Anda di halaman 1dari 37

AKULTURASI KEB[UDAYAAN ISLAM TERHADAP TARI PAOLLE

DALAM UPACARA ADAT AKKAWARU MASYRAKAT MUSLIM


KECAMATAN GANTARANGKEKE KABUPATEN BANTAENG

Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Humaniora

Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Alauddin Makassar

Oleh:

Arjun

NIM: 40200116114

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Definisi Operasional

C. Rumusan Masalah

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

E. Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Pengerian Akulturasi

B. Budaya Lokal Dengan Budaya Islam

C. Pengertian Dan Pungsi Kesenian

D. Definisi Tari

E. Kerangka Berpikir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Dan Lokasi Penelitian

B. Desain Penelitian

C. Pendekatan Penelitian

D. Metode Pengumpulan Data

E. Data Dan Sumber Data


BAB VI HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Tari Paolle Dalam Upacara Adat Akkawaru Kecamatan

Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng

B. Pelaksanaan Tari Paolle Dalam Upacara Adat Akkawaru kecamatan

Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng

C. Akulturasi Islam Terhadap Tari Paolle Dalam Upacara Adat Akkawaru

Kecamatam Gantarankeke Kabupaten Bantaeng

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Implikasi

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS


Nama : Arjun

Nim : 40200116114

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Judul :Akulturasi Kebudayaan Islam Terhadap Tari Paolle

Dalam Upacara Adat Akkawaru Masyarakat Muslim

Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan-kegiatan yang bersifat ritual merupakan aspek yang penting dalam

kehidupan manusia. Setiap manusia memeliki tradisi dan ritualnya tersendiri

sesuai dengan kebudayaan masing-masing dalam bentuk upacara. Pada zaman

dahulu, hamper semua bentuk seni pertunjukan berfungsi sebagai sarana upacara

ritual dan masih berlangsung sampai sekarang. Selain itu, dalam usaha

melestarikan kebudayaan, upacara ritual masih sering dijumpai pada masyarakat

penyangganya salah satunya seperti pada masyarakat kabupaten Bantaeng.

Dilihat dari segi geografinya, kabupaten Bantaeng juga berkaitan dengan

laut dan gunung yaitu pada upacara adat Pakjukukang yang dimulai dari daerah

pesisir yaitu di kecamatan Pakjukukang dengan acara pesta laut kemudian acara

inti dilakukan di kecematan Gantarangkeke sebagai pusat kerajaan di kabupaten

Bantaeng di zaman dulu. Upacara adat Pakjukukan adalah upacara adat yang

dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahunnya pada bulan Sya’ban yaitu sebelum
memasuki bulan suci Ramadhan. Upacara adat ini dilaksanakan sebagai ungkapan

syukur kehadiran Sang Pencipta karena dengan mata pencaharian sebagai petani

dan nelayan mampu memberikan kesejahteraan dalam hidupnya.

Sebelum pelaksanaan upacara adat Pakjukukan, terdapat suatu upacara ritual

yang dilaksanakan tiga bulan sebelum upacara adat Pakjukukang digelar. Upacara

adat itu disebut dengan Akkawaru. Akkawaru adalah upacara penyucian yang

dilaksanakan untuk memurnikan kerajaan dan melindunginya dari malapetaka,

penyakit, serta roh jahat. Selain di kecamatan Gantarangkeke, upacara adat

Akawaru juga dilaksanakan di kecamatan Eremerasa, kemudian dilaksanakan

upacara adat di kecamatan Onto yang pada zaman dahulu juga merupakan

wilayah kerajaan dan sebagai pertemuan para Kare (pemimpin).

Pada upacara adat Akkawaru terdapat sebuah tarian yang biasa ditarikan

pada upacara adat Pakjukukang, yakni tari Paolle. Tari Paolle dalam upacara adat

berfungsi sebagai media komunikasi antara masyarakat dan sang Pencipta untuk

menyampaikan rasa syukur. Pelaksanaan upacara di tempat yang berbeda, maka

bentuk dan fungsi tari Paolle juga berbeda dari ketiga tempat yang melaksanakan

upacara adat.

Kecamatan Gantarangkeke merupakan pusat kerajaan di Bantaeng, sehingga

pelaksanaan upacara adat lebih kompleks dibandingkan dengan dua tempat

lainnya. Tari Paolle pada upacara adat Pakjukukang di kecamatan Gantarangkeke

memiliki makna simbolik, yaitu dalam pola-pola gerakan tari Paolle ini tersirat

makna bahwa roda kehidupan selalu berputar, kadang di bawah dan tak jarang

juga kehidupan menghendaki berada di atas. Oleh karena itu, manusia selalu
harus menjaga hubungan dengan sang Pencipta dan hubungan sesame manusia.

Gerakan dan pola lantai yang digunakan pada tarian ini semuanya menyimbolkan

irama kehidupan. Pola gerakan yang selalu dimulai dari bawah lalu ke atas

mengambarkan apabila ingin sukses dalam hidup, maka harus dimulai dari bawah

dulu artinya bersakit-sakit dahulu sebelum mencapai puncak kesuksesan.

Kemudian pola lantai yang terdapat pada hamper semua ragam pada tarian

ini yaitu ragam berpindah tempat. Pola itu menggambarkan bahwa dalam

menjalani kehidupan ini, manusia harus bisa merasakan tempat yang orang lain

rasakan, sehingga bisa saling menghargai sesame manusia. Selain itu, terdapat

juga gerakan yang menyimbolkan bahwa dalam keadaan apapun itu, sebagai

manusia harus selalu besyukur atas nikmat yang diberikan oleh Yang Maha

Pencipta. Hal itu bisa dilihat dari gerakan penari, walau dalam posisi berdiri,

memiringkan badannya ke samping kiri ataupun kanan. Gerakan tangannya selalu

dimulai dari gerak mengalun dari bawah ke atas layaknya orang yang sedang

bersyukur.

Pada pelaksanaan upacara adat di kecamatan Gantarangkeke, tari Paolle

ditarikan oleh perempuan yang sudah mengalami menopause. Kondisi seperi itu

dianggap suci sehingga layak untuk menarikan tarian ritual tersebut dan pesan

dari tari Paolleh bisa disampaikan kepada masyarakat. Pelaksanaan upaca adat di

kecamatan Onto tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan di kecamatan

Gantarangkeke. Hal itu disebabkan karena posisi kedua daereah tersebut yang

sama-sama merupakan kerajaan pada zaman dahulu. Selain itu, kelompok yang

membawakan tari Paolle adalah kelompok yang sama sehingga makna simbolik
dari tari Paolle tidak berubah meskipun dalam konteks pelaksanaan upacara

adatnya tidak sekompleks di kecamatan Gantarangkeke.

Pada tahun 2013, kelompok atau pelaku yang bisa menarikan tari Paolle

untuk upacara adat Pakjukukangi tidak ikut berpartisipasi lagi dalam upacara

tersebut. Masyarakat masih mempercayai bahwa apabila tidak melaksanakan

upacara adat, maka akan terjadi hal buruk yang nantinya akan menimpa desa

mereka. Untuk menyiasati agar upacara adat tetap berlangsung maka masyarakat

bermusyawarah memutuskan untuk memanggil kelompok dari kecamatan

Eremerasa untuk menarikan tari Paolle.

Di kecamatan Eremerasa penarinya adalah gadis-gadis yang berumur 12-22

tahun. Pada umur tersebut merupakan masa terjadinya perubahan fisiologi pada

perempuan atau yang dikenal dengan sebutan mestruasi. Latar belakang

munculnya tari Paolle pada upacara ritual di kecamatan Eremerasa adalah meniru

kebiasaan yang ada dilingkungan kerajaan pada zaman dahulu yaitu menampilkan

tari Paolle pada setiap upacara ritual. Di masa sekarang tari paolle ditampilkan

pada setiap upacara ritual dan berfungsi sebagai media komunikasi untuk

menyampaikan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Perbendaan yang cukup singnifikan mulai dari penari, property yang

digunakan hingga gerak dari kedua kelompok tari itu tidak menjadi permasalahan

oleh masyarakat di kecamatan Gantarangkeke. Upacara adat Akkawaru harus

tetap berjalan meskipun tari Paolle tidak diragukan lagi oleh kelompok dari

kecammatan Gantarangkeke.s
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa tari Paolle yang ditarikan oleh

kelompok dari kecamatan Gantarangkeke mempunyai makna sebagai penuntun

hidup bagi masyarakat sekitar. Hal itu bisa dilihat apabila dianalisis melalui gerak

dan pola lantai yang digunakan. Hadirnya tari Paolle pada upacara adat

Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke, menarik untuk mengetahui makna

simbolik yang ditarikan oleh kelompok dari dari kecamatan Eremerasa.

B. Definisi Operasional

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian

tersebut, maka dalam definisi yang akan disajikan pada bab selanjutnya sangat

penting dijeelaskan. Adapun variabel-variabel yang dimaksudkan nantinya adalah

sebagai berikut:

1. latar belakang keberadaan Tari Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di

Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Maksudnya adalah pada

zaman apa, kapan dan dimana lahir dan berkembangnya Tari Paolle di

Kecamatan Gantarangkeke.

2. Bentuk penyajian Tari Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan

Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Maksudnya adalah bentuk penyajian

Tari Paolle, yang meliputi penari, ragam gerak, pola lantai, properti, musik

pengiring, kostum dan tata rias, serta tempat pertunjukan dalam Pesta Adat

Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.


3. Fungsi Tari Paolle dalam Pesta Ada Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke

Kabupaten Bantaeng. Maksudnya adalah kedudukan dan peranan Tari Paolle

dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten

Bantaeng.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai tari Paolle yang

dilaksanakan di kecamatan Gantarangkeke kabupatean Bantaeng, maka

permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah adat tari Paolle dalam kebudayaan Gantarankeke

kabupaten Bantaeng?

2. Bagaimana pelaksanaan Tari Paolle dalam upacara adat Akkawaru di

kecamatan Gantarangkeke kabupaten Bantaeng?

3. Bagaimana akulturasi kebudayaan Islam yang terkandung pada Tari Paolle

dalam upacara adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke kabupaten

Bantaeng?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain:

1. Untuk mendapatkan data mengenai pertunjukan Tari Paolle dalam upacaraa

adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke kabupaten Bantaeng Sulawesi

Selatan.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai makna simbolik Tari

Paolle dalam upacaraa ada Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke

kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan.

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:


1. Sebagai bahan masukan bagi penari untuk memahami makna yang terkandung

dalam tari Paolle dalam upacara adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke

kabupaten Bantaeng Sulawasi Selatan.

2. Sebagai bahan masukan bagi penari untuk lebih menghayati setelah

mengetahui makna yang terkandung dalam tari Paolle upacara adat

Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke kabupaten Bantaeng Sulawesi

Selatan.

3. Sebagai bahan pegangan dan evaluasi bagi pihak pengelola Tari Paolle

terutama para Anrong Guru dalam hal pelaksanaan upacaraa adat di

kabupaten Bantaeng.

E. Kajian Pustaka

Tinjauan pusta merupakan langka awal yang dilakukan dalam penelitian

sebagai sarana untuk memecahkan masalah, memperoleh landasan teori, dan

hipotesis. Kejian pustaka bertujuan untuk menemukan permasalahan-permasalahan

yang belum tergarap dan mendapat perhatian oleh peneliti sebelumnya. Studi

kepustakaan dilakukan dari berbagai sumber yang terkait langsung dengan objek

penelitian.

Sumber-sumber tertulis acuan yaitu buku yang ditulis oleh M. Irfan Mahmud

yang berjudul Bantaeng Masa Prasejarah ke Masa Islam, tahun 201. Dalam buku

tersebut tidak membahas tentang tari paolle akan tetapi mengurai secara singkat

tentang upacara adat Pakjukukang yang ada di kecamatan Gantarangkeke. Lebih

jelas lagi dalam bukunya ia juga membahas tentang kepercayaan pra-Islam yang

dianut oleh masyarakat setempat hingga terjadi akulturasi Islam dan budaya local.
Skripsi dengan judul Tari Paolle pada Pesta Adat Gantarangkeke di Kecamatan

Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng pada tahun 2009 oleh Swada Sukri yang

membahas tentang pelaksanaan upacara adat Pakjukukang di kecamatan

Gantarangkeke. Isi atau pembahasan yang terdapaat pada skripsi tersebut fokus

pada tata urutan yang ada dalam pesta adat Pakjukukang sehingga pembahasannya

hanya sebatas pada pendeskripsian saja dan tidak menganalisis secara dalam dengan

menggunakan teori-teori. Tulisan Swada Sukri ini meberikan gambaran umum

kepada peneliti tentang tari Paolle pada pelaksanaan upacara adat yang ada di

kabupaten Bantaeng, sehingga peneliti bisa terbantu dalam hal pengumpulan data.

Tesis dengan judul Makna Simbolik Poncokusumo Malang oleh Ninik

Hariani tahun 2011 juga menjadi bahan perbandingan peneliti dalam hal mengkaji

makna simbolik pada suatu objek tari. Ninik dalam tulisannya Srimpi memiliki nilai

sacral dan mempunyai makna simbolik yang dalam, kerena difungsikan untuk

upacara ruwatani. Gambaran Srimpa Lima, merupakan Srimpa yang dianggap sacral

oleh masyarakat Ngadireso dan direfleksikan melalui simbolisasi Srimpa Lima yang

tersirat makna Sedulur papat lima pancer. Makna simbolik Srimpi Lima yang

difungsikan untuk ruwatan, bahwa manusia yang dilahirkan dalam kelompok

sukerta harus diruwat. Hal ini, karena manusia dianggap kotor, tidak bersih, dan

tidak suci. Untuk melepaskan dirinya dari kekotoran itu, atau ketidaksucian, maka

anak yang tergolong ontang-anting harus diruwat. Paparan Ninik mengenai makna

simbolik pada sebuah objek tari memberikan peneliti sebuah gambaran, sehingga

sangat terbantu dalam hal pengungkapan mengenai makna simbolik Tari Paolle

dalam upacara adat Akawaru di kecamatan Gantarangkeke kabupaten Bantaeng.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengerian Akulturasi

Akulturasi ialah percampuran dua hal yang saling melengkapi.Istilah dalam

antropologi mempunyai beberapa makna (acculturation, atau culture contact) semua

menyangkut konsep mengenai proses social yang timbul apabila sekelompok manusia

dengan suatu kebudyaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan

asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat-laun diterima diolah kedalam

kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu.

Ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dalam proses akultarsi:

1. Keadaan sebelum proses akultarasi dimulai

2. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing

3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk msuk

ke dalam kebudayaan penerima

4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh

5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebuyaan asing

Akultarasi merupakan proses social yang terjadi apabila kelompok manusia

dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudyaan asing yang berbeda, dengan
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah didalam kebudayaan tanpa

menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.1

B. Budaya lokal Dengan Budaya Islam

Budaya merupakan bahasa Belanda cultuur, dalam bahsa inggris culture dan

dalam bahasa Arab adalah tsaqafah berasal dari bahasa latin colere yang artinya

mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah

tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembang arti culture sebfai “segala daya dan

aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Sedangkan kebudayaan

adalah semua yang berasal dari hasrat dan gairah di mana yang lebih tinggi dan murni

menjadi yang teratas memiliki tujuan praktis dalam hubungan manusia seperti musik,

puisi, agama, etik dan lain-lain.2 Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta,

karsa dan rasa dan kebudyaan adalah hasil dari cipta karsa dan rasa tersebut. Budaya

yang teraktualisasi dalam wujud adat mulia dipahami sebgai fenomena alam yang

kehadirannya secara umum memberikan kontribusi terhadap perilaku manusia,

sehingga yang berkenaan dengan cara melkukan sesuatu, seperti menjalankan

kewajiban agama dan perilaku social.

Beberapa bentuk ada merupakan kreasi asli daerah, dan sebagian lain seremonial.

Dari sudut pandang agama, adat adat yang baik (urf sahih) dan adat yang jelek (hurf

fasid); sebagian sesuai dengan syariat dan dinyatakan dalam kaidah fikih, sebagian

lagi sesuai dengan semangat tata susila menurut Islam. Oleh karena itu, dalam suatu

perayaan religious, paling tidak ada tiga elemen yang terkombinasi bersamaan:

1
Misnayanti, Akulturasi budaya local dan budaya Islam dalam adat pernikahan masyarakat desa
kaladi kecamatan Suli barat kabupaten Luwu( Makassar: Universitas Islam negeri Alauddin Makassa,
2016), h.11
2
Joko Triprasetya, Ilmu budaya dasar (cet.3; Jakarta: PT Rineka cipta, 2009), h.31
Perayaan itu termasuk adat karena dilaksanakan secara teratur, bersifat ibadah karena

seluruh yang hadir memanfaatkannya untuk mengungkapkan identitas

kemuslimannya,pemuliaan tentang ummat dimana ikatan social internal di dalam

komunitas pemeluk lebih diperkuat lagi.

Islam adalah sebuah tatanan kehidupan yang sangat sempurna dan lengkap karena

di dalam Islam itu sendiri mengatur segala macam aturan mulai dari hal-hal yang

kecil sampai hal-hal yang besar, mulai aturan kehidupan dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat serta lingkungan. Islam sudah kita yakini adalah agama yang sempurna

akan tetapi dalam kesempurnaannya dan alam implentasi kehidupan sehari-hari

masih membutuhkan penafsiran-penafsiran dan penakwilan dalam kaidah-kaidah

tertentu. Persentuhan Islam dengan budaya lokal tidak menafikan adanya akulturasi

timbal balik atau saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya Islam adalah budaya

yang ada di dalam masyarakat terdapat praktik-praktik Islam.

Kontak antar budaya masyareakt yang diyakini sebagai suatu bentuk kearifan

lokal dengan ajaran dan nilai-nilai yang di bawa oleh Islam tak jarang menghasilkan

dinamika budaya masyarakat setempat. Kemudian, yang terjadi ialah akulturasi dan

mungkin sinkretisasi budaya, seperti praktek meyakini lokal. Secara spesifik, Islam

memandang budaya lokal yang ditemuinya dapat dipilih menjdi tiga: menerima dan

mengembangkan budaya yang sesuai dengan prinsip-prinsuip Islam dan berguna bagi

permuliaan kehidupan umat manusia3

C. Pengertian dan Fungsi Kesenian

3
Misnayanti, Akulturasi budaya local dan budaya Islam dalam adat pernikahan masyarakat desa
kaladi kecamatan Suli barat kabupaten Luwu( Makassar: Universitas Islam negeri Alauddin Makassa,
2016), h.11
Kesenian adalah hasil ekspresi manusia yang mengandung keindahan. 4

Definisi di atas mengandung makna bahwa, seni merupakan hasil karya manusia yang

di dalamnya terkandung nilai-nilai yang indah, akan tetapi keindahan itu relatif

berdasarkan perasaan masing-masing individu.

Penciptaan bentuk-bentuk yang menyenangkan yang dimaksud dengan

kesenangan dalam seni adalah kesenangan yang menimbulkan rasa suka, puas, dan

sebagainya. Jadi, hadirnya jiwa seni pada diri seseorang salah satunya karena unsur

keinginan dari dalam jiwa seseorang, sehingga dapat dikatakan bahwa seni

merupakan salah satu kebutuhan bagi kehidupan manusia.

Kesenian sebagai ungkapan rasa estetis manusia memiliki fungsi yang

seimbang dalam kehidupan sehari-hari baik secara pribadi maupun kelompok sosial.

Fungsi kesenian menurut Subroto, “seni pada kebanyakan kelompok masyarakat

pastilah pendukung fungsi-fungsi kultur tertentu seperti sosial kerakyatan, sarana

pendidikan moral, etika, fungsi religious, penyandaran nilai-nilai keadilan, fungsi

pemuas, dan aktualisasi diri.5

Uraian pendapat di atas mengandung makna bahwa, kesenian merupakan

pendukung dalam kebudayaan atau adat istiadat dalam kelompok masyarakat,

misalnya pada masyarakat sosial, sarana pendidikan moral, etika (tata susila), nilai-

nilai keadilan dalam masyarakat, pemuas diri dan aktualisasi diri. Maka dari itu,

kesenian juga sangat berpengaruh dan sangat penting dalam membentuk suatu

komunitas kelompok masyarakat.

4
Suwaji Bastomi, Wawasan Seni (Semarang: IKIP Semarang Press, 1992), h. 78.
5
Wayan Dibia, Tari Komunal (Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2006), 89.
Menurut Sumandiyo, “eksistensi seni adalah usaha untuk menciptakan

beberapa bentuk symbol yang menyenangkan, dan bukan hanya mengungkapkan

segi keindahan saja, tetapi dibalik itu terkandung maksud baik yang bersifat pribadi,

sosial maupun fungsi lain.6 Definisi tersebut mengandung makna bahwa, dengan

lahirnya seni, maka dapat diciptakan beberapa ciri dan bentuk yang menyenangkan,

misalnya sebuah tarian, musik, dan drama, akan tetapi tidak hanya dari segi

keindahannya saja, melainkan di dalamnya harus terkandung maksud dan tujuan, baik

yang bersifat pribadi, sosial dan sebagainya.

Beberapa uraian pendapat di atas yang menyangkut tentang masalah seni,

dapat ditarik kesimpulan bahwa, seni merupakan masalah keindahan sebagai hasil

ciptaan manusia yang mempunyai bakat untuk menciptakan sesuatu yang indah.

Selain dari itu, di dalam kesenian terjadi suatu proses pengungkapan pengalaman hati

dan jiwa seseorang, sehingga akan menghasilkan sebuah karya yang mempunyai nilai

keindahan yang tinggi dan berfungsi sebagai penyeimbang jiwa manusia, sebagai

sarana pendidikan moral, sebagai sarana religious, dan juga berfungsi bagi

masyarakat social.

D. Definisi Tari dan Fungsi Tari

1. Definisi Tari

Soedarsono mengemukakan bahwa, tari adalah ekspresi jiwa manusia yang

diungkapkan dengan gerak-gerik ritmis yang indah.7 Soeryoningrat, tari adalah gerak

6
Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari (Yogyakarta: Pustaka, 2005), h. 97.
7
Gunawan Monoharto, Seni Tradisional Sulawesi Selatan (Makassar: Lamacca Press, 2003),
h. 102.
dari seluruh anggota badan yang selaras dengan bunyi musik (gamelan), diatur oleh

irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan dalam menari. 8 Dari uraian tersebut

mengandung makna, bahwa tari merupakan sebuah karya seni yang gerakan tariannya

harus ritmis, indah, menarik serta selaalu didukung dan dituntun dengan irama musik

yang harus sesuai dengan maksud dan tujuan. Dalam hal ini, sebuah tarian tidak

dapat dipisahkan dari musik, karena keduanya saling terkait satu sama lain.

Menurut Wardhana, tari adalah gerak seluruh tubuh yang ditata dengan irama

lagu pengering, sesuai dengan lambing, watak dan tema tari. Definisi tersebut

mengandung makna bahwa sebuah tarian merupakan hasil dari gerak tubuh yang

mempunyai makna, tema dan watak, yang kesemuanya harus selaras dan ditata

sesuai dengan iringan musiknya.

Selain itu, tari juga dapat diartikan sebagai beberapa gerakan, tingka laku,

atau ekspresi yang berasal dari jiwa seseorang yang mempunyai nilai yang indah,

akan tetapi kesemuanya itu akan menjadi penghambat bila harus terkait dengan kata

“indah”, sebab keindahan itu bersifat relative, dan pandangan keindahan bagi setiap

manusia berbeda satu sama lain.

Dewasa ini telah banyak tari yang berkembang tanpa memikirkan keindahan

geraknya, gerak yang diciptakan oleh koreografer, meskipun tidak terlalu indah,

namun yang diutamakan adalah gerakan itu memiliki makna, berupa pesan dan

amanat yang disampaikan kepada masyarakat (performance).

Di kalangan masyarakat itu sendiri, selain terdapat tari yang bersifat individu,

adapula tari yang bersifat sosial (komunal), yang biasa ditampilkan pada pesta-pesta

8
Munasiah Najamuddin, Tari Tradisional Sulawesi Selatan (Ujung Pandang: Bhakti Baru,
1983), h. 76.
adat dalam suatu komunitas. Seperti definisi tari menurut Endo Suanda, tari adalah

suatu perwujudan dari ekspresi personal (individu) dan sosial (komunal). 9 Maksudnya

tari menjadi sebuah ungkapan personal (individual) karena di dalamnya tercermin

ungkapan pribadi dan rasa gerak dari pelaku/penarinya. Dikatakan sebagai

perwujudan ekspresi sosial, karena seseorang atau sekelompok orang yang menari

tidaklah hanya untuk kepentingan sendiri melainkan untuk dirasakan bersama orang

lain, baik yang terlibat langsung maupun yang menyaksikannya saja.

Musik sangat erat kaitannya dalam sebuah karya tari, baik yang bersifat

individu maupun komunal. Musik dalam hal ini, berfungsi sebagai pengiring sebuah

tarian untuk menciptakan suasana dan sebagai pelengkap, agar sebuah tarian lebih

nikmat untuk disaksikan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa, seni tari adalah

ekspresi jiwa manusia yang terdiri dari beberapa gerakaan yang indah, yang

mempunyai makna dan dapat dihayati keindahannya apabilah disajikan oleh

penarinya dan sesuai dengan musik yang mengiringnya.

2. Fungsi Tari

Pengertian tentang fungsi sangat erat kaitannya dengan keberadaan tari dalam

masyarakat yang tidak hanya sekedar aktivitas kreatif, melainkan lebih mengarah

pada kegunaannya. Artinya, keberadaan tari memiliki nilai guna dan hasil guna yang

akan memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam mempertahankan

kesinambungan kehidupan sosial.10

9
Purwanto, Sejarah Budaya (Bandung: CV. Armico, 1985), h. 94.
10
Subroto, Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari (Jakarta: Depdikbud,
1991), h. 109.
Peranan seni tari untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia adalah dengan

melalui dorongan individu, sosial dan komunikasi. Oleh karena itu, tari dapat

berperan sebagai pemujaan, sara komunikasi, dan pernyataan batin manusia dalam

kaitannya dengan ekspresi kehendak. Secara garis besar, fungsi tari ada 4, antara

lain:

a. Sebagai sarana upaca

Dalam kehidupan masyarakat dari masa lampau hingga saat ini, masih tetap

terdapat beberapa kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan upaca adat, yang

biasa di dalam pelaksanaannya, tari turut berperan sebagai salah satu media

pokoknya.

Menurut Soedarsono, tari berfungsi sebagai bentuk ritual adalah tari yang

khusus berfungsi sebagai sarana upacaya agama dan adat, yang banyak terdapat di

daerah-daerah yang masih bertradisi kuat.11 Menurut definisi tersebut, tari disebut

sebagai tari ritual, apabila tari tersebut berfungsi di dalam sebuah upacara dan

memegang peranan pennting dalam upacara tersebut.

Fungsi tari sebagai sarana upacara merupakan bagian dari tradisi yang ada

dalam suatu kehidupan masyarakat yang sifatnya turun temurun dari generasi ke

generasi berikutnya sampai masa kini yang berfungsi sebagai ritual. Ciri-ciri tari

untuk upacara antara lain diselenggarakan pada tempat dan waktu tertentu, bersifat

sakral dan magis, terdapat sesaji, dilaksanakan di tempat terbuka dan massal, hidup

dan berkembang dalam tradisi yang kuat sebagai sarana untuk persembahan, sebagai

sarana memuja dewa, bersifat kebersamaan dan berulang ulang, yang dianggap

11
Sumaryono, Tari Tontotonan (Jakarta: Pendidikan Seni Nusantara, 2006), h. 87.
peserta uparaca bukan penonton dan ditarikan oleh penari yang terpilih dan

dianggap suci.12

Tari dalam upacara, ada yang bersifat wajib dan ada juga yang hanya sebagai

penghibur (pelengkap). Tari yang bersifat wajib adalah tari yang harus ada dalam

tiap pelaksanaan upacara, jika tari tersebut dihilangkan, masyarakat awam percaya

bahwa akan terjadi musibah. Tari yang hanya sebagai penghibur adalah tarian yang

boleh disajikan dalam upacara, tetapi tidak termasuk dalam ritual upacara yang

diadakan. Maksudnya, hanya sebagai pelengkap upacara atau sebagai hiburan.

b. Sebagai sarana hiburan atau pergaulan

Pada umumnya, tari hiburan ini dilaksanakan setelah upacara inti. Tari

hiburan ini tidak hanya dapat dipertontonkan, melainkan juga dapat dinikmati

sendiri oleh pelakunya, karena gerakan yang dikeluarkan oleh penarinya adalah

energi yang berlebihan rasa untuk menciptakan rasa kepuasan oleh pelakunya.13

Tari ini dilakukan dengan tujuan memberi hiburan kepada para penonton

untuk memeriakan suatu acara untuk menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam

suatu pertemuan, memberikan kesempatan atau penyaluran bakat bagi yang

mempunyai kegemaran menari.

c. Sebagai sarana pertunjukan

Tari sebagai sarana pertunjukan memerlukan pengamatan yang lebih serius

daripada sekedar untuk hiburan. Tari yang tergolong dalam seni pertunjukan

misalnya pagelaran karena pertunjukan lebih mengutamakan nilai seninya daripada

12
Wardhana, Pendidikan Seni Tari (Jakarta: Depertemen Pendidikan Kebudayaan, 1990),
h.112.
13
Wardhana, Pendidikan Seni Tari, h. 109.
pertunjukan. Penyajian tarinya lebih menonjolkan gerakan-gerakan yang bersifat

estetis, sehingga para penikmat seni dapat memperoleh pengalaman estetis dari hasil

pengamatannya.14

d. Sebagai sarana pendidikan

Tari sebagai sarana pendidikan yang dimaksud adalah tari yang latar

belakangnya adalah siswa atau sebagai pembelajaran pendidikan. Tari diajarkan

untuk tujuan dan maksud tertentu misalnya, tari digunakan sebagai bahan ajar dalam

ilmu pendidikan. Tari ini adalah tari yang diajarkan kepada pelajar ataupun

masyarakat yang ingin belajar menari.

Tari yang berfungsi sebagai sarana pendidikan sangat berhubungan dengan

profesi, artinya aktivitas tari sebagai sarana untuk mencari nafkah, baik pekerjaan

pokok maupun tambahan. Tarian yang berfungsi sebagai sarana pendidikan ini,

berkaitan dengan organisasi pendidikan formal dan non formal dalam masyarakat.15

e. Sebagai sarana komunikasi

Tari sebagai sarana komunikasi yang dimaksud adalah tarian yang gerakannya

dapat dimengerti oleh penonton dan dapat menimbulkan komunikasi antara penari

dan penontonnya. Tari dapat dikatakan sebagai sarana komunikasi karena tari itu

timbul dari dorongan koreografernya, sehingga tariannya bertujuan untuk ditonton

dan disukai oleh penonton, juga agar penonton dapat memahami tarian yang

disajikan dalam komunikasi gerak dan rasa.

14
Subroto, Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari, h. 125.
15
Subroto, Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari, h. 134.
Komunikasi yang disampaikan dalam sebuah tarian adalah pengalaman yang

berharga yang bermula dari imajinasi kreatif.16 Setiap tarian harus mempunyai makna

agar penonton yang menyaksikan dapat menikmati tarian yang disajikan dan dapat

meresapi pesan-pesan dan nilai yang terkandung di dalamnya.

3. Tari Paolle

Tari paolle merupakan tari tradisional khas Kabupaten Bantaeng. Tarian ini

merupakan tarian tertua yang ada di Kabupaten Bantaeng sehingga sudah tidak

diketahui lagi siapa penciptanya, akan tetapi tarian ini masih terus berkembang

dengan tarian-tarian modern yang ada di Kabupaten Bantaeng.

Tari Paolle berkembang di Desa Mappilawing, Desa Gantarangkeke, Desa

Onto dan sebagainya. Dahulu, tarian ini biasa diperagakan pada upacara-upacara

pelantikan Raja dan pesta lainnya, misalnya, Pa’buntingang (pesta perkawinan),

Pasunna’ (khitanan), dan Appabaca (acara syukuran).

Tarian ini juga merupakan tari tradisi yang bersifat kerakyatan yang terdapat

di Kabupaten Bantaeng. Kata tradisi dapat diartikan sebuah kebiasaan yang dilakukan

turun-temurun, berulang-ulang dari satu generasi ke generasi berikutnya, dalam

rentang waktu yang cukup lama. Karena itu, di dalam suatu tradisi terkandung nilai-

nilai dan norma-norma yang mengikat bagi masyarakatnya, sedangkan Tari tradisi

adalah tarian yang tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah atau suatu

komunitas, sehingga kemudian menciptakan suatu identitas budaya dari masyarakat

yang bersangkutan.17
16
Subroto, Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari, h. 139.
17
Gunawan Monoharto, Seni Tradisional Sulawesi Selatan, h. 78.
“ Tari tradisional adalah salah satu bentuk tarian yang mengandung nilai-nilai

luhur yang bermutu tinggi, dibentuk dalam suatu pola-pola gerak tertentu dan terikat,

berkembang dari masa ke masa serta mengandung pula nilai-nilai filosofis yang

dalam, simbolis dan religious”,18 sedangkan menurut Soedarsono, “tari tradisional

kerakyatan adalah tari yang tumbuh secara turun-temurun dalam lingkungan

masyarakat etnis, berkembang dalam rakyat (etnik) yang seringkali disebut

Folkdance,” 19

Tari yang bersifat kerakyatan seringkali berfungsi sebagai tari upacara,

sebagai kelengkapan atau penguat sistem sosial kekeluargaan dan juga sebagai

hiburan dalam kehidupan bermasyarakat.20 Tari rakyat juga biasa dua kepentingan

yakni pertama sebagai hiburan pada pesta atau upacara-upacara sosial kerakyatan dan

yang kedua, tarian dikemas secara khusus untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk

festival, lomba-lomba yang khusus diadakan untuk meningkatkan frekuensi

pementasannya.

Seperti halnya pada Tari Paolle, tarian ini bersifat kerakyatan, karena sering

berfungsi sebagai tari upacara. Dalam hal ini, tempat dan waktu upacaranya secara

khusus ditentukan dan seringkali hal-hal Supranatural terjadi sepanjang upacara

berlangsung, misalnya ada sajian-sajian khusus diperuntukan untuk roh-roh halus

yang diyakini memiliki kekuatan tersendiri dan berpengaruh pada kehidupan

masyarakat. Dalam upacara ritual terdapat tokoh utama yang dituakan dan bertindak

sebagai pemimpin upacara yang disebut pinati. Dalam pelaksanaan upacara, biasanya

batas antara penonton dan penari tidak jelas karena, penonton juga sebenarnya

18
Gunawan Monoharto, Seni Tradisional Sulawesi Selatan, h. 93.
19
Purwanto, Sejarah Budaya, h. 89.
20
Purwanto, Sejarah Budaya, h.67.
menjadi bagian dari upacara tersebut. Maksud adalahnya penonton melihat tarian itu

bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai media untuk menyampaikan maksud dan

tujuan dari upacara tersebut.

Selain ditampilkan dalam pelaksanaann upacara adat dan sebagai hiburan, tari

Paolle juga biasa ditampilkan pada festifal-festifal dan pementasan tari yang

dilaksanakan di Kabupaten Bantaeng dan sekitarnya. Hal ini dimaksudkan agar Tari

Paolle tetap dikenal di masyarakat dan tidak terlupakan begituu saja.

Tari Paolle dibawakan oleh penari perempuan. Jumlah penarinya 6 sampai 12

orang. Posisi kaki bagi penari umumnya terbuka dan gerakan tubuh yang perlahan

(ammellu) memegang peranan dominan. Jadi tangan kiri memagang selendang,

dengann sentuhann jari telunjuk, sedangkan jari tangan kanan memegang kipas.

Kostum yang dipakai penari yaitu baju bodo warna merah, sarung, serta

menggunakan kipas , dan selendang juga menggunakan hiasan selengkapnya,

sedangkan instrument yang digunakan adalah sepasang gendang dan 1 buah gong,

serta penyanyi sebanyak 2 atau 3 orang.

4. Pengertian Upacara Adat

Menurut Anton,21 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “upacara adalah

rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan-aturan yang menurut adat

atau agama. Menurut definisi tersebut, upacara dapat diartikan sebagai suatu

rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu menurut agama

atau adat istiadat masyarakat setempat, misalnya upacara perkawinan yang dilakukan

secara sederhana dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

21
Wayan Dibia, Tari Komunal, h. 98.
Adat adalah aturan, perbuatan, cara atau kelakuan yang lazim diturut atau

dilakukan sejak dahulu kala, yang sudah menjadi kebiasaan suatu daerah. Adat juga

dapat diartikan sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai

budaya, norma, hokum, dan aturan yang satu dan yang lainnya, kemudian berkaitan

menjadi suatu sistem yang menjadi kebiasaan di dalam suatu komunitas masyarakat,

dan jika aturan tersebut dilanggar, maka ada hukuman tertentu yang diberikan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, upacara adat adalah salah satu

rangkaian kegiatan, pelaksanan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan

sehubungan dengan peristiwa penting, yang terkait pada aturan-aturan atau norma-

norma yang berlaku disuatu komunitas masyarakat daerah, yang di dalamnya

terkandung nilai-nilai budaya, norma, hokum, dan aturan yang satu dengan yang

lainnya.

E. Kerangka Berpikir

Sebelum terwujudnya suatu bentuk tarian, terlebih dahulu melalui ide atau

gagasan dann latar belakang penciptanya. Langka ini merupakan dari pemahaman

yang akan memberikan gambaran tentang awal mula penciptaan Tari Paolle dan

memberikan pemahaman tentang Tari Paolle. Setelah kedua unsur tersebut, maka

dilanjutkan ke proses bentuk penyajian serta fungsinya pada pesta adat Akkawaru di

Kecamata Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Berdasarkan penjelasan dalam

landassan teori, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini mengemukakan bahan

pertimbangan untuk kelancaran proses kelanjutan.


Adapun skemanya adalah sebagai berikut:

Bentuk
Latar belakang
penyajian Tari Fungsi Tari Paolle
keberadaan tari
Paolle dalam dalam Pesta Adat
Paolle dalam pesta
Pesta Adat Akkawaru di
Adat Akkawaru di
Akkawaru Kecamatan
Kecamatan
Gantarangkeke Gantarangkeke
Kabupaten Kabupaten Bantaeng
Bantaeng

Akulturasi kebudayaan Islam terhadap


Tari Paolle dalam upacara adat
Akkawaru di kecematan Gantarangkeke
kabupaten Bantaeng
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu jenis penelitian historis (penelitan sejarah)

karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapkan dan menjelaskan

peristiwa masa lampau sehingga jelas diarahkan kepada metode sejarah yang bersifat

kualitatif. Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja

sejarah. Pengisahan masa lampau tidak dapat dikerjakan tanpa ada sumber yang

menyangkut masa lampau tersebut, sumber yang dimaksud adalah berupa data yang

melalui proses analisis menjadi sebuah fakta atau keterangan yang otentik yang

berhubungan dengan tema permasalahan, dalam ilmu sejarah dikenal sumber-sumber

itu baik tertulis maupun tidak tertulis yang meliputi legenda, folklore, prasasti,

monument, alat-alat sejarah, dokumen, surat kabar dan surat-surat.22

2. Lokasi Penelitian

22
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Cet. II; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 91.
Penelitian di laksanakan di kota Bantaeng yang berada di bagian utara

tepatnya di kecamatan Gantarangkeke desa Gantarangkek kabupaten

Bantaeng.23alasan memilih lokasi ini karna lokasinya mudah dijangkau dan

berdekatan dengan tempat tinggal penelit sehinga waktu penelitian itu sendiri dapat

digunakan dengan lebih efisien.

3. Variable Penelitian

Variabel dalam penelitiann ini adalah konsep atau variasi yang merupakan

unsur objek dalam penelitian yang mempunyai bermacam-macam nilai yang

berbentuk apa saja (objek, sifat, atribut, dan nilai) yang ditentukan oleh peneliti

dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang jelas dan dapat ditarik kesimpulan

tentang Tari Paolle dalam pesta adat Akkawaru di Gantarangkeke Kabupaten

Bantaeng. Adapun variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

a. Latar belakang keberadaan Tari Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan

Gantarangkeke Kabuupaten Bantaeng.

b. Bentuk penyajian Tari Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan

Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

c. Fungsi Tari Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke

Kabupaten Bantaeng.

B. Desain Penelitian

Untuk mempermudah menjalankan proses pelaksanaan penelitian ini, maka

23
https://id.m.wikipedia.org
desain penelitian dapat disusun sebagai berikut:
Latar Belakang Bentuk penyajian
keberadaan Tari Fungsi Tari Paolle
Tari Paolle dalam
Paolle dalam pesta dalam Pesta Adat
Pesta Adat
Adat Akkawaru di Akkawaru di
Akkawaru di
Kecamatan Kecamatan
Kecamatan
Gantarangkeke Gantarangkeke
Gantarangkeke
Kabupaten Kabupaten
Kabbupaten
Bantaeng Bantaeng
Bantaeng

Pengolahan dan
Analisis data

kesimpulan

skripsi

C. Pendekatan Penelitian

Ada beberapa pendekatan yang peneliti gunakan untuk mendekati persoalan

yang diteli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Agama
Definisi agama adalah suatu bentuk kepercayaan. Dengan pendekatan agama

ini maka akan diketahui religiusitas masyarakat berdasarkan tingkat ortodoksi dan

ritual keagamaan, dan kaitan keperyaan Tari Paolle di kecamatan Gantarangkeke

dengan agama Islam karena melibatkan berbagai dalil agama yang mendukung

validatas data.24

2. Pendekatan Sosiologi

Sosiologi ialah suatu ilmu yang memfokuskan manusia sebagai objek utama,

yang mengamati hubungan manusia dengan manusia yang lainnya. Dengan

menggunakan pendekatan sosiologi, maka peneliti akan berupaya untuk memahami

budaya Tari Paolle di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng, dengan

melihat interaksi yang terjadi dalam masyarakat.25

3. Pendekatan Historis

Pendekatan ini adalah salah satu pendekatan khusus untuk menelusuri sebab-

sebab dari kejadian atau pendapat yang muncul di masa lalu untuk generalisasi

sebagai usaha unuk memahami kenyataan sejarah serta dapat berguna untuk

mengetahui keadaan dalam masa sekarang terkait dengan Tari Paolle dalam Pesta

Adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.26

4. Pendekatan Antropologis

24
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Cet. I ; Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2011), h. 20
25
Soemardjan, Setangkai Bunga Sosiologi (Cet. I; Jakarta: Fakultas Ekonomi, 1974), h. 12.
26
Winarno Surahmat, Dasar dan Teknik Research (Bandung PT Remaja Rosdakara, 2014), h.
157.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan

kebudayaannya. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan

kebudayaan. sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat sebagai

wadah dan pendukungnya.27 Melalui pendekatan ini, diharapkan mampu menemukan

kebenaran-kebenaran dan fakta tentang sejarah Tari Paolle dalam Pesta Adat

Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke yang sudah menjadi turun temurun dalam

masyarakat Donggo.

D. Metode Pengumpulan Data

Derdapat dua hal utama yang mempengaruhui kualitas hasil penelitian, yaitu

instrument penelitian dan pengumpulan data. Adapun instrument penelitian dan

pengumpulan data yang digunakan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Instrument penelitian

Sugiyono28 dalam bukunya Metode Penelitian Kuanlitatif dan Kualitatif dan

R&B mengemukakan bahwa yang menjadi instrument atau alat penelitian kualitatif

adalah peneliti itu sendiri. Akan tetapi, peneliti mempuunyai keterbatasan dalam

merekam dan mengingat semua pembicaraan berupa wawancara dengan narasumber,

maka dari itu peneliti menggunakann alat bantu untuk merekam suara yaitu voice

record. Selain itu, untuk membantu mengingat kejadian-kejadian selama proses

upacara adat Akkawaru digunakan handycam dan kamera

2. Teknik pengumpulan data

27
Koendjaraningrat, Antropologi Budaya (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 149.
28
Pengumpulan data dilakkukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data

pada penelitiann ini adalah:

a) Observasi

Observasi dimulai pada tanggal 14 Januari 2020 dan berlangsung selama 1

bulan. Observasi dimulai dengan mengunjungi lokasi pelaksanaan upacara adat

Akkawaru. Dari hasil observasi yang dilakukan di kecamatan Gantarangkeke, maka

muncullah permasalahan dan menjadi fokus peneliti. Selain itu, peneliti jjuga

mendapatkan informasi tentang pelaksanaan upacaraa adat Akkawaru. Setelah

menetapkan permasalahan, peneliti melakukan observasi di kecamatan Eremerasa

sebagai lokasi tempat tinggal Anrong Guru dan para penari yang mengisi acara adat

Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke.

b) Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari

tokoh masyarakat Bantaeng, yang berkaitan dengan makna simbolik Tari Paolle

dalam upacara adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke. Adapun yang

diwawancaarai selama observasi yaitu Latippa (63 tahun), Azis Dg. Bundu (67 tahun)

sebagai tokoh adat di kecamataan Gantarangkeke mengenai tujuan upacaraa adat

Akkawaru dilakssanakan dan asal-usul dari Tari Paolle. Selain narasumber yang telah

disebutkan diatas peneliti juga mewawancarai H. Mana (64 tahun) sebagai Anrong

Guru Tari Paolle dari kecamatan Eremerasa yang membawakan Tari Paolle pada

upacara adat Akkawaru, dan hasil wawancara diperoleh data mengenai beberapa

aspek mengenai Tari Paolle.


c) Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang

berupa dokumen-dokumen yang diperluikan untuk memperoleh data dilapangan

sebagai bukti fisik tentang Tari Paolle dalam upacara adat Akkawaru di kecamatan

Gantarangkeke kabupaten Bantaeng. Adapun dokumen-dokumen yang telah

dikumpulkan berupa rekaman video dan foto-foto dari tahun 2010-2012 mengenai

pesta adat Pakjukukang yang tersimpan di Dinas Budaya dan Parawisata Kabupaten

Bantaeng.

d) Teknik analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara

kualitatif. Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan

setelah selesai pengumpulan data. Adapun langkah-langkah analisi yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Reduksi

Data yang telah diperoleh dari lapangan sangat banyak karena lokasi

penelitian tidak hanya pada lokasi pelaksanaan upacara adat Akkawaru saja

melainkan lokasi pengisi dalam upacara tersebut yaitu para penari Paolle dan Anrong

Guru. Catatan-catatan lapangan, rekaman video, atau foto-foto yang telah didapatkan

kemudian direduksi sehingga memunculkan hasil data yang bisa disajikan. Adapun

proses reduksi yang diilakukan yaitu memfokuskan pada upacara adat Akkawaru dan

aspek-aspek Tari Paolle sehingga data di lapangan yang dirasa tidak cukup penting

untuk disajikan nantinya dibuang.

2. Penyajian data
Setelah data-data dari beberapa sumber didapatkan, data tersebut kemudian

difokuskan (lebih spesifik), dan disusun menjadi sebuah cacatan tertulis dan

kemudian dikembangkan berdasarkan teori-teori yang didapatkan di dalapangan dan

data-data yang didapatkan di lapangan.

3. verifikasi

Setelah disusun menjadi sebuah cacatan tertulis, dan telah dikembangkan

berdasarkan teori yang diperoleh, kemudian peneliti memeriksa kembali cacatan

tertulis yang telah dibuat. Dalam hal ini, peneliti memeriksa kembali kebenaran dari

data yang diperoleh agar dapat dipertanggungg jawabkan. Setelah melewati tiga

tahap ini, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sesuai dengan judul dan data yang

diperoleh.

E. Data dan Sumber Data

Pada pemilihan sumber data pada penelitian ini berdasarkan pada keahlian

dan kecakapan peneliti mengungkapkan tanpa adanya subjektivitas dengan memilih

narasumber yang memiliki pemahaman yang cukup banyak tentang informasi Tari

Paolle dalam Pesta Adat Akkawaru di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten

Bantaeng.

Adapun sumber data yang dipakai peneliti dalam penelitian ini, yaitu:

a. Data Primer
Data Primer yaitu sumber data yang dilakukan dengan mengumpulan data

dengan memeriksa di tempat penelitian, dan dapat pula secara langsung melalui

informan atau narasumber. Dalam penelitan ini, adapun yang dijadikan informasi

kunci bagi peneliti yaitu masyarakat di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten

Bantaeng yang terlibat maupun mengetahui banyak hal tentang Pesta Adat Akkawaru.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu sumber data yang dilakukan untuk mendukung sumber

data primer, yang diperoleh dari dokumen dan hasil penelitian tentang Tari Paolle

dalam Pesta Adat Akkawaru di kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng,

seperti beberapa disertasi dan hasil penelitian, serta buku-buku pustaka yang telah

penulis sebutkan sebelumnya.

F. Analisis Data

Dalam hal ini analisis data yang digunakan ada tiga antara lain Deduktif, Induktif

dan Konperatif. Adapun jelasannya sebagai berikut:

1. Deduktif

Deduktif merupakan salah satu pendekatan berdasarkan aturan-aturan yang

disepakati. Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari kenyataan yang

bersifat umum menarik kesimpulan yang bersifat khusus dan deduktif terkadang

sering disebut pembelajaran tradisional.

2. Induktif

Induktif merupakan pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan

sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu fakta,


prinsip atau aturan,induktif menekan pada pengamatan dahulu lalu menarik

kesimpulan.29

3.Konperatif

Konperatif lebih pada penafsiran peristiwa menurut cara masyarakat itu

sendiri. Penelitian ini tentunya harus di lakukan dengan cara tinggal di tempat

penelitian dalam waktu yang cukup lama, agar mendapatkan tafsiran dari

masyarakat tentang hukum yang ada.30

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Cet. II; Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999.

Cholid Narbuko dan Abu Ahmad, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,

2007.

Abdurrahman, Dudung Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Cet. I ; Yogyakarta:

Penerbit Ombak, 2011.

Soemardjan. Setangkai Bunga Sosiologi. Cet. I; Jakarta: Fakultas Ekonomi, 1974.

Winarno Surahmat. Dasar dan Teknik Research. Bandung PT Remaja Rosdakara,

2014.Koendjaraningrat. Antropologi Budaya. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Banoe, Pono. Kamus Musik. Yogyakarta: Galangpress, 2003.

Bastomi, Suwaji. Wawasan Seni. Semarang: IKIP Semarang Press, 1992.


29
Eduma, Membangun kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi melalui pendekatan
indujtif deduktif dan induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika (vo,. 3 hal.102), jakarta,2012
30
Iqbal Arista Prima Dona, Pendekatan komparatif dalam antropologi hokum, jakarta,2019,
hal,102
Dibia, Wayan. Tari Komunal. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2006.

Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka, 2005.

Monoharto, Gunawan. Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press,

2003.

Najamuddin, Munasiah. Tari Tradisional Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Bhakti

Baru, 1983.

Purwanto Sejarah Budaya. Bandung: CV. Armico, 1985.

Subroto. Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Depdikbud,

1991.

Sumaryono, Tari Tontotonan. Jakarta: Pendidikan Seni Nusantara, 2006.

Wardhana. Pendidikan Seni Tari. Jakarta: Depertemen Pendidikan Kebudayaan,

1990.

Anda mungkin juga menyukai