Anda di halaman 1dari 71

MODUL V

HUKUM AGRARIA

PRINSIP-PRINSIP DASAR HUKUM


AGRARIA NASIONAL

TIM PENGAMPU MATA KULIAH


PENANGGUNG JAWAB
PROF. DR. FARIDA PATITTINGI, S. H., M. HUM.

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020

Modul V Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional i


KATA PENGANTAR

Perkenankanlah pada kesempatan ini, kami mengucapkan puji syukur yang sedalam-
dalamnya kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan modul ini. Modul ini disusun sebagai panduan bagi peserta mata kuliah
Hukum Agraria untuk memahami hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip dasar hukum
agraria nasional. Penulis berharap modul ini dapat memperkaya teori mahasiswa materi dasar
berkaitan dengan pertanahan di Indonesia. Itulah sebabnya, modul ini ditulis sedemikian rupa
dan lebih banyak menguraikan teori agar nantinya dalam dapat memudahkan peserta mata
kuliah memahami hukum tanah nasional.

Ucapan terima kasih tak lupa disampaikan kepada Dekan Fakultas Hukum beserta
para Wakil Dekan, ketua dan sekretaris Departemen Hukum Keperdataan, serta para dosen
pengampu mata kuliah Hukum Agraria. Tanpa mereka yang telah membuat program
penulisan modul, tentu modul ini mungkin masih dalam draft. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada para kolega yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga
modul ini dapat menjadi referensi dan menambah wawasan mahasiswa dan pembaca.

Ttd,

Tim Penyusun

Modul V Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional ii


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)............................................iv
MODUL V PRINSIP-PRINSIP DASAR HUKUM AGRARIA NASIONAL
.............................................................................................................................. 1
KEGIATAN BELAJAR: PRINSIP-PRINSIP DASAR HUKUM AGRARIA
NASIONAL ......................................................................................................... 3
A. Deskripsi Singkat .......................................................................................... 3
B. Relevansi ...................................................................................................... 3
C. Capaian Pembelajaran .................................................................................. 3
1. Uraian .................................................................................................... 3
2. Latihan.........................................................................................................36
3. Rangkuman..................................................................................................36
4. Pustaka.........................................................................................................37
D. Tugas dan Lembar Kerja.....................................................................................37
E. Tes Formatif........................................................................................................37
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.........................................................................39
UNIVERSITAS HASANUDDIN,
Kode
FAKULTAS HUKUM, Dokumen
PRODI S1 ILMU HUKUM
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
MATA KULIAH (MK) KODE Rumpun MK BOBOT (sks) SEMESTER Tgl Penyusunan
HUKUM AGRARIA
211B1313 HUKUM KEPERDATAAN T=3 P=0 3 26 Juni 2020
OTORISASI Pengembang RPS Koordinator RMK Ketua PRODI

Wakil Dekan Bidang I Akademik, Riset & Inovasi


Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H. An. Tim Pengampu
Penanggung Jawab Mata Kuliah
Prof Dr Farida Patittingi, S. H.,
M.Hum. Dr. Winner Sitorus, S.H., LL.M. Dr. Maskun, S.H., LL.M
Capaian CPL-PRODI yang dibebankan pada MK
Pembelajaran (CP)
CPL-S1 Memiliki integritas dan etika profesi hukum berdasarkan nilai-nilai Pancasila
CPL-KU1 Mampu berpikir secara kritis, logis dan sistematis
CPL-KU2 Mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan
CPL-KU3 Mampu bekerja secara individu dan kolektif
CPL-KK1 Mampu melakukan penelitian hukum untuk menyusun argumen hukum
CPL-KK2 Mampu melakukan mediasi dan negosiasi (non-litigasi)
CPL-KK3 Mampu memberikan saran dan penyelesaian masalah hukum
CPL-P4 Menguasai konsep teoritis mengenai hukum materiil
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
CPMK 1 Mampu mengemukakan sejarah, politik hukum yang mendasari keberlakuan, karakteristik produk hukum pertanahan berdasar era
keberlakuannya, tujuan pembentukandan konsep hukum agraria nasional serta perkembangannya UUPA. ( CPL- KU1, CPL-KU2, CPL-P4).

CPMK 2 Mampu melakukan penelusuran kasus-kasus pertanahan yang terjadi di masyarakat dan menghubungkan dengan prinsip-prinsip hukum
agraria nasional (CPL-S1, CPL-KU1, CPL-KU2, CPL–KK1).
CPMK 3 Mampu menerapkan konsep hukum agraria nasional dalam mencari solusi atas berbagai konflik dan sengketa agraria nasional (CPL-KU3,
CPL-KK1, CPL-KK2, CPL-KK3).

CPL  Sub-CPMK

CPL-1 - SubCPMK1 Mampu mengemukakan beberapa istilah, Pengertian Agraria, Hukum Agraria dan Ruang Lingkup Hukum Agraria :
Bumi, Air, Ruang angkasa dan sumber daya alam
- SubCPMK2 Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan karakter hukum agraria berdasarkan periodisasi berlakunya
hukum agraria, yang meliputi masa sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA.
- SubCPMK3 Mahasiswa mampu mengaitkan fungsi dan tujuan UUPA, hubungan fungsional UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional
dengan Hukum Tanah Adat, Konsepsi Hukum Tanah Barat, Feodal, dan Hukum Tanah Nasional.
CPL-2 - Sub.CPMK2 Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan karakter hukum agraria berdasarkan periodisasi berlakunya
hukum agraria, yang meliputi masa sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA.
- SubCPMK6-7Mahasiswa mampu mengelompokkan dan mengaplikasikan Hak-hak Penguasaan Atas Tanah sesuai dengan
pemasalahan hukum agraria dalam masyarakat.
- SubCPMK13 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, Program, kebijakan dan tujuan Land Reform, dan mengkorelasikan
dengan kebijakan Reforma Agraria saat ini .
- SubCPMK11 Mahasiswa mampu mengemukakan prinsip-prinsip, dasar hukum terkait penyelenggaran perumahan dan
permukiman serta mengkorelasikan dengan penyelenggaran perumahan dan pemukiman saat ini.
CPL-3 - SubCPMK3 Mahasiswa mampu mengaitkan fungsi dan tujuan UUPA, hubungan fungsional UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional
dengan Hukum Tanah Adat, Konsepsi Hukum Tanah Barat, Feodal, dan Hukum Tanah Nasional.
- SubCPMK10 Mahasiswa mampu mengaitkan ketentuan hukum terkait dengan penyediaan tanah dan mampu memecahkan
permasalahan hukum dalam pelaksanaan penyediaan tanah di masyarakat.
- SubCPMK11 Mahasiswa mampu mengemukakan prinsip-prinsip, dasar hukum terkait penyelenggaran perumahan dan
permukiman serta mengkorelasikan dengan penyelenggaran perumahan dan pemukiman saat ini.
- SubCPMK12 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, landasan dan tujuan pembangunan rumah susun, dan mampu
menentukan hak atas tanah yang dapat didirikan rumah susun, pemilikan rumah susun, Pembebanan HSMRS dan Kedudukan
Perhimpunan, Peghuni.
- SubCPMK13 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, Program, kebijakan dan tujuan Land Reform, dan mengkorelasikan
dengan kebijakan Reforma Agraria saat ini .
- SubCPMK14 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian; dasar hukum dan asas-asas tanah sebagai jaminan kredit , perjanjian
jaminan dan menerapkannya dalam praktik pembebanan hak tanggungan.
CPL-4 - SubCPMK3 Mahasiswa mampu mengaitkan fungsi dan tujuan UUPA, hubungan fungsional UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional
dengan Hukum Tanah Adat, Konsepsi Hukum Tanah Barat, Feodal, dan Hukum Tanah Nasional.
- SubCPMK4 Mahasiswa mampu menguraikan faktor-faktor perlunya pembentukan UUPA dan tahapan-tahapan penyusunan
UUPA.

Modul V Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional v


- SubCPMK15 Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai kasus pertanahan yang terjadi di Indonesia dan menganalisis tahapan
Penyelesaian Sengketa Agraria
CPL-5 - SubCPMK 9 Mahasiswa mampu mengemukakan makna tujuan dan berbagai jenis sistem publikasi dalam pendaftaran tanah
serta menyimpulkan peranan Kepala Desa dan PPAT dalam Pendaftaran Tanah untuk memberikan kepastian hukum.
- SubCPMK11 Mahasiswa mampu mengemukakan prinsip-prinsip, dasar hukum terkait penyelenggaran perumahan dan
permukiman serta mengkorelasikan dengan penyelenggaran perumahan dan pemukiman saat ini.
CPL-6 - SubCPMK 9 Mahasiswa mampu mengemukakan makna tujuan dan berbagai jenis sistem publikasi dalam pendaftaran tanah
serta menyimpulkan peranan Kepala Desa dan PPAT dalam Pendaftaran Tanah untuk memberikan kepastian hukum.
- SubCPMK11. Mahasiswa mampu mengemukakan prinsip-prinsip, dasar hukum terkait penyelenggaran perumahan dan
permukiman serta mengkorelasikan dengan penyelenggaran perumahan dan pemukiman saat ini.
CPL-7 - SubCPMK6-7Mahasiswa mampu mengelompokkan dan mengaplikasikan Hak-hak Penguasaan Atas Tanah sesuai dengan
pemasalahan hukum agraria dalam masyarakat.
- SubCPMK 10 Mahasiswa mampu mengaitkan ketentuan hukum terkait dengan penyediaan tanah dan mampu memecahkan
permasalahan hukum dalam pelaksanaan penyediaan tanah di masyarakat.
- SubCPMK12 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, landasan dan tujuan pembangunan rumah susun, dan mampu
menentukan hak atas tanah yang dapat didirikan rumah susun, pemilikan rumah susun, Pembebanan HSMRS dan Kedudukan
Perhimpunan, Penghuni.
- SubCPMK14 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian; dasar hukum dan asas-asas tanah sebagai jaminan kredit , perjanjian
jaminan dan menerapkannya dalam praktik pembebanan hak tanggungan.
- SubCPMK15 Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai kasus pertanahan yang terjadi di Indonesia dan menganalisis tahapan
Penyelesaian Sengketa Agraria
CPL-8 - SubCMK 2 Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan membedakan karakter hukum agraria berdasarkan periodisasi berlakunya
hukum agraria, yang meliputi masa sebelum berlakunya UUPA dan setelah berlakunya UUPA.
- SubCPMK3 Mahasiswa mampu mengaitkan fungsi dan tujuan UUPA, hubungan fungsional UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional
dengan Hukum Tanah Adat, Konsepsi Hukum Tanah Barat, Feodal, dan Hukum Tanah Nasional.
- SubCPMK4 Mahasiswa mampu menguraikan faktor-faktor perlunya pembentukan UUPA dan tahapan-tahapan penyusunan
UUPA.
- SubCPMK12 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, landasan dan tujuan pembangunan rumah susun, dan mampu
menentukan hak atas tanah yang dapat didirikan rumah susun, pemilikan rumah susun, Pembebanan HSMRS dan Kedudukan
Perhimpunan, Peghuni.
- SubCPMK13 Mahasiswa mampu mengemukakan pengertian, Program, kebijakan dan tujuan Land Reform, dan mengkorelasikan
dengan kebijakan Reforma Agraria saat ini .
- SubCPMK11 Mahasiswa mampu mengemukakan prinsip-prinsip, dasar hukum terkait penyelenggaran perumahan dan
permukiman serta mengkorelasikan dengan penyelenggaran perumahan dan pemukiman saat ini.
- SubCPMK14 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian; dasar hukum dan asas-asas tanah sebagai jaminan kredit , perjanjian
jaminan dan menerapkannya dalam praktik pembebanan hak tanggungan
Deskripsi Singkat Mata kuliah ini mempelajari istilah dan pengertian hukum agraria, aspek-aspek hukum agraria, baik dari segi hukum positif maupun dari kasus-kasus
MK yang terjadi di masyarakat, sejarah dualisme hukum agraria (hukum tanah Barat dan hukum tanah adat) pada masa kolonial, sejarah terbentuknya
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), asas-asas yang mendasari pelaksanaan UUPA, hak menguasai negara perbedaannya dengan Domein Verklaring,
hak ulayat, politik hukum agraria dan perkembangan politik hukum agraria, hak-hak atas tanah menurut UUPA meliputi: konsepsi hukum tanah
nasional, pemilikan, peralihan dan pendaftarannya, land reform, perkembangannya dan land use, penataan pemanfaatan tanah untuk berbagai
penggunaan,penyediaan dan pengadaan tanah, Hak Milik Satuan Rumah Susun (HSMRS), Lembaga Jaminan Hak atas Tanah ( Hak Tanggungan) dan
Sengketa serta konflik Pertanahan nasional.

Bahan Kajian / 1. Pengertian Agraria dan Ruang Lingkup Hukum Agraria.


Materi 2. Periodisasi Perkembangan Hukum Agraria.
Pembelajaran 3. Pembentukan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional.
4. Sejarah Penyusunan UUPA.
5. Prinsip-prinsip Dasar Hukum Agraria dalam Hukum Agraria Nasional.
6. Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah.
7. Pendaftaran Tanah.
8. Penyediaan dan Pengadaan Tanah.
9. Perumahan & Permukiman.
10. Land Reform dan Kebijakan Reforrma Agraria.
11. Hak Milik Satuan Rumah Susun.
12. Tanah Sebagai Jaminan: Hak Tanggungan dan R. Lingkup serta eksekusi Hak Tanggungan.
13. Penyelesaian Sengketa Agraria
Pustaka Utama :

1. Buku Ajar Hukum Agraria, Fakultas Hukum Unhas, UnhasPress.


2. Adrian Sutedi, 2012, Peralihan Hak Atas Tanah, cetakan kedua, PT. Sinar Grafika, Jakarta.
3., 2010, Hukum Rumah Susun Dan Apartemen, PT. Sinar Grafika, Jakarta.
4. Abrar Saleng. 2013, Kapita Selekta Hukum Sumber Daya Alam, Membumi Publishing, Makassar.
5. Arie Sukanti Hutagalung. 2008. Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan. Rajawali Pers, Jakarta.
6. Aslan Noor, 2006. Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Penerbit: Mandar Maju, Bandung.
7. Boedi Harsono, 2003 Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta.
8. Elza Syarief, 2014, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, PT. Gramedia (KPG), Jakarta.
9. Farida Patittingi. 2009. Pengaturan Penguasaan Tanah Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Penerbit Lanarka,
10--------------------, 2012, Dimensi Hukum Pulau-Pulau Kecil di Indonesia (Studi Atas Penguasaan dan Pemilikan Tanah)., Penerbit
Rangkang Education, Yogyakarta.
11. Maria SW Sumardjono,2018, Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria, Jakarta
12. -----------------------------, Nurhasan Ismail, Isharyanto,2008, Mediasi Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan, PT. Kompas Media Indonesia, Jakarta
13----------------------------, 2015, Dinamika Pengaturan Pengadaan Tanah di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
14., 2020. Agenda Yang Belum Selesai: Refleksi atas Berbagai Kebijakan Pertanahan, Fakultas Hukum UGM,
Yogyakarta (Ebook).
15. Mochtar Kusumaatmadja. 1986. Bunga Rampai Hukum Laut. Bina Cipta, Bandung.
16. Muhammad Ilham Arisaputra, 2015. Reforma Agraria Di Indonesia. PT. Sinar Grafika. Jakarta.
17. Sudirman Saad. 2003. Politik Hukum Perikanan Indonesia. Lembaga Sentral Pembiayaan Masyarakat.
18.......................2009. Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan. PT.LKIS Printing Cemerlang, Yogyakarta.
19. Sri Susyanti Nur. 2010. Hak Guna Laut dalam Usaha Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan.Pustaka Pena
20. Urip Santoso. 2017. Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Kencana. Jakarta.
21, 2014, Hukum Perumahan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.
22, 2010. Pendaftaran dan peralihan Hak Atas Tanah. Kencana Premedia Group. Jakarta.
23. Bernhard Limbong, 2014, Politik Pertanahan, PT. Dharma Karsa Utama, Jakarta.
Pendukung :

1. Arie Wahyono, dkk. 2000. Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur Indonesia. Media Pressindo, Yogyakarta.
2. Baharuddin Lopa. 1982. Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan. Alumni, Bandung.
3. Bushar. 1988. Asas-Asas Hukum Adat Sebagai Pengantar. Pradya Paramitha, Jakarta.
4. C.B. Macpherson. 1989. Pemikiran Dasar tentang Hak Milik, terjemahan
5. Christy dan A. Scott, 1986. Sifat dari Sumber Daya Alam Milik Bersama (Ekonomi Perikanan: Dari Teori)
6. Dahuri, J.Ginting dan Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
7. Firial Marahuddin. 1986. Ekonomi Perikanan. Gramedia, Jakarta.
8. E. Likadja. 1988. Hukum Laut dan Undang-Undang Perikanan. Ghalia Indonesia, Jakarta.
9. Irma Devita, 2011. Hukum Jaminan Perbankan, Mizan Media Utama, Bandung.
10. N. Khublall. 1991. Law Of Real Property and Conveyaancing. Second Edition, Published By Longman Singapore Publisher (Pte) Ltd.
Singapore.
11. Maria SW Sumardjono, 2011. Pengaturan Sumber Daya Alam Di Indonesia (antara yang tersurat dan tersirat)” Kajian Kritis Undang-
Undang Terkait Penataan Ruang dan Sumber Daya Alam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
12. Salim HS, 2014. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. rajagrafindo Persada, Jakarta.
13. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,
Badan Pembinaan Hukum Nasional Dep. Kehakiman, Jakarta.
14. Peter Batt, 2001. Land Law. Fourth Edition. Law Book Co. NSW. Australia.
15. P.J. Fitzgerald. 1966. Salmond On Jurisprudence. London: Sweet & Maxwell.
16. Rustiadi dkk, 2011, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Cresspent Press Pustaka Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
17. Hadi Sabari Yunus, 2006, Megapolitan (Konsep, Problematika dan Prospek), Pustaka Pelajar, Jakarta.
18. Sri Susyanti Nur, 2010. Bank Tanah Alternatif Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Kota Berlanjutan. As. Publishing. Jakarta
19. Victor P.H. Nikijuluw. 2002. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Pustaka Cidesindo, Jakarta.
20. Video Bedah Buku Bedah Buku berjudul “Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat” karya Dr. Julius Sembiring,
S.H., MPA (Kepala PPPM STPN), https://youtu.be/c3Y7RXRU3y8
21. Video Webminar Fak. Hukum – Kementerian Pertanian “ Menjaga Kedaulatan Pangan”, https://www.youtube.com/watch?v=bql-
SnM0ePo
22. Video webminar Kanal KPK: Penataan Ulang regulasi Sumber Daya Alam Di Indonesia Seri I, Kanal
KPK, https://www.youtube.com/watch?v=qzhTwm5Qc3U.
23. http://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/483/96 Persoalan Struktur dalam Politik Penegakan Hukum Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
24. http://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/479, Vol. 5 No.2-2 (2019): INTEGRITAS Volume 05 No. 2-2 Tahun 2019,
Harmonisasi Regulasi dan Perbaikan Tata Kelola Sumber Daya Alam Di Indonesia, Maria SW Sumardjono dkk
Dosen Pengampu 1. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M. Hum.
2. Prof. Dr. Abrar Saleng, S.H., M.H.
3. Prof. Dr. Suriyaman M. Pide, S.H., M.H.
4. Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H.
5. Dr. Susyanti Nur, S.H., M.H.
6. Dr. Sudirman Saad, S.H., M.H.
7. Dr. Kahar Lahae, S.H., M.H.
8. Dr. Marwah, S.H., M.H.
9. Dr. Muh. Ilham Arisaputra, S.H., M.Kn.
10. Dr. Muh. Aswan, S.H., M.Kn.
11. Ismail Alrip, S.H., M.Kn.
12. Amaliyah, S.H., M.H.
13. Fitri Pratiwi Rasyid, S.H., M.H.
14. A. Suci Wahyuni S.H., M.Kn.
Matakuliah syarat Tidak ada

Bentuk Pembelajaran,
Sub-CPMK Metode Pembelajaran, Bobot
Pekan Penilaian Materi Pembelajaran
(Kemampuan akhir tiap Penugasan Mahasiswa, Penilaian
Ke- [ Estimasi Waktu] [ Pustaka ]
tahapan belajar) (%)
Indikator Kriteria & Bentuk Luring (Offline) Daring (Online)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Mahasiswa mampu  Ketepatan Bentuk: Bentuk Pembelajaran BP: Pendahuluan 5%
mengemukakan beberapa menguraikan Tes/ Lisan atau (BP): Kuliah Tatap Maya 1. Penjelasan RPS
istilah/pengertian hukum istilah hukum tertulis (review 1x3x50’ Menit dan tujuan
agraria dan ruang lingkup agraria, ruang pertemuan) TM: (1x 3x 50”) menit pembelajaran
hukum agraria lingkup hukum mata kuliah.
agraria yang Kriteria: Metode: Belajar Mandiri 2. Penjelasan
meliputi bumi, air, - 5= Menjawab - Tatap Muka (BM) Kontrak Kuliah &
ruang angkasa dan semua soal - Diskusi Interaktif (1x 3 x 60”) menit Manajemen Kelas
kekayaan alam dengan tepat dan 3. Penelusuran Buku
yang terkandung sesuai substansi SIKOLA UNHAS dan Referensi
di dalamnya - 4= Menjawab Mahasiswa lainnya.
semua soal tetapi mempelajari bahan
tidak menyeluruh ajar melalui alur Pengertian Agraria
dalam pembelajaran dan R. Lingkup Hukum
menjelaskan. Pertemuan I Agraria:
- 3= menjawab 1. Pengertian
soal tetapi Agraria, Hukum
kurang tepat. PT (Penugasan Agraria
- 1= menjawab Terstruktur): 2. Ruang Lingkup
soal tidak tepat. 1x3x 60’ Menit Hukum Agraria :
Membuat Resume Bumi, Air, Ruang
dari bahan Bacaan angkasa dan
terkait Materi sumber daya alam
Pertemuan I. Pustaka:
- Buku Ajar Hal 1-11
- Boedi Harsono Bab
I hal 4-14

2 Mahasiswa mampu  Ketepatan dalam Bentuk: Bentuk Pembelajaran BP: Periodisasi 5%


mengidentifikasi Tes/ Lisan atau (BP): Kuliah Tatap Maya Perkembangan
mengidentifikasi dan karakter hukum tertulis (review Hukum Agraria di
agraria sesuai pertemuan) TM: (1x 3x 50”) menit Indonesia, berlakunya
membedakan karakter periodisasi Belajar Mandiri (sebelum adanya
berlakunya Kriteria: Metode: (BM)
hukum agraria UUPA):
- 5= Menjawab - Tatap Muka (1x 3 x 60”) menit - Hukum Adat,
berdasarkan periodisasi  Kemampuan semua soal - Diskusi Interaktif SIKOLA UNHAS - Masa Kerajaaan dan
mengemukakan dengan tepat Mahasiswa - Masa Penjajahan
berlakunya hukum pendapat secara dan sesuai mempelajari bahan (Inggris, Hindia
lisan atau tulisan substansi
ajar melalui alur Belanda, Jepang)
agraria, yang meliputi tentang sejarah - 4= Menjawab
pembelajaran - Setelah
dan semua soal
Pertemuan 2 Kemerdekaan,
masa sebelum berlakunya perkembangan tetapi tidak
menyeluruh - Lahirnya UUPA
hukum agraria
UUPA dan setelah dalam
menjelaskan. PT (Penugasan Pustaka:
berlakunya UUPA. - 3= menjawab Terstruktur): - Buku Ajar Bab. 2
soal tetapi 1x3x60’ Boedi Harsono
kurang tepat. hal.32-68;
Mahasiswa
membaca berbagai - Arie Soekanti
Hutagalung
referensi baik buku
- Aslan Noor
maupun artikel
- Elza Syarie, hal.91-
kemudian membuat
161
ulasan tentang
karakteristik Hukum
dan produk hukum
yang ada pada era
Hukum Adat, Zaman
Kerajaan, Hindia
Belanda.

3 Mahasiswa mampu - Kehadiran Bentuk : BP: Kuliah Pembentukan UUPA 5%


- Keaktifan dalam Bentuk Test : - Kuliah (1 x 3x 60”) menit dan Pembangunan
mengaitkan fungsi dan diskusi Lisan - Tatap Maya Hukum Tanah
- Ketepatan dalam (1 x 3 x 50”)menit - Diskusi Nasional
tujuan UUPA, hubungan
menjelaskan Kriteria : Metode: interaktif a. Fungsi UUPA
fungsional UUPA sebagai fungsi dan tujuan - 5= menjawab 5 - Tatap Muka b. Tujuan UUPA
UUPA dan soal benar - Ceramah BM: c. Hubungan
Hukum Tanah Nasional - 4= menjawab 4 - diskusi interaktif 1x3x60’ Menit Fungsional UUPA
korelasinya
soal benar SIKOLA  dengan Hk Adat
dengan politik - 3= menjawab 3
dengan Hukum Tanah Mahasiswa d. Konsepsi Hukum
hukum agraria soal benar
mempelajari bahan Tanah (Tanah
Adat, Konsepsi Hukum nasional - 2= menjawab 2
ajar, referensi yang Barat, Tanah
- Ketepatan dan soal benar
Feodal, Tanah
Tanah Barat, Feodal, dan ketuntasan - 1=menjawab 1 diberi melalui alur
Nasional)
dalam soal benar pembelajaran
Hukum Tanah Nasional. menjelaskan Pertemuan 3
Pustaka :
hubungan - Buku Ajar Bab. 3
fungsional PT  Boedi Harsono Hal.
konsepsi hukum 1x3x60 162-217
agraria pada Mahasiswa diminta - Maria SW
setiap masanya membaca Konstitusi, Sumardjono
peraturan “Regulasi
perundang- Pertanahan…..”
undangan dan UUPA. - Elza Syarief Hal.
Kemudian membuat 91-161
analisis yang
mengaitkan
Ketentuan-
ketentuan Pasal-
Pasal dalam UUPA
yang menunjukkan
keterkaitan konsep
hukum tanah adat
dgn hukum agraria
nasional,
mengemukakan
perbandingan
konsep ketentuan-
ketentuan hukum
tanah barat dengan
hukum tanah
nasional dan
menyertakan daftar
pustaka.
Mahasiswa mampu - Kehadiran Bentuk: BP: Kuliah Sejarah Penyusunan
4 - Keaktifan dalam - Tatap Muka 1x3x50’ Menit UUPA 5%
menguraikan faktor-faktor diskusi Bentuk Test: (1 x3 x 50”)menit a. Penyusunan Hk
- Ketepatan dan Tulis MP: Agraria Nasional
perlunya pembentukan
ketuntasan dalam - Tatap Muka b. Tahapan
UUPA dan tahapan- mengemukakan Kriteria: Metode: - Diskusi Penyusunan UUPA :
urgensi - 5= menjawab 5 - ceramah Interaktif/ 1. Panitia Agraria
tahapan penyusunan soal benar - Diskusi small grup Yogya;
pembentukan
- 4= menjawab 4 interaktif/ small discussion 2. Panitia Agraria
UUPA dan Politik
UUPA. soal benar Group Jakarta;
Hukum Agraria - 3= menjawab 3 BM:
discussion, 3. Panitia Agraria
Nasional. soal benar (1 x 3 x 60”) menit Soewahjo;
Discovery
- Ketepatan dan - 2= menjawab 2 4. Rancangan
learning Sikola
ketuntasan soal benar Soenarjo;
menguraikan
sejarah - 1=menjawab 1 Mahasiswa 5. Rancangan
penyusunan soal benar mempelari bahan Sadjarwo;
rancangan UUPA ajar, materi , artikel 6. Peraturan dan
maupun link yang Keputusan yang
dicabut.
diberikan pada alur
pembelajaran
Pustaka:
Pertemuan ke-4
- Boedi Harsono Hal.
125-133;
PT:
- Benhard Limbong
1x3x60’ Menit
- Elza Syarief Hal.91-
Membaca tentang
161
Penjelasan, Landasan
filosofis, sosiologis
dan yuridis dalam
penyusunan UUPA.
Tugas dibuat dalam
bentuk Uraian.

5 Mahasiswa mampu - Kehadiran BP: BP : Prinsip-prinsip Dasar 5%


- keaktifan Kuliah Kuliah ( 1x3x50’) Hukum Agraria
menelaah prinsip-prinsip - Kejelasan dan Bentuk Test: (1x 3 x 50”) menit Menit Nasional yang
ketuntasan Tulis MP: terdapat dalam
dasar hukum agraria
mahasiswa dalam - Tatap Maya ketentuan-ketentuan
Nasional dalam kasus menegaskan dan Kriteria: Metode : - Interactive yang diatur di dalam
mengemukakan - 5= menjawab 5 Learning UUPA)
- Tatap Muka
konkrit tentang prinsip- soal benar - Interactive Learning BM
prinsip dasar - 4= menjawab 4 (Cooperative / ( 1 x 3 x 60”) menit Pustaka:
hukum agraria soal benar Sikola - UUPA;
dalam UUPA Pasal - 3= menjawab 3 Colaborative learning ) Mahasiswa
soal benar - Buku Ajar Bab. 5
1-15 UUPA. mempelajari bahan Boedi Harsono;
- 2= menjawab 2 ajar pada alur - Arie Soekanti
soal benar pembelajaran Hutagalung;
- 1=menjawab 1 Pertemuan 5 - Farida Patittingi
soal benar
Dan mengikuti Link Pengaturan
Video Webminar Penguasaan Tanah
https://www.youtub Elza Syarief
e.com/watch?v=qzh - Ebook Maria SW
Twm5Qc3U Sumardjono.
Penataan Ulang
regulasi Sumber
Daya Alam Di
Indonesia Seri I,
Kanal KPK

Penugasan
Terstruktur:
• Membuat analisis
tentang prinsip-
prinsip dasar UUPA
dengan realita
masalah pertanahan
yang sering terjadi
saat inI. Tugas dibuat
min. 3 halaman
dengan
menyertakan,
kuitpan, dasar
hukumnya dan
daftar referensi.
6-7 Mahasiswa mampu  Kejelasan dalam Bentuk Test: BP: BP: Hak-hak Penguasaan 10%
mengemukakan Tulis Kuliah (1x3x50’) Menit Kuliah ( 1x3x50 Atas Tanah
mengelompokkan dan hirarki hak Menit) a. Hak-Hak
penguasaan atas Kriteria: Metode: Penguasaan
mengaplikasikan Hak-hak b. Hierarki Hak-hak
tanah dalam hukum - 5= menjawab 5 - Ceramah
agraria nasional. soal benar - Collaborative Penguasaan
Penguasaan Atas Tanah BM
 Ketepatan dalam - 4= menjawab 4 Learning c. Hak-hak atas tanah
(1x 3x 60”) Menit
membandingkan soal benar yang bersifat Tetap
sesuai dengan SikolaMahasiswa
sehingga jelaslah - 3= menjawab 3 (pasal 16 UUPA)
mempelajari bahan Hak-hak atas Tanh
pemasalahan hukum perbedaan hak-hak soal benar
- 2= menjawab 2 ajar, materi, Bagian II :
penguasaan atas
agraria dalam masyarakat. tanah dan jenis- soal benar referensi dan link d. Lanjutan hak-hak
jenis hak atas tanah - 1=menjawab 1 yang diberikan pada atas tanah
soal benar alur bersifat tetap.
 Ketepatan dan
kesesuaian Video : e. Hak-hak atas
membandingkan Bedah Buku tanah yang
hak-hak atas tanah berjudul “Dinamika bersifat
yang bersifat tetap Pengaturan dan sementara.
dan hak atas tanah f. Hak-hak
Permasalahan Tanah
yang bersifat penguasaan
Ulayat” karya Dr.
sementara wilayah pesisir
Julius Sembiring,
 Ketepatan dan Pustaka:
S.H., MPA (Kepala - UUPA & Peraturan
kejelasan PPPM STPN)
memaknai Pelaksanaannya.
https://youtu.be/c3Y - Buku Ajar Bab 6 Hal.
kedudukan hak
7RXRU3y8 94-163
ulayat dan hak
PT: - Boedi Harsono hal.
komunal
Perbandingan Hak 23-25 & hal. 262-
masyarakat adat
atas tanah Milik, Hak Guna 282; hal.283-362;
 Kejelasan dalam Usaha, Hak Guna - Aslan Noor” Konsep
mengemukakan Bangunan, Hak Hak Milik”
mengenai tanah Pakai, Hak - Farida Patittingi;
Pengelolaan.
negara bebas dan Mahasiswa
tanah hak mengerjakan tugas
dengan
menggunakan media
karton guna
pembuatan
perbandingan hak
atas tanah yg satu
dgn yang lainnya.

8 UJIAN TENGAH SEMESTER 15%

Mahasiswa mampu  Ketepatan dalam Bentuk : Bentuk: Pendaftaran Tanah 5%


9 menjelaskan BM a. Dasar hukum,
mengemukakan makna tentang sistem Bentuk Test: - Tatap Muka (1 x 3 x 60”) menit b. Pengertian,
publikasi (1 x 3 x 50”) menit
Tulis Sikola  c. Asas dan Tujuan,
tujuan dan berbagai jenis  Ketepatan dalam Metode : Mahasiswa d. Objek,
menjabarkan - Ceramah
sistem publikasi dalam Kriteria: mempelajari bahan e. Sistem Pendaftaran
tujuan publikasi - Small Group
dalam - 5= menjawab 5 ajar dan materi dan Publikasi PT
pendaftaran tanah serta soal benar Discussion
pendaftaran melalui alur f. Kegiatan
dengan tepat,
tanah pembelajaran Pendaftaran tanah
menyimpulkan peranan sesuai substansi Tugas Diskusi Kelompok:
 Ketepatan dalam pertemuan ke-XII. g. Peran Kepala Desa
dan tuntas  Peserta Mata kuliah
menjelaskan dan PPAT
Kepala Desa dan PPAT - 4= menjawab 4 PT
kedudukan dan dibagi dalam
soal benar, tidak Peserta mata Kuliah H. Sertifikasi tanah
peran kementrian beberapa kelompok
dalam Pendaftaran Tanah tuntas yang telah terbagi gratis (LMPDP, Prona,
ATR, Kepala Desa, - 3= menjawab 3 diskusi.
PPAT dalam  Setiap kelompok dalam kelompok, SMS, Larasati, PTSL)
untuk memberikan soal benar
Pendaftaran - 2= menjawab 2 akan membahas menentukan topik
kepastian hukum. Tanah. soal benar materi yang berbeda permasalahan terkait Pustaka:
 Ketepatan dalam - 1=menjawab 1 satu sama lain terkait kasus-kasus - Boedi Harsono,
memberikan soal benar Pendaftaran Tanah. pertanahan yang
interpretasi
tentang sistem  Pada tahap bersumber dari - Adrian Sutedi
pendaftaran selanjutnya tahapan pendaftaran ‘Peralihan hak atas
tanah stetsel dilakukan presentasi tanah seperti : Tanah” hal. 112-
negatif kelompok. 179.
- Kasus sertifikat
bertendensi  Pada tahap - Urip Santoso
palsu
positif yang selanjutnya diskusi “Pendaftaran &
- Kasus sertifikat
berlaku dalam Peralihan HAT.
kelompok setiap ganda
hukum agraria
kelompok akan - Kasus
nasional
 ketepatan dan
mengajukan pembuktian
kejelasan dalam pertanyaan kepada kepemilikan hak
menganalisis sejumlah kelompok atas tanah
program-program yang ada dan - Kasus
pemerintah sebaliknya. pembatalan
menyelenggarakan pemberian hak
pendaftaran tanah atas tanah.
(pendaftaran tanah - Kasus pemberian
sistematis, PTSL dan hak atas tanah
sebagainya) dengan atas tanah adat.
pengaturan
ketentuan Kemudian tiap
pendaftaran tanah kelompok membuat
dan tujuan Analisis tentang
pendaftaran tanah. kasus terkait
dikaitkan dengan
dasar hukum dalam
Pendaftaran Tanah.
10 Mahasiswa mampu  Kehadiran Bentuk : Bentuk Penyediaan Tanah 5%
 Keaktifan dalam dan Pengadaan Tanah
mengaitkan ketentuan diskusi Bentuk Tes: - Tatap Muka BM
 Ketepatan dan a. Fungsi Tanah
-Tes Lisan/ Tertulis (1x3x50”) menit ( 1 x3x 60”)menit
hukum terkait dengan ketuntasan dalam b. Tatacara Perolehan
mengemukakan Tanah
penyediaan tanah dan bentuk penyediaan Review tentang Mid Metode: Sikola c. Permohonan Hak
tanah untuk Test Atas Tanah
mampu memecahkan pembangunan - Ceramah Mahasiswa d. Tatacara
 Ketepatan dalam - Pembelajaran mempelajari bahan Pembatalan Hak
permasalahan hukum interaktif ajar materi Atas Tanah
mengidentifikasi
- Tugas kelompok
hambatan- pertemuan minggu e. Tatacara
dalam pelaksanaan
hambatan dalam Kriteria: Materi yang dibahas ke IX pada menu alur pemberian izin
penyediaan tanah pembelajaran peralihan Hak Atas
penyediaan tanah di untuk tiap kelompok:
untuk - 5= menjawab 5 Tanah
pembangunan yang soal benar, 1. Membuat analisis f. Tatacara
masyarakat.
menjadi tepat dan tentang Pasal 6 UUPA perpanjangan
tuntas PT 
permasalahan tentang Fungsi Sosial jangka waktu Uang
hukum di bidang - 4= menjawab 4 Pemasukan
atas Tanah dengan Mahasiswa
soal benar
pertanahan penyediaan Tanah g. Pemindahan Hak
- 3= menjawab 3 membuat Resume
 Ketepatan dan (Pengadaan Tanah h. Pelepasan hak
soal benar tentang
ketuntasan untuk kepentingan i. Pencabutan Hak
- 2= menjawab 2
mengetahui soal benar pembangunan 1. Tata cara Atas Tanah
menguraikan tata - 1=menjawab 1 (umum)). perolehan hak atas Pengadaan tanah:
cara perolehan hak soal benar tanah melalui:
2. Membuat resume 1. Pengertian, dasar
atas tanah pemberian hak
tentang dasar hukum, hukum;
 Ketepatan dalam atas tanah negara,
tata cara perolehan
menguraikan pemberia n HGB 2. asas-asas hukum
hak atas tanah untuk
perbedaan dan HGU, proses pengadaan Tanah;
perolehan Hak milik
permohonan hak, pemindahan hak
yang status tanah 3. Tugas dan peran
pembatalan hak, atas tanah melalui
berasal dari tanah Panitia Pengadaan
penetapan hak, : perbuatan
negara dan adat. Tanah.
pemindahan hak, hukum dan
3. Membuat resume peristiwa hukum,
pelepasan hak 4. Tahapan Kegiatan
tentang perolehan hak
2. Membuat resume Pengadaan Tanah.
 Ketepatan dalam atas tanah
tentang
menjabarkan berdasarkan dasar
pengertian Hak
mekanisme tata
Pengelolaan
cara pemberian izin hukum tentang tanah- subjek hak atas 5. Kriteria dan makna
peralihan hak atas tanah konversi? tanah dan kepentingan
tanah, tata cara sebutkan dasar Umum.
4. Membuat resume
perpanjangan hukum yang
tentang perolehan hak 6. Bentuk ganti rugi.
jangka waktu mengatur tentang
atas tanah objek tanah
Hak Pengelolan?
 Kemampuan negara untuk tanah
mekorelasikan HGB dgn subjek Jelaskan secara
Pustaka :
pencabutan hak hukum Badan singkat tentang
atas tanah dengan Hukum? Dan HGU pencabutan hak atas - UUPA
permasalahan beserta dasar hukum? tanah dan - UU Pengadaan
tanah telantar dan perbedaannya Tanah, Perpres;
5. Membuat Resume
kewajiban pemilik dengan pelepasan - Buku Ajar Bab 11
tentang Pencabutan
tanah untuk hak? Hal 272-313
Hak dan Pelepasan
memanfaatkan - Maria SW
Hak dalam perolehan
tanahnya “Dinamika
hak atas tanah
berdasarkan tujuan Pengaturan
penggunaan tanah? Pengadaan Tanah.”

6. Membuat resume
tentang tata cara
perolehan hak atas
tanah melalui
peralihan hak atas
tanah melalui
perbuatan hukum dan
peristiwa hukum.

7. Membuat resume
tentang proses
pembatalan hak atas
tanah dilengkapi
dengan dasar hukum
dan contoh kasus?

11 Mahasiswa mampu  Ketepatan dalam Bentuk Tes: Bentuk Pembelajaran BP: Kuliaah Perumahan dan 5%
mengemukakan prinsip- mengemukakan Lisan/ Tertulis (BP): 1x3x50’ Menit Permukiman
prinsip, dasar hukum prinsip-prinsip Kuliah 1. Pengertian
terkait penyelenggaran dan dasar hukum Perumahan &
Kuis, Review 1x3x50’ Menit MP:
perumahan dan penyelenggaraa Pertemuan -Tatap Maya Permukiman
permukiman serta
perumahan dan Interactive Learning 2. Dasar Hukum
mengkorelasikan dengan
permukiman Metode Pembelajaran: 3. Penyediaan Hak
penyelenggaran
perumahan dan  Ketepatan dan atas Tanah untuk
Kriteria: - Tatap Muka Belajar Mandiri
pemukiman saat in kelogisan perumahan dan
- 5= menjawab 5 - Diskusi 1x3x60’ Menit
argument dalam permukima
soal benar interaktive  Aplikasi Sikola
mengkorelasikan - 4= menjawab 4 4. Pihak-pihak
- Interactive dalam alur
dasar hukum, soal benar sebagai
Learning pembelajaran
prinsip hukum - 3= menjawab 3 penyelenggara
sesuai pertemuan
penyelenggaraan soal benar perumahan
11
perumahan dan - 2= menjawab 2 5. Jenis-jenis
Penugasan
permukiman soal benar permukiman
- 1=menjawab 1 Terstruktur (PT):
dengan isu 6. Mekanisme
hukum dalam soal benar 1x3x60’ Menit
pembelian rumah
masyarakat Mahasiswa diminta
dari
terkait hal untuk membuat penyelenggara.
tersebut. daftar peraturan
perundang- Pustaka:
undangan yang - UU No. 1 Tahun
terkait dan 2011 tentang
mengatur tentang perumahan dan
Penyelenggaraan Permukiman.
Perumahan dan - Urip Santosa,
Hukum Perumahan.
Permukiman,
kemudian
menentukan
prinsip/ asas dan
tujuan
penyelenggaraan
perumahan dan
permukiman
kemudian
memberikan
argumentasi hukum
.
12 Mahasiswa mampu  Kehadiran Bentuk Test: Bentuk : BP: Hak Milik Satuan 5%
mengemukakan  Kedisiplinan Rumah Susun
pengertian, landasan dan  Keaktifan dalam Tulis - Tatap Muka Kuliah (1x3x50’
tujuan pembangunan diskusi (1x 3 x 50”) menit Menit) a. Pengertian, Istilah
rumah susun, dan mampu dan Dasar Hukum
 Ketepatan
menentukan hak atas MP: b. ruang lingkup
menguraikan
tanah yang dapat didirikan HMSRS (Bagian
dasar hukum Metode : - Tatap Maya
rumah susun, pemilikan bersama, Tanah
Rumah Susun Kriteria: - Diskusi Kelompok
rumah susun,
 Ketepatan - Ceramah bersama, benda
Pembebanan HMSRS dan
menjelaskan - 5= menjawab 5 - Diskusi bersama dan
Kedudukan Perhimpunan,
soal benar kelompok BM pendaftaran)
Peghuni. tentang
- 4= menjawab 4 c. objek tanah HMSRS
pengertian
soal benar (1x3 x60”) menit d. Prosedur
Rumah Susun, - 3= menjawab 3
dan Tugas Kelompok: Penerbitan HMSRS
soal benar Sikola  e. Peralihan HMSR
mengklasifikasika - 2= menjawab 2 Membaca UU No. 16 f. Hak dan Kewajiban
n jenis-jenis soal benar Mahasiswa
Tahun 1985 dan UU No. PemilikSatuan
rumah susun - 1=menjawab 1 mempelajari bahan
20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
 Ketepatan dalam soal benar ajar, materi, link dan
Rumah Susun Kemudian g. Pembebanan
menjabarkan referensi materi
pengaturan yang membuat perbandingan HMSRS
lainnya yang
berbeda dalam diantara kedua UU
UU Sarusun 1985 Rumah Susun tersebut, terdapat pada alur h. Perhimpunan
dan UU Sarusun mengangkat satu topik pembelajaran Penghuni.
2011 perbedaan menjadi judul pertemuan ke 11 Pustaka :
 Ketepatan dalam untuk dipresentasikan
menyimpulkan PT -Boedi Harsono
tujuan dari hal.348-362
1x3x60’Menit
adanya rumah
- Adrian Sutedi Hukum
susun Membaca referensi Rumah Susun Dan
 Ketepatan dalam
tentang Apartemen;
menentukan hak
Perhimpunan
atas tanah yang
Penghuni dan
dapat didirikan
Pemilik Rumah
Rumah Susun -Pustaka Pendukung:
 Ketepatan dalam Susun (PPPRS) dan
Eman Ramelan
mengemukaka Pemasaran serta Jual
“Problematika Hukum
makna dan Beli Rumah Susun.
hak Milik Atas Satuan
contoh dari Membuat resume
Rumah Susun”
bagian bersama, dan berikan
benda bersama, argumentasi hukum
tanah bersama dari hasil bacaan,
serta tentang NPP minimal referensi 2
 Kejelasan dalam buku dan 2 artikel
mengemukakan ilmiah.
prosedur
penerbitan
HSMRS
 Ketepatan dalam
Menjelaskan
tentang bentuk,
tata cara
peralihan HSMRS
 Ketepatan dalam
mengemukakan
Hak dan
Kewajiban
Pemilik Sarusun
 Ketepatan dalam
mengidentifikasi
jenis
pembebanan atas
HSMRS
berdasarkan hak
atas tanah
bersama
 Kejelasan
mengemukakan
kedudukan
Perhimpunan
HMSRS
13 Mahasiswa mampu Bentuk: Bentuk : Landreform & 5%
mengemukakan pengertian, Kebijakan
Program, kebijakan dan  Kehadiran - Tatap Muka BM Reforma Agraria
 Keaktifan dalam
tujuan Land Reform, dan Bentuk Test: (1x3x50”) menit (1x3x60”) menit
diskusi - Dasar Hukum
mengkorelasikan dengan
 Ketepatan Metode : - Istilah dan
kebijakan Reforma Agraria Tulis Sikola 
Mengemukakan Pengertian
saat ini. - Tujuan Landreform
dasar hukum yang - Kuliah Interaktif Mahasiswa
mengatur tentang - Pembelajaran & Program Land
mempelajari bahan
landreform Kriteria: Interaktif Reform
ajar melalui alur - Reforma Agraria;
 Ketepatan dalam pembelajaran
- 5= menjawab 5 dasar hukum
menyimpulkan Mahasiswa terbagi atas 2
soal benar pertemuan 12. - Program reforma
tujuan kelompok dan masing-
- 4= menjawab 4 agraria
diadakannya masing kelompok PT - Subjek/ objek RA
soal benar
land reform, membuat bahan diskusi - Tanah Objek R.A.
politik
hukum yang - 3= menjawab 3 presentasi terkait 1x3x60’ Menit - Perbandingan
melandasi soal benar Landreform VS Reforma pelaksanaan
kebijakan - 2= menjawab 2 Agraria dengan berdasar Membuat Resume Landreform & R.A
tersebut. soal benar pada sub materi. dari berbagai dengan negara lain
 Ketepatan dan - 1=menjawab 1 soal pustaka baik PU, dan Pustaka:
benar artikel dengan tema
ketuntasan dalam
- Boedi Harsono
menyusun Reforma Agraria
Hal. 364-413.
perbandingan memberikan
Land Reform dan argumentasi hukum, - Muhammad
Reform Agraria; minimal 3 pustaka, 2 Ilham Arisaputra
artikel dan sertakan “ Reforma
daftar pustaka Agraria”

Artikel yang diberikan


dosen
14 Mahasiswa mampu  Kehadiran Bentuk: Bentuk: Tanah Sebagai 5%
menjelaskan pengertian;  Keaktifan dalam Jaminan Kredit
dasar hukum dan asas-asas diskusi - Tatap Muka Kuliah
tanah sebagai jaminan  Ketepatan dalam a.Hak Jaminan Atas
Bentuk Test: (1x 3 x 50”)menit (1x3x50’) Menit
menjelaskan Tanah dalam UUPA
kredit , perjanjian jaminan
dan menerapkannya dalam tentang tanah Tulis
b.Subjek dan Objek
praktik pembebanan hak sebagai objek
Metode: MP: HT
jaminan dan
tanggungan serta
kedudukan c. Proses Pembebanan
eksekusinya. Kriteria: - Ceramah - Tatap muka
perjanjian
- Pembelajaran - Pembelajaran Hak Tanggungan
jaminan
- 5= menjawab 5 kooperatif interaktif
(assessor) d.Beralih dan
soal benar Pembelajaran
 Ketepatan dalam - 4= menjawab 4 hapusnya Hak
Kooperatif:
menginterpretasi soal benar BM Tanggungan
kan asas-asas - 3= menjawab 3 Dilakukan dengan
hukum jaminan soal benar (1x 3x 60”) menit e.Eksekusi Hak
kelompok peserta mata
terkait tanah - 2= menjawab 2 Tanggungan.
kuliah yang telah terbagi Sikola 
sebagai jaminan soal benar
6 kelompok dan masing-
yang merupakan - 1=menjawab 1 masing kelompok akan Mahasiswa
ciri yang melekat soal benar membahas tentang sub- mempelajari bahan
pada hak jaminan sub materi “Hak ajar dan materi dari Pustaka:
atas tanah ( ciri Tanggungan” alur pembelajaran. - Buku Ajar hal
hak tanggungan)
320- 344
 Ketepatan dalam PT:
menentukan - Boedi Harsono
subjek HT, objek (1x3x60’) Menit hal 414-460;
hak atas tanah
Mahasiswa - Pustaka
yang dapat
membuat Analisis Pendukung:
dibebani hak
tentang Lembaga Salim HS
tanggungan.
Jaminan Hak “Perkembangan
 Kejelasan dalam
Tanggungan, Hukum Jaminan
mengemukakan
Memuat tentang: di Indonesia”
Pembebanan HT
dengan APHT - Pustaka
- Kedudukan Tanah
maupun Pendukung:
sebagai benda tak
didahului SKMHT. Irma Devita “
bergerak
 Ketepatan dan Hukum Jaminan
kejelasan analisis - Perbedaan hipotik Perbankan”
kasus-kasus atau dan hak
Pustaka Pendukung;
isu hukum terkait tanggungan
permasalahan Sri Soedewi
- Asas-asas hak Masjchoen Sofwan
hak tanggungan
tanggungan “Hukum Jaminan di
dan eksekusi HT.
- Peran PPAT dalam Indonesia Pokok-
pembuatan Akta Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan
- Syarat Objek Hak
Perorangan.”
Tanggungan

- Subjek Hak
Tanggungan
(Pemberi dan
penerima HT)

- Peralihan Hak
Tanggungan

Eksekusi Hak
Tanggungan

15 Mahasiswa mampu  Ketepatan dalam Bentuk : Bentuk: Penyelesaian 5%


mengidentifikasi berbagai mengidentifikasi Sengketa Pertanahan
Bentuk Test: - Kuliah BM
kasus pertanahan yang dan
menguraikan - Pengertian konflik
terjadi di Indonesia dan Tulis (1x 3 x 50”) menit (1x 3x 60”) Menit
kasus-kasus dan sengketa
menganalisis tahapan pertanahan yang Kriteria: Metode: pertanahan
Sikola 
Penyelesaian Sengketa terjadi di
5= menjawab 5 - Tipologi sengketa/
Agraria Indonesia, pada - Tatap Muka Mahasiswa konflik petanahan di
khususnya. - Problem Based
soal benar mempelajari bahan Indonesia.
Learning
 Ketepatan dan ajar materi
- Penyelesaian
kejelasan dalam 4= menjawab 4 pertemuan XV
sengketa pertanahan
menganalisis melalui alur
soal benar litigasi dan
faktor-faktor pembelajaran
nontlitigasi
hukum
3= menjawab 3 PT
penyebab
sengketa soal benar Membuat Review/ Pustaka:
agrarian dan
Ulasan tentang
menyusun solusi 2= menjawab 2 sengketa pertanahan - Elza Syarief,
penyelesaian
yang pernah terjadi Menuntaskan
sengketa agraria. soal benar
di Indonesia Sengketa Tanah
1=menjawab 1 soal kemudian dianalisis Melalui Pengadilan
benar tahapan Khusus
Pertanahan,

Modul V Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional xxvii


penyelesaian Pustaka Pendukung:.
sengketa tersebut. Maria S.W.
Sumardjono,Nurhasa
Minimal 3 halaman
n Ismail Isharyanto, :
“Mediasi Sengketa
Tanah, Potensi
Penerapan Alternatif
Penyelesaian
Sengketa (ADR) di
Bidang Pertanahan”,

16 UJIAN AKHIR SEMESTER 15%


MODUL V
PRINSIP-PRINSIP DASAR HUKUM AGRARIA
NASIONAL
Modul ini merupakan modul pertemuan kelima dalam mata
kuliah Hukum Agraria. Dalam modul ini, akan dipaparkan secara
detail mengenai prinsip-prinsip dasar hukum agraria nasional. Dalam
mempelajari modul ini, peserta kuliah diharapkan membaca tahapan
demi tahapan terlebih dahulu agar mudah memahami materi yang
terdapat di dalamnya. Setelah itu, peserta kuliah kemudian membaca
keseluruhan materi yang disediakan dalam modul ini. Untuk keperluan
tersebut, peserta kuliah diharapkan mengikuti langkah-langkah berikut
dalam mempelajari modul ini.
Pada modul ini, peserta kuliah akan menyelesaikan satu
kegiatan belajar yaitu, kegiatan belajar untuk mengemukakan tentang
prinsip-prinsip dasar hukum agraria nasional dalam UUPA Pasal 1-15.
Untuk mendapatkan capaian pembelajaran yang optimal, peserta
kuliah diharapkan mengikuti tahapan berikut dalam mempelajari
modul ini.
a. Bacalah bagian uraian dari setiap kegiatan belajar. Tahapan ini
diperlukan agar peserta kuliah mendapat informasi atau akhir
dari setiap tahapan;
b. Setelah itu, peserta kuliah membaca kembali bagian uraian
dengan seksama agar dapat memahami penjelasan dengan baik;
c. Kerjakan latihan sesuai instruksi yang telah disediakan;
d. Bacalah Rangkuman yang disediakan untuk memberikan
ringkasan tentang aspek-aspek penting dari setiap kegiatan
belajar. Namun, peserta kuliah juga diminta untuk membuat
rangkuman yang menurut peserta kuliah tersebut merupakan inti
dari kegiatan belajar dalam materi ini;

Modul V Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional 1


e. Kerjakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek
seberapa baik peserta kuliah mencapai tujuan pembelajaran setiap
kegiatan belajar tanpa melihat rambu-rambu jawaban yang
disediakan;
f. Bila peserta kuliah telah menjawab tes formatif dengan baik,
bandingkanlah jawaban anda dengan rambu-rambu jawaban yang
telah disediakan. Bila nilai peserta kuliah ternyata telah mencapai
tingkat penguasaan sama atau lebih besar dari 80% setelah
dihitung, peserta kuliah dipersilahkan ke kegiatan belajar
berikutnya.
KEGIATAN BELAJAR
SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA
A. Deskripsi Singkat
Pada kegiatan belajar ini, peserta kuliah akan
mempelajari mengenai prinsip-prinsip dasar hukum agraria
nasional dalam UUPA.
B. Relevansi
Materi dalam kegiatan belajar ini sangat penting
peranannya dalam menambah wawasan tentang hukum
agraria di Indonesia. Dengan menelaah prinsip-prinsip
dasar hukum agraria nasional dalam UUPA, khususnya
dalam Pasal 1-15 UUPA, akan membantu peserta kuliah
lebih memahami arah pertanahan di Indonesia.
Pengembangan dan penerapan materi dalam modul ini
akan menjadi dasar pada matakuliah-matakuliah lain pada
jenjang semester yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
peserta kuliah diharapkan dapat mempelajari kegiatan
belajar ini dengan baik sesuai dengan tahapan yang
disiapkan.
C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian
Prinsip-prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional
(UUPA)
1. Nasionalitas
Pasal 1 UUPA, menyebutkan bahwa:
(1) Seluruh Wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah, air dan seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia;
(2) Beluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi,
air, dan suang angjasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional;
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dengan
bumi, air, serta ruang angkasa termasuk dalam
ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat
abadi.
Prinsip nasionalitas (Pasal 1 ayat 1 dan 2) ini
berarti bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam
wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya
diperjuangkan oleh bangsa secara keseluruhan, menjadi
hakpula dari bangsa Indonesia jadi tidak semata-mata
menjadi hak dari pemiliknya saja. Demikian pula tanah-
tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah
semata- mata menjadi hak asli dari pulau atau pulau
yang bersangkutan saja. Dengan pengertian yang
demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan
bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia merupakan
semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada
tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang
mengenai seluruh wilayah negara.
Adapun hubungan antara bangsa dengan bumi, air
dan ruang angkasa Indonesia itu adalah hubungan yang
bersifst abedi (Pasal 1 ayat (3)). Ini berarti bahwa
selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia
masih ada dan selama bumi, sir serta ruang angkaa
Indonesia itu masih ada pula, dalam keadaan yang
begaimanapun tidak ada sesuatu kekussaan yang akan
dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
Adapun hubungan antara bangsa dengan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut tidak berarti bahwa hak
milik perserorangan stas (sebagian dari) bumi tidak
dimungkínkan lai. Di stas telah dikemukakan bahwa
hubungan itu adalah Semacam hubungan hak ulayat,
jadi bukan berarti hubungan milik. Dalam rangka hak
ulayat dikenal adanya hak milik perseorangan. Kiranya
dapa ditegaskan bahwa dalam Hukum Agraria yang
baru dikenal pula hak milik yang dapat dipunyai
seseorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain atas bagian dri bumi Indonesia (Pasal 4 jo
Pasal 16).
Prinsip nasionalitas dalam Hukum Agraria dianut
pula oleh sebahagian besar negara-negara sedang
berkembang, misalnya Pilipina, Vietnam, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Mesir, Pakistan dsb. Nasionalisme
dimaksudkan bahwa tanah hanya dapat disediakan
untuk warga negara lndonesia. Di Indonesia, diatur
dalam UUPA Pasal 21 ayat (1), Pasal 30 (1), Pasal 36
(1), Pasal 42 sub a. (HP dimungkinkan dimiliki oleh
orang asing). Bagi orang saing, dapet memiliki rumah
di Indonesia, diantaranya diatur dalam PP No. 41/1999
tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian
Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Larangan bagi orang asing memiliki tanah di
Indonesia (Hak Milik) dimakaudkan untuk kepentingen
politik, Hankamnas serta untuk memelihara keutuhan
Wawasan Nusantara Indonesia, sebagai satu wilayah
negara yang tidak boleh terpecah-pecah.
2. Hak Menguasai dari Negara
Istilah hak menguasai dari negara, pertama kali
berasal dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, kemudian
dijabarkan dalam Pasal 2 Ayat 2 UUPA, berdasarkan
ketentuan tersebut, maka tidaklah pada tempatnya
bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak
sebagai pemilik tanah. Hal ini berbeda dengan
pengaturan yang berlaku pada jaman penjajahan, yaitu
adanya asas domein yang dipergunakan sebagai dasar
daripada perundang-undangan agrarian yang berasal
dari pemerintah jajahan. Pernyataan domein (domein
verklaring) seagaimana diatur dalam Pasal 1 Agrarisch
Besluit (S. 1870-118). Asas ini menyatakan
kepemilikannnya, menjadi tanah yang dimiliki oleh
Negara. Asas domein ini tidak ditemui lagi dalam
UUPA.
Sebagai organisasi kekuasaan yang tertinggi, negara
wewenang:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
bukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka
masyarakat adil dan makmur (Pasal 2 ayat (2) dan (3).
Adapun kekuasaan negara yang dimaksudkan itu
mengenai semua bumi, air serta ruang angkasa. Jadi
baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang
tidak. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah
dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi
dari hak itu, artinya sampai seberapa negara memberi
kekuasaan kepada yang mempunyai untuk
menggunakan haknya sampai disitulah batas kekuasaan
negara tersebut. Adapun isi dan hak-hakitu
serta pembatasan- pembatasannya dinyatakan
dalam Pasal 4 dan pasal-
pasal berikutnya serta pasal-pasal lainnya.
Kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai
dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya
adalah lebih kuat dan penuh. Dengan berpedoman pada
tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat
memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang
dan badan hukum dengan sesuatu hak menurut
peruntukan dan keperluannya, misal hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau
memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu
Badan Penguasa (Badan penyelenggara pemerintahan,
misalnya Departemen) untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal 2 ayat 4).
Dalam pada itu kekuasan negara atas tanah-tanah
inipun sedikit atau banyak dibatasi pula oleh hak ulayat
dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, sepanjang
kenyataannya masih hak ulayat itu masih ada.
Hak menguasai dari negara tersebut dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti
kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam
masyarakat dann negara hukum yang merdeka,
berdaulat adil dan makmur. Pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan
masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan, kepentingan nasional.
3. Pengakuan Hak Ulayat
Bertalian dengan hubungan antara bangsa dengan
bumi serta air dan kekuasaan negara sebagai yang
disebut dalam Pasal 1 dan Pasal 2, maka di dalam Pasal
3 diadakan ketentuan mengenai hak ulayat dari
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, yang dimaksud
akan mendudukkan hak itu pada empat yang
sewajarnya. Pasal 3 UUPA, menentukan bahwa
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa
dengan itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang
kenyataanya masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan
atas persatuan serta tidak bertentangan dengan
undang- undang dan peratutan lain yang lebih tinggi.
Ketentuan ini berpangkal pada pengakuan adanya
hak ulayat itu dalam Hukum Agraria yang baru.
Sebagaimana diketahui bagaimanapun menurut
kenyataannya hak ulayat itu masih ada dan berlaku
serta diperhatikan pula di dalam keputusan-keputusan
hakim, belum pernah hak itu diakul secara resmi di
dalam peraturan perundang-undangan, dengan akibat
bahwa di dalam melaksanakan peraturan-peraturan
agraria hak ulayat itu pada jaman penjajahan dulu
seringkali diabaikan. Disebutnya hak ulayat dalam
UUPA yang pada hakikatnya pengakuan hak itu, maka
pada dasarnya hak ulayat itu akan diperhatikan,
sepanjang hak tersebut menurut kenyataanya masih ada
pada masyarakat hukum yang bersangkutan. Misalnya
dalam pemberiaan sesuatu hak atas tanah (misalnya hak
guna usaha) masyarakat hukum yang bersangkutan.
Sebelumnya akan didengar pendapatnya dan akan
diberi "recognitie", yang memang ia berhak
menerimanya selaku pemegang hak ulayat itu. Tetapi
sebaliknya tidaklah dapat dibenarkan, jika berdasarkan
hak ulayat itu masyarakat hukum tersebut menghalang-
halangi pemberian hak guna usaha itu, sedangkan
pemberian hak tersebut sungguh perlu untuk
kepentingan yang lebih luas. Demikian pula tidaklah
dapat dibenarkan jika suatu masyarakat hukum
berdasarkan hak ulayatnya menolak begitu saja
dibukanya hutan secara besar-besaran dan
teratur untuk melaksanakan proyek-proyek yang besar
dalam rangka pelaksanaan rencana menambah hasil
bahan makanan dan pemindahan penduduk.
Pengalaman menunjukkan pula bahwa pembangunan
daerah itu seringkali terhambat karena mendapat
kesukaran mengenal hak ulayat. Kepentingan sesuatu
masyarakat hukum harus tunduk pada kepentingan
nasional dan Negara yang lebih luas. Tidaklah dapat
dibenarkan, jika didalam alam bernegara dewasa ini
sesuatu masyarakat hukum masih mempertahankan isi
dan pelaksanaan hak ulayatnya secara mutlak, seakan-
akan dia terlepas dari hubungannnya dengan
masyarakat-masyarakat hukum dan daerah-daerah
lainnya di dalam lingkungan Negara sebagai kesatuan.
Sikap yang demikian terang bertentangan dengan asas
pokok yang tercantum dalam Pasal 2 UUPA dan dalam
praktiknya pun akan membawa akibat terhambatnya
usaha-usaha besar untuk mencapai kemakmuran rakyat
seluruhnya.
Pengakuan hak ulayat sebagaimana diuraikan di
atas, dalam kenyataannya masih menemui kendala,
yaitu klausule yang menyebutkan bahwa hak ulayat
diakui sepanjang kenyataanya masih ada", oleh Prof.
Dr. Amier Sjariffudin menyebutnya sebagai upaya de-
ulayatisasi. Oleh karena dalam kenyataanya banyak hak
ulayat dari masyarakat hukum (masyarakat hukum
adat) yang tidak mendapat pengakuan dari negara.
Menghadapi fakta tersebut, pemerintah mengeluarkan
peraturan pelaksanaan, yaitu Keputusan Menteri
Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5
Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dalam peraturan
ini, ditentukan 3 kriteria untuk menyatakan eksistensi
hak ulayat, yaitu (1) ada masyarakat hukum adat; (2)
ada wilayah adat yang menjadi lebensraum; dan (3) ada
pranata Hukum Adat yang diakui dan ditaati oleh warga
masyarakat Hukum Adat. Kriteria ini harus dipenuhi
secara simultan, yang berarti bahwa semua kriteria
tersebut harus dipenuhi, untuk menentukan adanya hak
ulayat. Dalam peraturan ini pula disebutkan bahwa
untuk menentukan ada atau tidaknya hak ulayat oleh
Pemerintah Daerah harus melakukan penelitian dengan
melibatkan semua stakeholder, diantaranya pakar
hukum adat, tokoh adat, aparat pemerintah daerah,
lembaga swadaya masyarakat, setelah itu dituangkan
dalam Peraturan Daerah. Dalam perkembangan dewasa
ini, diketahui bahwa terdapat 3 daerah yang telah
memiliki peraturan daerah mengenai hak ulayat, yaitu
Masyarakat Adat Lundayeh, Krayan Kabupaten
Nunukan Kalimantan Timur, Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur dan Masyarakat Adat Baduy di Desa
Kemukus, Kabupaten Lebak, Banten.
4. Hukum Adat Sebagai Dasar Hukum Agraria
Dengan dicabutnya peraturan dan keputusan
agraria kolonial, maka tercapailah unifikasi (kesatuan)
Hukum Agraria yang berlaku di Indonesia, yang sesuai
dengan kepribadian dan persatuan Bangsa Indonesia.
Dalam
rangka mewujudkan unifikasi hukum tersebut, Hukum
Adat tentang tanah dijadikan dasar pembentukan
Hukum Agraria nasional. Hukum adat dijadikan dasar
disebabkan hukum tersebut dianut oleh sebagian besar
rakyat Indonesia, sehingga Hukum Adat tentang tanah
mempunyai kedudukan yang istimewa dalam
pembentukan Hukum Agraria nasional.
Menurut Urip Santoso, Hukum Adat sebagai dasar
bagi pembentukan Hukum Agraria nasional mempunyai
2 (dua) kedudukan, yaitu:
Hukum Adat sebagai Dasar Utama

Penunjukan Hukum Adat sebagai dasar utama


dalam pembentukan Hukum Agraria nasional dapat
diketahui dari Konsideran "Berpendapat huruf a"
UUPA, bahwa berhubungan dengan apa yang
disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas
perlu adanya hukum agraria nasional, yang
berdasarkan atas hukum adat tentang tanah, yang
sederhana, dan menjamin kepastian hukum bagi
seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Selanjutnya dalam Penjelasan Umum III, Angka
(1), oleh karena rakyat Indonesia sebagian terbesar
tunduk pada Hukum Adat, maka Hukum Agraria
yang baru tersebut akan didasarkan pada Hukum
Adat.
Hukum Adat sebagai dasar pembentukan hukum
agraria nasional memang menghadapi kesulitan-
kesulitan, diantaranya berkaitan dengan sifat
pluralisme hukum adat itu sendiri, masing-masing
masyarakat hukum adat mempunyai hukum adat
masing-masing yang tentunya terdapat perbedaan-
perbedaan. Olehnya itu, perlu ditemukan persaman-
persamaannya, yaitu dengan merumuskan asas-
asas/konsepsi, lembaga-lembaga hukum, dan sistem
hukumnya. Hal-hal inilah yang diambil dalam
Hukum Adat untuk dijadikan dasar utama dalam
pembentukan hukum agraria nasional, kemudian
dituangkan dalam pasal-pasal/ketentuan-ketentuan
dalam UUPA sebagai hukum positif.
Berkaitan dengan hukum adat sebagai dasar Hukum
Agraria Nasional, Soedikno Mertokusumo
menjelaskan sebagai berikut:
a. Asas-asas/konsepsi Hukum Adat yang diambil
sebagai dasar:
1) Menurut konsepsi Hukum Adat, hubungan
manusia dengan kekayaan alam seperti
tanah mempunyai sifat religiomagis, artinya
kekayaan alam itu merupakan kekayaan
yang dianugerahkan oleh Tuhan pada
masyarakat hukum adat. Konsepsi ini
dimuat dalam Pasal ayat (2) UUPA.
2) Di dalam lingkungan masyarakat Hukum
Adat dikenal hak kolektif (hak ulayat). Hak
ini merupakan hak dari masyarakat Hukum
Adat yang berisi wewenang dan kewajiban
untuk menguasai, menggunakan, dan
memelihara kekayaan alam yang ada dalam
lingkungan wilayah hak ulayat tesebut. Jadi
konsep hak ulayat bukan untuk memiliki,
tetapi hanya merupakan hak menguasai,
sehingga oleh Maria Sw. Sumardjono
mengatakan bahwa hak menguasai negara
adalah sublimasi dari hak ulayat. Hak ulayat
ini kemudian dijadikan dasar dalam
menentukan hubungan negara dengan bumi,
air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
Konsepsi ini dimuat dalam Pasal 2 UUPA.
3) Di dalam konsepsi Hukum Adat, selain hak
ulayat juga dikenal hak-hak perseorangan
atas tanah yang diakui. Masing-masing
individu diberi kesempatan untuk
mempunyai hak atas tanah. Konsepsi ini
dimuat dalam Pasal 4 jo. Pasal 16 UUPA.
Di dalam Hukum Adat dikenal pula suatu
asas "di dalam hak individu terlekat hak
masyarakat. Asas ini mengandung arti
bahwa penggunaan hak individu harus
memperhatikan dan bahkan tidak boleh
merugikan kepentingan masyarakat.
Konsepsi ini dimuat dalam Pasal 6 UUPA.
4) Di dalam masyarakat Hukum Adat terdapat
asas gotong-royong. Setiap usaha yang
menyangkut kepentingan individu dan
masyarakat selalu dilakukan melalui
gotong- royong. Hal ini untuk mencegah
adanya persaingan dan pemerasan antara
golongan yang mampu terhadap golongan
yang tidak mampu. Asas ini adalah wujud
sifat kebersamaan atau komunal dari
masyarakat hukum adat. Konsepsi ini
dimuat dalam Pasal 12 ayat (1) UUPA.
5) Asas lain yang terdapat dalam Hukum Adat
adalah ada perbedaan antara warga
masyarakat dengan warga asing dalam
kaitannya dengan penguasaan, penggunaan
kekayaan alam. Warga masyarakat da pat
mengolah, memetik hasil l hutan, dan
bahkan mempunyai tanah. Sedangkan warga
asing tidak boleh mempunyai hak atas
tanah, mereka hanya boleh memungut hasil
hutan tetapi dengan syarat harus
memperoleh ijin terlebih dahulu dari kepala
adat/kepala persekutuan hukum adat. Dalam
konteks UUPA, pada Pasal 9 ayat (1),
bahwa hanya warga negara Indonesia dapat
mempunyai hubungan sepenuhnya dengan
bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-
batas tertentu (Pasal 1 dan 2).
b. Lembaga-lembaga Hukum Adat
Yang dimaksudkan dengan lembaga Hukum
Adat dalam konteks ini adalah lembaga hak atas
tanah. Macam-macam hak atas tanah yang
terdapat dalam Hukum Adat seperti Hak
Milik/Hak Yayasan, hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan.
Susunan macam-macam hak atas tanah
kemudian diangkat dan dijadikan dasar dalam
penyusunan hak-hak atas tanah dalam hukum
agraria nasional sebagaimana diatur dalam
Pasal 16 UUPA. Namun demikian, perlu
dilakukan penyempurnaan sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang modern.
Penyempurnaan tersebut adalah adanya
tambahan hak baru, yaitu Hak Guna Usaha dan
Hak Guna Bangunan, serta adanya keharusan
pendaftaran tanah terhadap macam-macam hak
atas tanah.
c. Sistem hukum adat mengenai hubungan
manusia dengan tanah
Hak Ulayat memiliki kedudukan yang tertinggu
menurut hukum adat. Dalam hak ulayat terdapat
hak-hak perseorangan. Hak Ulayat mengandung
2 (dua) unsur, yaitu unsur kepunyaan, artinya
semua anggota masyarakat mempunyai hak
untuk menggunakan. Unsur kewenangan, yaitu
mengatur, merencanakan, dan memimpin
penggunaannya. Pengurusan hak ulayat, oleh
anggota masyarakat hukum adat dilimpahkan
kewenangannya kepada Kepala Adat. Atas
dašar kewenangan yang dimiliki oleh Kepala
Adat, maka kepala adat memberikan hak-hak
atas tanah kepada perseorangan anggota
masyarakat hukum adat.
a. Hukum Adat sebagai Hukum Pelengkap
Pembentukan Hukum Agraria Naional menuju
kepada tersedianya perangkat hukum yang tertulis,
yang mewujudkan kesatuan hukum, dan
memberikan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas tanah merupakan suatu proses
yang membutuhkan waktu yang lama. Selama
proses tersebut belum selesai, hukum tertulis yang
sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan
pelengkap agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 56 UUPA, yang
menyebutkan bahwa selama Undang-undang
mengenai Hak Milik sebagai tersebut dalam Pasal
50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku
adalah ketentuan- ketentuan hukum adat setempat
dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas
tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau
mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20,
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan- ketentuan undang-undang ini. Juga
dinyatakan dalam Pasal 58, bahwa
selama peraturan pelaksanaan undang-
undang ini (UUPA) belum
maupun yang tidak tertulis mengenai bumi, air serta
terbentuk, maka peraturan-peraturan baik yang
tertulis Hak atas tanah, yang ada pada mulai
berlakunya undang-undang ini, tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hak- dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan dalam undang- undang ini
serta diberi tafsiran yang sesuai dengan itu.
Selain kedua pasal di atas, juga Pasal 5 UUPA
menyebutkan bahwa hukum agraria yang berlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-
peraturan yang tercantum dalam UU ini dan
dengan perUU-an lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 UUPA
tersebut, Hukum Agraria yang berlaku adalah
hukum adat dengan syarat tertentu. Syarat inilah
yang menunjukkan bahwa hukum adat
berkedudukan sebagai hukum pelengkap. Oleh
karena hukum adat yang berlaku di Indonesia
beraneka ragam (plural) dan memiliki
kekurangannya masing-masing, maka hukum adat
yang dijadikan dasar hukum agraria naional adalah
hukum adat yang telah disaneer (Boedi Harsono,
2005:180), atau di re-tool (Sudargo Gautama), yang
berarti mengalami pemurnian dari unsur-unsurnya
yang tidak asli, atau dibersihkan dari cela-celanya
serta ditambah kekurangan-kekurangannya agar
supaya dapat berlaku umum untuk seluruh wilayah
Indonesia. Selanjutnya menurut Soedalhar (Urip
Santoso, 2005), bahwa berlakunya hukum adat
tersebut bukanlah hukum adat yang murni, akan
tetapi hukum adat yang telah disesuaikan dengan
keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara yang sedang membangun.
5. Fungsi Sosial
Tanah merupakan alat produksi bagi masyarakat
tani, oleh karena itu harus dipergunakan sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Jadi apabila ada
tanah yang tidak dipergunakan secara efektif
(oneffectief gebruik) atau diterlantarkan oleh
pemiliknya, maka tanah tsb menjadi tanah negara.
Menurut Pasal 6 UUPA disebutkan bahwa "semua
tak atas tanah mempunyai fungsi sosial" berarti bahwa
tanah itu hrus dipergunakan sesuai dengan keadaan
tanahnya dan sifat dari haknya dan tidak dapat
dibenarkan pemakaian tanah secara merugikan dan
bertentangan dengan kepentingan rakyat. Perbedaan
prinsip dari kata "mempunyai fungsi social" dengan
"berfungsí sosial" adalah pada kata "mempunyai fungsi
sosial" bermakna didalam setiap hak atas tanah selain
ada hak yang bersifat privat, juga ada sifat public,
Sedangkan makna kata "berfungsi sosial" berarti sejak
awal, hak atas tanah diperuntukkan bagi kepentingan
umum, atau hanya beraspek publik Hak atas tanah
apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat
dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan
(atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk
kepentingan pribadinya, apabila kalau hal itu
menimbulkan semata.
Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan
dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata
untuk kepentingan pribadinya, apabila kalau hali itu
menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan
tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat
daripada haknya sehingga bermanfaat bagi masyarakat
dan Negara. Tapi ketentuan itu, tidak berarti bahwa
kepentingan umum (masyarakat). Oleh karena UUPA
memperhatikan pula hak-hak perseorangan.
Kepentingan perseorangan dan masyarakat harus saling
mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah
tujuan pokok, yaitu kemakmuran, keadilan dan
kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (Pasal 2 ayat 3).
Berhubungan dengan fungsi sosialnya, maka adalah
sesuatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus
dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya
serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara
tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau
pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan
menjadi beban pula dari setiap orang, badan hukum
atau instansi yang
mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu
(Pasal 15 UUPA). Dalam melaksanakan ketentuan ini
akan diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomis
lemah.
Kekuasaan negara atas tanah dibatasi oleh
kewenangan hak menguasai Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, tetapi Negara juga
mempunyai kewenangan untuk mencabut hak atas
tanah oleh seseorang atau badan hukum, yaitu tanah-
tanah yang telah dibebani suatu hak dapat dicabut
haknya apabila negara membutuhkannya dengan alasan
untuk kepentingan umum (Pasal 18 UUPA jo. UU No.
20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah
dan Benda-benda yang Ada di atasnya), yang
menyebutkan bahwa untuk kepentingan, termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bersama dari rakyat, hak- hak atas tanah dapat
DICABUT, dengan memberi ganti kerugian yang lagak
dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.
6. Persamaan Hak (Non-diskriminasi)
Berkaitan dengan asas kebangsaan atau nasinalitas,
UUPA tidak membeda-bedakan WNI Asli dan WNI-
Keturunan asing dan antara laki-laki dan perempuan
dalam hal bubungannya dengan tanah. Dalam Pasal 9
ayat (2) UUPA, disebutkan bahwa tiap-tiap WNI, baik
laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta
untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya. Untuk itu, perlu diadakan
perlindungan bagi golongan warga Negara yang lemah
terhadap sesama warga Negara yang kuat kedudukan
ekonominya. Maka di dalam Pasal 26 ayat (1),
ditentukan bahwa jual beli, tukar menukar,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan
hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan
pemerintah.
Dalam hubungan itu dapat ditunjuk pula pada
ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1), yaitu berkenaan
dengan kepemilikan tanah yang melampaui batas,
dengan mencegah terjadinya penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain dalam bidang-
bidang usaha agraria hal mana bertentangan dengan
asas keadilan social yang berprikemanusiaan. Segala
usaha bersama dalam lapangan agrarian harus di
dasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional (Pasal 12 ayat (1), dan
Pemerintah berkewajiban untuk mencegah adanya
organisasi dan
usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria yang
bersifat monopoli swasta (Pasal 13 ayat (2). Bukan aaja
usaha-usaha swasta, tetapi usaha-usaha pemerintah
yang bersifat monopoli harus dicegah jangan
sampai merugikan rakyat banyak. Oleh
karena itu usaha-usaha pemerintah yang
bersifat monopoli hanya dapat
diselenggaran dengan undang-undang (Pasal 13 ayat 3).
Dalam praktiknya pada masyarakat yang menganut
system kekerabatan Patrilineal, misalnya Batak,
menurut hukum adat mereka seorang perempuan tidak
boleh mewarisi tanah, tanah hanya boleh dimiliki oleh
laki-laki Berlakunya Pasal 9 ayat (2) UUPA di stas,
berarti pula
perempuan boleh memiliki tanah.
7. Setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian,
pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau
mengusahakannya sendiri secars aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan (Pasal 10 ayat
(1) dan (2) UUPA)
Pelaksanaan asas tersebut, dewasa ini menjadi
dasar hampir semua Negara di seluruh dunia yang
menyelenggarakan Landreform atau agrarian retorm
den Rural Reform, yaitu tanah pertanian harus
dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknnya sendiri.
Untuk mewujudkan asas ini diadskan ketentuan-
ketentuan tentang batas maksimum atau minimum
penguasaan/pemilikan tanah sgar tidsk terjadi
penumpukan penguasaan/pemilikan tanah disatu tangan
golongan mampu. Dalam Pasal 7 UUPA disebutkan
bahwa penguasaan/pemilikan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan, hal ini dimaksudkan ksrens
dengan pemilikan/penguasaan yang melampaui batas
merugikan kepentingan umum. Larangan ini dilakukan
karena dimna lalu banyak tanah-tanah dikuasal oleh
satu atau beberapa orang saja yang sangat luas,
sehinggs banyak rakyat tidak memilikí tanah atau
menjadi buruh tani (ÚU No. 56/ Prp/1960, tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian, ditetapkan maksimum
20 ha yang dapat dimiliki oleh satu keluarga).
Ketentuan tentang batas minimum luas tanah yang
dapat dipunyai oleh seseorang dimaksudkan supaya
pemilik tanah mendapat penghasilan yang cukup untuk
hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya.
Berkenaan dengan hal diatas dan dengan
mengingat usunan masyarakat pertanian kita masih
perlu dibuka kemungkinan adanya penggunaan tansh
pertanian oleh orang-orang yang bukan pemiliknys,
misalnya sewa, bagi hasil, gadai, dan lain sebagainya,
Tetapi segala sesuatu harus diselenggarakan menurut
ketentuan- ketentuan undang-undang dan peraturan-
peraturan lainnya, yaitu untuk mencegah hubungan-
hubungan hukum yang bersifat penindasan si lemah
oleh si kuat (Pasal 24, 41 dan 53 UUPA). Begitulah
misalnya pemakaian tanah atas dasar sewa, perjanjian
bagi hasil, gadai dan sebagainya itu tidak boleh
diserahkan kepada persetujuan pibak-pihak yang
berkepentingan sendiri
atas dasar "freefight" akan tetapi penguasa akan
memberikan ketentuan-ketentuan tentang cara dan
syarat-syaratnya, agar dapat memenuhi pertimbangan
keadilan dan dicegah cara-cara pemerasan
("exploitation de l'homme par l'homme"). Misalnya
ketentuan di dalam UU No. 2 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil. Ketentuan sebagai pelaksanaan
Pasal 10 ayat (1), diharapkan terbuka kemungkinan
diadakannya dispensasi, misalnya seorang pegawai
negeri yang untuk persediaan hari tuanya dan
berhubungan dengan pekerjaannya tidak mungkin dapat
mengusahakannya sendiri. Kiranya harus
dimungkinkan untuk terus memiliki tanah tersebut.
Selama itu tanahnya boleh diserahkan kepada orang
lain untuk diusahakan dengan perjanjian sewa, bagi
hasil dan lain sebagainya. Tetapi ketika ia sudah
pensiun, maka tanah tersebut harus diusahakannya
sendiri secara aktif.
8. Hanya Warga Negara Indonesia yang
Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
UUPA dengan tegas mengakui kemungkinan
seseorang mempunyai hak milik. Hal ini membuktikan
bahwa UUPA bukanlah produk komunis dengan
sosialismenya. Di negara komunis, semua tanah adalah
milik negara, sedangkan petani hanya diberi hak untuk
mengolahnya. Sebagian dari hasil taninya disetor,
kepada negara.
Prinsip ini dimaksudkan bahwa hak milik tidak
dapat dimiliki oleh orang asing dan pemindahan hak
milik kepada orang asing dilarang dengan ancaman
batal demi hukum. Orang-orang asing hanya dapat
mempunyai hak atas tanah dengan Hak Pakai yang luas
dan jangka waktunya terbatas. Demikian pula, badan-
badan hukum pada prinsipnya tidak dapat mempunyai
hak milik.
Adapun pertimbangan untuk melarang badan-
badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, adalah
karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak
milik tetapi cukup hak-hak lain, asal saja jaminan-
jaminan yang cukup bagi keperluan-keperuannya yang
khusus (Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai, dan hak lainnya). Kecuali badan-badan hukum
yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan,
koperasi dan Bank-bank milik Negara (Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963), sepanjang
tanahnya diusahakan untuk usahanya dalam lapangan
sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal yang tidak
berhubungan dengan bidang itu, badan-badan hukum
ini dianggap sebagai badan hukum biasa.
Dengan demikian, akan dapat dicegah usaha-usaha
penyelundupan hukum yang bermaksud menghindar
ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas
tana yang dipunyai dengan hak milik.
9. Asas Pemisahan Horisontal (Horizontale
Scheiding)
Prinsip ini berasal dari Hukum Adat, yang berarti
bahwa kepemilikan antara tanah dan bangunan/benda
yang ada di atasnya adalah terpisah. Pemilik tanah tidak
selalu adalah pemilik bangunan/benda yang ada di
atasnya, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini berbeda
dengas prínsip yang berlaku dalam hukum perdata
barat, yaitu asas Perlekatan (Accessie Vertical), yaitu
suatu prinsip yang menyatakan bahwa kepemilikan
antara tanah dan bangunan/benda-benda yang ada di
atasnya adalah menyatu. Jadi harus selalu dipahami
bahwa pemilik tanah adalah juga pemilik
bangunan/benda- benda yang ada di atasnya, demikian
pula sebaliknya. Prinsip pemisahan horizontal ini yang
dianut oleh Hukum Adat, dalam prakteknya juga
diberlakukan dalam kepemilikan Satuan Rumah Susun
(Hak Milik Satuan Rumah Susun). Menurut
Djuhaendah Hasan, bahwa asas pemisahan horizontal
adalah dimana tanah terlepas dari segala sesuatu yang
mnelekat padanya. Di dalam Hukum Adat, benda terdiri
atas benda tanah dan bendabukan tanah, dan yang
dimaksud dengan tanah hanya memang tentang tanah
saja (demikian pula pengaturan dalam UUPA) sesuatu
yang melekat pada tanah dimaksudkan dalam
pengertian benda bukan tanah dan terhadapnya tidak
berlaku ketentuan benda tanah. Pendapat Djuhaendah
Hasen ini sejalan dengan pendapat Ter Haar yang
menyatakan bahwa tanah adalah terpisah dari segala
sesuatu yang melekat pa danya atau pemilikan atas
tanah terlepas dari benda yang berada di atas tanah itu,
sehingga pemilik hak atas tanah dan pemilik atas
bangunan yang berada di atasnya dapat
berbeda. Lebih lanjut Ter Haar menyatakan bahwa di
dalam Hukum Adat, seseorang dapat menjadi pemilik
pohon atau rumah di atas tanah milik orang lain. Hak
untuk mempunyai dan mendiami rumah di atas tanah
milik orang lain di samping rumah pemilik pekarangan
(hak tersebut dapat dicabut kembali) disebut hak
menumpang pekarangan (recht als bijwoner),
sedangkan hak mempunyai dan mendiami rumah di atas
tanah milik orang lain tidak didiami pemilik tanah
disebut hak menumpang rumah (recht als opwoner).
Penumpang rumah atau pekarangan disebut indung,
lindung, penumpang atau magersari.
Sementara itu Iman Sudiyat, menyatakan bahwa
asas pemisahan horisontal dalam hukum adat terlihat
jelas dalam hak menumpang yang menunjukkan bahwa
dalam menumpang, orang tidak ada sangkut pautnya
dengan tanah, pohon-pohon dapat dijual dan digadaikan
tersendiri terlepas dari tanahnya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Teng Tjing Leng, menyatakan
bahwa hukum adat mengandung prinsip pemisahan
horizontal yang integratif dan konsekuen bagi seluruh
masalahnya, khususnya yang berhubungan dengan
tanah dan benda serta tanaman di atasnya.
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Sudargo
Gautama, menyatakan bahwa menurut Hukum Adat
yang berlaku, untuk tanah milik dibedakan antara tanah
dan rumah atau bangunan yang didirikan di atasnya.
Tanah dan rumah batu yang didirikan di atasnya
dipandang terpisah bukan sebagai kesatuan hukum
sebagaimana yang ditentuakn dalam hukum barat
(accessie vertical).
10. Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah secara
Berencana
Untuk mencapai apà yang'menjadi cita-cita bangsa
dan negara dalam bidang agraria, perlu adanya suatu
rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan
dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk
berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara. Rencana
umum (national planning) yang meliputi seluruh
wilayah Indonesia, kemudian dirinci menjadi rencana-
rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap
daerah. Dengan adanya planning ini, maka penggunaan
tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur
sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi negara dan rakyat.
Dalam Pasal 14 UUPA disebutkan bahwa
Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang
angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, dengan keperluan: (a) Negara; (b)
peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,
sesuai dengan dasar Ketuhanan yang Maha Esa; (c)
pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan; (d) memperkembangkan
produksi pertanian, peternakan dn perikanan serta
sejalan dengan
itu; (e) memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan. Berdasarkan rencana umum tersebut di
atas, Pemerintah Daerah mengatur persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang
angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan
daerah masing-masing. Berbarengan dengan hal ini,
telah dikeluarkan pula peraturan mengenai Penataan
Ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 yang telah diganti
dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Berkenaan dengan asas ini, Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah, sebagai pelaksanaan
Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang No. 24 tahun 1992.
Dalam Pasal 2 PP No. 16 Tahun 2004, disebutkan
bahwa penatagunaan tanah berasaskan keterpaduan,
berdayaguna, dan berhasilguna, serasi, selaras,
seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan,
kedilan, dan perlindungan hukum. Keterpaduan adalah
bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk
mengharmonisasikan penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah. Berdayaguna dan Berhasilguna
adalah bahwa penagunaan tanah harus dapat
mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesual
dengan fungsi ruang. Serasi, Selaras dan Seimbang
adalah bahwa penagunaan tanah menjamin terwujudnya
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak
dan kewajiban masing-masing pemegang hak atas tanah
atau kuasanya, sehingga meminimalkan benturan
kepentingan antar penggunaan atau pemanfaatan tanah.
Keberlanjutan adalah bahwa penatagunaan tanah
menjamin kelestarian fungsi tanah demi memperhatikan
kepentingan antar generasi. Keterbukaan adalah bahwa
penatagunaan tanah dapat diketahui seluruh lapisan
masyarakat. Persamaan, keadilan, dan perlindungan
hukum adalah bahwa dalam penyelenggaraan
penatagunaan tanah tidak mengakibatkan diskriminasi
antar pemilik tanah, sehingga ada perlindungan hukum
dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah.
Selanjutnya dalam Pasal 3 PP No. 16 Tahun 2004,
disebutkan tujuan penagunaan tanah sebagai berikut:
(a) mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; (b)
mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah; (c) mewujudkan tertib
pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta
pengendalian pemanfaatan tanah; dan (d) menjamin
kepastian hukum untuk menguasal, menggunakan dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakta yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan
terhadap bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya
baik yang sudah atau belum terdaftar, tanha Negara,
tanah ulayat masyarakat Hukum Adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Urip Santoso, bahwa asas ini merupakan
hal baru dengan tujuan setiap jengkal tanah
dipergunakan seefisien mungkin dengan
memperhatikan asas Lestari, Optimal, Serasi dan
Seimbang (LOSS) untuk penggunaan tanah di
pedesaan. Sedangkan asas Aman, Tertib, Lancar, dan
Sehat (ATLAS) untuk penggunaan tanah di perkotaan.
11. Kesatuan Hukum Agraria Untuk Seluruh
Indonesia
Terjadinya Dualisme dan Pluralisme hukum dalam
Hukum Agraria yang berlaku sebelum UUPA, yaitu
mengadakan perbedaan antara hak-hak atas tanah
menurut hukum adat dan hak-hak atas tanah menurut
hukum barat sebagaimana diatur dalam Buku II KUH
Perdata, UUPA bermaksud menghilangkan duslisme itu
dan secara sadar hendak mengadakan kesatuan hukum
sesuai dengan keinginan rakyat sebagai bangsa yang
satu dan sesuai pula dengan kepentingan perekonomian.
Dengan sendirinya Hukum Agraria yang baru itu harus
sesuai dengan kesadaran hukum daripada rakyat
banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebsgian besar
tunduk pada Hukum Adat, maka hukum agraria yang
baru akan didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan
Hukum Adat, sebagai hukum yang asli, yang
disempurnakan dan disesusikan dengan kepentingan
masyarakat dalam Negara yang modern dan dalam
hubungannya dengan
dunia internasional, serta disesuaikan dengan
Sosialisme Indonesia. Sebagaimana dimaklumi bahwa
Hukum Adat dalam pertumbuhannya tidak terlepas pula
dari pengaruh politik dan masyarakat kolonial yang
kapitalistis dan masyarakat swapraja yang feodal.
Di dalam menyelenggarakan kesatuan hukum itu
UUPA tidak menutup mata terhadap masih adanya
perbedaan dalam keadaan masyarskst dan keperluan
hukum dari golongan-golongan rakyat. Berhubungan
dengan itu, ditentukan dalam Passl 11 syat (2), bahwa
perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan
golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional diperhatikan. Yang
dimaksud dengan perbedaan yang didasarkan atas
golongan rakyat, misalnya perbedaan dalam keperluan
hukum rakyat kota dan rakyat pedesaan, pula rakyat
ekonominya kuat dan rakyat yang lemah ekonominya
Maka ditentukan dalam dalam ayat 2 tersebut
selanjutnya, bahwa dijamin perlindungan terhadap
kepentingan golongan yang ekonomis lemah. Dengan
hapusnya perbedaan antara hukum adat dan hukum
barat dalam bidang hukum agraria, maka maksud untuk
mencapai kesederhanaan hukum pada hakekatnya akan
terselenggara pula. Seperti telah disebutkan pada pain
sebelumnya bahwa selain hak milik sebagai hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah, maka hukum agraria yang baru pada
pokoknya mengenai hak- hak atas tanah menurut
Hukum
Adat disebut dalam Pasal 16 ayat (1), yaitu Hak Pakai,
Hak Sewa, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut
Hasil Hutan. Adapun untuk memenuhi keperluan yang
telah terasa dalam masyarakat kita, maka diadakan 2
hak baru, yaitu Hk Guna Usaha (usaha pertanian,
perikanan atau peternakan) dan Hak Guna Bangunan
(guna mendirikan/mempunyai bangunan diatas tanah
orang lain (Pasal 16 ayat (1) huruf b dan c. Adapun
hak-hak yang lain mulai berlakunya UUPA, semuanya
akan dikonversi menjadi salah satu hak menurut
UUPA, kecuali hak erfpacht untuk pertanian kecil
(dihapus), demíkian juga denga hak konsesi dan sewa
untuk perkebunan besar perubahannya menjadi Hak
Guna Usaha tidak terjadi karena hukum, melainkan
melalui suatu acara khusus (Ketentuan Konversi Pasal
III ayat
(2) dan Pasal IV).
12. Pemberian Kepastian Hukum
Salah satu tujuan UUPA adalah meletakkan dasar-
dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dalam
penjabarannya lebih lanjut diatur dalam Pasal 19, 23,
32, dan 38 UUPA yang berkaitan dengan Pendaftaran
Tanah. Pada pasal 23, 32, 38 dan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
ditujukan kepada pemegang hak atas tanah. Sedangkan
Pasal 19 ditujukan kepada pemerintah sebagai suatu
instruksi, agar diseluruh wilayah Indonesia diadakan
pendaftaran tanah yang bersifat "rechts-kadaster",
artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum.
Adapun pendaftaran itu akan diselenggarakan
dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan
Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial
ekonomi. Oleh karena itu, maka didahulukan
penyelenggaraannya di kota- kota, yang pada akhirnya
meliputi seluruh wilayah Negara. Untuk memberikan
kepastian hukum, maka pendaftaran diwajibkan bagi
para pemegang hak yang bersangkutan.
Dalam Pasal 19 (1) UUPA disebutkan bahwa untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dengan peraturan pemerintah. Pelaksanaan pasal 19
tersebut dijebarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, kemudian
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP
24/1997) adalah: (1) untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-
hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan; (2) Untuk menyediakan informasi
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk
pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data
yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar; dan (3) Untuk terjadinya
tertib administrasi pertanahan.
Dalam upaya mempercepat terselenggaranya
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, maka
diadakan pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu
suatu bentuk pendaftaran tanah yang pembiayaannya
ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, atau dengan
melalui pinjaman dari pihak lain. Dalam sejarah
pendaftaran tanah secara sistematis di Indonesia setelah
berlakunya UUPA diantaranya diselenggarakan dalam
bentuk PRONA (Proyek Operasional Nasional
Agraria), Ajudikasi, dan melalui program LMPDP
(Land Management and Policy Development Project)
atas biaya Bank Dunia. Selain itu, diselenggarakan pula
pendaftaran tanah secara sporadis, yaitu bentuk
pendaftaran tanah yang diinisiasi oleh pemilik tanah
sendiri. Berdasarkan data Tahun 2000, jumlah bidang
tanah yang sudah didaftar baru mencapai 35 persen dari
keseluruhan bidang tanah di Indonesia.
2. Latihan
Dalam latihan ini, peserta kuliah diharapkan menjawab
kedua soal berikut ini. Setelah menjawab, peserta
kuliah diharapkan dapat menelusuri jawabannya pada
bagian uraian.
Soal Pertama. Jelaskan prinsip-prinsip dasar hukum
agraria dengan singkat beserta contohnya!
Soal Kedua.
Hasil pekerjaan dapat didiskusikan dengan peserta
lainnya. Tentu saja, kolaborasi membahas jawaban
dilakukan setelah semua peserta kuliah telah
menyelesaikan jawaban kedua soal secara mandiri.

3. Rangkuman
Ada beberapa prinsip-prinsip dasar agraria, yaitu antara
lain:
1. Nasionalitias
2. Hak menguasai negara
3. Pengakuan hak ulayat
4. Hukum adat sebagai dasar hukum agraria
5. Fungsi sosial
6. Persamaan hak
7. Setiap orang atau badan hukum mempunyai sesuatu
hak atas tanah pertanian
8. Hanya WNI yang mempunyai hak milik atas tanah
9. Asas pemisahan horisontal
10. Penggunaan tanah secara berencana
11. Kesatuan hukum agraria untuk seluruh Indonesia
12. Pemberian kepastian hukum
4. Pustaka
Aminuddin Salle, dkk. 2011. Bahan Ajar Hukum
Agraria. Makassar: ASPublishing.
D. Tugas dan Lembar Kerja
Pada tugas ini, peserta kuliah diharapkan membuat analisis
tentang prinsip-prinsip dasar UUPA dengan issue-issue
pertanahan yang sering terjadi saat ini di
masyarakat,minimal tugas yaitu 3 halaman dengan
ketentuan menyertakan kutipan referensi baik berupa buku
maupun jurnal serta menuliskan dasar hukum analisis
tersebut. Tugas ini dikerjakan secara individu dan akan
dibahas pada pertemuan selanjutnya, baik pertemuan di
kelas maupun via daring.
E. Tes Formatif
1. Berikut ini merupakan termasuk prinsip-prinsip dasar
hukum agraria nasional, antara lain: kesatuan hukum
agraria untuk seluruh Indonesia, hanya WNI yang
mempunyai hak milik atas tanah, pengakuan hak
ulayat.
a. Benar
b. Salah
2. Fungsi sosial diatur dalam Pasal 5 UUPA.
a. Benar
b. Salah
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa, tidak
termasuk dalam wewenang Hak Menguasai Negara.
a. Benar
b. Salah
4. Accessie Vertical merupakan istilah untuk Asas
Pemisahan Horisontal.
a. Benar
b. Salah
5. Orang-orang asing hanya dapat mempunyai hak atas
tanah dengan Hak Pakai yang luas dan jangka
waktunya terbatas.
a. Benar
b. Salah

F. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Apabila peserta kuliah telah menjawab tes formatif
dengan baik, bandingkanlah jawaban anda tersebut dengan
rambu-rambu jawaban yang disediakan. Jika hasil perhitungan
menunjukkan anda telah mencapai tingkat penguasaan sama
atau lebih besar dari 80%, maka peserta kuliah dipersilahkan
untuk meneruskan ke kegiatan belajar selanjutnya.
Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada
kegiatan belajar ini, anda dapat menghitung menggunakan
rumus berikut:

Anda mungkin juga menyukai