Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KEGIATAN SEMINAR ONLINE

“Asuhan Kebidanan Prakonsepsi Dan Perencanaan Kehamilan Sehat


(Pemeriksaan Infertilitas Pada Laki-laki Dan Perempuan)”
Tanggal 23 Oktober 2021

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Praktik Klinik Stase II
Asuhan Kebidanan Holistik Fisiologis Prakonsepsi
dan Perencanaan Kehamilan Sehat

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Selviana Nurul F. (P17312215103)
Kunti Zakiyah M. (P17312215106)
Badriyatur Robi’ah (P17312215138)
Ekky Wahyuningtyas (P17312215154)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN SEMINAR ONLINE


“Asuhan Kebidanan Prakonsepsi Dan Perencanaan Kehamilan Sehat
(Pemeriksaan Infertilitas Pada Laki-laki Dan Perempuan”
Tanggal 23 Oktober 2021

ini telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Pembimbing Institusi

Jenie Palupi, S.Kp, M.Kes


NIP. 196906191993032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Ika Yudianti, SST., M.Keb


NIP. 198007272003122002

9
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kegiatan edukasi dengan topik
“Asuhan Kebidanan Prakonsepsi dan Perencanaan Kehamilan Sehat (Pemeriksaan
Infertilitas pada Laki-laki dan Perempuan)”. Sehubungan dengan selesainya
laporan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Budi Susatia, S.Kp., M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang.
2. Ibu Herawati Mansur, S.ST., S.Psi., M.Pd, selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
3. Ibu Ika Yudianti, S.ST., M.Keb, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Malang.
4. Ibu Jenie Palupi, S.Kp.,M.Kes selaku Pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dalam menyusun proposal
pengembangan media edukasi ini dan telah memberikan bimbingan dengan
sabar, tekun, bijaksana, dan sangat cermat dalam memberikan masukan serta
motivasi kepada tim penyusun.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan selama penyusunan proposal
pengembangan media edukasi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala
amal baik yang telah diberikan. Tim penyusun menyadari bahwa laporan kegiatan
edukasi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penyusun berharap
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
kegiatan edukasi ini berguna bagi semua pihak.

Jember, Oktober 2021

Penyusun

10
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES MALANG
2020 – 2024

VISI PROGRAM STUDI


Menghasilkan lulusan bidan profesi yang beradab dan berdaya saing global dalam
pemberdayaan perempuan di keluarga dan masyarakat di Tingkat Nasional pada
tahun 2024.
MISI PROGRAM STUDI :

1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi bagi vokasi dan Profesi Kebidanan yang


beradab, inovatif dan berdaya saing global di bidang Kesehatan Ibu dan Anak
yang berbasis Pemberdayaan Perempuan.
2. Mengembangkan produktivitas penelitian terapan dan pengabdian kepada
masyarakat. Lingkup Kesehatan Ibu dan Anak yang berbasis Pemberdayaan
Perempuan yang berkualitas, inovatif dan mengembangkan Publikasi Ilmiah
yang bereputasi.
3. Mengembangkan tatakelola organisasi yang baik berbasis Teknologi Informasi.
4. Mengembangkan kerjasama dan produktivitas kemitraan dalam negeri dalam
pelaksanaan Tri Dharma PT.
5. Mengembangkan kerjasama dan produktivitas kemitraan dengan luar negeri
dalam pelaksanaan pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat.
6. Melaksanakan Tata Kelola Organisasi yang Kredibel, Transparan, Akuntabel,
Bertanggung Jawab, dan Adil.
7. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia yang Profesional
dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi.

11
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iii
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI.............................................................. iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB 2 RENCANAN KEGIATAN.................................................................... 3
BAB 3 PELAKSANAAN KEGIATAN............................................................ 9
BAB 4 EVALUASI............................................................................................. 11
4.1 Evaluasi.................................................................................................... 11
4.2 Rencana Tindak Lanjut............................................................................ 11
BAB 5 PENUTUP.............................................................................................. 13
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
5.2 Saran........................................................................................................ 14
LAMPIRAN........................................................................................................ 15
MATERI WEBINAR......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 50

12
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan
kegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah
melakukan hubungan sanggama tanpa kontrasepsi secara teratur (Cavallini &
Beretta, 2015).
Infertilitas dapat dibagi menjadi infertilitas primer dan infertilitas
sekunder. Infertilitas primer adalah jika seorang wanita belum pernah
memiliki anak karena tidak pernah terjadi kehamilan atau pernah mengalami
kehamilan tetapi tidak pernah terjadi kelahiran hidup. Sedangkan infertilitas
sekunder jika seorang wanita tidak mampu untuk memiliki anak yang
disebabkan karena tidak terjadinya kehamilan atau pernah mengalami
kehamilan tetapi tidak terjadi kelahiran hidup dengan syarat sebelumnya
wanita tersebut pernah mengalami kehamilan atau pernah terjadi kelahiran
hidup ((Mascarenhas et al., 2012).
Penyebab infertilitas pada pasangan disebabkan oleh adanya masalah dari
pihak laki-laki sebesar 40%, adanya masalah dari pihak perempuan sebesar
40%, dan adanya masalah dari kedua pihak sebanyak 30% (Saraswati, 2015).
Tetapi insiden yang sebenarnya mungkin lebih tinggi karena kurangnya data
dan tidak dilaporkan. Sebanyak 15% pasangan tidak dapat mencapai
kehamilan dalam 1 tahun. Angka kejadian perempuan infertil primer 15%
pada usia 34-35 tahun di Indonesia dan meningkat sehingga 30% pada usia
35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun. Infertilitas pada pria ditemukan
pada 2.5%-12% dari jumlah pria di dunia (Agarwal, Mulgund, Hamada, &
Chyatte, 2015).
Infertilitas tidak hanya merupakan suatu masalah kesehatan, tetapi juga
suatu masalah sosial. Masalah infertilitas dapat mempengaruhi hubungan
interpersonal, perkawinan dan sosial, serta dapat menyebabkan gangguan
secara emosional dan psikologis yang signifikan (Karimi et al., 2015). Dari

13
semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 % mengalami infertilitas
(Parekattil & Agarwal, 2012).
Berdasarkan uraian data diatas tim penyusun tertarik untuk melakukan
kegiatan edukasi kesehatan tentang perencanaan kehamilan sehat. Kami dari
tim penyusun mengangkat topik “Asuhan Kebidanan Prakonsepsi dan
Perencanaan Kehamilan Sehat (Pemeriksaan Infertilitas pada Laki-laki dan
Perempuan)”

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan edukasi kesehatan diharapkan WUS memahami
tentang pemeriksaan infertilitas
1.2.2 Tujuan Khusus
a. WUS mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan infertilitas
pada laki-laki
b. WUS mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan infertilitas
pada perempuan

14
BAB 2
RENCANA KEGIATAN

2.1 Webinar Sesi 2


Topik : Asuhan Kebidanan Prakonsepsi Dan Perencanaan
Kehamilan Sehat
Sub Topik : 1. Pemeriksaan infertilitas pada laki-laki
2. Pemeriksaan infertilitas pada perempuan
Penyuluh : Anggota Kelompok 1
Waktu : 14.00 – 15.30 WIB
Sasaran : WUS yang sedang merencanakan kehamilan sehat
sejumlah (4 orang)
Hari/Tanggal : Kamis/ 23 Oktober 2021
Tempat : Zoom Meeting

A. Tahapan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Kegiatan/
Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta
Waktu

Pembukaan 1. Menyapa dan menyambut - Peserta menjawab


14.00-14.15 peserta dengan ramah serta salam dengan ramah
(15 Menit)
memberi salam dan - Peserta menyepakati
memperkenalkan diri. kontrak waktu yang
2. Pembacaan do’a digunakan
penyuluhan

Inti Menyampaikan Materi sebagai


berikut :
14.15 – 15.15 1. Pemeriksaan infertilitas pada Peserta Menyimak,
(60 Menit) Bertanya
laki-laki
2. Pemeriksaan infertilitas pada
perempuan

Penutup 1. Membuat dan menyampaikan - Mendengarkan


15.00-15.20 kesimpulan - Menjawab salam
(20 menit)
2. Menutup acara

B. Materi Pendidikan Kesehatan


Terlampir
C. Metode

15
1. Diskusi
2. Tanya jawab
D. Media
Power Point
E. Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan berupa HP/Laptop dan koneksi internet
yang stabil
F. Evaluasi
Dalam kegiatan webinar dengan topik Asuhan Kebidanan Holistik
Prakonsepsi dan Rencana Kehamilan Sehat, hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan webinar yang perlu di evaluasi adalah meliputi evaluasi stuktur,
evaluasi proses, dan evaluasi hasil kegiatan yang dipaparkan sebagai berikut :
1) Evaluasi Stuktur
a. Webinar dilakukan di Rumah Peserta secara online
b. Webinar dengan menggunakan media power point agar lebih praktis
dalam penyampaian sehingga peserta lebih memahami
c. Waktu Penyuluhan dilakukan seefesien mungkin agar peserta lebih
memahami materi yang disampaikan
2) Evaluasi Proses
a. Peserta Wanita Usia Subur (WUS) hadir tepat waktu dalam webinar
b. Pada saat webinar peserta tidak ada yang meninggalkan ruangan zoom
meeting
c. Peserta berpasrtisipasi aktif dalam kegiatan webinar.
3) Evaluasi Hasil
Terdapat peningkatan pengetahuan pada Wanita Usia Subur (WUS)
mengenai pemeriksaan infertilitas

16
BAB 3

PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Webinar sesi 1

Topik : Asuhan Kebidanan Prakonsepsi Dan Perencanaan


Kehamilan Sehat
Sub Topik : 1. Pemeriksaan infertilitas pada laki-laki
2. Pemeriksaan infertilitas pada perempuan
Penyuluh : Anggota Kelompok 1
Waktu : 14.00 – 15.30 WIB
Sasaran : WUS yang sedang merencanakan kehamilan sehat
sejumlah (4 orang)
Hari/Tanggal : Kamis/ 23 Oktober 2021
Tempat : Zoom Meeting

A. Tahapan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Kegiatan/ Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta

Pembukaan 1. Menyapa dan menyambut - Peserta menjawab


14.00-14.15 peserta dengan ramah serta salam dengan ramah
(15 Menit) memberi salam dan - Peserta menyepakati
memperkenalkan diri. kontrak waktu yang
2. Pembacaan do’a digunakan
penyuluhan

Inti Menyampaikan Materi sebagai


berikut :
14.15 – 15.15 1. Pemeriksaan infertilitas pada Peserta Menyimak,
(60 enit) laki-laki Bertanya
2. Pemeriksaan infertilitas pada
perempuan

Penutup 1. Membuat dan menyampaikan - Mendengarkan


15.00-15.20 kesimpulan - Menjawab salam
(20 enit) 2. Menutup acara

B. Materi Pendidikan Kesehatan


Terlampir
C. Metode

17
1. Diskusi
2. Tanya jawab
D. Media
Power Point
E. Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan berupa HP/Laptop dan koneksi internet
yang stabil
F. Hambatan dan Solusi
1) Pada saat webinar berlangsung, terdapat beberapa Wanita Usia Subur
(WUS) yang off camera, namun kelompok sudah mengingatkan melalui
WhatsApp Grup sehingga mereka on camera kembali

18
BAB 4
EVALUASI

4.1 Webinar Sesi 2


a. Evaluasi
Dalam kegiatan penyuluhan dengan topik Asuhan Kebidanan pada
prakonsepsi dan rencana kehamilan sehat tentang pemeriksaan infertilitas,
hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan yang perlu di evaluasi
adalah meliputi evaluasi stuktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil
kegiatan yang dipaparkan sebagai berikut :
1) Evaluasi Stuktur
a. Webinar dilakukan di Rumah Peserta secara online
b. Webinar dengan menggunakan media power point
c. Waktu Penyuluhan dilakukan seefesien mungkin agar peserta lebih
memahami materi yang disampaikan
2) Evaluasi Proses
a. Pada saat penyuluhan peserta tidak meninggalkan ruangan, namun
ada beberapa WUS yang terkadang off camera saat webinar
berlangsung
b. Peserta Wanita Usia Subur (WUS) berpartisipasi aktif dalam
kegiatan webinar ditunjukkan dengan adanya pertanyaan
3) Evaluasi Hasil
Terdapat peningkatan pemahaman terhadap Wanita Usia Subur (WUS)
mengenai pemeriksaan infertilitas.
b. Rencana Tindak Lanjut
Untuk semua anggota kelompok agar bertanggung jawab kepada WUS
masing-masing untuk ditekankan kembali kepada semua peserta untuk
tidak off camera saat webinar berlangsung agar dapat dipastikan bahwa
WUS tersebut tidak meninggalkan zoom meeting saat webinar.

19
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan
kegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah
melakukan hubungan sanggama tanpa kontrasepsi secara teratur (Cavallini &
Beretta, 2015).
Infertilitas tidak hanya merupakan suatu masalah kesehatan, tetapi juga
suatu masalah sosial. Masalah infertilitas dapat mempengaruhi hubungan
interpersonal, perkawinan dan sosial, serta dapat menyebabkan gangguan
secara emosional dan psikologis yang signifikan (Karimi et al., 2015). Dari
semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 % mengalami infertilitas
(Parekattil & Agarwal, 2012).
Pemeriksaan infertilitas dapat dilakukan tidak hanya pada perempuan
saja akan tetapi juga dapat dilakukan pada pria. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya sebuah penyuluhan atau edukasi seputar pemeriksaan
infertilitas agar dapat menambah pengetahuan sehingga meningkatkan
kesadaran bahwa penyebab infertilitas bukan hanya pada wanita saja.
Sehingga kami melakukan edukasi tersebut melalui webinar secara online
karena mengingat masih berada di masa pandemic.
Dari sesi webinar kedua yang kami lakukan semua berjalan dengan
lancar dan peserta ikut berpartisipasi aktif dalam webinar tersebut, meskipun
terdapat beberapa hambatan akan tepai dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
5.2 Saran
Setelah diberikannya edukasi atau penyuluhan melalui webinar dengan topic
asuhan kebidanan prakonsepsi dan perencanaan kehamilan sehat, peserta
webinar dapat mengaplikasikan dan membagi informasi kepada teman atau
saudara seputar pemeriksaan infertilitas.

20
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Roundown Acara
JAM ACARA MATERI PIC
13.00 – 14.00 Regristrasi Peserta
14.00 – 14.15  Pembukaan MC
 Pembacaan Do’a
 Pembacaan susunan acara
14.15 – 14.35 Pemaparan Materi oleh Pemeriksaan Pemateri 1
Pemateri 1 infertilitas idiopatik Selviana Nurul F
dan pemeriksaan
infertilitas pada pria
14.35 – 15.00 Pemaparan Materi oleh Persiapan Pemateri 2
Pemateri 2 Pemeriksaan Badriyatur Robi’ah
Infertilitas pada
perempuan
15.00 – 15.15 Sesi Tanya Jawab Pemateri
15.15 – 15.30  Pembacaan kesimpulan Moderator
 Penutup
 Pembacaan Do’a

21
2. Flyer

22
3. Dokumentasi Kegiatan

23
4. Notulen Pelaksanaan Webinar
Pertanyaan 1 oleh Siti Liyani
Apa perbedaan pemeriksaan histeroskopi dengan laparoskopi karena tadi
dijelaskan sama sama untuk melihat kondisi dalam rahim ?
Jawaban :
Pada dasarnya pemeriksaan histeroskopi dan laparoskopi tujuannya sama
yaitu untuk mengetahui keadaan dalam rahim contuhnya untuk melihat
kelainan kelainan yang dapat menyebabkan tidak terjadinya kehamilan,
bedanya yaitu pada prosedur pemeriksaannya, jika pada histeroskopi
pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan alat seperti kemera kecil
kedalam rahim ibu melalui jalan lahir, sedangkan pada laparoskopi
pemeriksaan dilakukan dengan cara melakukan sayatan sekitar ½ -1 cm
pada dinding perut ibu lalu melalui lubang tersebut dimasukkan alat
semacam kamera kecil untuk melihat keadaan di dalam rahim.

24
5. Satuan Acara Penyuluhan
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Asuhan Kebidanan Prakonsepsi Dan Perencanaan


Kehamilan Sehat
Sub Topik : 1. Pemeriksaan infertilitas pada laki-laki
2. Pemeriksaan infertilitas pada perempuan
Penyuluh : Anggota Kelompok 1
Waktu : 14.00 – 15.30 WIB
Sasaran : WUS yang sedang merencanakan kehamilan sehat
sejumlah (4 orang)
Hari/Tanggal : Kamis/ 23 Oktober 2021
Tempat : Zoom Meeting

A. Latar Belakang
Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai
dengan kegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan
telah melakukan hubungan sanggama tanpa kontrasepsi secara teratur
(Cavallini & Beretta, 2015). Infertilitas dapat dibagi menjadi infertilitas
primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah jika seorang
wanita belum pernah memiliki anak karena tidak pernah terjadi kehamilan
atau pernah mengalami kehamilan tetapi tidak pernah terjadi kelahiran
hidup. Sedangkan infertilitas sekunder jika seorang wanita tidak mampu
untuk memiliki anak yang disebabkan karena tidak terjadinya kehamilan
atau pernah mengalami kehamilan tetapi tidak terjadi kelahiran hidup
dengan syarat sebelumnya wanita tersebut pernah mengalami kehamilan
atau pernah terjadi kelahiran hidup ((Mascarenhas et al., 2012).
Penyebab infertilitas pada pasangan disebabkan oleh adanya masalah
dari pihak laki-laki sebesar 40%, adanya masalah dari pihak perempuan
sebesar 40%, dan adanya masalah dari kedua pihak sebanyak 30%
(Saraswati, 2015). Tetapi insiden yang sebenarnya mungkin lebih tinggi
karena kurangnya data dan tidak dilaporkan. Sebanyak 15% pasangan tidak
dapat mencapai kehamilan dalam 1 tahun. Angka kejadian perempuan
infertil primer 15% pada usia 34-35 tahun di Indonesia dan meningkat
sehingga 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun.

25
Infertilitas pada pria ditemukan pada 2.5%-12% dari jumlah pria di dunia
(Agarwal, Mulgund, Hamada, & Chyatte, 2015).
Infertilitas tidak hanya merupakan suatu masalah kesehatan, tetapi
juga suatu masalah sosial. Masalah infertilitas dapat mempengaruhi
hubungan interpersonal, perkawinan dan sosial, serta dapat menyebabkan
gangguan secara emosional dan psikologis yang signifikan (Karimi et al.,
2015). Dari semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 %
mengalami infertilitas (Parekattil & Agarwal, 2012).
Berdasarkan uraian data diatas tim penyusun tertarik untuk melakukan
kegiatan edukasi kesehatan tentang perencanaan kehamilan sehat. Kami dari
tim penyusun mengangkat topik “Asuhan Kebidanan Prakonsepsi dan
Perencanaan Kehamilan Sehat (Pemeriksaan Infertilitas pada Laki-laki dan
Perempuan)”
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pemeriksaan infertilitas pada laki-laki dan perempuan ?
C. Prioritas Masalah
1. Persiapan klien untuk kasus pemeriksaan infertilitas idiopatik
(histeroskopi, laparoskopi)
2. Pemeriksaan infertilitas pada laki-laki (anamnesis, pemeriksaan fisik,
analisis sperma)
3. Persiapan klien untuk pemeriksaan infertilitas pada perempuan
(pemeriksaan ovulasi, chlamydia trachomatis, penilaian kelainan uterus)
4. Persiapan klien untuk pemeriksaan infertilitas pada perempuan
(penilaian lendiri serviks pasca senggama dan penilaian kelainan tuba)
D. Tujuan Intruksional umum :
WUS memahami dan mengetahui tentang pemeriksaan infertilitas pada laki-
laki dan perempuan

E. Tujuan Intruksional Khusus:

26
1. WUS mengetahui dan memahami tentang persiapan klien untuk kasus
pemeriksaan infertilitas idiopatik (histeroskopi, laparoskopi)
2. WUS mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan infertilitas pada
laki-laki (anamnesis, pemeriksaan fisik, analisis sperma)
3. WUS mengetahui dan memahami tentang persiapan klien untuk
pemeriksaan infertilitas pada perempuan (pemeriksaan ovulasi,
chlamydia trachomatis, penilaian kelainan uterus)
4. WUS mengetahui dan memahami tentang persiapan klien untuk
pemeriksaan infertilitas pada perempuan (penilaian lendiri serviks pasca
senggama dan penilaian kelainan tuba)
F. Materi Pendidikan Kesehatan
Terlampir
G. Metode
1. Diskusi
2. tanya jawab
H. Media
Power Point

27
I. Tahapan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Webinar Sesi 2

Kegiatan/
Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta
Waktu
Pembukaan 1. Menyapa dan menyambut - Peserta menjawab
14.00-14.15 peserta dengan ramah serta salam dengan ramah
(15 Menit)
memberi salam dan - Peserta menyepakati
memperkenalkan diri. kontrak waktu yang
2. Pembacaan do’a digunakan
penyuluhan

Inti Menyampaikan Materi sebagai


berikut :
14.15–15.15 Peserta Menyimak,
1. Pemeriksaan infertilitas pada
(60 menit) Bertanya
laki-laki
2. Pemeriksaan infertlitas pada
perempuan
Penutup 1. Membuat dan - Mendengarkan
15.15-15.30 menyampaikan kesimpulan
- Menjawab salam
(15 menit) 2. Menutup acara

28
J. Evaluasi
Dalam kegiatan webinar dengan topik Asuhan Kebidanan Holistik
Prakonsepsi dan Rencana Kehamilan Sehat, hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan webinar yang perlu di evaluasi adalah meliputi evaluasi stuktur,
evaluasi proses, dan evaluasi hasil kegiatan yang dipaparkan sebagai berikut :
1) Evaluasi Stuktur
a. Webinar dilakukan di Rumah Peserta secara online
b. Webinar dengan menggunakan media power point agar lebih praktis
dalam penyampaian sehingga peserta lebih memahami
c. Waktu Penyuluhan dilakukan seefesien mungkin agar peserta lebih
memahami materi yang disampaikan
2) Evaluasi Proses
a. Peserta Wanita Usia Subur (WUS) hadir tepat waktu dalam webinar
b. Pada saat webinar peserta tidak ada yang meninggalkan ruangan zoom
meeting
c. Peserta berpasrtisipasi aktif dalam kegiatan webinar.
3) Evaluasi Hasil
Terdapat peningkatan pemahaman terhadap pada Wanita Usia Subur (WUS)
6. Materi Webinar
A. Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Kasus Infertilitas Idiopatik 
Dalam tatalaksana infertilitas perbandingan antara biaya yang
dikeluarkan dan efektifitas pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan klinik. National Institute for Health and
Clinical Excellence in the UK and the American Society of Reproductive
Medicine merekomendasikan pemeriksaan yang penting sebagai berikut :
analisis semen, penilaian ovulasi dan evaluasi patensi tuba dengan
histerosalpingografi atau laparoskopi. Peran HSG atau laparoskopi terus
menjadi perdebatan, laparoskopi perlu dipertimbangkan pada kecurigaan
adanya endometriosis berat, perlekatan organ pelvis atau kondisi penyakit
pada tuba. 

29
a. Histeroskopi
Histeroskopi merupakan baku emas dalam pemeriksaan yang
mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan
HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran
histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi
kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan
kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam
memperbaiki endometrium.
Oliveira melaporkan kelainan kavum uteri yang ditemukan dengan
pemeriksaan histeroskopi pada 25 % pasien yang mengalami
kegagalan berulang fertilisasi in vitro (FIV). Semua pasien tersebut
memiliki HSG normal pada pemeriksaan sebelumnya. Penanganan
yang tepat akan meningkatkan kehamilan secara bermakna pada
pasien dengan kelainan uterus yang ditemukan saat histeroskopi.
Histeroskopi memiliki keunggulan dalam mendiagnosis kelainan
intra uterin yang sangat kecil dibandingkan pemeriksaan HSG dan
USG transvaginal. Banyak studi membuktikan bahwa uterus dan
endometrium perlu dinilai sejak awal pada pasien infertilitas atau
pasien yang akan menjalani FIV. 
b. Laparoskopi
Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien
infertilitas idiopatik yang dicurigai mengalami patologi pelvis yang
menghambat kehamilan. Tindakan ini dilakukan untuk mengevaluasi
rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan
selanjutnya. Studi menunjukkan bila hasil HSG normal, tindakan
laparoskopi tidak perlu dilakukan Laparoskopi diagnostik dapat
dipertimbangkan bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium dan
inseminasi intra uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan.
Mengacu pada American Society of Reproductive Medicine
(ASRM), laparoskopi diagnostik hanya dilakukan bila dijumpai bukti
atau kecurigaan kuat adanya endometriosis pelvis, perlengketan
genitalia interna atau oklusi tuba. Tindakan laparoskopi diagnostik

30
pada pasien infertilitas idiopatik tidak dianjurkan bila tidak dijumpai
faktor risiko patologi pelvis yang berhubungan dengan infertilitas.
Kebanyakan pasien akan hamil setelah menjalani beberapa siklus
stimulasi ovarium dan atau siklus FIV
B. Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Kasus Infertilitas Pada Laki-
Laki (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Analisis Sperma)
1. Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan
kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi
fertilitas pria. Anamnesis meliputi:
 Riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya, 
 Riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan
alergi, 
 Gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 
 Riwayat penggunaan alat kontrasepsi,
 Riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan
infeksi saluran nafas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting dilakukan untuk mengetahui
adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas.
b. Pemeriksaan skrotum, dilakukan untuk menentukan ukuran dan
konsistensi testis. Dilakukan saat pasien berdiri. Apabila skrotum
tidak teraba pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus
dilakukan. Alat untuk mengukur volume testis adalah Orkidometer.
Ukuran rata- rata testis orang dewasa normal adalah 20 ml.
c. Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras.
Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang
lunak dan kecil dapat menunjukkan terganggunya spermatogenesis
atau proses pembentukan sel sperma. 
d. Pemeriksaan epididimis, perlu dilakukan untuk melihat adanya
distensi atau indurasi (pembesaran atau peradangan). Varikokel atau
varises testis sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan

31
berhubungan dengan atrofi testis kiri (mengecil) yang ditandai
dengan adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti meraba
“sekantung ulat” pada tes valsava.
e. Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga
harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis dan
hipospadia (kelainan letak uretra) dapat mengganggu proses
transportasi sperma mencapai bagian proksimal / atas vagina.
Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat
dan vesikula seminalis. 
3. Analisis Semen / Analisis Sperma
Analisa sel sperma adalah tes landasan dalam pemeriksaan seorang pria
infertil. pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai adanya gangguan pada
sperma. Analisis semen konvensional memberikan informasi tentang
fungsi sel germinal testis laki-laki, fungsi sekretori dari organ seks
aksesori laki-laki, dan juga tentang patensi saluran reproduksi laki-laki.
Tabel 1. Nilai Rujukan Analisis Semen Berdasarkan Kriteria WHO 2010

Parameter Nilai Rujukan

Volume (mL) 1,5

Hitung sperma (1 juta/mL) 15

Hitung sperma total (1 juta) 39

Motilitas total (% motil) 40

Motilitas progresif (%) 32

Vitalitas (% hidup) 58

Morfologi (% bentuk
4
normal)

Hitung leukosit (1 juta/mL) <1,0

a. Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan


ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan.
b. Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma
yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan

32
sebelumnya sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa dapat
terjadi secara sempurna. Namun jika ditemukan azoospermia atau
oligozoospermia berat pemeriksaan untuk konfirmasi harus
dilakukan secepatnya.
c. Pemeriksaan Computer-Aided Sperm Analysis (CASA) Untuk
melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan ini
tidak dianjurkan untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan secara manual 
d. Pemeriksaan fungsi endokrinologi:
 Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10 juta/ml.
 Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan
endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum
e. Penilaian antibodi antisperma merupakan bagian standar analisis
semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan
pemeriksaan imunologi atau dengan cara melihat reaksi antiglobulin.
pemeriksaan antibodi antisperma tidak direkomendasikan untuk
dilakukan sebagai penapisan awal namun dilakukan terakhir karena
tidak ada terapi khusus yang efektif untuk mengatasi masalah ini.
4. Persiapan klien untuk analisis pemeriksaan sperma
a. Persiapan Pasien
Sebelum pengambilan sampel, pasien diinstruksikan untuk
menjalani abstinence / pemulihan dengan tidak melakukan sex
selama 2–7 hari. Jika membutuhkan lebih dari satu sampel, waktu
abstinence sebelum pengambilan setiap sampel harus selalu sama.
Pasien diinstruksikan untuk mengambil sampel dengan
masturbasi/koitus di ruang tertutup yang tidak jauh dari
laboratorium. Hal tersebut dilakukan untuk mempersingkat waktu
antara pengambilan sampel dan pemeriksaan. Seluruh sampel dari
permulaan hingga akhir ejakulasi harus ditampung. Pasien harus
melaporkan jika ada bagian sampel yang tumpah/hilang atau bila ada
kesulitan dalam pengambilan sampel. Sampel harus diterima

33
laboratorium paling lambat 1 jam setelah pengambilannya. Jika
tujuan analisis semen adalah untuk pemeriksaan mikrobiologis, ada
beberapa langkah tambahan yang perlu dilakukan pasien untuk
menghindari kontaminasi, yakni:
 Buang air kecil terlebih dahulu
 Cuci tangan dan penis menggunakan sabun untuk mengurangi
risiko kontaminasi sampel oleh organisme komensal pada kulit
 Bilas hingga bersih
 Keringkan tangan dan penis menggunakan handuk sekali pakai
 Ejakulasikan sampel ke wadah steril
b. Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan sebelum pengambilan sampel
untuk analisis sperma adalah wadah kaca atau plastik bersih
bermulut lebar, yang terbuat dari bahan yang non toksik terhadap
sperma. Wadah tidak harus steril, kecuali pada analisis semen yang
ditujukan untuk pemeriksaan mikrobiologis. Kondom khusus yang
tidak mengandung lubrikan spermisida juga dibutuhkan jika
pengambilan sampel dilakukan dengan cara koitus.
c. Posisi Pasien
Pasien dapat melakukan pengambilan sampel dengan posisi
senyaman mungkin bagi dirinya. Tidak ada posisi tertentu untuk
melakukan pengambilan sampel semen.
d. Prosedural
Setelah pengambilan sampel, wadah harus disimpan di suhu 20–
37 derajat Celcius karena perubahan suhu yang terlalu drastis dapat
mempengaruhi spermatozoa. Wadah harus diberi label berisi nama
dan nomor identifikasi pasien, serta hari dan jam pengambilan
sampel. Wadah tersebut kemudian ditempatkan dalam inkubator
bersuhu 37 derajat Celcius sementara semen mengalami likuifaksi
(perubahan bentuk sperma dari gumpalan menjadi lebih encer / cair).
Analisis semen sebaiknya dimulai segera setelah likuifaksi, yakni
setelah 30 menit dan paling lambat 1 jam setelah ejakulasi. Hal ini

34
bertujuan untuk mencegah pengaruh dehidrasi dan perubahan suhu
pada kualitas semen. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada 2–3
sampel karena adanya variasi harian pada kualitas dan jumlah
sperma. Setelah mengalami likuifaksi, viskositas semen dinilai
dengan aspirasi menggunakan pipet berdiameter 1,5 mm. Analis
perlu mengamati semen yang keluar dari pipet. Semen normal akan
menetes-netes kecil, sedangkan pada viskositas / kekentalan semen
abnormal, tetesan akan berbentuk panjang seperti benang (>2 cm).
e. Hasil Pemeriksaan
1. Warna semen
Warna semen normal yang telah mengalami likuifaksi adalah
kelabu buram homogen. Semen dapat terlihat lebih transparan
jika konsentrasi sperma sangat rendah. Warna semen dapat
tampak merah kecoklatan jika mengandung eritrosit
(hemospermia) atau tampak kuning pada pasien dengan ikterus
atau pasien dengan konsumsi obat-obatan tertentu.
2. Volume semen
Pemeriksaan volume semen sangat penting dalam analisis semen,
untuk menghitung total sel sperma dan sel non sperma dalam
ejakulat. Batas bawah nilai referensi volume semen normal adalah
1,5 mL. Volume semen di bawah nilai rujukan dapat dijumpai
pada pasien dengan ejakulasi retrograd yaitu kondisi ejakulasi
dimana sperma tidak keluar melalui ujung penis melainkan masuk
ke dalam kandung kemih. Kondisi ini dijumpai pada pasien yang
tidak memiliki vas deferens atau vesikula seminalis, kasus
obstruksi duktus, kasus hypogonadotropism, atau kasus respons
simpatik yang buruk. Volume semen >5 mL jarang dijumpai dan
umumnya disebabkan kontaminasi urine.
3. pH semen
pH semen menggambarkan keseimbangan pH sekret kelenjar
asesoris, terutama sekret vesikula seminalis yang bersifat basa
dan sekret prostat yang bersifat asam. Kisaran pH normal semen

35
adalah 7,2–8,2. Inflamasi prostat atau vesikula seminalis dapat
mengakibatkan perubahan pH. pH semen akan meningkat seiring
berjalannya waktu, sehingga nilai pH yang tinggi kurang
bermanfaat secara klinis itulah sebabnya pH semen sebaiknya
diukur dalam 30 menit hingga 1 jam setelah ejakulasi
4. Jumlah sperma
Jumlah sperma dalam ejakulat dihitung dari konsentrasi
spermatozoa. Pada ejakulat normal (waktu abstinence memadai
dan tidak ada obstruksi saluran reproduksi), jumlah sperma dalam
ejakulat dapat mengukur kemampuan testis memproduksi
spermatozoa dan mengukur patensi saluran reproduksi. Namun,
meskipun berhubungan dengan fertilisasi dan tingkat kehamilan,
konsentrasi spermatozoa dalam semen dipengaruhi oleh volume
sekret dari prostat dan vesikula seminalis, sehingga tidak dapat
mengukur fungsi testis secara spesifik. Batas bawah hitung
sperma adalah 15 juta/mL dan 39 juta per ejakulat. Literatur lain
menyatakan bahwa nilai normal konsentrasi sperma adalah >20
juta/mL dan nilai yang kurang dari itu dinyatakan sebagai
oligospermia. Sementara itu, azoospermia diartikan sebagai tidak
adanya sperma dalam semen. Untuk mengonfirmasi azoospermia,
sampel harus disentrifugasi dan dievaluasi ulang di bawah
mikroskop.
5. Motilitas
Motilitas sperma berkaitan dengan tingkat kehamilan. Motilitas
sperma sebaiknya dinilai sesegera mungkin setelah likuifaksi, yakni
paling lambat dalam 1 jam setelah ejakulasi. Motilitas setiap sel sperma
dikategorikan sebagai progressive motility (PR) bila ada gerakan aktif
(linear atau membentuk lingkaran besar) dan dikategorikan sebagai
non-progressive motility (NP) bila ada segala bentuk gerakan tanpa
progresivitas. Contoh gerakan tanpa progresivitas adalah gerakan
berputar-putar dalam lingkaran kecil, gerakan flagela yang tidak
mengubah posisi kepala, atau hanya tampak gerakan flagela saja. Bila

36
sama sekali tidak ada gerakan, sperma dikategorikan sebagai imotilitas
(IM). Batas bawah nilai referensi PR adalah 32%, sedangkan batas
bawah motilitas total (PR+NP) adalah 40%
6. Vitalitas
Vitalitas sperma diperkirakan berdasarkan integritas membran sel.
Parameter ini terutama penting pada sampel dengan PR <40%. Pada
sampel dengan motilitas baik, pemeriksaan vitalitas mungkin tidak
diperlukan. Presentasi sel vital dinilai dengan identifikasi membran sel
yang utuh setelah dye exclusion atau hypotonic swelling. Batas bawah
nilai referensi vitalitas sperma adalah 58%. Prinsip metode dye
exclusion adalah sel-sel mati memiliki membran plasma yang rusak,
sehingga warna dapat masuk ke dalam sel. Prinsip metode hypotonic
swelling adalah hanya sel-sel hidup (membran plasma utuh) yang
membengkak dalam larutan hipotonik. Vitalitas sperma sebaiknya
dinilai sesegera mungkin setelah likuifaksi, yakni paling lambat dalam
1 jam setelah ejakulasi
7. Morfologi
Pemeriksaan morfologi sperma menganalisis kepala, akrosom,
midpiece, dan ekor masing-masing sperma dengan mikroskop setelah
fiksasi dengan pewarnaan Papanicolaou. Jumlah sperma yang dianalisis
minimal 200. Pada kondisi fisiologis, morfologi normal didapatkan
pada >60% sperma dan morfologi imatur <2–3%. Sperma normal
memiliki kepala oval berukuran 3–5 x 2–3 mikron. Bentuk kepala
abnormal meliputi bentuk tapered, kepala ganda, kecil, besar, amorf,
atau piriformis. Akrosom normal berukuran 40–70% dari besar kepala.
Midpiece normal berbentuk ramping dan memiliki panjang kurang lebih
sama dengan kepala.

8. Hitung Sel Non sperma


Sel-sel selain sperma, seperti sel nutfah imatur, epitel, ciliary tuft,
dan leukosit dapat ditemukan dalam semen. Gambaran sel nutfah imatur
dan leukosit sama-sama berupa round cell, sehingga digunakan

37
pewarnaan peroksidase untuk membedakannya. Neutrofil, leukosit
polimorfonuklear (PMN), dan makrofag bersifat peroksidase-positif,
sedangkan limfosit, PMN degranulasi, dan sel nutfah imatur bersifat
negatif. Peningkatan leukosit pada semen dapat dijumpai pada proses
infeksi atau inflamasi saluran reproduksi, sedangkan peningkatan sel
nutfah imatur dapat menandakan kerusakan testis. Jika ada >5–10
round cell per lapangan pandang besar, lakukan pewarnaan peroksidase
untuk membedakan jenis sel.
9. Follow Up
Jika analisis semen menunjukkan hasil abnormal, beberapa
pemeriksaan lanjutan mungkin diperlukan untuk membantu
menentukan sebab kelainan.
a. Urinalysis
Pasien dengan azoospermia disarankan untuk menjalani
urinalisis dengan sampel urine pasca ejakulasi.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pada pasien
azoospermia untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi duktus
ejakulatorius. Vasografi merupakan standar baku emas untuk
mendiagnosis obstruksi tetapi berisiko menimbulkan scarring
dan obstruksi sekunder vas deferens.
c. Pemeriksaan Fungsi Sperma
Jika hasil analisis semen abnormal, pemeriksaan fungsi sperma
mungkin diperlukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mendiagnosis disfungsi sperma secara spesifik, memprediksi
kemungkinan fertilisasi, dan memberi petunjuk tata laksana
yang tepat. Beberapa pemeriksaan fungsi sperma adalah sperm
penetration assay, sperm-zona pellucida binding test, reaksi
akrosom, dan hyaluronan binding assay.
d. Tes Antibodi Antisperma
Sperma memiliki antigen unik yang tidak dikenali oleh sistem
imun tubuh karena adanya sawar darah testis. Antibodi

38
antisperma dapat terbentuk ketika ada kerusakan sawar darah
akibat infeksi, vasektomi, torsio testis, cryptorchidism, atau
trauma. Tes antibodi antisperma dapat disarankan ketika
analisis semen menunjukkan aglutinasi sperma atau penurunan
motilitas yang tidak diketahui sebabnya.
e. Pemeriksaan Hormon
Pasien dengan azoospermia sebaiknya menjalani evaluasi
hormonal. Sekitar 3% kasus infertilitas pria disebabkan oleh
masalah hormon. Hormon yang umumnya diperiksa adalah
follicle-stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH),
testosteron, dan prolaktin.
C. Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Infertilitas Pada Perempuan
(Pemeriksaan Ovulasi, Chlamydia Trachomatis, Penilaian Kelainan
Uterus)
1. Pengertian pemeriksaan ovulasi
 Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil
hormon. Masalah utama yang terkait dengan fertilitas adalah terkait
dengan fungsi ovulasi (proses ketika sel telur yang sudah matang
dikeluarkan dari ovarium ke tuba falopi untuk dibuahi). Sindrom
ovarium polikistik (Gangguan hormonal yang menyebabkan
pembesaran ovarium dengan kista kecil di tepi luar) merupakan
masalah gangguan ovulasi utama yang seringkali dijumpai pada kasus
infertilitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium
polikistik jika dijumpai tiga dari gejala di bawah ini.
a. Terdapat siklus haid oligoovulasi (tidak mengalami ovulasi setiap
bulan)  atau anovulasi (tidak mengalami ovulais)
b. Terdapat gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan
ultrasonografi   (USG) 
c. Terdapat gambaran hiperandrogenisme (produksi androgen
berlebih) baik klinis maupun biokimiawi.
40% sampai 70% kasus sindrom ovarium polikistik ternyata
memiliki kaitan erat dengan kejadian resistensi insulin. Penderita

39
infertilitas dengan obsitas seringkali menunjukkan gejala sindrom
ovarium polikistik. Masalah gangguan ovulasi yang lain adalah yang
terkait dengan pertumbuhan kista ovarium non-neoplastik ataupun
kista ovarium neoplastik. Kista ovarium yang sering dijumpai pada
penderita infertilitas 13 adalah kista endometrium yang sering dikenal
dengan istilah kista cokelat. Kista endometriosis tidak hanya
mengganggu fungsi ovulasi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi
maturasi oosit. Untuk menilai derajat keparahan endometriosis, saat ini
digunakan klasifikasi berdasarkan revisi American Fertility Society
(AFS). Pada kista endornetriosis dengan AFS derajat sedang atau berat
kejadian infertilitas dapat dikaitkan dengan kegagalan
ovulasikegagalan maturasi oosit, dan kegagalan fungsi tuba akibat
deformitas tubaa. Tindakan operatif untuk pengangkatan kista ovarium
jika tidak dilakukan dengan hati-hati dapat berakibat meningkatnya
kejadian kegagalan fungsi ovarium, yang akan semakin memperburuk
prognosis fertilitasnya
Sebelum menjalani tes kesuburan untuk memeriksa organ-organ
reproduksi wanita, periksa juga fungsi ovulasi dan hormon
Anda. Ovulasi sendiri adalah fase di dalam siklus menstruasi wanita
terkait pelepasan sel telur. Pembuahan terjadi jika sel telur ini bertemu
dengan sperma selama perjalanannya dari tuba falopi menuju rahim.
Ovulasi dikendalikan oleh berbagai hormon. Untuk mendeteksi
apakah seorang wanita berovulasi dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi kadar progesteron, hormon yang mengindikasikan
terjadinya ovulasi. Pemeriksaan kadar hormon LH (luteinizing
hormone) juga mungkin diperlukan karena hormon ini meningkat
sesaat sebelum ovulasi. Selain itu, suhu basal tubuh juga dapat
membantu. Pemeriksaan hormon lainnya, termasuk hormon tiroid,
mungkin perlu dilakukan untuk memeriksa kondisi medis lain terkait
ketidak suburan
Pemeriksaan ovulasi

40
Rangkaian tes kesuburan juga meliputi pemeriksaan ovulasi dan
hormon. Biasanya, salah satu cara agar cepat hamil yang bisa dilakukan
adalah mengetahui masa subur atau ovulasi.
Cara pemeriksaan ovulasi adalah
a. Tanyakan frekuensi keteraturan menstruasi (untuk memastikan
kemungkinan mengalami ovulasi) 
b. Perempuan dengan siklus haid teratur dan mengalami infertilitas    
selama1 tahun,dianjurkan mengkonfirmasi dengan mengukur kadar
progesterone serum faseluteal madya ( hari ke 21 sd 28)
c. Pada perempuan dengan Oligomenorea,pemeriksaan kadar
progesterone serum dilakukan pada akhir siklus(hari ke 28 sd 35)
dan dapat diulang setiap minggu hingga siklus haid berikutnya. 
d. Pengukuran temperature basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya Ovulasi
e. Pemeriksaan kadar hormone prolactin apakah ada gangguan ovulasi,
galaktore atau tumor hipofisis 
f. Pemeriksaan fungsi tiroid (hanya dilakukan jika pasien memiliki
gejala)
. Pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium

Ovulasi Cadangan Ovarium

 Riwayat menstruasi
 Progesteron serum  Kadar AM
 Ultrasonografi transvaginal  Hitung folikel antral
 Temperatur basal  FSH dan estradiol hari ke-
 LH urin 3
 Biopsi Endometrium
2. Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk
Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang
sensitif (Rekomendasi B). Pemeriksaan dilakukan melalui contoh darah
dan cairan kencing. Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan
dan pasangan seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan
pengobatan (Rekomendasi C). Antibiotika profilaksis sebaiknya

41
dipertimbangkan sebelum melakukan periksa dalam jika pemeriksaan
awal Chlamydia trachomatis belum dilakukan
3. Penilaian kelainan uterus
Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat
indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus
untuk meningkatkan angk kehamilan belum dapat ditegakkan.
(Rekomendasi B)
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus
a. HSG (Histerosalpingografi)
Histerosalpingografi (HSG) merupakan prosedur pemeriksaan
uterus dan tuba fallopi menggunakan radiografi. Prosedur ini dapat
digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi kelainan-kelainan
kongenital, tumor jinak pada ototrahim, polip, gangguan fungsi
tuba, adanya jaringan parut pada tuba, pembengkakan pada tuba,
dan perlengketan pada tuba. Kekurangan dari prosedur HSG ini
adalah dapat menimbulkan pendarahan berupa bercak-bercak darah
yang berlangsung kurang dari 24 jam ataupun rasa nyeri pada
pelvis selama atau setelah prosedur. HSG memiliki sensitivitas
yang sedang (dapat mendeteksi patensi tuba ketika terbuka), namun
memiliki spesifisitas yang tinggi (akurat ketika patensi terdeteksi)
dalam populasi infertil umum.
Persiapan Pasien
Pasien harus diberikan informed consent mengenai indikasi,
tata cara, kemungkinan hasil yang didapatkan dan komplikasi
tindakan. HSG sebaiknya dilakukan pada hari ke 7–10 dari siklus
menstruasi. Pada fase proliferatif ini, endometrium lebih tipis
sehingga akan memberikan gambaran yang lebih jelas untuk
interpretasi dan memastikan pasien tidak hamil. Pasien diminta
untuk tidak melakukan hubungan seksual tanpa proteksi untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan. Hubungan
seksual tidak boleh dilakukan mulai dari hari pertama menstruasi
sampai tindakan HSG selesai dilakukan.

42
Pasien diberikan antibiotik profilaksis sehari sebelum
dilakukan tindakan sampai beberapa hari setelah tindakan, terutama
jika terdapat riwayat penyakit radang panggul, terdapat sekret yang
bercampur darah setelah tindakan, dan jika hasil pemeriksaan
menunjukkan dilatasi tuba falopi.
Langkah-langkah tindakan HSG adalah sebagai berikut:
1. Persiapkan semua peralatan yang dibutuhkan. 
2. Bersihkan area genitalia eksternal dengan larutan antiseptik
3. Masukkan spekulum untuk memperlebar kanalis vaginalis
4. Pastikan posisi serviks dan bersihkan ostium uteri dengan
larutan iodine
5. Posisikan tenakulum atau surgical forceps pada arah jam 9 dan
jam 3 dan lakukan gerakan seolah-olah menarik serviks keluar
6. Masukkan kanula atau kateter ke dalam kanalis servikalis lalu
kembangkan balon sampai maksimal, atau sampai batas pasien
dapat menoleransi karena tindakan ini menimbulkan rasa nyeri
atau kram
7. Tempatkan penanda logam di salah satu sisi panggul untuk
membedakan kiri atau kanan pasien
8. Ambil gambar radiologi pelvis saat kateter berhasil masuk
sebelum injeksi medium kontras diberikan
9. Masukkan medium kontras melalui kateter secara perlahan
dengan mengambil gambar fluoroskopi secara berkala untuk
mengevaluasi uterus dan tuba falopi. Segera hentikan injeksi
medium kontras jika sudah terlihat intravasasi miometrium
atau vena, terutama jika menggunakan medium kontras oil
based
10. Gambar yang diambil berjumlah 4 buah. 
11. Gambar radiografi spot tambahan dapat diperoleh untuk
mendokumentasikan setiap kelainan yang terlihat. 
12. Jika balon kateter digunakan untuk pemeriksaan, gambar
dengan kondisi balon telah dikempiskan harus diperoleh pada

43
akhir prosedur untuk mengevaluasi rongga endometrium
sepenuhnya.
13. Keluarkan kateter , bersihkan ostium uteri dengan antiseptik,
lalu keluarkan spekulum secara perlahan[1,4,5]

Gambar 1 : Histerosalpingografi

b. USG Transvaginal
Terkait dengan pemeriksaan tuba, ultrasonografi transvaginal
dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi
hidrosalping. Ultrasonografi transvaginal memiliki sensitivitas 86%
untuk mendeteksi hidrosalping. USG jenis ini termasuk
pemeriksaan internal, karena akan memasukkan alat USG yang
menyerupai tongkat sepanjang 5-7 cm ke dalam vagina.
Biasanya prosedur USG transvaginal tidak membutuhkan
banyak persiapan. Namun, berdasarkan tujuan dilakukannya
prosedur, dokter mungkin akan meminta klien untuk memulai
prosedur dalam keadaan saluran kemih kosong atau penuh
sebagian. Saluran kemih penuh dapat memberikan gambaran yang
lebih jelas di area panggul. Jika Anda harus memulai prosedur
dengan kandung kemih penuh, minumlah banyak cairan minimal
satu jam sebelum prosedur dimulai.
Saat prosedur dimulai, dokter akan meminta klien berbaring
telentang dengan posisi kaki terbuka sambil menekuk lutut.
Kemudian, dokter akan memasukkan tongkat USG (transducer)
yang sudah diberi kondom dan gel pelumas ke dalam vagina.

44
Setelah itu, tongkat USG akan menampilkan gambar bagian dalam
pinggul Anda pada layar. Selama pemeriksaan, dokter akan
memutar perlahan tongkat USG agar bisa menampilkan gambar
yang lebih jelas.

Gambar 2 : USG Transvaginal

c. SIS (Saline infusion sonography)


Saline Infusion Sonohysterography (SIS) adalah tindakan
untuk memperoleh gambaran rongga rahim dengan lebih jelas
dengan memanfaatkan media kontras salin (NaCl 0,9 %) ke dalam
kavum uteri menggunakan kateter. Normalnya, di dalam rahim
tidak terdapat cairan, karena itu cairan dimasukkan secara buatan
melalui selang kateter karet ke dalam rahim.
Pemeriksaan SIS mungkin menimbulkan sedikit
ketidaknyamanan.. Sebuah spekulum (corong) akan dimasukkan ke
dalam kemaluan agar mulut rahim bisa terlihat. Kemudian sebuah
selang kateter karet kecil akan dimasukkan ke dalam mulut rahim;
selang ini akan dialiri larutan garam untuk mengisi rahim. Lalu,
alat USG transvaginal akan dimasukkan ke dalam kemaluan supaya
bagian dalam rahim bisa terlihat secara detail. Larutan garam ini
akan mengalir keluar dengan sendirinya setelah pemeriksaan
selesai.

45
Gambar 3 : Saline Infusion sonography

d. Histeroskopi
Histeroskopi adalah prosedur pemeriksaan kondisi leher dan
bagian dalam rahim. Histeroskopi dilakukan dengan menggunakan
histeroskop, yaitu alat berbentuk selang tipis dan lentur yang
dilengkapi kamera di ujungnya. Alat tersebut dimasukkan ke dalam
rahim melalui vagina, sehingga dokter bisa memeriksa kondisi
bagian dalam rahim melalui layar monitor.
Dokter dapat melakukan histeroskopi dengan tujuan untuk:
 Menyelidiki penyebab keguguran berulang (setidaknya 2 kali
berturut-turut) atau penyebab wanita sulit hamil setelah 1
tahun menjalani program hamil
 Mendeteksi jaringan rahim yang tidak normal, seperti
jaringan parut, miom, dan polip rahim 
 Mendeteksi kelainan bentuk rahim atau tuba falopi
 Melakukan pengambilan sampel jaringan yang dicurigai tidak
normal (biopsi) untuk dianalisis di laboratorium
 Mengangkatkan jaringan tidak normal pada rahim yang
berukuran kecil
 Memperbaiki kelainan pada ujung tuba falopi
Sebelum menjalani histeroskopi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan pasien, yaitu:
 Tanyakan ke dokter perlu tidaknya berpuasa sebelum
prosedur.

46
 Hindari menggunakan douche (sabun pembersih vagina),
tampon, atau obat-obatan yang dimasukkan ke dalam vagina.
 Informasikan dokter jika sedang menstruasi atau jika jadwal
histeroskopi bertepatan dengan jadwal perkiraan menstruasi.
 Beri tahu dokter mengenai obat-obatan, suplemen, atau
produk herbal yang sedang dikonsumsi.
 Ajak kerabat atau keluarga untuk mengantar, menjemput, dan
menemani selama dan setelah prosedur dilakukan.
 Konsumsi obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau
paracetamol, 1 jam sebelum prosedur, jika khawatir prosedur
menyebabkan rasa tidak nyaman. Namun, konsultasikan
terlebih dahulu dengan dokter.
Prosedur Histeroskopi
 Pasien akan diminta untuk berbaring telentang dengan posisi
lutut ditekuk dan dibuka lebar.
 Dokter dapat memberikan bius lokal (pasien tetap sadar) atau
bius total (pasien tertidur), tergantung pada kondisi pasien dan
seberapa rumit prosedur yang akan dilakukan.
 Dokter akan membersihkan vagina pasien dengan larutan
antiseptik.
 Dokter akan memasukkan spekulum ke dalam vagina untuk
menyangga dinding vagina agar dapat terus terbuka.
 Dokter akan memasukkan histeroskop secara perlahan melalui
vagina, lalu ke leher rahim, hingga akhirnya ke rongga rahim.
Pada tahap ini, pasien mungkin akan merasakan
ketidaknyamanan atau rasa kram seperti sedang menstruasi.
 Dokter akan memasukkan gas atau cairan steril ke dalam
rahim, sehingga rahim mengembang dan gambaran rongga
rahim yang ditangkap kamera bisa lebih jelas.
 Dokter akan melihat dan menganalisis kondisi bagian dalam
rahim melalui layar monitor yang telah terhubung dengan
kamera pada alat histeroskop.

47
 Jika didapatkan jaringan yang perlu diangkat, baik untuk
tindakan operatif maupun biopsi, dokter akan memasukkan alat
khusus melalui histeroskop untuk mengangkat jaringan
tersebut.
 Histeroskopi dapat berlangsung selama 15–60 menit. Lamanya
prosedurini tergantung pada jenis tindakan apa saja yang
dilakukan.
 Setelah prosedur selesai dilakukan, pasien dapat langsung
pulang. Akan tetapi, pasien dianjurkan untuk beristirahat
terlebih dahulu di ruang perawatan selama beberapa jam,
hingga pengaruh obat bius berkurang.
 Selama beberapa hari setelah prosedur, pasien mungkin
mengalami kram ringan dan perdarahan. Dokter akan
memberikan obat pereda nyeri untuk meredakan kram yang
dirasakan.
 Hasil histeroskopi operatif dan beberapa histeroskopi
diagnostik dapat langsung diinformasikan kepada pasien
setelah prosedur selesai. Namun, untuk histeroskopi diagnostik
yang membutuhkan biopsi, hasil pemeriksaan biasanya baru
keluar sekitar 2–3 minggu usai prosedur dilakukan.

                   Gambar 4 : Hysteroscopy

D. Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Kasus Infertilitas Pada


Perempuan (Penilaian Lendir Serviks Pasca Senggama Dan Penilaian
Kelainan Tuba)
1. Pengertian Pemeriksaan Lendir Serviks Pasca Senggama

48
Uji pasca senggama dilakukan dengan memeriksa kadar sel sperma
pada lendir serviks (tepatnya di forniks posterior vagina, ektoserviks,
dan endoserviks) dalam 2 hingga 10 jam setelah pasangan suami istri
bersenggama di masa subur. Dari sini, bisa dievaluasi bagaimana
kualitas dan kuantitas sel sperma, serta interaksinya dengan sel-sel di
sekitar serviks. Pemeriksaan uji pasca-senggama dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan tembus spermatozoa dalam lendir serviks.
Pasangan dianjurkan melakukan hubungan seks di rumah dan setelah 2
jam datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Lendir serviks diambil
dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan jumlah spermatozoa yang
dijumpai dalam lendir tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan sekitar
perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12, 13, dan 14, dengan perhitungan
menstruasi hari pertama dianggap ke-1. Namun hasilnya masih belum
mendapat kesepakatan para ahli. Pemeriksaan ini hanya memiliki
sensitifitas 9-‐71% dan spesifisitas 62-‐100% dalam kasus infertilitas
karena itu tidak dianjurkan lagi untuk dilakukan. Uji pasca sanggama
hanya membuktikan bahwa pasangan yang menjalani pemeriksaan telah
melakukan hubungan seksual sebelumya.

Tujuan pemeriksaan lendir serviks pasca senggama adalah sebagai


berikut:
a. Menentukan jumlah spermatozoa aktif da menilai ketahanan
sperma di dalam lendir serviks. 
b. Mengevaluasi perilaku sperma beberapa jam setelah senggama.
c. Penilaian adanya antibodi sperma  pada pria atau wanita.
d. Menilai lendir seriks
Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Lendir Serviks Pasca
Senggama
a. Syarat pemeriksaan pasangan infertil 
1) Istri yang berumur 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah
berusaha untuk mendapatkan anak selama 1 tahun.

49
Pemeriksaan dapat dilakukan dini apabila : Pernah mengalami
keguguran berulang, Diketahui mengindap kelainan endokrin,
Pernah mengalami peradangan rongga perut dan rongga
panggul, Pernah mengalami bedah gynekologik.
2) Istri yang berumur antara 31- 35 tahun dapat diperiksa pada
kesempatan pertama pasangan itu datang untuk pemeriksaan.
3) Pasangan infertil yang berumur 36-40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari
perkawinan ini.
4) Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil
yang salah satu anggotanya mengindap penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan istri dan anaknya. 
b. Jenis pemeriksaan infertilitas meliputi: 
1) Anamnesa
Identitas pasangan, Riwayat perkawinan, Riwayat kesehatan
keluarga, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat Obstetri dan
Riwayat menstruasi.

2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum secara head to toe, Pemeriksaan Tanda-
tanda vital, Pemeriksaan payudara, Pemeriksaan abdominal dan
Pemeriksaan ginekologi
3) Pemeriksaan diagnostic 
Salah satu pemeriksaan diagnostic adalah pemeriksaan
lendir serviks pasca senggama 
4) Persiapan klien untuk pemeriksaan lendir serviks pasca
senggama
a) Persiapan Waktu
 Waktu pemeriksaan Uji Pasca Senggama dilakukan
sedekat mungkin dengan waktu ovulasi tetapi tetap

50
sebelum ovulasi. Pengambilan sampel dapat dilakukan
di hari 11,12,13 siklus menstruasi dihitung dari hari
pertama menstruasi.
 Cairan serviks diambil dalam waktu 2-10 jam pasca
senggama.
 Cairan serviks diperiksa di lab antara 9 – 14 jam 
setelah senggama.
b) Persiapan Klien Pria
 Tidak melakukan senggama selama 2 hari sebelum
pemeriksaan
 Senggama dilakukan pada malam sebelum tanggal
pemeriksaan,
 Tidak boleh memakai pelican
c) Persiapan Klien Wanita
 Klien harus memperhatikan siklus menstruasinya agar
pengambilan sampel lebih optimal
 Setelah senggama wanita tidak diijinkan untuk
membersihkan kemaluan, dan tidak diperkenankan
buang air kecil
 Setelah senggama wanita dianjurkan untuk memakai
pembalut
2. Pengertian Pemeriksaan Kelainan Tuba
Tuba falopi adalah saluran dengan panjang sekitar 10-13 cm dan
diameter sekitar 1 cm yang menghubungkan antara indung telur
(ovarium) dan rahim. Saluran ini berfungsi sebagai tempat berjalannya
sel telur dari ovarium menuju rahim saat ovulasi dan sebagai tempat
pertemuan sel telur dengan sperma saat proses pembuahan.Tuba
fallopi merupakan salah satu organ reproduksi yang memiliki peran
penting dalam keberhasilan kehamilan. Kerusakan atau gangguan
pada tuba diketahui dapat menyebabkan infertilitas. Agar dapat
mengetahui penyebab infertilitas terkait dengan kelainan faktor tuba
maka diperlukan prosedur pemeriksaan tuba fallopi yang akurat,

51
mudah dilakukan, cepat, efektif, dan terpercaya. Skrining diagnostik
patensi tuba yang ada saat ini dianggap telah cukup akurat namun
memiliki kekurangan yang signifikan. 
Salah satu alternatif prosedur yang telah diterima dan digunakan
secara luas adalah prosedur histerosalpingografi (HSG), hidrotubasi,
laparoskopi dan USG Transvaginal.
a. HSG (Histerosalpingografi)
Histerosalpingografi (HSG) merupakan prosedur
pemeriksaan uterus dan tuba fallopi menggunakan radiografi.
Prosedur ini dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi
kelainan-kelainan kongenital, leimioma, perlengketan
(synechiae), polip, oklusi tuba, salpingitis isthmica nodosum,
hidrosalping, dan adhesi perituba. Kekurangan dari prosedur
HSG ini adalah dapat menimbulkan pendarahan berupa bercak-
bercak darah yang berlangsung kurang dari 24 jam ataupun
rasa nyeri pada pelvis selama atau setelah prosedur. HSG
memiliki sensitivitas yang sedang (dapat mendeteksi patensi
tuba ketika terbuka), namun memiliki spesifisitas yang tinggi
(akurat ketika patensi terdeteksi) dalam populasi infertil umum.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
infeksi pasca-HSG, antara lain: riwayat infertilitas, riwayat
penyakit inflamasi pelvik, riwayat infeksi pasca bedah, dan
terjadinya ketegangan adnexa saat prosedur berlangsung.
Pasien yang dianggap memiliki risiko tinggi infeksi pasca-HSG
atau pasien yang akan menjalani laparoskopi sebaiknya
menghindari prosedur HSG. 
b. Hidrotubasi
Hidrotubasi merupakan tindakan medis yang dilakukan
untuk memeriksa ada tidaknya sumbatan dalam tuba falopi
(saluran telur). Tindakan medis ini dilakukan dengan
menyemprotkan cairan khusus ke tuba falopi, agar saluran telur
dapat terlihat lebih jelas dalam pemindaian. Pada hidrotubasi

52
dipergunakan cairan yang biasanya campuran yang
mengandung antibiotika, deksametasone dan antispasmodic.
Tujuan dari penggunaan cairan itu adalah untuk membuka
jaringan atau zat yang menutupi tuba fallopi. Ketika saluran
tuba terbuka kembali, maka sperma akan lebih mudah
menjangkau sel telur. Hasilnya, potensi terjadinya pembuahan
akan semakin meningkat.
Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke 10 – 12 dari siklus
haid. Adanya rasa nyeri di perut bawah menandakan adanya
iritasi peritoneum oleh cairan yang melalui tuba fallopii.Dan ini
menandakan bahwa tuba fallopii itu paten (tidak buntu). Teknik
yang juga disebut dengan tiup rahim untuk hamil ini tak boleh
dilakukan pada sembarang wanita, melainkan hanya yang
memiliki masalah pada tuba fallopinya. Prosedur tiup rahim
untuk hamil tak dilakukan sembarangan, melainkan dengan
serangkaian pemeriksaan. Histerosalpingografi (HSG) adalah
salah satu pemeriksaan sebelum tiup hamil yang biasa
dilakukan.

c. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan operasi mini pada dinding perut
dan memasukkan teropong ke dalam perut Laparoskopi dengan
kromopertubasi telah diterima secara luas sebagai "gold
standar" metode evaluasi patensi tuba. Prosedur ini dianggap
sebagai uji diagnostik yang paling akurat untuk mengevaluasi
patensi tuba terkait dengan subfertilitas. yang ada pada saat ini.
Kelebihan dari laparoskopi patensi tuba antara lain mampu
mengevaluasi rongga abdominal dan struktur pelvik lainnya
secara simultan untuk meningkatkan evaluasi diagnostik
etiologi subfertilitas lainnya.
Laparoskopi lebih sering dilakukan sebagai skrining
pertama untuk evaluasi fertilitas. Namun karena metodenya

53
besifat invasif dan cukup mahal maka laparoskopi dianggap
bukan uji skrining subfertilitas pertama yang ideal. Bila
riwayat klinis, hasillaboratorium, atau office procedure
menunjukkan adanya patologi terkait dengan tuba maka
laparoskopi dapat memberikan diagnosis yang pasti dan juga
pilihan terapi.
d. USG Transvaginal
Terkait dengan pemeriksaan tuba, ultrasonografi
transvaginal dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk
mendeteksi hidrosalping. Ultrasonografi transvaginal memiliki
sensitivitas 86% untuk mendeteksi hidrosalping.

Persiapan Klien Untuk Pemeriksaan Kelainan Tuba


Sebelum dilakukan serangkaian pemeriksaan kelainan tuba,
dilakukan pemeriksaan infertile secara umum meliputi syarat dan jenis
yang telah disebutkan di atas. Berikut beberapa persiapan klien untuk
pemeriksaan kelainan tuba:
. HSG
Pemeriksaan HSG paling baik dilakukan pada hari ke-2 hingga ke-
5 setelah haid berhenti untuk memperkecil risiko terjadinya infeksi,
interferensi darah, dan bekuan darah intrauterin, dan juga mencegah
kemungkinan dilakukannya HSG pada siklus konsepsi yang tidak
diketahui.
. Hidrotubasi

54
Sebelum dilakukan hidrotubasi dilakukan pemeriksaan kelainan
tuba dengan HSG. Setelah mendapat diagnosis adanya penyumbatan
saluran tuba, maka ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh
pasien, di antaranya adalah:
 Mengosongkan kandung kemih sebelum prosedur dilakukan
 Puasa makan dan minum setidaknya 6 jam sebelum prosedur
 Tidak dalam keadaan demam tinggi
 Tidak ada gangguan atau penyakit pada alat kelamin
 Sebelum prosedur dilakukan, tidak ada pantangan untuk puasa
berhubungan seks (abstinensi)
3. Laparoskopi
Prosedur ini tidak diperbolehkan pada wanita hamil, atau wanita
yang menderita kanker atau hernia di bagian perut.  Persiapan
laparoskopi meliputi:
 Inform consent
 Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan seperti EKG, Rongten,
dsb sesuai kondisi kesehatan pasien
 Mengosongkan kandung kemih, bisa dengan dipasang kateter
menetap
 Dilakukan pemeriksaan panggul oleh dokter
 Setelah operasi, pasien akan menjalani masa pemulihan singkat
di ruang rawat selama dua sampai empat jam.
4. USG Transvaginal
Sebelum menjalani pemeriksaan ini, ada beberapa hal yang
perlu Anda lakukan agar prosedur berjalan lancar, seperti berikut ini:
 USG transvaginal dapat dilakukan meski sedang menstruasi. 
 Minum air kurang lebih 1 liter satu jam sebelum prosedur
dilakukan.
 Sebaiknya jangan buang air kecil sebelum menjalani
pemeriksaan.
 Klien berbaring di tempat tidur dengan posisi litotomi, atau
telapak kaki naik di tempat tidur/penyangga kaki.

55
 Apabila pemeriksaan telah selesai, tidak ada hal khusus, pasien
dapat langsung pulang ke rumah setelah diijinkan. USG
transvaginal adalah prosedur yang aman dilakukan dan tidak
memicu efek samping. 

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Verury Verona. 2020. Mengapa ibu hamil perlu di tes Hepatitis
B?.https://www.halodoc.com/artikel/mengapa-ibu-hamil-perlu-di-tes-
hepa titis-b. Diakses tanggal 07 oktober 2020

KEMENKES RI. 2015. Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon


Pengantin. Jakarta : KEMEKES RI

KEMENKES. 2018. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan


Pranikah.   http://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-pemeriksaan-
kesehatan-pra-nikah. (Diakses tanggal 3 Oktober 2020. 13.00 WIB)

Pramesti, Dewa Ayu Putri. 2019. Makalah Pranikah dan Prakonsepsi.


https://id.scribd.com/document/440800312/Makalah-pranikah-dan-pra
konsepsi-1. Diakses tanggal 03 Oktober 2020.

56
Oktalia Juli & Herizasyam. 2016. Kesiapan Ibu Menghadapi Kehamilan dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya.  Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. Vol 3
No 2. 

Stephanie Patricia, Sari Komang dan Ayu Kartika. 2016. Gambaran kejadian
kurang energi kronik dan pola makan wanita usia subur di desa
pesinggahan kecamatan dawan klungkung bali 2014. E-jurnal medika,
vol. 5 no.6

Nilam Widyarini. 2019. “Relasi Orang Tua & Anak.” In Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Okina Fitriani, dkk. 2020. “Enlightening Parenting.” In Mengasuh Pribadi


Tangguh, Menjelang Generasi Gemilang, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta.

Pillitteri, Adele. 2014. “Maternal & Child Health Nursing.” In Library Of


Congress Cataloging in Publication Data.

Purwanto, Ngalim. 2017. “Psikologi Pendidikan.” In Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Siti Fauziah, Sutejo. 2012. “Keperawatan Maternitas Kheamilan.” In Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Sukiman. 2018. "Seri Pendidikan Orang Tua: Mendidik Anak di Era Digital".
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Surbakti, EB. 2012. “Parenting Anak-Anak.” In Jakarta: PT Elex Media


Komputindo.
Undang-undang Republik Indonesia No.20. Tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 7, Ayat (3)

Undang-undang Republik Indonesia No. 23. Tahun 2002. Perlindungan Anak,


Pasal 26 Ayat ( 1 )

Zaenal Arifin, Muhammad. 2011. “Mendidik Anak Zaman Kita.” In Jakarta:


Zaman.

57

Anda mungkin juga menyukai