Anda di halaman 1dari 19

Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan (TL631335)

Pengolahan IPLT ( Instalasi Pengolahan Limbah Tinja)

Dosen Mata Kuliahh :


Rizki Putranto, M.T

Disusun Oleh :
Wesila (T0218001)
Noor Wahidah (T0218002)
Devina (T0218003)
Ricky ( T0218005)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA KALIMANTAN BARAT
2020/2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Perencanaan pengelolaan lumpur tinja bertujuan untuk mentransformasikan kondisi


SPALD-S pada kabupaten/kota yang seringkali belum dikelola dengan baik mejadi konsep
pengelolaan lumpur tinja yang terarah dan terencana. Perencanaan pengelolaan lumpur tinja
perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pengelolaan lumpur tinja pada
kabupaten/kota, yang dapat berbentuk pengelolaan lumpur tinja secara terdesentralisasi atau
terpusat.
Pemahaman mengenai pengolahan lumpur tinja yang merupakan pengolahan lanjutan
air limbah domestik perlu dimiliki oleh setiap perencana. Perencana IPLT dilaksanakan
dengan memfokuskan pada pelayanan permukiman yang telah atau akan memiliki unit
pengolahan setempat sesuai dengan SNI serta permukiman yang menggunakan IPALD skala
permukiman./Kawasan tetapi belum tidak memiliki bangunan pengolahan lumpur.
Penyusunan perencanaan Teknik terinci IPLT dilaksanakan dengan memperhatikan :
a. Rencana Induk SPALD yang telah disusun;
b. Studi Kelayakan IPLT (bila ada)/Justifikasi Teknik;
c. Wilayah Pelayanan SPALD-S dan wilayah pelayanan SPALD-T dengan IPALD skala
permukiman dan skala Kawasan;
d. Surat Minat Pembangunan IPLT dari Pemerintah Daerah; dan
e. Penentuan Lokasi IPLT dari Pemerintah Daerah yang berwenang
Pada dokumen pedoman perencananaan IPLT, pendekatan perencanaan yang digunakan
merupakan metode perencanaan terintegrasi untuk mendapatkan perencanaan dan
implementasi pengembangan IPLT yang terarah dengan mengikutsertakan aspek non-teknis
(pengaturan, kelembagaan, pembiayaan, dan partisipasi masyarakat).
Dalam tahapan perencanaan IPLT perlu diperhatikan tidah hanya berlangsung satu arah,
tapi memungkinkan dilakukan iterasi dalam proses pelaksanaan perencanaan, dengan tujuan
untuk memenuhi target – target perencanaan. Jika kabuoaten/kota telah memiliki Studi
Kelayakan IPLT, perlu dilakukan kajian terhadap dokumen Studi Kelayakan IPLT untuk
melihat kesesuaiannya dengan pedomen perecanaan IPLT dengan pemberi pekerjaan saat
sosialisasi awal.
BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Batas Administrasi


Secara geografis, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan terletak pada 0 o38’30” Lintang Utara
sampai dengan 0o51’21’ Lintang Utara dan 108o18’14” Bujur Timur sampai dengan
108o59’02” Bujur Timur. Secara administrative, batas wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kepulauan adalah :
 Utara : Kota Singkawang
 Selatan : Kecamatan Sungai Raya
 Timur : Kecamatan Monterado
 Barat : Laut Natuna

Luas wilayah Kecamatan Sungai Raya Kepulauan adalah sebesar 394,00 km 2 atau sekitar
7,30% dari seluruh luas Kabupaten Bengkayang. Kecamatan Sungai Raya Kepulauan terbagi
dalam 5 desa. Dilihat dari luas per desa, laus wilayah desa yang paling besar adalah desa
Karimunting dengan luas wilayah sebesar 194,50 km2 atau sekitar 49,37% dari total luas
Kecamatan Sungai Raya Kepulauan sedangkan luas desa yang paling kecil adalah desa
Sungai Keran dengan luas wilayah hanya 15,30 km2 atau sekitar 3,88% dari seluruh luas
wilayah Kecamatan Sungai Raya Kepulauan. Dan untuk 3 desa lainnya yaitu desa Sungai
Raya, Pulau Lemukutan dan desa Rukmajaya rata-rata luas wilayah < 57,73 km2

2.2 Topografi
Desa Sungai Raya merupakan kawasan pesisir yang bentuk permukaannya merupakan
dataran rendah. Desa ini dekat dengan sungai yang langsung bernuara ke laut, dan memiliki
satu gunung yang berada di dekat pantai. Ada 2 daerah aliran sungai (DAS) yang ada di
Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, yang pertama DAS Sungai Raya dengan luas 50.000
hektare dan DAS Sungai Duri hanya sebesar 24.375 hektare.

2.4 Iklim
Untuk Iklim Kecamatan Sungai Raya Kepulauan beriklim tropis dengan suhu rata-rata
berkisar selang 21,8 °C sampai dengan 30,05 °C. Iklim tropis di Kecamatan Sungai Raya
Kepualauan termasuk klasifikasi iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2.819
mm/tahun atau 235 mm/bulan. Jumlah rata-rata hari hujan 157 hari/tahun atau rata-rata 13
hari hujan/bulan. Rata-rata kelembaban udara adalah 70%. Curah hujan yang tertinggi terjadi
pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah selang bulan Juni
sampai dengan Agustus. Kecamatan Sungai Raya Kepulauan memiliki wilayah datar dan
beberapa agung merupakan dataran rendah selang 50 meter s/d 100 meter di atas permukaan
laut. Kecamatan Sungai Raya Kepulauan yang terletak pada 0° LS dan 109° BT, wilayahnya
merupakan daerah hamparan dan berbukit serta sebelah Barat berada pada pesisir laut dan
deretan pulau-pulau.

2.5 Data Fasilitas Umum


Adapun fasilitas umum yang ada di desa Sungai Raya yaitu :

Tabel 2.1 Data Fasilitas Umum


Jumlah
No Bangunan
(unit)
1 Kantor Desa 1
2 Posyandu 1
3 Gedung SD 2
Gedung SMP dan
4 PAUD 1
5 Gedung SMA 1
6 Gedung SMK 1
7 Kantor Kecamatan 1
8 Puskesmas 1
9 Surau 1
10 Masjid 2
11 Pekong 1
12 Gereja 1
13 Pasar 1
Dermaga Pelabuhan
14 Kapal 5
15 Rumah Penduduk  
16 Lapangan Volly 1
17 Kantor UPT Perkebunan 2
Total Kebutuhan Air

2.6 Sosial Ekonomi


Mayoritas penduduk yang tinggal di Desa Sungai Raya bermata pencaharian sebagai seorang
nelayan, pedagang, buruh kasar, petugas kesehatan, serta guru. Dan sudah cukup banyak pula
yang statusnya sudah tercatat sebagai seorang PNS.

2.7 Kualitas Air Sungai


a. Warna
Untuk kualitas air yang ada di sungai raya perlu dilakukan penambahan bahan kimia seperti
tawas, karena warna airnya yang keruh. Warna air di sungai raya beragam kadang berwarna
cokelat milo, kadang juga berwarna cokelat susu, dan untuk menanganinya dapat di gunakan
zat kimia yang dapat menjernihkan air.
b. Polusi
Air sungai di desa Sungai Raya tak jarang biasanya di temui sampah rumah tangga atau
sampah plastik. Masih ada beberapa oknum masyarakat yang membuang sampah di
sepanjang aliran sungai. Hal itu mengharuskan perencana untuk membuat jaring filtrasi agar
sampah juga tidak ikut masuk memenuhi bangunan intake.
Selain sampah, oli bekas kapal motor nelayan juga biasanya mencemari sungai. Kebocoran
oli dari kapal motor yang bersandar di tepian dermaga sungai membuat kualitas air sungai
semakin menurun dan terkadang menimbulkan bau yang tidak sedap.

2.8 Kuantitas Sumber Air


Untuk kuantitas sumber air yang ada di Desa Sungai Raya Kepulauan DAS Sungai Raya
tidak terlalu luas dan besar di bandingkan dengan DAS Sungai Duri. Namun sumber air yang
ada disana cukup banyak jika digunakan sebagai sumber air bagi satu desa. Selain air sungai
air pegunungan juga masih dapat digunakan sebagai sumber air jikalau suatu saat nanti air
dari Pengolahan yang akan direncanakan mengalami kendala.

BAB III
PEMILIHAN SISTEM
Pengolahan pendahuluan (preliminary treatment) merupakan tahap pertama dalam
pengolahan lumpur tinja yang bertujuan untuk mengkondisikan karaktristik lumpur tinja agar
dapat diterima oleh unit pengolahan selanjutnya. Pada umumnya, pengolahan terdiri dari unit
penyaringan, grit chamber,grease trap, dan/atau bak ekualisasi. Untuk pemekatan dan
stabilisasi lumpur mengunakan Solid Separation Chamber. Sedangkan untuk stabilisasi
cairan unit pengolahan mengunakan Trickling Filter, unit pengolahan kombinasi yaitu
dengan kolam fakultatif dan untuk penghilangan organisme pathogen dengan menggunakan
kolam maturasi/polishing. Terakhir untuk unit pengolahan pengeringan lumpur menggunakan
metode Sludge Drying Bed.
 Grit Chamber

3.1 Unit Grit Chamber


Fungsi :
Untuk memisahkan material anorganik (grit) sekaligus mencegah terjadinya akumulasi grit
pada akhir pengolahan, menghindari penggunaan pompa berlebih, dan meningkatkan
efisiensi unit pemisah padatan dan cairan lumpur.
Kelebihan : Konstruksi rumit
Kekurngan :
 Sulit untuk menjaga kecepatan aliran
 Head loss yang ditimbulkan besar
Desain :
Nilai kriteria desain yang umum digunakan dalam mendesain grit chamber untuk grit
berdiameter 0,21 mm pada parameter waktu detensi, kecepatan horizontal, dan kecepatan
pengendapan masing-masing adalah 60 detik, 0,3 m/detik, dan 1,2,m/menit. Head loss yang
ditimbulkan dari grit chamber cukup besar, yaitu sekitar 30-40% dari kedalaman maksimum
air dalam saluran.
 Grease Trap
Skematik Grease Trap

Fungsi :
Menyisihkan minyak dan lemak dalam air limbah agar tidak mengganggu sistem pengolahan
selanjutnya
Kelebihan :
Mencegah penyumbatan dan gangguan unit selanjutnya yang diakibatkan oleh minyak dan
lemak
Kekurangan :
 Diperbolehkan pembersihan scum secara berkala
 Menambah kebutuhan lahan
Desain :
Grease trap umumnya terdiri dari dua kompartemen, yaitu kompartemen pertama (2/3 dari
total Panjang) dan kompartemen kedua (1/3 dari total Panjang). Grease trap diengkapi
lubang control (manhole) dengan diameter minimum 0,6 m.
 Bak Ekualisasi

Bak Ekualisasi
Fungsi :
Untuk meratakan konsentrasi lumpur tinja sebelum diolah ke unit stabilisasi lumpur
menurunkan fluktuasi debit influen yang masuk
Kelebihan :
 Meningatkan efektivitas pengolahan dengan meratakan konsentrasi dan debit influen
 Menyamakan nilai pH sehingga mengurangi kebutuhan bahan kimia (apabila
menggunakan bahan kimia pada proses selanjutnya)
Kekurangan :
 Menambah kebutuhan lahan
 Menambah kebutuhan biaya pengadaan, operasi, dan pemeliharaan
 Berpotensi menimbulkan bau
Desain :
Kebutuhan volume bak ekualisasi ditentukan berdasarkan grafik akumulasi variasi debit
influen yang diterima selama waktu operasi IPLT.
 Solid Separation Chamber

Solid Separation Chamber


Fungsi : Memisahkan padatan dan cairan lumpur melalui proses filtrasi dan dekantasi.
Kelebihan :
Pengoperasian sistem sederhana dan tidak membutuhkan operator berkeahlian khusus.
Kekurangan :
Diperlukan penggantian filter secara berkala untuk menjaga efisiensi proses filtrasi dan
mencegah terjadinya penyumbatan;
Pemindahan lumpur dari kolam SSC ke area pengeringan dilakukan secara manual atau
menggunakan mekanik (contoh : crane) dan membutuhkan area yang luas.

Desain :
Unit SSC umumnya menggunakan pasir dan kerikil sebagai media filtrasi dengan ketebalan
masing – masing antara 20 – 30 cm. pada sisi kolam dipasang pintu air untuk mengeluarkan
supernatn hasil proses dekantasi.
Solid Separation Chamber (SSC) dan Drying Area (DA) merupakan unit pemekatan yang
mengandalkan proses fisik dalam memisahkan padatan-cairan dari lumpur tinja. Pada
dasarnya, konsep pengolahan pada sistem SSC menyerupai sistem yang ada pada sludge
drying bed.
 Trickling Filter

Trickling Filter
Fungsi : Menyisihkan material organic dalam air limbah
Kelebihan :
Cocok digunakan untuk kapasitas pelayanan kecil-sedang dengan lahan yang tersedia
terbatas.
Efektif dalam mengolah air limbah dengan konsentrasi beban organic tinggi, namun
tergantung dengan jenis media yang digunakan dan membutuhkan energy yang lebih sedikit.
Kekurangan :
Sering terjadi pengelupasan biofilm dalam jumlah yang besar
Berpotensi menimbulkan bau dan lalat
Penyebaran air limbah ke media filter tidak seragam
Membutuhkan operator dengan keahlian khusus untuk mengoperasikan sistem OD
Desain :
Trickling Filter terdiri dari unit bangunan pengolahan yang diisi dengan media filter, dimana
air limbah didistribusikan melalui celah-celah media dan terjadi proses penyisihan material
organic. Faktor utama dalam mendesain TF meruoakan besaran jumlah beban organic yang
diterima oleh sistem. Kedalaman media filter bervariasi, 1,8-2,4 m. untuk TF dengan laju
aliran rendah, jenis media yang digunakan adalah batu/kerikil berukuran 2,5-10,2 cm.
Trickling filter (TF) merupakan sistem pengolahan aerobic yang menggunakan media filter
sebagai tempat mikroorganisme melekat dan berkembangbiak, sehingga beban pencemar
dalam air limbah domestuk yang dialirkan melewati media filter dapat disisihkan melalui
proses filtrasi dan metabolisme mikroorganisme. Pengolahan air limbah dengan sistem TF
dapat diterapkan pada pengolahan primer dan sekunder. Pada pengolahan primer proses ini
digunakan untuk menyisihkan materi organic, sedangkan pada pengolahan sekunder untuk
menyisihkan materi organic dan nitrifikasi.
 Kolam Fakultatif

Kolam Fakultatif
Fungsi : Menyisihkan BOD ( beban permukan BOD rendah )
Kelebihan :
Kontruksi sedarhana, biaya operasional rendah karena tidak membutuhkan energy listrik
dalam operasinya dan tidak membutuhkan operator berkeahlian khusus.
Kekurangan : Kebutuhan lahan besar
Desain :
Kolam fakulatif umumnya memiliki kedalaman 1,5 sampai 2,5 m, dengan kondisi aerobic
pada bagian atas kolam dan anaerobic pada bagian yang lebih rendah ( dasar kolam ). Proses
pengolahan secara aerobic berfungsi untuk mengontrol bau dan menyisihkan BOD dan
nutrient, sedangkan pada proses anaerobic terjadi digestetion lumpur, denitrifikasi, dan
penyisihan BOD. Waktu detensi yang direkomendasikan untuk proses pengolahan unit ini
adalah lebih dari 4 hari.
Terdapat dua jenis kolam fakultatif, yaitu kolam fakultatif primer untuk mengolah air limbah
belum diolah dan kolam fakultatif sekunder untuk mengolah air limbah yang telah melalui
proses pengolahan sebelumnya (biasanya dari kolam anaerobik). Kolam fakultatif didesain
untuk menyisihkan beban BOD permukaan rendah (100-400 kgBOD/ha.hari) dengan
menggunakan alga yang tumbuh secara alami di permukaan kolam. Keberadaan alga pada
kolam fakultatif membantu proses penyisihan BOD melalui oksigen yang dihasilkan dari
proses fotosintesis.
 Kolam Maturasi/Polishing

Kolam Maturasi/Polishing
Fungsi : Menurunkan jumlah mikroorganisme pathogen ( bakteri fekal dan virus)
Kelebihan :
Konstruksi sederhana dan biaya operasional rendah karena tidak membutuhkan energy listrik
dalam operasinya.
Kekurangan : Kebutuhan lahan besar
Desain :
Jumlah dan ukuran kolam maturase bergantung pada target jumlah bakteri dalam efluen yang
diinginkan. Kolam maturase umumnya dirancang memiliki kedalaman 1 m.
Fungsi utama dari kolam maturasi adalah mereduksi jumlah bakteri patogen. Oleh karena itu,
kolam maturase didesain memiliki kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan sistem kolam
lainnya (kolam anaerobik dan kolam maturasi), yaitu 1–2 m. Semakin dangkal kedalaman
kolam memungkinkan peningkatan efisiensi penyisihan bakteri patogen dan virus melalui
penetrasi cahaya. Namun, pada kolam maturasi, proses penyisihan BOD, padatan tersuspensi,
dan nutrien (nitrogen dan fosfor) berlangsung lambat. Faktor-faktor yang penting untuk
diperhatikan pada unit kolam maturasi, diantaranya waktu tinggal, pH, intensitas cahaya, dan
kadar oksigen terlarut (DO).
 Sludge Drying Bed
Fungsi : Mengeringkan lumpur yang telah distrabilisasi
Kelebihan :
Mudah untuk dioperasikan sehingga tidak membutuhkan operator berkemampuan khusus,
padatan hasil pengeringan dapat dijadikan cempuran bahan pengomposan, reduksi volume
yang dihasilkan tinggi, dan dapat menyisihkan bakteri pathogen.
Kekurangan :
Luas lahan yang dibutuhkan besar, hasil pengeringan tergantung pada kondisi cuaca, hanya
dapat diaplikasikan pada musim kemarau atau dilengkapi dengan atap pada musim
penghujan, pembersihan padatan kering dilakukan secara manual atau menggunakan alat
khusus dan berpontensi menimbulkan bau.
Desain :
Dalam satu unit SDB terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan lumpur (20–30 cm), lapisan
pasir berdiameter 0,3–1,2 mm (7,5–15 cm), lapisan kerikil berdiameter 9,5–25 mm (10–15
cm), lapisan kerikil berdiameter 2,5–7,6 mm (20–30 cm), media penahan filter (dapat berupa
batu-batuan berdiameter 76 mm atau batu bata), dan sistem drainase pada lapisan dasar untuk
mengalirkan filtrat. Dasar SDB harus dirancang memiliki kemiringan minimum 1% agar
filtrat dapat mengalir.
Sludge drying bed (SDB) merupakan teknik pengeringan lumpur yang paling banyak
digunakan. Jenis lumpur yang dapat dikeringkan dengan SDB adalah lumpur yang telah stabil
(telah melalui proses digestion). Apabila lumpur tinja yang diolah masih muda, lumpur akan
terdekomposisi secara anaerobik dan berpotensi menimbulkan bau. Dalam penggunaan unit
SDB, perlu diperhatikan jumlah penduduk yang dilayani dan ketersediaan lahan karena
semakin banyak jumlah penduduk yang dilayani maka lahan yang dibutuhkan lebih luas dan
jumlah pekerja yang dibutuhkan semakin meningkat.

BAB IV
KRITERIA DESAIN
4.1 Kriteria Desain
Unit grit chamber dirancang berdasarkan kriteria desain berikut ini:
Tabel 4.1Kriteria Desain Unit Horizontal-FlowGrit Chamber
Parameter Satuan Nilai
Specific gravity material grit - 1,3-2,7
Waktu detensi, td detik 45-90
Kecepatan horizontal, vs m/detik 0,24-0,4
Kecepatan pengendapan, vs 1,0-
m/menit
 Diameter 0,21 mm 1,30,6-
m/menit
 Diameter 0,15 mm 0,9
Persentase head loss dalam bak
kontrol terhadap kedalaman % 30-40
saluran
Overflow rate debit maksimum, 0,021-
m3/m2.deti
OR 0,023
Sumber:Metcalf & Eddy (2003)

4.2 Contoh Desain


4.2.1 Karakteristik Influen
Pada perhitungan unit grit chamber, debit desain yang digunakan mengikuti debit
puncak dalam desain manual bar screen = 0,027 m3/detik.
4.2.2 Kriteria Desain Digunakan
Waktu detensi = 90 detik
4.2.3 Perhitungan Desain
4.2.3.1 Tahap Pertama : Menentukan dimensi grit chamber
 Volume grit chamber dibutuhkan
debit desain
=
waktu detensi
0,027 m 3 /detik
=
90 detik
= 2,4 m3

 Dirancang grit chamber memiliki lebar = 1 m dan kedalaman 1 m


(rasio lebar : kedalaman = 1:1,5) dan (rasio panjang : lebar = 2.5 :1),
maka
volume chamber
panjang kolam =
lebar x kedalaman
2,43 m2
=
1m ×1 m
= 2,4 m = 2,5 m
4.2.3.2 Tahap Kedua : Menentukan dimensi Parshall flume
 Dimensi Parshall flume
Parshall flume merupakan saluran terbuka yang terletak terletak pada outlet
unit grit chamber dan berfungsi untuk mengontrol kecepatan aliran dari unit
tersebut. Dimensi parshall flume ditentukan berdasarkan debit yang melalui
saluran dan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dalam perancangan ini, debit desain
yang digunakan berada dalam rentang 5-300 m3/jam, maka dimensi yang
dibutuhkan adalah:
Tabel 4.2 Dimensi Parshall Flume

Sumber: Mackenzie L. Davis, 2010

Gambar 4.1 Skema Parshall Flume

Sumber : Mackenzie
L. Davis, 2010

 Kedalaman air dalam saluran


Q
Ha = ( )1/n
C
di mana :
Ha = kedalaman air, m
Q = debit aliran, m3/detik
C, n = koefisien yang ditentukan
Nilai n didapatkan dari Gambar 4.2 dan C dari Gambar 4.3. Dengan
garis lebar saluran W di sumbu x pada nilai 0,15, dapat diketahui besar
nilai n = 1,54 dan C = 2, maka kedalaman air:
0,027 1/1,54
Ha = ( ) = 0,06 m
2

Gambar 4.2 Koefisien n Parshall Flume


Sumber: Mackenzie L. Davis, 2010

Gambar 4.3 Koefisien C Parshall Flume

Sumber: Mackenzie L. Davis, 2010

4.3 Contoh Standar Operasional Prosedur


Standar Operasional Prosedur Grit Chamber
1. Memeriksa dan memastikan aliran pada horizontal grit chamber sesuai dengan
kecepatan perencanaan (aliran laminer/tenang). Apabila aliran tidak laminer
(turbulen) yang disebabkan oleh menumpuknya grit/padatan lain, maka segera
lakukan pembersihan.
2. Membuang grit secara rutin dari kolam, dikeringkan, dicuci, dan dibuang ke
tempat pembuangan secara rutin
3. Membersihkan dinding, saluran, dan bak dari sampah.
4. Melakukan perbaikan apabila terdapat kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai