar minyak dalam pengoperasian suatu jenis kendaraan per
dengan pengertian:
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i = Jenis kendaraan sedan (SD), utiliti (UT), bus kecil (BL), bus besar
(BR), truk ringan (TR), truk sedang (TS) atau truk berat (TB). Utiliti
Premium untuk jenis kendaraan sedan dan utiliti dan solar untuk jenis
kendaraan bis kecil, bis besar, truk ringan, truk sedang dan truk berat.
dengan pengertian,
VR = Kecepatan rata-rata
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
BK = Berat Kendaraan
66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.23 Nilai Konstanta dan Koefisien Parameter Model Konsumsi BBM
2 2 BK x BK x
Jenis 1/VR VR RR FR FR DTR AR SA BK
α AR SAR
Kendaraan
β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9 β10 β11
Sedan 23,78 1181,2 0,0037 1,265 0,634 - - -0,638 36,21 - - -
Utiliti 29,61 1256,8 0,0059 1,765 1,197 - - 132,2 42,84 - - -
Bus Kecil 94,35 1058,9 0,0094 1,607 1,488 - - 166,1 49,58 - - -
Bus Besar 129,60 1912,2 0,0092 7,231 2,790 - - 266,4 13,86 - - -
Truk
70,00 524,6 0,0020 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02
Ringan
Truk
97,70 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 -0,0858 - - 6,661 36,46 17,28
Sedang
Truk Berat 190,30 3829,7 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
Merupakan kecepatan rata – rata yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari
sejumlah data kecepatan sesaat (Vk) atau kecepatan rata – rata ruang (space mean
speed). Apabila data kecepatan lalu lintas tidak tersedia maka kecepatan dapat
yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan adalah kecepatan arus
bebas. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan merupakan kecepatan arus bebas yang
digunakan. Untuk jenis kendaraan lain dapat dihitung juga dengan menghitung faktor
penyesuainnya terlebih dahulu. Kecepatan arus bebas memiliki dua arti, yaitu :
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam kondisi geometrik, lingkungan dan pengaturan lalu-lintas yang ada
Dimana :
FFVRC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan. ( Guna lahan
Dengan pengertian :
68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar LV (km/jam)
Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu
lintas efektif, kondisi hambatan samping dan ukuran kota untuk jalan perkotaan
Tabel 2.24 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) Pada Jalan Perkotaan
Kecepatan Arus
Tipe Jalan Semua
(LV) (HV) (MC) Kendaraan
(rata-rata)
(6/2D) atau (3/1) 61 52 48 57
(4/2 D) atau (2/1) 57 50 47 55
(4/2 UD) 53 46 43 51
(2/2 UD) 44 40 40 42
Sumber : MKJI, 1997
Tabel 2.25 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVCS)
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.26 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.27 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping
71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.28 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
Adapun nilai – nilai kecepatan arus bebas dasar, penyesuaian lebar jalur lalu
lintas efektif, kondisi hambatan samping dan kelas fungsi jalan untuk jalan luar kota
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.29 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota (FV0)
Catatan : Perhatikan bahwa untuk jalan dua lajur dua arah, kecepatan arus bebas
dasar juga adalah fungsi dari kelas jarak pandang. Jika kelas jarak pandang tidak
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.30 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
Tabel 2.31 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional
74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.32 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
Sementara itu batasan kecepatan rata – rata kendaraan (dalam km/jam) yang
dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada tabel 2.33 berikut :
75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Percepatan Rata – Rata (AR)
Percepatan rata – rata merupakan percepatan rata – rata yang dihitung sebagai
nilai rata – rata dari sejumlah data percepatan (AM). Percepatan (AM) sendiri
merupakan percepatan pada observasi ke-m yang dihitung sebagai selisih antara dua
Dimana :
percepatan adalah :
Dimana :
Tanjakan rata – rata (RR) adalah tanjakan yang dihitung sebagai nilai rata –
rata dari sejumlah data tanjakan (Ri) dan turunan rata – rata (FR) juga merupakan
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
turunan yang dihitung sebagai nilai rata – rata dari sejumlah data turunan (Fi) pada
arah pengamatan yang sama. Geometri jalan yang diperhitungkan dalam model
persamaan hanya faktor alinemen vertikal yang terdiri dari tanjakan dan turunan.
Batasan tanjakan dan turunan yang dicakup oleh model persamaan dapat dilihat pada
………………………………… (2.20)
…………………………….….. (2.21)
Namun apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia maka
nilai tipikal (default) seperti dalam tabel 2.35 di bawah dapat digunakan.
Tabel 2.35 Alinemen Vertikal Yang Direkomendasikan Pada Berbagai Medan Jalan
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Derajat Tikungan Rata – Rata
Apabila data pengukuran derajat tikungan untuk suatu ruas jalan tidak
tersedia maka dapat menggunakan nilai tipikal seperti pada tabel 2.36 berikut ini :
Tabel 2.36 Nilai Tipikal Derajat Tikungan Pada Berbagai Medan Jalan
kendaraan kosong ditambah berat muatan. Batasan berat kendaraan total (dalam ton)
yang dicakup oleh persamaan dapat dilihat pada tabel 2.37 berikut :
suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Persamaan biaya
78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BOi = KOi x HOj ………………… (2.22)
Dimana :
i = Jenis kendaraan
j = Jenis oli
Dimana :
berikut ini :
Dimana :
Nilai tipikal (default) untuk persamaan tersebut di atas dapat dilihat pada
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.38 Nilai Tipikal (default) JPOi, KPOi dan OHOi yang Direkomendasikan
dalam pengoperasiannya per kilometer jarak tempuh (Rp/km). Adapun data yang
permukaan jalan (IRI) dan harga kendaraan baru. Persamaan untuk menghitung biaya
Dimana :
Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga suatu jenis kendaraan
i = Jenis kendaraan.
Data harga kendaraan dapat diperoleh melalui survai harga suatu kendaraan
baru jenis tertentu dikurangi dengan nilai ban yang digunakan. Harga kendaraan
dihitung sebagai harga rata-rata untuk suatu jenis kendaraan tertentu. Survai harga
80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat dilakukan melalui survai langsung di pasar atau mendapatkan data melalui
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru (Pi)
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru atau konsumsi
suku cadang untuk suatu jenis kendaraan i dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
Dimana :
i = Jenis kendaraan
Koefisien Parameter
Jenis Kendaraan
ϕ 1 2
81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.3.2.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)
setiap jenis kendaraan yang dioperasikan dalam jarak tertentu (Rp/km). Biaya upah
persamaan berikut :
Dimana :
Dimana :
a0, a1 = Konstanta
82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.40 Nilai Tipikal a0 dan a1
No Jenis Kendaraan ao a1
1 Sedan 77,14 0,547
2 Utiliti 77,14 0,547
3 Bus Kecil 242,03 0,519
4 Bus Besar 293,44 0,517
5 Truk Ringan 242,03 0,519
6 Truk Sedang 242,03 0,517
7 Truk Berat 301,46 0,519
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
Dimana :
i = Jenis kendaraan
j = Jenis ban
Rumus untuk menghitung konsumsi ban untuk setiap jenis kendaraan adalah :
Dimana :
83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
δ1 ... δ3 = Koefisien-koefisien parameter (lihat tabel 2.41)
Untuk nilai tipikal χ, δ1, δ2 dan δ3 dapat dilihat pada tabel 2.41 berikut :
tanjakan rata-rata (FR) dan nilai mutlak turunan rata-rata (RR). Nilai tanjakan dan
TT = FR + RR ………….…….. (2.31)
Tabel 2.42 Nilai Tipikal Tanjakan dan Turunan (TTR) pada Berbagai Medan Jalan
1 Datar 5
2 Bukit 25
3 Pegunungan 45
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Derajat Tikungan
Nilai tipikal derajat tikungan yang dapat dipakai jika data pengukurannya
Tabel 2.43 Nilai Tipikal Derajat Tikungan (DTR) Pada Berbagai Medan Jalan
1 Datar 15
2 Bukit 115
3 Pegunungan 200
Biaya overhead adalah biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan oleh
untuk keperluan biaya operasional kendaraan dan biaya keperluan kantor lainnya.
bahwa biaya overhead yang dianggap wajar bagi penyedia adalah 10 hingga 15%
dari BOK. Sesuai dengan namanya biaya ini sebenarnya tidak masuk dalam
perhitungan tetapi pada prakteknya biaya ini selalu ada. Umumnya biaya ini timbul
85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.10.2.4 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan
Nilai waktu atau nilai penghematan waktu didefinisikan sebagai jumlah uang
yang rela dikeluarkan oleh seseorang untuk menghemat satu satuan waktu perjalanan
(Hensher, et.al 1989 dalam Tommy Putra Armada, 2014). Besarnya nilai waktu bagi
pengguna jalan merupakan gambaran dari layanan konsumen yang diberikan oleh
jalan kepada pengguna jalan tersebut (LPKM-ITB, 1997 dalam Tommy Putra
perhitungan waktu tempuh untuk kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa
proyek (without project). Nilai waktu yang digunakan dapat ditetapkan dari hasil
studi nilai waktu yang menggunakan metode produktivitas, stated preference atau
revealed preference.
bruto (PDRB) per kapita per tahun yang dikonversi ke dalam satuan nilai
Metode revealed preference adalah nilai waktu yang diperoleh dari kenyataan
Metode yang digunakan dalam menghitung nilai waktu pada penelitian ini
Nilai Waktu = Pendapatan Orang Per Tahun / Waktu Kerja ….. (2.33)
86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nilai waktu merupakan nilai rupiah per orang yang dihitung dalam satuan
perkapita yang dihitung dengan membagikan nilai PDRB terhadap jumlah penduduk
(PDRB/Jlh Penduduk) dalam satuan rupiah (Rp). Dan waktu kerja selama setahun
dihitung berdasarkan jam dan hari kerja yaitu 8 jam selama satu hari dan 300 hari
Maka besar penghematan nilai waktu perjalanan dalam rupiah (Rp) pada
suatu ruas jalan selama satu tahun dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Dimana :
Selisih waktu tempuh merupakan selisih waktu tempuh dengan proyek dan tanpa
proyek (t1 – t2 ) dimana t1,2 = L1,2/V1,2 (L= Panjang segmen jalan ; V= Kecepatan
kendaraan).
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut agar
Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT ini termasuk dalam jenis penelitian survei
dimana penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan informasi diperoleh
metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode Bina Marga. Program
Expert Choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori Analytical
Hierarchy Process (AHP) dipakai dalam mengolah data hasil kuesioner dari para
responden.
(tiga) kabupaten/kota di wilayah provinsi Aceh mulai batas kabupaten Aceh Utara
sampai batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT) dengan panjang total 179 km. Dari
88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8 (delapan) ruas yang ada tidak semua ruas dapat dilakukan penanganan, sehingga
Kondisi Jalan
Panjang
No No Kab / Jalan Rusak Rusak
Nama Ruas Baik Sedang
Urut Ruas Kota Ringan Berat
89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Prosedur Penelitian
Proses tahapan penelitian untuk tugas akhir ini secara umum diperlihatkan
melalui bagan alir (flowchart) pada gambar 3.1. Dimana prosedurnya sesuai dengan
1. Perumusan masalah
untuk memenuhi SPM jalan serta mempertahankan kondisi ruas jalan tetap
Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan teori dan konsep-
melakukan analisa.
3. Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data
(stakeholder) yang terdiri dari wakil perencana, wakil pelaksana dan wakil
yang relevan dengan penelitian ini yang meliputi data kondisi ruas jalan,
lalulintas harian rata – rata (LHR), peta jaringan jalan, data geometrik ruas
jalan, data biaya penanganan ruas jalan pada daerah penelitian, data nilai rata
90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
angka pertumbuhan lalu lintas serta data komponen unit biaya operasional
kendaraan (BOK).
Mengolah data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari para pemangku
process. Selain itu, dalam proses analisa prioritas penanganan jalan juga
dilakukan analisa dengan metode bina marga dan digunakan hanya sebagai
metode pembanding.
Pada tahap ini dilakukan penyusunan urutan prioritas jalan yang akan
ditangani pemeliharaannya agar ruas yang telah dinilai dari beberapa kriteria
dalam metode AHP dan metode Bina Marga tersebut akan diutamakan
pengerjaannya.
Hasil yang diperoleh dari metode AHP akan dibandingkan dengan hasil dari
metode yang dipakai pemerintah yakni metode bina marga, sehingga bisa
metode.
91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mulai
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Bagaimana kriteria dan prioritas dalam menentukan penanganan pada ruas jalan nasional
Panton Labu – Langsa – Batas SUMUT serta apakah ada perbedaan prioritas dengan
memakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan kriteria kondisi ruas
jalan, arus lalu lintas dan biaya penanganan dan dengan memakai metode Bina Marga
Analisa Penelitian
Analisa dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yang digunakan dalam penelitian ini
Menganalisa kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu – Langsa –Batas SUMUT
Menganalisa ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya memakai metode AHP dan
metode Bina Marga
Membandingkan hasil penelitian antara metode AHP dan metode Bina Marga
Hasil Penelitian
Kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT
Urutan ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya berdasarkan bobot tertinggi
Hasil perbandingan dari kedua metode
Selesai
yang dijadikan sebagai kandidat variabel dalam hal ini harus memenuhi syarat
berikut ini :
berpengaruh sebagai dasar pertimbangan penanganan jalan yang diperoleh dari hasil
wawancara pada para responden serta dengan pertimbangan dari beberapa penelitian
a. Baik
b. Sedang
c. Rusak ringan
d. Rusak berat
Secara umum susunan hierarki penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar
3.2 berikut :
93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT
bersifat tidak acak (non random sampling) dilakukan dengan cara purposive
unsur yang dikehendaki telah ada dalam sampel responden yang diambil. Salah satu
metode dalam purposive sampling adalah pemakaian expert sampling dimana expert
sampling terdiri dari sampel orang yang diketahui mempunyai pengalaman atau
keahlian dalam suatu bidang. Ada dua alasan mengapa expert sampling dipakai.
Pertama, ini adalah cara terbaik untuk memperoleh sampel orang yang punya specific
expertise. Dalam hal ini expert sampling adalah hal yang khusus dari purposive
sampling. Alasan lainnya adalah expert sampling tersebut dapat digunakan sebagai
94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bukti penguat validitas sampel yang dipilih menggunakan metoda non probabilistik
besar pelaksana jalan nasional wilayah I yakni satuan kerja perencanaan dan
pengawasan jalan nasional Aceh (Satker P2JN Aceh), satker pelaksanaan jalan
nasional wilayah I provinsi Aceh (Satker PJN I Aceh) dan badan perencanaan
pembangunan daerah provinsi Aceh (Bappeda Aceh). Sementara sebagai wakil dari
95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
terdiri dari 2 (dua) responden wakil dari perencana program, 2 (dua) responden wakil
pelaksana dan 2 (dua) responden wakil pengguna jalan. Adapun distribusi responden
Jumlah
No Instansi
Keterangan
Responden
Total 6 responden
96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kelompok responden. Adapun hasil penempatan rangking seluruh responden
Perangkingan
Kriteria dan Kelompok
No
Responden
Rangking 1 Rangking 2 Rangking 3
Perincian hasil persepsi para responden yang telah disajikan dalam tabel 4.2
yang menempatkan kriteria 2 yakni kriteria arus ruas jalan sebagai rangking 1
97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(50%). Maka dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria rangking 1(satu) pilihan para
responden adalah kriteria kondisi ruas jalan sebanyak 4 (empat) responden (66,67%).
Sedangkan untuk kriteria rangking 2 (dua) dan kriteria rangking 3 (tiga) pilihan para
responden adalah kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan
dengan masing – masing sebanyak 3 (tiga) responden (50%). Karena 50% responden
menempatkan kriteria arus ruas jalan dan kriteria biaya penanganan pada rangking 2
(dua) dan rangking 3 (tiga), maka untuk kriteria yang akan menempati
ditempati oleh kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan
tergantung pada besarnya bobot dari masing – masing kriteria tersebut. Oleh karena
itu perlu dianalisis besarnya bobot masing – masing kriteria tersebut sesuai dengan
kepentingan mereka. Seperti bagi wakil perencana dan pengguna jalan yang
cenderung memberikan perhatian mereka terhadap kondisi ruas jalan yang sangat
tinggi, sedangkan untuk wakil pelaksana lebih cenderung memilih kriteria biaya
pemeliharaan jalan. Hal tersebut terkait dengan besarnya biaya yang diperlukan serta
terkumpul, maka proses selanjutnya adalah menghitung bobot kriteria dari masing –
masing responden dan kemudian dilanjutkan dengan bobot rata-rata per kelompok
98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
stakeholder dan bobot rata-rata keseluruhan. Dalam menghitung bobot kriteria
keseluruhan disebut sebagai nilai eigen vector, seperti disajikan dalam tabel 4.3 di
1. Meng- input data kuesioner ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat
% Bobot Kriteria
Biaya CR (maks
Responden Kondisi Ruas Arus Ruas
Pemeliharaan 0.03)
Jalan Jalan
Jalan
1 Wakil Perencana 1 0.705 0.211 0.084 0.03
99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan perhitungan bobot rata-rata (eigen vector) keseluruhan
responden diperoleh bahwa kriteria kondisi ruas jalan memiliki bobot sebesar 56,38
%, kriteria arus ruas jalan 12,03 % dan kriteria biaya pemeliharaan jalan sebesar
31,55 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ruas jalan merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional
(stakeholders) juga jelas terlihat bahwa kelompok perencana dan pengguna jalan
sangat memprioritaskan kriteria kondisi ruas jalan dalam penanganan ruas jalan di
daerah penelitian yakni masing – masing sebesar 72,8 % dan 77,2 %. Sedangkan
bagi wakil pelaksana jalan, kriteria biaya penanganan mendapatkan bobot terbesar
berikut :
lampiran 3.
100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Menghitung bobot variabel relatif per kelompok stakeholders dan
% Bobot Variabel
CR
Responden Biaya (maks
Kondisi Kondisi Volume
Kondisi Kondisi Kapasitas Pemelih 0.10)
Rusak Rusak Lalu
Baik Sedang Ruas Jalan araan
Ringan Berat lintas
Jalan
1 WPR 1 0.0290 0.0690 0.1930 0.4140 0.1760 0.0350 0.0840 0.05
101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.5 Rekapitulasi Bobot Variabel Relatif Secara Keseluruhan
Bobot Variabel
No Variabel Bobot Kriteria
Relatif
variabel kondisi perkerasan rusak berat mendapatkan bobot yang paling tinggi
dibandingkan kriteria yang lain dengan nilai 35,37 %, selanjutnya di urutan kedua
adalah variabel biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 %. Urutan ketiga adalah
keempat, kelima, keenam dan ketujuh secara berturut-turut adalah kapasitas ruas
jalan 8,95 %, kondisi sedang 6,40 %, volume lalu lintas 3,10 % dan kondisi baik
Setelah bobot kriteria dan bobot variabel relatif diperoleh maka selanjutnya
adalah proses pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel yang telah
102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(empat) variabel dari kriteria kondisi perkerasan ruas jalan yakni kondisi perkerasan
baik, kondisi sedang, kondisi rusak ringan dan kondisi rusak berat dan 2 (dua)
variabel dari kriteria ruas jalan yakni kapasitas ruas jalan dan volume lalulintas serta
variabel biaya pemeliharaan jalan. Sementara itu, ada 8 (delapan) alternatif ruas jalan
Tabel 4.6 Alternatif Ruas Jalan Yang Dipakai Dalam Penentuan Prioritas
Panjang
Nomor
No Nama Ruas Ruas Jalan
Ruas
(km)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.480
(empat) variabel yaitu variabel kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat.
103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun hasil rekapitulasi kondisi ruas jalan di daerah penelitian tahun 2014 dengan tipe perkerasan aspal hotmix seperti
ditunjukkan dalam tabel 4.7 di bawah. Sementara rincian data kondisi ruas jalan tahun 2014 dilampirkan pada lampiran 4.
Tabel 4.7 Kondisi Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Berdasarkan Nilai IRI Tahun 2014
104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap kondisi ruas jalan
masing – masing kondisi yaitu untuk kondisi baik, sedang, rusak ringan
dan rusak berat sesuai dengan tabel 4.5 di atas. Hasil kali tersebut disebut
sebagai bobot kondisi. Kemudian bobot tiap kondisi masing – masing ruas
3. Menghitung bobot skor masing – masing alternatif ruas jalan dengan cara
jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang diperoleh.
Dalam hal ini peneliti menghitung dengan memakai program expert choice
11.
4. Kemudian bobot skor dikalikan dengan bobot kriteria kondisi ruas jalan.
105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Bobot Kondisi Masing – Masing Alternatif Ruas Jalan Memakai Data Kondisi Tahun 2014
106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing – masing
alternatif ruas jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang
diperoleh. Range total bobot kondisi ruas jalan setiap alternatif ruas jalan dihitung
berpasangan. Range tersebut diperoleh dengan mencari selisih antara total bobot
kondisi terbesar dikurang dengan total bobot kondisi terkecil, hal ini karena ruas
jalan dengan bobot total bobot kondisi yang lebih besar akan lebih diprioritaskan
dalam penanganannya dibandingkan ruas jalan yang memiliki total bobot yang
lebih kecil. Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala
banding berpasangan (n). Dimana nilai skala banding berpasangan adalah 1 s/d 9.
Dari hasil rekapitulasi total bobot kondisi semua alternatif ruas jalan
diketahui bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) memiliki total bobot kondisi
terbesar yaitu 0.05538. Sedangkan ruas jalan dengan total bobot kondisi terkecil
adalah ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) yaitu sebesar 0.02615. Maka selisih bobot
range pada skala 2 s/d 9 masing – masing bertambah sebesar (0.02923) / (8) =
107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.9 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kondisi Ruas Jalan
alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas
jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas
jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak memiliki total bobot kondisi
sebesar 0.03519 dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa sebesar
total bobot kondisi kedua ruas tersebut berada pada range nilai 2 skala banding
berpasangan. Karena selisih total bobot kedua ruas kondisi tersebut bernilai
positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah 2. Akan
tetapi jika selisihnya bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan
yang dipakai adalah 1/2 atau 0.5. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk
108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbandingan setiap alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan
Ruas 01111 7 8 1 9 7 2 7 7
program expert choice 11, dimana prosesnya sama seperti menghitung bobot
kriteria dan bobot variabel. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas
jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti
pada tabel 4.10 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat
109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Menghitung bobot alternatif masing – masing ruas jalan terhadap
Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan
terhadap variabel/kriteria kondisi ruas jalan ditampilkan pada tabel 4.11 berikut :
jalan A.M.Ibrahim (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan
prioritas tertinggi jika di tinjau dari kondisi ruas jalan, yaitu memiliki bobot
110
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.2 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan
ruas jalan dengan rumus yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk
FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb
masing – masing alternatif ruas jalan terlebih dahulu harus diketahui data
eksisting tiap alternatif . Adapun data eksisting dari masing – masing alternatif
ruas jalan tersebut ditampilkan pada tabel 4.12 yang kemudian digunakan dalam
proses perhitungan kapasitas ruas jalan seperti pada tabel 4.13 di bawah.
111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Ruas Jalan
Nomor Ruas
112
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.13 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan
Nomor
No Nama Ruas Co FCw FCsp FCsf FCcs Kapasitas (smp/jam)
Ruas
a b c d e f g h i = (d*e*f*g*h)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 2900 1.00 1.0 0.95 - 2755.000
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 2900 0.87 1.0 0.91 - 2295.930
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 6600 0.96 1.0 0.88 0.90 5018.112
Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT
Segmen 1 (Awal batas kota Langsa) 6600 1.00 1.0 0.91 - 6006.000
5 012 Segmen 2 (Sampai Batas SUMUT) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
Segmen 3 (Kota Tamiang) 6600 1.08 1.0 0.98 0.90 6286.896
Rata - rata 4977.299
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 2900 0.88 1.0 0.88 - 2245.760
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2900 0.88 1.0 0.95 - 2424.400
Sumber : Hasil Analisa
113
113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan data pada tabel 4.12 diperoleh nilai setiap faktor koreksi
kapasitas yang sesuai dengan tabel 2.5 s.d tabel 2.11. Setelah besarnya kapasitas
suatu ruas jalan diperoleh seperti pada tabel 4.13 di atas, maka selanjutnya
dilakukan pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan.
kapasitas ruas jalan diperoleh dengan mencari selisih antara kapasitas ruas jalan
terkecil dikurang dengan kapasitas ruas jalan terbesar, hal ini karena ruas jalan
Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding
Dari hasil rekapitulasi kapasitas ruas jalan semua alternatif ruas jalan
diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan
kapasitas ruas jalan terbesar yaitu sebesar 5,018.112 smp/jam, sedangkan ruas
jalan yang memiliki kapasitas ruas jalan terkecil adalah ruas jalan batas kota
Langsa – Kuala Langsa yaitu sebesar 2,245.760 smp/jam. Maka selisih nilai
5,018.112 = (-) 2,772.352 smp/jam. Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing –
ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.14 berikut ini :
114
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.14 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kapasitas Ruas Jalan
alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas
jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas
2755 smp/jam dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa memiliki
kapasitas sebesar 2639 smp/jam, maka selisih kapasitas nya adalah = 2755 – 2639
= 116 smp/jam. Dimana selisih kapasitas kedua ruas tersebut berada pada range
nilai 2 skala banding berpasangan. Karena selisih kapasitas kedua ruas tersebut
bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah
1/2 atau 0.5, akan tetapi jika selisih nilai kapasitas ruasnya bernilai negatif (-)
maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah 2. Hal ini karena
115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diasumsikan bahwa ruas jalan dengan kapasitas jalan yang lebih kecil akan lebih
perbandingan setiap alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan dapat dilihat
Ruas 047 3 3 2 9 9 3 1 2
program expert choice 11. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas
jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti
116
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan
terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan dengan menggunakan program expert
Tabel 4.16 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel
No Nomor Bobot
Nama Ruas Bobot Skor
Urut Ruas Alternatif
Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.16 di atas diperoleh ruas jalan batas
kota Langsa – Kuala Langsa merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan
prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel kapasitas ruas jalan dengan bobot
117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas
lintas berasumsi bahwa alternatif ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih
ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih kecil. Analisa dilakukan
berdasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari satuan kerja perencanaan dan
rekapitulasi data volume lalu lintas untuk masing – masing alternatif tersebut
Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif Ruas Jalan
No Nomor LHRT
Nama Ruas
Urut Ruas (kend/hari)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 5,257
terbesar dikurang dengan LHRT terkecil. Hal ini karena ruas jalan dengan LHRT
118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemudian selisih LHRT tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding
Dari hasil rekapitulasi LHRT diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa)
merupakan ruas jalan dengan LHRT terbesar yaitu sebesar 89,205 kend/hari.
Sedangkan ruas jalan dengan LHRT terkecil adalah ruas jalan A.M.Ibrahim
(Langsa) yaitu sebesar 3,039 kend/hari. Maka selisih nilai LHRT = 86166
Tabel 4.18 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Volume Lalu Lintas
119
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Apabila selisih LHRT bernilai positif (+) maka nilai skala banding
berpasangan yang digunakan adalah nilai skala perbandingan 1 s/d 9. Akan tetapi
jika selisih LHRT bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang
dipakai adalah nilai kebalikannya. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk
Ruas 01112 9 9 9 1 9 8 9 8
dengan memakai program expert choice 11. Hasil perhitungan dengan program
Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas
jalan terhadap variabel relatif volume lalu lintas ditampilkan pada tabel 4.20
berikut ini :
120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.20 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel
No Nomor Bobot
Nama Ruas Bobot Skor
Urut Ruas Alternatif
ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot
dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel volume lalu lintas, yaitu memiliki
dilakukan dengan asumsi bahwa ruas jalan dengan nilai biaya penanganan lebih
kecil akan lebih diprioritaskan dibandingkan ruas jalan dengan biaya yang lebih
besar.
121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun data biaya penanganan jalan untuk semua alternatif ruas jalan
No Nomor
Nama Ruas Biaya Penanganan
Urut Ruas
antara biaya penanganan jalan terkecil dengan biaya penanganan terbesar. Hal ini
karena ruas jalan dengan biaya penanganan lebih kecil akan lebih diprioritaskan
Dari tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani
(Langsa) merupakan ruas jalan dengan biaya pemeliharaan terkecil yaitu sebesar
adalah ruas jalan batas kota Langsa – batas Provinsi SUMUT yaitu sebesar
122
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pemeliharaan terbesar adalah (Rp.75,000,000,-) – (Rp.78,942,488,000,-) = (-)
ruas jalan terhadap variabel biaya penanganan jalan seperti yang ditampilkan pada
Tabel 4.22 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Biaya Penanganan Jalan
123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.23 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap
Ruas 01112 6 2 2 1 9 2 2 2
atas ke program expert choice 11 maka diperoleh bobot skor masing – masing
Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas
jalan terhadap variabel relatif biaya penanganan jalan ditampilkan pada tabel 4.24
di bawah ini :
124
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.24 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel
diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan
dengan bobot dan prioritas penanganan tertinggi jika di tinjau dari biaya
pengaruh tiap kriteria ataupun variabel mulai dari yang pengaruhnya besar sampai
125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan jumlah bobot alternatif terhadap keseluruhan kriteria dan atau
Berdasarkan bobot prioritas terhadap semua kriteria pada tabel 4.25 di atas
dapat diketahui rangking setiap ruas jalan tersebut. Dimana ruas jalan yang
diprioritaskan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi bobot prioritas suatu ruas
jalan berarti tingkat pencapaian tujuan pengelolaan jalan dari ruas tersebut
126
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap pengelolaan jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas
No Bobot
Nama Ruas % Rangking
Ruas Prioritas
a b c d e
0.99921 99.92%
Sumber : Hasil Analisa
Dengan memasukkan 3 kriteria yaitu kriteria kondisi ruas jalan, arus ruas
jalan dan biaya penanganan jalan terhadap penentuan prioritas penanganan jalan
prioritas pertama, diikuti ruas jalan Agus Salim (Langsa) dan seterusnya.
127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode Bina Marga
BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi
dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without
bahan bakar (Pd.T-15-2005-B). Adapun harga bahan bakar dapat dilihat pada
128
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kecepatan rata – rata (VR) lalu lintas
Dengan menggunakan persamaan 2.14 s.d 2.17 dan berdasarkan pada tabel
2.24 s.d 2.32 serta tabel 4.12 dihitung kecepatan arus bebas kendaraan pada
masing – masing ruas jalan dimana hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel
4.28 di bawah. Adapun perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan pada setiap
Contoh perhitungan
Dihitung kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada ruas jalan
Sehingga,
= 61,789 km/jam
129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.28 Kecepatan Arus (VR) Bebas Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan
Data volume lalu lintas dan kapasitas ruas jalan yang tersedia masih dalam
bentuk LHRT (kend/hari) maka terlebih dahulu harus diubah menjadi smp/jam
atau dalam volume lalu lintas arus jam sibuk. Perhitungan volume lalu lintas arus
AR = 0,0128 x (V/C)
Maka diperoleh percepatan rata – rata (AR) pada setiap ruas jalan seperti
130
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.29 Percepatan Rata –Rata (AR) Pada Ruas Jalan
Volume Kapasitas SA 2
Ruas Jalan a0 a1 SA (m/s )
(smp/jam) (smp/jam) max
Ruas 010 644 2755 0.75 5.140 -8.264 0.5264
Ruas 011 612 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5254
Ruas 01111 333 2295.93 0.75 5.140 -8.264 0.4769
Ruas 01112 2820 5018.112 0.75 5.140 -8.264 0.6651
Ruas 012 790 4977.299 0.75 5.140 -8.264 0.4847
Ruas 01211 911 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5820
Ruas 047 932 2245.76 0.75 5.140 -8.264 0.6125
Ruas 04711 558 2424.4 0.75 5.140 -8.264 0.5245
Sumber : Hasil Analisa
131
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tanjakan (RR) dan turunan rata – rata (FR) serta derajat tikungan rata – rata
(DTR)
Karena data tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata tidak
tersedia maka nilai tipikal (default) seperti pada tabel 2.35 dan tabel 2.36 dapat
tipikal tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata setiap ruas jalan
Tabel 4.31 Tanjakan (RR) dan Turunan Rata – Rata (FR) Serta Derajat Tikungan
Derajat Tikungan
Ruas Jalan Tanjakan (m/km) Turunan (m/km)
(◦/km)
Ruas 010 2.5 -2.5 15
Ruas 011 2.5 -2.5 15
Ruas 01111 2.5 -2.5 15
Ruas 01112 2.5 -2.5 15
Ruas 012 2.5 -2.5 15
Ruas 01211 2.5 -2.5 15
Ruas 047 2.5 -2.5 15
Ruas 04711 2.5 -2.5 15
Sumber : Hasil Analisa
Berat setiap jenis kendaraan yang digunakan dalam analisa ini adalah berat
perhitungan biaya operasi kendaraan bagian I : biaya tidak tetap (running cost).
Hal ini karena dalam menghitung biaya pemakai jalan diasumsikan bahwa
kendaraan yang melewati suatu ruas jalan memiliki berat maksimum yang sesuai
pada tabel 2.37. Berat sepeda motor (MC) adalah 500 kg. Data berat kendaraan
masing – masing jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 4.32 berikut :
132
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.32 Berat Kendaraan (BK) Setiap Jenis Kendaraan
1 Sedan 1.5
2 Utiliti 2.0
3 Bus Kecil 4.0
4 Bus Besar 12.0
5 Truk Ringan 6.0
6 Truk Sedang 15.0
7 Truk Berat 25.0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
konsumsi bahan bakar (BiBBMj ) setiap jenis kendaraan pada masing – masing
Contoh perhitungan
Dihitung biaya konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan sedan
pada ruas jalan (010) Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data
Tabel 4.33 Data Komponen Konsumsi Bahan Bakar Jenis Kendaraan Sedan
9 10 11 VR RR FR DTR AR SA BK
0.00 0.00 0.00 61.789 2.5 -2.5 15 0.00299 0.5264 1.5
Sumber : Hasil Analisa
Maka,
x AR + 8 x SA + 9 x BK + 10 x BK x AR + 11 x BK x SA)/1000
133
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KBBMsedan = (23.78 + (1181.2/(61.789)) + (0.0037 x (61.7892)) + (1.265 x 2.5) +
0.5264)) / 1000
Maka ;
kendaraan sedan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak
adalah Rp 510.22 /km. Adapun rekapitulasi konsumsi bahan bakar (KBBMi) dan
biaya konsumsi bahan bakar minyak (BiBBMj) setiap jenis kendaraan pada
masing – masing ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.34 dan tabel 4.35 berikut :
134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.34 Rekapitulasi Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan
135
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.35 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BiBBMj) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan
136
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.2 Biaya Konsumsi Oli (BOi)
Adapun harga unit satuan oli tahun 2015 seperti pada tabel 4.36 berikut :
Selanjutnya berdasarkan data pada tabel 2.38, tabel 4.34 dan tabel 4.36
dihitung besar konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi) setiap jenis
kendaraan pada masing – masing ruas jalan. Untuk sepeda motor menggunakan
data kendaraan ringan (sedan). Akan tetapi kapasitas oli (KPO) yang berbeda
137
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh perhitungan
Dihitung konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi) jenis kendaraan
sedan pada ruas (010) Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data
sebagai berikut :
Maka,
= 0.00175 liter/km
= 0.00175 liter/km
= Rp 41.74 /km
Adapun perhitungan konsumsi oli (KOi) dan biaya konsumsi oli (BOi)
setiap jenis kendaraan pada masing – masing ruas jalan dilampirkan pada
lampiran 13. Rekapitulasi biaya konsumsi oli (BOi) masing – masing jenis
kendaraan pada setiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.37 berikut :
138
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.37 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Oli (BOi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 011 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01111 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01112 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.43 Rp 8.35
Ruas 012 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 01211 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 047 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Ruas 04711 Rp 41.74 Rp 41.74 Rp 68.86 Rp 137.71 Rp 68.86 Rp 137.72 Rp 275.42 Rp 8.35
Sumber : Hasil Analisa
139
139
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.3 Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi)
Data harga kendaraan baru yang diperoleh dari berbagai sumber dipakai
sebagai harga finansial kendaraan baru rata – rata (HKBi). Data jenis dan harga
unit kendaraan baru (HKBi) dan harga ban serta harga ekonomi setiap kendaraan
140
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru (Pi)
Data yang diperlukan dalam perhitungan (Pi) adalah data kekasaran jalan
(IRI). Adapun nilai IRI setiap ruas jalan disajikan dalam tabel 4.40 berikut :
IRI rata -
No Panjang
Ruas Jalan rata
Ruas Jalan (km)
(m/km)
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 3.52
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 3.35
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 5.25
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 3.11
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 3.54
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 4.84
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 3.80
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 3.50
Sumber : Satuan Kerja Perencana dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh
konstanta setiap jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.39. KJT sepeda motor
= 40,000 km; sedan = 80,000 km dan kendaraan lainnya adalah 100,000 km.
Contoh perhitungan
Dihitung Pi dan BPi pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) –
0.10; KJT = 80,000 km; IRI = 3.52 m/km; HKBsedan = Rp 252,235,800 adalah :
= 0.61243 x Rp 252,235,800/1000000
= Rp 154.48 /km
141
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rekapitulasi hasil perhitungan konsumsi suku cadang (Pi) dan biaya konsumsi suku cadang atau biaya pemeliharaan (BPi) setiap
jenis kendaraan pada setiap ruas jalan disajikan pada tabel 4.41 dan tabel 4.42 berikut :
Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Konsumsi Suku Cadang (Pi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 0.61243 0.62625 0.62244 0.24434 0.19585 0.28532 0.10606 0.57142
Ruas 011 0.55697 0.56953 0.56437 0.22678 0.16689 0.22321 0.08440 0.51967
Ruas 01111 1.17685 1.20341 1.21334 0.42298 0.49057 0.91745 0.32645 1.09804
Ruas 01112 0.47866 0.48947 0.48240 0.20200 0.12600 0.13551 0.05382 0.44661
Ruas 012 0.61895 0.63292 0.62927 0.24640 0.19926 0.29263 0.10860 0.57750
Ruas 01211 1.04309 1.06662 1.07330 0.38064 0.42072 0.76764 0.27422 0.97323
Ruas 047 0.70378 0.71966 0.71807 0.27325 0.24355 0.38763 0.14173 0.65665
Ruas 04711 0.60590 0.61958 0.61560 0.24227 0.19244 0.27801 0.10351 0.56533
Sumber : Hasil Analisa
142
142
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.42 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya Konsumsi Suku Cadang (BPi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 154.48 Rp 92.60 Rp 110.41 Rp 133.32 Rp 44.67 Rp 78.15 Rp 67.80 Rp 8.75
Ruas 011 Rp 140.49 Rp 84.21 Rp 100.11 Rp 123.74 Rp 38.07 Rp 61.13 Rp 53.95 Rp 7.96
Ruas 01111 Rp 296.84 Rp 177.94 Rp 215.23 Rp 230.79 Rp 111.90 Rp 251.28 Rp 208.69 Rp 16.81
Ruas 01112 Rp 120.74 Rp 72.37 Rp 85.57 Rp 110.21 Rp 28.74 Rp 37.12 Rp 34.41 Rp 6.84
Ruas 012 Rp 156.12 Rp 93.58 Rp 111.63 Rp 134.44 Rp 45.45 Rp 80.15 Rp 69.43 Rp 8.84
Ruas 01211 Rp 263.10 Rp 157.71 Rp 190.39 Rp 207.69 Rp 95.97 Rp 210.25 Rp 175.30 Rp 14.90
Ruas 047 Rp 177.52 Rp 106.41 Rp 127.38 Rp 149.09 Rp 55.55 Rp 106.17 Rp 90.60 Rp 10.05
Ruas 04711 Rp 152.83 Rp 91.61 Rp 109.20 Rp 132.19 Rp 43.90 Rp 76.15 Rp 66.17 Rp 8.66
Sumber : Hasil Analisa
143
143
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.4 Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)
biaya upah mekanik rata – rata tahun 2013 yang diperoleh dari biaya rata-rata
upah mekanik bengkel sebesar Rp. 10,250 perjam (Pengaruh Tingkat Kerusakan
dkk, 2013). Maka dengan suku bunga rata – rata tahun 2015 seperti pada tabel
BCA 10.25%
BNI 10.65%
Mandiri 10.75%
rata - rata 10.55%
Sumber : Hasil Survei
Dengan i = 10.55 % nilai upah mekanik bengkel pada tahun 2015 adalah :
= Rp 10,250 (1 + 10.55%)2015-2013
= Rp 12,526.84 /jam
kendaraan (BUi) masing – masing jenis kendaraan pada setiap ruas jalan
144
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.44 Rekapitulasi Biaya Upah Pemeliharaan Kendaraan (BUi)
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 738.99 Rp 748.07 Rp 2,370.53 Rp 1,773.98 Rp 1,300.82 Rp 1,585.33 Rp 1,178.48 Rp 711.50
Ruas 011 Rp 701.60 Rp 710.22 Rp 2,253.06 Rp 1,706.90 Rp 1,197.15 Rp 1,396.34 Rp 1,046.74 Rp 675.50
Ruas 01111 Rp 1,056.35 Rp 1,069.32 Rp 3,351.95 Rp 2,355.96 Rp 2,095.00 Rp 2,899.78 Rp 2,112.23 Rp 1,017.04
Ruas 01112 Rp 645.80 Rp 653.73 Rp 2,076.81 Rp 1,607.77 Rp 1,034.68 Rp 1,078.81 Rp 828.80 Rp 621.77
Ruas 012 Rp 743.29 Rp 752.42 Rp 2,384.00 Rp 1,781.72 Rp 1,312.52 Rp 1,606.19 Rp 1,193.09 Rp 715.64
Ruas 01211 Rp 988.88 Rp 1,001.02 Rp 3,145.24 Rp 2,230.94 Rp 1,934.48 Rp 2,644.46 Rp 1,929.49 Rp 952.09
Ruas 047 Rp 797.39 Rp 807.18 Rp 2,553.07 Rp 1,879.58 Rp 1,456.63 Rp 1,857.48 Rp 1,369.85 Rp 767.72
Ruas 04711 Rp 734.68 Rp 743.70 Rp 2,356.99 Rp 1,766.22 Rp 1,289.03 Rp 1,564.21 Rp 1,163.70 Rp 707.34
Sumber : Hasil Analisa
145
145
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Contoh perhitungan
kendaraan (BUi) jenis sedan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) –
Maka,
JPsedan = a0 x Psedana1
146
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konsumsi ban (KB)
pada setiap ruas jalan dipakai data nilai konstanta dan koefisien – koefisien
parameter dapat dilihat pada tabel 2.41. Sedangkan untuk nilai tipikal tanjakan
dan turunan yang dipakai sesuai dengan tabel 2.42 dengan medan datar adalah 5
m/km serta nilai tipikal derajat tikungan medan datar adalah 15 ◦/km (tabel β.43).
Nilai IRI setiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.40.
Contoh perhitungan
Dihitung konsumsi ban dan biaya konsumsi ban jenis kendaraan sedan
pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data sebagai
berikut :
Maka,
KBsedan = 0.03770
Sehingga,
16. Adapun rekapitulasi biaya konsumsi ban (BBi) setiap jenis kendaraan pada
masing – masing ruas jalan ditunjukkan pada tabel 4.46 di bawah ini :
147
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.46 Rekapitulasi Biaya Konsumsi Ban (BBi) Masing – Masing Jenis Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 Rp 32.98 Rp 35.54 Rp 86.36 Rp 68.08 Rp 86.36 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.04
Ruas 011 Rp 30.77 Rp 34.28 Rp 83.73 Rp 68.08 Rp 83.73 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 3.77
Ruas 01111 Rp 55.52 Rp 48.35 Rp 113.12 Rp 68.08 Rp 113.12 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 6.80
Ruas 01112 Rp 27.64 Rp 32.51 Rp 80.02 Rp 68.08 Rp 80.02 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 3.38
Ruas 012 Rp 33.24 Rp 35.69 Rp 86.67 Rp 68.08 Rp 86.67 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.07
Ruas 01211 Rp 50.18 Rp 45.32 Rp 106.78 Rp 68.08 Rp 106.78 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 6.14
Ruas 047 Rp 36.63 Rp 37.61 Rp 90.69 Rp 68.08 Rp 90.69 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.48
Ruas 04711 Rp 32.72 Rp 35.39 Rp 86.05 Rp 68.08 Rp 86.05 Rp 66.39 Rp 160.07 Rp 4.01
Sumber : Hasil Analisa
148
148
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1.6 Biaya Tidak Tetap Besaran BOK (BTT)
Nilai biaya tidak tetap (BTT) ini dipakai sebagai BOK tanpa proyek
Contoh perhitungan
Dihitung biaya tidak tetap jenis kendaraan sedan pada ruas (010) jalan
Sehingga,
BTT = Rp 1,478.41/km
149
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.47 Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Tanpa Proyek (Without Project)
150
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Biaya tidak tetap besaran BOK tanpa proyek (without project) pada tabel
di atas dipakai sebagai BOK tanpa proyek (without project). Selanjutnya dihitung
penanganan pada setiap ruas jalan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai
menggunakan nilai IRI dan kecepatan setiap jenis kendaraan tersebut dihitung
biaya operasi kendaraan pada setiap ruas jalan sebagai biaya operasi kendaraan
Peningkatan nilai IRI (m/km) diasumsikan bahwa semua ruas jalan akan
mampu dilewati kendaraan pada kecepatan arus bebas dasar setelah adanya
Adapun nilai IRI dan kecepatan kendaraan pada setiap ruas jalan dengan
adanya proyek (with project) penanganan jalan disajikan pada tabel 4.48 berikut :
Tabel 4.48 Nilai IRI (m/km) dan Kecepatan Kendaraan (km/jam) Dengan Proyek
151
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses perhitungan BOK dengan proyek (with project) dilakukan dengan cara yang sama seperti dalam proses menghitung biaya
operasi kendaraan (BOK) tanpa proyek (without project) di atas. Adapun rekapitulasi biaya tidak tetap besaran biaya operasi kendaraan
(BOK) dengan proyek (with project) disajikan pada tabel 4.49 berikut :
Tabel 4.49 Biaya Tidak Tetap Besaran Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Dengan Proyek (With Project)
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat Sepeda Motor
Ruas 010 Rp 1,312.40 Rp 1,412.26 Rp 3,275.25 Rp 3,238.30 Rp 2,651.18 Rp 3,402.96 Rp 4,163.24 Rp 1,120.12
Ruas 011 Rp 1,312.16 Rp 1,411.96 Rp 3,274.92 Rp 3,238.18 Rp 2,649.30 Rp 3,401.29 Rp 4,161.51 Rp 1,119.89
Ruas 01111 Rp 1,300.63 Rp 1,397.35 Rp 3,258.84 Rp 3,232.17 Rp 2,558.05 Rp 3,319.45 Rp 4,077.32 Rp 1,108.35
Ruas 01112 Rp 1,338.41 Rp 1,434.94 Rp 3,294.71 Rp 3,193.41 Rp 2,911.63 Rp 3,577.69 Rp 4,385.17 Rp 1,157.32
Ruas 012 Rp 1,303.86 Rp 1,402.84 Rp 3,261.42 Rp 3,217.81 Rp 2,572.72 Rp 3,332.58 Rp 4,090.85 Rp 1,110.24
Ruas 01211 Rp 1,325.62 Rp 1,429.15 Rp 3,293.84 Rp 3,245.45 Rp 2,755.91 Rp 3,497.32 Rp 4,260.04 Rp 1,133.35
Ruas 047 Rp 1,332.87 Rp 1,438.51 Rp 3,304.15 Rp 3,249.55 Rp 2,813.44 Rp 3,549.43 Rp 4,313.32 Rp 1,140.60
Ruas 04711 Rp 1,311.95 Rp 1,411.69 Rp 3,274.62 Rp 3,238.07 Rp 2,647.61 Rp 3,399.77 Rp 4,159.95 Rp 1,119.67
Sumber : Hasil Analisa
152
152
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selanjutnya dengan data LHRT (kend/hari) dan panjang jalan (km) pada
tabel 4.50 di bawah, dihitung besar penghematan biaya operasi kendaraan (BOK)
Contoh perhitungannya disajikan pada tabel 4.51 dan tabel 4.52 berikut :
153
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.52 Contoh Perhitungan Penghematan BOK Selama Satu Tahun
pada lampiran 17. Rekapitulasi total penghematan BOK (Rp) selama satu tahun
Tabel 4.53 Rekapitulasi Total Penghematan BOK (Rp) Selama Satu Tahun
Panjang
No Total Penghematan
Ruas Jalan Jalan
Ruas BOK (Rp)
(km)
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 Rp 21,783,829,780.90
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.33 Rp 10,460,333,031.87
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.67 Rp 3,720,663,882.50
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.22 Rp 7,173,950,246.91
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.83 Rp 22,480,028,137.29
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.42 Rp 2,931,238,593.43
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 Rp 2,148,243,208.11
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 Rp 1,560,213,989.56
Sumber : Hasil Analisa
154
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.2 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan
data PDRB dan jumlah penduduk yang diperoleh dari badan pusat statistik
proyek penanganan pada tabel 4.28 dan data kecepatan kendaraan dengan proyek
pada tabel 4.48 di atas dihitung besar nilai penghematan waktu perjalanan pada
Contoh perhitungan
Dihitung besar penghematan nilai waktu perjalanan pada ruas jalan Panton
Labu/Simpang (km 328) – Peureulak seperti yang disajikan pada tabel 4.54 dan
155
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.54 Contoh Perhitungan Penghematan Waktu Perjalanan (Selisih Waktu)
156
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Adapun perhitungan penghematan nilai waktu perjalanan pada setiap ruas
jalan dilampirkan pada lampiran 18. Rekapitulasi total penghematan nilai waktu
perjalanan (Rp) selama satu tahun ditunjukkan pada tabel 4.56 berikut :
Tabel 4.56 Rekapitulasi Total Penghematan Nilai Waktu Perjalanan (Rp) Selama
Satu Tahun
Analisis nilai net present value (NPV) dilakukan untuk mengetahui nilai
penanganan dalam penelitian ini, yaitu ruas jalan dengan nilai kelayakan ekonomi
atau NPV yang lebih besar akan lebih diprioritaskan penanganannya daripada ruas
157
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kelayakan ekonomi dapat dihitung berdasarkan nilai pengeluaran (biaya
penanganan) dan nilai manfaat dari suatu proyek. Adapun total manfaat dan biaya
a b c d=b+c
010 Rp 21,783,829,780.90 Rp 61,173,037,657.33 Rp 82,956,867,438.23
011 Rp 10,460,333,031.87 Rp 57,181,484,942.27 Rp 67,641,817,974.14
01111 Rp 3,720,663,882.50 Rp 593,584,286.56 Rp 4,314,248,169.06
01112 Rp 7,173,950,246.91 Rp 47,104,403,853.55 Rp 54,278,354,100.46
012 Rp 22,480,028,137.29 Rp 50,072,300,170.04 Rp 72,552,328,307.32
01211 Rp 2,931,238,593.43 Rp 178,537,605.12 Rp 3,109,776,198.55
047 Rp 2,148,243,208.11 Rp 1,190,999,217.11 Rp 3,339,242,425.22
04711 Rp 1,560,213,989.56 Rp 792,346,073.56 Rp 2,352,560,063.12
Sumber : Hasil Analisa
No
Nama Ruas Biaya Penanganan (Rp)
Ruas
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 45,408,200,000
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 1,843,560,000
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 267,160,000
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 75,000,000
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp 78,942,488,000
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 83,560,000
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 122,100,000
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 82,500,000
Rp 126,824,568,000
Sumber : Hasil Analisa dan Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I
158
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan menggunakan persamaan 2.9 dihitung nilai NPV setiap ruas jalan.
Contoh perhitungan NPV pada ruas jalan (010) Panton Labu/Simpang (km 328) –
r = 10.55 %
n = 5 tahun
Maka :
Hasil perhitungan nilai net present value (NPV) setiap ruas jalan
Tabel 4.59 Hasil Perhitungan Nilai Net Present Value (NPV) Setiap Ruas Jalan
Nomor
Nama Ruas NPV
Ruas
a b c
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 22,740,541,105.14
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 39,849,296,717.89
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 2,451,031,718.13
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 32,827,093,104.85
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp (3,870,062,483.54)
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 1,832,762,613.19
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 1,948,392,967.13
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 1,374,812,948.06
Sumber : Hasil Analisa
159
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada tabel 4.59 di atas menunjukkan
bahwa ruas jalan batas kota Langsa – batas provinsi SUMUT tidak layak secara
Disamping itu berdasarkan tabel 4.59 di atas juga dapat diketahui rangking
prioritas penanganan setiap ruas jalan tersebut seperti pada tabel 4.60 berikut :
Nomor Rangking
Nama Ruas NPV
Ruas Prioritas
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 39,849,296,717.89 1
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 32,827,093,104.85 2
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 22,740,541,105.14 3
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 2,451,031,718.13 4
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 1,948,392,967.13 5
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 1,832,762,613.19 6
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 1,374,812,948.06 7
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp (3,870,062,483.54) 8
Sumber : Hasil Analisa
arus ruas jalan dan biaya penanganan menunjukkan perbedaan urutan prioritas.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam analisis. Analisis dengan metode
bina marga dilakukan dengan cara menentukan nilai manfaat penanganan bagi
pengguna jalan dimana faktor panjang jalan, LHRT, nilai kerataan jalan (IRI) dan
160
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
besar biaya penanganan yang dikeluarkan sangat mempengaruhi urutan prioritas
process (AHP) dan metode bina marga ditunjukkan pada tabel 4.61 berikut :
Nama Ruas
Urutan
Prioritas Metode AHP Metode Bina Marga
Peureulak (km 392) - Batas Kota
1 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa)
Langsa
Peureulak (km 392) – batas kota Langsa merupakan ruas jalan dengan urutan
161
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berdasarkan analisis dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
menunjukkan ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) adalah ruas jalan dengan prioritas
berada pada posisi peringkat yang sama atau 12.5 % dari total delapan ruas jalan,
yaitu ruas jalan batas kota Langsa – batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT).
Peringkat tujuh ruas jalan lainnya atau 87.5 % dari total delapan ruas jalan
process (AHP) terdapat empat ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan
162
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
5.1 Kesimpulan
pembanding yaitu kondisi jalan, arus ruas jalan dan biaya penanganan serta analisis
metode bina marga dalam menyusun skala prioritas penanganan jalan nasional
1. Hasil analisa dengan metode AHP terhadap kuesioner yang diberikan kepada
digunakan pada penelitian ini, kriteria kondisi ruas jalan merupakan kriteria
kondisi jalan, arus ruas jalan dan biaya penanganan diperoleh ruas jalan
163
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Hasil perbandingan urutan prioritas penanganan dengan metode analytical
urutan prioritas. Dimana ruas jalan yang menjadi prioritas pertama dengan
metode bina marga adalah ruas jalan Peureulak (km 392) – batas kota Langsa.
Selain itu juga menunjukkan bahwa satu ruas jalan berada pada posisi
peringkat yang sama atau 12.5 % dari total delapan ruas jalan, yaitu ruas jalan
tujuh ruas jalan lainnya atau 87.5 % dari total delapan ruas jalan posisinya
terdapat empat ruas jalan mengalami penurunan peringkat dan terdapat tiga
prioritas kedua metode tersebut ditampilkan pada tabel 4.61 halaman 161.
5.2 Saran
kriteria kondisi jalan, biaya penanganan dan volume lalu lintas dapat
infrastruktur di Aceh.
164
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
www.lpcb.org/lpcb/index.php?option=com_docman&task=doc....
Anonim. Tanpa Tahun. “Kerangka Acuan Kerja (KAK) Survey IRMS Jalan
baru.html
Anonim. 2015. Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI No.
16/SJI/2015
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2015. “Jumlah Penduduk Provinsi Aceh 2015”.
www.aceh.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/120.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2016. “Berita Resmi Statistik Badan Pusat
165
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1983. “Manual
Marga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1991. “Tata Cara
Marga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Jalan Kota. 1997.”Manual Kapasitas
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan. 2005. “Pd. T-18-2005-B Pra
Umum, Jakarta.
Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/ BNKT/ 1990” PU Bina Marga, Jakarta.
Surabaya.
Hobbs, F.D. 1995. “Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas”. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hotrin, Rado. 2011. “Analisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis Tehadap
166
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hrp, Ahmad Royhan M. 2012. “Evaluasi Kelayakan Pembangunan Jalan Jembatan
www.pu.go.id/site/view/56/114.6.32.36/foto_halaman/PETAACEH.jpg
Yogyakarta.
Yogyakarta.
Surabaya.
N.D. Lea Consultants Ltd. 2000. “Technical Advisory Services for Integration,
(IRMSs) (Loan No. 3712-IND) & (Loan No. 3913-IND) SEPM Technical”.
Putri, I Dewa Ayu Ngurah Alit. 2011. “Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan
Udayana, Denpasar.
167
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Putri, Wirdatun Nafiah. 2011. “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan
Undangan, Jakarta.
Ritonga, Efri Debby E. 2011. “Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas
Sembiring, Irwan S. 2008. “Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi
Sudarsana, Dewa Ketut dan Nyoman Swastika. 2013. “Kerugian Biaya Sosial Akibat
Udayana, Denpasar.
168
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sukirman, Silvia. 1992. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Nova, Bandung.
169
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN