Anda di halaman 1dari 4

Search this site

Artikel‎> ‎
Guru Profesional Harus Memiliki Kepribadian yang Baik
posted Sep 21, 2016, 3:18 AM by Dede Rosyada

Pengantar

         
Pendidikan merupakan sektor yang paling penting dalam mempersiapkan Indonesia
sebagai negara maju
di masa yang akan datang, setidaknya di tahun 2025 sebagai
akhir dari RPJPN 2005-2025, masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat yang cerdas
berdaya saing. Untuk itu, sejak tahun 2003, pendidikan direvitalisasi
dengan
perubahan paradigma yang dianut, dari pendidikan sentralistik berbasis UU Nomor
2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menjadi pendidikan yang
demokratis di tahun 2003. Dan, salah satu bentuk
keputusan strategisnya adalah
memberi kepercayaan yang sangat besar pada guru untuk meningkatkan

perbaikan
mutu sekolah untuk perbaikan mutu pendidikan secara nasional. Untuk itu, pada
tahun 2005, Indonesia
www.uinjkt.ac.id mengundangkan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.

____________________                  
Ditegaskan pada Pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005, bahwa guru harus
memiliki empat (4)
Home kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi. Inilah standar minimal seorang guru di Indonesia,
Profil
khususnya guru-guru sekolah/madrasah formal, untuk menopang pelaksanaan tugas
mereka dalam
Artikel menghantarkan bangsa ke depan menjadi negara maju dengan
mengandalkan kekuatan sumber daya manusia,
Agenda lewat paradigma “knowledge based
economy”, ekonomi berbasis pengetahuan. Keempat kompetensi itu harus
Publikasi mereka
peroleh melalui pendidikan dan dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang
memberinya kewenangan
Publikasi Ilmiah untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik. Dalam
melaksanakan tugasnya, pemerintah juga mempersiapkan
tunjangan profesi, baik
guru negeri maupun swasta. Salah satu yang harus dipersiapkan untuk menjadi
calon
Gallery
guru, dan harus dimiliki oleh setiap guru yang bertugas di
sekolah/madrasah, adalah kompetensi kepribadian,
Materi Kuliah/ Bahan Ajar atau kecerdasan personal.
Kontak
Kompetensi Kepribadian

         
Kompetensi kepribadian merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting
untuk bisa dipenuhi setiap
calon guru maupun guru yang mengajar di
sekolah/madrasah agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Memang, kompetensi
kepribadian bukan bagian dari bahan yang akan dan harus diajarkan para guru
pada para
siswa mereka, tapi merupakan kekuatan yang harus dimiliki setiap
guru, agar dapat menghantarkan para
siswanya menjadi orang-orang cerdas (smart
citizen). Guru pintar tidak akan terlalu bermanfaat jika tidak memiliki
komitmen untuk mengajar dengan baik. Komitmen untuk mengajar, membimbing dan
mendampingi para
siswanya belajar, merupakan bagian dari kompetensi
kepribadian.

                 
Akan tetapi, kualifikasi kompetensi kepribadian tidak sesempit komitmen
mengajar, membimbing dan
mendampingi para siswa belajar agar menjadi anak-anak
berprestasi di masa yang akan datang. Maria
Liakopoulou[1],peneliti
dari Aristotle University of Thessaloniki Makedonomaxon, Halastra Thessaloniki,
Yunani,
menegaskan bahwa kompetensi kepribadian meliputi sifat-sifat yang
berkaitan langsung dengan pelaksanaan
tugas mereka sebagai guru, yang dapat
dilatih dan dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya
dia
membagi kepribadian tersebut ke dalam lima kelompok sifat sebagai berikut:

1. Sifat profesional, meliputi komitmen untuk bekerja,


rasa percaya diri, bisa dipercaya dan menghargai orang
lain.
2. Sifat berfikir, meliputi kemampuan analisis dan
selalu berfikir  konsepsional.
3. Sifat ekspektasi, yakni bisa diharapkan dan bisa
diandalkan dengan senantiasa mampu memperlihatkan
hasil pencapaian tujuan
yang sangat tinggi, memiliki pemahaman komprehensif tentang siswa, tentang
tugas dan tentang program pendidikan secara keseluruhan, serta senantiasa
memiliki inisiatif untuk
melaksanakan tugas dengan baik.
4. Sifat kepemimpinan, yakni memiliki sifat fleksibel,
akuntabel, dan keinginan kuat untuk terus belajar.
5. Sifat Relasi dengan orang lain, memiliki banyak
relasi dengan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
pendidikan, dan
memiliki keahlian berbagai pekerjaan pendidikan secara komprehensif.

                 
Seorang guru harus memiliki sifat profesional, dengan ciri-ciri utama memiliki
komitmen untuk bekerja
keras, memiliki rasa percaya diri yang baik, bisa
dipercaya dan menghargai orang lain. Salah satu hal yang amat
penting dari
sifat profesional adalah memiliki komitmen untuk bekerja keras untuk kemajuan
sekolah. Ciri-ciri
orang memiliki komitmen bekerja dengan baik, menurut V.
Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora[2], setidaknya
memiliki tiga
ciri utama, yakni:

Sangat percaya terhadap


tujuan-tujuan dan nilai-nilai oragnisasi (dalam konteks ini adalah
sekolah/madrasah).

Memiliki keinginan yang kuat


untuk melaksanakan usaha-usaha yang sudah sangat dipertimbangkan untuk dan
atas
nama organisasi (sekolah/madrasah).

Memiliki keinginan yang kuat


untuk terus bekerja dan menjadi bagian dari organisasi (sekolah/madrasah).

         
Sifat profesional dalam kepribadian seorang guru akan terlihat dari sikap
komitmennya terhadap pekerjaan
dan institusi pendidikan tempat dia mengajar,
yang ditandai dengan tiga indokator besar, yakni sangat
mempercayai
institusinya, sangat ingin memajukan institusi pendidikan tempat dia bekerja,
dan dia akan sangat
berkeinginan untuk terus mendedikasikan keahliannya di
institusi tempat di bekerja. Kemudian, sifat Terjemahkan
profesional
dalam kepribadian
seorang guru juga dapat dilihat dari rasa percaya diri, yang ditandai antara
lain, memiliki
motivasi yang kuat untuk berprestasi, memiliki emosi yang
stabil, tidak meledak-ledak, bisa bekerjasama dengan
orang lain, dan selalu
mampu memberijalan keluar untuk setiap persoalan yang dihadapi dalam
kelompoknya.
Kemudian seorang guru dengan kerpibadian yang baik dan memiliki
rasa percaya diri harus memperlihatkan cara
berfikir yang selalu positif,
selalu berkeinginan keras untuk memajukan insitusi, siap menghadapi risiko, dan
sealu
sehat, ceria dan energetik.

         
Di samping itu, sifat profesional dalam kepribadian guru juga akan terlihat
dari pribadinya yang luhur yang
dapat dipercaya oleh orang lain. Sifat dapat
dipercaya tersebut bisa ditandai dengan dua indikator besar yakni,
kebiasaan
berbuat kebajikan, yang ditandai dengan sikap yang sangat loyal pada institusi,
pada kebijakan
bersama dan loyal terhadap pekerjaan yang dipercayakan
kepadanya, kemudian bersikap terbuka, peduli dan
selalu memberi dukungan pada
institusinya. Kemudian, sifat dapat dipercaya juga bisa dilihat dari 
integritasnya
terhadap berbagai nilai dalam pelaksanaan pekerjaan, yakni nilai-nilai
kejujuran, keadilan, konsistensi dan selalu
memenuhi janji[3]. 
Terakhir, sifat profesional dalam kepribadian guru juga bisa dilihat dari
sikapnya yang
menghargai orang lain, sehingga tidak akan menyia-nyiakan
sisiwanya, dan tidak akan menyia-nyiakan orang tua
siswa. Dengan demikian, dia
akan menghasilkan hasil pendidikan yang memberi kepuasan kepada para siswa,
orang tua siswa dan para pengguna lulusan, memberi kepuasan dalam proses
layanan pendidikan, waktu yang
bisa dihitung, biaya bisa dihitung dan
produktifitas meningkat, bahkan nama baik dan keuntungan institusi juga
terus
meningkat.

         
Kemudian dari itu, seorang guru profesional harus memiliki sifat kritis dan
mampu berfikir analitis sebagai
wujud kepribadian saintifik mereka. Sifat
kritis dan kemampuan berfikir ini merupakan karakter yang dimiliki
sebagai
hasil proses pendidikan keguruan mereka sebelum menjadi guru. Kemampuan
berfikir analistis sangat
diperlukan bagi setiap guru agar mampu mendorong para
siswanya menjadi kritis, dan memiliki kemampuan
berfikir analitis dalam
pelajaran yang mereka pelajari. Bagaimana para siswa akan menjadi cerdas dan
memiliki
kemampuan analisis yang baik jika gurunya sendiri tidak memiliki
kemampuan berfikir analisis. Dan  kenapa
kemampuan analisis ini menjadi
sangat penting? Linda Elder and Richard Paul, menjelaskan bahwa kalitas hidup
dan apa-apa yang dihasilkan manusia, akan sangat tergantung pada kualitas
berfikir manusia. Berfikir buruk itu
sangat mahal, baik dari aspek uang maupun
waktu. Jika kita ingin berfikir baik, maka kita harus memahami dasar-
dasar
berfikir yang baik.[4]

         
Selanjutnya Linda Elder dan Richard Paul menjelaskan, setidaknya ada delapan
(8) elemen berfikir analitis
yang harus dipenuhi oleh setiap guru agar para
siswa mampu melatih kamampuan berfikirnya dengan baik, yakni:

1. Pastikan tujuan; seorang guru harus memahami tujuan


membelajarkan para siswanya pada wilayah kajian
matematika, dan bisa
memahami tujuan dari setiap pokok bahasan yang para siswanya pelajari.
Demikian
pula dalam mata pelajaran lainnya, sehingga berfikir kritis untuk
menganalisis bahan ajar disesuaikan
dengan tujuan yang harus mereka capai.
2. Kemukakan beberapa pertanyaan pokok yang dikaitkan
dengan bahan ajar yang akan dipelajari para
siswa, terkait
perubahan-perubahan apa yang bisa terjadi pada para siswa dengan
mempelajari pokok-
pokok bahasan yang mereka pelajari.
3. Gunakan informasi, data, fakta atau obsenrvasi
terhadap fenomena yang terjadi untuk mereka pelajari,
mereka fahami, dan
mereka diskusikan. Guru harus memiliki kemampuan menggunakan
informasi-
informasi tersebut untuk mendorong perubahan pada para siswanya.
4. Gunakan konsep, yakni bahwa menganalisis informasi
harus menggunakan teori, aksioma, prinsip atau
model yang harus diperoleh
dari hasil-hasil kajian terhadap literatur yang sudah ditulis para ahli yang
memiliki legitimasi dalam bidangnya. Guru harus memiliki kemampuan
mengkaji informasi dari buku teks
dengan teori-teori yang ada dalam buku
referensi. Kemampuan tersebut harus dibelajarkan pada para
siswanya,
sehingga mereka akan terbiasa berkperibadian baik dengan kemamouan
berfikir kritis yang
didukung oleh teori-teori.
5. Melakukan interpretasi, dengan melakukan analisis,
menyimpulkan atau inferensi, atau merumuskan solusi
terhadap sesuatu
persoalan.
6. Mengembangkan asumsi-asumsi dan pilihan-pilihan
kesimpulan yang dapat dikembangkan dari hasil
analisis terhadap informasi
setelah dikaji dengan menggunakan teori, model atau aksioma yang
dikembagkan dari sebuah keyakinan akan sebuah kebenaran.
7. Merumuskan implikasi atau rekomendasi-rekomendasi
yang disesuaikan dengan tujuanyang sudah
ditetapkan, didukung data, teori
dan proses analisis.
8. Perumusan pandangan akhir yang bisa dijadikan
rujukan untuk pengembangan prilaku dan perumusan
sebuah pandangan tentang
orientasi perubahan-perubahan prilaku.

                 
Inilah delapan unsur berfikir analisis yang pada umumnya para akademisi
merujuknya serta
menggunakannya sebagai langkah-langkah berfikir analitis, dan
dijadikan variabel pengukuran kemampuan
berfikir analisis seseorang. Dan
bersamaan dengan itu pula, bahwa berfikir analitis harus konsepsional, yakni
menggunakan teori-teori, model-model yang dapat dirujuk dari berbagai pendapat
para ahli dalam bidangnya, dan
memiliki legitimasi akademik untuk dirujuk.
Berfikir analitis tidak cukup hanya dengan menggunakan logika
rasional,
dialektis, dan bahkan sistematis, tanpa menggunakan rujukan teri, model atau
aksioma, karena akan
terjebak dengan pemanfaatan common sense yang bisa jadi
terbantah oleh teori-teori yang sudah berkembang.

         
Kemudian dari itu, guru juga harus berkepribadian baik dengan memiliki sifat
ekspektatif, dalam tiga arah
ekspektasi, yaknipertama  dia bisa
diharapkan oleh manajemen, orang tua siswa dan para siswa sendiri untuk
bisa
bekerja produktif, menghasilkan siswa yang cerdas, dan bisa mendampingi seluruh
siswanya belajar. Kedua,
dia juga harus memberi harapan pada para
siswanya, bahwa mereka bisa menjadi orang-orang hebat, tidak boleh
berpretensi
negatif pada para siswanya, dan tidak boleh memandang remeh para siswanya,
tidak boleh sinis
pada siswa karena lambat memahami pelajaran, dan tidak boleh
sinis karena siswanya berprilaku nakal.
Dampingi mereka, sayangi mereka dan
perbaiki prilakunya. Ketiga, dia juga harus menaruh harapan penuh
pada
profesinya sebagai guru, bahwa profesi guru adalah profesi terbaik bagi
dirinya. Dia tidak boleh sinis dengan
pekerjaannya. Seorang guru tidak boleh
berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi orang-orang miskin.
Mereka harus
bangga dengan profesinya sebagai guru. Tidak baik bagi seorang guru untuk
mempermasalahkan
profesi keguruannya dengan mengkaitkannya pada indeks gaji
yang tidak memadai, karena dia masuk setelah
dia tahu bahwa gajinya tidak
memadai. Kalau tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil putusan segera,
dan
cari alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi keguruan menjadi
terhina oleh guru sendiri hanya karena indeks
gajinya yang tdiak memadai.
Demikian pula dengan sikap mereka pada siswanya[5].

                 
Untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian baik, seseorang juga harus
memiliki sifat manajerial,
dengan fleksibbilitasnya dalam menghadapi para siswa
dalam kelas. Dia  harus memiliki keahlian dalam
perencanaan kelas,
mengorganisasi kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas,
melewati masa
transisi dengan baik, memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau
lebih aktifitas kelas dalam satu waktu yang
sama. Kemudian dia juga harus mampu
memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan
konsisten,
dapat meminimalisasi gangguan, dapat menerima suasana kelas yang ribut dengan
kegiatan
pembelajaran, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat memelihara
suasana tenang dalam belajar, dan
tetap dapat menjaga siswa untuk tetap belajar
menuju sukses[6]. Dan semua yang dilakukannya harus bisa
dipertanggung jawabkan pada kepala sekolah dan komite sekolah, sehingga tidak
ada satu pihak pun yang
merasa dirugikan dengan layanan guru profesional, dan
bahkan semua fhak merasa puas dengan layanan
pembelajaran dari mereka.

         
Kompetensi kepribadian juga harus dilengkapi dengan kemampuan beradaptasi
dengan lingkungannya, dia
harus mampu mengembangkan dua karakterisitik
interaksi guru dengan lingkungannya melalui dua
budaya,  collegiality
dan collborasi.Collegiality  bermakna interaksi guru dengan
sesamanya baik dalam aspek
intelektual, sosial, moral, emosional, dan bahkan
mungkin dalam aspek politik atau kebersamaan dalam aktifitas
organisasi
profesi, Sedangkan Collaborasi  lebih pada konteks kerjasama
intelektual, saling membimbing dalam
pengembangan kurikulum, pembelajaran,
evaluasi dan berbagai aktifitas diskusi penyelesaian berbagai persoalan
pekerjaan sebagai guru[7]. Dua karakter peribadian guru tersebut,
akan beririsan dengan kompetensi sosial, tapi
masih lebih kuat sebagai
kompetensi kepribadian, karena guru profesional harus mampu berinteraksi dan
mengembangkan relasi sosialnya minimal dengan kolega guru dan tata usaha di
sekolahnya, tidak boleh
teralienasi dari lingkungannya. Bagaimana guru bisa
berkomunikasi dengan orang tua siswa, jika berkepribadian
sangat tertutup atau
lebih suka menyendiri, introvert, dan tidak menyukai berkomunikasi dengan orang
lain,
padahal perkembangan siswanya harus disampaikan pada orang tuanya, pada
kepala sekolah, atau pada pada
walinya.

                 
Inilah lima ciri kompetensi kepribadian calon guru atau guru profesional, yang
terkait langsung dengan
tindakan mereka sebagai seorang guru, agar mampu
menghantarkan para siswanya menjadi  smart and
competitive citizen,  melalui
proses pembelajaran yang dikelola oleh dia dengan melibatkan tiga kompetensi
lainnya, pedagogik, profesional dan sosial. Akan tetapi masih banyak kompetensi
kepribadian yang harus
dipenuhi guru profesional dan sangat mendukung
karya-karya profesi mereka sebagai seorang guru. Sifat-sifat
tersebut antara
lain adalah sebagai berikut[8].

1. Adaptability in instructional interaction,


mudah menyesuaikan diri dengan situasi kelas, guru bisa dengan
mudah
mengubah suasana belajar dengan sesuai dengan kebutuhan psikologis siswa,
daripada
mempertahankan skenario pembelajaran yang sudah dirancang tapi
kurang sesuai dengan situasi kelas.
2. Humor, guru yang humoris, periang dan dapat
membangkitkan suasana belajar kembali segar, akan lebih
berpeluang 
untuk dapat menyampaikan materi ajar dengan baik, dan akan lebih membuat
para siswa
senang belajar, nyaman dan terhindar dari kelelahan.
3. Memiliki tanggung jawab profesional yang baik, guru
mempersiapkan program pembelajaran, disain,
skenario, alat dan berbagai
kepentingan proses pembelajaran dipersiapkan sebelum kelas dimulai. Dan
semua persiapan tersebut mereka dedikasikan untuk kemajuan siswa, dengan
penilaian yang fair, dan
selalu terbuka untuk melakukan perbaikan dengan
mengeksplorasi saran serta masukan pada para
siswanya.
4. Enthusiasm, guru yang sangat antusias dalam
membelajarkan para siswanya, atau mehyampaikan
pelajaran kepada para
siswanya, akan sangat membantu dalam membangun dan menghidupkan serta
meningkatkan motivasi siswa dalam partisipasi proses pembelajaran di dalam
kelas atau di luar kelas.
5. Argreeableness, ini merupakan sifat atau
karakter yang harus terus dibina pada semua guru dan calon
guru, yakni
sifat mudah atau bisa menerima perbedaan, dan mudah memahami pendapat
orang lain, dan
bisa menikmati relasi kolegial, dalam keadaan sependapat
atau tidak sependapat tentang sesuatu. Sifat-
sifat yang harus dikembangkan
untuk kepribadian ini antara lain adalah, sifat rendah hati, memiliki
belas
kasih kepada sesama, kooperatif, dapat menerima keluhan, sederhana,
gampang memaafkan dan bisa
dipercaya.
6. Caring, yakni memiliki kepedulian yang baik
kepada siswa, sejawat, orang tua siswa dan seluruh kelompok
sosial yang
dilayaninya. Seorang guru yang memiliki perhatian pada para siswanya akan
membuka akses
bagi mereka di setiap saat, dan akan selalu membantu untuk
kemajuan para siswanya. Guru yang memiliki
kepedulian akan selalu
mengembangkan pedagogi yang dapat mendorong para siswa belajar, dia akan
memahami perasaan para siswanya, dan dia akan mampu mengetahuai apa
kebutuhan para siswanya.
Dan guru yang peduli akan tetap menjaga hubungan
dengan para siswanya dalam situasi apapun juga.
7. Acceptance, sikap menerima, yakni bisa
menerima siswa dengan apa adanya, memahami mereka dengan
berbagai problema
dan keistimewaan yang dimilikinya. Sikap menerima didasarkan pada sebuah
keyakinan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk dikembangkan, dan
menyiratkan bahwa setiap
indvidu memiliki hak yang sama untuk menjadi
seperti yang sedang dia kerjakan, dan guru harus
mendorong siswanya untuk
mempercepat pencapaian apa yang diinginkannya. Sikap menerima memilki
beberapa segi, antara lain menghadapi siswa dengan sangat bersahabat,
peduli, senantiasa memberikan
bantuan, dan terakhir seorang guru sebaiknya
tidak serta merta menghakimi atau menginterpretasi
perbuatan siswa, tapi fahami
perbuatan mereka[9]. Kalau keliru, diperbaiki dengan cara-cara
yang bisa
diterima mereka.
8. Empathy[10]. yakni
memahami dan menerima pengalaman orang lain (siswa) seolah-olah
pengalamannya
sendiri, lalu terlibat dalam proses memelihara,
mengembangkan dan atau memperbaikinya dengan tetap
menjaga pendirian orang
lain (siswa) tersebut[11]. Sikap empati bisa ditunjukkan dengan
cara dia
berkomunikasi yang mampu dan biasa mendengarkan dengan sangat
hati-hati, akurat, dan dengan
sensitifitas yang sangat mendalam.
9. Di samping itu semua, guru dan calon guru harus
memiliki sifat-sifat stimulatif, mendorong siswa untuk
maju, hangat,
berorietnasi pada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana,
bisa dipercaya,
fleksibel dan mudah menyesuaikan diri, demokratis, tidak
semata mencari reputasi pribadi, mampu
mengatasi stereotipe siswa,
bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar siswa, mampu menyampaikan
perasaannya, dan memiliki pendengaran yang baik[12].

         
Inilah beberapa sifat kepribadian guru yang ideal yang bisa diharapkan akan
mampu membawa perubahan
pada tradisi belajar para siswa, agar menjadi SDM
bangsa yang cerdas berdaya saing. Dan supaya mereka
nyaman dalam pelaksanaan
tugas, maka para guru dan calon guru harus diyakinkan bahwa profesi guru adalah
pilihan terbaik baginya. Tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Dia tidak boleh
berkata bahwa profesi keguruan
adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus
bangga dengan profesinya sebagai seorang guru. Tidak baik
bagi seorang guru
untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengkaitkannya pada indeks
gaji
yang tidak memadai, karena dia masuk setelah dia tahu bahwa gajinya tidak
memadai. Kalau tidak suka dengan
indeks gaji seperti itu, ambil putusan segera,
dan cari alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi
keguruanmenjadi
terhina oleh guru sendiri hanya karena indeks gajinya yang tdiak memadai. Wallahu
a’lam bi al-
Shawab.

Daftar Bacaan

Maria Liakopoulou,  The


Professional Competence of Teachers: Which qualities, attitudes, skills and
knowledge
contribute to a teacher’s effectiveness, International Journal of
Humanities and Social Science Vol. 1 No. 21
(Special Issue) – December 2011.

V. Murale, R Preetha, dan Juhi


Singh Arora, Employee Commitment and Patient Satisfaction: An Initial
Reflection
from Indian Healthcare Sector, Paper was Presented in the
Conference on Advances in Environmental Science
and Energy Planning, 2015.

Jason A. Colquitt, Brent A.


Scott, and Jeffery A. LePine,Trust,  Trustworthiness, and Trust
Propensity: A Meta-
Analytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking
and Job Performance, Journal of Applied
Psychology Copyright 2007 by the
American Psychological Association 2007, Vol. 92, No. 4,

Dr. Linda Elder and Dr. Richard


Paul, Analytic Thinking How To Take Thinking Apart And What To Look For
When
You Do The Elements of Thinking and The Standards They Must Meet,
CambrIdge UnIverSIty, UK 2009

Dede Rosyada, Paradigma
Pendidikan Demokratis: Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 113

Lucy M Jarzabkowski, The
social Dimensions of Teacher Collegiality, Journal of Educational Enquiry,
Vol. 3, No.
2, Murdoch University, Western Australia, 2002, h. 2

Minghui Gao and Qinghua Liu, Personality


Traits of Effective Teachers Represented in the Narratives of American
and
Chinese Preservice Teachers: A Cross-Cultural Comparison, International
Journal of Humanities and Social
Science Vol. 3 No. 2, 2013, h. 85

Eva Burchardt and Ralf Schiebuhr


Christian,  Basic Personal Competencies for Teachers, Counsellors,
Supervisors, Albrechts−Universität zu Kiel Erziehungswissenschaftliche, h.
3

Ioannidou F., Konstantikaki V., Empathy


and emotional intelligence: What is it Really About? International
Journal
of Caring Sciences 1(3):118–123, 2008, h. 119
[1]Maria Liakopoulou, The
Professional Competence of Teachers: Which qualities, attitudes, skills and
knowledge
contribute to a teacher’s effectiveness,International Journal of
Humanities and Social Science Vol. 1 No. 21
(Special Issue) – December 2011.

             [2]V.
Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora, Employee Commitment and
Patient Satisfaction: An Initial
Reflection from Indian Healthcare Sector,
Paper was Presented in the Conference on Advances in Environmental
Science and
Energy Planning, 2015.

             [3]Jason
A. Colquitt, Brent A. Scott, and Jeffery A. LePine,Trust, Trustworthiness,
and Trust Propensity: A
Meta-Analytic Test of Their Unique Relationships With
Risk Taking and Job Performance, Journal of Applied
Psychology Copyright
2007 by the American Psychological Association 2007, Vol. 92, No. 4,

             [4]Dr.
Linda Elder and Dr. Richard Paul,Analytic Thinking How To Take Thinking Apart
And What To Look
For When You Do The Elements of Thinking and The Standards
They Must Meet, CambrIdge UnIverSIty, UK
2009

                        [5]  Dede
Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model pelibatan Masyarakat
dalam
penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 113

            [6] Ibid.,
h. 111

             [7]Lucy
M Jarzabkowski,The social dimensions of teacher collegiality,Journal of
Educational Enquiry, Vol.
3, No. 2, Murdoch University, Western Australia,
2002, h. 2

            [8]Minghui
Gao and Qinghua Liu, Personality Traits of Effective Teachers Represented in
the Narratives of
American and Chinese Preservice Teachers: A Cross-Cultural
Comparison, International Journal of Humanities
and Social Science Vol. 3 No.
2, 2013, h. 85

             [9]Eva
Burchardt and Ralf SchiebuhrChristian, Basic Personal Competencies for
Teachers, Counsellors,
Supervisors, Albrechts−Universität zu
KielErziehungswissenschaftliche, h. 3

            [10] Ibid.,
h. 4

                        [11]Ioannidou
F., Konstantikaki V., Empathy and emotional intelligence: What is it really
about?,
International Journal of Caring Sciences 1(3):118–123, 2008, h. 119

            [12] Dede
Rosyada, Op.cit., h. 102

Komentar

Anda tidak memiliki izin untuk menambahkan komentar.

Stif Blass

Masuk | Aktivitas Situs Terbaru | Laporkan Penyalahgunaan | Cetak Halaman | Diberdayakan oleh Google Sites

Anda mungkin juga menyukai