Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ketidakstabilan lutut adalah suatu kondisi yang ditandai dengan subluksasi
patella atau episode dislokasi sebagai hasil dari cedera, kelemahan ligamen, atau
peningkatan sudut Q atau Q angle.

B. ANATOMI DAN BIOMEKANIK KETIDAKSTABILAN LUTUT


Tarikan lutut yang normal adalah suatu proses yang bergantung pada
stabilisator statis dan dinamis. Hal tersebut membutuhkan keseimbangan kompleks
yang terdiri dari: ligamen, morfologi tulang, keselarasan (kesejajaran) ekstremitas
bawah, dan aktivasi otot-otot. Kendala statis yang memengaruhi tarikan lutut normal
adalah keadaan kontur tulang femur, profil rotasi yang normal (anteversi femoralis
proksimal dan torsi tibialis eksternal), dan integritas MPFL. Otot quadriceps, bagian
vastus medialis obliquus (VMO), menggambarkan stabilisator dinamis utama
sehingga ketidakseimbangan antara VMO dan vastus lateralis dapat menghasilkan
instabilitas.
Trochlear grove memiliki struktur geometri yang kompleks dalam hal
kedalaman dan bentuk. Sisi lateral pada trochlear groove lebih menonjol ke arah
anterior sebagai penahan untuk mencegah dislokasi patella ke arah lateral.
Kesejajaran ekstremitas bawah juga memiliki peran penting dalam tarikan patella,
yaitu peningkatan Q angle dengan menggambar garis radiologis pertama dari anterior
superior iliac spine (ASIS) ke tengah patella dan garis radiologis kedua dari tengah
patella ke tibial tubercle. Rata-rata Q angle normal manusia adalah 14 derajat pada
laki-laki dan 17 derajat pada perempuan. Hasil Q angle meningkat juga dapat terjadi
pada genu valgum, peningkatan femoral anteversi, peningkatan torsi tibialis eksternal,
atau lateralisasi tibial-tuberositas.
Medial Patellofemoral Ligament (MPFL) adalah penahan jaringan lunak yang
penting dalam translasi patella ke arah lateral pada saat fase flexi awal (0 derajat
sampai dengan 30 derajat). Dalam rentang ini MPFL dikencangkan dalam ekstensi
penuh, hal tersebut berfungsi untuk memandu patela terlibat dengan troklea selama
tahap awal fleksi. Setiap derajat patela alta mencegah keterlibatan awal patela di alur
troklear dan berkontribusi pada subluksasi lateral. Antara sudut 30 derajat sampai
dengan 60 derajat, patella bergerak ke arah medial dan menjadi terpusat di lekukan.
Hal tersebut menjadi sangat terlibat dalam trochlear groove antara sudut 60 derajat
sampai dengan 90 derajat. Pada sudut lebih dari 90 derajat, patella miring sehingga
sisi medial berartikulasi dengan medial femoral condyle (MFC), dan pada saat flexi
135 derajat atau lebih, sisi ganjil dari patella berhubungan dengan batas lateral MFC.

C. KLASIFIKASI
Ketidakstabilan lutut diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu: traumatik
akut, chronic patholaxity, dan habitual. Tabel dibawah menjelaskan karakteristik dari
masing-masing tipe ketidakstabilan lutut.

Ketidakstabilan Lutut
Traumatik Akut Traumatik akut ditandai dengan kejadian pada jenis kelamin
rata dan dapat terjadi dari trauma langsung, seperti tabrakan
lutut pada sepakbola.

Chronic Patholaxity Chronic patholaxity merupakan episode subluksasi yang


rekuren, kejadian lebih sering pada wanita, dan berhubungan
dengan ketidaksejajaran ekstremitas bawah (malalignment)
Habitual Habitual merupakan kejadian ketidakstabilan lutut yang
ditandai dengan dislokasi yang positif pada saat gerakan
fleksi, rasa nyeri biasanya tidak dirasakan oleh pasien, dan
patologi biasanya terjadi pada daerah proksimal (iliotibial
band dan vastus lateralis yang kencang)

D. EPIDEMIOLOGI
Ketidakstabilan lutut lebih sering terjadi pada jenis kelamin perempuan
dibandingkan laki-laki dan frekuensi kejadian bilateral lebih sering. Insidensi
dislokasi patela pada kelompok usia 10 sampai dengan 17 tahun dilaporkan ada 29 per
100.000 kasus. Setelah mengalami episode pertama dislokasi, tingkat kekambuhan
yang diikuti dengan tatalaksana non-operative berkisar antara 15 dan 44%.
Faktor resiko yang mendasari terjadinya ketidakstabilan lutut dibagi menjadi
faktor resiko secara umum dan anatomis. Secara umum, faktor resiko yang
menyebabkan ketidakstabilan lutut adalah kelemahan ligamen seperti yang terjadi
pada kejadian Ehlers-Danlos Syndrome, kejadian ketidakstabilan sebelumnya, dan
sindrom ketidaksejajaran atau miserable malalignment syndrome yang merupakan
terminologi pada tiga karakteristik anatomis yang menyebabkan peningkatan sudut
quadriceps (Q angle). Miserable malalignment syndrome terdiri dari anteversi tulang
femur, genu valgum, dan torsi tibialis eksternal atau kaki yang pronasi. Faktor resiko
lainnya, yaitu faktor resiko secara anatomis terbagi menjadi osseus dan musculus.
Faktor osseus terdiri dari: patella alta, trochlear dysplasia, excessive lateral tilt, dan
lateral femoral condyle hypoplasia. Faktor musculus terdiri dari: displasia otot vastus
medialis oblique dan tarikan yang terlalu kencang pada struktur lateralis, yaitu pada
iliotibial band dan vastus lateralis.

E. ETIOPATOFISIOLOGI
Penyebab dari ketidakstabilan patella adalah multifaktorial dan biasanya
dihubungkan dengan kelainan tulang (patella alta, displasia troklear, hipoplasia
patella, lower limb malalignment, abnormalitas rotasi) atau soft tissue pathology
(atrofi vastus medialis obliquus, kelemahan medial retinaculum, cedera pada medial
patellofemoral ligament (MPFL), struktur lateral yang kencang, atau kelemahan
ligamen).
Perjalanan terbentuknya ketidakstabilan atau mechanism of injury biasanya
cedera memutar non-kontak dengan lutut ekstensi dan kaki rotasi eksternal. Pasien
biasanya secara refleks akan berkontraksi quadriceps sehingga mengurangi patela atau
fraktur osteokondral paling sering terjadi saat patela berpindah. Cedera kontak seperti
pukulan langsung jarang terjadi misalnya tabrakan dari lutut ke lutut dalam bola
basket atau helm sepak bola ke sisi lutut.

F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dapat merasakan nyeri pada episode ini dan lutut mengalami dislokasi
pada saat fleksi serta pasien mungkin jatuh ke lantai atau tanah dikarenakan
ketidakstabilan yang terjadi.
Tanda lain yang mempresentasikan recurrent dislocation of patella adalah
terlihat benjolan di sisi lateral, sementara pada sisi anterior atau depan dimana
seharusnya patella berada mengalami bentuk yang datar atau flat. Jaringan di sisi
medial melunak sehingga sendi bisa terjadi pembengkakan (swollen) dan mengalami
aspirasi sehingga pada pemeriksaan dapat terlihat efusi dengan noda darah (blood-
stained effusion).
Seiring berjalannya waktu, patella yang sudah tereduksi masih bisa
meninggalkan jejak nyeri dan bengkak serta apprehension test yang positif jika
patella didorong ke arah lateral dengan lutut dalam keadaan fleksi. Pasien akan reflek
menahan dorongan dan merasa cemas akan dislokasi lain yang terjadi.

Gambar 1. Gambar (A) dan (B) memerlihatkan kondisi recurrent subluxation dengan
gambaran x-ray memberikan gambaran patella berada di atas lateral femoral condyle
dan (C) apprehension test yang positif terlihat dari ekspresi wajah pasien

Selain tanda di atas, tanda-tanda lainnya yang memungkinkan terjadi adalah


peningkatkan sudut quadricpes atau Q angle. Sudut quadriceps atau Q angle adalah
sudut di antara otot quadriceps dan patellar tendon serta memperlihatkan sudut dari
tekanan otot quadriceps. Q angle lutut adalah sudut yang dihasilkan dari pengukuran
ASIS atau Anterior Superior Iliac Spine dari pelvis—titik tengah patella dan garis
tengah titik patella—tibial tubercle. Ukuran Q angle normal pada laki-laki berkisar
antara 10 sampai dengan 14 derajat dan pada perempuan berkisar antara 14,5 sampai
dengan 17 derajat. Apabila Q angle melebihi 15 sampai dengan 20 derajat, maka akan
mengakibatkan malposisi patella ke arah lateral. Peningkatan Q angle berhubungan
dengan abnormal alignment dari patella dan salah satu penyebab nyeri pada kasus
patellar instability.
Gambar 2. Q angle yang diukur dari ASIS—Garis Patella Tengah dan Garis Patella
Tengah—Tibial Tubercle.
Selain Q angle, Tanda J atau J sign juga menjadi salah satu tanda yang
berpotensial mengalami ketidakstabilan. Tanda J adalah sebuah bentuk J terbalik pada
jalur patella yang dibentuk dari lutut yang ekstensi ke bentuk fleksi atau sebaliknya.
Patela yang mengalami subluksasi lateral tiba-tiba bergeser ke medial saat melibatkan
alur troklearis femur distal.

Gambar 3. Gambaran J Sign pada kaki yang fleksi


G. DIAGNOSIS
a. Anamnesis (Keluhan)
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri dan melaporkan adanya
deformitas pada lutut setelah kejadian cedera memutar non-kontak (non-
contact twisting injury) atau setelah cedera dengan kontak langsung (direct
blow) pada aspek lutut anterior atau medial. Pasien biasanya menjelaskan
bahwa lututnya berjalan (dislokasi) dan merasakan ‘pop’ serta keluhan
bengkak dan nyeri pada keadaan yang akut. Pada kasus kronis, nyeri biasanya
terjadi pada daerah anterior atau anteromedial dan pasien mengeluhkan
dislokasi lutut, clicking and catching, dengan gejala memberat pada saat fleksi
dan berlutut.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada keadaan yang akut, efusi sendi atau
hemarthrosis adalah temuan yang khas. Pada kasus yang kronis, keadaan
tersebut lebih jarang ditemukan.
Kelainan kesejajaran atau alignment abnormalities dapat dicatat
seperti: anteversi tulang femur, patella alta, tibial torsion, genu recurvatum,
genu valgum atau varum, pes planus, dan kelemahan ligamen secara umum.
Lutut dan daerah sekitarnya dapat dipalpasi untuk mengetahui ada atau
tidaknya nyeri tekan atau ketidakteraturan di sepanjang kutub (superior,
inferior, medial, dan lateral), terutama di kutub medial. Apabila nyeri
ditemukan, fleksi dan ekstensi harus diperiksa. Penilaian yang diamati adalah
krepitasi atau keterbatasan gerak. Penilaian lainnya yang dapat dilakukan
adalah ligamen kolateral dan ligamen cruciatum.
Beberapa pasien dapat menunjukan J sign yang positif. Lutut yang
normal, patela dapat digerakan ke medial dan lateral pada 25 dan 50 persen
dari lebar patella. Pada kasus rekuren atau dislokasi berulang, patella dapat
bergerak lebih jauh (patellar glide). Pasien dapat menunjukkan apprehension
test yang positif, yaitu lutut dalam keadaan rileks dalam fleksi 20 sampai 30
derajat dan patella terdorong ke arah lateral. Apprehension test dibilang positif
apabila terjadi kecemasan pada pasien atau keadaan pasien menahan pada saat
lutut difleksikan.
Gambar 4. Gambaran Malalignment Abnormalities atau Lower Limb Deformities yang
dapat dinilai pada saat pemeriksaan fisik

c. Diagnosis dengan Pendekatan Radiologi


i. Foto Polos Radiologi
Foto polos radiologi penting untuk dilakukan dalam penunjang
diagnosis. Posisi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior (AP)
dan lateral dari lutut yang mengalami kelainan. Hal tersebut berguna
dalam mengidentifikasi patah tulang (fraktur), komposisi tubuh yang
longgar, ketidaksejajaran atau perubahan rematik (arthritic changes).
Faktor resiko secara anatomis juga dapat terlihat seperti patella alta.
Insall-Savati Index adalah suatu rasio untuk menentukan tinggi
patella. Cara pengukuran Insall-Savati Index adalah dengan
menekukkan patella sebesar 30 derajat dan diukur dari arah lateral.
Rasio yang didapat adalah dengan cara mengukur panjang tendon
patella (LL; dari kutub patella inferior ke tibial-tubercle) dan panjang
patella (LP; panjang diagonal terpanjang dari patella), sehingga Insall-
Savati Index dihitung dengan membagi LL dengan LP. Rasio yang
normal adalah 1,0. Apabila rasio yang didapat lebih dari 1,2
menunjukan patella alta, sedangkan rasio kurang dari 0,8 menunjukan
patella baja.
Gambar 5. Cara pengukuran Insall-Savati Index dengan cara membagi A dengan B. A
adalah kutub patella inferior ke tibial-tubercle sedangkan B adalah diagonal terpanjang
dari patella.
Selain Insall-Savati Index, pengukuran tinggi patella juga dapat
dilakukan dengan mengukur Caton-Deschamps Index. Cara
pengukurannya adalah menggunakan foto atau radiografi dengan
lateral view atau potongan sagital pada CT lutut atau MRI. Posisi
pasien adalah fleksi dengan sudut 30 derajat. Pengukuran Caton-
Deschamps Index adalah dengan membagi (A) jarak antara sudut
anterior tibial plateau ke bagian paling inferior dari permukaan
artikular patella dengan (B) panjang permukaan artikular patella. Rasio
Caton-Deschamps didapatkan melalui A/B dengan interpretasi normal
(0,6—1,3), patella alta >1,3, dan patella baja <0,6.

Gambar 6. Caton-Deschamps Index yang didapatkan dari pembagian antara (A) jarak
antara sudut anterior tibial plateau ke bagian inferior dari permukaan artikular patella
dengan (B) panjang permukaan artikular patella.
Posisi lateral juga dapat digunakan untuk menilai ada atau
tidaknya trochlear dysplasia. Tanda menyilang atau crossing sign
muncul apabila trochlear groove berada pada bidang yang sama
dengan batas anterior lateral condyle. Tanda kontur ganda atau double
contour sign muncul apabila memiliki trochlear groove yang cembung
atau medial condyle yang kurang berkembang. Hal ini terjadi ketika
batas anterior lateral condyle berada di depan batas anterior medial
condyle. Posisi Merchant atau sunrise view adalah posisi yang
dilakukan untuk penilaian kemiringan patella. Posisi Merchant diambil
dengan posisi pasien memfleksikan kedua kaki sebesar 45 derajat.

Gambar 7. Posisi Merchant atau Sunrise View


Posisi merchant view dapat pula menentukan abnormalitas
dengan menggunakan Laurin method. Metode tersebut adalah proyeksi
inferior-superior dari patella dan merupakan salah satu dari banyak
metode untuk mendapatkan proyeksi aksial patella. Metode Laurin
digunakan pada trauma untuk menilai fraktur patella atau subluksasi
pada patellofemoral. Cara menentukan ada tidaknya abnormalitas pada
patella adalah dengan menggambar garis dari puncak (A) femoral
condyle dan (B) garis di sepanjang permukaan patella. Patella
dikatakan normal apabila terdapat sudut terbuka di daerah lateral atau
tidak ditemukan patellar tilt. Selain itu, abnormalitas berupa lateral
displacement juga dapat ditentukan dengan menggambar garis (C)
tegak lurus dengan garis (A) dan beri jarak 1 mm ke arah lateral dari
puncak femoral condyle. Patella dikatakan normal apabila garis (C)
memotong patella.
Gambar 8. Penampakan normal pada patella dalam metode Laurin

Gambar 9. Penampakan abnormal pada patella dalam metode Laurin. Patella tampak
menunjukan sudut terbuka ke arah medial dan garis (C) tidak memotong patella

i. Pendekatan melalui Computed Tomography Scans (CT)


Pendekatan CT-Scan dapat mengukur jarak TT-TG yang
merupakan parameter penting dalam evaluasi dan manajemen dari
dislokasi patella. Sebuah garis digambar ditarik bersinggungan
dengan batas posterior kedua femoral condyle yang kemudian dua
garis ditarik secara tegak lurus terhadap garis tersebut. Satu garis dari
apeks tibial-tubercle (A) dan satu garis lainnya dari titik terdalam
trochlear groove (B). Jarak antara garis A dan garis B adalah jarak
TT-TG dan nilai normal untuk jarak TT-TG adalah kurang dari 20
mm.

Gambar 10. TT-TG yang diukur dari garis antara dua kondilus, titik terdalam
trochlear groove, dan bagian tibial-tubercle yang prominen

Gambar 11. TT-TG yang diukur melalui CT-Scan dan MRI


i. Pendekatan melalui Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI sangat membantu dalam penilaian struktur jaringan lunak
di sekitar lutut. Pada kasus complete dislocation, pola memar terlihat
dan menjadi tanda yang khas pada lateral femoral condyle dan
patella medial. Kerusakan Medial Patellofemoral Ligament (MPFL)
mungkin dapat terjadi. Modalitas pencitraan ini sangat membantu
dalam mendiagnosis kerusakan kartilago artikular (articular
cartilage damage) pada faset patella medial dan lebih sensitif dalam
mendeteksi lesi osteokondral. Pencitraan ini juga dapat membantu
dalam melihat struktur anatomi troklear dalam kasus trochlear
dysplasia. Klasifikasi Dejour untuk trochlear dysplasia memiliki
empat tingkatan. Tingkatan tersebut adalah tipe A, yaitu keadaan
lebih datar dengan sudut sulcus lebih dari 145 derajat, tipe B yang
datar, tipe C yang cembung, dan tipe D yang cembung dengan
supratrochlear spur.

Gambar 12. Gambaran trochlear dysplasia dimana terdapat crossing sign, double
contour sign, dan supratrochlear spur
Gambar 13. Klasifikasi Dejour dalam klasifikasi trochlear dysplasia melalui pendekatan
radiologi foto polos dan magnetic resonance imaging (MRI)

H. MANAJEMEN
a. Manajemen Non-Operative
Pengobatan non-operatif biasanya diindikasikan pada pasien yang
pertama yang mengalami dislokasi dan pasien dengan episode subluksasi atau
dislokasi yang jarang. Fithian et al. melaporkan bahwa kejadian kambuh pada
pasien dengan dislokasi pertama kali adalah 17%, sedangkan pasien yang
mengalami subsequent dislocation memiliki resiko kekambuhan sebesar 50%.
Target pengobatan pada fase akut adalah mengurangi efusi, meningkatkan
range of motion (ROM), dan stimulasi aktivitas vastus medialis obliquus.
Penatalaksanaan utama untuk dislokasi pertama kali tanpa bukti loose
bodies atau kerusakan intra-artikular adalah konservatif, termasuk analgesia,
icing dan NSAID untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan, fisioterapi dan
modifikasi aktivitas. Pemasangan brace atau bracing dalam J Brace atau
penstabil patella dapat bermanfaat dalam jangka waktu yang singkat (2—4
minggu) untuk memungkinkan jaringan lunak sembuh. Selanjutnya, fisioterapi
harus dimulai dengan penekanan pada penguatan otot quadriceps dan vastus
medialis oblique, penguatan inti, dan propriosepsi.

b. Manajemen Operative (Surgical Procedure)


Pasien dengan faktor predisposisi termasuk malalignment atau
ketidaksejajaran, kelainan tulang, dan kelainan jaringan lunak lebih rentan
terhadap dislokasi berulang dan terkadang memerlukan intervensi operatif.
Manajemen operasi dapat dipertimbangkan pada beberapa keadaan, yaitu:
 Dislokasi pertama kali dengan fraktur osteokondral/tubuh
kendur
 MRI menunjukan gangguan pada MPFL
 Subluksasi patella yang terekam pada posisi merchant dengan
lutut kontralateral normal
 Gagal merespon tatalaksana konservatif dengan faktor anatomis
sebagai predisposisi dislokasi
 Recurrent dislocation

Manajemen bedah biasanya melalui penataan kembali proksimal dan


distal. Ada banyak pilihan bedah yang tersedia. Secara umum, prosedur
operasi dibagi menjadi soft tissue dan bony procedure.

 Arthroscopy with or without open debridement


Debridement artroskopik atau open debridement dengan
pengangkatan struktur yang lepas mungkin diperlukan untuk
fraktur osteokondral atau struktur yang lepas. Perbaikan
fragmen osteokondral lebih dipilih jika tulang dirasa cukup
untuk fiksasi.
 MPFL repair (re-attachment) or reconstruction (proximal
realignment)
Prosedur ini dilakukan untuk memperbaiki ligamen
dengan membuat sayatan atau insisi secara longitudinal di
perbatasan vastus medialis oblique (VMO), tepat di depan
medial epicondyle. Ligamen biasanya disambungkan kembali
ke tulang paha menggunakan jangkar tulang atau bone anchor.
Jika pasien mengalami dislokasi berulang, maka rekonstruksi
MPFL perlu menggunakan gracilis atau semitendinosus
autografts atau allografts. Perbaikan MPFL tidak
direkomendasikan pada pasien dengan kelainan tulang
termasuk jarak TT-TG yang lebih dari 20 mm, trochlear
dysplasia yang cembung, patella alta yang parah, dan
degenerasi tulang rawan lanjut atau anteversi femoralis yang
parah.
 Lateral release (distal realignment)
Pelepasan lateral atau lateral release dengan memotong
retinaculum pada bagian lateral sendi lutut. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan keselarasan patella (patellar alignment)
dengan mengurangi tarikan lateral. Prosedur ini tidak dilakukan
secara terpisah, tetapi dikombinasikan dengan prosedur
penyelarasan lain yang lebih kuat.
 Osteotomy (Distal realignment)
Osteotomi dilakukan apabila adanya bony
abnormalities dan jarak TT-TG yang tinggi. Prosedur paling
umum dari jenis ini adalah osteotomi fulkerson. Osteotomi ini
melibatkan pemotongan tibia anterior pada sudut tertentu untuk
memungkinkan perpindahan anterior dan medial dari fragmen
osteotomi, memindahkan penyisipan tendon patella pada tibia
(bersama dengan patella) lebih ke sisi medial dan anterior. Hal
ini akan mengurangi Q angle dan mengurangi resiko
kekambuhan. Jika pasien memiliki patella alta, osteotomi
memungkinkan praktisi untuk secara efektif menurunkan
patella dengan perpindahan distal dari fragmen osteotomi.
 Trochleoplasty
Prosedur trochleoplasty diindikasikan pada dislokasi
berulang (recurrent dislocation) dengan troklea yang cembung
atau datar. Bagian trochlear groove diperdalam untuk
menciptakan alur yang lebih dalam sehingga patella dapat
meluncur, hal ini mungkin terjadi dalam hubungannya dengan
rekonstruksi MPFL. Penelitian menunjukkan bahwa
trokleoplasti tidak dianjurkan pada pasien dengan lempeng
pertumbuhan terbuka atau sendi yang mengalami degeneratif
parah. Prosedur ini jarang dilakukan tetapi dapat
dipertimbangkan pada kasus yang parah.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan dari acute patella dislocation termasuk fraktur
osteokondral, resiko kekambuhan, dan degeneratif artritis. Sementara untuk
komplikasi yang ditimbulkan dari operasi: infeksi, cedera saraf atau neurovascular
injury, DVT atau deep vein thrombosis atau emboli paru.
Komplikasi dari operasi spesifik seperti rekonstruksi MPFL adalah saphenous
nerve neuritis dan ruptur. Komplikasi yang ditibmulkan setelah osteotomi biasanya
pasien mengeluhkan nyeri, pasien juga mungkin kehilangan kemampuan untuk
berlutut dengan nyaman, serta fraktur tibialis proksimal.

Anda mungkin juga menyukai