Point 2 Pilar-Pilar Ekonomi Islam
Point 2 Pilar-Pilar Ekonomi Islam
1. Konsep Kepemilikan
a. Pendahuluan
Sebagai suatu sistem kehidupan universal dan komphehensif, Islam hadir dan
dipercaya oleh pemeluknya sebagai ajaran yang mengatur tentang segala bentuk
aktivitas manusia, termasuk masalah ekonomi. Salah satu bentuk aktivitas yang
berkaitan dengan masalah ekonomi adalah persoalan kepemilikan ( al-milkiyyah).
Islam senantiasa memberikan ruang dan kesempatan kepada manusia untuk
mengakses segala sumber kekayaan yang dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna
memenuhi semua tuntutan kehidupan, memerangi kemiskinan, dan merealisasikan
kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan manusia.
Secara historis, persoalan kepemilikan sebenarnya telah ada dan muncul sejak
adanya manusia pertama di muka bumi ini. ketika itu, makna kepemilikan tidak
lebih sekedar penggunaan sesuatu guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena
manusia belum berfikiran untuk menyimpan apa yang ia miliki. Hal ini
disebabkan karena penguni bumi saat itu masih sedikit, sedangkan kebutuhan
hidup sangat melimpah. Kepemilikan terhadap sesuatu pada saat itu, hanya
sekedar penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan kebutuhan
masyarakat, sedikit demi sedikit jumlah manusia mulai bertambah dan memenuhi
penjuru bumi. Ketika itu mulailah persaingan guna mencukupi kebutuhan
hidupnya, setiap orang ingin memnuhi kebutuhan hidupnya. Maka sejak ini mulai
pergeseran makna kepemilikan yang awalnya hanya penggunaan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, menjadi kewenangan dan kekuasaan, saat ini muncul istilah
kepemilikan (property), atau dikenal juga dengan “al-milkiyyah”.
Kepemilikan dalam syariat Islam adalah penguasaan terhadap sesuatu sesuai
dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang untuk bertindak terhadap apa yang
ia miliki selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan hukum. Pada
prinsipnya Islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang. Hal
ini tergantung pada kemampuan, kecakapan dan keterampilan masing-masing,
asalkan dilakukan dengan wajar dan halal, artinya sah menurut hukum dan benar
menurut ukuran moral dan akal 9OS, Al-Baqarah [2]:188, An-Nisaa [4]:32) serta
tidak membahayakan bagi dirinya maupun orang lain.
Selain itu, setiap orang dituntut pula untuk menggunakan sebagian dari hak
miliknya untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik perseoranag, kelompok
masyarakat maupun negara. Sebab Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi
(al-fardiyah), masyarat umum (al-jama’iyah) maupun kepemilikan negara al-
daulah), dan menjadikan sebagai dasar bangunan ekonomi. Namun demikian,
secara teologis kepemilikan hakiki berada di tangan Allah, sedangkan manusia
hanya diberi kesempatan untuk memanfaatkan dalam bentuk amanah.
A. Pengertian Kepemilikan (al-Milkiyyah)
Kata “kepemilikan” dalam bahasa Indonesia termabil dari kata “milik”.
Ia merupakan kata serapan dari kata “al-milk” dalam bahasa Arab. Secara
etimologi kata “al-milk”yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab kata “al-
milk” berarti memelihara dan menguasai sesuatu secara bebas. Maksudnya
kepenguasan seseorang terhadap sesuatu harta (barang atau jasa) yang
memperbolehkannya untuk mengambil manfaat dengan segala cara yang
dibolehkan oleh syara’, sehingga orang lain tidka diperkenakan mengambil
manfaat dengan barang tersebut kecuali dengan izinnya, dan sesuai dengan
bentuk-bentuk muamalah yang diperbolehkan. Misalnya, Ahmad memiliki
sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motorn itu dalam kekuasan dan
genggaman Ahmad. dia bebas untuk memanfaatkan dan orang lain tidak boleh
menghalangi dan merintanginya dalam menikmati sepeda motor yang
dimilikinya tersebut, kecuali setelah mendapat izin dari pemiliknya.
“ Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang
diantara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Disamping itu, Islam telah mengatur dengan jelas bagaimana suatu hak
milik dapat diperoleh secara sah dan pantas. Sebaliknya, Islam melarang
perampasan atau perampokan atas suatu hak milik, sehingga menimbulkan
ketidakadilan(kedzaliman)atau penindasan aats suatu pihak dengan pihak
lainnya.
c. Berburu
Berburu temasuk dalam kategori bekerja. Misalnya berburu
ikanm mutiara, batu permata, bunga karang serta harta yang
diperbolehkan dari hasil buruan laut lainnya, maka harta tersebut
adalah hak milik orang yang memburunya, sebagaimana yang berlaku
dalam perburuan burung dan hewan-hewan yang lain. Demikian harta
yang diperoleh dari hasil buruan darat, maka harta tersebut adalah
milik orang yang memburunya.
d. Makelar ( samsarah )
Simsar (broker/pialang) adalah sebutan bagi orang yang bekerja
untuk orang lain dengan upah, baik untuk keperluan menjual maupun
membelikan. Sebutan ini juga layak dipakai untuk orang yang
mencarikan (menunjukkan) orang lain. Makelar termasuk dalam
kategori bekerja yang bisa dipergunakan untuk memiliki harta, secara
sah menurut syara’
Kepemilikan
Islam mengakui fitrah manusia untuk mencintai harta dan miliknya. Harta yang ada di tangan
manusia hanyalah titipan dan amanat yang harus ditunaikan sesuai apa yang diinginkan sang
pemiliknya. Konsep harta dalam islam sangat komprehensif, dimana islam tidak hanya
mengatur bagaimana harta itu dapat diperoleh dengan cara yang halal, bagaimana harta dapat
dikembangkan, dan digunakan. Akan tetapi juga mengatur bagaimana agar harta itu dapat
berungsi mensejahterakan umat, yaitu dengan menggerakkan para pemilik untuk
mendistribusikan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Justru itu, islam mengakui adanya
kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Ketiga macam
kepemilikan tersebut diberi batasan wewenang sesuai dengan fungsinya masing-masing yang
pada intinya agar terjaga keseimbangan untuk menuju kesejahteraan baik individu,
masyarakat dan negara.