Anda di halaman 1dari 5

Nama : RUNIAWAN

NIM : 193020209025

KELAS: A (2019)

 izin bertanya, Pada pesebaran flora dan fauna dibagi berdasarkan garis wallace dan garis
weber. Mengapa pembagian itu disebut sebagai garis wallace dan garis weber?
Jawaban:
Garis wallace dan garis weber digunakan sebagai dasar pemisah persebaran flora dan
fauna di Indonesia. Dalam pembagian, flora dan fauna di Indonesia terbagi menjadi 3 tipe
yaitu flora dan fauna tipe asiatis, flora danfauna tipe australia, dan flora dan fauna tipe
peralihan.
1. Garis Weber
Garis weber adalah garis khayal yang memisahkan flora dan fauna di Indonesia menjadi
tipe asiatis dan tipe australia. Penamaan garis weber itu diambil dari nama seorang
peneliti, yaitu Max Carl Wilhelm Weber yang berasal dari Jerman. 
Menurutnya penelitiannya, ada garis pemisah antara fauna asia dan fauna australia yang
melewati Kepulauan Tanimbar. Untuk flora dan fauna tipe asiatis meliputi wilayah pulau
Jawa, pulau Sumatra, pulau Kalimantan, dan pulau Bali. Untuk flora dan fauna tipe
australia meliputi wilayah Kepulauan Aru, Halmahera, dan pulau Papua. Dikutip
dari Kompas.com,  penelitian Max Wilhelm ini terdapat dalam teori biogeografinya. Max
Wilhelm ini melakukan ekspedisi dari bulan Maret 1899 - bulan Februari
1900. Berdasarkan penelitian Max Wilhelm Weber ada beragam jenis-jenis fauna baik
tipe asiatis ataupun tipe australia.
Contoh-contoh fauna tipe asiatis meliputi ikan pesut, ular, kura-kura, buaya gajah,
kerbau, dan babi hutan.
Contoh-contoh  fauna tipe australia meliputi  kanguru, kuskus,  biawak, burung nuri,
hingga burung cenderawasih. 
2. Garis Wallace 
Garis wallace adalah garis khayal yang membagi flora dan fauna di wilayah Indonesia. 
Penamaan garis wallace ini berdasarkan pada nama seorang peneliti, yaitu Alfred Russel
Wallace. Peneliti tersebut berasal dari Inggris. 
Penelitian flora dan fauna tersebut dilakukan dari tahun 1854 sampai 1862. Fauna di
sekitar garis wallace itu juga dikenal dengan sebutan fauna kepulauan wallace. Fauna dan
Flora ini terletak di wilayah tengah Indonesia meliputi Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara
serta pulau-pulau keci di sekitarnya. Persebaran flora dan fauna berdasarkan garis wallace
ini merupakan percampuran antara tipe asiatis dan tipe australia. Sehingga banyak
ditemukan jenis-jenis flora dan fauna yang mirip dan sama jenisnya. 
Contoh-contoh fauna kepulauan wallace meliputi babi rusa, anoa, komodo, buaya hingga
ular. 
 Pada fauna terdapat hewan endemik yaitu komodo, dan dikatakan juga sebagai hewan
langka.Jelaskan bagaimana cara mengatasi kepunahan hewan endemik ini, dan dimana
pesebaran terbanyak hewan endemik ini berada ?
Jawaban:
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara, berada di
sebelah timur Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape. Pulau Komodo dikenal
sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini termasuk salah satu kawasan Taman
Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Cara pelestarian komodo adalah:
1. Mendirikan Taman Nasional Komodo
Taman nasional Komodo dibentuk untuk melindungi habitat komodo. Taman nasional ini
meliputi pulau-pulau Komodo, Padar and Rinca, dan 26 pulau kecil di sekelilingnya,
dengan total luas wilayah mencapai 1733 km2.
Taman Nasional Komodo didirikan pada tahun 1980 dan merupakan salah satu dari lima
taman nasional yang ditetapkan pertama kali di Indonesia.
 
2. Melarang perburuan dan perdagangan komodo
Komodo termasuk hewan yang dilindungi. Sehingga, perburuan, perdagangan dan
penangkapan hewan komodo ini dilarang oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi
SDA Hayati dan Ekosistemny, serta oleh Keppres No.4 Tahun 1993 yang menetapkan
Komodo sebagai satwa nasional.
 
3. Memberi pendidikan terhadap masyarakat tentang perlindungan komodo
Meski habitat utama komodo sudah dilindungi dalam Taman Nasional Komodo, sebagian
lainya terpisah karena terletak di pulau Flores, dan tidak masuk wilayah terlindungi.
Wilayah ini termasuk habitat yang berada di Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai dan
Manggarai Timur. Di wilayah ini banyak komodo yang menyerang ternak warga karena
habitatnya rusak akibat dipakai untuk berladang. Karena itu perlu diadakan sosialisasi
kepada warga agar menjaga habitat ini.
 
4. Melakukan penangkaran komodo
Penangkaran dilakukan dengan memindahkan komodo yang siap bereproduksi ke tempat
penangkaran, sehingga penangkaran termasuk metode pelestarian ex situ. Penangkaran
ini dilakukan di kebun binatang dan taman safari, serta bermanfaat meningkatkan jumlah
komodo. 

 Izin bertanya, apakah hibridisasi dapat membantu dalam keanekaragaman hayati atau
dapat merusak dari sistem keanekaragaman hayati itu sendiri?
Jawaban :
Hibridisasi adalah mengawinkan dua jenis hewan atau tumbuhan yang berbeda varietas
dan memiliki sifat-sifat unggul
DAMPAK POSITIVE DAN NEGATIVE
1.DAMPAK POSITIVE
· penyebaran transgen untuk gulma terkait atau individu sejenis melalui tanaman gulma-
hibridisasi
· pengurangan kebugaran organisme non-target melalui akuisisi sifat transgenik melalui
hibridisasi
· evolusi cepat resistensi hama serangga seperti Lepidoptera untuk Bt
· akumulasi dari toksin Bt insektisida, yang tetap aktif di dalam tanah setelah tanaman
tersebut dibajak di bawah dan mengikat erat tanah liat dan asam humat;
· gangguan kontrol alami hama serangga melalui intertrophic tingkat efek dari racun Bt
pada predator
· tak terduga efek non-target serangga herbivora (yaitu, kupu-kupu Monarch) melalui
deposisi serbuk sari transgenik pada dedaunan sekitarnya vegetasi liar 14
· vektor-dimediasi transfer gen horizontal dan rekombinasi untuk menciptakan
organisme patogen baru

2.DAMPAK NEGATIVE

Efek dari hibridisasi Kemungkinan negatif konsekuensi dari hibridisasi bisa secara luas
dibagi menjadi genetik langsung dan tidak langsung ekologi efek. Efek genetik terutama
mempengaruhi hibridisasi spesies yang terlibat, sedangkan ekologi- efek kal dapat
memiliki konsekuensi di masyarakat tingkat. Efek genetik termasuk cairan asli'spesies
genepool karena introgresi (Abbott 1992). Inextremecases,
thiscanleadtoextinctionofthenative spesies (Anttila et al. 1998). Ada beberapa
kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan efek genetik dan kita membahas
beberapa dari mereka. Dampak ekologi terjadi ketika hibrida sendiri mengancam spesies
asli dengan membatasi, atau mempromosikan, sumber daya atau lainnya penting
komponen masyarakat (misalnya, penyerbuk, herbi- vores, patogen). Di sini, bahkan
hibrida steril dapat memiliki negatif efek.

 sesuai yang telah dijelaskan tadi bahwasanya kita terlalu fokus mengenai materi
keanekaragaman hayatinya bukan cara mengajar materi keanekaragaman hayatinya, yang
ingin saya tanyakan bagaimana contoh metode dan model yang bisa diterapkan, mengapa
menggunakan metode dan model tersebut?
Jawaban:
Salah satu contohnya yaitu penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning
pada siswa kelas X B MAN Tempel dalam meningkatkan Partisipasi dan Prestasi belajar
biologi pada materi Keanekaragaman Hayati. Desain penelitiaan ini ádalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dengan memberikan tindakan pada subyek penelitian dalam dua
siklus pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X B MAN Tempel Tahun ajaran
2009/2010. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan lembar soal pre test dan
post test siklus I dan siklus II. Data prê test dan post test siklus I dan siklus II
ditabulasikan dalam bentuk rerata kelas. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat
diketahui dengan effect size yaitu selisih antara nilai rata-rata post test siklus II dengan
nilai rata-rata post test siklus I. Hasil penelitian menunjukan penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning pada siswa kelas X B MAN Tempel dapat
meningkatkan Partisipasi dan Prestasi belajar siswa dengan peningkatan penguasaan
konsep siswa ditunjukkan dengan adanya nilai effect size sebesar 1,51.

 bagaimana cara memperbaiki atau membangun keanekaragaman hayati tumbuhan yang


telah rusak di kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi contohnya seperti Jakarta?
Jawaban :
HutanKota
Sesungguhnya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi penebangan
liar. Mulai dari mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk Undang-Undang (UU)
dan Peraturan Pemerintah (PP) sampai pada ’pengerahan’ berbagai organisasi atau
kelompok-kelompok pencinta lingkungan untuk melibatkan masyarakat agar aktif terlibat
dalam penyelamatan lingkungan. Hasilnya pun tidak terlalu mengecewakan sebetulnya,
dimana kita dapat melihat banyaknya kasus-kasus penebangan liar yang berhasil diseret
ke pengadilan.
Masalahnya, semua upaya tersebut jelas belum optimal dan terpadu. Terlebih lagi jika
dibandingkan dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi dan upaya perbaikan yang
telah dilakukan, pesimisme segera terbayang, akankah kita mampu mengendalikan
kerusakan hutan dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan? Salah satu upaya yang
telah ditempuh pemerintah adalah dengan ide pengembangan hutan kota.
Hutan kota adalah suatu lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon di dalam wilayah
perkotaan, pada tanah negara yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam
pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dengan
luas yang solid 0,4 hektar merupakan ruang terbuka hijau, pohon-pohon serta areal
tersebut ditetapkan pejabat yang berwenang sebagai Hutan Kota. (Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan, tahun 2002).
Menurut penulis, hutan kota sangat strategis menjadi fokus utama pemerintah dan
masyarakat, karena ide ini lebih membumi dan manfaatnya langsung dirasakan. Apalagi
sebagian besar masyarakat Indonesia sesungguhnya berada di perkotaan. Tanpa
mengabaikan pentingnya melestarikan hutan-hutan asli, hutan kota lebih mudah
disosialisasikan pemanfaatannya pada masyarakat luas.
Jika kita berbicara tentang hutan yang sebenarnya, dapat dipastikan bahwa sebagian besar
masyarakat akan menganggap bahwa itu bukan persoalan mereka. Masyarakat Indonesia
secara tidak kasat mata memiliki karakter ’tidak terlalu perduli’ dengan hal-hal yang
tidak berkaitan langsung dengan dirinya. Itu sebabnya banyak kegagalan ditemui ketika
kita berbicara mengenai pentingnya melestarikan hutan.
Hutan, bagi sebagian masyarakat Indonesia bukanlah tanggungjawab mereka, sekalipun
disadari bahwa banyak komponen kehidupan mereka sangat bergantung pada hasil hutan.
Hutan kota menjadi salah satu pilihan jitu menyelamatkan lingkungan karena beberapa
hal:
1) Menciptakan kesejukan dan kenyamanan, karena dalam hutan kota terjadi proses
fotosintesis yang mengubah CO2 di udara menjadi O2 dan H2O. Kemampuan tanaman
dalam mengkonsumsi CO2 tersebut menurut Grey dan Deneke (dalam ’Urban Forestry’,
1998) setiap satu jam, satu hektar daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2, jumlah CO2
tersebut equivalen dengan jumlah CO2 yang dihembuskan oleh sekitar 200 orang dalam
waktu yang sama pada saat bernafas.
2) Hutan kota berfungsi menjaga kesuburan tanah, karena partikel tanah pada hutan kota
mengandung koloid tanah yang lebih baik dibanding tanah perkotaan. Koloid tersebut
bermuatan positif sehingga mampu mempertahankan unsur hara yang ada dan
melepaskannya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Keberadaan unsur hara pada koloid
tanah bersifat fleksibel, artinya dapat dipertukarkan dengan unsur hara sejenis yang lebih
baik bila unsur hara yang ada sudah tidak memenuhi syarat lagi. Dengan demikian
tanaman akan terus mendapatkan unsur hara yang terbaik untuk kebutuhannya (Mudyarso
dan Suharsono, dalam ’Peranan Hutan Kota dalam Pengendalian Iklim Kota’, 1992).
3) Hutan kota berfungsi sebagai penyaring bagi bahan pencemar, karena partikel tanah
yang mengandung koloid (dari bahan organik) mengandung ion-ion yang mampu
menyerap logam berat atau bahan beracun lainnya yang terkandung dalam air. Pada hutan
kota, koloid tanah yang ada akan mampu mengikat logam berat yang tercampur dalam air
hujan seperti Cu dan Mg sehingga air yang masuk ke dalam tanah yang diserap oleh akar
relatif berkurang banyak kandungan logam beratnya.
4) Hutan kota dapat mempertinggi daya resapan air dan menyimpannya di dalam tanah
untuk kemudian dapat dipergunakan lagi sehingga terjadi siklus hidrologis.
5) Hutan kota juga berperan penting dalam konservasi tanah melalui pencegahan erosi.
Erosi umumnya terjadi karena adanya aliran permukaan (run off) dari air hujan yang
membawa partikel-partikel tanah dan bahan organik tanah sehingga tanah menjadi
tandus. Pada areal hutan kota, run off tersebut tidak terjadi karena : adanya tumbuhan
yang cukup rapat, adanya sistem perakaran, dan adanya bahan organik pada koloid tanah.
Konsep hutan kota terbukti banyak berhasil mengatasi berbagai kerusakan lingkungan di
negara lain.
Kehutanan Perkotaan (urban forestry) bahkan menjadi suatu cabang ilmu sejak
disadarinya bahwa sangat penting mempelajari lingkungan, khususnya pohon, baik
mengenai budidayanya, pengelolaannya, maupun fungsi dan kegunaannya secara
phisiologik, sosial dan ekonomi terhadap masyarakat perkotaan.

Anda mungkin juga menyukai